PENDAHULUAN
Infeksi pada neonates sering terjadi dan menjadi penyebab tersering morbiditas dan
didefinisikan sebagai sindrom respon inflmasi sistemik terhadap kecurigaan ataupun bukti
fokus infeksi pada neonatus. Infeksi bisa disebabkan oleh bakteri, virus , jamur.Sepsis neonatus
mencakup berbagai variasi infeksi sistemik bayi baru lahir seperti septicemia, meningitis,
berkembang. Insiden sepsis neonatorum bervariasi dari 9 kasus per 1000 kelahiran hidup tapi
lebih tinggi kejadiannya pada BBLR. Sepsis merupakan penyebab kematian penting pada
Banyak agen penyebab yang menginfeksi bayi baru lahir di utero, intra dan post-
partum. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa.2
1
BAB 2
DAFTRA PUSTAKA
didefinisikan sebagai sindrom respon inflmasi sistemik terhadap kecurigaan ataupun bukti
fokus infeksi pada neonatus. Infeksi bisa disebabkan oleh bakteri, virus , jamur. Sepsis
neonatus mencakup berbagai variasi infeksi sistemik bayi baru lahir seperti septicemia,
berkembang. Insiden sepsis neonatorum bervariasi dari 9 kasus per 1000 kelahiran hidup tapi
lebih tinggi kejadiannya pada BBLR. Sepsis merupakan penyebab kematian penting pada
Insiden sepsis neonatus akibat bakteri adalah 1-4 per 1000 kelahiran hidup di negara
berkembang, dengan variasi dari waktu ke waktu dan geografis. Studi menyatakan BBL laki-
laki aterm memiliki insiden yang lebih tinggi dibandingkan BBL perempuan. Kejadian sepsis
neonatus meningkat secara signifikan pada BBLR yang memiliki riwayat ibu korioamionitis,
defek imunitas kongenital, mutasi genetik sistim imun, asplenia, galaktosemia (E. Coli).1
Insiden meningitis adalah 0,2-0,4 per 1000 kelahiran hidup BBL dan meningkat pada
bayi prematur. Meningitis bakterial bisa terjadi akibat sepsis neonatus atau akibat infeksi
lokal.1
2
2.3 Klasifikasi Sepsis Neonatorum
Awalnya klasivikasi ini dibagi berdasarkan waktu terjadinya infeksi apakah sebelum
atau sesudah 1 minggu kehidupan. Akan lebih berguna jika pengklasifikasian berdasarkan
patogensis peripartum. Early onset sepsis (EOS) didapat saat sebelum dan selama persalinan
(transmisi ibu dan anak secara vertikal). Late onset Sepsis berkembang setelah persalinan
akibat organisme di rumah sakit atau komunitas. Waktu onset bergantung pada jumlah
eksposure dan virulensi dari organisme yang menginfeksi. Very late onset sepsis (onset setelah
1 bulan kehidupan) bisa terjadi terutama pada bayi preterm BBLSR atau bayi aterm yang
post-partum. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa. Infeksi
intrauterin melalui plasenta secara signifikan disebabkan oleh sifilis, rubella, citomegalovirus
(CMV), toksoplasmosis, parvovirus B19 dan Varicella. Meskipun HSV, HIV, Hepatitis B virus,
Hepatitis C virus dan tuberkulosis bisa menginfeksi melalui plasenta namun jalur infeksi
tersering mereka adalah selama persalinan melewati jalan lahir yang terinfeksi, selama post
partum, atau kontak dengan ibu atau pengasuh yang terinfeksi atau ASI ibu yang terinfeksi
HIV. 1
3
Berbagai macam organ yang berada di saluran kencing maupun saluran cerna bisa
menyebabkan infeksi intrapartum dan postpartum. Penyebab bakteri tersering adalah Grup B
Streptococus (GBS), organisme enterococus, gonorrhea, dan Clamidya. Virus tersering adalah
Agen yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah stafilokokus gram
Mikroorganisme penyebab pneumonia yang didapat selama persalinan termasuk GBS, bakteri
CMV, HSV dan candida. Bakteri yang bertanggung jawab terhadap pneumonia nosokomial
4
Tabel 1.2 Penyebab non-bakterial infeksi neonatus sitemik. 1
5
Tabel 1.3 Penyebab bakteri infeksi neonatus sitemik. 1
6
Tabel 1.4 Agen penyebab pneumonia neonatal. 1
Diantara faktor resiko yang berhubungan dengan (EOS), durasi kehamilan dan a infeksi
saluran kemih ibu merupakan faktor resiko tersering. Pada pasien EOS neonatal yang akibat
bakteri paling banyak oleh infeksi berasal dari ketuban pecah dini yang akan menginfeksi
cairan amnion dan memicu persalinan preterm. Infeksi intramanion bisa mempengaruhi
jaringan ibu seperti desidua dan miometrium dan juga jaringan fetus seperti amnion dan
membran korionik (chorioamnionitis), cairan amnion (amnionitis), tali pusat (funisistis) dan
plasenta (vilitis). Mikroorganisme bisa masuk ke ruang amnion melalui pembuluh darah
plasenta, saat prosedur invasif selama kehamilan dan melalui jalur asending.3 Faktor resiko
sepsis neonatus dapat dibagi menjadi faktor maternal, faktor host neonatal,dan virulensi
7
Tabel 1.5 Faktor Resiko Sepsis Neonatus. 6
2.5 Patogenesis Sepsis neonatorum
2.5.1 Patogenesis infeksi intrauterine
Infeksi intrauterine disebabkan oleh infeksi maternal oleh berbagai agen
parvovirus B19) baik bergejala maupun tidak. Infeksi intrauterine juga terjadi akibat transmisi
gestasi berapa saja. Tanda dan gejala infeksi bisa muncul saat lahir atau terjadi sebulan atau
setahun kemudian. Bentuk infeksi pada neonatus dapat early spontaneous abortion,
8
periode neonatus baik segera maupun tertunda atau dapat berupa infeksi persistent yang
asimptomatik dengan sekuele pada akhir kehidupan. Pada beberapa kasus tidak menimbulkan
Masa terjadi infeksi selama masa kehamilan mempengaruhi defek. Infeksi pada tri-
kongenital (congenital rubella). Infeksi pada trisemester ke-tiga menghasilkan infeksi aktif
pada saat persalinan (toxoplasmosis, syphilis). Infeksi yang terjadi pada masa gestasi akhir
menyebabkan gejala klinis muncul terlambat (syphilis). Infeksi maternal merupakan syarat
9
2.5.2 Patogenesis infeksi bakteri asending
Pada kebanyakan kasus, fetus atau neonates tidak terpapar oleh bakteri patogen dari
luar sampai terjadi pecahnya ketuban atau neonatus melewati jalan lahir dan atau memasuki
lingkungan ekstrauterine. Jalan lahir manusia memiliki bakteri aerobik dan anaerobik yang bisa
bakterial terhadap cairan amnion dan atau kanalis vaginalis bisa terjadi didalam uterus atau
amnion bisa terjadi pada membran amnion yang utuh dengan robekan membran yang relatif
singkat. Korioamnionitis diarahkan kepada suatu sindrom klinis infeksi intrauterin, termasuk
ibu yang demam dengan atau tidak adanya tanda-tanda lokal atau sistemik dari korioamnionitis
(nyeri uterin, cairan vagina atau amnion yang bau busuk, leukositosis maternal, dan atau
10
takikardi fetus). Korioamnionitis juga bisa bersifat asimptomatis, diagnosa hanya dengan
analisis cairan amnion atau jaringan plasenta. Kejadian korioamnionitis berbanding terbalik
dengan umur gestasi saat lahir dan secara langsung berhubungan dengan pecah ketuban. Pecah
ketuban yang lebih dari 24 jam, secara histologi terbukti ditemukanya proses inflmaasi pada
amnion.1
Gambar 1.3 Hubungan umur kehamilan dengan temuan koriomnionitis secara histologis. 1
Setelah lahir neonatus terpapar oleh agen infeksius di bangsal atau di komunitas. Infeksi
post-natal bisa ditularkan secara langsung oleh petugas kesehatan, orang tua, keluarga, dari air
susu ibu (HIV,CMV) atau dari benda tak hidup seperti peralatan yang terkontaminasi.
11
Infeksi agen penyebab sepsis yang melewati plasenta (CMV, T.Palidum, T. Gondi,
rubella, parvovirus B19) bisa bersifat asimptomatik saat lahir atau bisa menyebakan spektrum
penyakit dari gelaja ringan sampai keterlibatan multiorgan berat yang memiliki komplikasi
yang mengancam nyawa. Pada beberapa agen lainnya, inefksi bersifat kronik, berulang atau
keduanya. Gejala klinis dan pemeriksaan fisik tidak mampu mencati penyebab sepsis namun
bisa mengarahkan kemungkinan diagnosis, apakah terjadi selama intrauterin atau selama
persalinan.1 Tabel 1.6 tanda dan gejala yang timbul dari berbagai macam agen.
unik dan timbulnya respon sistemik lebih lanjut. Kriteria diagnosis untuk SIRS dan Sepsis di
tabel 1.6
12
Tabel 1. 6 Bentuk infeksi transplasental. 1
13
Gejala klinis neonatus yang memiliki EOS dan LOS tidak spesifik dan biasanya
ketidakteraturan suhu, gangguan pernafasan, apnue, susah menyusu dan-lain lain. Secara umu
diagnosa sepsis neonatus diambil dari pemeriksaan darah, cairan serebrospinal, dan kultur urin.
Hari ini metode diagnostik lainnya seperti pemeriksaan darah kengkap, C-reaktif protein,
procalcitonin, mannose binding lectin, profil cytokine, dan antigen permukaan sel merupakan
molekular dilakukan untuk mendiagnosa sepsis neonatus. Diagnosis sepsis neonatus bisa susah
ditegakkan akibat kultur yang negatif. Untuk alasan ini istilah sepsis klinis ditegakkan melalui
gejala yang ditemukan pada neonatus.5 Gejala klinis sepsis terangkum dalam tabel 1.7.
14
Tabel 1.7 Gejala awal sepsis neonatal
15
Tabel 1.8 Gejala Klinis Sepsis Neonatus.1
16
2.7 Diagnosis
Riwayat ibu terpapar infeksi, status imunisasi (alamiah atau didapat), memiliki faktor
informasi yang penting dalam menegakkan diagnosis sepsis. Riwayat penyakit menular seksual
Pengambilan 2 sampel kultur darah penting dilakukan, untuk mencegah bias kontaminasi
bakteri kulit normal. Darah diambil dari kateter umbilikal saat di insersikan. Darah vena perifer
Kultur darah yang positif merupakan kriteria diagnostik yang pertama dipenuhi untuk
menegakkan sepsis. Perlu diingat bahwa sepsis neontus dapat terjadi pada kultur darah yang
negatif, terutama pada ibu yang mendapatkan antibiotik sebelum persalinan. Oleh karena itu
terdapat pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan sepsis neoantus. Evaluasi
diagnostik kultur darah diindikasikan pada BBL asimptomatik dengan ibu yang mengalami
koriamnionitis. 1
Pemeriksaan leukosit darah, diferensial count, rasio immatur to total neutrofil juga bisa
dilakukan, walaupun hanya memilki keterbatasan dalam sensitifitas dan spesifikasi. Rasio
immatur to total neutrofil (IT Ratio) ≥0,2 dicurigai adanya infeksi bakterial. Neutropenia lebih
sering terjadi pada sepsis neonatus dibandingkan neutrofilia, tapi neutropenia juga bisa terjadi
citokinin inflamasi (IL-6, IL-8 dan TNFα) dan marker antigen permukaan sel.Ketika anamnesis
dan pemeriksaan fisik ditemukan infeksi, namun lokasi infeksi tidak jelas, pemeriksaan
17
penunjang lain yang dilakukan antara lain kultur darah, lumbar punksi, pemeriksaan urin, dan
rontgen toraks. 1 Tabel 1.9 menunjukan evaluasi infeksi atau sepsis BBL.
Gambar 1.5 Penuntun diagnosis dan pencegahan sekunder early onset of sepsis
18
Tabel 1.9 evaluasi infeksi atau sepsis BBL. 1
19
2.8 Diferensial diagnosis
Berbagai macam kondisi non-infeksi bisa terjadi bersamaan dengan sepsis neonatus
atau membuat diganosis sepsis lebih sulit. Respiraory distress syndrom akibat defisensi
surfaktsn bisa terjadi bersamaan dengan pneumonia bakterial. Karena sepsis bakterail sangan
cepat mengalami progresif, petuga kesehatan harus waspada akan gejala dan tanda sepsis.
20
2.9 Penatalakasanaan
Terapi terhadap kecurigaan sepsis ditentukan oleh pola penyakit dan organisme sesua
dengan umur neonatus dan flora yang ada di bangsal. Ketika hasil kultur sudah diperoleh
pemberian terapi antibiotik harus segera dilakukan baik secara intravena maupun intramuskular
(jarang). Terapi empirik awal untuk early onset of sepsis adalah ampisilin dan aminoglikosida
(biasanya gentamisin),dimana efektif melawan patogen seperti GBS, bakteri gram negatif dan
listeria.1,5
Infeksi nosokomial yang didapat di NICU lebih sering disebabkan oleh stafilokokus,
berbagai macam enterokokus, spesies pseudomonas, spesies kandida. Oleh karena itu obat
antistafilokokus (oxacillin atau nafcillin untuk S. Aureus atau lebih sering vankomisisn untuk
ampisilim. 1
flukonazol untuk BBL resiko tinggi yaitu BBLSR (<1000gram) atau umur kehamilan kurang
Ketika hasil kultur sudah dan sensitifity test sudah didapatkan, terapi antbiotik
disesuaikan. Untuk hampir bakteri enterik gram negatif ampisilin dan aminoglikosida atau
harus diterapi dengan penisilin (ampisilin atau piperasilin) dan aminoglikosida. Klindamisin
Terapi dilanjutkan sampai hari ke 7 atau ke 10 atau paling sedikit 5 sampai 7 hari setelah
didapatkan respon klinis. Kemudian kultur darah 24-48 jam setelah terapi inisial harus
dilakukan. Biasanya hasilnya akan negatif, jika hasil kultur darah tetap positif kemungkinan
kateter yang terinfeksi, endokarditis, adanya trombus infeksi, abses yang tersumbat, level
21
Tabel 1.11 Terapi antibiotik untuk sepsi neonatal. 8
2.10 Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi sepsis neonatorum akbiat bakteri anatar lain endokarditis, emboli septik,
pembentukan abses, septik join dengan disabiility residual dan osteomielitis serta
abses pada ginjal, hepar, paru, dan otak. Sekuele dari sepsis dihasilkan dari syok septik, DIC,
Mortality rate untuk keseluruhan sepsis adalah 10%. Untuk masing-masing penyebab
22
Tabel 1.12 Mortality rate untuk sepsis neonatal menurut bakteri penyebab. 1
2.11 Pencegahan
GBS sudah dinyatakan sebagai penyebab utama early neonatal sepsis pada negara
berkembang. Untuk pencegahan dapat dilakukan skrening wanita hamil pada pemeriksaan
antenatal dan pemberian atibiotik bila ditemukan kuman pada pemeriksaan vagina. 1
Imunisasi maternal melalui pemberian vaksin untuk virus rubella, hepatitis B, VZV,
tetanus. Toksoplasmosis dapat dicegah dengan diet yang cukuo dan menghindari paparan
dengan memberikan antibiotik selama persalinan.1 Tabel 1.13 prinsip pencegahan nosokomial
neonatal di NICU. 1
23
Tabel 1.13 Prinsip Pencegahan Nosokomial Neonatal di NICU. 1
24
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : By.MH
Umur : 0 hari
Ayah :Z
Ibu : MH
Ayah Ibu
Nama Z R
Penghasilan -
Perkawinan 1 1
diderita
25
Alloanamnesis
Sesak nafas ada, merintih ada, sianosis ada di ujung jari kaki dan tangab
Riwayat Ibu demam saat kehamilan dan sebelum persalinan tidak ada
Riwayat Ibu nyeri saat buang air kecil saat hamil atau sebelum persalinan tidak ada
Riwayat Ibu pasien gonta-ganti pasangan tidak ada, pasien mengaku hanya melakukan
Riwayat Keluarga
kandung
- - - -
GPAH : G3 P2 A0 H2
26
Tindakan selama kehamilan : tidak ada
Kebiasaan ibu selama hamil : merokok tidak ada, alcohol tidak ada
TM : 18-11-2019
Riwayat persalinan
BB ibu : - kg
Ketuban :Jernih
APGAR SCORE
Tanda 0 1 2 Jumlah
nilai
Jantung ada
27
Usaha []() tidak [x]() lambat [](/)menangis 1/2
Tonus []() lumpuh [x](/) elstremitas fleksi sedikit []() gerakan 1/1
otot aktif
bereaksi melawan
Pada setiap bayi asfiksia nilai APGAR dihitung setiap 5 menit, sampai nilai APGAR >/ sampai
30 menit
Pemeriksaan fisik
Kesan umum
Suhu : 36.5 ºC
Jejas persalinan :-
Lain-lain
28
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Kondisi : lemas
Hati :¼x¼
29
Anus : ada
Rooting: + Pegang: +
Simfisis-kaki : 24 cm dll
Pemeriksaan Laboratorium: -
RESUME
NKB-KMK 2100 g, gravid 35-36 minggu, PBL : 46 cm, A/S ; 6/7, Bayi lahir Sectio
Bayi lambat menangis setelah lahir, sesak nafas ada, retraksi dinding dada ada,
nafas cuping hidung tidak ada, merintih ada, demam tidak ada, kejang tidak ada,
Down score : 7 , frekuensi nafas 60-80 (1) retraksi berat (2) sianosis hilang O2 (1)
Hb : 13,8 gr/dl
Hematokrit : 41,6 %
30
Hitung jenis : 0/1/6/65/20/8
K : 4,88 mEq/l
Na : 135,4 mEq/l
Cl : 110,4 mEq/l
Ca : 7 mg/dl
GDR : 93 mg/dl
AGD
Kesan:
Ca : 8,3 mg/dl
Kesan : Hipoalbumin
Penatalaksanaan
...
...
...
Follow Up
Follow Up SOAP
31
- sianosis ada hilang dengan O2
Nadi:152 x/menit
Napas: 47 x/menit
Suhu: 37,1oC
BB : 2200 g
Down score : 4 , frekuensi nafas <60 (0) retraksi berat (2) sianosis hilang O2
32
S/ - demam tidak ada
(15/10/19)
Nadi:152 x/menit
Napas: 42 x/menit
Suhu: 37,2 oC
Down score : 1 , frekuensi nafas <60 (0) retraksi ringan (1) sianosis tidak ada
33
Ampicilin 2x100 mg (IV)
S/ -NBBLR 3100g
Nadi:130 x/menit
Napas: 40 x/menit
Suhu: 37,1oC
BB : g
34
P Pindah rawat SCN
Gentamisin 1x15 mg IV
BAB 4
DISKUSI
Telah lahir seorang pasien laki-laki berumur 0 hari masuk tangal 12-08-2017 dengan
keluhan utama NBBLC 3100 gram. Riwayat penyakit sekarang NBBLR 3100 gram, PBL 48
cm, lahir SC atas indikasi ibu eklampsia, cukup bulan A/S 5/7, ketuban jernih, tidak ada
demam, muntah dan kejang, anak belum diberi minum, injeksi vitamin K sudah diberikan,
BAK dan Mekonium keluar. Riwayat Ibu keputihan saat hamil tidak ada atau sebelum
persalinan ada selama 2 minggu, berwarna putih, tidak berbau, tidak diobati. Riwayat Ibu
demam saat kehamilan dan sebelum persalinan tidak ada. Riwayat Ibu nyeri saat buang air
kecil saat hamil atau sebelum persalinan tidak ada. Ibu Pasien mengalami ketuban pecah dini
35
12 jam sebelum persalinan dimulai. Riwayat gonta-ganti pasangan tidak ada, pasien mengaku
Ibu adalah seorang wanita berumur 19 tahun, belum menikah, ini merupakan kehamilan
pertama, kehamilan tidak diketahui oleh ibu sebelumnya, tidak pernah kontrol ke bidan, ibu
Walaupun dari anamnesis dan pemeriksaan fisik bayi belum ditemukan gejala yang khas
akan tanda-tanda infeksi neonatum atau sepsis neoantal, namun dari riwayat ibu yang
mengalami keputihan selama 2 minggu sebelum persalinan, berwarna putih tidak berbau
ketuban pecah dini selama 12 jam sebelum persalinan. Hal ini akan membuka port d’ entery
kuman ke cairan amnion dan mencetuskan terjadinya infeksi intraamnion. Ditambah lagi dari
Menurut Lopez, Infeksi intraamnion bisa mempengaruhi jaringan ibu seperti desidua dan
miometrium dan juga jaringan fetus seperti amnion dan membran korionik (chorioamnionitis),
cairan amnion (amnionitis), tali pusat (funisistis) dan plasenta (vilitis). Mikroorganisme bisa
masuk ke ruang amnion melalui pembuluh darah plasenta, saat prosedur invasif selama
Menurut teori korioamnionotis merupakan invasi bakteri ke dalam cairan amnion akibat
sindrom klinis infeksi intrauterin, termasuk ibu yang demam dengan ada atau tidak adanya
tanda-tanda lokal atau sistemik dari korioamnionitis (nyeri uterin, cairan vagina atau amnion
36
Walaupun gejala yang muncul hanya keputihan dan ketuban pecah dini diagnosa
khorioamnnionitis sudah bisa ditegakkan pada pasien ini. Namun pemeriksaan penunjang
invasif, ukuran inokulum, virulensi organisme, predisposisi genetik, sistim imun yang didapat,
respon host, antibiotik maternal plasental. Aspirasi atau ingesti bakteri melalui cairan amnion
bisa memicu penumonia kongenial atau infeksi sistemik, dimana gejalanya akan terlihat jelas
sebelum persalinan (fetal distres, takikardi) saat persalinana gagal nafas, respiratory disease,
syok atau pada periode latent beberapa jam setelah lahir (respiratory distres, syok.1
Pada pemeriksaan fisik bayi keadaan cukup aktif, berat badan 3100 gram, panjang badan
48cm, frekuensi jantung136 x/menit, sianosis tidak ada, frekuensi nafas 50 x/menit, ikterus
tidak ada, suhu 37 ºC, anemis tidak ada. Kepala ditemukan adanya cephalhematom, UUB
37
1,5X1,5cm, UUK 0, 5x0, 5 cm, jejas persalinan caput sucsedenum, konjungtiva tidak anemis,
sclera tidak anemis, nafas cuping hidung tidak ada, mukosa bibir dan mulut basah, paru dan
jantung tidak ditemukan kelainan. Distensi perut tidak ada, hepar teraba ¼ x ¼, limpa S1 tidak
teraba, tali pusat segar, umbilicus tidak hiperemi, genetalia tidak ada kelainan, desensus testis
bilateral, ekstremitas akral hangat, CRT < 2 detik, kulit teraba hangat, anus ada, reflex moro
(+), isap (+), rooting (+), pegang (+), lingkar kepala 32 cm,panjang lengan 20 cm, lingkar dada
31,5 cm, panjang kaki 22cm, lingkar perut 32cm, kepala-simfisis 28cm, simfisis-kaki
21cm .
Meskipun pada bayi ini tidak ditemukan adanya gejala sepsis seperti ketidakteraturan suhu,
gangguan pernafasan, apnue, susah menyusu dan-lain lain, Namun kecurigaan terhadap sepsis
masih bisa terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
darah lengkap, kultur darah, diferensial count, C-reactif protein, procalcitonin, haptoglobin,
4,26%, hitung jenis: 0/1/6/65/20/8 . Pada pemeriksaan apusan darah tepi ditemukan limfosit
atipik (+). Kadar neutrofil juga normal. IT ratio menunjukan nilai 0,08. Kadar leukosit pasien
Menurut teori Rasio immatur to total neutrofil (IT Ratio) ≥0,2 dicurigai adanya infeksi
bakterial. Neutropenia lebih sering terjadi pada sepsis neonatus dibandingkan neutrofilia.
Namun kadar leukositnya cenderung meningkat. Menurut Shiftan, ditemukan limfosit atipik
(+) pada sirkulasi darah mengindikasikan adanya keadaan patologis salah satunya adalah
infeksi bakteri atau virus. Sehingga kecurigaan terhadap sepsis masih ada.1,7
Pada pasien ini, meskipun gejala klinis tidak menonjol atau asimptomatis pemeriksaan
kultur darah tetap perlu dilakukan. Pemeriksaan kultur darah sudah dilakukan, namun hasilnya
38
belum keluar. Hal ini sesuai dengan teori yaitu evaluasi diagnostik (termasuk kultur darah)
diindikasikan pada bayi baru lahir yang asimptomatik dengan ibu yang mengalami
khorioamnionitis.1
Sesuai dengan teori bahwa Evaluasi diagnostik kultur darah diindikasikan pada BBL
Tatalaksana yang diberikan adalah ASI OD/SF, ampisilin sulbaktam 2x150 mg iv,
gentamisin 1x15 mg IV. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Terapi empirik untuk Early onset
of sepsis terdiri dari ampisilin dan gentamisisn, dimana efektif melawan patogen seperti GBS,
bakteri gram negatif dan listeria. Kombinasi ampisispin-cefotaksim hanya diberikan pada me
ingitis yang ditegakkan melalui pemriksaaan cairan serebrospinal yang positif atau curiga
secara klinis. 1
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, R.E., Geme J.W, Schor, N., Stanton B., Kliegman R. Nelson Textbook of
pediatrics 19th.2011. Elsavier
2. Gebremedin D, Berhe H., Gebrekirston. Risk Factors for Neonatal Sepsis in Public
Hospitals of Mekelle City, North Ethiopia 2015: Unmatched Case Control Study.
2015. PLOS ONE | DOI:10.1371/journal.pone.0154798 May 10, 2016
3. .Shah B,A., Padbury J. Neonatal sepsis An old problem with new insights. 2014.
Virulence 5:1, 170–178; January 1, 2014; c 2014 Landes Bioscience
5. Lopez E.S., Guiral E.,Soto S. Neonatal Sepsis by Bacteria: A Big Problem for
Children. 2013. Saez-Lopez et al., Clin Microbial 2013, 2:6
8. Behrman, R.E., Geme J.W, Schor, N., Stanton B., Kliegman R. Nelson Textbook of
pediatrics 20th.2016. Elsavier
40
41