Chapter II-Farmakodinamik PDF
Chapter II-Farmakodinamik PDF
TINJAUAN PUSTAKA
a. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya melalui saluran cerna (mulut
sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Cara pemberian obat per
oral akan diabsorpsi melalui usus halus (Setiawati dkk., 2007). Menurut Batubara
(2008), kecepatan absorpsi obat tergantung dari kecepatan obat melarut pada
tempat absorpsi, derajat ionisasi, pH tempat absorpsi, dan sirkulasi darah di
tempat obat melarut.
Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dapat melarut atau dalam bentuk yang
sudah terlarut sehingga kecepatan melarut akan sangat menentukan kecepatan
absorpsi. Untuk itu, sediaan obat padat sebaiknya diminum dengan cairan yang
cukup untuk membantu mempercepat kelarutan obat (Batubara, 2008).
pH adalah derajat keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk
larutan. Obat yang terlarut dapat berupa ion atau non ion. Bentuk non-ion relatif
lebih mudah larut dalam lemak sehingga lebih mudah menembus membran,
karena sebagian besar membran sel tersusun dari lemak. Kecepatan obat
b. Distribusi
Di dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai
ikatan lemah (Setiawati dkk.,2007), lalu akan disebar ke jaringan atau tempat
kerjanya (Batubara, 2008). Obat bebas akan keluar dari jaringan ke tempat kerja
obat, ke jaringan tempat depotnya, ke hati (obat mengalami metabolisme menjadi
metabolit yang dikeluarkan melalui empedu atau masuk kembali ke darah), dan ke
ginjal, dimana obat/metabolitnya diekskresi ke dalam urin (Setiawati dkk., 2007).
Hanya obat bebas (tidak terikat) yang dapat mencapai sasaran dan
mengalami metabolisme sehingga lebih mudah diekskresikan. Berkurangnya obat
bebas dalam tubuh karena ekskresi akan menyebabkan pelepasan obat yang terikat
oleh protein. Terjadi keseimbangan yang dinamis antara obat bebas dengan obat
yang terikat. Perbandingan antara obat terikat dan obat bebas akan menentukan
lama kerja (durasi) obat (Batubara, 2008).
Faktor fisiologi seperti blood brain barrier atau sawar darah otak yang
terdapat di lapisan kapiler serebral dapat menghalangi distribusi obat ke jaringan
otak (Batubara, 2008). Sel-sel endotel pembuluh darah kapiler di otak membentuk
tight junction (tidak ada lagi celah diantara sel-sel endotel tersebut) dan pembuluh
darah kapiler ini dibalut oleh astrosit otak yang merupakan lapisan-lapisan
membran sel (Setiawati dkk., 2007). Sawar uri (placental barrier) terdiri dari satu
lapis sel vili dan satu lapis sel endotel kapiler dari fetus. Karena itu obat yang
dapat diabsorpsi melalui pemberian oral juga dapat masuk ke fetus melalui sawar
uri. Akan tetapi obat larut lemak yang merupakan substrat P-gp atau MRP
(Multidrug-Resistance Protein) akan dikeluarkan oleh P-gp atau MRP yang
terdapat pada membran sel endotel pembuluh kapiler otak. Dengan demikian P-gp
c. Metabolisme
Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia
dalam jaringan biologis yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya
(Batubara, 2008). Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar
(larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau
empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumya diubah menjadi inaktif, tapi
sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau
menjadi toksik (Setiawati dkk., 2007).
Proses metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase
I terdiri dari terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat
menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif atau kurang aktif
(Setiawati dkk., 2007). Reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi dengan substrat
endogen : asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino dan
hasilnya menjadi sangat polar, dengan demikian hampir selalu tidak aktif. Obat
dapat mengalami reaksi fase I saja, atau reaksi fase II saja, atau reaksi fase I dan
diikuti dengan reaksi fase II. Hasil reaksi fase I dapat juga sudah cukup polar
untuk langsung diekskresi lewat ginjal tanpa harus melalui fase II lebih dulu
(Setiawati dkk., 2007).
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim
cytochrome P450 (CYP), yang disebut juga enzim mono-oksigenase, atau MFO
(mixed-function oxidase), dalam endoplasmic reticulum (mikrosom hati).
Beberapa enzim yang penting untuk metabolisme dalam hati antara lain :
CYP3A4/5, CYP2D6, CYP2C9, CYP1A1/2, CYP 2E1 (Setiawati dkk., 2007).
Selanjutnya reaksi fase II yang terpenting adalah glukoronidasi melalui
enzim UDP-glukoronil-transferase (UGT), terutama terjadi dalam mikrosom hati,
tetapi juga di jaringan ekstrahepatik (usus halus, ginjal, paru, kuit). Reaksi
konjugasi yang lain (asetilasi, sulfasi, konjugasi dengan glutation) terjadi di dalam
sitosol (Setiawati dkk., 2007).
Menurut DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes, secara internasional obat hanya
dibagi menjadi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.
a. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan
memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU
No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun.
Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak
eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud.