Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN
Infeksi pada neonates sering terjadi dan menjadi penyebab tersering morbiditas dan

mortalitas.1 Menurut Konference international pediatric sepsis 2005 , sepsis neonatal

didefinisikan sebagai sindrom respon inflmasi sistemik terhadap kecurigaan ataupun bukti

fokus infeksi pada neonatus. Infeksi bisa disebabkan oleh bakteri, virus , jamur.Sepsis neonatus

mencakup berbagai variasi infeksi sistemik bayi baru lahir seperti septicemia, meningitis,

pneumonia, arthritis , osteomyelitis dan lain lain.2

Sepsis bertanggung jawab terhadap 30-50% kematian total neonatus di negara

berkembang. Insiden sepsis neonatorum bervariasi dari 9 kasus per 1000 kelahiran hidup tapi

lebih tinggi kejadiannya pada BBLR. Sepsis merupakan penyebab kematian penting pada

mortalitas neonatum. WHO memperkirakan hampir 5 juta neonatus meninngal pertahun

dimnan 98% terjadi pada negara berkembang. 3,4,5

Banyak agen penyebab yang menginfeksi bayi baru lahir di utero, intra dan post-

partum. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa.2

1
BAB 2
DAFTRA PUSTAKA

2.1 Definisi Sepsis Neonatorum


Infeksi pada neonatus sering terjadi dan menjadi penyebab tersering morbiditas dan

mortalitas.1 Menurut Konference international pediatric sepsis 2005, sepsis neonatal

didefinisikan sebagai sindrom respon inflmasi sistemik terhadap kecurigaan ataupun bukti

fokus infeksi pada neonatus. Infeksi bisa disebabkan oleh bakteri, virus , jamur. Sepsis

neonatus mencakup berbagai variasi infeksi sistemik bayi baru lahir seperti septicemia,

meningitis, pneumonia, arthritis, osteomyelitis dan lain lain.2

2.2 Epidemiologi Sepsis Neonatorum


Sepsis bertanggung jawab terhadap 30-50% kematian total neonatus di negara

berkembang. Insiden sepsis neonatorum bervariasi dari 9 kasus per 1000 kelahiran hidup tapi

lebih tinggi kejadiannya pada BBLR. Sepsis merupakan penyebab kematian penting pada

mortalitas neonatum. WHO memperkirakan hampir 5 juta neonatus meninngal pertahun

dimnan 98% terjadi pada negara berkembang. 3,4,5

Insiden sepsis neonatus akibat bakteri adalah 1-4 per 1000 kelahiran hidup di negara

berkembang, dengan variasi dari waktu ke waktu dan geografis. Studi menyatakan BBL laki-

laki aterm memiliki insiden yang lebih tinggi dibandingkan BBL perempuan. Kejadian sepsis

neonatus meningkat secara signifikan pada BBLR yang memiliki riwayat ibu korioamionitis,

defek imunitas kongenital, mutasi genetik sistim imun, asplenia, galaktosemia (E. Coli).1

Insiden meningitis adalah 0,2-0,4 per 1000 kelahiran hidup BBL dan meningkat pada

bayi prematur. Meningitis bakterial bisa terjadi akibat sepsis neonatus atau akibat infeksi

lokal.1

2
2.3 Klasifikasi Sepsis Neonatorum
Awalnya klasivikasi ini dibagi berdasarkan waktu terjadinya infeksi apakah sebelum

atau sesudah 1 minggu kehidupan. Akan lebih berguna jika pengklasifikasian berdasarkan

patogensis peripartum. Early onset sepsis (EOS) didapat saat sebelum dan selama persalinan

(transmisi ibu dan anak secara vertikal). Late onset Sepsis berkembang setelah persalinan

akibat organisme di rumah sakit atau komunitas. Waktu onset bergantung pada jumlah

eksposure dan virulensi dari organisme yang menginfeksi. Very late onset sepsis (onset setelah

1 bulan kehidupan) bisa terjadi terutama pada bayi preterm BBLSR atau bayi aterm yang

membutuhkan perawatan intensive care.1

Tabel 1.1 Klasifikasi Sepsis Neonatorum.1

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Sepsis Neonatus dan Fetus


Banyak agen penyebab infeksi BBL, baik yang terjadi di intrauterin, intrapartum dan

post-partum. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa. Infeksi

intrauterin melalui plasenta secara signifikan disebabkan oleh sifilis, rubella, citomegalovirus

(CMV), toksoplasmosis, parvovirus B19 dan Varicella. Meskipun HSV, HIV, Hepatitis B virus,

Hepatitis C virus dan tuberkulosis bisa menginfeksi melalui plasenta namun jalur infeksi

tersering mereka adalah selama persalinan melewati jalan lahir yang terinfeksi, selama post

partum, atau kontak dengan ibu atau pengasuh yang terinfeksi atau ASI ibu yang terinfeksi

HIV. 1

3
Berbagai macam organ yang berada di saluran kencing maupun saluran cerna bisa

menyebabkan infeksi intrapartum dan postpartum. Penyebab bakteri tersering adalah Grup B

Streptococus (GBS), organisme enterococus, gonorrhea, dan Clamidya. Virus tersering adalah

CMV, HSV. Enterovirus, dan HIV. 1

Agen yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah stafilokokus gram

negati, Basil gram negatif (E.coli, Kleibseila pneumoniae, Salmonella, Enterobacter,

Citrobacter, Pseudomonas AerogEOSa, Serratia), enterococi, S aureous, Candida.. 1

Kongenital pneumonia dapat disebabkan oleh CMV, virus Rubella, T.Paliidum.

Mikroorganisme penyebab pneumonia yang didapat selama persalinan termasuk GBS, bakteri

enterik gram negatif, listeria monocytogenes, genital mycoplasma, clamydia trachomatis,

CMV, HSV dan candida. Bakteri yang bertanggung jawab terhadap pneumonia nosokomial

adalah spesies stapylococal dan lain-lain. 1

Bakteri terbanyak penyebab meningitis neonatus adalah GBS, E.coli dan L.

Monocytogenes, S. pneumoniae, other streptococci, non-typable Haemophilus infl uenzae,

Stafilokokus koagulase dan non-koagulase, Klebsiella,Enterobacter, Pseudomonas, T.

pallidum, and Mycobacterium tuberculosis .1

4
Tabel 1.2 Penyebab non-bakterial infeksi neonatus sitemik. 1

5
Tabel 1.3 Penyebab bakteri infeksi neonatus sitemik. 1

6
Tabel 1.4 Agen penyebab pneumonia neonatal. 1
Diantara faktor resiko yang berhubungan dengan (EOS), durasi kehamilan dan a infeksi

saluran kemih ibu merupakan faktor resiko tersering. Pada pasien EOS neonatal yang akibat

bakteri paling banyak oleh infeksi berasal dari ketuban pecah dini yang akan menginfeksi

cairan amnion dan memicu persalinan preterm. Infeksi intramanion bisa mempengaruhi

jaringan ibu seperti desidua dan miometrium dan juga jaringan fetus seperti amnion dan

membran korionik (chorioamnionitis), cairan amnion (amnionitis), tali pusat (funisistis) dan

plasenta (vilitis). Mikroorganisme bisa masuk ke ruang amnion melalui pembuluh darah

plasenta, saat prosedur invasif selama kehamilan dan melalui jalur asending.3 Faktor resiko

sepsis neonatus dapat dibagi menjadi faktor maternal, faktor host neonatal,dan virulensi

organisme (tabel 1.5).7

7
Tabel 1.5 Faktor Resiko Sepsis Neonatus. 6
2.5 Patogenesis Sepsis neonatorum
2.5.1 Patogenesis infeksi intrauterine
Infeksi intrauterine disebabkan oleh infeksi maternal oleh berbagai agen

(cytomegalovirus, treponemapallidum, toksoplasmagondii, rubella virus, virus varicella,

parvovirus B19) baik bergejala maupun tidak. Infeksi intrauterine juga terjadi akibat transmisi

hematogen transplacental. Penyebaran secara transplasental dapat terjadi diselama umur

gestasi berapa saja. Tanda dan gejala infeksi bisa muncul saat lahir atau terjadi sebulan atau

setahun kemudian. Bentuk infeksi pada neonatus dapat early spontaneous abortion,

malformasi kongenital, gangguan pertumbuhan intrauterin, kelahiran prematur, penyakit pada

8
periode neonatus baik segera maupun tertunda atau dapat berupa infeksi persistent yang

asimptomatik dengan sekuele pada akhir kehidupan. Pada beberapa kasus tidak menimbulkan

efek terhadap bayi baru lahir.1

Masa terjadi infeksi selama masa kehamilan mempengaruhi defek. Infeksi pada tri-

semester pertama bisa mengubah proses embriogenesis, yang menghasilkan malformasi

kongenital (congenital rubella). Infeksi pada trisemester ke-tiga menghasilkan infeksi aktif

pada saat persalinan (toxoplasmosis, syphilis). Infeksi yang terjadi pada masa gestasi akhir

menyebabkan gejala klinis muncul terlambat (syphilis). Infeksi maternal merupakan syarat

yang penting untuk terjadinya infeksi transplacental.1

Gambar 1.1 Patogenesis infeksi hematogen transplacental. 1

9
2.5.2 Patogenesis infeksi bakteri asending

Pada kebanyakan kasus, fetus atau neonates tidak terpapar oleh bakteri patogen dari

luar sampai terjadi pecahnya ketuban atau neonatus melewati jalan lahir dan atau memasuki

lingkungan ekstrauterine. Jalan lahir manusia memiliki bakteri aerobik dan anaerobik yang bisa

naik ke amnion, menginfeksi dan ber-kolonisasi pada neonatus.Transmisi vertikal agen

bakterial terhadap cairan amnion dan atau kanalis vaginalis bisa terjadi didalam uterus atau

lebih sering selama persalinan. 1

Gambar 1.2 Jalur asending infeksi intrapartum. 1

Korioamnionitis terjadi akibat rupturnya membran korionamniotik secara lama. Infeksi

amnion bisa terjadi pada membran amnion yang utuh dengan robekan membran yang relatif

singkat. Korioamnionitis diarahkan kepada suatu sindrom klinis infeksi intrauterin, termasuk

ibu yang demam dengan atau tidak adanya tanda-tanda lokal atau sistemik dari korioamnionitis

(nyeri uterin, cairan vagina atau amnion yang bau busuk, leukositosis maternal, dan atau

10
takikardi fetus). Korioamnionitis juga bisa bersifat asimptomatis, diagnosa hanya dengan

analisis cairan amnion atau jaringan plasenta. Kejadian korioamnionitis berbanding terbalik

dengan umur gestasi saat lahir dan secara langsung berhubungan dengan pecah ketuban. Pecah

ketuban yang lebih dari 24 jam, secara histologi terbukti ditemukanya proses inflmaasi pada

amnion.1

Gambar 1.3 Hubungan umur kehamilan dengan temuan koriomnionitis secara histologis. 1

2.5.3 Patogenesis Late Onset Sepsis

Setelah lahir neonatus terpapar oleh agen infeksius di bangsal atau di komunitas. Infeksi

post-natal bisa ditularkan secara langsung oleh petugas kesehatan, orang tua, keluarga, dari air

susu ibu (HIV,CMV) atau dari benda tak hidup seperti peralatan yang terkontaminasi.

Penyebab tersering dari infeksi post-natal adalah kontaminasi tangan petugas.1

2.6 Gejala Klinis

11
Infeksi agen penyebab sepsis yang melewati plasenta (CMV, T.Palidum, T. Gondi,

rubella, parvovirus B19) bisa bersifat asimptomatik saat lahir atau bisa menyebakan spektrum

penyakit dari gelaja ringan sampai keterlibatan multiorgan berat yang memiliki komplikasi

yang mengancam nyawa. Pada beberapa agen lainnya, inefksi bersifat kronik, berulang atau

keduanya. Gejala klinis dan pemeriksaan fisik tidak mampu mencati penyebab sepsis namun

bisa mengarahkan kemungkinan diagnosis, apakah terjadi selama intrauterin atau selama

persalinan.1 Tabel 1.6 tanda dan gejala yang timbul dari berbagai macam agen.

Ststemic inflamatory response syndrome (SIRS) didefinisikan sebagai proses infeksi

unik dan timbulnya respon sistemik lebih lanjut. Kriteria diagnosis untuk SIRS dan Sepsis di

tabel 1.6

Gambar 1.4 Kriteria diagnosis untuk SIRS dan Sepsis

12
Tabel 1. 6 Bentuk infeksi transplasental. 1

13
Gejala klinis neonatus yang memiliki EOS dan LOS tidak spesifik dan biasanya

ketidakteraturan suhu, gangguan pernafasan, apnue, susah menyusu dan-lain lain. Secara umu

diagnosa sepsis neonatus diambil dari pemeriksaan darah, cairan serebrospinal, dan kultur urin.

Hari ini metode diagnostik lainnya seperti pemeriksaan darah kengkap, C-reaktif protein,

procalcitonin, mannose binding lectin, profil cytokine, dan antigen permukaan sel merupakan

biomarker non-spesifik dalam menidiagnosus neonatal sepsis. Lebih terbaru pemeriksaan

molekular dilakukan untuk mendiagnosa sepsis neonatus. Diagnosis sepsis neonatus bisa susah

ditegakkan akibat kultur yang negatif. Untuk alasan ini istilah sepsis klinis ditegakkan melalui

gejala yang ditemukan pada neonatus.5 Gejala klinis sepsis terangkum dalam tabel 1.7.

14
Tabel 1.7 Gejala awal sepsis neonatal

15
Tabel 1.8 Gejala Klinis Sepsis Neonatus.1

16
2.7 Diagnosis

Riwayat ibu terpapar infeksi, status imunisasi (alamiah atau didapat), memiliki faktor

resiko kehamilan (prematuritas, ketuban pecah dini lama, korioamnionitis) merupakan

informasi yang penting dalam menegakkan diagnosis sepsis. Riwayat penyakit menular seksual

juga perlu ditanyakan. 1

Pemeriksaan kultur darah merupakan gold standar untuk mendiagnosis sepsis.

Pengambilan 2 sampel kultur darah penting dilakukan, untuk mencegah bias kontaminasi

bakteri kulit normal. Darah diambil dari kateter umbilikal saat di insersikan. Darah vena perifer

juga bisa dijadikan sampel kultur dari kateter vena sentral.3

Kultur darah yang positif merupakan kriteria diagnostik yang pertama dipenuhi untuk

menegakkan sepsis. Perlu diingat bahwa sepsis neontus dapat terjadi pada kultur darah yang

negatif, terutama pada ibu yang mendapatkan antibiotik sebelum persalinan. Oleh karena itu

terdapat pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan sepsis neoantus. Evaluasi

diagnostik kultur darah diindikasikan pada BBL asimptomatik dengan ibu yang mengalami

koriamnionitis. 1

Pemeriksaan leukosit darah, diferensial count, rasio immatur to total neutrofil juga bisa

dilakukan, walaupun hanya memilki keterbatasan dalam sensitifitas dan spesifikasi. Rasio

immatur to total neutrofil (IT Ratio) ≥0,2 dicurigai adanya infeksi bakterial. Neutropenia lebih

sering terjadi pada sepsis neonatus dibandingkan neutrofilia, tapi neutropenia juga bisa terjadi

pada kondisi hipertensi maternal, preeklampsia, dan intrauterine growth restriction.1

Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dapat dilakukan antara lain C-reaktif

protein, prokalsitonin, haptoglobin, fibrinogen, proteomik markers pada cairan amnion,

citokinin inflamasi (IL-6, IL-8 dan TNFα) dan marker antigen permukaan sel.Ketika anamnesis

dan pemeriksaan fisik ditemukan infeksi, namun lokasi infeksi tidak jelas, pemeriksaan

17
penunjang lain yang dilakukan antara lain kultur darah, lumbar punksi, pemeriksaan urin, dan

rontgen toraks. 1 Tabel 1.9 menunjukan evaluasi infeksi atau sepsis BBL.

Gambar 1.5 Penuntun diagnosis dan pencegahan sekunder early onset of sepsis

18
Tabel 1.9 evaluasi infeksi atau sepsis BBL. 1

19
2.8 Diferensial diagnosis

Berbagai macam kondisi non-infeksi bisa terjadi bersamaan dengan sepsis neonatus

atau membuat diganosis sepsis lebih sulit. Respiraory distress syndrom akibat defisensi

surfaktsn bisa terjadi bersamaan dengan pneumonia bakterial. Karena sepsis bakterail sangan

cepat mengalami progresif, petuga kesehatan harus waspada akan gejala dan tanda sepsis.

Diferensial doagnosis untuk sepsis antara lain di tabel 1.10. 1

Tabel 1.10 Diferensial doagnosis untuk sepsis. 1

20
2.9 Penatalakasanaan

Terapi terhadap kecurigaan sepsis ditentukan oleh pola penyakit dan organisme sesua

dengan umur neonatus dan flora yang ada di bangsal. Ketika hasil kultur sudah diperoleh

pemberian terapi antibiotik harus segera dilakukan baik secara intravena maupun intramuskular

(jarang). Terapi empirik awal untuk early onset of sepsis adalah ampisilin dan aminoglikosida

(biasanya gentamisin),dimana efektif melawan patogen seperti GBS, bakteri gram negatif dan

listeria.1,5

Infeksi nosokomial yang didapat di NICU lebih sering disebabkan oleh stafilokokus,

berbagai macam enterokokus, spesies pseudomonas, spesies kandida. Oleh karena itu obat

antistafilokokus (oxacillin atau nafcillin untuk S. Aureus atau lebih sering vankomisisn untuk

stafilokokus koagulase negatif atau metisilin resistent S aureous) harus menggantikan

ampisilim. 1

Beberapa ahli menyatakan bahwa pemberian terapi antifungal profilaksis dengan

flukonazol untuk BBL resiko tinggi yaitu BBLSR (<1000gram) atau umur kehamilan kurang

bulan (<27 minggu). 1

Ketika hasil kultur sudah dan sensitifity test sudah didapatkan, terapi antbiotik

disesuaikan. Untuk hampir bakteri enterik gram negatif ampisilin dan aminoglikosida atau

sephalosporin generasi ke tiga (cefotaxime atau ceftazidime) harus digunakan. Enterokokus

harus diterapi dengan penisilin (ampisilin atau piperasilin) dan aminoglikosida. Klindamisin

atau metrodinazole unuk antibiotik anaerob. 1

Terapi dilanjutkan sampai hari ke 7 atau ke 10 atau paling sedikit 5 sampai 7 hari setelah

didapatkan respon klinis. Kemudian kultur darah 24-48 jam setelah terapi inisial harus

dilakukan. Biasanya hasilnya akan negatif, jika hasil kultur darah tetap positif kemungkinan

kateter yang terinfeksi, endokarditis, adanya trombus infeksi, abses yang tersumbat, level

antibiotik subterapioutik, atau terjadinya resistent. 1

21
Tabel 1.11 Terapi antibiotik untuk sepsi neonatal. 8
2.10 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi sepsis neonatorum akbiat bakteri anatar lain endokarditis, emboli septik,

pembentukan abses, septik join dengan disabiility residual dan osteomielitis serta

penghancuran tulang. Kandidinemia bisa memicu vaskulitis , endokarditis, endoftalmitis dan

abses pada ginjal, hepar, paru, dan otak. Sekuele dari sepsis dihasilkan dari syok septik, DIC,

organ failure 1,5

Mortality rate untuk keseluruhan sepsis adalah 10%. Untuk masing-masing penyebab

bakteri ada di tabel 1.12.

22
Tabel 1.12 Mortality rate untuk sepsis neonatal menurut bakteri penyebab. 1

2.11 Pencegahan

GBS sudah dinyatakan sebagai penyebab utama early neonatal sepsis pada negara

berkembang. Untuk pencegahan dapat dilakukan skrening wanita hamil pada pemeriksaan

antenatal dan pemberian atibiotik bila ditemukan kuman pada pemeriksaan vagina. 1

Imunisasi maternal melalui pemberian vaksin untuk virus rubella, hepatitis B, VZV,

tetanus. Toksoplasmosis dapat dicegah dengan diet yang cukuo dan menghindari paparan

terhadap feses kucing. Managemen progresif terhadap kecurigaan korioamnionitis adalah

dengan memberikan antibiotik selama persalinan.1 Tabel 1.13 prinsip pencegahan nosokomial

neonatal di NICU. 1

23
Tabel 1.13 Prinsip Pencegahan Nosokomial Neonatal di NICU. 1

24
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : By.MH

Umur : 0 hari

Jenis kelamin : Laki-laki

Ayah :Z

Ibu : MH

Alamat : Padang Panjang

Tanggal Masuk : 10-10-2019

Ayah Ibu

Nama Z R

Umur 34 tahun 29 tahun

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Tani IRT

Penghasilan -

Perkawinan 1 1

Penyakit yang pernah - -

diderita

25
Alloanamnesis

Diberikan oleh : Ibu pasien

Keluhan Utama : Sesak nafas sejak lahir ( 17 jam SMRS)

Riwayat penyakit sekarang :

 Bayi menangis lambat setelah lahir

 Sesak nafas ada, merintih ada, sianosis ada di ujung jari kaki dan tangab

 Tidak ada demam, muntah dan kejang

 BAK dan Mekonium sudah keluar

 Riwayat Ibu keputihan saat hamil tidak ada

 Riwayat Ibu demam saat kehamilan dan sebelum persalinan tidak ada

 Riwayat Ibu nyeri saat buang air kecil saat hamil atau sebelum persalinan tidak ada

 Riwayat Ibu pasien gonta-ganti pasangan tidak ada, pasien mengaku hanya melakukan

hubungan seksual pada satu pasangan saja

Riwayat Keluarga

Nama saudara Jenis kelamin Umur Keadaan sekarang

kandung

- - - -

Riwayat Kehamilan Ibu sekarang

 GPAH : G3 P2 A0 H2

 Presentasi Bayi : kepala

 Penyakit selama hamil : tidak ada

 Pemeriksaan kehamilan : teratur dengan bidan

26
 Tindakan selama kehamilan : tidak ada

 Kebiasaan ibu selama hamil : merokok tidak ada, alcohol tidak ada

 Lama hamil : 35-36 minggu HPHT : 11-2-2019

TM : 18-11-2019

Kesan : kurang bulan

Pemeriksaan terakhir waktu khamil :

Tekanan darah : 110/70 mmHg Leukosit : 10.100 /mm3

Suhu : 36,7ºC Gula Darah :-

Hb : - gr % Gol.darah : belum diperiksa

Riwayat persalinan

BB ibu : - kg

Persalinan di : RSIA Dipimpin oleh : Dokter

Jenis persalinan : cesar Indikasi : Plasenta previa

Ketuban :Jernih

Keadaan Bayi Saat Lahir

Lahir tanggal : 9-10-2019 Jam : 17.30

Jenis kelamin : Laki-laki Kondisi saat lahir : hidup

APGAR SCORE

Tanda 0 1 2 Jumlah

nilai

Frekuensi []() tidak []()lambat [x](/) >100 2/2

Jantung ada

27
Usaha []() tidak [x]() lambat [](/)menangis 1/2

nafas ada kuat

Tonus []() lumpuh [x](/) elstremitas fleksi sedikit []() gerakan 1/1

otot aktif

reflex []()tidak [x](/) gerakan sedikit []() reaksi 1/1

bereaksi melawan

Warna []()biru- [x](/)badan []() 1/1

kulit pucat kemerahan,tangan/kakikebiruan kemerahan

[ ] penilaian setelah 1 menit lahir lengkap 6 7

( ) penilaian setelah 5 menit lahir lengkap

Pada setiap bayi asfiksia nilai APGAR dihitung setiap 5 menit, sampai nilai APGAR >/ sampai

30 menit

NA 10 mnt….. NA 15mnt….. NA 20mnt….. NA 25mnt….. NA 30mnt…..

Pemeriksaan fisik

Kesan umum

Keadaan : cukup aktif Berat Badan : 2100 gram

Panjang badan : 46 cm Anemis : tidak ada

Frekuensi jantung : 135 x/menit Sianosis : ada

Frekuensi nafas : 70 x/menit Ikterus : tidak ada

Suhu : 36.5 ºC

Kepala : bentuk : oval, cephalhematom (-)

Ubun-ubun besar : 1,5x1,5 cm

Ubun-ubun kecil : 0,5x0,5 cm

Jejas persalinan :-

Lain-lain

28
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : nafas cuping hidung tidak ada

Mulut : mukosa bibir dan mulut basah

Leher : tidak ada kelainan

Thorax : bentuk : normochest, retraksi dinding dada ada

Jantung : inspeksi : ikrus kordis tidak terlihat

Palpasi : tidak dilakukan

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : irama regular, bising tidak ada

Paru : inspeksi : normochest, retraksi ada

Palpasi : tidak dilakukan

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : bronkovesicular, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : permukaan : datar

Kondisi : lemas

Hati :¼x¼

Limpa : tidak teraba

Tali pusat : tidak ada kelainan

Umbilicus : tidak hiperemis

Genetalia : Kelainan tidak ada

Desensus testis bilateral

Ekstremitas : Atas : akral hangat, CRT < 2 detik

Bawah: akral hangat, CRT < 2 detik

Kulit : teraba hangat

29
Anus : ada

Tulang-tulang : tidak ada kelainan

Reflex : Moro : + Isap: +

Rooting: + Pegang: +

Ukuran : lingkar kepala: 34 cm panjang lengan: 16 cm

Lingkar dada : 29 cm panjang kaki : 18 cm

Lingkar perut : 24 cm kepala-simfisis: 22 cm

Simfisis-kaki : 24 cm dll

Pemeriksaan Laboratorium: -

RESUME

 NKB-KMK 2100 g, gravid 35-36 minggu, PBL : 46 cm, A/S ; 6/7, Bayi lahir Sectio

Caesaria ai plasenta previa, partus di luar

 Bayi lambat menangis setelah lahir, sesak nafas ada, retraksi dinding dada ada,

nafas cuping hidung tidak ada, merintih ada, demam tidak ada, kejang tidak ada,

sianosis ada di ujing jari kaki dan tangan

 Mekonium sudah keluar, BAK sudah keluar

 GDR : 102 mg/dl

 Down score : 7 , frekuensi nafas 60-80 (1) retraksi berat (2) sianosis hilang O2 (1)

air entry menurun (1) merintih terdengar tanpa alat (2)

Hasil laboratorium (10/10/2019)

Hb : 13,8 gr/dl

Leukosit : 13.710 /mm3

Trombosit : 253.000 /mm3

Hematokrit : 41,6 %

30
Hitung jenis : 0/1/6/65/20/8

K : 4,88 mEq/l

Na : 135,4 mEq/l

Cl : 110,4 mEq/l

Ca : 7 mg/dl

GDR : 93 mg/dl

AGD

pH/pCO2/pO2/SO2%/HCO3- : 7,359/39,4 mmHg/27,9 mmHg/54,3%/22,4 mmol

Kesan:

Hasil laboratorium (11/10/2019)

Albumin : 2,9 g/dl

Ca : 8,3 mg/dl

Kesan : Hipoalbumin

Diagnosis : NKB-KMK 2100 gram, gravid 35-36 minggu + susp sepsis

Penatalaksanaan

 ...

 ...

 ...

Follow Up

Follow Up SOAP

Hari 5 S/ - demam tidak ada

(14/10/19) - Sesak nafas tidak ada

-retraksi ada, merintih tidak ada

31
- sianosis ada hilang dengan O2

- Kejang tidak ada

- BAK dan BAB tidak ada kelainan

O/ Keadaan Umum: Sakit sedang

Kesadaran: cukup aktif

Nadi:152 x/menit

Napas: 47 x/menit

Suhu: 37,1oC

BB : 2200 g

Down score : 4 , frekuensi nafas <60 (0) retraksi berat (2) sianosis hilang O2

(1) air entry menurun (1) merintih tidak ada (0)

Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

Toraks: Jantung: irama teratur, bising tidak ada

Paru: bronkovesikuler, Ronkhi dan wheezing tidak ada

Abdomen: hepar ¼ x ¼ , S1 tidak teraba, bising usus (+) normal

Ekstremitas:akral hangat, CRT < 2 dtk

A NKB-KMK 2200 gram gravid 35-36 minggu + susp HMD

P Pasang CPAP FiO2 25% PEEP 8 mmHg

IVFD kogtil 3ml/jam

Aminosteril 1,6 ml/jam

Albumin 10 ml/jam (IV)

Ampicilin 2x100 mg (IV)

Gentamicin 1x10 mg (IV)

ASI 8x9 ml/ogt

32
S/ - demam tidak ada

- Sesak nafas tidak ada, retraksi tidak ada

- sianosis tidak ada, merintih tidak ada

- Kejang tidak ada

Hari 6 - BAK dan BAB tidak ada kelainan

(15/10/19)

O/ Keadaan Umum: Sakit sedang

Kesadaran: cukup aktif

Nadi:152 x/menit

Napas: 42 x/menit

Suhu: 37,2 oC

GDR : 103 (10.00)

Down score : 1 , frekuensi nafas <60 (0) retraksi ringan (1) sianosis tidak ada

(0) air entry baik (0) merintih tidak ada (0)

Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

Toraks: Jantung: irama teratur, bising tidak ada

Paru: bronkovesikuler, Ronkhi dan wheezing tidak ada

Abdomen: hepar ¼ x ¼ , S1 tidak teraba, bising usus (+) normal

Ekstremitas:akral hangat, CRT < 2 dtk

A NKB-KMK 2200 gram gravid 35-36 minggu + susp HMD

P Pasang CPAP FiO2 30% PEEP 7 mmHg

IVFD kogtil 3ml/jam

Aminosteril 1,6 ml/jam

Albumin 10 ml/jam (IV)

33
Ampicilin 2x100 mg (IV)

Gentamicin 1x10 mg (IV)

ASI 8x9 ml/ogt

S/ -NBBLR 3100g

- demam tidak ada

- Sesak nafas tidak ada, retraksi tidak ada

- muntah tidak ada

Hari 7 - Kejang tidak ada

(14/8/17) - BAK dan BAB tidak ada kelainan

O/ Keadaan Umum: Sakit sedang

Kesadaran: cukup aktif

Nadi:130 x/menit

Napas: 40 x/menit

Suhu: 37,1oC

BB : g

Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik,

Toraks: Jantung: irama teratur, bising tidak ada

Paru: vesikuler, Ronkhi dan wheezing tidak ada

Abdomen: hepar ¼ x ¼ , S1 tidak teraba, bising usus (+) normal

Ekstremitas:akral hangat, CRT < 2 dtk, ikterus sampai betis (kremer 4)

A NBBLR 3100G + Suspek early onset sepsis

34
P Pindah rawat SCN

ASI OD/SF 8 x 30 cc (80 cc/kgbb/hari)

Ampisilin sulbaktam 2x150 mg iv

Gentamisin 1x15 mg IV

Kultur darah (menunggu hasil keluar)

BAB 4
DISKUSI
Telah lahir seorang pasien laki-laki berumur 0 hari masuk tangal 12-08-2017 dengan

keluhan utama NBBLC 3100 gram. Riwayat penyakit sekarang NBBLR 3100 gram, PBL 48

cm, lahir SC atas indikasi ibu eklampsia, cukup bulan A/S 5/7, ketuban jernih, tidak ada

demam, muntah dan kejang, anak belum diberi minum, injeksi vitamin K sudah diberikan,

BAK dan Mekonium keluar. Riwayat Ibu keputihan saat hamil tidak ada atau sebelum

persalinan ada selama 2 minggu, berwarna putih, tidak berbau, tidak diobati. Riwayat Ibu

demam saat kehamilan dan sebelum persalinan tidak ada. Riwayat Ibu nyeri saat buang air

kecil saat hamil atau sebelum persalinan tidak ada. Ibu Pasien mengalami ketuban pecah dini

35
12 jam sebelum persalinan dimulai. Riwayat gonta-ganti pasangan tidak ada, pasien mengaku

hanya melakukan hubungan seksual pada satu pasangan saja.

Ibu adalah seorang wanita berumur 19 tahun, belum menikah, ini merupakan kehamilan

pertama, kehamilan tidak diketahui oleh ibu sebelumnya, tidak pernah kontrol ke bidan, ibu

dirujuk ke RSUP dr m djamil karena mengalami kejang-kejang. Dari pemeriksaan di IGD

RSUP m djamil diketahui kehamilan aterm. Pada pemeriksaan laboratorium didapatka

leukositosis 21.960, anemia HB 10,9 dan D-dimer meningkat 2241,3.

Walaupun dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bayi belum ditemukan gejala yang khas

akan tanda-tanda infeksi neonatum atau sepsis neoantal, namun dari riwayat ibu yang

mengalami keputihan selama 2 minggu sebelum persalinan, berwarna putih tidak berbau

memungkinkan terjadinya infeksi asending ke membran amnion. Pasien juga mengalami

ketuban pecah dini selama 12 jam sebelum persalinan. Hal ini akan membuka port d’ entery

kuman ke cairan amnion dan mencetuskan terjadinya infeksi intraamnion. Ditambah lagi dari

pemeriksaa labor ditemukan leukositosis 21.960.

Menurut Lopez, Infeksi intraamnion bisa mempengaruhi jaringan ibu seperti desidua dan

miometrium dan juga jaringan fetus seperti amnion dan membran korionik (chorioamnionitis),

cairan amnion (amnionitis), tali pusat (funisistis) dan plasenta (vilitis). Mikroorganisme bisa

masuk ke ruang amnion melalui pembuluh darah plasenta, saat prosedur invasif selama

kehamilan dan melalui jalur asending.3

Menurut teori korioamnionotis merupakan invasi bakteri ke dalam cairan amnion akibat

rupturnya membran korionamniotik secara lama. Korioamnionitis diarahkan kepada suatu

sindrom klinis infeksi intrauterin, termasuk ibu yang demam dengan ada atau tidak adanya

tanda-tanda lokal atau sistemik dari korioamnionitis (nyeri uterin, cairan vagina atau amnion

yang bau busuk, leukositosis maternal, dan atau takikardi fetus).1

36
Walaupun gejala yang muncul hanya keputihan dan ketuban pecah dini diagnosa

khorioamnnionitis sudah bisa ditegakkan pada pasien ini. Namun pemeriksaan penunjang

seperti analisis cairan amnion perlu juga dilakukan.

Kolonisasi bakteri tidak selalu menghasilkan penyakit. Faktor yang mempengaruhi

kolonisasi bakteri neonatus adalah pengalaman terhadap penyakit sebenarnya tidak

sepenuhnya dimengerti, namun diperkirakan prematuritas, adanya penyakit dasar, prosedur

invasif, ukuran inokulum, virulensi organisme, predisposisi genetik, sistim imun yang didapat,

respon host, antibiotik maternal plasental. Aspirasi atau ingesti bakteri melalui cairan amnion

bisa memicu penumonia kongenial atau infeksi sistemik, dimana gejalanya akan terlihat jelas

sebelum persalinan (fetal distres, takikardi) saat persalinana gagal nafas, respiratory disease,

syok atau pada periode latent beberapa jam setelah lahir (respiratory distres, syok.1

Gambar 1.4 Faktor yang mempengaruhi timbulnya sepsis neonatorum

Pada pemeriksaan fisik bayi keadaan cukup aktif, berat badan 3100 gram, panjang badan

48cm, frekuensi jantung136 x/menit, sianosis tidak ada, frekuensi nafas 50 x/menit, ikterus

tidak ada, suhu 37 ºC, anemis tidak ada. Kepala ditemukan adanya cephalhematom, UUB

37
1,5X1,5cm, UUK 0, 5x0, 5 cm, jejas persalinan caput sucsedenum, konjungtiva tidak anemis,

sclera tidak anemis, nafas cuping hidung tidak ada, mukosa bibir dan mulut basah, paru dan

jantung tidak ditemukan kelainan. Distensi perut tidak ada, hepar teraba ¼ x ¼, limpa S1 tidak

teraba, tali pusat segar, umbilicus tidak hiperemi, genetalia tidak ada kelainan, desensus testis

bilateral, ekstremitas akral hangat, CRT < 2 detik, kulit teraba hangat, anus ada, reflex moro

(+), isap (+), rooting (+), pegang (+), lingkar kepala 32 cm,panjang lengan 20 cm, lingkar dada

31,5 cm, panjang kaki 22cm, lingkar perut 32cm, kepala-simfisis 28cm, simfisis-kaki

21cm .

Meskipun pada bayi ini tidak ditemukan adanya gejala sepsis seperti ketidakteraturan suhu,

gangguan pernafasan, apnue, susah menyusu dan-lain lain, Namun kecurigaan terhadap sepsis

masih bisa terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan

darah lengkap, kultur darah, diferensial count, C-reactif protein, procalcitonin, haptoglobin,

fibrinogen, protein marker di dalam cairan amnion.1

Kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb15,0 gr/dl leukosit

23.100 /mm3, hitung jenis, 0/1/6/65/20/8, trombosit 308.000/mm3, hematokrit 41 %, retikulosit

4,26%, hitung jenis: 0/1/6/65/20/8 . Pada pemeriksaan apusan darah tepi ditemukan limfosit

atipik (+). Kadar neutrofil juga normal. IT ratio menunjukan nilai 0,08. Kadar leukosit pasien

ini cenderung meningkat.

Menurut teori Rasio immatur to total neutrofil (IT Ratio) ≥0,2 dicurigai adanya infeksi

bakterial. Neutropenia lebih sering terjadi pada sepsis neonatus dibandingkan neutrofilia.

Namun kadar leukositnya cenderung meningkat. Menurut Shiftan, ditemukan limfosit atipik

(+) pada sirkulasi darah mengindikasikan adanya keadaan patologis salah satunya adalah

infeksi bakteri atau virus. Sehingga kecurigaan terhadap sepsis masih ada.1,7

Pada pasien ini, meskipun gejala klinis tidak menonjol atau asimptomatis pemeriksaan

kultur darah tetap perlu dilakukan. Pemeriksaan kultur darah sudah dilakukan, namun hasilnya

38
belum keluar. Hal ini sesuai dengan teori yaitu evaluasi diagnostik (termasuk kultur darah)

diindikasikan pada bayi baru lahir yang asimptomatik dengan ibu yang mengalami

khorioamnionitis.1

Sesuai dengan teori bahwa Evaluasi diagnostik kultur darah diindikasikan pada BBL

asimptomatik dengan ibu yang mengalami koriamnionitis. 1

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa

bayi menderita Early onset sepsis.

Tatalaksana yang diberikan adalah ASI OD/SF, ampisilin sulbaktam 2x150 mg iv,

gentamisin 1x15 mg IV. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Terapi empirik untuk Early onset

of sepsis terdiri dari ampisilin dan gentamisisn, dimana efektif melawan patogen seperti GBS,

bakteri gram negatif dan listeria. Kombinasi ampisispin-cefotaksim hanya diberikan pada me

ingitis yang ditegakkan melalui pemriksaaan cairan serebrospinal yang positif atau curiga

secara klinis. 1

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, R.E., Geme J.W, Schor, N., Stanton B., Kliegman R. Nelson Textbook of
pediatrics 19th.2011. Elsavier

2. Gebremedin D, Berhe H., Gebrekirston. Risk Factors for Neonatal Sepsis in Public
Hospitals of Mekelle City, North Ethiopia 2015: Unmatched Case Control Study.
2015. PLOS ONE | DOI:10.1371/journal.pone.0154798 May 10, 2016

3. .Shah B,A., Padbury J. Neonatal sepsis An old problem with new insights. 2014.
Virulence 5:1, 170–178; January 1, 2014; c 2014 Landes Bioscience

4. . Verma et al. Neonatal sepsis: epidemiology, clinical spectrum, recent antimicrobial


agents and their antibiotic susceptibility pattern. 2015. Verma P et al. Int J Contemp
Pediatr. 2015 Aug;2(3):176-180

5. Lopez E.S., Guiral E.,Soto S. Neonatal Sepsis by Bacteria: A Big Problem for
Children. 2013. Saez-Lopez et al., Clin Microbial 2013, 2:6

6. Gonzales A,C., Spearman p,w., Stoll B. Neonatal Infectious Diseases: Evaluation of


Neonatal Sepsis. 2013. Pediatr Clin North Am. 2013 April ; 60(2): 367–389.
doi:10.1016/j.pcl.2012.12.003

7. Shiftan T,A, Mendelshon A,J. The circulating “atypical lympocite”. NCBI

8. Behrman, R.E., Geme J.W, Schor, N., Stanton B., Kliegman R. Nelson Textbook of
pediatrics 20th.2016. Elsavier

40
41

Anda mungkin juga menyukai