Anda di halaman 1dari 23

Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja

TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

MODUL 4
TI 3003 PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

PERANCANGAN DAN
STANDARDISASI
SISTEM KERJA

Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja & Ergonomi


Program Studi Teknik Industri
Institut Teknologi Bandung
2019

0
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

TUJUAN PRAKTIKUM
Melalui praktikum ini, praktikan diharapkan:
1. Mampu melakukan pengukuran waktu kerja yang meliputi pemilihan elemen-elemen operasi,
pengukuran waktu siklus, pengolahan data, serta menentukan waktu normal dan waktu baku
untuk kegiatan perakitan.
2. Mampu melakukan pengukuran lingkungan fisik yang meliputi intensitas cahaya, suhu,
kelembaban, kebisingan, dan lain-lain.
3. Mampu melakukan perancangan visual display untuk stasiun kerja.
4. Mampu melakukan perancangan sistem kerja di lantai produksi secara keseluruhan berdasarkan
prinsip-prinsip ergonomi dan rekayasa sistem kerja.

DASAR TEORI
Menurut Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R., & Tjakraatmadja, J.H. (2006), perancangan sistem kerja
adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan
terbaik dari suatu sistem kerja yang efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien (EASNE).
Pada dasarnya, perancangan sistem kerja harus mempertimbangkan faktor manusia (pekerja). Berbagai
sifat dan kemampuan pekerja akan memberikan pengaruh yang sangat besar atas keberhasilan suatu
sistem kerja dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, untuk dapat merancang suatu sistem kerja yang
baik, perlu untuk memperhatikan aspek kemampuan dan keterbatasan manusia.
Perancangan sistem kerja akan menghasilkan beberapa alternatif sistem kerja. Pemilihan alternatif
rancangan sistem kerja harus berlandaskan empat kriteria utama, yaitu:
1) Kriteria waktu
2) Kriteria fisik
3) Kriteria psikis
4) Kriteria sosiologis
Berdasarkan keempat kriteria di atas, sistem kerja dipandang baik bila memberikan waktu penyelesaian
pekerjaan tercepat, penggunaan tenaga fisik paling ringan, dan memberi dampak psikis dan sosiologis
paling rendah.

PENGUKURAN WAKTU KERJA


Teknik Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu dilakukan untuk mendapatkan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja normal
secara wajar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam suatu sistem kerja terbaik. Secara umum teknik
pengukuran waktu terbagi dua, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
• Langsung
Pengukuran dilakukan langsung di tempat kerja. Terdapat dua metode yaitu:
a. Metode jam henti (stopwatch)

1
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

Pengukuran waktu dengan metode ini digunakan untuk jenis pekerjaan yang dilakukan
berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Pada modul ini, pengukuran dilakukan
menggunakan metode jam henti.
Contoh: operator pabrik pada kegiatan perakitan, cenderung memiliki tipe pekerjaan yang
sama/ konstan antar waktu.
b. Metode sampling
Pengukuran waktu dengan metode ini digunakan untuk jenis pekerjaan yang memiliki variasi
tugas. (Ditentukan dengan jadwal yang random, biasa menggunakan tabel bilangan random)
Contoh: sekretaris, karena pekerjaan sekretaris bisa bervariasi di banyak waktu.
Kelebihan pengukuran waktu secara langsung yaitu praktis. Pengamat hanya perlu mengukur
waktu. Sedangkan kekurangannya adalah dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk
mengumpulkan banyak data, agar memenuhi tingkat kepercayaan dan keyakinan tertentu.
Selain itu, biaya yang dikeluarkan relatif mahal.
• Tidak Langsung
Perhitungan waktu tanpa berada di tempat kerja. Terdapat dua data yaitu:
a. Data Waktu Baku
Berisi data dari waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diteliti
pada waktu yang lalu. Data waktu tersebut berisi elemen-elemen gerakan baku. Apabila
terdapat kegiatan yang memiliki elemen gerakan yang sama dengan kegiatan yang waktunya
sudah ada sebelumnya, maka waktu penyelesaian pekerjaan tersebut sudah dapat ditentukan.
Data ini biasanya digunakan oleh perusahaan dan terdapat perbedaan antara satu perusahaan
dan lainnya.
b. Data Waktu Gerakan
Data waktu dari elemen-elemen gerakan baku. Perbedaannya dengan waktu baku adalah data
elemen gerakan sudah terstandarisasi dan siap pakai. Data waktu gerakan ini biasanya dibuat
oleh lembaga-lembaga Eropa. Beberapa metodanya adalah:
• Work Factor (WF)
• Maynard Operation Sequence Time (MOST)
• Motion Time Measurement (MTM)
• Standard Data System (SDS)

Kelebihan perhitungan waktu secara tidak langsung yaitu:


+ Waktu relatif singkat
+ Biaya lebih murah
+ Pengembangan metode dan perancangan produk

Sementara itu, kekurangan perhitungan waktu secara tidak langsung adalah:


- Data waktu gerakan belum lengkap
- Data waktu gerakan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja
- Tabel yang digunakan untuk orang Eropa tidak dapat digunakan di Indonesia (baru sedikit
penelitian mengenai data waktu baku di Indonesia)

2
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

Untuk sistem kerja yang bersifat homogen, repetitif, dan memiliki produk nyata yang terukur
(kuantitatif), pengukuran waktukerja secara langsung dapat menggunakan metode jam‐henti.
Sutalaksana et al (2006) menyatakan secara terperinci langkah‐langkah yang harus dilakukan
dalam pengukuranwaktu dengan metoda jam‐henti.Salah satu langkah yang penting dilakukan
didalamnyaadalah melakukan pemilahan elemen operasi, seperti yang dikembangkan oleh
Gilberth.

Waktu Baku
• Pengertian Waktu Baku
Tahapan perhitungan untuk mendapatkan waktu baku digambarkan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Tahapan perhitungan waktu baku

Keterangan: P = Faktor Penyesuaian L = Faktor Kelonggaran

Faktor penyesuaian diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dalam
keadaan tidak wajar sehingga hasil perhitungan waktu siklus perlu disesuaikan atau dinormalkan
terlebih dahulu agar mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Sedangkan kelonggaran
adalah waktu yang diberikan kepada operator untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi,
menghilangkan fatigue, dan gangguan-gangguan yang tidak terhindarkan oleh operator.
Pengertian waktu siklus, waktu normal, dan waktu baku adalah sebagai berikut.

1. Waktu Siklus
Waktu siklus adalah waktu akumulasi dari setiap elemen‐elemen pekerjaan yang ada di sebuah
stasiun kerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

2. Waktu Normal
Waktu yang dibutuhkan untuk seorang operator dalam keadaan normal. Definisi keadaan normal di
sini adalah operator yang bekerja dengan tidak terlalu cepat (ahli) atau operator yang tidak pada
tahap pembelajaran.

3. Waktu Baku
Waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator untuk menyelesaikan suatu pekerjaan spesifik dengan
mempertimbangkan kondisi internal (kemampuan, keahlian, dll) maupun eksternal (lingkungan).
Pengolahan waktu baku perakitan berdasarkan data yang diperoleh saat praktikum adalah:

3
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

• Uji Keseragaman Data


• Uji Kecukupan Data

• Perhitungan Waktu Baku


a. Waktu Siklus
Σ 𝑥𝑏𝑎𝑟(𝑠𝑢𝑏𝑔𝑟𝑢𝑝) (1)
𝑊𝑠 =
𝑁𝑠𝑢𝑏𝑔𝑟𝑢𝑝

Keterangan : xbar(subgrup) = rata-rata subgrup


Nsubgrup = banyak subgrup

b. Waktu Normal

𝑊𝑛 = 𝑊𝑠 × (1 + 𝑝) (2)

Keterangan : p = faktor penyesuaian

c. Waktu Baku

𝑙 (3)
𝑊𝑏 = 𝑊𝑛 × (1 + )
100

Keterangan : l = faktor kelonggaran

PENGUKURAN LINGKUNGAN FISIK


Dalam perancangan sistem kerja, lingkungan fisik di sekitar tempat kerja perludiperhatikan karena
performansi kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik kerjanya. Kondisi
lingkungan fisik yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Iklim Kerja
Iklim kerja terdiri dari suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara, serta panas radiasi.
• Suhu
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Suhu mempengaruhi kualitas kerja seseorang. Dengan
suhu yang nyaman, maka akan tercipta sistem kerja yang baik sehingga dapat meningkatkan
performansi kerja seseorang.
• Kelembaban
Kelembaban adalah jumlah air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam
persentase. Semakin panas dan semakin lembab lingkungan, maka semakin banyak oksigen yang
diperlukan, sehingga mempercepat berdetaknya denyut jantung. Oleh karena itu, dalam suatu
lingkungan kerja harus dilakukan penyesuaian temperatur dan kelembabannya.
• Kecepatan gerakan udara

4
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

Kecepatan gerakan udara berkaitan dengan sirkulasi udara. Untuk menjaga agar udara di sekitar
tempat kerja tetap sehat dalam artian mengandung oksigen yang cukup, udara harus bersirkulasi
dengan baik.
• Panas radiasi
Panas radiasi dapat menyebabkan kenaikan suhu pada tempat kerja sehingga dapat
mempercepat kelelahan pekerja.
2. Kebisingan
Kebisingan merupakan bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki telinga yang dapat menyebabkan hal-
hal berikut.
• Mengganggu konsentrasi
• Mengurangi ketenangan kerja
• Menyulitkan komunikasi
• Merusak pendengaran dalam jangka waktu panjang
Parameter yang digunakan untuk mengetahui tingkat kebisingan adalah durasi, intensitas dan
frekuensi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, nilai
ambang batas kebisingan adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Nilai ambang batas kebisingan
Sumber : Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011

Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun hanya sesaat.

5
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

3. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja. Pencahayaan mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam melihat objek secara jelas, cepat, dan benar. Kemampuan mata
melihat objek secara jelas ditentukan oleh ukuran objek, derajat kontras antara objek dan
sekelilingnya, luminensi, dan lama melihat. Selain itu, letak sumber cahaya juga mempengaruhi
efektivitas mata dalam melihat.
Standar pencahayaan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
Industri dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 2 Tingkat pencahayaan minimal


Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2002

4. Getaran
Getaran adalah gerakan yang teratur dari suatu benda atau media dengan arah bolak-balik dari
kedudukan keseimbangannya. Getaran membutuhkan struktur mekanik sebagai media transmisi,
yaitu mesin, bangunan, tubuh manusia, dll. Getaran dapat mempengaruhi konsentrasi bekerja dan
mempercepat datangnya kelelahan. Berikut nilai ambang batas getaran menurut Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 13/MEN/X/2011.

6
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II
Tabel 3 Nilai ambang batas getaran
Sumber : Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2011

5. Bau-bauan dan Debu


Bau-bauan dan debu dapat mempengaruhi konsentrasi kerja, kelainan pernafasan, dan kepekaan
penciuman pekerja.

6. Warna
Warna yang terdapat pada lingkungan kerja, seperti pada dinding, benda kerja, kemasan produk, dan
lain-lain dapat memberikan efek psikologis pekerja (kuning memberikan efek kesegaran, oranye
memberikan efek kehangatan, dsb). Menurut Moekjijat (2002), keuntungan penggunaan warna yang
baik adalah sebagai berikut.
• Memungkinkan tempat kerja menjadi tampak menyenangkan dan menarik perhatian/
pandangan.
• Mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap produktivitas kerja.

PERANCANGAN VISUAL DISPLAY


Visual Display merupakan perangkat atau alat peraga yang digunakan untuk menyampaikan informasi
tentang suatu objek atau kejadian melalui indera pengelihatan. Contohnya antara lain TV, layar computer,
instrumen mobil, peta, termometer, dan lain lain. Dalam merancang visual display, terdapat beberapa
aspek yang perlu diperhatikan sebagai berikut.

1. Pemasangan Visual Display


Menurut Eastman Kodak Company (2003), dalam pemasangan visual display, hal-hal dasar yang perlu
diperhatikan adalah:
• Display harus dapat dilihat dan dibaca dengan baik oleh siapapun, dari semua sudutyang
dikehendaki, serta pada saat kapanpun (siang atau malam hari).
• Display tidak boleh menimbulkan perbedaan penafsiran atas artinya.
• Display hendaknya memiliki warna yang cukup kontras dengan lingkungan sekelilingnya.
• Display ditempatkan pada sudut pandang normal.
• Display tidak terhalangi oleh benda‐benda lain.
• Hindari timbulnya bayangan pada permukaan display yang berasal dari penutupnya atau dari bagian
display yang lain.

7
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

2. Tingkat Pemahaman
Pemberian instruksi harus dapat memberikan pemahaman yang jelas untuk pihak-pihak yang terlibat,
antara lain mengenai (Eastman Kodak Company, 2003):
• Kalimat pendek, flow diagrams, lists, dan tabel lebih baik digunakan dibandingkan paragraf
• Hindari penggunaan singkatan dan istilah-istilah yang tidak umum
• Pemberian instruksi sebaiknya dilakukan secara sederhana, ringkas, dan jelas. Pemberian informasi
yang berlebihan dapat membuat pembaca merasa terbebani
• Penulisan kalimat harus berbentuk positif dan aktif
• Bila ada pesan larangan yang hendak disampaian di dalam instruksi, gunakan pembeda berupa
warna, grafik, dan lain-lain yang akan langsung terlihat

3. Legibilitas
Menurut Pardo dalam Tarasov et al (2015), legibilitas adalah sifat-sifat suatu font yang dapat
mempengaruhi interaksi tulisan dengan pembaca. Faktor-faktor yang mempengaruhi legibilitas antara
lain:
a. Font Case
Text dapat ditampilkan dalam lowercase (huruf kecil) atau uppercase (huruf kapital). Eastman Kodak
Company (2003) mengatakan bahwa teks dengan lowercase lebih mudah dibaca daripada teks
dengan uppercase seluruhnya. Uppercase lebih baik digunakan untuk heading atau pesan dengan
kata-kata yang sedikit.
b. Ketajaman Visual
Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur ketajaman visual adalah dengan
melakukan tes menggunakan Snellen chart. Uji ini dilakukan pada jarak 6 m (20 feet) dengan
membaca teks dari atas ke bawah (dari huruf yang besar). Kemampuan penglihatan dianggap normal
jika mampu membaca tanpa salah semua huruf pada baris 20/20. Jika tanpa salah hanya sampai baris
20/40, artinya kemampuan orang tersebut untuk membaca pada jarak 20 kaki, dapat dilakukan orang
secara normal pada jarak 40 kaki.

Gambar 2 Snellen chart

8
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

c. Font Size
Menurut Sanders & McCormick (1993), tipografi mengacu pada serangkaian karakteristik huruf-
huruf. Beberapa parameter yang dapat mempengaruhi kemampuan baca suatu tulisan di antaranya
adalah rasio antara ketebalan huruf terhadap tinggi huruf, jenis huruf, dan tinggi huruf. Berikut
adalah rumus untuk menghitung stroke width dan tinggi huruf.

𝑊𝑠 = 1,45 𝑥 10−5 𝑥 𝑆 𝑥 𝑑 (4)

𝑊𝑆 (5)
𝐻𝑖 =
𝑅

Keterangan:
𝑊𝑠 : stroke width (cm)
𝑆 : nilai pada Snellen Aquity (jika Snellen Aquity bernilai 20/40 maka S = 40)
𝑑 : jarak baca (cm)
𝐻𝑖 : tinggi huruf (cm)
𝑅 : nilai stroke width to height ratio dari huruf (jika rasionya adalah 1:6 maka R bernilai 0,1667)

Gambar 3 Lebar, tebal, dan tinggi huruf


Sumber: Eastman Kodak Company, 2003

Menurut Berger, Cornog & Rose, dan McCromick & Sanders dalam Eastman Kodak Company (2003),
dengan pencahayaan yang baik, ketentuan umum untuk penulisan karakter adalah:
o Dalam pencahayaan baik biasanya berlaku:
▪ Stroke width bernilai 1:6 dari tinggi tulisan hitam di dalam latar belakang putih
▪ Width (tebal) huruf bernilai 3:5 dari height (tinggi) huruf, kecuali untuk huruf I yang bernilai satu
stroke width, dan huruf M dan W yang bernilai 4:5 dari tinggi
▪ Width (tebal) angka bernilai 3:5 dibandingkan height, kecuali untuk angka 1 yang bernilai 1
stroke width
o Jika pencahayaan dikurangi, tulisan dengan huruf yang tebal lebih mudah dibaca daripada tulisan
dengan huruf tipis. Sementara tulisan berwarna putih di atas latas belakang hitam juga lebih mudah
dibaca

9
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

o Jika kekontrasan tulisan dengan latar belakang rendah, maka huruf yang sebaiknya digunakan adalah
huruf tipe boldface dengan perbandingantebal/lebar dan tinggi yang rendah (misalnya 1:5).
o Untuk tulisan yang terang, perbandingan tebal‐tinggi huruf yang digunakan adalah 1:12 sampai 1:20.
o Untuk huruf hitam dengan latar belakang yang sangat terang, digunakan huruf yang sangat tebal.

d. Font Style
Berger, Cornog & Rose, dan McCromick & Sanders dalam Eastman Kodak Company (2003) juga
menyatakan bahwa font style yang mudah dibaca adalah font style yang cenderung lebih sederhana
(simple), tegas, dan tidak terlalu banyak ukiran/lekukan.

e. Kontras Warna
Kontras warna yang baik dapat mempengaruhi kecepatan membaca. Menurut Peters & Adams dalam
Eastman Kodak Company (2003), berikut warna-warna yang sesuai untuk display.

Tabel 4 Tingkat kekontrasan warna


Sumber: Eastman Kodak Company, 2003

4. Keterbacaan
Keterbacaan atau readability adalah kemampuan suatu tulisan mudah untuk dibaca (Tasanov, 2015). Hal-
hal yang perlu diperhatikan untuk memastikan keterbacaan antara lain:
a. Jarak Pembacaan
Menurut Berger dalam Sutalaksana (2006), keterbacaan suatu tulisan berpengaruh terhadap jarak
pembacaannya dan tingkat kepentingan dari informasinya. Untuk keadaan pencahayaan normal,
berikut merupakan stroke width berdasarkan jarak pembacaan yang diperlukan untuk informasi kritis
dan rutin. Informasi rutin merupakan informasi yang perlu untuk dilihat untuk bisa menyampaikan

10
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

hal-hal tertentu sedangkan informasi kritis adalah informasi yang wajib untuk diketahui karena
berhubungan dengan keamanan, keselamatan, proses kritis, dan lain sebagainya.

Tabel 5 Jarak pembacaan


Sumber: Sutalaksana, 2006

b. Border dan Spacing


Keterbacaan juga penting hubungannya dalam penentuan border dan spacing. Berikut merupakan
beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan:
o Spasi antar huruf
Moriarty dan Scheiner (1984) mengatakan bahwa tulisan dengan spasi huruf yang dekat atau
rapat lebih cepat dibaca daripada tulisan dengan spasi huruf biasa.
o Spasi antar baris
Scales dan Hooper & Hannafin dalam Tarasov et al (2015) menyatakan bahwa kejelasan isi
sebuah tulisan akan semakin baik bila spasi antar baris dari tulisan tersebut semakin besar.
Semakin panjang line dalam satu baris, semakin besar spasi antar baris yang harus diberikan.
o Border
Eastman Kodak Company (2003) menyatakan bahwa border dapat digunakan untuk
menambah keterbacaan satu blok berisi angka dan tulisan. Jika ada beberapa pesan atau
label yang ditempatkan di area yang sama, border sebaiknya hanya digunakan di untuk pesan
yang kritis.

Gambar 4 Peningkatan keterbacaan karena border dan spacing


Sumber: Eastman Kodak Company, 2003

11
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

PERANCANGAN STASIUN KERJA


Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan perancangan stasiun kerja, antara
lain jenis stasiun kerja dan bidang kajian ergonomik-nya.

Jenis Stasiun Kerja


Stasiun kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga macam berdasarkan posisi tubuh pada saat bekerja, yaitu
sebagai berikut:
a. Stasiun Kerja untuk Operator Duduk
Stasiun kerja untuk operator duduk sesuai untuk situasi:
1. Semua objek (material, alat, dll) yang dibutuhkan dalam bekerja dapat diambil dengan
mudah dan berada dalam jangkauan tangan dalam posisi duduk.
2. Pekerjaan tidak membutuhkan gaya/tenaga yang besar.
3. Pekerjaan memerlukan kontrol yang teliti pada bagian kaki dan tangan.
4. Objek yang dipegang tidak lebih dari 15 cm jauhnya dari landasan kerja.
5. Pekerjaan dilakukan dalam waktu yang lama.

Gambar 5 Stasiun Kerja Operator Duduk (1)


Sumber: Eastman Kodak Company, 2003

12
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

Gambar 6 Stasiun Kerja Operator Duduk (2)


Sumber: Eastman Kodak Company, 2003

b. Stasiun Kerja untuk Operator Berdiri


Stasiun kerja untuk operator berdiri sesuai untuk situasi:
1. Tidak tersedia tempat untuk menyangga kaki dan lutut.
2. Sering dilakukan penanganan untuk objek yang berat (lebih dari 4.5 kg).
3. Sering dilakukan gerakan menjangkau yang terlalu jauh/dekat.
4. Sering dilakukan pekerjaan dengan aktivitas menekan ke bawah.
5. Mobilitas untuk bergerak di sekitar stasiun kerja tinggi.

Gambar 7 Stasiun Kerja untuk Operator Berdiri


Sumber: Niebel’s 12th Edition, 2009
Selain itu terdapat beberapa rekomendasi ergonomik tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri
yang didasarkan kepada ketinggian siku berdiri, yaitu sebagai berikut ini:

13
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

1. Untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi, landasan kerja yang direkomendasikan
adalah 5-10 cm di atas tinggi siku berdiri.
2. Untuk pekerjaan yang melibatkan banyak peralatan dan material, tinggi landasan kerja yang
direkomendasikan adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat, tinggi landasan kerja yang
direkomendasikan adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.

c. Stasiun Kerja untuk Operator Duduk-Berdiri


Desain stasiun kerja sangat ditentukan oleh jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Baik desain
stasiun kerja untuk posisi duduk maupun berdiri, keduanya memiliki keuntungan dan kerugian. Clark
(1996) mencoba mengambil keuntungan dari kedua posisi tersebut dan mengombinasikan desain
stasiun kerja untuk posisi duduk dan berdiri menjadi satu desain dengan batasan sebagai berikut:
1. Pekerjaan dilakukan dengan duduk pada saat tertentu dan dalam posisi berdiri pada saat yang
lainnya. Perubahan posisi kerja dilakukan bergantian.
2. Pekerja perlu menjangkau sesuatu lebih dari 40 cm ke depan dan/atau 15 cm di atas landasan
kerja.
3. Tinggi landasan kerja antara 90-120 cm merupakan ketinggian yang paling tepat dan baik untuk
posisi duduk maupun berdiri.

Gambar 8 Stasiun Kerja untuk Operator Duduk-Berdiri


Sumber: Eastman Kodak Company, 2003

Gambar 9 Industrial Sit/Stand Stools


Sumber: Biofit, Waterville, OH

14
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

Prinsip Rekayasa Stasiun Kerja


• Poka Yoke
Poka Yoke dalam bahasa Jepang dari Yokeru berarti untuk menghindari dan Poka berarti kesalahan
karena ketidakhati-hatian. Maka, Poka Yoke berarti alat untuk menghindari kesalahan. Dalam
literatur barat Poka Yoke dikenal sebagai mistake proofing. Dengan Poka Yoke maka jumlah cacat
produk akan berkurang karena mencegah atau mengoreksi kesalahan secepatnya. Poka Yoke terdiri
dari 2 kategori, yaitu Prevention dan Detection.

Gambar 10 Gambar USB Menyatakan Bagian Atas Kabel untuk Mencegah Kesalahan
Sumber : http://agilesoftwaredevelopment.com

15
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

PENULISAN LAPORAN
Laporan dibuat dengan susunan sebagai berikut.
Cover
Lembar Pengesahan
Lembar Asistensi
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB 2 PENGOLAHAN DATA
BAB 3 ANALISIS
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

FORMAT LAPORAN
❖ Kertas A4
❖ Margin Kiri-Atas-Kanan-Bawah: 3-2-2-2
❖ Font:
1. Isi laporan : Calibri 11
2. Judul bab : Cambria 14 Bold
3. Subbab : Cambria 12 Bold
4. Spasi multiple 1.2
❖ Header kiri : Modul 4 – Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
❖ Header kanan : Nama asisten (NIM asisten)
❖ Footer kiri : Kelompok xx
❖ Footer kanan : Nomor halaman

REFERENSI
Eastman Kodak Company. (2003). Ergonomic Design for People at Work 2nd ed. New Jersey: Wiley
Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja. Jakarta: Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Moekijat. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia: Manajemen Kepegawaian. Jakarta: Mandar Maju
Niebel, B.W. and Freivalds, A. (2012). Methods, Standard and Work Design12th ed. Mc-Graw Hill : New York
Sutalaksana, I.Z., et al. (2006). Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi Teknik
Industri ITB : Bandung
Tarasov, D.A., et al. (2015). Legibility of textbooks: a literature review. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 174
( 2015 ) 1300 – 1308

16
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 – TABEL PENYESUAIAN WESTINGHOUSE

17
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

Sumber: Sutalaksana, Iftikar Z., & Anggawisastra, Ruhana, & Tjakraatmadja, Jann H. Teknik Perancangan
Sistem Kerja. (2006). Bandung: Penerbit ITB.

Ciri-ciri setiap kelas antara lain:


Super Skill
• Bekerja secara sempurna
• Tampak seperti telah terlatih sangat baik
• Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti
• Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainya tidak terlampau terlihat karena
lancarnya
• Tidak terkesan adanya gerakan berpikir dan merencanakan tentang apa yang dikerjakan

Excellent Skill
• Percaya pada diri sendiri
• Tampak cocok dengan pekerjaannya
• Terlihat terlatih baik
• Bekerja dengan teliti sehingga tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaan lagi
• Gerakan kerja dan urutan dikerjakan tanpa kesalahan
• Bekerja cepat tapi halus
• Bekerja berirama dan terkoordinasi

18
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

Good Skill
• Kualitas hasil baik
• Bekerja lebih cepat dibanding pekerja lainya
• Dapat memberi petunuk pada pekerja lain
• Tidak memerlukan banyak pengawasan
• Tidak ada keragu-raguan
• Bekerja stabil
• Gerakan cepat

Average Skill
• Kecepatan gerakan rata-rata
• Terlihat adanya pekerjaan perencanaan
• Bekerja cukup teliti
• Secara keseluruhan cukup memuaskan
• Mengkoordinasikan tangan dan pikiran cukup baik

Fair Skill
• Tampak terlatih tetapi belum cukup baik
• Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya
• Terlihat adanya perencanaan sebelum melakukan gerakan
• Tidak tampat terlalu yakin akan pekerjaan yang dilakukan
• Saat tidak fokus, output akan sangat rendah
• Tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup

Poor Skill
• Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran
• Gerakan kaku
• Terlihat ketidakyakinan pada urutan gerakan
• Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan
• Ragu-ragu dalam melaksanakan gerakan kerja
• Sering melakukan kesalahan

19
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

LAMPIRAN 2 – TABEL KELONGGARAN

20
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

21
Modul 4 Perancangan dan Standardisasi Sistem Kerja
TI 3003 Praktikum Perancangan Sistem Terintegrasi II

LAMPIRAN 3 – LEMBAR PENGAMATAN

LEMBAR PENGAMATAN
Nama Pengamat :
Hari/Tanggal :
Jam Pengamatan :
Stasiun Pengamatan : Duduk/Berdiri

22

Anda mungkin juga menyukai