Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen

Menurut Hasibuan (2011) Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pendayagunaan sumber daya lainnya secara efisien, efektif, dan produktif
merupakan hal yang paling penting untuk mencapai suatu tujuan menurut Rivai
(2010).

Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan


melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning),
mengorganisasikan (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan
(controlling). Dengan demikian, manajemen adalah suatu kegiatan yang
berkesinambungan.

Untuk mencapai efisiensi serta efektivitas dalam manajemen, maka segala


tindakan dan kegiatan baru sebaiknya dilaksanakan dengan pertimbangan dan
perhitungan yang rasional. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kegiatan dengan
perumusannya secara jelas dan tegas, agar tujuan program yang dimaksudkan dapat
berjalan dengan sebaik mungkin.

Manajemen mengandung arti optimalisasi sumber-sumber daya atau


pengelolaan dan pengendalian. Sumber-sumber daya yang dioptimalkan, dikelola, dan
dikendalikan tersebut meliputi sumber daya manusia dan sumber pendukung lainnya.
Proses tersebut mencakup langkah-langkah perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian. Manajemen bagi setiap organisasi atau lembaga
merupakan unsur pokok yang harus dijalankan oleh setiap pimpinan organisasi atau
lembaga tersebut. Para pimpinan tersebut bertindak sebagai manajer sehingga harus
menggunakan sumber daya organisasi, keuangan, peralatan, dan informasi serta
sumber daya manusia dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sumber
daya manusia merupakan sumber daya terpenting bagi setiap organisasi.

11
12

Tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan (stated goals) mengandung arti


bahwa para pemimpin atau manajer organisasi apapun berupaya untuk mencapai
berbagai hasil akhir spesifik, tentu saja harus unik bagi masing-masing organisasi.

Secara prinsip dapat dilihat bahwa pada kenyataannya manajemen merupakan


kombinasi ilmu dan seni dan tidak dalam proporsi yang tetap, tetapi dalam proporsi
yang bermacam-macam. Konsep manajemen merupakan suatu konsep yang
mencerminkan adanya kebiasaan yang dilakukan secara sadar dan terus menerus
dalam organisasi.

Berdasarkan dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa manajemen


adalah suatu pola atau sistem koordinasi yang dilakukan dalam organisasi melalui
proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dengan
memberdayakan semua kekuatan yang dimiliki dalam rangka pencapaian tujuan
tertentu.

2.2 Manajemen Pemasaran

Seluruh perusahaan menginginkan bahwa seluruh kegiatan yang dijalankan


berjalan dengan baik, berkembang dan mendapatkan laba yang maksimal. Langkah
untuk mencapai hal tersebut diperlukan pengelolaan yang baik dalam melaksanakan
seluruh kegiatan pemasaran, pengelolaan dalam rangka melaksanakan kegiatan
tersebut yang dikenal dengan istilah manajemen pemasaran.

Pengertian manajemen pemasaran menurut Assauri (2013) adalah kegiatan


menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan program-program
yang disusun dalam pembentukan, pembangunan, dan pemeliharaan keuntungan dari
pertukaran/transaksi melalui sasaran pasar dengan harapan untuk mencapai tujuan
organisasi (perusahaan) dalam jangka panjang. Manajemen pemasaran menurut Kotler
dan Keller (2013) adalah proses perencanaan dan pelaksanaan, pemikiran, penetapan
harga promosi, serta penyaluran gagasan barang, dan jasa untuk menciptakan
pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dalam organisasi.

Definisi ini menjelaskan bahwa manajemen pemasaran memiliki fungsi untuk


menentukan dan meningkatkan permintaan di pasar melalui suatu proses yang
menyangkut analisis, perencanaan dan pelaksanaan serta pengawasan program-
program yang ditujukan untuk melayani pasar dengan kebutuhan dan keingan pasar.
13

2.2.1 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Marketing mix menurut Assauri (2011) adalah kombinasi variabel atau


kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasran, variabel yang dapat dikendalikan
oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi dan persepsi para pembeli atau
konsumen. Bauran pemasaran merupakan salah satu aspek penting sebagai alat
pemasaran yang dapat di gunakan perusahaan untuk mendapat respon yang diharapkan
oleh target pasar. Menurut Kotler dan Armstrong (2014) “Marketing-mix is the set of
tactical marketing tools that the firm blends to produce the response it wants in the
target market”. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa bauran pemasaran adalah
seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mendapatkan respon
yang di inginkan dari target pasar. Kotler dan Amstrong (2014) menjelaskan bahwa
terdapat empat komponen yang tercakup dalam kegiatan bauran pemasaran (marketing
mix) yang dikenal dengan sebutan 4P product (produk), price (harga), place (tempat
atau saluran distribusi), dan promotion (promosi), sedangkan dalam pemasaran jasa
memiliki beberapa alat pemasaran tambahan seperti people (orang), physical evidence
(fasilitas fisik), dan process (proses), sehingga dikenal dengan istilah 7P.

Adapun pengertian 7P adalah sebagai berikut:

1. Product (Produk)

Produk adalah kombinasi barang atau jasa perusahaan yang ditawarkan


ke target pasar untuk dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen
(Kotler dan Amstrong 2014). Produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan
atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar
yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan tersebut meliputi barang fisik,
jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi dan ide. Jadi produk bisa berupa
manfaat tangible maupun intangible yang dapat memuaskan pelanggan
(Tjiptono, 2016).

Kualitas produk memiliki dimensi yang dapat digunakan untuk


menganalisis karakteristik dari suatu produk. Menurut David Garvin dalam
buku Fandy Tjiptono (2016:134) kualitas produk memiliki delapan dimensi
sebagai berikut:
14

a. Performance (kinerja), merupakan karakteristik operasi pokok dari


produk inti (core product) yang dibeli.
b. Features (fitur), yaitu karaktersitik atau keragaman.
c. Reliability (reliabilitas), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal dipakai.
d. Confermance to Specifications (kesesuaian dengan spesifikasi),
yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi
standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
e. Durability (daya tahan), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat digunakan.
f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,
kemudahan direparasi, serta penanganan keluhan secara
memuaskan.
g. Esthetics (Estetika), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.
h. Perceived Quality (kualitas yang dipersepsikan), yaitu citra dan
reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Dari beberapa dimensi tersebut, peneliti menarik tiga faktor yang


relevan dengan penelitian ini, yaitu kualitas yang dipersepsikan, fitur, dan
realibilitas.

2. Price (Harga)

Harga adalah sejumlah kompensasi atau sejumlah uang di korbankan


untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. (Kotler dan
Amstrong 2014:62. Umar (2009) menyatakan harga adalah sejumlah nilai yang
ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan
produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui
tawar-menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama
terhadap semua pembeli. Harga merupakan nilai yang diberikan pada apa yang
dipertukarkan. Harga bisa juga berarti kekuatan membeli untuk mencapai
kepuasan dan manfaat. Semakin tinggi manfaat yang dirasakan seseorang dari
barang atau jasa tertentu, semakin tinggi nilai tukar dari barang atau jasa
tersebut (Rozalinda, 2015). Menurut Alma & Priansa (2011) harga yaitu suatu
atribut yang melekat pada suatu barang yang memungkinkan barang tersebut
15

dapat memenuhi kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan memuaskan


konsumen (satisfaction) yang dinyatakan dengan uang.

Menurut Sadono Sukirna (2013) menetapkan harga memerlukan


pertimbangan yang serius karena keuntungan usaha sangat bergantung kepada
keputusan tersebut, dalam menetapan harga perlu diperhatikan hal-hal berikut
yaitu:

a. Harga yang ditetapkan perlu mewujudkan keuntungan.


b. Volume penjualan yang diharapkan.
c. Persaingan perusahaan lain.
d. Persepsi masyarakat terhadap barang yang diproduksikan.
e. Kedudukan perusahaan dalam pasar.

Adapun tujuan penetapan harga menurut Tjiptono (2015), yaitu tujuan


berorientasi pada laba, tujuan berorientasi pada volume, tujuan berorientas
pada citra, tujuan stabilisasi harga.

Menurut Tjiptono (2015) harga memainkan peranan penting bagi


perekonomian secara makro, konsumen dan perusahaan.

a. Bagi perekonomian: Harga produk mempengaruhi tingkat upah,


sewa, bunga, dan laba. Harga merupakan regulator dasar dalam
sistem perekonominan, karena harga berpengaruh terhadap alokasi
faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, tanah, modal, dan
kewirausahaan.
b. Bagi konsumen: Dalam penjualan ritel, ada segmen pembeli yang
sangat sensitif terhadap fakor harga dan ada pula yang tidak.
Mayoritas konsumen agat sensitif terhadap harga, namun juga
mempertimbangkan faktor lain seperti citra merek, lokasi toko,
layanan, nilai, dan kualitas.
c. Bagi perusahaan: Dibandingkan dengan bauran pemasaran lainnya
yang membutuhkan pengeluaran dana dalam jumlah yang besar,
harga merupakan

Menurut Kotler dan Armstrong yang dialihbahasakan oleh Alexander


Sindoro dan Benyamin Molan (2012), menjelaskan ada empat ukuran
16

yang dapat mencirikan harga, yaitu keterjangkauan harga, kesesuaian


harga dengan kualitas produk, kesesuaian harga dengan manfaat dan daya
saing.

a. Keterjangkaun Harga
Konsumen bisa menjangkau harga yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Produk biasanya ada beberapa jenis dalam satu merek
harganya juga berbeda dari yang termurah sampai termahal.
b. Kesesuaian harga dengan kualitas produk
Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas bagi konsumen
orang sering memilih harga yang lebih tinggi diantara dua barang
karena mereka melihat adanya perbedaan kualitas. Apabila harga
lebih tinggi orang cenderung beranggapan bahwa kualitasnya juga
lebih baik.
c. Kesesuaian harga dengan manfaat
Konsumen memutuskan membeli suatu produk jika manfaat yang
dirasakan lebih besar atau sama dengan yang telah dikeluarkan untuk
mendapatkannya. Jika konsumen merasakan manfaat produk lebih
kecil dari uang yang dikeluarkan maka konsumen akan beranggapan
bahwa produk tersebut mahal dan konsumen akan berpikir dua kali
untuk melakukan pembelian ulang.
d. Harga sesuai kemampuan atau daya saing harga
Konsumen sering membandingkan harga suatu produk dengan
produk lainnya, dalam hal ini mahal murahnya suatu produk sangat
dipertimbangkan oleh konsumen pada saat akan membeli produk
tersebut.

Dari beberapa dimensi tersebut, peneliti menarik tiga faktor yang


relevan dengan penelitian ini, yaitu kesesuaian harga dengan kualitas produk,
harga sesuai kemampuan atau daya saing harga (perbandingan dengan
pesaing), dan keterjangkauan harga.

3. Promotion (Promosi)

Promosi adalah aktivitas guna mengkomunikasikan produk dan


membujuk target pasar agar tertarik untuk membeli suatu produk atau jasa
17

(Kotler dan Amstrong 2014). Assauri (2011) berpendapat bahwa usaha


perusahaan untuk mempengaruhi dengan merayu (persuasive communication)
calon pembeli, melalui segala unsur acuan pemasran. Kismono (2011)
mengartikan promosi adalah usaha yang dilakukan pemasar untuk
mempengaruhi pihak lain agar berpartisipasi dalam kegiatan pertukaran.

Menurut Rambat Lupiyoadi (2013) ada beberapa faktor yang harus


diperhatikan dalam promosi, yaitu:

a. Identifikasi terlebih dahulu target audiensnya, hal ini berhubungan dengan


segmentasi pasar.
b. Tentukan tujuan promosi, apakah untuk menginformasikan,
mempengaruhi atau untuk mengingatkan.
c. Pengembangan pesan yang disampaikan, hal ini berhubungan dengan isi
pesan (what to say), struktur pesan (how to say it logically), gaya pesan
(creating a strong presence), sumber pesan (who should develop it).
d. Pemilihan bauran komunikasi, apakah itu personal communication atau
non-personal communication.

Menurut Phlip Kotler dan Gary Amstrong (2017) indikator-indikator


promosi terbagi menjadi lima yaitu sebagai berikut:

a. Periklanan (advertising), yaitu semua bentuk terbayar presentasi non


pribadi dan promosi ide, barang atau jasa dengan sponsor tertentu.
b. Promosi Penjualan (sales promotion), yaitu insentif jangka panjang untuk
mendorong pembelian atau penjualan produk atau jasa.
c. Hubungan Masyarakat (public relations), yaitu membangun hubungan
baik dengan berbagai kalangan untuk mendapatkan publisitas yang
diinginkan, membangun citra perusahaan dengan baikdan menangani atau
menghadapi rumor, berita dan kejadian tidak menyenangkan.
d. Penjualan Personal (personal selling), yaitu presentasi pribadi oleh
wiraniaga perusahaan untuk tujuan menghasilkan penjualan dan
membangun hubungan pelanggan.
e. Pemasaran langsung (direct selling), yaitu hubungan langsung dengan
konsumen individu yang ditargetkan secara cermat untuk memperoleh
respon segera dan membangun hubungan pelanggan yang langgeng, seperti
18

f. dengan penggunaan surat langsung, telepon, televisi respon langsung, e-


mail, internet dan sarana lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan
konsumen.

Dari beberapa dimensi tersebut, peneliti menarik tiga faktor yang


relevan dengan penelitian ini, yaitu periklanan, promosi penjualan, dan
penjualan personal.

4. Place (Tempat)

Tempat adalah saluran yang digunakan oleh perusahaan untuk


menyalurkan produk agar mudah di dapatkan oleh target konsumen (Kotler dan
Amstrong 2014). Tempat atau lokasi berarti berhubungan dengan dimana
perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi atau kegiatannya. Dalam
hal ini ada tiga jenis interaksi yang mempengaruhi lokasi, yaitu:

a. Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan): apabila keadaan


seperti ini maka lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan
sebaiknya memiliki tempat dekat dengan konsumen sehingga
mudah dijangkau.
b. Pemberi jasa mendatang konsumen: dalam hal ini lokasi tidak
terlalu penting, tetapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian
jasa harus tetap berkualitas.
c. Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu secara langsung: berarti
penyediaan jasa dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu
seperti telepon, komputer atau surat. Dalam hal ini lokasi menjadi
sangat tidak penting selama komunikasi antara kedua pihak
terlaksana dengan baik. Saluran distribusi adalah jaringan
organisasi yang melakukan fungsi-fungsi yang menghubungkan
produsen dengan pengguna akhir.

Indikator lokasi menurut Fandy Tjiptono (dalam Kuswatiningsih,


2016:15) yaitu sebagai berikut:

a. Akses. Misalnya lokasi yang sering dilalui atau mudah dijangkau


sarana transportasi.
19

b. Visibilitas. Yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas
dari jarak pandang normal.
c. Lalu lintas (traffic). Menyangkut pertimbangan utama banyaknya
orang yang lalu-lalang bisa memberikan peluang besar terhadap
pembelian, yaitu keputusan pembelian yang sering terjadi spontan,
tanpa perencanaan, dan atau tanpa melalui usaha-usaha khusus.
Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa juga jadi peluang.
d. Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman baik untuk kendaraan
roda dua maupun roda empat.
e. Ekspansi. Yaitu tersedianya tempat yang cukup luas apabila ada
perluasan dikemudian hari.
f. Lingkungan. Yaitu daerah sekitar yang mendukung produk yang
ditawarkan. Sebagai contoh, restoran atau rumah makan berdekatan
dengan daerah pondokan, asrama, kampus, sekolah, perkantoran,
dan sebagainya.
g. Persaingan (lokasi pesaing). Sebagai contoh, dalam menentukan
lokasi restoran perlu dipertimbangkan apakakh di jalan atau daerah
yang sama terdapat restoran lainnya.
h. Peraturan pemerintah. Misalnya ketentuan yang melarang rumah
makan berlokasi terlalu berdekatan dengan pemukiman penduduk
atau tempat ibadah.

Dari beberapa dimensi tersebut, peneliti menarik tiga faktor yang


relevan dengan penelitian ini, yaitu akses, lalu lintas, dan lingkungan.

5. People (Orang)

Orang adalah semua pelaku yang memainkan peranan penting dalam


penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli (Kotler dan
Amstrong 2014). Orang berarti yang melayani ataupun yang merencanakan
pelayanan terhadap konsumen. Karena sebagian besar jasa dilayani oleh orang
maka orang tersebut perlu diseleksi, dilatih, dimotivasi sehingga dapat
memberikan kepuasan terhadap pelanggan. Setiap karyawan harus berlomba-
lomba berbuat kebaikan terhadap konsumen dengan sikap, responsif, inisiatif,
kreatif, pandai memecahkan masalah, sabar, dan iklas (Meinarti 2011). Dalam
hubungannya dengan pemasaran jasa, orang atau people merupakan aset utama
20

yang berfungsi sebagai service provider yang sangat mempengaruhi kualitas


jasa yang diberikan. Karenanya keputusan dalam merekrut orang ini sangat
berhubungan dari hasil seleksi dengan standar kualitas yang optimal, hasil
pelaksanaan traning, pemberian motivasi, dan manajemen sumber daya
manusia (Muhammad 2015:96). Staf yang berinteraksi dengan pelanggan dan
melayani mereka termasuk dalam people (Tjiptono 2016:20). Elemen dari
people ini memiliki 2 aspek yaitu:

a. Service People

Untuk organisasi jasa, service people biasanya memegang


jabatan ganda, yaitu mengadakan jasa dan menjual jasa tersebut.
Melalui pelayanan yang baik, cepat, ramah, teliti dan akurat dapat
menciptakan kepuasan dan kesetiaan pelanggan terhadap perusahaan
yang akhirnya akan meningkatkan nama baik perusahaan.

b. Customer

Faktor lain yang mempengaruhi adalah hubungan yang ada


diantara para pelanggan. Pelanggan dapat memberikan persepsi kepada
pelanggan lain, tentang kualitas jasa yang pernah didapatnya dari
perusahaan. Keberhasilan dari perusahaan jasa berkaitan erat dengan
seleksi, pelatihan, motivasi, dan manajemen dari sumber daya manusia.

Dalam rangka menghasilkan suatu pelayanan yang berkualitas,


perusahaan diharapkan dapat mengukur pelayanan yang telah diberikan oleh
para service people yang dimiliki (dalam hal ini karyawan sebagai service
provider perusahaan) kepada pelanggannya melalui beberapa dimensi. Melalui
serangkaian penelitian terhadap beberapa macam industri jasa, Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono dan Chandra, 2016) berhasil
mengidentifikasi sepuluh dimensi kualitas yang diberikan oleh service people,
berikut adalah dimensi pokok service people tersebut:

a. Realibility, yang mencakup konsistensi kerja (performance), dan


kemampuan untuk dipercaya (dependability).
b. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan karyawan untuk
memberikan pelayanan yang dibutuhkan pelanggan.
21

c. Competence, artinya setiap karyawan memiliki pengetahuan dan


ketrampilan yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan
tertentu.
d. Access, yaitu kemudahan untuk dihubungi atau ditemui.
e. Courtesy, yaitu sikap sopan santun, respek, perhatian, dan
keramahan dari para karyawan.
f. Communication, yaitu memberikan informasi yang dapat dipahami
pelanggan serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
g. Credibility, yaitu jujur dan dapat dipercaya.
h. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan.
i. Understanding/knowing the customer, yaitu upaya untuk
memahami kebutuhan pelanggan.
j. Tangible, yaitu segala bukti fisik.

Dari beberapa dimensi tersebut, peneliti menarik tiga faktor yang


relevan dengan penelitian ini, yaitu tangible, courtesy, dan responsiveness.

6. Process (Proses)

Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas


yang digunakan untuk menyampaikan jasa (Kotler dan Amstrong 2014:62).
Zeithaml et al, (2009:167) mendefinisikan bahwa proses adalah semua
prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk
menyampaikan jasa. Proses merupakan seluruh prosedur, mekanisme, dan
suatu kebiasaan dimana sebuah jasa diciptakan dan disampaikan kepada
pelanggan, termasuk keputusan kebijakan tentang beberapa keterlibatan
pelanggan dan persoalan-persoalan keleluasaan karyawan. Manajemen proses
merupakan aspek kunci penyempurnaan kualitas jasa (Danang dan Fathonah
2016:65). Proses terjadi berkat dukungan karyawan dan tim manajemen yang
mengatur semua proses agar berjalan dengan lancar. Proses penyampaian jasa
sangat signifikan dalam menunjang keberhasilan perhatian yang besar dalam
upaya mencapai sasaran strategi pemasaran.

Elemen proses mempunyai arti yaitu suatu upaya perusahaan dalam


menjalankan dan melaksanakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggannya. Untuk perusahaan jasa kerjasama antara pemasaran
22

dan operasional sangat penting dalam elemen proses ini, terutama dalam
melayani segala kebutuhan dan keinginan pelanggan. Karena jika dilihat dari
sudut pandang pelanggan, produk jasa dilihat dari bagaimana proses jasa
diterima oleh pelanggan. Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam
pemasaran jasa seperti pelanggan jasa akan sering merasakan sistem
penyampaian jasa sebagai bagian jasa inti sendiri (Muhammad Adam 2015:99-
100). Mutu layanan jasa sangat bergantung pada proses penyampaian jasa
kepada konsumen. Mengingat bahwa penggerak perusahaan jasa adalah
karyawan itu sendiri, maka untuk menjamin mutu layanan (quality assurance),
seluruh operasional perusahaan harus dijalankan sesuai dengan sistem dan
prosedur yang terstandarisasi oleh karyawan yang berkompetensi,
berkomitmen, dan loyal terhadap perusahaan tempatnya bekerja (Kotler,
2009).

Dari pengertian dan penjabaran process seperti yang disampaikan di


atas, peneliti menarik tiga faktor yang relevan dengan penelitian ini, yaitu
aliran aktivitas, prosedur (kebijakan service provider), dan mekanisme.

7. Physical Evidence (Sarana Fisik)

Sarana fisik merupakan hal nyata yang turut mempengaruhi keputusan


konsumen untuk membeli dan menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan
(Kotler dan Amstrong 2014:62). Bentuk fisik diartikan oleh Zeithaml et al
(2009:168) merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi citra
merek dan keputusan konsumen untuk membeli serta menggunakan produk
atau jasa yang ditawarkan. Pada sebuah lembaga atau perusahaan yang
merupakan physical evidence ialah gedung atau bangunan, dan segala sarana
serta fasilitas yang terdapat didalamnya (Meinarti 2011).

Menurut Lupiyoadi, (2008:77), ada dua tipe bukti fisik, yaitu:

a. Essential evidence, merupakan kepuasan-kepuasan yang dibuat oleh


pemberi jasa mengenai desain dan layout dari gedung, ruang, dan lain-
lain.
b. Peripheral evidence, merupakan nilai tambah yang bila berdiri sendiri
tidak akan berarti apa-apa. Jadi hanya berfungsi sebagai pelengkap saja.
23

Bukti fisik memiliki elemen-elemen yang dapat mempengaruhi


penilaian seorang konsumen terhadap suatu perusahaan jasa. Menurut
Zeithaml dan Bitner (2013) bukti fisik terbagi menjadi dua elemen yaitu
servicescape (lingkungan layanan) dan other tangibles (unsur komunikasi fisik
lainnya), sebagai berikut:

a. Servicescape

Merupakan semua aspek fasilitas suatu organisasi jasa yang


meliputi atribut-atribut eksterior (papan informasi, tempat parkir,
pemandangan alam), atribut-atribut interior (desain, tata letak,
peralatan, dekorasi).

b. Other tangibles

Merupakan aspek selain fasilitas servicescape yang termasuk


dalam penyampaian suatu jasa (seperti material komunikasi yang
dicetak, pakaian atau seragam, dan sebagainya).

Lingkungan fisik atau servicescape memainkan peranan penting dalam


konteks pemberian layanan kepada konsumen dan perannya dalam membentuk
persepsi konsumen atas jasa yang diberikan. Menurut Zeithaml dan Bitner
(2013:283) pemahaman servicescape sangat penting bagi pemasar jasa, karena
servicescape dapat memainkan beberapa peran sekaligus, yaitu sebagai
package/mengemas, facilitator/memfasilitasi, socializer/membantu sosialisasi
dan differentiator/pembeda.

Menurut Zeithaml dan Bitner (2013:296) servicescape dalam halnya


merepresentasikan physical evidence memiliki tiga dimensi sebagai berikut:

a. Building, spatial layout, and functionality

Lingkungan layanan pada umumnya bertujuan untuk memenuhi


kebutuhan konsumen, oleh karena itu kondisi-kondisi fisik bangunan
dan tata ruang tentu menjadi sangat penting.
24

b. Ambient conditions

Meliputi latar belakang karakteristik lingkungan yang


umumnya digunakan untuk mempengaruhi panca indera, seperti desain
dekorasi interior, pewarnaan, penerangan, suhu ruangan, sirkulasi
udara, tingkat kebisingan, aroma, dan sebagainya. Hal ini sangat
mempengaruhi bagaimana orang merasakan, berpikir dan merespon
terhadap keberadaan suatu produk atau jasa.

c. Other Support facilites

Kehadiran fasilitas pendukung akan memenuhi kebutuhan


sekunder konsumen dan adanya penunjang seperti signs, symbol, dan
artifact akan mengkomunikasikan informasi kepada pengunjung
melalui isyarat serta mengurangi persepsi bias atau kesimpangsiuran.
Fasilitas pendukung mampu meningkatkan kenyamanan konsumen
melalui pemenuhan kebutuhan lain dan melalui daya tarik estetis.

Dari beberapa dimensi tersebut, peneliti menarik tiga faktor yang relevan
dengan penelitian ini, yaitu bangunan (building), desain dekorasi interior (ambient
conditions), dan fasilitas pendukung (support facilities).
25

2.2.2 Penerapan Bauran Pemasaran

Menurut Buchari Alma (2011) dalam menempatkan marketing mix harus


berpegang pada prinsip ekonomis yaitu: “dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya
ingin mendapatkan hasil bauran yang sebesar-besarnya”. Maka dalam menetapkan
bauran pemasaran (marketing mix) dalam arti untuk mencapai target penjualan
tertentu, kita harus merapkan bauran pemasaran sebaik-baiknya. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

1. Bauran pemasaran harus seimbang.

Dalam melakukan bauran pemasaran secara umum haruslah diusahakan


dalam keadaan yang seimbang. Seimbang disini artinya dalam keadaan
keseimbangan yang sebaik mungkin, misalnya diadakan advertising secara besar-
besaran tanpa usaha memperbaiki kualitas produksinya maka hasil yang dicapai
tidak akan memuaskan. Oleh sebab itu advertising besar-besaran harus diimbangi
oleh mutu produk yang baik.

2. Bauran pemasaran tidak boleh statis.

Bauran pemasaran tidak boleh bersifat statis, namun bersifat dinamis.


Misalnya produk saingain mencoba meniru strategi bauran pemasaran yang kita
lakukan, maka kita harus cepat mengatur siasat baru. Disini dituntut dinamika dan
kreativitas dari manajer pemasaran.

3. Bauran pemasaran tidak boleh meniru.

Bauran pemasaran belum tentu tepat bila satu perusahaan meniru


perusahaan yang lain, sebab situasi dan kondisi perusahaan tidaklah sama. Apabila
kita hanya meniru maka dapat merugikan perusahaan, misalnya bauran pemasaran
barang industri lebih dominan menggunakan personal selling, sedangkan bauran
pemasaran perusahaan rokok lebih banyak menggunakan reklame.

4. Bauran pemasaran harus bertujuan jangka panjang.

Dengan mengarahkan tujuan jangka panjang dalam bauran pemasaran


maka kestabilan perusahaan akan lebih baik.
26

5. Bauran pemasaran harus didasarkan pengalaman.

Bauran pemasaran berdasarkan pengalaman yang sudah dilakukan


umumnya akan lebih sukses karena dapat mengetahui kekurangan dan
kelemahannya. Meski demikian perusahaan harus tetap melaksanakan bauran
pemasaran sebaik-baiknya.

2.3 Pengertian Jasa

Pengertian jasa menurut Kotler dalam Supranto (2011) Jasa adalah setiap
tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain
yang secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apa
pun. Menurut Rambat Lupiyoadi (2013) Jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang
hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya
dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai
tambah yang dihadapi konsumen .

Menurut William J. Stanton yang dikutip oleh Alma (2011) bahwa definisi
jasa ialah sesuatu yang dapat diidentifikasikan secara terpisah tidak berwujud,
ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan definisi jasa menurut Zeithalm
dan Bitner yang dikutip oleh Alma (2011) ialah suatu kegiatan ekonomi yang
outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan
memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak
wujud.

Menurut Kotler & Keller yang dikutip oleh Tjiptono (2015) jasa dapat
didefinisikan sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik)
dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan kegiatan
yang memberikan bermanfaat yang dapat ditawarkan kepada konsumen atau
pelanggan yang pada dasarnya memiliki sifat tidak berwujud dan tidak dapat dipindah
kepemilikannya.

2.4 Karakteristik Jasa

Menurut Edward Wheatley yang dikutip oleh Alma (2011), ada beberapa
perbedaan antara jasa dan barang, antara lain:
27

1. Pembelian jasa sangat dipengaruhi oleh motif yang didorong oleh emosi.
2. Jasa bersifat tidak berwujud, berbeda dengan barang yang bersifat
berwujud, dapat dilihat, dirasa, dicium, memiliki berat, ukuran dan lain-
lain.
3. Barang bersifat tahan lama, tetapi jasa tidak. Jasa dibeli dan dikonsumsi
pada waktu yang sama.
4. Barang dapat disimpan, sedangkan jasa tidak dapat disimpan.
5. Ramalan permintaan dalam marketing barang merupakan masalah, tidak
demikian halnya dengan marketing jasa. Untuk menghadapi masa- masa
puncak, dapat dilatih tenaga khusus.
6. Adanya puncak yang sangat padat, merupakan masalah tersendiri bagi
marketing jasa. Pada masa puncak, ada kemungkinan layanan yang
dipersingkat, agar dapat melayani langganan sebanyak mungkin. Jika mutu
jasa nya tidak di control maka ini dapat berakibat negatif terhadap
perusahaan karena banyak langganan merasa tidak puas.
7. Usaha jasa sangat mementingkan unsur manusia.
8. Distribusinya bersifat langsung, dari produsen kepada konsumen.

Menurut Tjiptono (2015) berbagai riset dan literatur pemasaran jasa


mengungkap bahwa jasa memiliki sejumlah karakteristik unik yang
membedakannya dari barang dan berdampak pada cara memasarkannya.
Karakteristik tersebut:

1. Intangibility. Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu


obyek, alat, atau benda maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan,
pengalaman, proses kinerja (performance) atau usaha. Oleh sebab itu, jasa
tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan
dikonsumsi. Untuk jasa, kualitas dari apa dan bagaimana yang bakal
diterima konsumen umumnya tidak diketahui sebelum jasa bersangkutan
dikonsumsi. Selain itu, jasa biasanya mengandung unsur experience quality
dan credence quality yang tinggi. Experience quality adalah karakteristik-
karakteristik yang hanya dapat dinilai pelanggan setelah pembelian,
misalnya kualitas, efisiensi, dan kesopanan. Credence quality merupakan
aspek-aspek yang sulit dievaluasi,
28

bahkan sekalipun setelah pembelian dilakukan. Contohnya sebagian besar


orang sulit menilai peningkatan kemampuan berbahasa Inggrisnya setelah
mengikuti kursus Bahasa Inggris selama periode tertentu.
2. Inseparability. Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu di
konsumsi. Contohnya pemeriksaan medis. Interaksi pasien dengan dokter
merupakan faktor penting yang menentukan kepuasan pelanggan terhadap
jasa yang diberikan, sehingga pasien tersebut dapat menyampaikan jasa
yang telah diberikan dokter tersebut kepada orang lain.
3. Variability/Heterogeneity/Inconsistency. Jasa bersifat sangat variabel
karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk,
kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut
di produksi. Contohnya: Dua kampanye iklan yang dirancang oleh sebuah
biro periklanan yang sama maupun dua kali kunjungan dalam waktu
berbeda ke sebuah restoran tidak akan identik dalam hal kinerja yang
dihasilkan. Karena jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi
dan konsumsinya.
4. Perishability. Berarti bahwa jasa tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan. Contohnya kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak
dihuni, atau kapasitas jalur telefon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu
atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. Bila permintaan bersifat
konstan, kondisi tersebut tidak akan menjadi masalah, karena staf dan
kapasitas penyedia jasa bisa direncanakan untuk memenuhi permintaan.
Namun bermintaan pelanggan terhadap sebagian besar jasa sangat
fluktuatif.
5. Lack of Ownership. Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang.
Pada pembelian barang konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan
dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi,
menyimpan, atau menjualnya. Dilain pihak, pada pembelian jasa,
pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk
jangka waktu yang terbatas. Pembayaran biasanya ditunjukan untuk
pemakaian, akses atau penyewaan item-item tertentu berkaitan dengan jasa
yang ditawarkan.
29

2.5 Pariwisata

Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, yang


dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Sedangkan menurut Hunzieker dan Krapf dalam
Suryadana (2015:30), pariwisata dapat didefinisikan sebagai keseluruhan jaringan dan
gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan
syarat bahwa mereka tidak tinggal disitu untuk melakukan suatu pekerjaan yang
penting yang memberikan keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara.
Dan menurut Spillane dalam Hadiwijoyo (2012:42), pariwisata adalah perjalanan dari
suatu tempat ke tempat lain dan bersifat sementara, dilakukan perorangan ataupun
kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan, keserasian dalam dimensi sosial
budaya dan ilmu. Pengkajian yang lebih besar tentang kepariwisataan pada umumnya
lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomis. Dalam perkembangannya kajian
pariwisata dari aspek sosial budaya semakin mendapat perhatian.

Pariwisata mendatangkan serangkaian dampak, baik yang bersifat positif


maupun negatif yang langsung dirasakan oleh manusia sebagai faktor sentralnya.
Menurut Dogan dalam Hadiwijoyo (2012:42), dampak dari pariwisata terhadap
ekonomi, sosial, dan budaya sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain.
Sifat dampak tersebut tergantung pada beberapa faktor berikut:

a. Tipe wisatawan yang berkunjung


b. Ciri sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat penerima yang meliputi
stratifikasi sosial, ketimpangan ekonomis, dan hubungan sosial yang ada
c. Jenis kepariwisataan yang dikembangkan, apakah kepariwisataan tertutup
atau terbuka
d. Tingkat institusionalisasi dari pembangunan kepariwisataan tersebut.

2.6 Pengertian Merek

Pengertian merek menurut Kotler dikutip oleh Sunyoto (2014) ialah sebuah
nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan atau bahkan kombinasi dari semuanya
tadi, yang dimaksudkan untuk menyebutkan barang-barang atau jasa dari seorang atau
sekelompok penjual agar terbedakan dari para pesaingnya.
30

Menurut The American Marketing Association dalam buku Sekar Sari (2017)
brand adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya
untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari penjual atau sekelompok penjual dan
membedakan mereka dari pesaing.

Sedangkan Kotler dan Keller (2016) menyatakan bahwa sebuah merek (brand)
adalah produk atau jasa penambah dimensi yang dengan cara tertentu
mendiferensiasikannya dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan
kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau berwujud yang
dikaitkan dengan apa yang digambarkan merek.

Dari pengertian-pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa brand


atau merek merupakan nama, simbol, tanda, desain atau gabungan di antaranya untuk
dipakai sebagai identitas suatu perorangan, organisasi atau perusahaan pada barang
dan jasa yang dimiliki untuk membedakan dengan produk jasa lainnya. Merek yang
kuat ditandai dengan dikenalnya suatu merek dalam masyarakat, asosiasi merek yang
tinggi pada suatu produk, persepsi positif dari pasar dan kesetiaan konsumen terhadap
merek yang tinggi.

2.7 Brand Association

Brand association menurut Aaker (dalam Rangkuti, 2009) adalah segala hal
yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun
juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan suatu brand akan lebih kuat apabila
dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.
Kekuatan dari sebuah brand association yang terbentuk pada sebuah brand tidak akan
terlepas dari nilai-nilai yang membentuknya.

Rangkuti (2009) mengkategorikan nilai-nilai yang terkandung dalam terbentuk


sebuah brand association yaitu:

a. Membantu Proses Penyusunan Informasi. Asosiasi-asosiasi yang terdapat


pada suatu brand, dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan
spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan. Sebuah
asosiasi bisa menciptakan informasi padat bagi pelanggan dan bisa
mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut, terutama saat
31

b. mengambil keputusan. Asosiasi juga bisa mempengaruhi interpretasi


mengenai fakta-fakta.
c. Diferensisasi. Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat
penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi brand dapat memainkan
peran yang sangat penting dalam membedakan satu brand dengan brand
yang lain. Asosiasi- asosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif
yang penting. Jika sebuah merek sudah dalam kondisi yang mapan (dalam
kaitannya dengan para kompetitor) untuk suatu atribut utama dalam kelas
produk tertentu atau untuk suatu aplikasi tertentu, para kompetitor akan
kesulitan untuk menyerang.
d. Alasan Untuk Membeli. Umumnya brand association sangat membantu
para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli atau tidak.
Asosiasi-asosiasi ini merupakan landasan dari keputusan pembelian dan
loyalitas merek. Beberapa asosiasi juga mempengaruhi keputusan
pembelian dengan cara memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri atas
merek tersebut
e. Menciptakan Sikap Perasaan Positif. Brand association dapat merangsang
perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap
produk yang bersangkutan. Beberapa asosiasi mampu menciptakan
perasaan positif selama pengalaman menggunakan dan mengubah
pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain.
f. Basis Perluasan. Brand association dapat menghasilkan landasan bagi
suatu perluasan brand yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara
suatu brand dan sebuah produk baru.

2.8 Brand Image (Citra Merek)

Brand image (citra merek) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi


terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek
itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan
preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap
suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian.
32

Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan citra merek sebagai suatu kesan yang
ada didalam benak konsumen mengenai suatu merek yang hal ini dibentuk oleh pesan
dan pengalaman konsumen mengenai merek, sehingga menimbulkan citra yang ada
dalam benak konsumen.

Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan
preferensi terhadap suatu merek. Rangkuti (2009) mengemukakan bahwa “citra merek
adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen”. Asosiasi
tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu
yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang
lain.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah disampaikan, dapat disimpulkan


bahwa citra merek dapat positif atau negatif, tergantung pada persepsi seseorang
terhadap merek. Adapun dimensi brand image adalah sebagai berikut:

2.8.1 Experiental Benefits

Menurut Keller dalam Martinez, Polo dan Chernatony yang dikutip Rosilina
(2010), menyatakan bahwa pengukuran citra merek dapat dilakukan berdasarkan
aspek kekuatan (strength), keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand
associations), dan kesukaan (favorability). Experiential Benefit berhubungan dengan
apa yang dirasakan konsumen saat menggunakan produk atau jasa, manfaat ini
memuaskan kebutuhan akan pengalaman seperti variasi dan keindahan.

2.8.2 Strength of brand association

Semakin dalam seseorang memikirkan tentang informasi produk dan


menghubungkannya dengan pengetahuan akan merek, semakin kuat hasil dari brand
association itu sendiri. Dua faktor yang memperkuat assosiasi pada setiap informasi
yang ada yaitu relevansi personal dan konsistensi yang ditampilkan setiap waktu.

2.8.3 Uniqueness of brand association

Inti dari positioning sebuah merek adalah merek tersebut mempunyai


keuntungan kompetitif yang berkesinambungan atau “proporsi keunikan penjualan”
yang memberikan alasan bagi konsumen untuk membelinya. Pelaku pasar dapat
membuat keunikan ini secara eksplisit langsung dibandingkan dengan kompetitor, atau
secara implisit.
33

Kekuatan dan keunikan asosiasi merupakan hal yang kritis untuk kesuksesan
sebuah merek. Walaupun merek tersebut tidak memiliki pesaing, tetapi setidaknya
seperti membagi asosiasi dengan merek lainnya. Membagi asosiasi dapat membantu
membangun kategori hubungan dan mendefinisikan jangkauan dari kompetisi dengan
produk dan jasa lainnya.

2.8.4 Favorability of brand association

Assosiasi berbeda tergantung bagaimana evaluasi dari kesukaannya.


Kesuksesan program pemasaran tercemin dalam kreasi dari kesukaan brand
association yaitu konsumen percaya merek tersebut memiliki atribut dan manfaat yang
dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.

Dari beberapa dimensi tersebut, peneliti menarik keempat faktor yang relevan
dengan penelitian ini, yaitu experiental benefits, strength of brand association,
uniqueness of brand association, dan favorability of brand association.

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang peneliti lakukan berjudul Pengaruh Bauran Pemasaran 7P


Terhadap Brand Image Kidcity Depok peneliti ini tentu tidak lepas dari berbagai
peneliti dahulu yang dijadikan acuan dan juga referensi.
34

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

NO PENELITI JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN HASIL


Service
Marketing
Pengaruh Bauran
Mix
Pemasaran Jasa Objek
memiliki
Terhadap Citra penelitiannya
Dewi Variabel pengaruh
Merek dan adalah
Lelyana independen dan signifikan
Dampaknya perusahaan
Hadi, variabel terhadap
Keputusan lembaga
Srikandi dependen yang variabel
1 Pembelian(Survei kursus dan
Kumadji, digunakan Citra Merek
pada Peserta pelatihan serta
dan Edy sama dan sebesar
Lembaga Kursus metodologi
Yulianto bergerak dalam 0,639
dan Pelatihan penelitian
(2015) industri jasa dengan
Royal English menggunakan
probabilitas
TOEFL TOEIC path analysis
sebesar
Center Malang)
0,000
(p<0,05).
Secara
parsial bukti
fisik dan
proses
berpengaruh
signifikan
terhadap
citra
(image)
museum
Variabel angkut
Pengaruh Bauran
independen dan sebagai
Pemasaran
variabel wisata yang
Terhadap Citra
dependen yang Objek berwawasan
Merek Musuem
Dedi digunakan penelitiannya informasi
Angkut Sebagai
2 Prayogo sama yaitu adalah edukasi dan
Wisata yang
(2016) brand image Museum rekreasi.
Berwawasan
serta Angkut. Sedangkan
Informasi,
menggunakan produk,
Edukasi, dan
analisis regresi harga,
Rekreasi
berganda. promosi,
lokasi,
orang atau
SDM tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
citra
(image)
Museum
Angkut.
35

Berdasarkan analisis
regresi linier berganda
menunjukkan variabel
bauran pemasaran jasa
berpengaruh
signifikan secara
Variabel bersama-sama dan
independen parsial terhadap
Pengaruh
yang keputusan berkunjung.
Bauran
digunakan Hasil pengujian
Pemasaran Objek
sama yaitu menunjukkan adanya
Januarista Terhadap penelitiannya
bauran pengaruh secara
3 Poppy Keputusan adalah taman
pemasaran 7P signifikan dari
(2018) Berkunjung rekreasi
dan variabel product,
(Taman Sangkeling
menggunakan place, promotion, dan
Rekreasi
uji regresi physical evidence
Sengkaling)
linier dengan didominasi
berganda. oleh variabel
promotion. Sedangkan
yakni place, people,
dan process tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
keputusan berkunjung.
36

Peneliti menemukan
bahwa brand image
merupakan kumpulan
persepsi pelanggan
tentang merek yang
dihasilkan dari
interaksi dari proses
Lucy Membahas Penelitian kognitif, afektif, dan
Lee, variabel brand yang evaluatif dalam
Jeffrey A image yang dilakukan pikiran pelanggan.
4 James, Reconceptualization didasarkan adalah Hal tersebut tercipta
dan Yu of Brand Image dari dimensi- penelitian dari asosiasi yang
Kim dimensi kualitatif atau kuat dari pelanggan
(2014) pemasaran. deskriptif. terhadap bagaimana
pelanggan merasakan
produk atau layanan
perusahaan,
kesesuaian informasi
promosi, biaya yang
dikorbankan, dan
faktor-faktor lainnya.
Membahas
Hasil penelitian
pengaruh Penelitian
menunjukkan bahwa
antara bauran yang
seluruh variabel
Hamid pemasaran dilakukan
bauran pemasaran
Taboli, sebagai menggunakan
baik secara parsial
Neda Assessing the variabel metode path
maupun simultan
Pariz, Impact of Marketing independen analysis,
5 berpengaruh
dan Mix on Brand dan brand variabel brand
signifikan terhadap
Masoud Equity image sebagai image masih
brand image dan
Vafada variabel dikaitkan lagi
brand image
(2017) dependen pengaruhnya
berpengaruh
menggunakan kepada brand
signifikan terhadap
penelitian equity.
brand equity.
asosiatif.
37

Seluruh variabel
bauran pemasaran
berpengaruh positif
Variabel
dan signifikan kecuali
dependen yang
variabel price
Edo Rajh The Effects of Variabel digunakan
berpengaruh negatif
dan Marketing Mix independen adalah brand
terhadap brand image.
6 Durdana Elements on yang equity, namun
Seluruh variabel
Dosen Service Brand digunakan dijembatani
baruan pemasaran juga
(2015) Equity sama. dengan
berpengaruh positif
variabel brand
dan signifikan
image.
terhadap brand equity
kecuali variabel price
berpengaruh negatif.
Pengaruh
Bauran Variabel Service
Pemasaran Jasa Objek Marketing Mix
Variabel
Terhadap Citra penelitian berpengaruh signifikan
Feisal independen
Merek Dan adalah terhadap Variabel
Abidin yang
Dampak Pada armada bus Citra Merek dengan
Zainul digunakan
Keputusan pariwisata koefisien beta sebesar
7 Arifin sama dan
Pembeli (Survei tur. 0,446 yang
Edy membahas
kepada Metodologi menjelaskan bahwa
Yulianto variabel
Pengguna penelitian pengaruh Service
(2017 Brand
Armada Bus menggunakan Marketing Mix
Pariwisata PO. Image. terhadap Citra Merek
path analysis.
Anto Wijaya sebesar 44,6%.
Tour Ponorogo)
38

2.10 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat digambarkan


sebuah kerangka pemikiran seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber: Penulis (2019)


39

2.11 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan pokok yang telah dijelaskan,


maka dapat ditarik hipotesis yang berupa jawaban sementara dari masalah penelitian
yang dirumuskan sebagai berikut:

Hipotesis 1 : Pengaruh Product terhadap Brand Image Kidcity Depok

Ho : Bauran Pemasaran Product tidak berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Ha : Bauran Pemasaran Product berpengaruh signifikan terhadap Brand Image


Kidcity Depok.

Hipotesis 2 : Pengaruh Price terhadap Brand Image Kidcity Depok

Ho : Bauran Pemasaran Price tidak berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Ha : Bauran Pemasaran Price berpengaruh signifikan terhadap Brand Image


Kidcity Depok.

Hipotesis 3 : Pengaruh Promotion terhadap Brand Image Kidcity Depok

Ho : Bauran Pemasaran Promotion tidak berpengaruh signifikan terhadap


Brand Image Kidcity Depok.

Ha : Bauran Pemasaran Promotion berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Hipotesis 4 : Pengaruh Place terhadap Brand Image Kidcity Depok

Ho : Bauran Pemasaran Place tidak berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Ha : Bauran Pemasaran Place berpengaruh signifikan terhadap Brand Image


Kidcity Depok.
40

Hipotesis 5 : Pengaruh People terhadap Brand Image Kidcity Depok

Ho : Bauran Pemasaran People tidak berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Ha : Bauran Pemasaran People berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Hipotesis 6 : Pengaruh Process terhadap Brand Image Kidcity Depok

Ho : Bauran Pemasaran Process tidak berpengaruh signifikan terhadap


Brand Image Kidcity Depok.

Ha : Bauran Pemasaran Process berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Hipotesis 7 : Pengaruh Physic terhadap Brand Image Kidcity Depok

Ho : Bauran Pemasaran Physic tidak berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Ha : Bauran Pemasaran Physic berpengaruh signifikan terhadap Brand


Image Kidcity Depok.

Hipotesis 8 : Pengaruh 7P (Product, Price, Promotion, Place, People,


Process, dan Physic) secara simultan terhadap Brand Image Kidcity
Depok

Ho : Bauran Pemasaran 7P (Product, Price, Promotion, Place, People,


Process, dan Physic) secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap
Brand Image Kidcity Depok.

Ha : Bauran Pemasaran 7P (Product, Price, Promotion, Place, People,


Process, dan Physic) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Brand
Image Kidcity Depok.

Anda mungkin juga menyukai