Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 14, No.

2, 2008: 47 – 54

TANAH SUPRESIF: TERMINOLOGI, SEJARAH, KARAKTERISTIK, DAN MEKANISME

SUPPRESSIVE SOIL: TERMINOLOGY, HISTORY, CHARACTERISTIC, AND MECHANISM

Hadiwiyono*
Jurusan Agroteknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
*Penulis untuk korespondensi. E-mail: hadi_hpt@yahoo.com

ABSTRACT
Many definitions of the suppressive soil purposed were proposed by some authors, however in summary, suppressive
soil is the soil where virulent pathogen and susceptible host exist but the population and or disease produced by the
pathogen are limited, due to the biotic factors supported by some specific environmental conditions. The suppressive
soil phenomena has been recognized since 100 years ago, but it was thought as an interesting field since 30 years ago,
and since the year many research topics related to the suppressive soil are conducted and leading to be popular. Based
on the characteristic, suppressive soil could be grouped into general suppressive involving an antagonistic microbe
complex being nontransferable, and specific suppressive caused by one or some antagonistic microbe being
transferable. Antagonism mechanism of the microbes involved in the suppressiveness could be through antibiosis,
competision, parasitism, predatism, and induced resistance.
Key words: antagonism, biological control, suppressive soil

INTISARI
Banyak batasan tanah supresif diberikan oleh para ahli, namun dapat disarikan bahwa tanah supresif merupakan
tanah dengan patogen virulen dan inang rentan tetapi populasi dan atau penyakit yang ditimbulkan tertekan, oleh faktor
hayati yang didukung oleh lingkungan yang spesifik. Fenomena tanah supresif telah diketahui sejak lebih 100-an tahun
yang lalu, namun mendapat perhatian baru sejak 30-an tahun yang lalu, dan sejak itu penelitian-penelitian yang
mempelajari tanah supresif semakin banyak dan populer. Berdasarkan karateristiknya, tanah supresif ada dua kelompok
yaitu supresif umum yang melibatkan kompleks mikrob antagonis yang tidak dapat dipindahkan (nontransferable), dan
supresif khusus yang disebabkan satu atau beberapa mikrob antagonis yang dapat dipindahkan. Mekanisme
antagonisme mikrob yang berperan dalam kesupresifan tanah dapat melalui antibiosis, kompetisi, parasitisme,
predatisme, dan resistensi terimbas.
Kata kunci: antagonisme, pengendalian hayati, tanah supresif

PENGANTAR untuk mengatasi gangguan berbagai jasad


pengganggu (Sullivan, 2004). Pengendalian hayati
Kurang ketersediaan cara pengendalian secara
merupakan alternatif pemecahan masalah penyakit
kimia yang dapat diandalkan, kemunculan galur
bawaan tanah yang semakin banyak mendapatkan
resisten terhadap fungisida sintetik, tidak atau
perhatian, karena bersifat ramah lingkungan dan
kurang ketersedian varietas tahan, dan kepatahan
kompatibel dengan sistem pertanian berkelanjutan.
resistensi oleh kemunculan galur virulen patogen
Tanah supresif merupakan fenomena pengendalian
adalah sebagian faktor yang mendasari upaya
hayati alami yang sekarang banyak mendasari
untuk mengembangkan cara-cara pengendalian
pengembangan pengendalian hayati patogen tular
lain (Weller et al., 2002). Di samping itu,
tanah. Pengendalian hayati dan pengembangan
pengembangan alternatif pengendalian telah
praktik bercocok tanam untuk peningkatan
didorong oleh peningkatan kepedulian masyarakat
supresivitas tanah merupakan komponen penting
tentang dampak negatif penggunaan fumigan seperti
dalam pengelolaan penyakit bawaan tanah
metil bromida pada lingkungan dan kesehatan
(Borneman & Becker, 2007). Artikel ini mengulas
manusia (Lenteren, 2003). Lebih luas lagi, isu pasar
terminologi, sejarah, karakter, dan mekanisme tanah
global yang menghendaki produk pertanian aman
supresif.
dan diusahakan melalui sistem pertanian yang
ramah lingkungan, berdasarkan konsep pertanian
TERMINOLOGI
berkelanjutan, dan pengelolaan hama terpadu,
telah mendorong pengembangan teknik-teknik Pengertian tanah supresif (suppressive soil)
pengendalian baru yang lebih ramah lingkungan dalam bahasan ini secara lengkap adalah tanah
48 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 14 No. 2

supresif penyakit (disease-suppressive soil) dengan Menurut Palti (1981), tanah supresif penyakit
antonim tanah kondusif (conducive soil atau yang dapat disebut juga tanah resisten penyakit
nonsuppressive soil) atau tanah kondusif penyakit adalah tanah tertentu yang memberikan fitopatogen
(disease-condusive soil). Istilah tanah supresif kurang atau tidak dapat bertahan hidup dengan
penyakit sering dipakai secara bergantian dengan tumbuh secara saprofit maupun melakukan aktivitas
istilah tanah supresif patogen. Menurut Hornby patogen. Istilah lain yang pada dasarnya juga
(1983) perbedaan kedua istilah tersebut, bahwa ditujukan untuk tanah supresif sering dipakai untuk
tanah supresif patogen ditujukan ketika patogen sebutan tanah supresif pada kasus penyakit tertentu.
berkembang secara saprofit atau bertahan hidup di Sebuah lembaga United Fruit Company di Amerika
luar tanaman inang, sedangkan tanah supresif menyebut tanah lempung yang supresif terhadap
penyakit, patogen berkembang pada stadium parasit layu fusarium pisang dengan tanah lepung berumur
pada atau dalam tanaman inang. Apabila ditelaah panjang, long-life clay soil (Baker, 1987). Peneliti
berdasarkan kata bentukan, kedua istilah tersebut lain menyebut tanah supresif dengan sebutan tanah
berbeda makna. Hal ini karena kata patogen resisten (resistant soil) (Burk, 1965 cit. Hornby,
tidak bersinomim dengan kata penyakit. Upaya 1983; Palti, 1981). Alabouvette (1993) terkadang
pembedaan ini menekankan pada stadium menyebut tanah yang menurunkan penyakit
perkembangan patogen, kemudian bagaimana (disease-reducing soil) selain tanah supresif
dengan kejadian patogen berkembang tetapi kurang penyakit.
atau tidak menimbulkan penyakit, atau tanaman Beberapa peneliti menyebut terjadinya tanah
toleran dengan patogen berkembang tetapi supresif yang diimbas oleh penanaman gandum
intensitas penyakit rendah. Tampaknya, hal terakhir rentan secara monokultur dengan istilah decline.
ini belum tercakup pada penjelasan perbedaan Contohnya adalah take-all decline, penyakit take-
tersebut. all gandum yang disebabkan oleh jamur
Campbell (1989) mendefinisikan tanah supresif Gaeumannomyces gramminis var. tritici (Ggt.)
sebagai tanah dengan perkembangan penyakit pada menjadi menurun setelah beberapa tahun ditanam
atau dalam inang rentan tertekan, meskipun patogen gadum secara monokultur secara terus menerus
ada atau diintroduksikan. Menurut Cook & Baker (Campbell, 1989; Cook & Baker, 1983; Andrade et
(1983) tanah supresif adalah tanah dengan patogen al., 1994; Weller et al. 2002). Potato scab decline
tidak dapat berkembang atau bertahan, berkembang merupakan penurunan insidens penyakit kudis
tetapi menyebabkan sedikit atau tanpa kerusakan, (scab) yang disebabkan oleh Streptomyces scabies
atau berkembang dan menyebabkan penyakit untuk pada tanaman kentang setelah penanaman kentang
sementara waktu, kemudian penyakit tidak penting monokultur secara terus menerus beberapa tahun
meskipun patogen dapat bertahan dalam tanah. (Weller, 2002; Linda et al., 2004). Duron & Parkin
Definisi tanah supresif yang lebih singkat (1996) menyebut tanah sehat (healthy soil)
dikemukakan oleh Alabouvette (1993), yaitu tanah ditujukan tanah dengan penyakit tidak berkembang.
dengan insidens penyakit tetap rendah meskipun Mereka tersebut mendifinisikan tanah sehat sebagai
ada patogen, tanaman inang rentan, dan kondisi suatu kapasitas fungsi tanah dalam suatu ekosistem
iklim sesuai. Di dalam buku glosarium yang dalam melanggengkan produktifitas secara
berjudul Glossary of Plant Pathological Terms hayati, mempertahankan kualitas dan memperbaiki
karangan Shurtleff & Averre (1997) memberikan pertumbuhan tanaman. Department of Primary
definisi tanah supresif sebagai tanah tempat Industries and Fisheries, Australia (2004)
penyakit tertentu tertekan oleh mikrob antagonis. mendefinisikan kesehatan tanah sebagai suatu
Weller et al. (2002) mengatakan bahwa secara kapasistas ekosistem tanah yang penyakitnya dapat
sederhana tanah supresif dapat diartikan tanah ditekan, produktifitas tanaman dapat dipertahankan,
dengan penyakit tidak berkembang, sedangkan dan dampak minimum pada lingkungan.
tanah kondusif adalah tanah dengan penyakit Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa
berkembang. Menurut Neate (2004), tanah supresif istilah tanah supresif lebih menekankan pada
adalah tanah dengan kondisi sesuai untuk kapasitas penekanan tanah terhadap penyakit,
perkembangan patogen, namun patogen tidak sedangkan tanah sehat lebih menekankan pada
berkembang, patogen berkembang tetapi tidak kapasitas tanah untuk berproduksi secara optimum.
menghasilkan penyakit, atau berkembang dan Kapasitas produksi tanah dapat terekspresikan
kemudian menurun. secara optimum apabila penyakit tidak berkembang
atau pada status supresif.
Hadiwiyono: Tanah Supresif: Terminologi, Sejarah, Karakteristik, dan Mekanisme 49

SEJARAH Cook, 1974 cit. Hornby, 1983). Setelah itu banyak


tanah supresif terhadap berbagai patogen tular tanah
Hornby (1983) mengatakan bahwa penurunan
dilaporkan (Palti, 1981; Cook & Baker, 1983;
insidens penyakit take-all pada gandum monokultur
Hornby, 1983; Bruehl, 1987; Alabouvette, 1993;
di Australia telah di laporkan oleh Roedeger pada
Neate, 2004). Pertama kali tanah supresif menjadi
tahun 1898. Menurut Baker (1987), tahun 1821
salah satu topik dalam publikasi sebuah buku
penyakit rebah semai (Pythium debaryanum)
pengendalian hayati pada tahun 1974 yang ditulis
banyak terjadi pada tanah yang tidak steril, pada
oleh Baker & Cook (Hornby, 1983). Setelah itu,
tahun 1892 telah dilaporkan penyakit layu Fusarium
tanah supresif telah menjadi salah satu subyek
yang lebih merugikan pada tanah berpasir dari pada
dalam banyak buku dan tinjaun pustaka (Palti,
tanah lempung, pada tahun 1917 penurunan
1981; Cook & Baker, 1983; Hornby, 1983; Bruehl,
intensitas penyakit take-all pada gandum yang
1987; Alabouvette, 1993; Neate, 2004).
ditanam monokultur.
Pada tahun 1933 Walker dan Snyder melaporkan
KARAKTERISTIK
bahwa intensitas layu buncis (F. oxysporum f.sp.
pisi) pada jenis tanah lempung pasiran (sandy loam) Menurut Janvier (2007), tanah supresif di alam
di Wisconsin parah, sebaliknya pada tanah lempung dapat dideteksi dengan observasi bahwa insidens
merah (red clay soil) ringan (Cook & Baker, 1983). penyakit tetap rendah meskipun terdapat tanaman
Pada tahun yang sama Reinking dan Manns juga yang rentan, kondisi iklim sesuai untuk
melaporkan bahwa di Amerika Tengah penyakit ekspresi penyakit, dan patogen berpeluang tinggi
panama yang disebabkan oleh F. oxysporum f.sp. terintroduksikan. Pembuktian bahwa suatu tanah
cubense lebih merugikan pada tanah pasir bersifat supresif adalah mudah, melalui pengujian
dibandingkan pada tanah lempung. Pada tanah pasir yang dilakukan di rumah kaca. Inokulum patogen
tanaman pisang bisa bertahan 10 tahun atau kurang, diproduksi dan introduksikan ke dalam tanah secara
sedangkan pada tanah lempung tanaman pisang bisa buatan dan insidens penyakit pada inang rentan
bertahan 20 tahun atau lebih. Campbell (1989) dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh
mengatakan bahwa fenomena tanah supresif telah inokulum yang sama pada tanah kontrol kondusif.
lama diakui keberadaannya, bahkan lebih 100 tahun Apabila semua kondisi lingkungan pengujian sama,
tanah supresif telah diketahui, tetapi belum maka perbedaan insidens penyakit merupakan sifat
mendapat perhatian secara khusus. Saat itu yang membedakan lingkungan dalam tanah.
perkembangan varietas resisten penyakit telah Beradasarkan karakteristik keterlibatan mikrob
membebaskan permasalahan sehinga menunda dalam kesupresifan tanah, Cook & Baker (1983)
kajian tentang tanah supresif. dan Weller et al. (2002) mengelompokkan tanah
Pada awalnya, meskipun mekanisme belum supresif menjadi dua kelompok yaitu tanah supresif
diketahui, fenomena tanah supresif telah mendasari umum dan tanah supresif khusus. Supresif umum
teknik pengendalian tanaman. Contohnya adalah oleh peneliti lain disebut antagonisme non-spesifik
penggunaan seresah organik yang telah lama atau umum (general or nonspecific antagonism)
dipraktikkan untuk pengendalian penyakit bawaan (Hornby, 1983), atau penyanggaan hayati
tanah, yang akhirnya diketahui bahwa penggunaan (biological buffering) (Huber & Watson, 1970 cit.
seresah merupakan pengimbasan aktivitas Weller et al., 2002). Supresif umum berhubungan
pengendalian hayati oleh mikrob setempat sehingga dengan biomassa mikrob total dalam tanah yang
tanah menjadi supresif (Palti, 1981). Contoh lain berkompetisi dengan patogen terhadap sumber
adalah penggunaan pembenah tanah organik atau kebutuhan hidup atau menyebabkan penghambatan
kompos untuk pengendalian penyakit, yang melalui antagonisme. Supresif umum dapat
merupakan fenomena pengimbasan kesupresifan ditingkatkan dengan penambahan bahan organik,
tanah terhadap patogen oleh peningkatan mikrob praktik agronomi tertentu, atau meningkatkan
antagonis yang baru diketahui kemudian (Hoitink fertilitas tanah untuk peningkatan aktivitas mikrob.
& Boehm, 1999; Hoitink & Changa, 2004). Kompleks mikrob bertanggungjawab pada supresif
Semula kesupresifan tanah dianggap terjadi oleh umum sehingga kesupresifannya tidak dapat
faktor-faktor non-hayati seperti jenis tanah. dipindahkan (nontransferable) (Alabouvette, 1993;
Popularitas kata suppress yang bentuk kata sifatnya Cook & Baker, 1983; Weller et al., 2002). Ketika
suppressive dan bentuk lawan katanya conducive inokulum patogen ditambahkan secara berpasangan
secara luas diadopsi mulai pada tahun 1970-an dan pada tanah asli dan tanah steril, pengaruh supresif
belum populer sebelum tahun tersebut (Baker & umum ditunjukkan dengan keparahan penyakit
50 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 14 No. 2

yang lebih besar pada tanaman rentan yang & Baker, 1983; Campbell, 1989; Bellows, 1999;
ditumbuhkan pada tanah steril dibandingkan pada Mazzola, 2007).
tanah non-steril (Weller et al., 2002).
Supresif khusus (specific suppressive) bekerja MEKANISME
terhadap satu latar belakang dari supresif umum Setiap mikrob memerlukan habitat atau relung
tetapi lebih kualitatif, yang memberikan pengaruh yang spesifik untuk dapat berkembang dan
lebih spesifik dari individu atau kelompok tertentu melakukan aktivitas hayati secara optimum. Di
mikrob antagonis terhadap patogen selama beberapa dalam agroekosistem, tanah dengan kompleks
stadium siklus hidupnya. Karakter kunci pada tanah atribut fisika, kimia, dan hayati membentuk suatu
supresif khusus adalah sifat supresif yang dapat kamunitas tertentu. Komunitas ini bersifat dinamis
dipindahkan (transferable) sehingga supresif yang sangat ditentukan oleh perubahan-perubahan
khusus sering disinonimkan dengan supresif yang berbagai komponen atribut tersebut. Oleh karena
dapat dipindahkan (tranferable suppression) (Cook itu, praktik bertanam akan sangat menentukan
& Beker, 1983; Weller et al., 2002). agroekosistem dengan segala atributnya. Pada
Menurut Hornby (1983), berdasarkan kenyataannya bahwa di dalam tanah terdapat jutaan
keberadaan tanah supresif dapat dikelompokkan jenis mikrob yang hidup berinteraksi satu sama lain
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama membentuk suatu keseimbangan hayati dengan
adalah supresif yang sudah lama ada (long-standing struktur komunitas tertentu sesui dengan kompleks
suppressive) yaitu tanah supresif yang telah lama atribut kondisi tanah dalam kurun waktu tertentu.
ada sebagai hasil suatu keadaan hayati yang secara Perkembangan dan aktivitas hayati patogen akan
alami berasosiasi dengan tanah tersebut, sehingga ditentukan oleh kondisi kompleks tanah yang
keberadaan supresivitas tanah tetap ada meskipun meliputi fisika, kimia, dan hayati (Cook & Baker,
tanpa ada tanaman. Kelompok supresif kedua 1983; Bruehl, 1987; Neate, 2004). Habitat tersebut
adalah supresif terimbas (induced-suppressive) menentukan tanah menjadi supresif atau kondusif
yaitu tanah supresif yang kesupresifannya terjadi terhadap patogen atau penyakit. Mekanisme
oleh praktik tanam tertentu seperti penanaman interaksi supresif mikrob antagonis terhadap
monokultur, sehingga ketidakadaan tanaman (misal patogen atau penyakit dalam suatu habitat, dapat
karena rotasi tanaman) dapat menurunkan atau secara langsung melalui satu atau lebih mekanisme,
menghilangkan supresivitas. Hornby (1983) juga seperti antibiosis, parasitisme, kompetisi, predasi,
menjelaskan fenomena supresif terintroduksi dan atau secara tidak langsung melibatkan tanaman
(introduced suppressive) yang dimasukkan inang seperti resistensi terimbas (Cook & Baker,
kelompok supresif terimbas. Hal ini didasarkan 1983; Campbell, 1989).
pada hasil percobaan dalam rangka pengujian
hipotesis terkait dengan fenomena take-all decline Antibiosis
yang diduga oleh adanya proteksi silang oleh Mikrob sering menghasilkan senyawa metabolit
antagonis jamur Phialophora graminicola dan galur tertentu yang berguna untuk melindungi diri dari
jamur avirulen. Tanah yang diintroduksi dengan serangan mikrob lain. Senyawa metabolit yang
kedua macam jamur tersebut dapat mengimbas dapat menghambat atau menghancurkan suatu
supresivitas serangan Gaeumannomyces gramminis organisme lain tersebut disebut antibiotik. Proses
var. tritici, namun kemudian proteksi silang ini penghambatan atau penghancuran suatu organisme
diyakini bukan mekanisme utama take-all decline tersebut disebut antibiosis. Banyak mikrob
pada gandum monokultur (Cook & Baker, 1983; antagonis menghasilkan senyawa antibiotik yang
Hornby, 1983; Campbell, 1989). toksik terhadap patogen (Cook & Baker, 1983;
Berdasarkan mikrob yang berperan, Cook & Campbell, 1989). Antibiosis merupakan kondisi
Baker (1983) membedakan tanah supresif terimbas suatu organisme mengeluarkan satu atau lebih
mikrob setempat (resident) dan terimbas oleh metabolit yang berpengaruh negatif terhadap
mikrob eksogen yang diintroduksikan untuk organisme lain. Sebagai contoh adalah Trichoderma
mengendalikan patogen tular tanah. Dalam praktik yang dilaporkan dapat menghasilkan metabolit yang
pengimbasan supresivitas oleh mikrob setempat bersifat antibiotik terhadap cendawan lain, seperti
dapat dilakukan dengan memanipulasi kondisi trichodermin dan viridin (Cook & Baker, 1983).
lingkungan sedemikian rupa sehingga menjadi Pseudomonas spp. kelompok fuoresen berperan
sesuai untuk perkembangan mikrob antagonis. pada take-all decline dan patogen tular tanah lain
Supresif terintroduksi dapat dilakukan dengan cara termasuk Fusarium spp. R. solani, Pythium spp.
menginfestasikan antagonis ke dalam tanah (Cook Phytophthora spp. dilaporkan menghasilkan
Hadiwiyono: Tanah Supresif: Terminologi, Sejarah, Karakteristik, dan Mekanisme 51

antibiotik 2,4-diacetylphloroglucinol (2,4-DAPG) pertumbuhannya, termasuk untuk perkecambahan


(Lemanceau & Alabouvette, 1991; Andrade et al., spora jamur (Andrade et al., 1994; Weller et al.,
1994; Weller et al., 2002). Streptomyces spp. yang 2002).
berperan pada potato scab decline juga dilaporkan
Resistensi Terimbas
menghasilkan antibiotik yang toksik terhadap
patogen dengan spektrum luas (Weller et al., 2002; Menurut Reuveni et al. (1996) dan Sticher et al.
Davelos et al., 2004). (1997) aktivasi gen untuk melindungi tanaman
dapat diimbasi secara sistemik dengan signalling
Komada (1990) menyimpulkan bahwa
mollecules yang dihasilkan pada tempat agens
mekanisme proteksi silang melalui pengimbasan
inducer sistemic resistance dan ditransportasi
resistensi tanaman dengan aplikasi Fusarium non-
dengan difusi atau melalui sistem pembuluh
patogen dapat dijelaskan melalui mekanisme
tanaman inang. Supresivitas tanah dengan
antibiosis oleh satu atau lebih senyawa antibiotik
mekanisme resistensi terimbas ini merupakan
yang dihasilkan dalam jaringan yang terkoloni
mekanisme supresi penyakit melalui tanaman
patogen yang secara sistemik didistribusikan dalam
inang. Agens supresi bekerja tidak secara langsung
tanaman. Di samping oleh satu atau lebih senyawa
memengaruhi patogen tetapi melalui tanaman
antibiotik, proteksi secara sistemik oleh Fusarium
inang. Banyak bukti bahwa resistensi sistemik dapat
non-patogen disebabkan oleh adanya detoksifikasi
diimbasi dengan bahan kimia, patogen, dan mikrob
fitotoksin yang dihasilkan Fusarium patogen.
berguna tertentu (Poromarto et al., 1998; Zhang,
Kompetisi 1998; Mucharromah, 1999; Hadiwiyono et al.,
Kompetisi nutrisi dan relung ekologi merupakan 2005). Menurut Hammerschmidt (1999) pada
supresi umum diantara mikrob (Zadocks, 1993). dasarnya tanaman memiliki sistem resistensi yang
Mekanisme supresi ini lebih sering terjadi pada dapat diimbasi dengan bervariasi agens hayati
mikrob yang memiliki hubungan kekerabatan yang maupun non-hayati.
dekat, karena semakin dekat hubungan kekerabatan Mekanisme pengimbasan resistensi tanaman
suatu organisme akan memiliki kebutuhan hidup, oleh Fusarium non-patogen diduga mirip dengan
sumber nutrisi, dan relung yang sama. Sebagai mekanisme pengimbasan resistensi oleh agens
contoh adalah banyak jenis Fusarium avirulen yang kimia maupun hayati yang lain. Pada ekstrak
mengkoloni akar tanaman tanpa masuk ke dalam kompos diduga mengandung senyawa metabolit
akar. Apabila kolonisasi akar oleh F. oxysporum ekstraseluler yang dapat berperan sebagai elisitor
non-patogen terjadi mendahului Fusarium yang terjadinya resistensi. Elisitor tersebut diketahui
patogen maka menyebabkan patogen kehilangan menstimulasi sel tanaman untuk mensintesis
tempat infeksi pada akar. Rizobakterium translatable mRNAs yang menyandi peningkatan
Pseudomonas kelompok fluoresen yang merupakan produksi proteins-related pathogenesis atau
bakteri yang berkompeten pada akar, kolonisasi proteins-related resistance seperti kitinase,
pada akar dapat melindungi akar dari bakteri atau peroksidase, dan b-1-3 glukanase (Sequeira, 1990).
jamur patogen yang menginfeksi lewat akar. Kitinase ini dapat mendegradasi dinding sel
Bincleate Rhizoctonia mengkoloni akar dan dapat cendawan ataupun bakteri sehingga dapat
melindungi tanaman dari infeksi R. solani yang menyebabkan lisis, sedangkan peroksidase dan
patogenik (Poromarto et al., 1998). Kompetisi glukanase banyak terkait dengan mobilisasi
semacam ini sering disebut kompetisi tempat senyawa antimikrob tanaman seperti fitoaleksin.
infeksi, infection site competision (Cook & Baker, Tanah yang diinfestasi dengan F. oxysporum non-
1983). Kompetisi pada akar tersebut tidak semata patogen terjadi peningkatan supresivitas penyakit
kompetsi tempat, tetapi mikrob yang mengkoloni layu Fusarium pada melon (F. oxysporum f.sp.
akar atau rizosfer tersebut berkepentingan untuk melonis). Alabouvette (1993) melaporkan bahwa
mendapatkan sumber nutrisi karbon dan lainnya tanaman tomat yang ditumbuhkan pada tanah
dari eksudat akar yang dikeluarkan tanaman supresif menunjukkan ada peningkatan aktivitas
(Zadocks, 1993; Alabouvette et al., 1998; Weller et beberapa enzim hidrolitik yang umum terkait
al., 2002; Janvier, 2007). Pseudomonas kelompok dengan protein resistensi tanaman. Xue et al. (1999)
fluoresen merupakan bakteri yang memiliki daya melaporkan bahwa Binucleate Rhizoctonia
kompetisi yang tinggi terhadap unsur besi, karena dapat mengimbasi resistensi tanaman terhadap
berkemampuan menghasilkan siderofor yang Rhizoctonia patogen dan ada korelasi positif antara
memiliki daya tambat unsur besi yang kuat. Kation aktivitas 1,3-b-glukanase dan peroksidase dengan
besi ini dibutuhkan semua mikrob untuk resistensi terimbas. Fenomena peningkatan aktivitas
52 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 14 No. 2

enzim peroksidase dan b-1-3 glukanase juga terjadi saling memerlukan. Kaitan peran mikrob antagonis
pada penyemprotan ekstrak kompos pada tanaman dalam supresivitas tanah terhadap patogen atau
Melon dan Arabidopsis yang menunjukkan adanya penyakit ini dapat sinergis atau antagonis. Contoh
resistensi terimbas terhadap patogen antraknosa interaksi yang kurang kompatibel adalah jamur
Colletothricum orbiculare dan bacterial speck Trichoderma spp. dan bakteri Pseudomonas
Pseudomonas syringae pv. maculicola (Zhang et kelompok fluoresen karena yang pertama efektif
al., 1998). pada pH tanah yang masam sedangkan yang kedua
Pengimbasan resistensi juga dapat dilakukan pada pH yang lebih basa (Cook & Baker, 1983).
oleh agens pengimbas dari kelompok bakteri. Contoh bentuk interaksi sinergis adalah bakteri
Contoh yang paling populer adalah bakteri pemacu Pseudomonas putida dan Fusarium oxysporum non-
pertumbuhan tanaman (plant-growth promoting patogen pada supresivitas tanah terhadap layu
rhizobacteria, PGPR), Pseudomonas kelompok Fusarium pada melon. F. oxysporum non-
fluoresen yang tidak saja mampu meningkatkan patogen meningkatkan eksudasi akar sehingga
pertumbuhan tanaman, tetapi juga mengimbasi meningkatkan kolonisasi akar oleh P. putida,
resistensi sistemik tanaman terhadap serangan sehingga meningkatkan efektivitas pengendalian
berbagai patogen. Resistensi bersifat sistemik hayati dengan dua agens pengendalian hayati
karena tanaman tidak saja resisten terhadap patogen tersebut (Lemanceau & Alabouvette, 1991).
yang menyerang akar tempat PGPR berkembang
dan mengimbas resistensi tanaman, tetapi juga DAFTAR PUSTAKA
bagian tanaman lain di atas tanaman sehingga
Alabouvette, C. 1993. Naturally Occurring Disease-
resisten terhadap serangan jamur, bakteri, dan virus suppressive Soils. p. 204–210 In R.D. Lumsden &
patogen yang menyerang bagian atas tanaman J.L. Vaughn (eds.). Pest Management: Biologically
(Raupach & Kloeper, 1998). Based Technologies. American Chemical Society,
Mekanisme Lain Washington, DC.
Penekanan patogen seperti mikoparasitisme, Alabouvette, C., B. Schipper, P. Lemanceau, &
predatisme, simbiase tanaman dengan mikoriza P.A.H.M. Baker. 1998. Biological Control of
mungkin juga bisa terlibat pada supresif tanah. Fusarium Wilts toward Development of
Trichoderma spp., Coniothyrium minitans Commercial Products, p. 15–36. In G.J. Boland &
Campbell, dan Sporidesmium sclerotivorum L.D. Kuykendall (eds.), Plant-microbe Interactions
and Biological Control. Marcel Dekker, Inc. New
merupakan mikoparasit pada beberapa cendawan
York.
patogen. Amuba pemakan jamur (Mycetopagous)
juga telah dilaporkan memangsa jamur patogen Andrade, O.A., D.E. Mathre, & D.C. Sands. 1994.
tanaman. Mikoriza adalah jamur non-patogen yang Natural Suppresion of Take-all Disease of Wheat in
bersimbiose dengan akar tanaman. Mikroriza telah Montana Soils. Plant and Soil 164: 9–18.
banyak dilaporkan membantu penyerapan hara Baker, K.F. 1987. Evolving Concepts of Biological
tanah oleh tanaman, melindungi tanaman melalui Control of Plant Pathogens. Annual Review of
kompetisi tempat infeksi, resistensi terimbas, dan Phytopathology 25: 67–85.
antibiosis (Cook & Baker, 1983; Bellows, 1999; Bellows, T.S. 1999. Cntrolling Soil-born Pathogens.
Campbell, 1999). Beberapa antagonis nematoda p. 699–712, In T.S. Bellows & T.W. Fisher (eds),
parasit tumbuhan dikenal predatisme oleh jamur Handbook of Biological Control: Principles and
perangkap namatoda seperti Monacrosporium Applications of Biological Control. Academic Press.
ellipsosporium dan Arthrobotrys oligospora, San Diego California.
parasitisme oleh jamur Paecilomyces lilacinus dan Borneman, J. & J.O. Becker. 2007. Identifying
Verticitlium chlamydosporium, spora adesif oleh Microorganisms Involved in Specific Pathogen
jamur Hirsutella spp. dan bakteri Pasteuria spp. Suppression in Soil. Annual Review of
(Jatala, 1986; Davies et al., 1991) Phytopathology 45:153–172.
Interaksi Kompleks Bruehl, G.W. 1987. Soilborne Plant Pathogens.
Fakta menunjukkan bahwa di dalam tanah Macmillan Publishing Company, New York. 368 p.
terdapat kompleks mikrob sehingga interaksi tidak Cook, R.J. & K.F. Baker. 1983. The Nature and
hanya satu jenis lawan jenis yang lain. Suatu jenis Practice of Biological Control of Plant Pathogens.
menghambat suatu jenis lain tetapi yang lain The American Phytopathological Society, St. Paul,
mungkin memerlukan kehadirannya atau bisa juga Minnesota. 539 p.
Hadiwiyono: Tanah Supresif: Terminologi, Sejarah, Karakteristik, dan Mekanisme 53

Campbell, R. 1989. Biological Control of Microbial Lenteren, J.C., 2003. Integrated Pest Management
Plant Pathogens, Cambridge University Press, in Greenhouses: Experiences of European
Melbourne-Sydney. 219 p. Countries, p. 327–339. In K. Maredia (ed.), IPM in
the Global Arena. CABI Publishing, Wallingford,
Davelos, A.L., L.L. Kinkel, & D.A. Samac. 2004.
UK.
Spatial Variation in Frequency and Intensity of
Antibiotic Interactions among Streptomycetes from Liu, D., N.A. Anderson; & L.L. Kinkel. 1985.
Prairie Soil. University of California. Applied and Biological Control of Potato Scab in the Field with
Environmental Microbiology 70: 1051–1058. Antagonistic Streptomyces scabies. Phytopathology
Davies, K.G., F.A.A.M. de Leij & B.R. Kerry. 1991. 85: 827–831.
Microbial Agents for the Biological Control of Mazzola, M. 2007. Manipulation of Rhizosphere
Plant-parasitic Nematodes in Tropical Agriculture. Bacterial Communities to Induce Suppressive Soils.
Tropical Pest Management 37: 303–320. Journal of Nematology 39: 213–220.
Hadiwiono, Z.D. Fatawi, & I.R. Wulan. 2005. Mucharromah, 1999. Induksi resistensi Sistemik
Induced Systemic Resistance of Peanut against Leaf Tanaman Kedelai terhadap Penyakit Antraknosa:
Rust Disease by Potassium-Phosphate Application. Jenis dan Konsentrasi Agens IRS, p. 234–240. In
The 1st International Conference of Crop Security Soedarmono (ed.), Prosiding Kongres Nasional XV
(ICCS) in September 20nd–22rd, 2005 at Brawijaya dan Seminar Ilmiah Perhimpuanan Fitopatologi
University, Malang, East Java, Indonesia. Indonesia. Jurusan HPT, Fakultas Pertanian,
Hammerschmidt, R. 1999. Induced Disease UNSOED. Purwokerto.
Resistance: How Do Induced Plants Stop Neate, S. 2004. In Search of Recipe for Disease
Pathogens? Physiological and Molecular Plant Suppressive Soil. A Project of Agricultural Bureau
Pathology 55: 77–84. of South Australia. http://www.betteroils.com,au/
Hoitink, H.A.J. & Changa. 2004. Production and modul4/4_5.html, modified 24/11/04. 8 p.
Utilization Guidelines for Disease Suppressive Olatinwo, R., B. Yin, J.O. Becker, & J. Borneman.
Compost, p. 87–92. In A. Vanachter (ed.), 2006. Suppression of the Plant-Parasitic Nematode
Managing Soil Born Pathogens. Can. Int. Dev. Heterodera schachtii by the Fungus Dactylella
Agency. http://plantpath.osu.edu/Acta635-Hoitink. oviparasitica. Phytopathology 96: 111–114.
pdf, modified 24/11/2004. 16 p.
Palti, J. 1981. Cultural Practices and Infectious
Hoitink, H.A.J. & M.J. Boehm. 1999. Biocontrol Crop Disease. Springer-Verlag, Berlin Heidelberg.
within the Context of Soil Microbial Communities: 237 p.
a Substrate-dependent Phenomenon. Annual
Review of Phytopathology 37: 427–446. Poromarto, S.H., B.D, Nelson, & T.P. Freeman.
1998. Study on Biological Control of Rhizoctonia
Hornby, D. 1983. Suppressive Soil. Annual Review solani on Soybean by Binucleate Rhizoctonia.
of Phytopathology 21: 65–85. Phytopathology 88: 1056–1067.
Janvier, C., F.Villeneuve, C. Alabouvette, V. Raupach, G. & J.W. Kloeper. 1998. Mixtures of
Edel-Hermann, T. Mateille & C. Steinberg. 2007. Plant Growth-promoting Rhizobacteria Enhance
Soil Health through Soil Disease Suppression: Biological Control of Multiple Cucumber
which Strategy from Descriptors to Indicators? Soil Pathogens. Phytopathology 88: 1158–1164.
Biology and Biochemistry 39: 1–23.
Reuveni, R., V. Agapov, M. Reuveni, & M. Raviv.
Jatala, P. 1986. Biological Control of Plant-Parasitic 1996. Foliar Spray of NPK Fertilizers Induce
Nematodes. Annual Review of Phytopathology 24: Systemic Protection against Puccinia sorghi and
453–489. Exserohilum turcicum and Growth Enhancement in
Komada, H. 1990. Biological Control of Fusarium Maize. European Journal of Plant Pathology 102:
Wilts in Japan. p. 65–213. In D. Hornby (ed.). 339–348.
Biological Control of Soil-borne Plant Pathogens. Sequeira, L. 1990. Induced Resistance: Physiology
CAB. International. Wallingford. UK. and Biochemistry, p. 663–678. In R.R. Baker & P.E.
Lemanceau, P. & C. Alabouvette, 1991. Biological Dunn (eds), New Direction in Biological Control:
Control of Fusarium-wilts by Fluorescent Alternatives Suppressing Agricultural Pests and
Pseudomonas and Non-pathogenic Fusarium. Crop Diseases. Alan R. Liss, Inc., New York.
Protection 10: 279–286.
54 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 14 No. 2

Sullivan, P. 2004. Sustainable Management of Xue, L., P.M. Charest, & S.H. Jabaji-Hare. 1999.
Soil-borne Plant Diseases. NCAT Agriculture Systemic Induction of Peroxidases, 1,3-b-
Specialist. ATTRA Publication. http://attra.ncat.org/ Glukanases, Chitinases, and Resistance in Bean
attra-pub/ PDF/soilborne.pdf, modified 19/3/2007. Plants by Binucleate Rhizoctonia Species.
31 p. Phytopathology 88: 359–365.
Sticher, L.; B. Mauch-Mani; & J.P. Metraux. 1997. Zadocks, J.C. 1993. Biological Control, p. 211–216.
Systemic Acquired Resistance. Annual Review of In J.C. Zadocks (ed.), Modern Crop Protection:
Phythopathology 35: 235–270. Developments and Perspectives. Wageningen Pers.
Wageningen.
Shurtleff, M.C. & C.W. Averre. 1997. Glossary of
Plant Pathological Terms. APS Press. St. Poul, Zhang, W., D.Y. Han, W.A. Dick, K.R. Davis, &
Minnesota. 361 p. H.A.J. Hoitink. 1998. Compost and Compost Water
Extract-induced Systemic Acquired Resistance in
Weller, D.M., J.M. Raaijmakers, B.B.McS.
Cucumber and Arabidopsis. Phytopathology 88:
Garderner, & L.S. Tomshow. 2002. Microbial
450–455.
Populations Responsible for Specific Soil
Suppressiveness to Plant Pathogens. Annual Review
of Phytopathology 40: 309–348.

Anda mungkin juga menyukai