Merunut aspek perkembangannya, teori dan konsep mengenai manajemen sumber daya
manusia terbagi atas 3 tahap perkembangan. Menurut Miles (1975), ada tiga kelompok
teori manajer, yaitu :
1. Tradisional (Traditional)
2. Hubungan Kemanusiaan (Human Relation Theory)
3. Sumber Daya Manusia (Human Resources)
2. Apa yang dikerjakan 2. Pegawai ingin diakui 2. Sebagian besar orang lebih
pegawai tidak penting sebagai individu. kreatif, tanggung jawab, dan
ketimbang apa yang mampu mengontrol diri
diperoleh dari pegawai sendiri.
itu (upah).
1
3. Hanya beberapa orang 3. Kebutuhan tersebut
yang mampu bekerja diatas lebih memotivasi
secara kreatif, daripada uang.
menentukan tujuan dan
mengawasi diri sendiri.
2
resources, peran tersebut benar-benar kelihatan dan terwujud. Hal ini tampak dari
kebijakan pada model tersebut yang menjelaskan bahwa tugas pokok manajer pada model
human resources adalah memanfaatkan SDM yang ada, menciptakan lingkungan yang
memungkinkan anggota organisasi dapat menyumbangkan kemampuannya serta
mendorong partisipasi dan memperbesar self direction dan self control pada bawahan. Hal
ini menunjukkan bahwa pada model human resources lah peran dan partisipasi pegawai
diakui, baik sebagai manusia maupun sebagai bagian dari organisasi.
3
spesialisasi pegawai, control pegawai yang kuat, dan penempatan pegawai berdasarkan
keahlian, serta system penggajian berdasarkan jenis dan kelas pegawai. Menurut Massie
(1979:17), Sebagai bapak manajemen ilmiah, sampai dengan meninggalnya pada tahun
1915, Taylor memperjelas filsafat barunya, dengan menekankan bahwa inti manajemen
ilmiah itu tidak terletak pada teknik individual melainkan dalam sikap baru dalam
memanejemen usaha. Esensi manajemen ilmiah (scientific management) mencakup empat
bidang :
1. Penemuan elemen dasar pekerjaan orang untuk menggantikan “hukum ibu jari”
(manajemen uji coba) dengan menggunakan metode ilmiah.
2. Identifikasi fungsi perencanaan pekerjaan dari manajemen untuk menggantikan metode
yang dipilih sendiri oleh pekerja.
3. Seleksi dan training untuk pekerja dan pengembangan kerja sama, untuk menggantikan
dorongan kepada usaha individual.
4. Pembagian kerja antara manajemen dan pekerja, sehingga masing-masing dapat
menjalankan tugasnya yang paling cocok akan meningkatkan efektivitas.
Jika dikaitkan dengan teori Manajer dari Miles mengenai asumsi manajemen ilmiah atau
tradisional, esensi manajemen ilmiah yang dikemukakan di atas masih identik dengan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan manajemen secara dasar yaitu bagaimana tugas pokok
manajer yang hanya harus mengawasi pekerjaan dari dekat, merinci tugas supaya dapat
lebuh mudah dan sederhana, serta harus mengembangkan tugas-tugas dan prosedur yang
ditaati secara sungguh-sungguh, sehingga masing-masing pegawai atau pekerja dapat
menjalankan aktivitasnya dalam bekerja secara efektif dan efisien.
Dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia, Kolonel Purn. Susilo Martoyo
(2000:9) juga memaparkan Manajemen ilmiah atau sering disebut “scientific
management” dimulai sejak adanya hubungan antara atasan dan bawahan. Sejak
permulaan abad ke dua puluh, perhatian terhadap factor produksi tenaga kerja atau
manusia sebagai sumber daya menjadi jauh lebih besar dari pada sebelumnya yang
menganggap bahwa manusia sebagai mesin dan barang dagangan. Menurut Manullang
(2004:13), penyebab timbulnya perhatian terhadap manusia tersebut adalah :
4
memiliki wewenang dan tanggung jawab sesuai levelnya. Wewenang ini adalah bersifat
formal artinya berasal dari organisasi bukan dari pribadi. Oleh karena itu harus dibedakan
secara jelas kepentingan organisasi dengan kepentingan pribadi. Berdasarkan bukti-bukti
tersebut, dapat diketahui bahwa model tradisional ini tidak terlepas dari pengaruh teori
birokrasi. Adapun menurut Nicholas Henry (1980) model birokrasi Weber adalah seperti
di bawah ini :
1. Hierarki
2. Promosi atas dasar ukuran professional dan keahlian
3. Adanya jenjang karier
4. Ketergantungan dan penggunaan peraturan dan regulasi
5. Hubungan impersonalitas di antara para professional karier dalam birokrasi dan
hubungan mereka terhadap nasabah (pihak yang dilayaninya)
Menurut Weber, dari ke lima karakteristik model birokrasi tersebut, dengan aspek
impersonal, tangan besi, efisien, dan kesan agunglah para pemimpin bisa menarik
dukungan masa Jerman yang pada saat teori itu dibangun yang terpecah secara politik,
namun sombong dan naïf. Keadilan tidaklah didasarkan pada hukum yang resmi,
melainkan didasarkan atas kehendak sang pemimpin yang kharismatik dan kondisi inipun
ternyata disukai oleh rakyat. Singkatnya dari uraian tersebut, bukan berarti Weber anti
humanis, akan tetapi keadaan pada waktu itu yang menghendaki demikian dan keadaan
inilah yang digunakan Weber sebagai bahan pembangunan teorinya tersebut.
Kesimpulan secara umum yang diperoleh dari pendekatan tradisional adalah dua
konsep pokok yang mendominasi pemikiran ini yaitu : keteraturan dan stabilitas; serta
kewenangan yang berdasarkan kemampuan. Sedangkan SDM dalam teori ini ditempatkan
pada posisi yang sama seperti sumber daya organisasi lainnya. Oleh karena itu tidak
mengherankan apabila perlakuan manajemen terhadap SDM cenderung disamakan
dengan mesin. Dan sebagai suatu mesin, manusia dianggap tidak memiliki perasaan,
kebutuhn, atau keinginan. Perlakuan terhadap pekerja menurut teori ini kemudian
dipaksakan sesuai keinginan manajer. Sebagai akibat dari teori ini adalah partisipasi
pekerja sangat diabaikan baik dalam pembuatan keputusan yang menyangkut organisasi
apalagi kepentingan pekerja sendiri.
Dalam beberapa hal, model ini merupakan pengembangan dari model tradisional.
Model ini terutama muncul setelah mereka melakukan Howthrone Experiments pada
tahun 1920-an, yang kemudian diikuti oleh lahirnya teori-teori perilaku organisasi. Hasil
eksperimen ini mengkritik model tradisional yang menyamakan manusia dengan mesin.
Seharusnya manusia diperlakukan seutuhnya sebagai makhluk yang memiliki perasaan,
keinginan, kebutuhan dll. Tidak seharusnya manusia diperlakukan secara paksa tanpa kita
tahu apa permasalahan dan keinginanya. Manajerpun tidak seharusnya melakukan control
yang ketat, karena control itu sebenarnya telah melekat pada diri setiap pekerja manakala
5
mereka diakui kehadirannya. Fokus dari model ini adalah mengenai hubungan kerja
kemanusiaan.
Teori ini nampaknya memang diilhami dari persepsi terhadap manusia yang
bersifat positif. Manusia mau bekerja bukan hanya dalam rangka memenuhi kebutuhan
fisiknya semata, tetapi juga berkeinginan agar kehadirannya dalam organisasi dapat
diakui oleh sesama anggota organisasi lainnya. Eksistensi itu bisa dilakukan dengan cara
menjalin kerja sama yang erat antara sesama anggota organisasi. Pengakuan manajemen
terhadap pekerja sebagai individu yang sangat erat adalah ciri penting dari model ini.
Sehingga menjadi tanggung jawab manajemen untuk memenuhi kebutuhan pekerjaannya
tersebut. Komitmen yang rendah, perlawanan terhadap kewenangan yang sah, produksi
yang tidak efisien adalah contoh-contoh dari kegagalan manajemen dalam
memperlakukan pekerja sebagai manusia yang dihargai kebutuhannya. Cara untuk
mengatasinya antara lain adalah dengan cara mendengarkan keluhan mereka dan
melibatkan ke dalam keputusan yang menyangkut kepentingannya. Sehingga dengan itu
diharapkan mereka akan mau mengakui kewenangan yang dimiliki manajemen dan
bekerja sama dengan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
Model Human Resources sebenarnya adalah juga pengembangan dari model Human
Relation. Model ini memberikan asumsi yang mengutamakan kebutuhan-kebutuhan
psikologis dan keamanan bagi karyawan. Menurut model ini, manusia bukan sekedar ingin
diakui kebutuhannya, tetapi lebih dari itu manusia juga ingin memperoleh kesempatan
untuk mengembangkan dan menerapkan keahliannya dan memperoleh kepuasan seperti
apa yang diinginkannya, serta memperoleh tujuan yang bermanfaat. Model ini memang
banyak dipengaruhi dari teori hierarki kebutuhn manusia menurut Abraham Maslow.
Maslow menjenjangkan kebutuhan manusia dari kebutuhan yang paling dasar hingga
kebutuhan aktualisasi diri. Di dalam teori tersebut disebutkan bahwa manusia disamping
butuh status, pengakuan, penerimaan, tetapi juga memerlukan pengakuan yang adil untuk
mengembangkan dan menerapkan segala kemampuannya serta mendapatkan kepuasan
dalam bekerja. Maka tugas para manajer atau pimpinan untuk meningkatkan kinerja
organisasi adalah mendorong dan memberi fasilitas untuk mengekspresikan segala
kemampuan yang dimilikinya.
6
departemen akan dikerjakan. Human Resources model memang menekankan isu yang
lebih penting yaitu kinerja kelembagaan. Untuk itu manajer sebaiknya membuka diri lebih
besar terhadap peranan sumber daya yang dimiliki bawahannya.
7
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, Hani, 2001, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia Edisi 2,
BPFE, Yogyakarta
Henry, Nicholas, 1995, Public Administration and Public Affairs, sixth
edition. Englewood Cliffs, Prentice-Hall, Inc.
Manullang, M & Marihot, 2004, Manajemen Personalia, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Martoyo, Susilo , Kolonel kal. (Purn.) SE, 2000, Manajemen Sumber daya Manusia
edisi 4, BPFE, Yogyakarta
Massie, Joseph L, 1979, Essentials Of management, 3rd edition, Prentice-Hall, Inc,
New Jersey
Miles, Raymond E., 1975, Theories Of management : Implications for Organizational
Behavior and Development,Mc Graw-Hill Book Company, New York
Siagian, Sondang, P., 1993, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta
Simamora, Henry, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta
Suharyanto & Hadna, Hadriyanus, Agus Heruanto, 2005, Manajemen Sumber Daya
Manusia, Media Wacana, Grha Guru, Yogyakarta
Sulistiyani & Rosidah, Ambar Teguh, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Konsep, Teori, dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu,
Yogyakarta