1. Sastra cyber adalah karya sastra yang disebarluaskan dengan cara mengunggahnya di media
cyber. Media cyber yang dimaksud bisa berupa mailing list, blog, website pribadi, akun
sosial media maupun aplikasi-aplikasi dan website khusus yang menampung karya-karya
sastra cyber. Dalam dunia sastra cyber tidak ada orang yang berperan sebagai redaktur yang
bertugas memilah-milah dan memberi penilaian mana saja karya-karya yang dianggap pantas
untuk dipublikasikan. Penulis karya bisa dengan bebas memublikasikan karyanya masing-
masing.
2. Perkembangan sastra cyber menjadi sedemikian pesat karena kebebasan yang diberikan
dunia cyber pada para penulis untuk memublikasikan karyanya tanpa harus melalui seleksi
redaktur seperti yang diterapkan pada karya sastra cetak. Selain itu perkembangan teknologi
yang juga sangat pesat membuat akses terhadap karya sastra cyber yang dipublikasikan
menjadi lebih mudah membuat pembacanya pun bertambah banyak. Selain itu menurut saya,
tanpa adanya kecenderungan tema-tema tertentu yang sering terjadi pada sastra cetak,
membuat karya sastra cyber menjadi lebih variatif dan dengan demikian menarik banyak
pembaca dari berbagai latar belakang sosial yang sebelumnya kurang tertarik dengan topic-
topik yang diangkat oleh karya sastra cetak.
3. (sastra cetak)
Masokisme
--- teringat M.R
November, 2007
(Puisi karya Abdul Wachid B.S. diambil dari buku kumpulan puisi berjudul Yang :
Kumpulan Sajak 2003-2010 terbitan Penerbit Cinta Buku pada tahun 2011)
Abdul Wachid B.S. adalah penyair asal Lamongan yang telah aktif menerbitkan karya
sejak tahun 1991, baik karya berupa puisi, esai, maupun cerpen. Salah satu antologi puisinya
yaitu Rumah Cahaya yang terbit tahun 2003 ditetapkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional sebagai bacaan wajib siswa Sekolah Menengah Atas pada tahun 2004-2005. Selain
itu beliau juga adalah dosen tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto.
(puisi cyber)
I
Dengan cakar kekarmu
jiwa mekarku kau masukkan dalam tabung mahapekat.
Aku tatap kata-kata matamu dengan kaca-kaca air mataku
sebelum akhirnya kau pergi tanpa sepatah kata.
Lalu aku akan selalu gemetar saat kau berlalu.
II
Dan hati ini bergetar saat kutulis sebuah sajak duka pada tabung mahapekat
“pada tepi gelap pengap
sepi-senyap hati merindu menang
sedang dari balik dedinding gelap tabung pekat
(samar-samar) kulihat belulang-belulang kekar
masih mencakar jiwa-jiwa anak bumi
kulihat pula tangan-tangan perkasa menawan perawan lemah dengan wajah dermawan
kemudian kumandang lelaki lajang memotong petang
menyongsong janda-janda telanjang
dengan kidung nelangsa agung
dengan tangan tertadah mata tengadah
mohon hujan keadilan pada awan kelam”
III
“Duh, Tuhan turunlah kemari
ajari jari-jemari nurani menenun kebenaran dan keadilan
agar aku pun bisa keluar lepas dari cakar kekar
yang t’lah mengurungku dalam liang tabung mahapekat.”
Fabio H. Seran adalah seorang sastrawan Flores yang lahir di Betun. Puisi-puisi dan
cerpennya banyak dipublikasikan di laman www.floressastra.com dan beberapa pernah
diterbitkan di beberapa Koran lokal di NTT. Beliau adalah anggota Serikat Panggilan Ilahi
(SDV) yang sedang meneruskan studi teologinya di Universita Pontificale Salesiana dan masa
formasinya di Roma.
Kedua puisi yang akan dibandingkan di atas sama-sama mengandung isu sosial. Puisi
Masokis tampak ingin menggambarkan hal-hal yang tak bisa digapai orang-orang ‘kecil’ tetapi
mereka sebagai ‘penonton abadi’ tak bisa berhenti menyaksikannya dan membiarkan diri mereka
‘dilukai’ oleh media. Sedangkan puisi Dalam Tabung Mahapekat penulis tampaknya hendak
menggambarkan penderitaan yang diakibatkan oleh kekuasaan dan harapan akan jalan keluarnya.
Bisa dilihat dalam puisi Masokis penggunaan bahasa yang cenderung vulgar dan lugas,
namun bermakna ironi. Penulis nampaknya memprotes sesuatu dengan sebuah sindiran.
Sedangkan dalam puisi Dalam Tabung Mahapekat tampak keprihatinan penulis terhadap
kekuasaan yang sewenang-wenang, yang diungkapkan dengan deskripsi yang cukup membangun
suasana suram. Namun begitu penulis masih menyimpan harapan akan munculnya suatu
pertolongan.
4. Banyak hal yang saya dapatkan dengan mengikuti kuliah Sastra Cyber ini, di antaranya
adalah saya lebih memahami posisi karya sastra cyber di khazanah sastra Indonesia yang
memang belum terlalu diakui. Saya juga bisa memahami permasalahan-permasalahan yang
ada dalam dunia sastra cyber seperti masalah kualitas dan perlindungan hak cipta. Menurut
saya seiring dengan perkembangan teknologi dan kesadaran masyarakat dan akademisi
tentang, sastra cyber akan terus berkembang dari segi kuantitas maupun kualitas. Bisa
dibuktikan dengan banyaknya sastrawan cetak (yang karya-karyanya dianggap berkualitas)
turut serta menulis karya sastra cyber. Dengan demikian, perkembangan sastra cyber ini pun
akan membuat mata kuliah sastra cyber lebih variatif dan hidup karena banyaknya bahan
yang bisa dianalisis.