Anda di halaman 1dari 10

Sintia

05031181924093

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kubis Putih
Kubis putih (Brasicca oleracea) merupakan tanaman jenis sayur yang memiliki daun berbentuk
bulat. Kubis banyak mengandung protein, vitamin B1, vitamin A, serta vitamin C. Swain et al.
(2014) menambahkan bahwa kandungan nutrisi pada kubis putih terdiri atas karbohidrat 5,8%,
gula 3,2%, protein 1,28%, lemak 0,1% serta serat 2,5 gram. Oleh karena kubis mengandung
banyak komponen gizi, kubis dapat dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme
seperti bakteri asam laktat dalam proses fermentasi.
Pada proses fermentasi kubis yang dilakukan secara spontan dengan ditambahkan garam untuk
menyeleksi mikroorganisme yang dapat tumbuh (Wiander & Palva, 2011). Penggunaan kadar
garam yang terlalu tinggi pada proses fermentasi akan menghambat proses fermentasi serta
menimbulkan warna kecoklatan pada sauerkraut, sedangkan kadar garam yang terlalu rendah
akan menyebabkan tumbuhnya bakteri proteolitik dan selulotik yang nantinya juga akan
menghambat proses fermentasi dan menimbulkan aroma yang tidak dikehendaki. Kadar garam
yang umumnya digunakan untuk proses fermentasi sayuran adalah 2-10% (Swain et al., 2014)

B. Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Fermentasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu spontan dan tidak spontan. Fermentasi spontan adalah yang
tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi dalam proses pembuatannya.
Sedangkan fermentasi tidak spontan adalah yang ditambahkan starter atau ragi dalam proses
pembuatannya. Mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara aktif merubah bahan yang di
fermentasi menjadi produk yang diinginkan pada proses fermentasi (Suprihatin, 2010).

C. Bakteri Asam Laktat (BAL)


Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang umumnya berperan dalam proses fermentasi,
contohnya pada pembuatan berbagai produk seperti yoghurt, susu asam, keju, mentega, asinan
dan lain sebagainya. Jenis bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi kubis
putih antara lain adalah Lactobacillus mesenteroides, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus
brevis, serta Lactobacillus rhamnosus. Bakteri asam laktat tersebut dapat menghasilkan asam
yang akan menurunkan nilai pH sehingga memberikan efek pengawetan bagi kubis putih
(Swain et al., 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA University Press.

Swain, M. Ranjan, M. Anandharaj, R. C. Ray, and R. P. Rani. 2014. Review Article: Fermented
Fruits and Vegetables of Asia: A potential Source of Probiotics. Hindawi Publishing
Corporation Biotechnology Reasearch International. Vol 2014:1-19.

Wiander, Britta dan Airi Palva. 2011. Sauerkraut and Sauerkraut Juice Fermented
Spontaneosly using Mineral Salt, Garlic, and Algae. Agricultural and Food Science.Vol 2
(2011):169-175.

Tinjauan pustaka ( Dicky wirayudha)

Fermentasi asam laktat adalah salah satu metode untuk memproduksi dan mengawetkan
makanan tertentu sehingga dapat disimpan untuk dikonsumsi kemudian. Fermentasi ini
sendiri tidak memerlukan panas atau pun persiapan mahal, sehingga lebih disukai dibanding
metode lain. Bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi umumnya dapat
berkembang dengan baik pada makanan yang diproses. Dengan fermentasi ini, pH pada
bahan makanan tersebut akan turun ke angka yang membuat organisme lain tidak dapat
berkembang.Sejumlah mikroba seperti beberapa spesies Lactobacillus, Bifidobacterium sp,
dan beberapa bakteri asam laktat lainnya berguna dalam pembuatan produk probiotik.
Misalnya, bakteri lactic streptococci dan Leuconostocs menurunkan pH menjadi 4,5 hingga
4. Selain itu, karbon dioksida yang dihasilkan heterofermentative lactobacilli juga memiliki
efek pengawet pada makanan.Fermentasi asam laktat ini dipilih untuk mengawetkan
makanan karena beberapa alasan:Tidak membutuhkan biaya tinggi dibanding pembekuan
makanan atau pun pengalengan, Memperkaya rasa makanan,Hanya memerlukan sedikit
energi untuk memroses dan menyiapkan makanan untuk dapat dikonsumsi,hasilnya disukai
banyak orang.

Salah satunya adalah adalah kol atau kubis dan berikut ini adalah makanan fermentasi yang
terbuat dari bahan kubis atau kol. Sayuran kol banyak ditanam di Indonesia dan jumlah
produksinya melimpah. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh (2013) produksi kol di
Aceh mencapai 50,59 ton. Rata-rata konsumsi sayuran di masyarakat Aceh hanya 22,48 ton
sehingga jumlah produksi tidak termanfaatkan secara optimal dan sering menjadi limbah
pasar. Sayuran kol yang tidak habis terjual di pasar-pasar tradisional maka akan dibuang,
oleh karena itu dibutuhkan penanganan lanjutan terhadap pasca panen kol, salah satunya
dengan cara mengolah sayuran kol menjadi sauerkraut (asinan kol). Fermentasi adalah salah
satu metode pengawetan bahan pangan yang sangat kuno dan dapat mempertahankan nilai
gizi bahan pangan. Produk fermentasi sayuran yang terkenal saat ini yaitu seperti kimchi
(Korea), sauerkraut (Jerman), pikel, acar dan sayur asin. Sauerkraut dapat dibuat dari
berbagai jenis sayuran seperti genjer, sawi, kol atau kubis, kangkung, dan rebung. Kol segar
yang difermentasi menjadi sauerkraut menggunakan garam dengan konsentrasi tertentu,
sehingga tidak perlu ditambahkan mikroorganisme lain sebagai starter (inoculum) atau ragi,
karena bakteri asam laktat sudah ada pada kol . Pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam
laktat dapat dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan garam sebelum proses
fermentasi berlangsung. Konsentrasi garam yang diberikan akan mempengaruhi kualitas
sauerkraut. Proses pembuatan sauerkraut tidak begitu jauh berbeda dengan sayur asin,
hanya saja sayurannya diiris tipis-tipis. Sauerkraut masih tergolong asing karena
konsumsinya di dalam negeri sangat terbatas, tetapi di luar negeri seperti Korea dalam
bentuk “kimchi”, Jepang dalam bentuk “tsukemono”, Eropa dalam bentuk “sauerkraut”
merupakan konsumsi sehari-hari yang tidak bisa diabaikan jumlahnya. Oleh karena itu
pembuatan pikel.setengah jadi ini juga dapat menjadi inisiatif negara Indonesia untuk
mensuplai bahan baku ke negara-negara tersebut, dan diharapkan dapat menjadi produk
ekspor yang mempunyai prospek baik.

Sumber : https://www.alodokter.com/fermantasi-asam-laktat-ini-makanan-yang-dihasilkan

Nama : Wanda

Kubis atau yang sering disebut kol (Brassica oleracea) merupakan sayuran yang banyak
mengandung vitamin, karbohidrat, protein dan mineral. Kol memiliki umur simpan yang
terbatas karena mengandung kadar air yang tinggi sehingga mudah rusak dan tidak tahan lama
Sayuran kol juga banyak ditanam di Indonesia dan jumlah produksinya melimpah. Menurut
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh (2013) produksi kol di Aceh mencapai 50,59 ton. Rata-
rata konsumsi sayuran di masyarakat Aceh hanya 22,48 ton sehingga jumlah produksi tidak
termanfaatkan secara optimal dan sering menjadi limbah pasar. Sayuran kol yang tidak habis
terjual di pasar-pasar tradisional maka akan dibuang, oleh karena itu dibutuhkan penanganan
lanjutan terhadap pasca panen kol, salah satunya dengan cara mengolah sayuran kol menjadi
sauerkraut (asinan kol). Fermentasi adalah salah satu metode pengawetan bahan pangan yang
sangat kuno dan dapat mempertahankan nilai gizi bahan pangan. Produk fermentasi sayuran
yang terkenal saat ini yaitu seperti kimchi (Korea), sauerkraut (Jerman), pikel, acar dan sayur
asin. Kol dapat diawetkan dengan proses fermentasi menjadi sauerkraut (asinan jerman) untuk
menghasilkan produk dengan sifat inderawi yang khas, khususnya aroma dan cita rasa.
Sauerkraut dapat dibuat dari berbagai jenis sayuran seperti genjer, sawi, kol atau kubis,
kangkung, dan rebung. Sauerkraut (kol asam) adalah makanan khas Jerman yang terbuat dari
kubis yang diiris halus dan difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc,
Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup
asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam
sayuran berfermentasi. Kol segar yang difermentasi menjadi sauerkraut menggunakan garam
dengan konsentrasi tertentu, sehingga tidak perlu ditambahkan mikroorganisme lain sebagai
starter (inoculum) atau ragi, karena bakteri asam laktat sudah ada pada kol . Pertumbuhan dan
aktivitas bakteri asam laktat dapat dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan
garam sebelum proses fermentasi berlangsung. Konsentrasi garam yang diberikan akan
mempengaruhi kualitas sauerkraut. Proses pembuatan sauerkraut tidak begitu jauh berbeda
dengan sayur asin, hanya saja sayurannya diiris tipis-tipis. Sauerkraut masih tergolong asing
karena konsumsinya di dalam negeri sangat terbatas, tetapi di luar negeri seperti Korea dalam
bentuk “kimchi”, Jepang dalam bentuk “tsukemono”, Eropa dalam bentuk “sauerkraut”
merupakan konsumsi sehari-hari yang tidak bisa diabaikan jumlahnya. ( Hayati,R , Fadhil,R ,
Agustina,R. 2017).

http://jurnal.unsyiah.ac.id/RTP/article/download/8937/8347

Hayati, R., Fadhil, R., & Agustina, R. (2017). Analisis kualitas sauerkraut (Asinan Jerman)
dari kol (Brassica Oleracea) selama fermentasi dengan variasi konsentrasi garam. Rona Teknik
Pertanian, 10(2), 23-34.

Nama:Sugy dwi apriliantika

Nim : 05031181924004

Kubis (Brassica oleracea) merupakan salah satu produk hortikultura yang tumbuh di daerah
dataran tinggi. Kubis mempunyai cita rasa yang enak dan lezat, juga mengandung gizi yang
cukup tinggi. Selama ini kubis dijual hanya sebagai sayuran saja. Sayuran ini bersifat mudah
rusak dan busuk, sehingga menghasilkan limbah yang menjadi suatu permasalahan di
lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari sayuran kubis yaitu limbah daun yang membusuk.
Namun, limbah kubis mampu mendatangkan keuntungan.Bakteri asam laktat yang berperan
dalam proses fermentasi kubis yaitu Lactobacillus seperti Lactobacillus plantarum,
Lactobacillus delbruckil, Lactobacillus fermentum dan Lactobacillus brevis. Lactobacillus
merupakan suatu mikroorganisme yang berfungsi dalam pembentukan asam laktat dari
laktosa. Bakteri Lactobacillus memiliki ketahanan terhadap kadar oksigen yang rendah dan
sangat tahan terhadap asam. Pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi akan
mengakibatkan perubahan pada produk yaitu: (a) membatasi pertumbuhan organisme yang
tidak diinginkan dan menghambat pembusukan; (b) memproduksi berbagai citarasa yang
khas karena terjadi pengumpulan asam organik sehingga diperoleh hasil akhir yang khas
berupa produk yang berbeda dari bahan dasarnya, rumus molekul CH3CHOHCOOH. Limbah
inilah yang merupakan substrat bakteri asam laktat seperti Lactobacillus yang merupakan
mikroorganisme penghasil asam laktat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh
variasi lama fermentasi dengan penambahan NaCl terhadap produksi asam laktat dari kubis.
Metode penelitian ini adalah penelitian “deskriptif eksperimental”. Rancangan penelitian
yang akan dilakukan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial sebanyak 2 faktor yaitu (1)
konsentrasi NaCl: 2.5, 3 dan 3.5%, (2) lama fermentasi yang terdiri dari tiga level yaitu 8, 10
dan 12 hari, dengan dua kali ulangan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variasi
terbaik proses fermentasi asam laktat dari kubis adalah lama fermentasi 8 hari dengan
penambahan NaCl 3% dan memperoleh kadar asam laktat tertinggi yaitu 2.6%.

Edam, M. (2018). Variasi Lama Fermentasi Dengan Penambahan Nacl Terhadap Produksi
Asam Laktat Dari Kubis (Brassica Oleracea). Jurnal Penelitian Teknologi Industri, 10(1), 25-36.

Nama: Anggi Kristine Natasya

Nim: 05031181924011

Fermentasi Kubis

KUBIS

Kubis (Brassica oleracea) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak tumbuh di daerah
dataran tinggi. Sayuran ini bersifat mudah layu, rusak dan busuk. Namun, kubis mempunyai
peranan yang penting untuk kesehatan karena cukup banyak mengandung vitamin, mineral,
karbohidrat, protein dan sedikit lemak yang sangat diperlukan tubuh manusia. Pada
umumnya yang dimaksud dengan kata kubis adalah kol yang berbentuk kepala, sedang
sebenarnya varietas kubis ada bermacam-macam. Namun secara umum kubis terbagi dalam
3 kelompok besar, yaitu kubis putih, kubis merah, dan kubis savoy. Fermentasi adalah suatu
aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun anaerob untuk mendapatkan energi diikuti
terjadinya perubahan kimiawi substrat organik. Proses fermentasi dapat menggunakan
perlakuan penambahan inokulum dan ada yang secara alami. Prinsip utama pembuatan asam
laktat dengan proses fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi bentuk
monosakaridanya dan dari monosakarida tersebut dengan bantuan enzim yang dihasilkan
oleh Lactobacillus sp. akan diubah menjadi asam laktat. Bakteri ini secara alami banyak
terdapat pada permukaan tanaman (sayur) dan produk-produk susu (Buckle et al.,1987).
Proses fermentasi asam laktat berlangsung ditandai dengan timbulnya gas dan meningkatnya
jumlah asam laktat yang diikuti dengan penurunan pH. Sifat bakteri laktat tumbuh pada pH 3
– 8 serta mampu memfermentasikan monosakarida dan disakarida sehingga menghasilkan
asam laktat. Bakteri laktat merupakan bakteri yang diperlukan dalam fermentasi sayuran.
Bakteri ini secara alami terdapat pada sayuran itu sendiri. Hampir semua jenis sayuran dapat
difermentasi secara alami oleh bakteri laktat, karena sayuran mengandung gula yang
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri tersebut. Bakteri laktat memfermentasi gula melalui
jalur-jalur yang berbeda sehingga dikenal sebagai homofermentatif dan heterofermentatif
atau fermentasi campuran asam. Bakteri heterofermentatif memecah gula terutama menjadi
asam laktat dan produk-produk lain seperti alkohol, asetat, karbondioksida. Sedangkan
bakteri homofermentatif memecah gula terutama menjadi asam laktat. Menurut Buckle et
al., proses fermentasi asam laktat secara alami dapat berlangsung apabila substrat
mengandung zat gula sebesar 4–20% (%b/v) dan berdasarkan hasil analisa bahan baku
diperoleh kadar glukosa sebesar 4,76%(%b/v). Selain itu bakteri laktat juga membutuhkan zat
nutrisi seperti vitamin dan mineral untuk pertumbuhannya. Pemanfaatan bakteri laktat yang
dikombinasikan dengan pemberian garam dan suhu yang tepat akan menghasilkan produk
fermentasi yang bermutu baik. Garam berfungsi sebagai bahan untuk menarik air dan zat gizi
dari jaringan bahan yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat.
Fungsi penambahan Na3PO4 pada proses fermentasi asam laktat adalah sebagai bahan untuk
menarik air dan zat gizi dari jaringan sayuran yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri
pembentuk asam laktat.

Nadhiva Cantika Rama Desfy

05031181924006

PEMBUATAN ASAM LAKTAT DARI LIMBAH KUBIS

Kubis (Brassica oleracea) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak tumbuh di
daerah dataran tinggi. Sayuran ini bersifat mudah layu, rusak dan busuk. Namun, kubis
mempunyai peranan yang penting untuk kesehatan karena cukup banyak mengandung vitamin,
mineral, karbohidrat, protein dan sedikit lemak yang sangat diperlukan tubuh manusia
(Pracaya, 1994). Pada umumnya yang dimaksud dengan kata kubis adalah kol yang berbentuk
kepala, sedang sebenarnya varietas kubis ada bermacam-macam. Namun secara umum kubis
terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu kubis putih, kubis merah, dan kubis savoy. Fermentasi
adalah suatu aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun anaerob untuk mendapatkan energi
diikuti terjadinya perubahan kimiawi substrat organik. Proses fermentasi dapat menggunakan
perlakuan penambahan inokulum dan ada yang secara alami (Rahman,1989). Prinsip utama
pembuatan asam laktat dengan proses fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi
bentuk monosakaridanya dan dari monosakarida tersebut dengan bantuan enzim yang
dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan diubah menjadi asam laktat. Bakteri ini secara alami
banyak terdapat pada permukaan tanaman (sayur) dan produk-produk susu (Buckle et
al.,1987).

Proses fermentasi asam laktat berlangsung ditandai dengan timbulnya gas dan
meningkatnya jumlah asam laktat yang diikuti dengan penurunan pH. Sifat bakteri laktat
tumbuh pada pH 3 – 8 serta mampu memfermentasikan monosakarida dan disakarida sehingga
menghasilkan asam laktat (Stamer, 1979). Bakteri laktat merupakan bakteri yang diperlukan
dalam fermentasi sayuran. Bakteri ini secara alami terdapat pada sayuran itu sendiri. Hampir
semua jenis sayuran dapat difermentasi secara alami oleh bakteri laktat, karena sayuran
mengandung gula yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri tersebut (Apandi 1984). Bakteri
laktat memfermentasi gula melalui jalur-jalur yang berbeda sehingga dikenal sebagai
homofermentatif dan heterofermentatif atau fermentasi campuran asam. Bakteri
heterofermentatif memecah gula terutama menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti
alkohol, asetat, karbondioksida. Sedangkan bakteri homofermentatif memecah gula terutama
menjadi asam laktat (Buckle et al., 1987). Menurut Buckle et al.,(1987), proses fermentasi asam
laktat secara alami dapat berlangsung apabila substrat mengandung zat gula sebesar 4–20%
(%b/v) dan berdasarkan hasil analisa bahan baku diperoleh kadar glukosa sebesar 4,76%(%b/v)
(Lab.Instrument UPN “Veteran” JATIM). Selain itu bakteri laktat juga membutuhkan zat
nutrisi seperti vitamin dan mineral untuk pertumbuhannya. Adapun komposisi gizi yang
terkandung dalam kubis putih.

Pemanfaatan bakteri laktat yang dikombinasikan dengan pemberian garam dan suhu
yang tepat akan menghasilkan produk fermentasi yang bermutu baik. Garam berfungsi sebagai
bahan untuk menarik air dan zat gizi dari jaringan bahan yang difermentasi untuk pertumbuhan
bakteri pembentuk asam laktat (Apriyanto 1984). Fungsi penambahan Na3PO4 pada proses
fermentasi asam laktat adalah sebagai bahan untuk menarik air dan zat gizi dari jaringan
sayuran yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat.

Nama : Cik Rahma Zahira

Nim : 05031281924034

Kubis adalah salah satu tanaman yang banyak dan mudah dijumpai di Indonesia.Menurut
Direktorat Jenderal Hortikultura (2012) hasil panen kubis cukup banyak jika dibandingkan
dengan hasil panena sayuran yang lain itu 20,88 ton/ hektar.Oleh sebab itu, kubis banyak
dijumpai di pasar modern maupun tradisional dengan berbagai varietas. Kubis dapat tumbuh
di ketinggian 800-2000 meter dari permukaan laut. Berdasarkan hal tersebut maka, Bandungan
daerah Gedongsongo dapat digunakan untuk daerah pengambilan kubis, karena ketinggian
Bandungan yaitu 800 meter dari permukaan laut. Kubis putih (Brasicca oleracea) merupakan
tanaman jenis sayur yang memiliki daun berbentuk bulat. Kubis banyak mengandung protein,
vitamin B1, vitamin A, serta vitamin C. Swain et al. (2014) menambahkan bahwa kandungan
nutrisi pada kubis putih terdiri atas karbohidrat 5,8%, gula 3,2%, protein 1,28%, lemak 0,1%
serta serat 2,5 gram. Oleh karena kubis mengandung banyak komponen gizi, kubis dapat
dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri asam laktat dalam
proses fermentasi. Pada proses fermentasi kubis yang dilakukan secara spontan dengan
ditambahkan garam untuk menyeleksi mikroorganisme yang dapat tumbuh (Wiander & Palva,
2011).Penambahan garam juga berfungsi untuk menarik nutrisi kubis yang akan digunakan
oleh bakteri asam laktat untuk dapat tumbuh (Thakur & Kabir, 2015). Penggunaan kadar
garam yang terlalu tinggi pada proses fermentasi akan menghambat proses fermentasi serta
menimbulkan warna kecoklatan pada sauerkraut, sedangkan kadar garam yang terlalu rendah
akan menyebabkan tumbuhnya bakteri proteolitik dan selulotik yang nantinya juga akan
menghambat proses fermentasi dan menimbulkan aroma yang tidak dikehendaki. Kadar garam
yang umumnya digunakan untuk proses fermentasi sayuran adalah 2-10% (Swain et al., 2014).
Jenis bakteri asam laktat yang berperan dalam proses fermentasi kubis putih antara lain adalah
Lactobacillus mesenteroides,Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, serta
Lactobacillus rhamnosus. Bakteri asam laktat tersebut dapat menghasilkan asam yang akan
menurunkan nilai pH sehingga memberikan efek pengawetan bagi kubis putih (Swain et al.,
2014). Berdasarkan produk yang dihasilkan, bakteri asam laktat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif akan
menghasilkan asam laktat saja, namun untuk bakteri asam laktat heterofermentatif akan
menghasilkan asam laktat, etanol, asam asetat dan karbondioksida (Adams & Nout, 2001).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat, seperti:Suhu
penyimpanan,dimana suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri asam laktat adalah
37◦C.Namun beberapa jenis bakteri asam laktat dapat tumbuh pada suhu 5◦C, dan beberapa
lainnya dapat tumbuh pada suhu 45◦C.pH,pertumbuhan bakteri asam laktat terjadi pada
kisaran pH 3 sampai dengan 10,5.Namun, faktor pH ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor-
faktor pertumbuhan yang lainnya.Substrat yang akan difermentasikan,jenis subtrat yang
berbeda akan menghasilkan bakteri asam laktat yang dapat tumbuh pada substrat tersebut.
Sehingga dapat dikatakan perbedaan substrat akan menumbuhkan bakteri asam laktat dengan
jenis yang berbeda pula (Rahayu & Margino, 1997). Kemudian Aktivitas air dan Perlakuan
panas.

http://repository.unika.ac.id/14684/

Christi,Agatha Dewi (2017).Potensi Probiotik Bakteri Asam Laktat Dalam Fermentasi Kubis
Putih Dari Daerah Gedongsongo,Bandungan Pada Kadar Garam 5% dan 7,5%. Semarang:
Universitas Katolik
METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, oven, desikator,
refraktometer merk ATAGO PR-32 , benchtop pH meter tipe 86505, wadah kaca, buret,
spectrophotometer, enlenmeyer, pisau, telenan dan stoples.

Bahan yang digunakan adalah sayuran kol (Brassica oleracea var.capitata L) diperoleh dari
kebun petani di Takengon (Aceh Tengah), garam dapur non-yodium, lada (Piper nigrum),
aquades, NaOH, Larutan Iodin dan larutan standar asam askorbat 3000 ppm.

Prosedur Penelitian Sayuran kol segar yang telah disortir dari bagian-bagian yang rusak.
Dilakukan pencucian, kemudian diiris-iris tipis-tipis ± 2-3 mm (tulang daun serta hatinya
sedapat mungkin tidak disertakan) sebanyak 16 kg untuk semua taraf perlakuan. Penentuan
bobot awal kol adalah untuk setiap sampel diwakili oleh 200 gr irisan kol. Variasi perlakuan
yaitu kontrol (garam 2,25 %), penggunaan garam 2,5%, 7,5% dan 12,5%. Untuk
meningkatkan cita rasa dan sebagai zat anti mikroba ditambahkan merica atau lada sebesar
1% untuk semua perlakuan kecuali kontrol.

Metode penggaraman yang digunakan adalah penggaraman kering, yaitu menggunakan


garam dalam bentuk padat atau kristal. Penambahan garam dan merica dilakukan dengan
cara pelumuran pada irisan kol, kemudian diaduk hingga rata. Dimasukkan ke dalam stoples
kaca bening dan ditekan-tekan hingga padat. Ditutup rapat sehingga kedap udara dan
difermentasi selama 7 hari. Selanjutnya di analisis sifat fisik (susut bobot), sifat kimia (pH,
total padatan terlarut, kadar air, aktivitas air (Aw), asam laktat dan vitamin C) dan
organoleptik untuk semua perlakuan.

KESIMPULAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan,
diantaranya :
1. Selama 7 hari fermentasi sauerkraut, perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan
dengan taraf konsentrasi garam 2,25% dan 2,5%. Nilai rata-rata untuk konsentrasi
garam 2,25% adalah susut bobot 20,75%, pH 3,56; TPT 7,75%, vitamin C 7,41 mg/100gr,
kadar air 90,93% dan asam laktat 0,0096%. Sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh
untuk konsentrasi garam 2,5% adalah susut bobot 20,05%, pH3,69; TPT 7,55%, vitamin
C 13,15 mg/100gr, kadar air 92,104% dan asam laktat 0,0095%. Nilai aktivitas air (Aw)
dari garam non-yodium adalah 0,245.
2. Variasi konsentrasi garam pada sauerkraut berpengaruh nyata terhadap kandungan
total padatan terlarut (TPT), susut bobot, kadar air, asam laktat, aroma, warna, rasa,
tekstur dan penerimaan keseluruhan sauerkraut. Namun tidak berpengaruh nyata
terhadap pH, vitamin C dan Aw sauerkraut.
3. Dari hasil penilaian rata-rata uji organoleptik sauerkraut pada semua perlakuan
umumnya yang diminati panelis adalah pada perlakuan dengan konsentrasi garam
2,25% dan 2,5%. Nilai rata-rata yang diberikan panelis pada perlakuan dengan taraf
konsentrasi garam 2,25% adalah agak suka. perlakuan dengan taraf konsentrasi garam
2,5% nilai yang diberikan adalah biasa saja. Penambahan merica dapat mempengaruhi
kualitas organoleptik sehingga meningkatkan cita rasa sauerkraut.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang, beberapa saran yang dapat dikemukakan untuk
pembuatan sauerkraut dengan kualitas lebih baik, diantaranya :
1. Perlu dilakukan penelitian dengan memperbesar stoples (wadah) fermentasi Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan lamanya masa simpan sauerkraut..

Anda mungkin juga menyukai