Anda di halaman 1dari 10

Kisah Sukses Hendy Setiono ( Pemilik

Kebab Turki Baba Rafi )


Inspirasi bisnis memang bisa datang dari mana saja termasuk kisah asal mula seorang
pengusaha Baba Rafi ini.

Hendy Setiono. Meninggalkan bangku kuliah untuk memulai usaha kecil-kecilan tidak
banyak dilakukan kaum muda. Butuh keberanian dan perhitungan yang matang dalam
melakukan hal tersebut. Namun, inilah jalan yang dilakukan oleh seorang Hendy Setiono. Ia
sempat mengenyam ilmu di Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh
Nopember di Surabaya. Kuliah ditinggalkan karena waktu itu ia melihat prospek akan bisnis
makanan Timur Tengah, yakni kebab. "Saya sangat hobi untuk berwisata kuliner, termasuk
wisata kuliner untuk makanan yang bernama kebab ini. Kebetulan beberapa waktu silam,
saya mendapat kesempatan untuk jalan-jalan ke Qatar. Di sana banyak sekali penjual yang
menjual makanan tradisional Turki yang biasa disebut kebab di sepanjang jalan yang saya
lalui. Dari apa yang saya temui dan saya rasakan, setelah saya mencoba mencicipinya di sana,
terbesit ide untuk mencoba memopulerkan makanan ini di Indonesia,"

Kunjungannya ke negara di Timur Tengah tersebut karena sang ayah yang merupakan
operator perusahaan minyak di negara itu. Lantas, makanan itu dibawanya ke Surabaya untuk
dicoba dikembangkan.Ternyata, langkahnya ini tidak mendapatkan dukungan penuh dari
orangtua karena bangku kuliah ia tinggalkan demi menjalankan usaha yang belum tentu
keberhasilannya saat itu. Apalagi, kata Hendy, keluarganya tidak ada yang berlatar belakang
wirausaha atau menjalankan bisnis. "Dukungan finansial untuk modal waktu itu (pun)
terbatas," ujarnya.

Ia pun hanya dapat pinjaman uang dari adiknya sebesar Rp 4 juta untuk memulai bisnis kebab
yang kini dikenal dengan Kebab Turki Baba Rafi. Nama usahanya itu berasal dari nama
depan anaknya, Rafi Darmawan. Adapun kata "baba" yang merupakan bahasa Arab, artinya
ayah. L – Lihat peluang yang ada, E – Evaluasi Peluang itu, T – Tirukan cara yang mungkin
dapat diadopsi, A – Amati caranya dan lakukan, M – Modifikasi cara yang telah dipilih itu

Sewaktu memulai usaha itu, ia sudah berkeluarga. Istrinya pun turut andil dalam usaha
kuliner ini karena bisnis kebab sendiri awalnya merupakan industri rumah tangga. Selain
istrinya, ia pun menggandeng temannya, Hasan Baraja, dalam mendirikan usaha kebab Baba
Rafi. "Beliau merupakan orang yang men-support awal berdirinya Baba Rafi," kata ayah dari
Rafi Darmawan, Refa Audrey Zahira, dan Ready Enterprise ini. Niat dan modal pun tak
cukup menyertai perkembangan usaha Hendy ini. Berbekal pengalaman mengikuti seminar
hingga pertemuan dengan relasi bisnis, ia pun menciptakan moto "LETAM." "L – Lihat
peluang yang ada, E – Evaluasi peluang itu, T – Tirukan cara yang mungkin dapat diadopsi,
A – Amati caranya dan lakukan, M – Modifikasi cara yang telah dipilih itu," ujarnya. Ia
menyebutkan, moto ini sudah muncul sedari awal sebelum usaha dimulai. Dengan semua
bekal itu, tidak lantas ia mudah menjalani peruntungannya di bisnis kebab yang kini
berkembang menjadi sejumlah produk kuliner, yakni roti Maryam Aba-Abi, Piramizza, dan
Ayam Bakar Mas Mono.

Awalnya, bisnis yang dijalankannya bukan langsung berbentuk outlet, melainkan gerobak
dorong berwarna kuning. Dengan gerobak buatan sendiri, ia pun mangkal di daerah Nginden
Semolo, Surabaya. Ia ditemani seorang karyawan. Pahit-manisnya berbisnis pun ia rasakan.
Hendy pun bercerita bagaimana ia berjualan sampai kehujanan, jatuh hingga rotinya
berserakan di jalan. "Kehujanan, jatuh, roti pun langsung klemeran di jalan," kata Hendy.
Tidak hanya sebatas itu, uang hasil penjualannya pun sempat dibawa pergi oleh karyawan
penggantinya. Kesulitan lainnya adalah mengenai masalah pendanaan. Bunga pinjaman
perbankan yang tinggi harus ia terima. Pernah ia diberikan suku bunga kredit untuk modal
kerja hingga 18 persen. Namun, ia memaklumi dengan pemahaman bank tentunya melihat
risiko dalam memberikan modal. Untungnya, bunga tersebut bisa terbayarkan dengan laba
yang ia peroleh.

Buah manis pun akhirnya ia petik dari perjuangannya itu. Seorang Hendy kini bisa menjabat
Presiden Direktur PT Baba Rafi Indonesia (kebab Turki Baba Rafi, Roti Maryam Aba-Abi,
Nasi Goreng Kebab Baba Rafi, dan Chicken Kebab Baba Rafi), PT Piramida Zahira
(Piramizza), dan PT Panen Raya Indonesia (ayam bakar Mas Mono). Bahkan, pria yang tidak
menyelesaikan pendidikan strata satunya ini sampai bisa mendirikan perusahaan di Malaysia
(Baba Rafi Malaysia Sdn Bhd).

Hendy menuturkan, alasannya ia merambah Malaysia karena kulturnya yang masih serumpun
dengan Indonesia. Artinya, selera makanannya pun tidak jauh berbeda. "Jadi, saya melihat ini
ada peluang besar yang bisa saya garap bersama tim saya dan saya berharap juga bisa sukses
seperti di Indonesia," katanya. Apa yang diharapkannya itu berbuah hasil sebuah
penghargaan, yaitu menjadi pemenang dalam Global Leadership Awards 2011 untuk sektor
makanan dan minuman ringan di Malaysia. Penghargaan tersebut hanya satu dari deretan
penghargaan yang ia raih dari menjalankan bisnis sejak tahun 2003. Hanya dua tahun setelah
memulai usaha, ia sudah meraih penghargaan tingkat provinsi, salah satunya ia berhasil
menyabet juara pertama untuk "Entreprenur Business Plan" dari Universitas Petra, Surabaya.
Setelah itu, menyusul penghargaan dari beberapa media nasional hingga Kementerian UKM
dan Koperasi yang mengisi setiap tahunnya.

Penghargaan internasional pun ia dapatkan, salah satunya melalui Asia Pasific


Entrepreneurship Awards 2008 dari Enterprise Asia from Malaysia tahun 2008. Minimal ada
20 penghargaan yang ia dapatkan dari keberhasilan wirausahanya, baik dari dalam maupun
luar negeri. Pencapaiannya itu dapat dilihat dari menjamurnya gerai waralabanya. Kini,
Hendy mempunyai lebih dari 750 outlet, baik di Indonesia maupun di Malaysia, 50 outlet
Roti Maryam Aba-Abi, dan 75 outlet Piramizza di seluruh Indonesia. Restoran Ayam Bakar
Mas Mono-nya pun sudah 20 buah di Jabodetabek. Usaha waralabanya ini pun berdampak
pada kebutuhan tenaga kerja yang terbilang banyak.

Demi efisiensi, ia mendirikan Baba Rafi Academy, yakni lembaga pelatihan untuk memenuhi
kebutuhan pegawai usahanya. Pendidikan ini diberikannya gratis bagi lulusan SMP hingga
SMU yang mau bekerja di usahanya. "Sudah gratis, langsung kerja lagi," terang Hendy.
Bahkan, dengan sembari tertawa, ia pun menyebutkan, "Kalau saya tidak sempat wisuda,
tetapi mewisuda orang." Ini karena bagi lulusan akademi tersebut, ia mengadakan semacam
wisuda kecil-kecilan. Hasilnya, lulusannya lumayan untuk membantu kebutuhan tenaga kerja
hingga 100 orang per bulan. Bekerja sama dengan Magistra Utama, akademi ini telah berada
di delapan kota, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah. Penempatan lulusannya pun di
seluruh Indonesia. Untuk ke depannya, Hendy berharap ia bisa membuka dua outlet dalam
satu hari. Niatannya ini tentu akan membutuhkan banyak pegawai. Sudah tentu usahanya ini
memberikan angin segar bagi para penganggur. Ia pun berniat terus mengembangkan
bisnisnya di bidang kuliner dengan fokus pada pasar domestik.
"Saya memang fokus saya di industri, di mana kami memang pada pengembangan jumlah
jaringan outlet dalam lima tahun ke depan," ucap Hendy. Ia pun ingin ke depannya
menggandeng banyak usaha kecil dan menengah dengan sejumlah lini usahanya. "Manfaatin,
jangan orang luar yang masuk ke sini. Manfaatin resources local," kata Hendy, yang juga
menjabat Wakil Ketua Komite Tetap untuk Pengembangan Wirausaha di Kadin Indonesia.

Medio Mei 2003, Hendy Setiono berkunjung ke Qatar. Dia bermaksud menyambangi

Ayahnya yang bekerja di perusahaan minyak. Saat berjalan-


jalan di pusat kota, Hendy melihat banyak penjual kebab. Kebab adalah makanan khas Timur
Tengah yang dibuat dari daging (sapi, kambing maupun ayam) panggang, diracik dengan
irisan sayuran segar, dan dibumbui mayonaise, lalu digulung dengan lembaran tortila yang
lembut. Di sana, kedai kebab selalu dipenuhi pembeli, layaknya pedagang bakso di tanah air.
Nalurinya sebagai pecinta kuliner seketika tergugah. Dia penasaran untuk mencobanya.

“Ternyata rasanya sangat enak. Di situlah pertama kalinya saya mengenal dan menyukai
kebab. Saya berpikir, sepertinya menarik juga kalau kebab dipasarkan di Indonesia. Apalagi
di Surabaya banyak warga keturunan Arab. Sementara gerai yang menawarkan kebab belum
menjamur. Makanya, selama di Qatar, saya memanfaatkan waktu untuk berburu resep kebab.
Saya mencarinya di kedai kebab yang paling ramai pengunjungnya,” cerita Hendy, saat
ditemui di kantornya di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Hasrat untuk menjual kebab terus mengusik pikiran Hendy. Sesampainya di Surabaya,
keinginannya itu diceritakan kepada Nilamsari, istrinya. Rupanya Nilamsari menyambut baik
gagasannya. Lucunya, Hendy yang mengaku tidak bisa memasak namun doyan makan itu
berusaha merancang dan memodifikasi kebab dengan cita rasa Indonesia. Dia lantas menemui
seorang kenalannya yang memang asli keturunan Arab supaya membuatkan kebab dengan
resep yang sudah dibuatnya sendiri.

Keesokan hari, Hendy meminta para sahabat sebagai pangsa pasar pertama untuk mencicipi
kebab hasil kreasinya. Mereka hanya mencicipi sedikit saja, tidak sampai habis. Alasannya
lidah mereka belum terbiasa dengan jenis makanan seperti itu. Apalagi rasa kapulaga dan
cengkehnya cukup kuat, selain ukurannya terlalu besar. Hendy mencoba lagi membuat kebab
dengan racikan yang berbeda dari hari sebelumnya. Respon para sahabatnya belum berubah,
sama seperti kemarin. Hendy tak henti-hentinya bereksperimen
hingga akhirnya seorang sahabatnya berkata, “Ini baru enak…”

“Kendala lainnya, ketika itu saya tidak punya uang tabungan untuk membuat gerobak. Minta
ke orang tua nggak berani. Saya terus putar otak gimana caranya agar punya duit. Akhirnya
saya memberanikan diri pinjam ke teman dekat dan kerabat. Terkumpulah duit 4 juta,”
kenangnya.

Pada September 2003, Hendy mulai berjualan kebab di salah satu pojok Jalan Nginden
Semolo, Surabaya. Lokasinya tak jauh dari tempat tinggalnya. Ia menggunakan gerobak
dorong warna kuning untuk menjajakan roti burger ala Timur Tengah itu. Supaya menarik,
produknya diberi nama “Kebab Turki Baba Rafi”. Dalam bahasa Arab, Baba artinya ayah,
sementara ’Rafi’ diambil dari nama anak sulungnya. Baba Rafi berarti Ayah Rafi.
Sebenarnya, kebab banyak beredar di Qatar dan negara Timur Tengah lainnya. Namun, kata
Hendy, kebab paling enak dari Istambul, Turki. Karena itu, dia menggunakan trade mark
Turki untuk menarik calon pelanggan.

Hari pertama jualan, yang beli bisa dihitung dengan jari tangan. Mungkin orang-orang masih
merasa asing dengan barang dagangannya. Hari kedua dan ketiga keadaannya sama, tetap
sepi pembeli. Anehnya, pada hari berikutnya, Hendy berani mempekerjakan seorang
karyawan. Karyawan itu yang menunggui gerobaknya ketika Hendy dan istrinya kuliah.
Selang beberapa hari, karyawannya sakit dan tidak mau bekerja lagi. Terpaksa Hendy
menjajakan sendiri dagangannya. Nahas, saat itu hujan deras. Ia baru dapat uang Rp 30 ribu.
Padahal modalnya Rp 50 ribu.

“Saya bukannya untung, malah buntung,” tuturnya seraya menghempaskan napas.

Berbagai inovasi terus dilakukan Hendy. Rasa kebabnya sudah mulai stabil. Hari demi hari
jumlah pembelinya mulai bertambah. Hendy memiliki karyawan baru lagi. Celakanya, suatu
ketika uang hasil dagangan yang tak seberapa dibawa kabur karyawannya itu. Hendy hanya
bisa mengelus dada. Sang istri mencoba menghiburnya. Nilamsari meyakinkan agar usahanya
jangan sampai berhenti di tengah jalan. Semangat Hendy kembali berkobar. Batinnya
menegaskan, dagang kebab harus jalan terus.

Pilihan Investasi
Pilihan Hendy berwirausaha sudah mantap. Bahkan, ia nekat berhenti kuliah saat masih
semester empat. Orang tuanya mencak-mencak. Ayah dan ibunya berharap, anak sulung dari
dua bersaudara ini setelah lulus kuliah bisa bekerja di perusahaan asing. Minimal menjadi
pegawai negeri sipil. Namun, Hendy tak mau jadi pekerja kantoran. Ia berusaha meyakinkan
orang tuanya bahwa tanpa gelar akademis pun bisa hidup dan menghidupi istrinya. Dia
menyebut beberapa orang sukses tanpa gelar yang menjadi idolanya, seperti Bill Gates, Bob
Sadino dan Purdie E. Chandra.

Rupanya, sang istri ikut-ikutan drop out dari kampusnya. Nilamsari total membantu usaha
suaminya. Pasangan muda suami istri itu semakin menekuni jualan kebab. Saat itu, hambatan
yang dihadapi Hendy dari aspek marketing (pemasaran) dan supply bahan baku yang masih
tergolong agak susah didapatkan. Untunglah, dia punya beberapa rekan yang mau
membantunya.

“Itulah enaknya punya banyak teman. Saat saya susah, mereka bisa bantu. Makanya, Islam
mengajarkan agar kita sering bersilaturahim,” cetusnya, mengingatkan.

Kesabaran dan kerja keras Hendy mulai menampakkan titik terang. Lambat-laun
dagangannya yang mengusung konsep take away mampu menggaet

para pelanggan. Menu-menu variatif nan lezat menggoda


lidah seperti Syawarma, Kebab isi sosis istimewa, Kebab Gila, Yummy Burger, dan aneka
variasi Canai, banyak diminati pembeli. Alhasil, nama Kebab Turki Baba Rafi (KTBR) mulai
dikenal di Kota Pahlawan. Omzetnya terus menanjak, dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah
per bulan.

“Setahun pertama, saya mendapat penghasilan bersih Rp. 20 juta. Wah, rasanya sudah seneng
banget. Aset yang pertama saya beli Yamaha Mio. Kemana-mana saya pakai motor itu,”
cerita Hendy, wajahnya sumringah.

Hendy yang gemar membaca buku-buku bisnis dan rajin mengikuti berbagai seminar
entrepreneurship, melompat ke jalur cepat. Tahun 2004, dia menawarkan KTBR sebagai
makanan cepat saji (fast food) melalui produk andalan kebab dengan sistem franchise
(waralaba) dalam operasionalnya. Tanpa disangka, tawarannya disambut pengusaha Surabaya
dan kota-kota lain. Nama Hendy pun kian ramai diperbicangkan, berbarengan dengan
berkibarnya bendera KTBR yang berada di bawah manajemen PT. Baba Rafi Indonesia.
Hendy menjelaskan, ada beberapa pilihan investasi yang ditawarkan KTBR, yakni tipe
gerobak, tipe booth, tipe indoor, dan tipe kafe. Adapun investasi awal yang dibutuhkan untuk
franchise KTBR sangat terjangkau. Hal ini jika diperhitungkan dengan kemudahan dan
keuntungan yang akan diperoleh franchise (orang yang membeli hak waralaba KTBR) selama
menjalin kerja sama. Selain itu, ada jenis investasi yang disebut SMAP, dimana
pengelolaannya dilakukan oleh franchisor. Maksudnya, untuk mendukung kesuksesan
franchise, berbagai support dari franchisor telah disiapkan secara matang.

“Saya memiliki tim manajemen yang solid dengan struktur pembagian kerja yang rapi dan
terarah. Sebagian besar tim manajemen adalah orang-orang muda yang berpengalaman
dengan ide-ide kreatif dan motivasi yang luar biasa. Semuanya siap mengantarkan
kesuksesan franchise,” tegas Hendy dengan nada promosi.

Apalagi, lanjut Hendy, untuk mengeksiskan usahanya, pihaknya

memberlakukan strategi pemasaran yang


terencana. Misalkan promosi secara nasional yang secara berkala dan terprogram digelar oleh
franchisor. Iklan di media cetak dan media elektronik dilakukan dengan target end user demi
meningkatkan penjualan di outlet serta menjaring franchise baru. Selain itu, sebuah line
telepon khusus disediakan untuk membantu dan menjawab segala masukan, keluhan,
pertanyaan atau saran serta menyelesaikannya dengan mengedepankan prinsip solutif dan
pendekatan personal. Sementara untuk internal, franchisor menerbitkan Buletin Kebab-Ku.

“Terpenting lagi soal kualitas. Kualitas adalah segalanya. Saya telah menyiapkan tim khusus
untuk quality control. Tugas rutinnya selalu memantau kondisi outlet supaya sesuai dengan
standar pelayanan, penyajian dan kebersihan dari KTBR. Tim ini juga akan membantu
mengidentifikasi dan memecahkan masalah bersama franchise di suatu outlet. Selain itu,
franchise dipermudah dengan adanya software yang dapat meminimalisir resiko seperti loss
bahan baku dan lain sebagainya,” paparnya, bersemangat.

Strategi Ekspansi

Keberhasilan membumikan nama KTBR dari Aceh hingga Ambon, tak membuat Hendy
berpuas diri. Hendy lebih suka memakai uangnya untuk melebarkan sayap bisnis. Ekspansi
terus dilakukan dengan menggelar jurus diversifikasi produk. Awal tahun 2008, dia
mengakuisisi produsen roti cane, Roti Maryam Aba Abi. Alasannya, gerai makanan roti khas
Arab itu dianggap terseok-seok dalam perjalanan bisnisnya.

“Saya ambil alih 100% untuk dibenahi, biar berkembang. Artinya, tak ada lagi sisa saham
milik pendiri di jaringan gerai Roti Maryam. Berapa nilai take-overnya, itu rahasia. Yang
jelas, benang merah antara Roti Maryam dan Kebab Turki sama-sama makanan khas Timur
Tengah. Inilah bukti bahwa saya ingin konsentrasi dalam bisnis makanan,” Hendy memberi
alasan.

Hendy menambahkan, pola ekspansi dengan membeli jaringan yang sudah ada jauh lebih
efektif dibandingkan membangun bisnis serupa dari awal. Segmen pasarnya sudah terbentuk
dan model franchise jaringannya juga sudah terbangun. Hendy tinggal membenahi sisi
manajemennya saja yang lemah. Umpamanya menambahkan sumber daya baru yang
berpendidikan strata satu. Selain itu, inovasi makanan yang disajikan dan memberikan
penampilan gerai yang berbeda, wajib dilakukan.

Sebelum mengambil alih Roti Maryam Aba Abi, Hendy sebenarnya sudah memiliki gerai
model franchise (business opportunity/BO) bernama Coffee Toffee. Namun bedanya dengan
Roti Maryam, Coffee Toffee dibangun lebih dulu oleh rekannya, Odi Anindio, pada tahun
2006.

“Saya kemudian ikut membantu dalam pengembangan usaha model franchise-nya mengacu
pada sukses KTBR. Gerai Coffee Toffee menawarkan blended coffee secara take away. Jadi,
pembeli hanya tinggal pesan kopi, lalu membawanya pergi, tak perlu diminum di situ. Harga
satu cup-nya bervariasi mulai dari Rp 5.000 sampai Rp 10.000,” beber Hendy.

Manajemen Bisnis

Hingga saat ini, PT. Baba Rafi Indonesia mengelola 470 outlet KTBR, 40 outlet Roti
Maryam Aba Abi dan lebih dari 30 outlet Piramiza yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kantor pusatnya berada di Surabaya dan Jakarta. Omzet perbulannya kurang lebih 4 milyar.
Adapun jumlah karyawan yang bekerja –umumnya bergelar sarjana—mencapai 700 orang,
termasuk 200 orang sebagai manajemen inti. Hendy menyebut mereka sebagai SDM-SDM
yang mempunyai beragam talenta dan kreativitas tinggi.

Kepiawaian Hendy dalam mengelola semua itu tentunya tidak lepas dari prinsip dan kiat
manajemen bisnisnya. Remaja murah senyum itu merumuskannya dengan motto LATEM
(kebalikan dari METAL) dan PISS. Berikut ini arti LATEM. L – Lihat peluang yang ada. A –
Amati caranya dan lakukan. T – Tirukan cara yang mungkin dapat diadopsi. E – Evaluasi
peluang itu. M – Modifikasi cara yang telah dipilih itu. PISS adalah Positive thinking,
Ikhtiar, Sedekah, dan Sukses.

“Kalau orang selalu berfikir positif, maka tindakannya cenderung positif pula. Nah, seseorang
yang bakal sukses, harus memiliki positive thinking. Modal ini sangat diperlukan agar selalu
bisa menyikapi segala rintangan sebagai suatu pijakan yang menunjukkan bahwa kesuksesan
telah semakin dekat. Langkah berikutnya wajib ikhtiar, tanpa mengenal kata lelah. Artinya,
gagal bukan berarti terus berhenti. Tetapi tetap berusaha terus supaya bisa bangkit,” tukas
pria bertubuh tambun itu.
Jika usaha seseorang sudah mulai bangkit, lanjut Hendy, maka jangan lupa untuk sedekah.
Hendy menceritakan, dulu dirinya mencari uang yang paling kecil nominalnya yang ada
didompetnya untuk disedekahkan. Kini, justru dia mencari uang yang paling besar
nominalnya untuk disedekahkan. Dia percaya, semakin sering bersedekah, maka akan
semakin banyak pula rezekinya.

“Misalkan bulan ini bisnis saya sedang lesu. Langsung saya ’hajar’ dengan sedekah.
Biasanya, nggak lama kemudian, omzet bisnis saya melonjak drastis. Jadi, kalau orang sudah
positive thinking, ikhtar dan sedekah, maka tinggal menunggu hasil akhirnya, yakni sukses.
Itulah yang saya maksud PISS,” tegasnya seraya melempar senyum.

Kini Hendy bisa disebut sebagai Raja Kebab Indonesia yang berhasil mengangkat PT. Baba
Rafi Indonesia sebagai salah satu perusahaan franchise terbaik dan franchise makanan cepat
saji (fast food) ala Timur Tengah terdepan di Indonesia. Perlu diketahui, KTBR sudah
tercatat sebagai anggota Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) dan telah diakui oleh
Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) sebagai franchise yang sangat berpotensi
dan layak dikembangkan.

Di Malaysia, secara resmi PT. Baba Rafi Indonesia sudah terdaftar sebagai anggota
Malaysian Franchise Association. Itulah satu dari sekian alasan mengapa KTBR dalam waktu
dekat akan membuka 25 gerai di negara tetangga itu. Hendy mencatat, hingga saat ini telah
banyak negara yang mengajukan diri untuk menjadi franchise KTBR. Antara lain dari
Thailand, Vietnam, Singapura, Burma, India, Kamboja, Trinidad dan Tobago. Dia lantas
mengibaratkan perjalanan bisnisnya dengan dua istilah UKM yang berbeda. Dulu UKM yang
diplesetkan jadi usaha kecil melarat, sementara sekarang UKM yang diartikan usaha kecil
miliaran.

“Tak bisa dipungkiri, ini merupakan sebuah kebanggaan. Sebagai franchise yang 100%
berasal dari Indonesia, akhirnya dapat menembus pasar internasional. Visi KTBR 2010
adalah siap merajai bisnis makanan cepat saji ala Timur Tengah di Asia Tenggara. Jujur saja,
saya tidak akan pernah merasa puas dengan bisnis ini. Karena bagi seorang entrepreneur,
kepuasan sesungguhnya awal dari kehancuran. Semakin cepat seorang entrepreneur
merasakan puas, maka semakin dekat dan semakin cepat pula kehancuran usahanya,” cetus
pria yang lihai berbahasa Inggris, menutup perbincangan. (tulisan ini dimuat di Majalah
SYABAKAH edisi Agustus 2009)

Sebelum memulai usaha sendiri, ada tiga tahap yang harus disiapkan. Selain perencanaan matang,
produk yang dijajakan sebaiknya berbeda dan punya keunggulan sendiri. Faktor pembeda itu bisa
jadi kekuatan dalam menjalankan usaha.

Isi kantong bukanlah faktor utama untuk menegakkan dan membesarkan usaha sendiri. Pernyataan
ini mungkin terdengar klise, tapi sudah banyak pengusaha di negeri ini yang membuktikannya. Salah
satunya adalah Hendy Setiono, Presiden Direktur PT Baba Rafi Indonesia.

Hanya bermodalkan uang Rp 4 juta, dia merintis usaha makanan bertajuk Kebab Turki Baba Rafi
pada September 2003. Bermula dari sebuah gerobak dagangan di kota Surabaya, dalam kurun
hampir 10 tahun usaha tersebut sudah berkembang pesat. Kini, Baba Rafi memiliki lebih dari 1.000
gerai di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, sejak tahun lalu, gerainya sudah menyebar ke negara
Malaysia dan Filipina.
Tak hanya Baba Rafi, Hendy juga sudah mendirikan beberapa perusahaan lain: PT Piramida Zahira
dan PT Panen Raya Indonesia. Kesuksesan mengembangkan usaha sendiri membuat pria kelahiran
tahun 1983 ini banyak diganjar penghargaan sebagai wirausahawan andal di Indonesia.

Apa saja kunci kesuksesan penyandang gelar Ernst & Young Entrepreneur Of The Year “Special
Award Entrepreneurial Spirit tahun 2009 ini dalam mengembangkan usahanya? Berikut petikan
singkat wawancaranya.

KONTAN: Apa yang harus dilakukan seorang wirausaha ketika akan memulai usaha?

HENDY: Dalam memulai sebuah usaha, ada tiga tahapan yang harus dilakukan. Pertama, memiliki
perencanaan yang matang. Berdasarkan pengalaman saya, menjalankan usaha tanpa perencanaan
matang sulit untuk berhasil. Ibarat pergi ke medan perang, tetapi tidak tahu siapa saja lawan yang
akan dibidik.

Dalam tahap pertama ini, ada beberapa rencana yang harus disusun. Mulai dari jenis produk yang
akan dipasarkan dan target market: apakah kelas atas, menengah, atau bawah? Dengan mengetahui
target market juga akan memudahkan menyusun perencanaan pemasaran.

Kedua, menyiapkan produk yang andal. Misalnya untuk produk makanan, maka tak cukup hanya
dengan mengandalkan rasa yang enak. Produk tersebut juga harus memiliki ciri khas sendiri atau
pembeda, sehingga ada nilai lebih yang bisa ditonjolkan dengan produk sejenis.

Faktor pembeda ini juga bisa didorong menjadi keunggulan ketika berjualan. Bahkan, ketika bersaing
dengan produk yang menjadi pionir sekali pun. Walaupun saya bukan pionir, tetapi gerai saya
sekarang sudah lebih banyak. Sekarang gerai Baba Rafi sudah ada lebih dari 1.000 gerai, baik yang
saya kelola sendiri, waralaba, dan juga dengan investor strategis berdasarkan sistem syariah.

KONTAN: Faktor pembeda seperti apa yang bisa dijadikan unggulan?

HENDY: Misalnya, untuk usaha Ayam Bakar Mas Mono yang saya punya. Sebetulnya ini adalah
rumah makan tradisional. Nah, agar tidak terkesan warung, saya pilihkan lokasi yang baik dan bikin
desain yang modern. Tujuannya agar konsumen yang datang merasa lebih nyaman.

Contoh lain adalah gerai Baba Rafi, karena konsepnya adalah take away, maka outlet yang didirikan
tidak perlu besar. Jadi, bisa ditempatkan di mana saja yang terdapat potensi pasar atau keramaian.
Selain itu, dari sisi tenaga kerja juga tidak perlu banyak, cukup satu orang, sehingga bisa lebih hemat.
Dengan mengetahui nilai tambah atau kelebihan produk itu, maka kita tahu kekuatan dari produk itu
sendiri.

Misalnya saja konsep yang dilakukan oleh Starbuck. Selain menjual kopi yang enak, mereka juga
menjual gengsi dan gaya hidup kepada konsumennya. Saya juga banyak belajar dari konsep tersebut.
KONTAN: Bagaimana menentukan waktu yang tepat dalam berusaha?

HENDY: Untuk memunculkan inovasi maupun produk baru, sebaiknya memang mempertimbangkan
waktu peluncuran. Karena momen yang pas bisa ikut menentukan laku atau tidaknya sebuah
produk. Selain itu, waktu peluncuran bisa jadi alat marketing yang baik.

Misalnya, ada sebuah teknologi canggih yang diluncurkan tetapi peluncurannya lebih cepat,
akibatnya pasar belum familiar dengan produk tersebut. Jadi, sebelum memasarkan secara massal,
sebaiknya pelaku usaha melakukan tes market terlebih dahulu. Tes itu bisa dilakukan sambil
memasarkan produk pertama yang sudah laku di pasar.

Jadi, bisa sambil jalan. Kalau hasilnya kurang bagus, bisa di evaluasi dan dibenahi lagi. Adapun jika
produknya tepat, sebaiknya dikembangkan lagi sehingga tercipta nilai tambah.

KONTAN: Apa tahap ketiga untuk memulai usaha?

HENDY: Tahapan ketiga ini terkait dengan membentuk tim manajemen sesuai dengan skala bisnis
yang dijalankan. Seperti membentuk divisi logistik, pemasaran dan operasional untuk mengurusi
outlet. Kalau perlu bikin divisi internal support. Tidak perlu banyak-banyak. Sediakan satu orang yang
berwenang dan yang lainnya merangkap jabatan, sehingga saat bisnis bertumbuh tinggal menambah
orang pada tim itu dan skalanya disesuaikan dengan perkembangan bisnisnya.

Yang membentuk tim manajemen ini sangat penting peranannya. Karena melalui tim ini usaha bisa
bertumbuh. Saya pernah tanya ke pengusaha di Tanah Abang. Mereka ingin berkembang tetapi tidak
terstruktur dan tidak memiliki financial literacy, jadi itu sulit untuk menumbuhkan bisnisnya karena
fondasinya tidak rapi.

KONTAN: Mengapa peran manajemen penting?

HENDY: Memiliki tim manajemen menjadi pembeda, mana seorang entrepreneur dan mana seorang
pedagang. Jika orang yang berdagang, segala sesuatunya diurus sendiri. Mulai dari beli bahan baku,
memasak atau mengolah, hingga pemasaran. Adapun seorang entrepreneur, proses yang dijalankan
sama, tetapi setiap proses pengerjaannya itu didelegasikan kepada yang lain.

Ada dua risiko menjadi entrepreneur. Jika menciptakan produk yang terlalu unik bisa direspons luar
biasa, atau bahkan tidak diterima sama sekali. Kalau tidak diterima pasar, harus dievaluasi dan
dikonsep ulang. Bisa jadi karena lokasinya tidak cocok atau mungkin timing-nya kurang pas. Â Â Â Â
Â

Anda mungkin juga menyukai