Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN BBDM

SKENARIO 4 MODUL 5.2

PENYUSUN :

WENDA YOANDA 22010117130166


YEHEZKIEL ANDREW MULYONO 22010117130176
ASWIN FIKRI NURCAHYANTO 22010117130184
REGINA OKTAVIA JAYA 22010117130185
AFIFAH NUR FAHADA 22010117130186
ARFIANTY NUR AZIZAH 22010117130194
MARIA DEVINA PUTRI ELVARIANI 22010117130195
ARMABAR DWIPANTARA SASONGKO 22010117130196
NADELLA PURNAWARSI WIDIASTUTI 22010117130204
RADITYA PRIMA LESTIANO 22010117130206

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
NAMA NIM TTD
22010117130166
WENDA YOANDA

22010117130176
YEHEZKIEL ANDREW MULYONO

22010117130184
ASWIN FIKRI NURCAHYANTO

22010117130185
REGINA OKTAVIA JAYA

22010117130186
AFIFAH NUR FAHADA

22010117130194
ARFIANTY NUR AZIZAH

22010117130195
MARIA DEVINA PUTRI ELVARIANI

ARMABAR DWIPANTARA 22010117130196


SASONGKO
NADELLA PURNAWARSI 22010117130204
WIDIASTUTI
22010117130206
RADITYA PRIMA LESTIANO
SKENARIO BBDM MODUL 5.2 SKENARIO 4
NYERI TELAN
Seorang anak laki-laki usia 8 tahun dating ke puskesmas dengan keluhan sering nyeri
telan idsertai demam, batuk dan pilek. Selama 1 tahun sakit dirasakan hamper setiap 2-3
bulan sekali dan membaik dengan berobat ke dokter umum. Anak tidur mendengkur dan
terbangun malam hari karena sesak dan anak sering merasa ngantuk. Berat badan 38 kg
dengan tinggi badan 115 cm. pemeriksaan tenggorok iddapatkan tonsil T3-3, hiperemis-/-
, kripte melebar, detritus.
A. Terminology
1. Tonsil T3-3 : ukuran tonsil dari sisikanan dan kiri, 50-75 persen volume tonsil
dibandingkan dengan volume orofaring. Sudah sampai midline
T0 = tonsil sudah dioperasi
T1(normal) = <25 %
T2 = 25-50%
T4 = sudah melebihi midline
Tonsil berisi massa yang berisi jaringan limfoid dan jaringan ikat
2. Detritus : kumpulan leukosit, bakteri, sisa makanan, dan sel yang nekrosis.
Biasanya muncul pada saat terjadi peradangan pada tonsil(amandel). Detritus
mengisi pada kripte tonsil dan warnanya agak kekuningan
3. Kripte melebar : kripte adalah epitel tipis yang meluas kedalam tonsil dan
membentuk kantung yang menutupi seluruh permukaan bebas tonsil. Kripte yang
melebar biasanya ditemukan pada kasus tonsillitis kronik. Kripte adalah muara
dari jaringan limfoid dan tonsil.
B. Rumusan Masalah
1. Kenapa tidur mendengkur?
2. Mengapa nyeri telan disertai demam, batuk, dan pilek?
3. Apakah ada hubungan berat badan dan tinggi badan pasien dengan keluhan?
4. Mengapa anak sering mengantuk dan sering terbangun pada malam hari?
5. Kenapa kripte melebar dan didapatkan detritus?
6. Apa yang kira-kira diberikan dokter umum pada pasien saat berobat tetapi
masih terjadi kekambuhan?
C. Hipotesis
1. Karena turbulensi udara yang masuk ke jalur nafas. Bisa karena adenoid
membesar,atau juga bisa karena obstruksi apnea yang menghambat jalan nafas
yang menyebabkan mendengkur. Ketika tidur terjadi penurunan tonus otot
yang menyebabkan jalan nafas semakin menyempit.
2. Nyeri telan : saat menelan makanan menyentuh tonsil yang menyebabkan
nyeri dikarenakan pada tonsil terjadi peradangan. Demam terjadi karena ada
proses peradangan pada tubuh atau juga bisa karena invasi local bakteri
streptococcus grup A. Pilek dan batuk merupakan manifestasi respon tubuh
terhadap pathogen yang masuk.
3. Pasien tergolong obesitas dan obesitas merupakan factor resiko dari obstruktif
sleep apnea syndrome karena ada penumpukan lemak.
4. Terbangun di malam hari : kemungkinan ada obstruktif sleep apneu = berarti
ada hambatan pada jalur nafas yang menyebabkan oksigen yang disalurkan
menurun -> otak memerintahkan tubuh mengambil 02 lebih banyak lagi ->
anak kebangun -> setelah bangun sulit tertidur kembali. Ini berhubungan
dengan mengapa anak mengantuk karena anak sering terbangun pada malam
hari dan menurunnya kualitas tidur.
5. Kripte melebar : ada serangan berulang yang menyebabkan kerusakan
permanen pada tonsilnya -> lalu ada proses penyembuhan dari jaringan
limfoid menjadi jaringan parut -> ada pengerutan yang menyebabkan kripte
melebar. Bisa juga karena infeksi bakteri atau virus.
Detritus : karena ada sisa makanan, jaringan nekrosis, dan kumpulan leukosit.
Detritus jika tidak segera diobati bisa mengeras
6. Mungkin diberikan obat simptomatik tetapi tidak sesuai etiologi sehingga
pasien kambuh lagi. Bisa memburuk karena batuk, pilek justru respon tubuh
yang melawan pathogen yang masuk tetapi ada pengobatan dokter tersebut
justru respon tubuh itu dihilangkan lalu proses infeksi justru malah tidak
diobati.
Tonsil merupakan system imun tetapi karena terjadi peradangan pada tonsil
sehingga system imunnya semakin melemah.
D. Peta Konsep

Obat simptomatik
Bangun malam hari

Nyeri telan TONSIL

Detritus Infeksi
T3-3(hipertrofi) berulang
Kripte melebar

Respon
demam radang
obesitas Obstruksi
akut
jalur nafas
Gangguan tidur

mendengkur Bangun mengantuk


malam hari

Paparan
Batuk pilek Respon tubuh patogen
E. Sasaran belajar
1. Klasifikasi Tonsilitis
2. Tanda dan gejala Tonsilitis
3. Patofisiologi Tonsilitis
4. Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis
5. Diagnosis Banding Tonsilitis
6. Tatalaksana Tonsilitis (medikamentosa, penulisan resep dan non
medikamentosa)
7. Komplikasi Tonsilitis
8. Pencegahan dan edukasi Tonsilitis
F. Belajar Mandiri
1. Klasifikasi Tonsilitis
2. Tanda dan Gejala Tonsilitis
Tanda:
 Hiperemis faring
 Tonsil membengkak
Gejala:
 Demam mendadak
 Nyeri tenggorokan
 Ngorok
 Sakit menelan
 Suhu tubuh >40oC
 Gatal kering
 Lesu
 Nyeri sendi
 Odinofagi
 Anoreksia
 Otalgia
 Sesak
 Pembengkakan KGB
Tanda Khusus:
Viral Coxcakie: Luka kecil pada palatum dan tonsil yang nyeri
Bakterial: Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil dan radang
(detritus). Ada dua tipe: tonsilitis folikularis dan lakunaris
Difteria: Lapisan abu di tenggorokkan/ amandel, gangguan penglihatan, keringat
dingin, sesak nafas, sianosis, jantung berdebar, pembengkakan KGB.
3. Patofisiologi Tonsilitis
4. Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis
Pemeriksaan penunjang diperlukan ketika infeksi bakteri group A beta-
hemolytic streptococcus (GABHS) dicurigai sebagai penyebab tonsilitis atau
ketika tonsilitis menyebar sampai ke struktur leher bagian dalam. Kultur
tenggorok merupakan pemeriksaan standar pada tonsilitis bakteri.
 Kultur Tenggorok
Pemeriksaan baku emas pada infeksi bakteri GABHS. Uji resistensi perlu
dilakukan bersamaan dengan kultur tenggorok untuk menentukan antibiotik
yang tepat untuk menangani infeksi GABHS pada pasien.[1,2]
 Rapid Antigen Detection Test (RADT)
Pemerikssan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya karbohidrat dari dinding
sel GABHS. RADT memiliki sensitivitas 90-95% dan spesifisitas 98-99%
sehingga apabila hasil positif berarti mengalami infeksi GABHS, sedangkan
hasil negatif perlu dilakukan pemeriksaan kultur tenggorok untuk eksklusi
GABHS.
 Antibodi Antistreptokokus
Antibodi antistreptolysin-O dan antibodi antideoksiribonuklease (anti-DNAse)
B berguna untuk mengetahui infeksi sebelumnya pada individu yang
didiagnosis dengan demam reumatik akut, glomerulonephritis atau komplikasi
lain dari GABHS.
 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi seperti foto polos servikal, USG atau CT Scan
diperlukan pada tonsilitis yang menyebar ke struktur leher bagian dalam dan
komplikasi tonsilitis lainnya.
CT Scan juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis abses peritonsilar
dan membantu tindakan drainase abses pada abses peritonsilar dengan lokasi
yang tidak umum atau jika terdapat risiko tinggi untuk tindakan drainase,
misalnya koagulopati atau risiko anestesi.
5. Diagnosis Banding Tonsilitis
6. Tatalaksana Tonsilitis
a. Medikamentosa
Tonsilitis Akut
Pengobatan tonsilitis akut harus disesuaikan dengan etiologinya. Bila
dari hasil pemeriksaan ditemukan penyebabkan adalah bakteri maka penting
untuk memberikan terapi antibiotik yang tepat. Untuk tonsilitis yang
disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolitik bisa diberikan penicillin oral
(phenoxymethylpenicillin) selama 7 hari. Pada beberapa kasus seperti resisten
atau alergi terhadap penicillin bisa diberi alternatif golongan cephalosporin
(cefadroxil, cefalexin) atau macrolide (erithromycin.)
Berdasarkan lamanya keluhan juga bisa menjadi pembeda apakah
tonsilitis akut disebabkan oleh virus (<5 hari) atau bakteri (5 hari atau lebih
lama.)
Selain pengobatan kausatif, dapat juga pengobatan simptomatik.
Khususnya pada tonsilitis viral pemberian obat simptomatik dapat
mempercepat proses penyembuhan dan meringankan gejala yang dirasakan
pasien. Obat simptomatik yang bisa diberikan antara lain:
Antipiretik untuk menurunkan gejala demam. Bisa diberikan Asetaminofen
(Parasetamol), OAINS (obat anti-inflamasi nonsteroid) seperti ibuprofen,
naproksen, dan ketoprofen, atau Aspirin dan golongan salisilat lainnya.
Penggunaan antipiretik tersebut juga bisa memberi efek analgesik.
Analgesik terutama dalam bentuk obat hisap (lozenges) untuk mengurangi
keluhan nyeri telan yang biasanya menghambat pasien untuk makan.
Mukolitik untuk meringankan dan melegakan pasien terutama dengan keluhan
batuk dan pilek.
Penelitian randomised controlled trial (RCT) tahun 2017 menunjukkan
rekomendasi lemah penggunaan kortikosteroid karena dapat mempercepat
hilangnya gejala dalam 24-48 jam dan mengurangi tingkat keparahan nyeri.
Namun, tidak menurunkan tingkat rekurensi tonsilitis, penggunaan antibiotik
serta efek samping penggunaan jangka panjang.
Kortikosteroid yang direkomendasikan berupa dexamethasone dengan
dosis dewasa 10 mg atau anak sesuai dengan berat badan 0,6 mg/kgBB
dengan dosis maksimum 10 mg. Dexamethasone umumnya diberikan sebagai
dosis tunggal, dapat dikonsumsi secara oral atau injeksi intramuskular.

Tonsilitis Kronis
Untuk tonsilitis yang sudah kronis terapi medikamentosa biasanya kurang
membantu karena tonsil sudah menjadi fokal infeksi dan lebih disarankan
tonsilektomi. Tetapi dapat pula diberi pengobatan antibiotik oral untuk
mengurangi kemungkinan penyebaran, terutama yang masih dalam kondisi
kontraindikasi operasi. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita
tonsilitis kronis yaitu antibiotik golongan penisilin merupakan antibiotik
pilihan pada sebagian besar kasus karena efektif dan harganya lebih murah.
Namun, pada anak dibawah 12 tahun, golongan sefalosporin menjadi pilihan
utama karena lebih efektif terhadap streptococcus. Golongan makrolida dapat
digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap penisilin, hal ini disebabkan
efek samping yang ditimbulkan golongan makrolida lebih banyak.

b. Penulisan resep
c. Nonmedikamentosa
7. Komplikasi Tonsilitis
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik adalah :
1. Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi
beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus
group A (Soepardi, 2007)
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan
dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga (Soepardi, 2007)
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel
mastoid (Soepardi, 2007)
4. Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx.
Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter,
lingkungan, maupun karena alergi (Reeves, 2001)
5. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari
sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara
dari dinding yang terdiri dari membran mukosa (Reeves, 2001) 9
6. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharinx. Sama halnya dengan sinusitis, rhinitis bisa berupa penyakit kronis dan
akut yang kebanyakan disebabkan oleh virus dan alergi (Reeves, 2001)
8. Pencegahan dan Edukasi Tonsilitis

Anda mungkin juga menyukai