Anda di halaman 1dari 42

Preformulasi dan Formulasi

Sediaan Steril

Annisa Fatmawati, M.Farm., Apt


Praformulasi
Praformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan farmsi karena meliputi
penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang proses pengembangan formulasi.
Sifat suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset efek terapi dari suatu obat,
lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang dicapai. Oleh karena itu pengembangan praformulasi
dan formulasi untuk suatu produk steril harus diintregasikan secara hati – hati dengan pemberian yang
dimaksud pada seorang pasien.
Sifat kimia dan fisika suatu obat harus ditentukan, interaksinya dengan tiap bahan yang diinginkan harus
dikaji, dan efek dari masing - masing tahap kestabilannya harus diselidiki dan dimengerti.
Semua komponen harus memiliki kualitas yang sangat baik. Kontaminasi fisika dan kimia tidak hanya
menyebabkan iritasi kejaringan tubuh, tetapi jumlah kontaminasi yang sangat kecil tersebut juga dapat
menyebabkan degradasi produk sebagai hasil dari perubahan kimia, khususnya selama waktu pemanasan bila
digunakan sterilisasi panas.
CAKUPAN PRA FORMULASI
CONTENTS
01 Organoleptis

02 Analisis Fisikokimia

03 Sifat-sifat fisikomekanik / karakteristik fisik

04 Koefisien Partisi dan Konstanta Disosiasi


05 Karakteristik Larutan
★ Warna
★ Bentuk
★ Aroma
Organoleptis LOGO
TEXT HERE

Organoleptis adalah studi praformulasi yang harus dilakukan


untuk mengetahui pemerian zat aktif terdiri dari warna, bentuk,
aroma dan rasa zat aktif dengan menggunakan terminologi
deskriptif. Uji organoleptis sangat berguna dalam melakukan
identifikasi awal mengenai suatu zat yang akan dibuat suatu
sediaan. Uji ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bentuk dari
bahan yang akan digunakan dalam formulasi, agar tidak salah
dalam mengambil bahan-bahan untuk formulasi. Dalam
menentukan zat yang akan digunakan, dapat mengamatinya dari
segi bentuk, warna, rasa juga aroma.
a. Warna LOGO
TEXT HERE

Warna memegang peranan penting dalam identifikasi suatu


sediaan sebelum membuat suatu sediaan injeksi. Karena hal
yang akan dilihat pertama kali adalah warna dari bahan-bahan
itu.Warna biasanya merupakan fungsi inheren kimia obat karena
terkait dengan ketidakjenuhan. Intensitas warna terkait dengan
keberadaan konjugasi ketidakjenuhan di samping keberadaan
khromofor , seperti –NH2, -NO2 dan –CO- (keton) yang
mengintensifkan warna.
b. Bentuk LOGO
TEXT HERE

Bentuk juga memegang peranan yang sangat penting dalam


identifikasi. Setelah menentukan warna, biasanya yang dilihat
terlebih dahulu adalah bentuk dari bahan itu. Sehingga akan
benar-benar yakin bahwa yang digunakan dalam formulasi
adalah bahan-bahan yang tepat.
c. Bau/ Aroma LOGO
TEXT HERE

Sebagian zat memiliki aroma yang khas dan kemungkinan bau


yang inheren (terkait) dengan keberadaan gugus fugsional yang
terdapat dalam molekul obat. Adakalanya zat sama sekali tidak
berbau atau dapat pula berbau pelarut residu pelarut. Hal ini
penting karena dalam farmakope ada ketentuan batas maksimal
pelarut yang diperbolehkan ada dalam obat (terutama karena
alasan toksisitas).
Dengan uji organoleptis, dapat mempermudah identifikasi suatu
bahan. Terutama bahan yang mengandung aroma yang khas.
Daftar beberapa istilah organoleptik dalam FI Ed. IV.
Organoleptis
Warna Rasa Aroma Bentuk
Asam Sedikit beraroma cuka Hablur
Putih Asin Aroma Khas Berserat
Hampir putih Pahit Aroma menusuk Granul
Putih kekuningan Manis Aroma aromatik Serbuk halus
Kuning Membakar Aroma lemah Partikel seperti pasir
Kuning pucat Dingin Aroma seperti sulfida Serbuk ruah
Kuning kecoklatan Pedas Praktis tidak beraroma Higroskopis
Krem Tidak berasa Tidak beraroma Serbuk amorf
Krem pucat Sedikit pahit Aroma amin ringan Serpihan
Keabu-abuan Sangat pahit Aroma tidak enak seperti Bentuk jarum
Merah tua Aroma minyak merkapton
Merah muda permen Aroma asam klorida lemah
Merah jingga
Merah
Coklat
★ Data kualitatif dan data kuantitatif
★ Kemurnian
Data kualitatif dan data kuantitatif

1 Data kualitatif

Data
Analisis

2 Data kuantitatif
a. Data Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis ini merupakan bagian penting dalam studi praformulasi yaitu


untuk penetapan identitas dan kadar zat aktif.
Untuk penetapan kualitatif biasanya digunakan kromatografi lapis tipis,
spectrum serapan inframerah, reaksi warna, spectrum serapan ultraviolet
dan reaksi lainnya.
Penetapan kadar zat aktif (kuantitatif) biasanya dilakukan dengan metode
spektrofotometri, kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKK), titrasi kompleksometri, asam basa, argentometri, iodometri, dan
sebagainya. Penetapam kadar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kadar dari zat aktif yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan.
a. Data Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis ini merupakan bagian penting dalam studi praformulasi yaitu


untuk penetapan identitas dan kadar zat aktif.
Untuk penetapan kualitatif biasanya digunakan kromatografi lapis
tipis, spectrum serapan inframerah, reaksi warna, spectrum serapan
ultraviolet dan reaksi lainnya.
Penetapan kadar zat aktif (kuantitatif) biasanya dilakukan dengan
metode spektrofotometri, kromatografi gas, kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKK), titrasi kompleksometri, asam basa, argentometri,
iodometri, dan sebagainya. Penetapam kadar dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kadar dari zat aktif yang akan digunakan
dalam pembuatan sediaan.
a. Data Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis ini merupakan bagian penting dalam studi praformulasi yaitu


untuk penetapan identitas dan kadar zat aktif.
Untuk penetapan kualitatif biasanya digunakan kromatografi lapis tipis,
spectrum serapan inframerah, reaksi warna, spectrum serapan ultraviolet
dan reaksi lainnya.
Penetapan kadar zat aktif (kuantitatif) biasanya dilakukan dengan metode
spektrofotometri, kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKK), titrasi kompleksometri, asam basa, argentometri, iodometri, dan
sebagainya. Penetapam kadar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kadar dari zat aktif yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan.
b. Kemurnian

Praformulasi harus mempunyai daya memahami kemurnian suatu zat aktif.


Ketidakmurnian dapat mempengaruhi stabilitas, misalnya kontaminasi
logam dengan kadar seperjuta (ppm) dapat merusak beberapa golongan
senyawa tertentu. Kemurnian juga dapat memberikan efek yang lain bagi
untuk efek terapi yang di harapkan. Metode lain yang berguna dalam
menilai kemurnian adalah analisis termal gravimetri dan diferensial.
Mengetahui kemurnian suatu bahan dimaksudkan untuk agar bahan aktif
atau bahan tambahan yang digunakan tidak mengalami kontaminan
sehingga sediaan steril yang dihasilkan memiliki efek terapi yang
maksimal.
Kemurnian LOGO
TEXT HERE

Suhu Lebur Higroskopisitas

Struktur & Bobot Molekul Purity Profil Analitik Termal

Konstanta Ionisasi

Aktivitas Optikal Spectra Absorben


a. Struktur dan Bobot Molekul

Struktur dan bobot molekul. Dari struktur molekul, peneliti dapat membuat
penilaian awal menyangkut sifat potensial dan reaktivitas fungsional dari
molekul bahan aktif obat.
b. Suhu Lebur

Suhu lebur. Suhu lebur suatu bahan secara termodinamika didefinisikan


sebagai suhu dimana fase cair dan padat berada dalam kesetimbangan.
Penentuan suhu lebur merupakan indikasi pertama dari kemurnian bahan
karena keberadaan jumlah relative kecil pengotor dapat terdeteksi dengan
penurunan atau pelebaran suhu lebur.
c. Profil Analitik Thermal

Profil analitik termal. Selama sintesis dan isolasi, sampel kemungkinan


diekspose terhadap perubahan suhu lingkungan proses yang dapat
menunjukkan profil termal apabila sampel dipanaskan antara suhu kamar
dan suhu leburnya. Apabila tidak ada masalah karena panas, sampel tidak
akan mengabsorbsi atau melepas panas sebelum mencapai suhu leburnya.
d. Higroskopisitas

Higroskopisitas. Senyawa dikatakan higroskopis jika senyawa tersebut


menarik / mengambil kelembapan dan suhu pada kondisi spesifik dalam
jumlah signifikan. Tingkat higroskopis yang tinggi dapat mempengaruhi
efek yang tidak dikehendaki dari sifat fisika dan kimia suatu bahan obat
yang menyebabkan terjadinya perubahan sehingga secara farmasetik sulit
atau tidak mungkin dilakukan penanganan secara memuaskan.
e. Spektra Absorben

Spectra absorben. Molekul dengan struktur tidak jenuh mampu


mengabsorbsi cahaya pada rentang frekuensi spesifik. Derajat
ketidakjenuhan yang diikuti dengan keberadaan gugus khromofor akan
mempengaruhi jumlah absorbsi, baik sinar ultraviolet maupun sinar
tampak akan diabsorbsi.
f. Konstanta Ionisasi

Konstanta ionisasi. Memberikan informasi tentang ketergantungan


kelarutan dari senyawa pada pH formulasi. pKa biasanya ditentukan secara
titrasi potensiometrik pH atau analisis pH kelarutan.
g. Aktivitas Optikal

Aktivitas optikal. Molekul yang mampu memutar cahaya dan cahaya


terpolarisasi secara merata dinyatakan sebagai aktif secara optic. Jika
bekerja dengan suatu senyawa yang aktif secara optic selama penelitian
praforlmulasi, maka sangat penting untuk memantau rotasi optic tersebut
karena penentuan kuantitatif secara kimia saja tidak cukup. (Agoes,
Goeswin. 2009)
★ Uraian Fisik
★ Pengujian Mikroskopik
★ Ukuran Partikel
a. Uraian Fisik LOGO
TEXT HERE

Uraian Fisik. Uraian fisik dari suatu obat sebelum pengembangan bentuk sediaan
penting untuk dipahami, kebanyakan zat obat yang digunakan sekarang adalah
bahan padat. Kebanyakan obat tersebut merupakan senyawa kimia murni
yang berbentuk amorf atau kristal. Obat cairan digunakan dalam jumlah yang
lebih kecil, gas bahkan lebih jarang lagi. Untuk mengembangkan bentuk sediaan
maka perlu diketahui tentang uraian fisik suatu bahan agar mempermudah dalam
menentukan metode membuat sediaan.

1 2 3 4
b. Pengujian Mikroskopik LOGO
TEXT HERE

Pengujian Mikroskopik. Pengujian mikroskopik dari zat murni (bahan obat)


merupakan suatu tahap penting dalam kerja (penelitian) praformulasi. Pengujian
ini memberikan indikasi atau petunjuk tentang ukuran partikel dari zat murni
seperti juga struktur kristal. Pengujian mikroskopik bertujuan untuk mengetahui
tentang ukuran partikel. Sehingga pada saat pembuatan sediaan tetes mata akan
diketahui ukuran partikel jika memang bentuk sediaan adalah suspensi.
Ukuran Partikel TEXT

TEXT Struktur Kristal

TEXT

TEXT
2019 2019
c. Ukuran Partikel LOGO
TEXT HERE

Ukuran partikel zat yang larut dalam air tidak merupakan masalah kecil,
kecuali dalam bentuk agregat besar, tetapi adakalanya diperlukan untuk
meningkatkan kecepatan pelarutan untuk mengurangi waktu proses
manufaktur. Karakterstik ukuran dan bentuk partikel dapat ditentukan
melalui evaluasi dengan mikroskop electron, optik, atau dengan alat
polarisasi yang dapat membuat foto bentuk dan ukuran partikel.
Karakteristik morfologi bahan aktif obat direkam melalui sketsa atau
yang lebih teliti melalui fotomikrograf, merupakan dokumen
permananen untuk dibandingkan dengan bets selanjutnya.
Sifat-sifat Fisika Kimia LOGO
TEXT HERE

Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh:

Distribusi Ukuran Partikel Laju Disolusi Obat

Bioavailabilitas Keragaman isi

Tekstur Keragaman rasa

Kestabilan
Keragaman Warna

2019 2019
c. Ukuran Partikel LOGO
TEXT HERE

Sifat-sifat seperti karateristik aliran dan laju sedimentasi juga


merupakan faktor-faktor penting yang berhubungan dengan ukuran
partikel. Ukuran partikel dari zat murni dapat mempengaruhi formulasi
produk. Khususnya efek ukuran partikel terhadap absorpsi obat.
Keseragaman isi dalam bentuk sediaan padat sangat tergantung kepada
ukuran partikel dan distribusi bahan aktif pada seluruh formulasi yang
sama.
★ Polimorfisme
★ Kelarutan
★ Disolusi
★ Kestabilan
a. Polimorfisme LOGO
TEXT HERE

Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal


atau bentuk amorf dari zat obat tersebut.

Bentuk-bentuk polimorfisme biasanya menunjukkan


sifat fisika kimia yang berbeda termasuk titik leleh
dan kelarutan.

Bentuk polimorfisme ditunjukkan oleh paling sedikit


sepertiga dari senua senyawa-senyawa organik.
b. Kelarutan

Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan
dalam air agar manjur dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem
sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus
berada dalam bentuk larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut
seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.
b. Kelarutan

Dalam pembuatan sediaan injeksi kelarutan sangat penting untuk


pengembangan larutan yang dapat disuntikkan baik secara intravena
maupun intramuscular. Garam asam atau basa mempresentasikan
kelompok obat yang dapat mencapai kelarutan obat dalam air yang
dibutuhkan. Kelas obat lain, baik berupa molekul netral maupun asam atau
basa sanagt lemah umumnya tidak dapat disolubilisasi dalam air dalam
rentang pH yang sesuai, sehingga memerlukan penggunaan pelarut non air
seperti PEG 300 dan 400, propilen glikol, gliserol, etilalkohol, minyak
lemak, etiloleat, dan benzilbenzoat.
c. Disolusi

Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin


diakibatkan oleh laju disolusi. Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan
bagi obat untuk melarut dalam cairan pada tempat absorpsi. Untuk obat
yang diberikan secara oral dalam bentuk padatan, laju disolusi adalah
tahap yang menentukan laju absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat
mempengaruhi onset, intensitas dan lama respon serta bioavailabilitas.
d. Kestabilan

Salah satu aktivitas yang paling penting dalam praformulasi adalah


evaluasi kestabilan fisika dari zat obat murni. Pengkajian awal dimulai
dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui.
Adanya pengotoran akan menyebabkan kesimpulan yang salah dalam
evaluasi tersebut.

Pengkajian praformulasi yang dihubungkan dengan fase praformulasi


termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase
larutan dan kestabilan dengan adanya bahan penambah.
d. Kestabilan

Ketidak stabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk,
karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia
yang beraneka ragam.

Secara kimia, zat obat adalah alcohol, fenol, aldehid, keton, ester-ester,
asam-asam, garam-garam, alkaloid, glikosida, dan lain-lain. Masing-
masing dengan gugus kimia relative yang mempunyai kecenderungan
berbeda terhadap ketidak stabilan kimia. Secara kimia proses kerusakan
yang paling sering meliputi hidrolisis dan oksidasi.
★ Add your title
★ Add your title
★ Add your title
a. Konstanta Disosiasi LOGO
TEXT HERE

Konstanta disosiasi. Konstanta disosiasi


digunakan untuk mengetahui Ph
dalam proses pembuatan sediaan steril.
Saat suatu asam HA larut dalam air,
sebagian asam tersebut terurai
(terdisosiasi) membentuk ion
hidronium dan basa konjugasinya.
Hubungan dengan pembuatan sediaan
injeksi yaitu sediaan harus sesuai
dengan pH yang hampir sama dengan
pH darah supaya jika obat di suntikkan
dalam tubuh dan tercampur dalam
darah maka tidak terjadi nyeri. Dan
efek terapinya tercapai
b. Kelarutan LOGO
TEXT HERE

Semua sifat fisika atau kimia bahan aktif langsung atau tidak
langsung akan dipengaruhi oleh kelarutan. Dalam larutan ideal,
kelarutan bergantung pada suhu lebur. Hubungan dengan
pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus larut dalam
pembawanya sehingga ketika sediaan tersebut di suntikkan efek
terapinya bisa tercapai dengan cepat.
c. Disolusi LOGO
TEXT HERE

Disolusi merupakan tahap pembatas laju absorbsi


suatu obat menuju sirkulasi sistemik.Uji ini
digunakan untuk mengetahui waktu zat aktif mulai
dilepaskan untuk memperoleh kadar yang tinngi
dalam darah.
d. Stabilitas LOGO
TEXT HERE

Purity
Stabilitas fisika dan kimia dari bahan aktif murni sangat perlu untuk
dievaluasi karena jika terdapat keberadaan pengotor dapat
menyebabkan kesimpulan yang salah.

Bebas Impurity
Hubungan dengan pembuatan injeksi karena pada sediaan injeksi
keadaan harus steril dan bebas dari keberadaan pengotor.
Daftar Pustaka
1. Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press
2. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
3. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
4. Pharmacopee Ned edisi V
5. Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan
6. Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press
7. Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
8. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta
9. Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta : Soeroengan
10. Anonim. Farmakope Herbal
11. Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia 28th edition. London: The
Pharmaceutical Press.
12. Badan Pengaeas Obat dan Makanan. ISFI. 2006. ISO Indonesia, volume IV. Jakarta: PT. Anem Kosong Anem
(AKA).
13. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta.
14. Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical
Press.
15. Hardjasaputra, S. L. Purwanto, Dr. dkk. 2002. Data Obat di Indonesia (DOI), edisi 10. Jakarta: Grafidian medi press.
(#Akfar PIM/2010)

Anda mungkin juga menyukai