Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yannief Asfian

NIM : 18/425915/SV/15057
Prodi : Kearsipan A

Mendamaikan antara Hati dan Pikiran: Pengambilan Keputusan yang


Didasarkan Logika atau Perasaan

Dalam hidup kita pasti menghadapi suatu masalah yang berbeda - beda antara orang
satu dengan orang lain. Permasalahan yang dihadapi tersebut tidak selalu mudah untuk
diselesaikan. Ada kalanya permasalahan yang dihadapi sangat sulit untuk diputuskan, hal ini
bisa karena resiko, keadaan/kondisi, pertimbangan-pertimbangan tertentu, maupun hal-hal lain.
Terkadang kita mengalami kebimbangan dalam memutuskan suatu masalah, hal ini disebabkan
karena tidak adanya kesesuaian antara yang dipikirkan dan yang dirasakan. Sebagian orang
lebih mengutamakan logika dalam mengambil keputusan dan ada juga yang
mempertimbangkan perasaan dalam mengambil keputusan. Ada juga yang mengunakan
pikiran dan perasaan secara bersama-sama dalam pengambilan keputusan.

Kita pasti pernah berfikir untuk melakukan/memutuskan sesuatu tetapi kita merasa
berat untuk melakukannya, atau malah sebaliknya kita akan melakukan/memutuskan sesuatu
yang kita rasa tepat tetapi secara logika hal tersebut tidak benar. Misalnya, kita akan diberikan
sesuatu yang mahal dari seseorang. Mungkin akan terjadi dua kondisi. Kita akan berfikir untuk
menerima karena secara logika kita diberikan sesuatu yang berharga itu sebagai kesempatan
yang langka, tetapi kalau berfikir dengan hati kita kadang akan merasa berat untuk menerima
sesuatu yang berharga tersebut karena ada perasaan tidak enak. Kondisi seperti itulah yang
kadang kita alami dalam menanggapi suatu hal.
Dalam membuat keputusan kita sering dipengaruhi oleh perasaan atau ada yang lebih
umum disebut sebagai “suara hati”. Secara umum dapat dikatakan bahwa suara hati adalah
suara yang berasal dari kedalaman hati atau pusat kedirian seseorang dan yang menegaskan
benar-salahnya suatu tindakan atau baik-buruknya suatu kelakuan tertentu berdasarkan suatu
prinsip atau norma moral. Suara hati sering dikaitkan dengan suara yang berasal dari luar diri
manusia dan sekaligus mengatasi kewenangan manusia untuk menolak atau mengabaikannya.
(Sudarminta 2013: 63). Jadi, suara hati berasal dari kedalaman hati seseorang, dalam rangka
mengambil keputusan. Di sisi lain, suara hati dapat dikatakan juga pusat kemandirian
manusia.1

1
Ambrosius Loho.Suara Hati Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan.
https://manado.antaranews.com/berita/27960/suara-hati-sebagai-dasar-pengambilan-
keputusan. (diakses pada tanggal 4 Oktober 2018 pukul 20.00)
Selain suara hati, logika juga sangat berperan dalam pengambilan keputusan. Logika
berasal dari kata Yunani Kuno yaitu λσγσς (Logos) yang artinya hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Secara singkat, logika berarti
ilmu, kecakapan atau alat untuk berpikir lurus.2 Logika membantu manusia untuk berfikir
secara rasional, objektif, lurus, dan tanpa adanya pengaruh dari emosi. Sehingga keputusan
yang diambil benar-benar dari pemikiran yang lurus dan rasioanl (objektif) dan tanpa ada
pengaruh subjektifitas. Hal ini berbeda dengan suara hati yang kadang dipengaruhi oleh emosi
yang muncul pada saat keadaan tertentu yang dialami.
Kedua hal ini lah yang kadang menimbulkan pro dan kontra antara hati dan pikiran.
Dalam menaggapi pengambilan keputusan baik dengan mengunakan pikiran atau perasaan
kadang ada salah satu pihak (logika dan hati) yang kurang bisa menerima. Bagi sebagian orang
yang lebih menggunakan hati, kadang menganggap berfikir dengan logika terlalu kaku karena
tidak mempertimbangkan perasaan walaupun itu juga benar. Contohnya satpol PP mengangkat
dagangan PKL untuk menertibkan jalan, walupun benar karena ada perintah resmi tetapi dinilai
tidak berperasaan karena menyengsarakan pedagang. Dalam hal ini perasaan tidak bisa
menerima pemikiran/logika dari tindakan tersebut. Bagi seseorang yang lebih berfikir secara
logika, akan mendukung tindajkan tersebut dengan pemikiran bahwa dengan adanya tindakan
tersebut akan menimbulkan efek jera sehingga tidak akan terulang kembali. Apabila
mengaitkan dengan perasaan malah hal tersebut sebagai penganggu yang bisa menghambat
tujuan. Dengan keadaan seperti itu kadang ada yang harus mengalah baik logika atau perasaan
untuk menerima yang diputuskan, walaupun dalam menerima keputusan tersebut tidak
langsung sepenuhnya tetapi secara perlahan-lahan.
Ada kalanya logika kita tidak selalu benar, karena tidak semua hal dapat kita putuskan
dengan akal pikiran. Kita sebagai manusia tidak bisa begitu saja mengabaikan hati kita. Emosi
tidak selalu mengganggu dengan berpikir, meskipun banyak dari kita memperlakukannya
seolah-olah halangan. Kita mungkin berkurang validitas argumen karena emosional,
meragukan lainnya yang terlibat secara emosional dalam masalah pribadi mereka, dan
umumnya kognisi kepercayaan lebih dari perasaan.3 Kita sebagai makhluk sosial tidak dapat
begitu saja mengabaikan hati kita. Terlalu menggunakan logika dan mengabaikan perasaan
dapat membuat kita tertekan sehingga perasaan tidak nyaman dalam menjalani keputusan yang
dibuat.

2
Prana Albantani. Filsafat Logika. https://arsip.sewarga.com/2018/01/20/filsafat-logika/. (diakses
pada tanggal 4 Oktober 2018 pukul 22.00)
3
Mary C. Lamia. Decision-making and Different Ways of Knowing.
https://www.psychologytoday.com/us/blog/intense-emotions-and-strong-feelings/201803/decision-
making-and-different-ways-knowing. (diakses pada tanggal 5 Oktober 2018 pukul 08.15)
Ada kalanya juga pemikiran dengan hati tidak selalu benar, karena saat berfikir
menggunakan hati kadang muncul ego dan emosi subjektif serta terkadang akan muncul
prasangka-prasangka negatif yang mempengaruhi pengambilan keputusan. Perasaan
merupakan sesuatu yang berubah-ubah, kadang pada masa ini perasaan berbeda pada masa
yang akan datang. Kadang dengan ego membuat kita mengambil keputusan yang hanya dari
pandangan kita saja yang menganggap benar (subjektif). Terlalu berlebihan menggunakan
perasaan dalam pengambilan keputusan menyebabkan terlalu perasa dalam menanggapi segala
sesuatu.
Secara keseluruhan, emosi kita memperkuat apa yang sedang terjadi saat ini, sementara
pengetahuan mengubahnya dengan informasi lebih lanjut. Mempelajari dari teoretikus Silvan
Tomkins telah mencatat bahwa emosi tanpa kognisi akan buta, sementara kognisi tanpa emosi
akan menjadi lemah. Dengan demikian, kognisi memberikan pandangan kebutaan emosi, dan
emosi yang diberikan kekuatan oleh kognisi.4
Dari beberapa hal tersebut, maka baik berfikir dengan menggunakan logika atau hati
tidak selamanya benar ataupun salah. Pengambilan keputusan yang sepenuhnya tepat mungkin
tidak selalu bisa. Tetapi berfikir dengan logika dan hati seacra bersama-sama mungkin pilihan
yang baik karena kita dapat menggabungkan hasil dari pemikiran logika yang lurus dan pikiran
dari hati yang sesuai kondisi masing-masing berdasarkan keadaan tertenu dapat memberikan
perasaan yang baik dan meringankan pikiran kita. Tergantung dari bagaimana kita dapat
menggunakan hati dan pikiran kita dengan sebaik-baiknya. Bijaklah dalam berfikir
menggunakan hati dan logika kita.

4
Mary C. Lamia. Decision-making and Different Ways of Knowing.
https://www.psychologytoday.com/us/blog/intense-emotions-and-strong-
feelings/201803/decision-making-and-different-ways-knowing. (diakses pada tanggal 5
Oktober 2018 pukul 08.15)

Anda mungkin juga menyukai