Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS FILSAFAT

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FILSAFAT ILMU II

INDUKTIVISME

KELAS : A

KELOMPOK III

Nama NIM
1. Irfan Asfarudin 14/368754/FI/04003
2. Boby Frans Munthe 17/408871/FI/04304
3. Dwi Kurniati 17/408875/FI/04308
4. Nurfiliani 17/408891/FI/04324
5. Andrean Ferry W 17/414225/FI/04384
6. Nabila Syifa 17/414245/FI/04404
7. Ratna Fadilla 17/414251/FI/04410

YOGYAKARTA

SEMESTER I 2019-2020
A. Pandangan Hempel tentang kedudukan dan karakteristik Eksplanasi Deduktif-Nomologis

dalam riset ilmiah.

Eksplanasi Deduktif-Nomologis merupakan salah satu bentuk eksplanasi ilmiah.

Kedudukan Eksplanansi Deduktif-Nomologis ini dalam riset ilmiah sangat penting karena

memenuhi dua syarat sistematik, yang disebut syarat relevansi eksplanantori dan syarat

testabilitas.

Eksplanasi Deduktif-Nomologis memenuhi syarat relevansi eksplanatori dalam

arti yang mungkin paling kuat: informasi eksplanatori yang mereka berikan

mengimplikasikan kalimat eksplanandum secara deduktif dan dengan demikian

memberikan dasar meyakinkan secara logis mengapa fenomenon eksplanandum harus

diharapkan. Dan syarat testabilitas juga terpenuhi, karena eksplanan mengimplikasikan

antara lain sesuatu yang berada di bawah kondisi yang dispesifikasi, terjadinya fenomena

eksplanandum.

Karakterisitik dari Model Deduktif Nomologis yaitu berasal dari logika formal,

yaitu dengan kaidah modus ponens; hukum yang digunakan dikonfirmasikan dengan fakta;

mendasarkan diri pada hukum sebab-akibat. Eksplanasi ini digolongkan sebagai eksplanasi

deduktif di bawah hukum umum (Covering Law). Yang dimaksudkan dengan pola hukum

umum adalah ungkapan universal, namun kondisional yang dapat dibenarkan atau dibantah

menurut pengamatan empiris.

B. Pandangan Hempel tentang peranan dan karakteristik Hukum dalam Eksplanasi Deduktif-

Nomologis.

Eksplanasi D-N digambarkan dengan skema berikut:


Dibawah ini adalah contoh dari eksplanasi model D-N:

Eksplanan (Covering Law/Hukum umum) : Semua benda yang tidak disangga akan

jatuh ke tanah

Eksplanan (kasus/fakta partikular) : Sebuah apel tidak disangga

Eksplanandum : Apel jatuh ke tanah

Hukum memainkan peran yang sangat penting dalam eksplanasi deduktif -

nomologis. Hukum memberikan suatu hubungan supaya keadaan partikular (C1, C2, . . . .

,CK) dapat berlaku untuk menjelaskan terjadinya peristiwa tertentu. Dalam hal ini, suatu

fenomenon eksplanandum dapat diterangkan apabila mengacu pada hukum dan data

tentang fakta partikular yang telah tersedia. Dan apabila eksplanadum bukan merupakan

kejadian partikular, melainkan keseragaman, hukum eksplanatori menunjukkan sistem

tentang keseragaman yang lebih komprehensif, di situ yang disampaikan tidak lain

merupakan kasus khusus.

Karakteristik hukum yang diperlukan bagi eksplanasi deduktif-nomologis yaitu

bahwa hukum tersebut merupakan pernyataan dalam bentuk universal. Dalam arti luas,

pernyataan semacam ini menyatakan keseragaman hubungan antara fenomena empiris

yang berbeda-beda atau antara aspek fenomenon empiris yang berbeda-beda. Namun

hukum ilmiah tidak dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang benar dalam bentuk

universal. Hukum dalam eksplanasi deduktif-nomologis memiliki bentuk dasar: “Bila

kondisi jenis F terpenuhi, kondisi dengan jenis G juga akan terealisasikan”


Namun, tidak semua pernyataan universal ini dapat dikualifikasikan sebagai

hukum alam. Misal: Semua batu dalam kotak ini mengandung besi. F = letak keberadaan

batu, G = kandungan besi. Seandainya benar, pernyataan ini tidak akan dipandang sebagai

hukum, melainkan generalisasi aksidental. Tidak seperti generalisasi aksidental, hukum

dapat berlaku untuk menopang kondisional kounterfaktual, yaitu pernyataan: “Jika A ada

sebagaimana adanya, maka B akan ada sebagaimana adanya, bila dalam kenyataan A

bukan sebagaimana adanya”

Contoh: Jika lilin parafin dimasukkan ke dalam ketel dengan air mendidih, lilin tersebut

akan meleleh. Pernyataan tersebut didukung oleh hukum bahwa parafin akan mencair pada

suhu 60˚C dan fakta lain adalah bahwa air mendidih pada suhu 100˚C.

Selain itu hukum dapat menopang kondisional subjungtif. Di sini dapat

disimpulkan bahwa generalisasi aksidental tidak dapat diberlakukan sebagai dasar

eksplanasi.

C. Pandangan Hempel tentang karakteristik hukum umum dan hukum probabilitas dalam

eksplanasi deduktif-nomologis, dan perbandingan keduanya.

1. Hukum Universal

Karakteristik hukum eksplanasi deduktif nomologis merupakan pernyataan dengan bentuk

universal. Dimana dalam arti luas hukum universal tersebut memiliki keseragaman

hubungan antara fenomena dan fenomenon yang berbeda-beda secara empiris. Hukum

universal ini juga mampu memberikan pengaruh terhadap pernyataan partikular dalam

menjelaskan suatu fakta atau peristiwa tertentu. Seperti yang sudah dijelaskan diatas

mengenai bentuk dasar hukum eksplanasi deduktif nomologis, yaitu “dalam semua kasus

bila kondisi jenis F terpenuhi maka kondisi jenis G juga akan terealisasikan”.
2. Hukum Probabilistik

Hukum probabilistik memiliki karakteristik yaitu dalam bentuk relatif. Meskipun tidak

secara langsung disebutkan bahwa hukum probabilistik berbentuk relatif, namun dapat

dilihat dari contoh pengulangan pada eksperimen random yang relevan. Eksperimen

random itu sendiri yaitu cara yang dilakukan secara tidak teratur dengan hasil yang dapat

sama secara terus menerus atau hasil lainnya. Contoh dari eksperimen random:

Keranjang yang berisi banyak bola, diambil secara acak. Pada setiap pengambilan,

warnanya dicatat. Kemudian bola tersebut dikembalikan ke dalam keranjang, dicampur

aduk sebelum pengambilan dilakukan.

3. Perbandingan keduanya

Hukum universal dengan hukum probabilistik memiliki perbedaan yaitu pada bentuk

pernyataannya. Hukum universal lebih mengacu pada pernyataan yang universal atau

keseragaman. Sedangkan hukum probabilistik megacu pernyataan tertentu atau kondisi

tertentu (relatif) dengan cara eksperimen random dan hasil yang tertentu juga.

D. Kelebihan dan kelemahan pandangan Hempel tentang eskplanasi ilmiah.

Kelebihan eksplanasi ilmiah : Memiliki pola yang cukup sederhana dengan

menggunakan pola argumentasi deduktif yang mengandung hukum umum dan fakta

partikular dan kesimpulan atas sesuatu yang dieksplanasikan kebenarannya bersifat

niscaya serta adanya suatu pembuktian secara objektivitas dengan kausalitas.

Sedangkan kelemahan dari eksplanasi ilmiah yakni : Hukum ilmiah tidak dapat

secara memadai didefinisikan sebagai pernyataan yang benar dengan bentuk universal,

dan terdapat masalah dalam pengaplikasian eksplanasi Deduktif- Nomological:


a. Irrelavance (tidak sesuai), Jika bagian dari eksplanan(kasus) bukan fakta yang

relevan dengan apa yang diajukan sebagai hukum umum. Contoh:

Semua logam menghantar listrik

Apa pun yang menghantar listrik terkena gravitasi

Dengan demikian, semua logam terkena gravitasi

Argumen di atas menggunakan premis hukum umum, tetapi fakta logam menghantar

listrik adalah tidak relevan dengan logam terkena gravitasi.

b. Overdetermination, Jika lebih dari satu set kondisi kausal diletakkan tetapi semuanya

tidak valid. Contoh:

Orang yang minum pil KB tak akan hamil

Jono (pria) minum pil KB

Maka, Jono tidak akan hamil

Ditinjau dari eksplanasi deduktif-nomological, pernyataan di atas tampak merupakan

eksplanasi, namun sesungguhnya itu adalah bukanlah eksplanasi. Fakta bahwa Jono

minum pil KB bukanlah bagian yang valid bagi penjelasan bahwa ia tidak akan

hamil.

c. Simetri, Jika terdapat dua peristiwa tampak saling menjelaskan. Andaikata menjadi

suatu hukum bahwa semua hewan berjantung juga berliver dan semua hewan berliver

juga berjantung, maka adalah tidak memuaskan jika kita menjelaskan bahwa

mengapa hewan-hewan khusus mempunyai jantung atau sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai