Anda di halaman 1dari 31

Uji Hipotesis adalah cabang Ilmu Statistika Inferensial yang dipergunakan untuk menguji

kebenaran suatu pernyataan secara statistik dan menarik kesimpulan apakah menerima atau menolak
pernyataan tersebut. Pernyataan ataupun asumsi sementara yang dibuat untuk diuji kebenarannya
tersebut dinamakan dengan Hipotesis (Hypothesis) atau Hipotesa. Tujuan dari Uji Hipotesis adalah
untuk menetapkan suatu dasar sehingga dapat mengumpulkan bukti yang berupa data-data dalam
menentukan keputusan apakah menolak atau menerima kebenaran dari pernyataan atau asumsi yang
telah dibuat. Uji Hipotesis juga dapat memberikan kepercayaan diri dalam
pengambilan keputusan yang bersifat Objektif.

Contoh dari Pernyataan Hipotesis yang harus diuji kebenarannya antara lain :

 Mesin Solder 1 lebih baik dari Mesin Solder 2


 Metode baru dapat menghasilkan Output yang lebih tinggi
 Bahan Kimia yang baru aman dan dapat digunakan

Pengambilan Keputusan dalam uji Hipotesis dihadapi dengan dua kemungkinan kesalahan yaitu :

1. Kesalahan Tipe I (Type I Error)

Kesalahan yang diperbuat apabila menolak Hipotesis yang pada hakikatnya adalah benar.
Probabilitas Kesalahan Tipe I ini biasanya disebut dengan Alpha Risk (Resiko Alpha). Alpha
Risk dilambangkan dengan simbol α.

2. Kesalahan Tipe II (Type II Error)

Kesalahan yang diperbuat apabila menerima Hipotesis yang pada hakikatnya adalah Salah.
Probabilitas KesalahanTipe II ini biasanya disebut dengan Beta Risk (Resiko Beta). Beta Risk
dilambangkan dengan simbol β

Dalam Pengujian Hipotesis, diperlukan membuat 2 pernyataan Hipotesis yaitu :

1. Pernyataan Hipotesis Nol (H0)

 Pernyataan yang diasumsikan benar kecuali ada bukti yang kuat untuk membantahnya.
 Selalu mengandung pernyataan “sama dengan”, “Tidak ada pengaruh”, “Tidak perbedaan”
 Dilambangkan dengan H0
 Contoh : H0 : μ1 = μ2 atau H0 : μ1 ≥ μ2
2. Pernyataan Hipotesis Alternatif (H1)

 Pernyataan yang dinyatakan benar jika Hipotesis Nol (H0) berhasil ditolak.
 Dilambangkan dengan H1 atau HA
 Contoh H1 : μ1 ≠ μ2 atau H1 : μ1 > μ2

Dalam menentukan Formulasi Pernyataan H0 dan H1, kita perlu mengetahui Jenis Pengujian
berdasarkan sisinya. Terdapat 2 Jenis Pengujian Formulasi Ho dan H1, antara lain :

Pengujian 1 (Satu) Sisi (one tail test)

Sisi Kiri

H0 : μ = μ1
H1 : μ < μ1
Tolak H0 bila t hitung < -t tabel

Sisi Kanan

H0 : μ = μ1
H1 : μ > μ1
Tolak H0 bila t hitung > t tabel

Pengujian 2 (Dua) Sisi (two tail test)


H0 : μ = μ1
H1 : μ ≠ μ1
Tolak H0 bila t hitung > t tabel

Jenis-Jenis Statistik Uji Hipotesis yang sering digunakan


1 sample z test (Pengujian z satu sample)

1 sample z test digunakan jika data sample melebihi 30 (n > 30) dan Simpangan Baku (Standar
Deviasi) diketahui.
Silakan lihat Tabel untuk Rumus 1 sample z test

1 sample t test (Pengujian t satu sampel)

1 sample t test digunakan apabila data sample kurang dari 30 (n < 30) dan Simpangan Baku tidak
diketahui.
Silakan lihat Tabel untuk Rumus 1 sample t test.

2 sample t test (Pengujian t dua sampel)

2 sample t test digunakan apabila ingin membandingkan 2 sampel data.


Silakan lihat Tabel untuk Rumus 2 sampel t test.
Pair t test (Pengujian pasangan t)

Pair t test digunakan apabila ingin membanding 2 pasang data.


Silakan lihat Tabel untuk Rumus Pair t test

1 Proportion test (PengujianProporsi 1 (satu) sampel)

1 Propostion test digunakan untuk menguji Proporsi pada 1 populasi


Silakan lihat Tabel untuk Rumus 1 Proportion test

2 Proportion test (PengujianProporsi 2 (dua) sampel)

2 Proportion test digunakan untuk menguji Perbanding Proporsi 2 populasi


Silakan lihat Tabel untuk Rumus 1 Proportion test
Keterangan :

t = t statistik
z = z statistik
df = derajat kebebasan (degree of freedom)
= Rata-rata (Mean) sample
μ = Rata-rata Populasi
n = Jumlah sample
σ = Simpangan Baku Populasi
s = Simpangan Baku Sample
d0 = Dugaan rata-rata populasi
= Proporsi Sample

Langkah-langkah dalam membuat Uji Hipotesis

1. Tentukan Formulasi Hipotesis Nol dan Hipotesis Alternatif


2. Tentukan Taraf Nyata (α) atau disebut juga Level of Significant
3. Tentukan Nilai Kritis (nilai Tabel) dan Statistik Uji Hipotesis-nya.
4. Hitung Nilai Statistik Uji Hipotesis
5. Pengambilan keputusan

Contoh Kasus (Uji Hipotesis 2 sample t test) :

Seorang Engineer ingin melakukan pengujian Hipotesis terhadap Mesin yang ditawarkan oleh
Vendor Mesin. Engineer tersebut kemudian mengumpulkan data sebagai berikut :

Mesin baru berhasil memproduksi rata-rata 550 unit perjam dalam waktu percobaan adalah 8 Jam
produksi dengan simpangan bakunya adalah 25 unit, sedangkanMesin lama berhasil memproduksi
rata-rata 500 unit dalam waktu percobaannya adalah 8 Jam dengan simpangan bakunya adalah 20
unit. Apakah Mesin baru lebih baik dari Mesin Lama?

Penyelesaian :

Langkah 1 : Formulasi H0 dan H1

H0 = μ1 = μ2
H1 : μ1 > μ2

Langkah 2 : Tentukan Taraf Nyata (α) / Level of Significant

α = 0.05 atau 5%

Langkah 3 : Tentukan Nilai Kritis (Lihat Tabel t)

df = n1 + n2 -2
df = 8 + 8 -2
df = 14
ttabel = 2.145
Karena Uji Hipotesis ini adalah membandingkan 2 sampel, maka Uji Hipotesis yang digunakan
adalah 2 sample t test.

Langkah 4 : Hitung Nilai Statistik Uji Hipotesis

Diketahui :

Mesin Barun1 = 8
X1 = 550
s 1 = 25

Mesin Laman2 = 8
X2 = 500
s 2 = 20

Rumus Uji Hipotesis 2 sample t test (silakan lihat tabel diatas)

Sp2 = ((8 – 1) (25)2 + (8 -1)(20)2 ) / (8 + 8 -2)


Sp2 = (4375 + 2800) /(14)
Sp2 = 512.5
Sp= √512.5
Sp = 22.63

t = (550 – 500 – 0) / (22.63 √(1/8) + (1/8))

t = 4.418

Langkah 5 : Pengambilan Keputusan

4.438 > 2.145


thitung >ttabel , → Tolak H0
Kesimpulan :

Berdasarkan Pengujian Hipotesis, Mesin Baru Lebih baik daripada Mesin Lama.

Pengujian hipotesis merupakan suatu tahapan dalam proses penelitian dalam rangka
menentukan jawaban apakah hipotesis ditolak atau diterima. Dalam penelitian sosial, pengujian
hipotesis menjadi salah satu tahapan riset dengan pendekatan kuantitatif. Proses pengujian hipotesis
menggunakan rumus dan perhitungan statistik.

Jenis pengujian hipotesis

Dalam penelitian statistik, uji hipotesis terbagi menjadi dua, yaitu uji parametrik dan uji
nonparametrik. Uji parametrik dilakukan apabila distribusi data atau parameter populasi tersebar
secara tidak normal. Sedangkan uji nonparametrik dilakukan tanpa dipengaruhi oleh sebaran
distribusi data apakah normal atau tidak. Pada umumnya, uji nonparametrik dilakukan pada data
jenis nominal atau ordinal.

Dalam penelitian sosial, kedua uji statistik tersebut dilakukan sebagai bagian dari pengujian
hipotesis. Sengaja saya sampaikan ini di awal karena kedua jenis uji statistik tersebut merupakan
teori dasar dalam pengujian hipotesis riset sosial kuantitatif. Penjelasan teknis tentang uji parametrik
dan nonparametrik seperti t-test, anova, regresi, chi square, dan sebagainya sengaja saya lewati
karena penjelasan seperti itu sebaiknya dilakukan samblik praktik, tidak hanya membaca. Di sini kita
akan ulas penjelasan pengujian hipotesis secara lebih substantif melalui contoh sehingga kita paham
gambaran besarnya.

Prosedur pengujian hipotesis dan contohnya

Kita akan membahas tentang langkah-langkah pengujian hipotesis melalui contoh saja agar
mudah dalam memahami. Contoh ini juga dipaparkan dalam buku yang saya rujuk. Kita akan
meneliti tentang tingkat agresivitas penduduk suatu kota. Kita asumsikan di sini bahwa warga kota
terutama yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi cenderung lebih agresif, lebih emosional, lebih
ekspresif. Kita tertarik untuk meneliti asumsi tersebut.

Agresivitas dan lingkungan sosial merupakan sebuah konsep yang digunakan. Variabelnya
adalah perilaku agresif dan tingkat kepadatan penduduk. Dua variabel saja yang kita gunakan
sebagai contoh. Tingkat agresivitas merupakan variabel dependen, sedangkan tingkat kepadatan
penduduk merupakan variebel independen.

Pertanyaan penelitiannya: ”Apakah ada pengaruh antara perilaku agresif masyarakat dan
tingkat kepadatan penduduk suatu kota dimana mereka tinggal?” Dan ”adakah perbedaan perilaku
agresif antara masyarakat yang tinggal di kota padat penduduk dan di kota yang tidak padat
penduduk?”
Di sini kita kembangkan sebuah hipotesis berbunyi ”terdapat perbedaan perilaku agresif
antara masyarakat yang tinggal di kota dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi dengan yang
tinggal di kota dengan tingkat kepadatan penduduk rendah”.

Hipotesis yang kita kembangkan tersebut, dalam riset sosial kuantitatif disebut sebagai
hipotesis kerja (Hk). Hipotesis kerja merupakan seluruh hipotesis yang dirumuskan oleh peneliti.
Agar hipotesis kerja dapat diuji secara statistik, maka diperlukan pembanding. Hipotesis
pembanding, dalam ilmu sosial kuantitatif disebut sebagai hipotesis nul (H0). Hipotesis nul tentu
saja sebenarnya tidak ada. H0 dibuat secara arbriter atau semena-mena guna keperluan uji statistik
saja. Pada contoh Hk di atas, kita bisa merumuskan H0-nya berbunyi, ”tidak ada perbedaan perilaku
agresif antara masyarakat yang tinggal di kota dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi dengan
yang tinggal di kota dengan tingkat kepadatan penduduk rendah”.

Dalam uji statistik, H0 inilah yang diuji. Pengujian menggunakan software statistik akan
secara cepat menghasilkan data numerik yang menunjukkan apakah H0 ini ditolak atau diterima.
Jika H0 ditolak, maka Hk diterima. Perlu diingat bahwa dari pengujian hipotesis tersebut, meskipun
hasilnya H0 ditolak dan Hk diterima atau sebaliknya, teori tentang perilaku agresif tidak bisa dinilai
baik atau buruk. Ilmu sosial positivistik dengan metode statistik berprinsip non etis dan bebas nilai.
Dengan kata lain, seandainya, misalnya, contohnya saja, hasilnya adalah makin padat penduduk,
makin agresif perilaku masyarakat, kita tidak bisa menjustifikasi bahwa kepadatan penduduk itu
buruk.

MENGEMBANGKAN BENTUK HIPOTESIS


Menyatakan suatu bentuk hipotesis yang hendak digunakan, peneliti sebaiknya juga melihat lebih
dahulu pada masalah yang hendak diteliti. Jika peneliti setelah mengkaji dari bermacam-macam
sumber informasi, dan kemudian menyusunnya dalam sebuah landasan teori, ternyata mereka
memperoleh kepastian tentang arah dari variabel yang hendak diuji, maka mereka dapat
menggunakan hipotesis yang telah pasti atau hipotesis searah.
Sebagai contohnya, seorang peneliti sosial tentang penduduk ketika menghadapi kriminal di
rumahnya mengajukan hipotesis seperti berikut: orang dewasa perempuan secara signifikan akan
mempunyai rasa takut yang lebih besar daripada orang dewasa laki-laki. Maka dalam analisis
statistika, mereka dapat menggunakan analisis testing satu ekor dan menulis hipotesis seperti berikut.
Ha:Ut > U2
Hr : U1 >U2
Keterangan: U1 = kelompok wanita dewasa U2 = kelompok laki-laki dewasa
Pada kasus lainnya, misal seorang peneliti setelah mencari informasi dari bermacam-macam studi
literatur, dan kemudian menyusunnya dalam landasan teori. Sampai landasan teori selesai, ternyata
dia belum memperoleh arah apakah ada hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain.
Dalam hal ini, maka dia dapat menyatakan dengan menggunakan hipotesis nihil seperti berikut.
Ho : U1 – U2
Hr : U1 = U2
Keterangan: U1 = toko yang memasang etalase U2 = toko tanpa etalase
Agar supaya fungsi hipotesis sebagai petunjuk dalam analisis data dapat dicapai dengan baik,
peneliti harus dapat memformulasikan hipotesis tersebut secara jelas. Untuk mencapai hal itu, ada
empat butir penting untuk dapat diperhatikan oleh para peneliti ketika mengembangkan bentuk
hipotesis. Keempat butir tersebut antara lain sebagai berikut

 Hipotesis harus merefleksikan inti daripada studi. Hipotesis yang baik, yaitu
 Hipotesis yang menyatakan variabel pokok yang hendak diteliti.
 Hipotesis hendaknya dinyatakan atau ditulis secara tegas dan hanya mempunyai satu
pengertian terhadap variabel yang akan diungkap untuk kemudian diuji.

Rangkaian variabel yang hendak dinyatakan harus dapat diuji dengan informasi atau data yang
dikumpulkan di lapangan. Untuk itu perlu sekali bagi peneliti untuk dapat merencanakan setiap
variabel agar dapat diukur.
Satu pernyataan hipotesis nihil harus diuji dengan satu testing statistika. Sebagai contoh, jika dalam
perencanaan penelitian dinyatakan tujuh hipotesis nihil, maka dalam analisis data juga perlu ada
tujuh analisis statistikanya.
MENERIMA DAN MENOLAK HIPOTESIS

Hasil uji hipotesis pada analisis statistika, biasanya akan selalu jatuh pada dua kemungkinan yaitu
menolak atau menerima.
Suatu uji hipotesis dikatakan menolak, jika dari uji statistika yang dilakukan, peneliti
memperoleh hasil akhir bahwa hipotesis nihil yang diajukan oleh si peneliti ditolak
pada derajat signifikan tertentu, Hasil uji statistika ini dengan kata lain dapat
diartikan bahwa adanya perbedaan hasil variabel yang terjadi bukan disebabkan
oleh suatu kebetulan atau “by accident”, tetapi memang didukung dengan data yang
ada di lapangan. Interpretasi uji hipotesis dapat pula diartikan dengan melihat sisi
lain yang diajukan oleh peneliti, yaitu hipotesis pendamping. Hasil testing statistika
menunjukkan bahwa hipotesis riset yang telah ada didukung atau diterima sebagai
hal yang benar.

Suatu hipotesis nihil dikatakan diterima, jika hipotesis nihil yang diturunkan dari hasil kesimpulan
kajian teoretis tidak ditolak atau diterima. Jika ternyata tes statistika menerima hipotesis nihil, hal ini
berarti bahwa perbedaan yang dihasilkan dari proses hasil kajian pustaka, hanyalah disebabkan oleh
suatu kebetulan saja atau oleh adanya kesalahan yang tidak disengaja waktu mengambil data di
lapangan.
Atau dari hasil uji testing hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa, hipotesis riset yang telah diajukan
oleh si peneliti sebagai hipotesis pendamping, ditolak atau tidak didukung oleh informasi yang ada.
Ada satu pertanyaan yang sering muncul dalam menentukan ditolak atau diterimanya hipotesis nihil
yang diajukan oleh peneliti muda. Pertanyaan praktis tersebut adalah haruskah seorang peneliti
mengulang kembali uji tesnya, jika hipotesis nihil yang diajukan diterima? Atau tidak sesuai dengan
apa yang digambarkan dalam kerangka berpikir. Jawabannya tegas, dalam hal ini bahwa para
peneliti tidak diharuskan kembali ke lapangan untuk mencari data kembali, dan mereka tidak
dianggap gagal dalam melakukan penelitian. Para peneliti dalam hal ini, langsung dapat mengambil
kesimpulan atau menginterpretasi hasil analisisnya, berdasarkan kepada hasil uji testing yang telah
dilakukan.
Yang perlu diperhatikan di sini adalah proses uji testing tidak sama dengan proses membuktikan
dalam ilmu matematika. Testing hipotesis tidak sama dengan membuktikan. Dalam membuktikan
rumus atau soal yang diajukan dalam matematika, seorang siswa harus mengulang kembali, jika
mereka belum bisa membuktikan formula yang diajukan. Sedangkan dalam uji hipotesis, peneliti
langsung dapat memasukkan pada dua kemungkinan yang ada, yaitu ditolak atau diterima.
KESALAHAN DALAM TESTING HIPOTESIS

Dengan tidak melihat pada ditolak atau diterimanya hasil testing hipotesis, seorang peneliti biasanya
akan mempunyai dua kemungkinan tipe kesalahan yang tidak dapat dihindarkan dalam mengambil
keputusan tersebut. Dalam istilah statistika, kedua macam kesalahan hipotesis tersebut, yaitu
kesalahan tipe I atau error type one dan kesalahan tipe II atau error type two (periksa Gambar 3.5).
1. Kesalahan Tipe I
Seorang peneliti suatu ketika mengajukan hipotesis nihil yang memang kenyataannya adalah benar
dengan peluang salah sebesar a. Kemudian merek menguji hipotesis tersebut. Hasil keputusan yang
diperoleh ternyata ia menerima maka keputusan tersebut benar. Peluang peneliti menerima hipotesis
nihil bena adalah sebesar (1-(x)).
Jika suatu ketika terjadi kasus bahwa hipotesis nihil yang benar tersebut keti diuji ternyata ditolak,
maka keputusan peneliti menolak hipotesis nihil yang benar tersebut, dikatakan peneliti mengalami
kesalahan type I yang besarnya adalah (a)

2. Kesalahan Tipe II
Seorang peneliti suatu ketika ternyata mengajukan hipotesis nihil yang keli Contoh hipotesis peneliti
salah, misalnya dalam penelitian ketenagakerjaan yang terdiri orang dewasa laki-laki dan perempuan.
Peneliti melakukan studi produk fisik, antara tenaga kerja laki-laki dengan tenaga kerja perempuan.
Dia mengajuk hipotesis nihilnya seperti berikut, bahwa tidak ada perbedaan signifikan anta produksi
yang dihasilkan grup pekerja perempuan dan pekerja laki-laki. Peneliti ternyata menolak terhadap
hipotesis yang salah tersebut. Maka keputusan tersebut adalah benar dan mempunyai peluang yang
besarnya (1-13). Tetapi jika hipotesis’ nihil yang salah tersebut setelah diuji kemudian diambil
keputusan untuk menerimanya, maka dia telah termasuk dalam kesalahan tipe 11 yang besarnya
adalah ((3).
Pertanyaan yang sering muncul dalam kesalahan mengambil keputusan ba seorang peneliti di
antaranya termasuk: apakah dampak dari kesalahan mengambil’ keputusan tersebut? Dan dapatkah
dicegah agar pengambilan keputusan tetap benar?
Pengambilan keputusan yang keliru pada umumnya akan mempunyai damp. praktis. Dari contoh
hipotesis nihil di atas. Keadaan di sekitar kita yang sebenarnya terjadi adalah kemampuan fisik
pekerja wanita mempunyai perbedaan. Perbedaan. tersebut memang disebabkan oleh bentuk alami
(nilai kodrati) dari wanita dewasa. Sebagai contohnya, bentuk tubuh dan anggota badan yang lebih
halus dibanding pria. Suara yang lebih halus, dan kondisi lemah saat terjadi datang bulan
dan sebagainya. Yang bentuk alami tersebut tidak dimiliki oleh tenaga kerja pria. Jika perusahaan
ternyata benar-benar menggunakan hasil penelitian di atas, dengan mengambil keputusan: “tidak
membedakan antara pekerja wanita dan pria”. Maka pekerja wanita lah yang akan menderita
kerugian sebagai akibat dari penelitian yang keliru.
Mengenai bagaimana agar seorang peneliti tidak jatuh dalam melakukan Pengambilan keputusan.
Berikut adalah beberapa butir penting yang mungkin dapat membantu mengurangi kesalahan dalam
mengambil keputusan:

1. Hendaknya para peneliti hati-hati dan cermat dalam melakukan studi dan menuangkan dalam
kerangka berpikir.
2. Ketika mengajukan hipotesis nihil, hendaknya peneliti tetap melihat pada hubungan teoretis
dengan kenyataan yang ada di lapangan.
3. Data yang dikumpulkan hendaknya data yang relevan dan dengan hipotesis yang hendak
diujikan.

Dalam statistik , hipotesis nol adalah pernyataan bahwa seseorang berusaha untuk
membatalkan (yaitu, menyimpulkan tidak benar) dengan bukti yang bertentangan. Paling umum,
disajikan sebagai pernyataan bahwa fenomena yang sedang dipelajari tidak menghasilkan efek atau
tidak membuat perbedaan. Contoh hipotesis nol semacam itu mungkin pernyataan, "Diet rendah
karbohidrat tidak berpengaruh pada berat badan orang." Eksperimen biasanya membingkai hipotesis
nol dengan tujuan menolaknya: yaitu, berniat menjalankan eksperimen yang menghasilkan data yang
menunjukkan bahwa fenomena yang diteliti memang membuat perbedaan (dalam hal ini, bahwa diet
rendah karbohidrat lebih dari beberapa kerangka waktu spesifik sebenarnya cenderung menurunkan
berat badan orang yang mematuhinya). [2] Dalam beberapa kasus ada hipotesis alternatif tertentu
yang bertentangan dengan hipotesis nol, dalam kasus lain hipotesis alternatif tidak secara eksplisit
dinyatakan, atau hanya "hipotesis nol salah" - dalam kedua peristiwa, ini adalah biner penilaian,
tetapi interpretasi berbeda dan merupakan masalah sengketa yang signifikan dalam statistik.

 Kesalahan tipe I (atau kesalahan jenis pertama ) adalah penolakan terhadap hipotesis nol
yang sebenarnya. Biasanya kesalahan tipe I mengarah pada kesimpulan bahwa efek atau hubungan
yang diharapkan ada padahal sebenarnya tidak. Contoh kesalahan tipe I termasuk tes yang
menunjukkan pasien memiliki penyakit padahal sebenarnya pasien tidak memiliki penyakit, alarm
kebakaran yang terjadi menunjukkan kebakaran padahal sebenarnya tidak ada api, atau percobaan
yang menunjukkan bahwa seorang medis pengobatan harus menyembuhkan suatu penyakit padahal
sebenarnya tidak.

 Kesalahan tipe II (atau kesalahan jenis kedua ) adalah kegagalan untuk menolak hipotesis nol
palsu. Beberapa contoh kesalahan tipe II adalah tes darah yang gagal mendeteksi penyakit yang
dirancang untuk dideteksi, pada pasien yang benar-benar menderita penyakit tersebut; kebakaran
terjadi dan alarm kebakaran tidak berdering; atau uji klinis dari perawatan medis yang gagal
menunjukkan bahwa perawatan bekerja ketika itu benar-benar terjadi.

Dalam hal positif palsu dan negatif palsu , hasil positif sesuai dengan menolak hipotesis nol,
sementara hasil negatif sesuai dengan gagal menolak hipotesis nol; "false" berarti kesimpulan yang
ditarik salah. Jadi kesalahan tipe I adalah positif palsu, dan kesalahan tipe II adalah negatif palsu.

Ketika membandingkan dua cara, menyimpulkan cara berbeda ketika pada kenyataannya mereka
tidak berbeda adalah kesalahan tipe I; menyimpulkan cara tidak berbeda ketika pada kenyataannya
mereka berbeda adalah kesalahan tipe II. Berbagai ekstensi telah disarankan sebagai " kesalahan tipe
III ", meskipun tidak ada yang memiliki penggunaan luas [ menurut siapa? ]

Semua tes hipotesis statistik memiliki kemungkinan membuat kesalahan tipe I dan tipe II. Sebagai
contoh, semua tes darah untuk suatu penyakit akan secara keliru mendeteksi penyakit pada sebagian
orang yang tidak memilikinya, dan akan gagal mendeteksi penyakit pada sebagian orang yang
memang mengidapnya. Peluang tes untuk membuat kesalahan tipe I dilambangkan dengan
α. Probabilitas tes untuk membuat kesalahan tipe II dilambangkan dengan β. Tingkat kesalahan ini
dipertukarkan satu sama lain: untuk setiap kumpulan sampel yang diberikan, upaya untuk
mengurangi satu jenis kesalahan umumnya menghasilkan peningkatan jenis kesalahan
lainnya. Untuk tes yang diberikan, satu-satunya cara untuk mengurangi kedua tingkat kesalahan
adalah dengan meningkatkan ukuran sampel, dan ini mungkin tidak layak. Statistik uji kuat jika
tingkat kesalahan Tipe I dikontrol.

Istilah-istilah ini juga digunakan secara lebih umum oleh para ilmuwan sosial dan orang lain untuk
merujuk pada kekurangan dalam penalaran.

Dalam teori uji statistik , gagasan kesalahan statistik merupakan bagian integral dari pengujian
hipotesis . Tes ini memerlukan pernyataan yang jelas tentang hipotesis nol, yang biasanya sesuai
dengan "keadaan alamiah" yang baku, misalnya "orang ini sehat", "terdakwa ini tidak bersalah" atau
"produk ini tidak rusak". Hipotesis alternatif adalah negasi dari hipotesis nol, misalnya, "orang ini
tidak sehat", "terdakwa bersalah", atau "produk ini rusak". Hasil tes mungkin negatif, relatif terhadap
hipotesis nol (tidak sehat, bersalah, rusak) atau positif (sehat, tidak bersalah, tidak rusak). Jika hasil
tes sesuai dengan kenyataan, maka keputusan yang tepat telah dibuat. Namun, jika hasil tes tidak
sesuai dengan kenyataan, maka kesalahan telah terjadi. Karena sifat statistik uji, hasilnya tidak
pernah, kecuali dalam kasus yang sangat jarang, bebas dari kesalahan. Dua jenis kesalahan
dibedakan: kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II .

Tipe I kesalahan

Kesalahan tipe I terjadi ketika hipotesis nol ( H 0 ) benar, tetapi ditolak. Ini menyatakan sesuatu
yang tidak ada, pukulan salah . Kesalahan tipe I sering disebut sebagai false positive (hasil yang
menunjukkan bahwa kondisi yang diberikan hadir ketika sebenarnya tidak ada).

Dalam hal cerita rakyat, seorang penyelidik dapat melihat serigala ketika tidak ada ("meningkatkan
alarm palsu") di mana hipotesis nol ( H 0 ) terdiri dari pernyataan: "Tidak ada serigala".
Tingkat kesalahan tipe I atau tingkat signifikansi adalah probabilitas menolak hipotesis nol
mengingat itu benar. [5] [6] Ini dilambangkan dengan huruf Yunani α (alpha) dan juga disebut level
alpha. Seringkali, tingkat signifikansi ditetapkan 0,05 (5%), menyiratkan bahwa dapat diterima
untuk memiliki probabilitas 5% untuk menolak hipotesis nol secara salah. [5]

kesalahan Tipe II

Kesalahan tipe II terjadi ketika hipotesis nol salah, tetapi secara keliru gagal ditolak. Gagal
menegaskan apa yang ada, sebuah kehilangan . Kesalahan tipe II sering disebut false negative (di
mana hit yang sebenarnya diabaikan oleh tes dan dipandang sebagai miss) dalam tes yang
memeriksa kondisi tunggal dengan hasil pasti benar atau salah. Kesalahan tipe II dilakukan ketika
hipotesis alternatif yang benar tidak diyakini. [4]

Dalam hal dongeng, seorang penyelidik mungkin gagal mendeteksi serigala padahal sebenarnya ada
serigala (dan karenanya gagal membuat alarm). Sekali lagi, H0 , hipotesis nol, terdiri dari pernyataan:
"Tidak ada serigala", yang, jika memang ada serigala, adalah kesalahan tipe II pada bagian penyidik
(serigala ada atau tidak ada dalam konteks yang diberikan — satu-satunya pertanyaan adalah apakah
ia terdeteksi dengan benar atau tidak, gagal mendeteksinya saat hadir, atau mendeteksinya ketika
tidak ada).

Tingkat kesalahan tipe II dilambangkan dengan huruf Yunani β (beta) dan terkait
dengan kekuatan tes (yang sama dengan 1 − β).

Daftar jenis kesalahan

Hubungan tabularis antara kebenaran / kepalsuan hipotesis nol dan hasil tes: [2]

Daftar jenis kesalahan


Hipotesis nol ( H 0 ) adalah

Benar Salah

Keputusan Jangan Kesalahan tipe II


tentang nol menolak Inferensi yang benar (benar negatif) (false negative) (probabilitas = β )
hipotesis (probabilitas = 1 - α )
(H0)
Menolak Kesalahan tipe I (false positive) Inferensi yang benar (benar-benar
(probabilitas = α ) positif) (probabilitas = 1 - β )
Contoh 1

Hipotesis: "Menambahkan air ke pasta gigi melindungi terhadap gigi berlubang ."

Hipotesis nol (H 0 ): "Menambahkan air tidak membuat pasta gigi lebih efektif dalam memerangi
gigi berlubang."

Hipotesis nol ini diuji terhadap data eksperimental dengan tujuan untuk membatalkannya dengan
bukti yang bertentangan.

Kesalahan tipe I terjadi ketika mendeteksi efek (menambahkan air ke pasta gigi melindungi terhadap
gigi berlubang) yang tidak ada. Hipotesis nol adalah benar (yaitu, memang benar bahwa
menambahkan air ke pasta gigi tidak membuatnya lebih efektif dalam melindungi terhadap gigi
berlubang), tetapi hipotesis nol ini ditolak berdasarkan data eksperimen yang buruk atau hasil
ekstrem dari peluang saja.

Contoh 2

Hipotesis: "Menambahkan fluoride ke pasta gigi melindungi terhadap gigi berlubang."

Hipotesis nol (H 0 ): "Menambahkan fluoride ke pasta gigi tidak berpengaruh pada gigi berlubang."

Hipotesis nol ini diuji terhadap data eksperimental dengan tujuan untuk membatalkannya dengan
bukti yang bertentangan.

Kesalahan tipe II terjadi ketika gagal mendeteksi efek (menambahkan fluoride ke pasta gigi
melindungi terhadap gigi berlubang) yang ada. Hipotesis nol salah (yaitu, menambahkan fluoride
sebenarnya efektif terhadap rongga), tetapi data dari percobaan yang diberikan sedemikian rupa
sehingga hipotesis nol tidak dapat ditolak.

Contoh 3

Hipotesa: "Bukti yang dihasilkan di pengadilan membuktikan bahwa orang ini bersalah."

Hipotesis nol (H 0 ): "Orang ini tidak bersalah."

Kesalahan tipe I terjadi ketika menghukum orang yang tidak bersalah ( keguguran
keadilan ). Kesalahan tipe II terjadi ketika membiarkan orang yang bersalah bebas ( kesalahan
impunitas ).
Hasil positif yang benar terjadi ketika menghukum orang yang bersalah. Hasil negatif yang benar
terjadi ketika membiarkan orang yang tidak bersalah bebas.

Contoh 4

Hipotesis: "Gejala pasien membaik setelah perawatan A lebih cepat daripada setelah
pengobatan plasebo ."

Hipotesis nol (H 0 ): "Gejala pasien setelah perawatan A tidak dapat dibedakan dari plasebo."

Kesalahan Tipe I akan secara palsu menunjukkan bahwa pengobatan A lebih efektif daripada
plasebo, sedangkan kesalahan Tipe II adalah kegagalan untuk menunjukkan bahwa pengobatan A
lebih efektif daripada plasebo walaupun sebenarnya lebih efektif.

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani, Hupo berarti Lemah atau kurang atau di bawah.
Thesis berarti teori, proposisi atau pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Hipotesis juga dapat
diartikan sebagai pernyataan keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya menggunakan
data/informasi yang dikumpulkan melalui sampel, dan dapat dirumuskan berdasarkan teori, dugaan,
pengalaman pribadi/orang lain, kesan umum, kesimpulan yang masih sangat sementara. Atas dasar
dua definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara
yang harus diuji lagi kebenarannya.
Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai keadaan populasi yang sifatnya
masih sementara atau lemah kebenarannya. Hipotesis statistik dapat berbentuk suatu variabel seperti
binomial, poisson, dan normal atau nilai dari suatu parameter, seperti rata-rata, varians, simpangan
baku, dan proporsi. Hipotesis statistic harus di uji, karena itu harus berbentuk kuantitas untuk dapat
di terima atau di tolak. Hipotesis statistic akan di terima jika hasil pengujian membenarkan
pernyataannya dan akan di tolak jika terjadi penyangkalan dari pernyataannya.
Pengujian Hipotesis adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan tujuan memutuskan
apakah menerima atau menolak hipotesis itu. Dalam pengujian hipotesis, keputusan yang di buat
mengandung ketidakpastian, artinya keputusan bias benar atau salah, sehingga menimbulkan risiko.
Besar kecilnya risiko dinyatakan dalam bentuk probabilitas. Pengujian hipotesis merupakan bagian
terpenting dari statistic inferensi (statistic induktif), karena berdasarkan pengujian tersebut,
pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan sebagai dasar penelitian lebih lanjut dapat
terselesaikan.
Hipotesis penelitian adalah hipotesis kerja (Hipotesis Alternatif Ha atau H1) yaitu hipotesis
yang dirumuskan untuk menjawab permasalahan dengan menggunakan teori-teori yang ada
hubungannya (relevan) dengan masalah penelitian dan belum berdasarkan fakta serta dukungan data
yang nyata dilapangan. Hipotesis alternatif (Ha) dirumuskan dengan kalimat positif. Hipotesis nol
adalah pernyataan tidak adanya hubungan, pengaruh, atau perbedaan antara parameter dengan
statistik. Hipotesis Nol (Ho) dirumuskan dengan kalimat negatif). Nilai Hipotesis Nol (Ho) harus
menyatakan dengan pasti nilai parameter.
Hipotesis adalah pernyataan tentang sesuatu yang perlu dibuktikan atau diuji kebenarannya
(Kuswadi, 2004). Asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu
yang sering dituntut untuk melakukan penegcekkannya. Jika asumsi atau dugaan itu dikhususkan
mengenai populasi, maka hipotesis tersebut merupakan hipotesis statistik. Setiap hipotesis bisa
benar atau tidakbenar dan karenanya perlu diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau
ditolak. Langkah atau prosedur untuk menentukan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak
disebut dengan pengujian hipotesis. Telah kita ketahui bahwa suatu penduga pada umumnya tidaklah
harus sama dengan nilai parameter yang sebenarnya.
Misalnya, distribusi probabilita yang merupakan model bagi distribusi X, katakanlah hasil
penstensilan kertas koran dalam n percobaan penstensilan demikian dinyatakan sebagai :

Parameter p diatas merupakan probabilita kerusakan pada setiap penstensilan sedemikian itu
dan dapat merupakan suatu asumsi yang memiliki karakteristik hipotesis statistik karena p = ¼
merupakan parameter fungsi frekuensi vareiable random p.
Andaikan kita meragukan hipotesis diatas, maka kita dapat mengujinya secara statistik pula
jika sekali lagi jika datanya dapat dukumpulkan dan dianalisa dalam cara yang memenuhi ketentuan
asas-asas statistik. Pengujian hipotesis diatas dianggap sebagai suatu prosedur guna menentukan
apakah hipotesis diatas sebaiknya diterima atau ditolak andaikan keraguan kita mengenai p = ¼ di
atas disebabkan oleh adanya kemungkinan p = ½ meskipun kita yakin bahwa kemungkinan p = ¼
lebih besar dari pada p = ½ . maka, hipotesis yang akan kita uji dapat dinyatakan sebagai berikut.
H0 : p = ¼ dan H1 : p ≠¼
H0 merupakan hipotesis nol dan merupakan hipotesis yang akan diuji danyang nantinya akan
diterima atau ditolak tergantung pada hasil eksperimen atau pemilihan sampelnya. H1 merupakan
hipotesis alternatif atau hipotesis tandingan. Pengujian diatas membutuhkan observasi atau hasil
pemilihan sampel yang bersifat random tentang frekuensi kerusakan X/n hasil penstensilan itu
sendiri. Observasi pemilihan sampel sedemikian itu dapat dilakukan secara berulang-ulang kali atau
sekali saja.atas dasar nilai statistik sampel, keputusan diambil untuk menentukan apakah H0 tersebut
sebaiknya diterima atau ditolak. Jika H0 diterima, maka sama artinya dengan H1 ditolak dan
sebaliknya jika H0 ditolak maka H1 diterima.

Dalam melakukan pengujian hipotesis, ada dua macam kekeliruan yang dapat terjadi, dikenal
dengan nama-nama :
a) Kekeliruan tipe I : adalah kekeliruan karena menolak hipotesis (H0) padahal hipotesis
tersebut benar. Kekeliruan ini disebut kekeliruan α..
b) Kekeliruan tipe II : adalah kekeliruan menerima hipotesis (H0) padahal hipotesis tersebut
salah. Kekeliruan ini disebut β .
Uji hipotesis atau peraturan pengambilan keputusan dilakukan dengan baik agar kesalahan
pengambilan keputusan dapat diminimalisir. Cara untuk mengurangi kedua tipe kekeliruan tersebut
adalah dengan memperbesar ukuran sampel, yang mungkin atau tidak mungkin dilakukan
(Spiegel, 1992).
2.2. Prosedur Dasar Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis statistik memiliki prosedur yang harus diikuti tergantung pada
hipotesisnya yang distribusi populasi. Prosedur umum yang harus diikuti tergantung pada
hipotesisnya dan distribusi populasi. Prosedur umum yang harus diikuti dapat dibagi dalam beberapa
langkah :
a) Rumuskan dengan baik hipotesis penelitian agar dapat dihitung statistik sampelnya, seperti
rata-rata, seperti :
Pengujian hipotesis dapat dilakukan terhadap satu populasi untuk pengujian hipotesis rata-rata
dua populasi. Misalnya, rata-rata tekanan darah sapi Ongole sama dengan tekanan darah sapi
Brahman.
H0 : =
= rata-rata tekanan darah sapi Ongole
= rata-rata tekanan darah sapi Brahman
Rata-rata tekana darah sampel sapi Ongole dan sapi Brahman adalah x1 dan x2.
b) Tentukan derajat kemaknaan α atau kesalahan tipe 1 yang akan digunakan. Penentuan ini harus
dilakukan pada saat perencanaan.
c) Tentukan kesalahan tipe 2 atau β. Biasanya penentuan ini dilakukan pada saat menghitung
besarnya sampel.
d) Tentukan distribusi yang akan digunakan dalam perhitungan. Tentukan metode statistik yang
akan digunakan untuk menghitung statistik sampel.
e) Tentukan kriteria menerima atau menolak hipotesis nol pada derajat kemaknaan yang telah
ditentukan.
f) Buatlah kesimpulan yang tepat pada populasi yang bersangkutan.

Ilusrasi 1. Prosedur Pengujian Hipotesis


2.3. Uji – Z = Pengujian untuk Sampel Besar
Pengujian hipotesa dapat menggunakan rumus-rumus untuk variabel normal baku (Z) atau t
dan sesuai dengan tingkat nyata yang dipilih (α) dan jenis pengujian yang dipilih (dua sisi, satu sisi
kanan atau satu sisi kiri). Menggunakan (Z) jika datanya berdistribusi atau mempunyai fungsi
normal (data sampel ≥ 30)dan menggunakan uji t jika data sampel kecil (<30).
Nilai Z dihitungkan dengan rumus : Z =
Untuk pengujian dua sisi :
Ho diterima, jika –Z α /2 atau Z < Z α /2
Ho ditolak, jika Z > Z α /2 atau Z < -Z α /2
Untuk pengujian sisi kanan :
Ho diterima, jika Z < Z α /2
Ho ditolak, jika Z > Z α /2
Untuk pengujian sisi kiri :
Ho diterima, jika Z > -Z α /2
Ho ditolak, jika Z < -Z α /2

2.3.1. Pengujian Parameter Rata-rata, Ho: µ=µ0 dimana σ2 Tidak Diketahui

Nilai Z dihitungkan dengan rumus : Z =


Untuk pengujian dua sisi :
Ho diterima, jika –Z α /2 atau Z < Z α /2
Ho ditolak, jika Z > Z α /2 atau Z < -Z α /2
Untuk pengujian sisi kanan :
Ho diterima, jika Z < Z α /2
Ho ditolak, jika Z > Z α /2
Untuk pengujian sisi kiri :
Ho diterima, jika Z > -Z α /2
Ho ditolak, jika Z < -Z α /2
Contoh :
Jumlah kunjungan di Peternakan A dan jumlah kunjungan di Peternakan B mempunyai varian yang
sama, yaitu 25 dan akan diuji apakah terdapat perbedaan. rata-rata jumlah pengunjung di Peternakan
A dan Peternakan B berada pada derajat kemaknaan 0,05. Dari Peternakan A dan Peternakan B
diambil sampel sebesar 50 dan 60 hari kerja hingga diperoleh rata-rata 62 dan 60 kunjungan.
Jawab :
H0 akan diterima bila selisih rata-ratanya terletak antara -1,87 dan +1,87. Selisih sampel 62-60=2
Hipotesis nol ditolak pada α 0,05 atau p<0,05
Kesimpulannya, kita 95% percaya bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata sampel pada
derajat kemaknaan 0,05 atau p<0,05
Grafik pengujian hipotesis perbedaan jumlah kunjungan peternakan

Penyelesaian soal ini dapat dilakukan dengan menghitung nilai Z, seperti berikut:
Z =()/
= 62 - 60 / 0,957= 2,09
H0 akan diterima bila selisih rata-ratanya terletak antara -1,96 dan +1,96 Hipotesis nol ditolak karena
terletak diluar daerah penerimaan pada derajat kemaknaan 0,05 atau p<0,05
Grafik pengujian hipotesis perbedaan jumlah kunjungan Peternakan

Z = 2,09

2.3.2. Pengujian H0 : µ1 = µ2 Dimana σp2 Diketahui dan σ12 = σ22

Dalam bidang tertentu kita sering dihadapkan dengan masalah yang membutuhkan penarikan
kesimpulan, apakah parameter dua populasi memang berbeda atau perbedaan yang tampak hanya
desebabkan oleh faktor kebetulan. Dalam hal ini, kita berhadapan dengan perbedaan antara dua
populasi. Salah satu macam pengujian hipotesis perbedaan dua parameter populasi adalah pengujian
perbedaan rata-rata dua pihak dengan sampel besar dimana kesalahan baku kedua populasi sama dan
diketahui. Pengujian hipotesis tersebut bisa dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Statistik uji Z =
Dimana =
Contoh soal :
Dua orang teknisi melakukan observasi secara sendiri-sendiri mengenai hasil rata-rata per jam dari
penggunaan suatu mesin pemotong bulu domba teknisi (A): 12 obervasi dan memperoleh hasil rata-
rata 120 kilogram. Sedangkan teknisi (B): 8 observasi rata-rata 115 kilogram. Pengalaman
menunjukkan bahwa σ2 = 40 kilogram. Apakah kedua teknisi yakin bahwa beda antara kedua hasil
rata-rata tersebut diatas betul-betul nyata, bukan karena faktor kebetulan?
Jawab :
1. H0 : µ1= µ2 dan H1 : µ1 ≠ µ2
2. α = 0,05
3. Z=
4. Daerah kritis (terima H1) dengan α = 0,05 secara 2 arah
Z > Z ½ α dan Z < - Z ½ α
Z > 1,96 dan Z < - 1,96
5. Z = = 1,73358
6. Karena 1,73358 < 1,96 maka H0 diterima, beda rata-rata hanya disebabkan faktor
kebetulan dan tidak nyata serta µ1= µ2.
2.4. Uji-t Pengujian untuk Sampel Kecil

Uji beda dua mean dapat dilakukan dengan menggunakan uji Z atau uji T. Uji Z dapat
digunakan bila standar deviasi populasi (σ) diketahui dan jumlah sample besar (lebih dari 30).
Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka di lakukan uji T. Pada umumnya nilai σ sulit
diketahui, sehingga uji beda dua mean biasanya menggunakan Uji T (T - Test). Untuk varian yang
sama, bentuk ujinya adalah sebagai berikut.

Keterangan :
N1 atau n2 = jumlah sampel kelompok 1 atau 2
S1 atau S2 = standar deviasi sampel kelompok 1 dan 2
2.4.1. Pengujian H0 : µ = µ0 Dimana σ2 Tidak Diketahui

Contoh :
Nilai rata-rata ujian statistika di Fakultas Peternakan tahun lalu adalah 76 dan tahun ini
diperkirakan nilai rata-rata tersebut akan sama dengan tahun lalu (Ho). Setelah selesai ujian tahun ini,
diambil 40 mahasiswa sebagai sampel dan nilai rata-rata = 73 dengan simpangan baku (S) = 6.
Dengan menggunakan α = 5%, apakah Ho diterima atau ditolak?
Jawab: Ho : Nilai rata-rata ujian statistika = μ = 76
H1 : Nilai rata-rata ujian statistika = μ ≠ 76
Dipergunakan pengujian dua sisi.
Ho diterima, jika –Z α /2 < Z < Z α /2
Ho ditolak, jika Z > Z α /2 atau Z < -Z α /2
Untuk α = 5%, nilai Z α /2 = 1,96 (lihat table luas kurva normal, angka 95%/2 atau 0,4750 ada pada
koordinat 1,9 dan 0,06 atau 1,96)
Data dari sapel seperti tersebut diperoleh:
Z = = = = -3,16
Oleh karena itu –Z α /2 ( -1,96) < Z ( -3,16) Z α /2 (1,96), maka kesimpulannya Ho diterima. Atau,
dengan kata lain, nilai ujian rata-rata statistika tahun ini sama dengan tahun lalu.
2.4.2. Pengujian Ho : µ1 = µ2 atau µ1 - µ2 = 0, Jika σ2 tidak diketahui dan σ 12 = σ 22
Apabila simpangan baku tidak diketahui dan sampelnya kecil maka digunakan distribusi t
(Budiarto, 2002). Statistik t dirumuskan sebagai berikut :
t= (X1- X2)
Sp √1 / n1 + 1/n2
Simpangan baku biasanya ditaksir dari simpangan baku sampel, tetapi karena tidak diketahui, maka
harus dihitung dahulu simpangan baku gabungannya (Budiarto, 2002). Rumusnya adalah sebagai
berikut :
Sp2 = (n1-1)S12 + (n2-1)S22
n1 + n2 – 2
Keterangan :
n1 atau n2 = jumlah sampel kelompok 1 atau 2
S1 atau S2 = standar deviasi sampel kelompok 1 atau 2
Statistik uji – t memiliki distribusi t dengan derjat bebas (n1 + n2 - 2). Daerah kritis
(menerima H1) pengujian untuk populasi tak terbatas :
(X1 – X2) > t (1/2 α : n1 + n2 – 2) dan (X1 – X2) < - t (1/2 α : n1 + n2 – 2)
Sp/ √1/n1 + 1/n2 Sp/ √1/n1 + 1/n2
Contoh :
Dua macam obat penambah bobot badan diberikan pada unggas untuk jangka waktu 3 bulan. Obat 1
diberikan pada 10 unggas, sedangkan obat kedua diberikan kepada 9 unggas. Ingin diuji apakah
terdapat perbedaan dalam sistem kerja pada kedua macam obat tersebut dengan derajat kemaknaan
0,05.
Obat ke-1 dapat menambah produksi daging 9,6 kg dan obat ke-2 menambah produksi daging 10 kg.
Diketahui :
X1 = 9,6 kg X2 = 10 kg
S12 = 16 S22 = 9
n1 = 10 n2 = 9
Hipotesis statistik:
H0 : µ1 = µ2
Ha : µ1 ≠µ2
α = 0,05
dk = 17
Ditanyakan :
Apakah terdapat perbedaan antara keduanya?
Penyelesaian :
H0 akan diterima apabila hasil perhitungan “t” terletak antara -2,11 & + 2,11. Kesimpulannya
H0 diterima pada α 0,05atau p > 0,05 atau tidak terdapat perbedaan antara 2 macam obat penambah
bobot badan tersebut.
2.4.3. Pengujian Ho : µ1 = µ2 atau µ1 - µ2 = 0, Jika σ2 tidak diketahui dan
σ 12 ≠ σ 22
Statistik t dirumuskan sebagai berikut :
t = (X1- X2) - (µ1 - µ2)
√S12 / n1 + S22/n2
db = (S12/n1) + (S2 / n2)2
(S12/ n1)2 + (S22 / n2)2
n1 + 1 n2+2
Bila populasi berdistribusi normal atau mendekati normal maka varian populasinya dapat
ditaksir dari varian sampel. Rumus “t” tidak dapat langsung digunakan karena hanya ini merupakan
pendekatan saja, tetapi t ½ α harus dihitung dahulu menggunakan rumus berikut :
t0,05 = t1 (S12 / n1) + t2 (S22 / n2)
S12 / n1 + S22 / n2
t’ = w1t1 + w2t2
w1 + w2
dimana: w1 = S12 / n1 t1 = t (1/2 α; n1 – 1)
w2 = S22 / n2 t2 = t (1/2 α; n2 – 1)
sehingga kriteria test untuk uji 2 arah :
- w1t1 + w2t2 < t < w1t1 + w2t2
w1 + w2 w1 + w2
Contoh :
Sepuluh ayam broiler yang diare diberi kloramfenikol 3 x 500 mg per hari dengan kesembuhan rata-
rata 7 hari dengan deviasi standar 1,5 hari. Lima ayam broiler yang diare diberi tetrasiklin 3 x 500
mg dengan rata-rata kesembuhan 6 hari dengan deviasi standar 1,5 hari.
Jika ingin diuji apakah terdapat perbedaan antara efek kloramfenikol dan tetrasiklin terhadap
penyakit diare pada derajat kemaknaan 0.05 maka bagaimanakah hasilnya ?
Diketahui:

n1 = 10 n2 = 15
S1 = 2 S2= 1,5
dk = 9 dk = 14
H0 : µ1 = µ2
Ha : µ1 ≠µ2
α = 0,05
t= 7-6 = 1,35
√4/10 + 2,25/15
t dk 9 = 2,262
t dk 14 = 2,145
t0,05 = (2,62 x 4/10 + 2,145 x 2,25/15) / (4/10 +2,25/15)
= 2,23
Ternyata, t < t0,05. Jadi, hipotesis diterima pada derajat kemaknaan 0,05. Kesimpulannya, tidak ada
perbedaan antara kloramfenikol dan tetrasiklin dalam pengobatan diare pada ayam broiler.
Contoh 1

Hipotesis: "Menambahkan air ke pasta gigi melindungi terhadap gigi berlubang ."

Hipotesis nol (H 0 ): "Menambahkan air tidak membuat pasta gigi lebih efektif dalam memerangi
gigi berlubang."

Hipotesis nol ini diuji terhadap data eksperimental dengan tujuan untuk membatalkannya dengan
bukti yang bertentangan.

Kesalahan tipe I terjadi ketika mendeteksi efek (menambahkan air ke pasta gigi melindungi terhadap
gigi berlubang) yang tidak ada. Hipotesis nol adalah benar (yaitu, memang benar bahwa
menambahkan air ke pasta gigi tidak membuatnya lebih efektif dalam melindungi terhadap gigi
berlubang), tetapi hipotesis nol ini ditolak berdasarkan data eksperimen yang buruk atau hasil
ekstrem dari peluang saja.

Contoh 2

Hipotesis: "Menambahkan fluoride ke pasta gigi melindungi terhadap gigi berlubang."

Hipotesis nol (H 0 ): "Menambahkan fluoride ke pasta gigi tidak berpengaruh pada gigi berlubang."

Hipotesis nol ini diuji terhadap data eksperimental dengan tujuan untuk membatalkannya dengan
bukti yang bertentangan.

Kesalahan tipe II terjadi ketika gagal mendeteksi efek (menambahkan fluoride ke pasta gigi
melindungi terhadap gigi berlubang) yang ada. Hipotesis nol salah (yaitu, menambahkan fluoride
sebenarnya efektif terhadap rongga), tetapi data dari percobaan yang diberikan sedemikian rupa
sehingga hipotesis nol tidak dapat ditolak.

Contoh 3

Hipotesa: "Bukti yang dihasilkan di pengadilan membuktikan bahwa orang ini bersalah."

Hipotesis nol (H 0 ): "Orang ini tidak bersalah."


Kesalahan tipe I terjadi ketika menghukum orang yang tidak bersalah ( keguguran
keadilan ). Kesalahan tipe II terjadi ketika membiarkan orang yang bersalah bebas ( kesalahan
impunitas ).

Hasil positif yang benar terjadi ketika menghukum orang yang bersalah. Hasil negatif yang benar
terjadi ketika membiarkan orang yang tidak bersalah bebas.

Contoh 4

Hipotesis: "Gejala pasien membaik setelah perawatan A lebih cepat daripada setelah
pengobatan plasebo ."

Hipotesis nol (H 0 ): "Gejala pasien setelah perawatan A tidak dapat dibedakan dari plasebo."

Kesalahan Tipe I akan secara palsu menunjukkan bahwa pengobatan A lebih efektif daripada
plasebo, sedangkan kesalahan Tipe II adalah kegagalan untuk menunjukkan bahwa pengobatan A
lebih efektif daripada plasebo walaupun sebenarnya lebih efektif.

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani, Hupo berarti Lemah atau kurang atau di bawah.
Thesis berarti teori, proposisi atau pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Hipotesis juga dapat
diartikan sebagai pernyataan keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya menggunakan
data/informasi yang dikumpulkan melalui sampel, dan dapat dirumuskan berdasarkan teori, dugaan,
pengalaman pribadi/orang lain, kesan umum, kesimpulan yang masih sangat sementara. Atas dasar
dua definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara
yang harus diuji lagi kebenarannya.
Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai keadaan populasi yang sifatnya
masih sementara atau lemah kebenarannya. Hipotesis statistik dapat berbentuk suatu variabel seperti
binomial, poisson, dan normal atau nilai dari suatu parameter, seperti rata-rata, varians, simpangan
baku, dan proporsi. Hipotesis statistic harus di uji, karena itu harus berbentuk kuantitas untuk dapat
di terima atau di tolak. Hipotesis statistic akan di terima jika hasil pengujian membenarkan
pernyataannya dan akan di tolak jika terjadi penyangkalan dari pernyataannya.
Pengujian Hipotesis adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan tujuan memutuskan
apakah menerima atau menolak hipotesis itu. Dalam pengujian hipotesis, keputusan yang di buat
mengandung ketidakpastian, artinya keputusan bias benar atau salah, sehingga menimbulkan risiko.
Besar kecilnya risiko dinyatakan dalam bentuk probabilitas. Pengujian hipotesis merupakan bagian
terpenting dari statistic inferensi (statistic induktif), karena berdasarkan pengujian tersebut,
pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan sebagai dasar penelitian lebih lanjut dapat
terselesaikan.
Hipotesis penelitian adalah hipotesis kerja (Hipotesis Alternatif Ha atau H1) yaitu hipotesis
yang dirumuskan untuk menjawab permasalahan dengan menggunakan teori-teori yang ada
hubungannya (relevan) dengan masalah penelitian dan belum berdasarkan fakta serta dukungan data
yang nyata dilapangan. Hipotesis alternatif (Ha) dirumuskan dengan kalimat positif. Hipotesis nol
adalah pernyataan tidak adanya hubungan, pengaruh, atau perbedaan antara parameter dengan
statistik. Hipotesis Nol (Ho) dirumuskan dengan kalimat negatif). Nilai Hipotesis Nol (Ho) harus
menyatakan dengan pasti nilai parameter.
Hipotesis adalah pernyataan tentang sesuatu yang perlu dibuktikan atau diuji kebenarannya
(Kuswadi, 2004). Asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu
yang sering dituntut untuk melakukan penegcekkannya. Jika asumsi atau dugaan itu dikhususkan
mengenai populasi, maka hipotesis tersebut merupakan hipotesis statistik. Setiap hipotesis bisa
benar atau tidakbenar dan karenanya perlu diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau
ditolak. Langkah atau prosedur untuk menentukan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak
disebut dengan pengujian hipotesis. Telah kita ketahui bahwa suatu penduga pada umumnya tidaklah
harus sama dengan nilai parameter yang sebenarnya.
Misalnya, distribusi probabilita yang merupakan model bagi distribusi X, katakanlah hasil
penstensilan kertas koran dalam n percobaan penstensilan demikian dinyatakan sebagai :

Parameter p diatas merupakan probabilita kerusakan pada setiap penstensilan sedemikian itu
dan dapat merupakan suatu asumsi yang memiliki karakteristik hipotesis statistik karena p = ¼
merupakan parameter fungsi frekuensi vareiable random p.
Andaikan kita meragukan hipotesis diatas, maka kita dapat mengujinya secara statistik pula
jika sekali lagi jika datanya dapat dukumpulkan dan dianalisa dalam cara yang memenuhi ketentuan
asas-asas statistik. Pengujian hipotesis diatas dianggap sebagai suatu prosedur guna menentukan
apakah hipotesis diatas sebaiknya diterima atau ditolak andaikan keraguan kita mengenai p = ¼ di
atas disebabkan oleh adanya kemungkinan p = ½ meskipun kita yakin bahwa kemungkinan p = ¼
lebih besar dari pada p = ½ . maka, hipotesis yang akan kita uji dapat dinyatakan sebagai berikut.
H0 : p = ¼ dan H1 : p ≠¼
H0 merupakan hipotesis nol dan merupakan hipotesis yang akan diuji danyang nantinya akan
diterima atau ditolak tergantung pada hasil eksperimen atau pemilihan sampelnya. H1 merupakan
hipotesis alternatif atau hipotesis tandingan. Pengujian diatas membutuhkan observasi atau hasil
pemilihan sampel yang bersifat random tentang frekuensi kerusakan X/n hasil penstensilan itu
sendiri. Observasi pemilihan sampel sedemikian itu dapat dilakukan secara berulang-ulang kali atau
sekali saja.atas dasar nilai statistik sampel, keputusan diambil untuk menentukan apakah H0 tersebut
sebaiknya diterima atau ditolak. Jika H0 diterima, maka sama artinya dengan H1 ditolak dan
sebaliknya jika H0 ditolak maka H1 diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Hal. 114-115.

Anda mungkin juga menyukai