Dosen Pembimbing :
Ns. M. Roni Al-Faqih, S.Kep
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis sampaikan. Karena berkat
karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah yang membahas mengenai asuhan
keperawatan anak dengan kasus hemofilia yang mana guna memenuhi tugas kelompok mata
kuliah keperawatan sistem anak.
Pada kesempatan yang baik ini, penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada :
1. Kedua orang tua kami yang selalu mendo’akan secara tulus dan memberikan dorongan baik
moril maupun materiil.
2. Bapak Ns. M. Roni Al-Faqih, S.Kep. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
waktu dan arahan dalam membimbing penyusun untuk menyelesaikan tugas makalah asuhan
keperawatan anak dengan kasus hemofilia ini.
Akhirnya penyusun meminta ma’af apabila terdapat kesalahan selama penyusunan
makalah ini. Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak karena penyusun menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah
ini. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat kepada kita semua.
Daftar Isi
Halaman
Sampul.............................................................................................................................. i
Kata
Pengantar................................................................................................................................ 2
Daftar
Isi.......................................................................................................................................... 3
BAB I.
Pendahuluan....................................................................................................................... 4
1.1 Latar
Belakang........................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan
Masalah...................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan
Penulisan........................................................................................................................4
1.4 Manfaat
Penulisan..................................................................................................................... 5
BAB II Landasan
Teori................................................................................................................... 6
2.1
Definisi..................................................................................................................................... 6
2.2
Etiologi..................................................................................................................................... 6
2.3 Manifestasi
Klinis..................................................................................................................... 7
2.4 Patofisiologi...........................................................................................................................
... 7
2.5 Pathway..................................................................................................................................
.. 9
2.6 Komplikasi............................................................................................................................
. 10
2.7 Pemeriksaan
Penunjang.......................................................................................................... 10
BAB III Asuhan
keperawatan....................................................................................................... 11
3.1.Pengkajian..............................................................................................................................
. 11
3.2. Diagnosa
keperawatan............................................................................................................ 12
3.3
Intervensi................................................................................................................................. 12
BAB IV
Penutup...........................................................................................................................18
4.1
Kesimpulan.............................................................................................................................. 18
4.2
Saran........................................................................................................................................ 18
Daftar
Pustaka............................................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Menjelaskan landasan teori mengenai hemofilia
2. Menjelaskan proses asuhan keperawatan anak dengan kasus hemofilia
Makalah yang penulis susun diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya teman-
teman dari prodi S1-Keperawatan dalam proses pembelajaran. Makalah ini juga dapat
melengkapi dan menambah wawasan mahasiswa keperawatan mengenai kasus asfiksia pada
anak.
Manfaat Praktis
Menambah wawasan penulis mengenai wacana asuhan keperawatan anak dengan asfiksia
yang nantinya dapat dijadikan sebagai acuan dalam menangani pelbagai permasalahan di
lapangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang disebabkan karena
kekurangan faktor pembekuan darah,yaitu faktor VIII dan faktor IX. Faktor VIII dan faktor
IX adalah merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk
pembekuan darah, factor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada
daerah trauma (Hidayat,2006).
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang
dikarakteristikan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh mutasi
pada kromosom X.
2.2 Etiologi
Mutasi genetik yang didapat (acquired) Mutasi bisa terjadi karena berbagai faktor
yang terdapat di alam seperti radiasi, polusi, virus, perubahan ozon, dan sebagainya atau
diturunkan (herediter).
1. Hemofilia A disebabkan kurangnya faktor pembekuan VII (AHG)
2. Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastik
Antecendent)
Hemofilia A maupun B dapat dibedakan menjadi 3 :
1. Berat (kadar factor VII atau IX < 1 %)
2. Sedang ((kadar factor VII atau IX antara 1% - 5%)
3. Ringan (kadar factor VII atau XI antara % - 30%)
2.3 Klasifikasi
Terdapat tiga bentuk hemofilia, yaitu sebagai berikut :
1. Hemofilia A : dikarakteristikan oleh defisiensi factor VIII, bentuk paling umum yang
ditemukan terutama pada pria.
2. Hemofilia B : dikarakteristikan oleh defisiensi factor IX yang terutama ditemukan pada pria.
3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikan oleh defek pada perlatakan trombosit dan
defesiensi VII dapat terjadi pada pria dan wanita.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala umum hemofilia yaitu:
1. Lutut, sikut, pinggul, bahu, otot lengan dan kaki tiba-tiba terasa nyeri, bengkak, atau terasa
hangat.
2. Pendarahan yang berlangsung lama setelah mengalami luka.
3. Sakit kepala parah dan lama.
4. Muntah-muntah.
5. Terasa sangat lelah.
6. Nyeri leher.
7. Penglihatan bermasalah, biasanya rabun.
Penderita hemofilia yang cukup parah akan mengalami gejala yang lebih berbahaya,
misalnya berdarah tiba-tiba. Gejala lainnya dapat berupa:
1. Memar-memar yang tidak jelas penyebabnya, ukurannya besar dan cukup dalam.
2. Sendi terasa nyeri dan bengkak, disebabkan oleh pendarahan internal.
3. Bercak darah pada urine.
4. Berdarah cukup banyak dan lama setelah terluka atau operasi.
5. Mimisan tanpa penyebab jelas.
6. Sendi terasa kaku.
2.5 Patofisiologi
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang
letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada tahap
pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana
tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat
pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya
gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai
merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan
keluhan-keluhan berikutnya.
Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal.
Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah
(yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh.
Pembuluh darah mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh→Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman
penutup luka tidak terbentuk sempurna → darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh →
perdarahan (normalnya: Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang-
benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh).
2.6 Pathway
2.7 Komplikasi
1. Dapat terjadi perdarahan intrakranium
2. Infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia sebelum diciptakan factor VIII artifisial
3. Kekakuan sendi
4. Hematuria spontan
5. Perdarahan gastrointestinal
6. Resiko tinggi AIDS akibat transfusi darah
7. Nyeri bengkak, nyeri tekan yang hebat, serta deformitas sendi dan otot yang permanen
8. Neuropati perifer, nyeri, parestesia, dan atrofi otot
9. Iskemia dan gangrene
10. Syok dan kematian
2.8Pemeriksaan Penunjang
1. Uji skrining untuk koagulasi darah
a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b. Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
d. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi dan kultur
3. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati
(misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-oxaloacetic
transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin). (Betz & Sowden, 2002).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Pengkajian
1. Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan wanita sebagai carier.
2. Keluhan Utama
a. Perdarahan lama (pada sirkumsisi)
b. Epitaksis
c. Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai berjalan dan terbentur pada
sesuatu.
d. Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi pada
sendi
e. Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
f. Perdarahan sistem GI track dan SSP
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan utama
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta apakah klien
mempunyai penyakit menular atau menurun.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau carrier pada wanita.
6. Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan sempurna
7. ADL (Activity Daily Life)
a. Pola Nutrisi : anoreksia, menghindari anak tidak terlewati dengan sempurna
b. Pola Eliminasi : hematuria, feses hitam
c. Pola personal hygiene : kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan dini.
d. Pola aktivitas : kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
e. Pola istirahat : tidur terganggu karena nyeri
8. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik:
a. Keadaan umum: kelemahan
b. Berat Badan: menurun
c. Wajah : wajah mengekspresikan nyeri
d. Mulut : mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
e. Hidung : epitaksis
f. Thorak/ dada : adanya tarikan intercostanalis dan bagaimana suara paru
g. Suara jantung pekak
h. Adanya kardiomegali
i. Abdomen adanya hepatomegali
j. Anus dan genetalia
k. Eliminasi urin menurun
l. Eliminasi alvi feses hitam
m. Ekstremitas: hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas bawah
3.2.Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan terus menerus
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai darah ditandai dengan
dyspnea
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi
4. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi
5. Kegagalan tumbuh kembang berhubungan dengan terganggunya proses metabolisme
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan oksigen
7. Resiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur, potensial degenerasi sendi
3.3.Intervensi
Diagnose keperawatan:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan terus menerus
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien tidak
mengalami dehidrasi atau syok
Kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan, berat jenis urine
normal
2. Intake dan output seimbang, mukosa bibir basah, turgor kulit normal, dan TTV normal.
Intervensi: Rasional:
1. Monitoring tannda-tanda vital 1. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi
peningkatan kehilangan cairan
mengakibatkan hipotensi dan takikardi
2. Instruksikan dan pantau anak berkaitan 2. Sikat gigi berbulu keras dapat
dengan perawatan gigi yaitu menggunakan menyebabkan perdarahan mukosa
sikat gigi berbulu anak mulut.
3. Kolaborasi pemberian produk plasma sesuai 3. Pemberian plasma untuk
indikasi mempertahankan homeostatis
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai darah ditandai dengan
dyspnea
2. Susun jadwal bermain dan istirahat bersama 2. Mengurangi tingkat O2 yang diambil
orang tua oleh paru untuk mengurangi
aktifitasnya sehingga resiko iritasi paru
menurun.
3. Beri posisi semifowler pada saat anak 3. Mengurangi tekanan yang dilakukan
berbaring oleh otot diafragma terhadap paru
sehingga paru dapat mengembang
secara baik.
4. Kolaborasi pemantauan Analisa Gas Darah 4. Hasil AGD yang terlalu bisa
(AGD) mengidentifikasikan turunnya asupan
oksigen ke jaringan
3. Berikan informasi yang jelas dan akurat 3. Informasi yang jelas dan akurat
membantu orang tua mengetahui hal-hal
yang berhubungan dengan penyakit
anaknya
3. Ijinkan anak untuk sering beristirahat dan 3. Tidur dapat mempercepat pertumbuhan
hindarkan gangguan pada saat tidur dan perkembangan
4. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan 4. Dukungan dan nasehat yag positif akan
yang sama terhadap sosialisasi seperti anak memperkuat mekanisme koping anak
yang lain.
3. Bantu klien untuk memilih aktifitas sesuai 3. Melatih klien agar dapat toleranan
usia, kondisi dan kemampuan terhadap aktifitas
5. Kolaborasi dengan ahli terapis u/ pemberian 5. Terapi aktifitas akan membantu melatih
terapi aktifitas otot-otot anak
7. Resiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur, potensial degenerasi sendi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jamdiharapkkan terjadi
penurunan resiko kerusakan mobilitas fisik
Kriteria hasil:
1. Tanda vital tetap normal
2. Peningkatan rentang gerak sendi
3. Tidak ada tanda inflamasi
Intervensi: Rasional:
1. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang 1. Meningkatkan kepercayaan diri pada
gerak aktif pada anggota gerak yang sehat anak
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada 2. Melatih persendian dan menurunkan
anggota gerak yang sakit resiko perlukaan
BAB V
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi
(kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah.
Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah. Pada hemofilia berat, gejala dapat
terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu tahun) di saat anak mulai belajar merangkak
atau berjalan. Pada hemofilia sedang dan ringan, umumnya gejala terlihat saat dikhitan, gigi
tanggal, atau tindakan operasi.
Hemofilia disebabkan oleh mutasi genetik. Mutasi gen yang melibatkan kode untuk
protein yang penting dalam proses pembekuan darah. Gejala perdarahan timbul karena
pembekuan darah terganggu.
Penatalaksanaan secara umum perlu dihindari trauma, pada masa bayi lapisi tempat
tidur dan bermain dengan busa. Awasi anak dengan ketat saat belajar berjalan. Saat anak
semakin besar perkenalkan denga aktivitas fisik yang tidak beresiko trauma. Hindari obat
yang mempengaruhi fungsi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan (seperti: aspirin).
4.2.Saran
Hemophilia merupakan penyakit yang menyerang fungsi koagulasi tubuh. Ketika
sistem koagulasi terganggu maka proses perdarahan sulit untuk dihentikan dimana akan
menimbulkan dampak pada proses tumbuh kembang anak. Sebagai orang tua seharusnya
mengetahui bagaimana pencegahan-pencegahan agar tidak terjadi mutasi genetic yang
nantinya akan mengakibatkan anak lahir dengan gangguan faktor bekuan. Selain itu juga,
orang tua harus bisa siap untuk melakukan tindakan penanganan dan perawatan pada anak
dengan kasus hemophilia.
Daftar Pustaka
Suddart & Brunner, 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC.
Handayani Wiwik, Harribowo Andi Sulistyo, 2008.Asuhan Keperwatan dengan Gangguan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
A.J Kimberly. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta
: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC/ Penulis Judith M.Wilkinson, Nancy R. Aherm ; Alih
Bahasa, Esty Wahyuningsih; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Dwi Widiarti. Ed-9. Jakarta:
EGC
askep HEMOFILIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di
universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia
pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johan Lukas
Schonlein (1793-1864), pada tahun 1928. Pada abad ke 20, para dokter terus mencari
penyebab timbulnya hemofilia hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah penderita
hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari Harvard, Patek
danTaylor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan
menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah. Zat tersebut disebut dengan
“anti-hemophilic globulin”.
Ditahun 1944, Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina, mengadakan
suatu uji coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah dari seorang
penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah pada penderita hemofilia
lainnya atau sebaliknya. Ia secara kebetulan telah menemukan dua jenis penderita hemofilia
dengan masing-masing kekurangan zat protein yang berbeda – faktor VII dan IXdan hal ini di
tahun 1952, menjadikan hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang
berbeda. Meskipun hemofilia telah dikenal dalam kepustakaan kedokteran, tetapi di Jakarta
baru tahun 1965 diagnosis laboratorik diperkenalkan oleh Kho Lien Keng
dengan Thromboplastin Generation Time (TGT) disamping prosedur masa perdarahan dan
pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah sakit hanya darah segar, sedangkan produksi
Cryopresipitate yang dipakai sebagai terapi utama hemofilia diJakartadiperkenalkan oleh
Masri Rustam pada tahun 1975.
Pada tahun 2000, hemofilia yang dilaporkan ada 314, pada tahun 2001 kasus yang
dilaporkan mencapai 530. Diantara 530 ini, 183 kasus terdaftar di RSCM, sisanya terdaftar di
Bali, Bangka, Bandung, Banten, Lampun, Medan, Padang, Palembang, Papua, Samarinda,
Semarang, Surabaya, Ujung pandang, dan Yogyakarta. Diantara 183 pasien hemofilia yang
terdaftar di RSCM, 100 pasien telah diperiksa aktivitas faktor VIII dan IX. Hasilnya
menunjukkan bahwa 93 orang adalah hemofilia A dan 7 orang adalah hemofilia B. Sebagian
besar pasien hemofilia A mendapat Cryoprecipitate untuk terapi pengganti, dan pada tahun
2000, konsumsi cryoprecipitate mencapai 40.000 kantung yang setara dengan kira-kira 2 juta
unit faktor VIII.
Pada saat ini tim pelayanan terpadu juga mempunyai komunikasi yang baik dengan
tim hemofilia dengan negara lain. Pada hari hemofilia sedunia tahun 2002, pusat pelayanan
terpadu hemofilia RSCM telah ditetapkan sebagai pusat pelayanan terpadu hemofilia
nasional. Pada tahun 2002, pasien hemofilia yang telah terdaftar di seluruh Indonesia
mencapai 757, diantaranya 233 terdaftar diJakarta, 144 di Sumatera Utara, 92 di Jawa Timur,
86 di Jawa Tengah, dan sisanya tersebar dari Aceh sampai Papua.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang hemofilia.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah:
- Untuk mengetahui definisi hemofilia.
- Untuk mengetahui jenis-jenis hemofilia.
- Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi pada hemofilia.
- Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien hemofilia.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor
pembekuan VIII (hemofilia A) atau factor IX (Hemofilia B). (Cacily L. Betz & Linda A.
Sowden)
Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi
atau kelainan biologi faktor VII dan faktor IX dalam plasma. (David Ovedoff, 2000)
Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekurangan salah satu faktor
pembekuan darah. (Nurcahyo, 2007)
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi
(kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan
darah. Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah. Pada hemofilia berat, gejala
dapat terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu tahun) di saat anak mulai belajar
merangkak atau berjalan. Pada hemofilia sedang dan ringan, umumnya gejala terlihat saat
dikhitan, gigi tanggal, atau tindakan operasi.(dr. Heru Noviat Herdata, 2008)
B. Patofisiologi / Pathway
Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif X-linked
dari pihak ibu. Factor VIII dan factor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen
yang diperlukan untuk pembekuan darah. Faktor - faktor tersebut diperlukan untuk
pembekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila konsentrasi
factor VIII dan IX plasma antara 1% dan 5% dan hemofilia ringan terjadi bila konsentrasi
plasma antara 5% dan 25% dari kadar normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur
anak dan hebatnya defisiensi factor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan
kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif ringan. Tempat perdarahan paling
umum adalah di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha. Otot
yang paling sering terkena adalah heksor lengan bawah, gastroknemius dan iliopsoas. Karena
kemajuan dalam bidang pengobatan, hampir semua pasien hemofilia diperkirakan dapat
hidup normal.
PATHWAY
Orang tua ( gen )
Hemofili/ careir hemofili
Anak hemofli
( defisiensi faktor pembekuan VII, IX, XI
trauma
muskuluskeletal sirkumsisi hidung mukosa
mulut
hemotrasis pendaharan hebat epitaksis perdarah mukosa
C. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh mutasi genetik. Mutasi gen yang melibatkan kode untuk
protein yang penting dalam proses pembekuan darah. Gejala perdarahan timbul karena
pembekuan darah terganggu.
Proses pembekuan darah melibatkan serangkaian mekanisme yang kompleks,
biasanya melibatkan 13 protein yang berbeda disebut I dengan XIII dan ditulis dengan angka
Romawi. Jika lapisan pembuluh darah menjadi rusak, trombosit direkrut ke daerah luka untuk
membentuk plug awal. Bahan kimia ini rilis diaktifkan platelet yang memulai kaskade
pembekuan darah, mengaktifkan serangkaian 13 protein yang dikenal sebagai faktor
pembekuan. Pada akhirnya, terbentuk fibrin, protein yang crosslinks dengan dirinya sendiri
untuk membentuk sebuah mesh yang membentuk bekuan darah terakhir.
Hemofilia A disebabkan oleh gen yang defek yang terdapat pada kromosom X.
Hemofilia B (juga disebut Penyakit Natal ) hasil dari kekurangan faktor IX karena mutasi
pada gen yang sesuai. Hemofilia C adalah hemofilia yang disebabkan karena kekurangan
faktor XI diwariskan sebagai penyakit resesif autosom tidak lengkap yang mengenai pria dan
wanita. Kondisi ini lebih jarang daripada hemofilia A dan B dan biasanya menyebabkan
gejala ringan.
D. Manifestasi Klinis
Perdarahan terjadi pada periode neonatal (karena factor VIII tidak melewati plasenta)
Kelainan diketahui setelah tindakan sirkumsisi atau suntikan.
Pada usia anak-anak sering terjadi memar atau hematom.
Laserasi kecil (luka di lidah atau bibir)
Gejala khasnya : hematrosis (perdarahan sendi) yang nyeri dan menimbulkan keterbatasan
gerak.
Persendian yang bengkak, nyeri atau pembengkakan pada tungkai atau lengan (terutama
lutut atau siku) bila perdarahan terjadi.
Perdarahan hebat karena luka potong yang kecil.
Darah dalam urin (kadang-kadang).
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji skrinning untuk koagulasi darah.
Jumlah thrombosit (normal)
Masa protrombin (normal)
Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan factor koagulasi intrinsic)
Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan thrombosit dalam kapiler)
Assys fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
Masa pembekuan thrombin
b.Biopsi hati digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
c. Uji fungsi hati digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati. Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT), Serum Glutamic Oxaloacetic Tansaminase (SGOT), Fosfatase alkali,
bilirubin.
d. Venogram (menunjukkan sisi actual dari thrombus)
e. Ultrasonograph Dopples / Pletismografi (menandakan aliran darah lambat melalui pembuluh
darah.
F. Penatalaksaan
1. Pada hemofilia A pengobatan dilakukan dengan meningkatkan kadar factor anti hemofili
sehingga perdarahan berhenti. Factor anti hemofili terdapat di dalam plasma orang sehat
tetapi mudah rusak bila disimpan di dalam darah sehingga untuk menghentikan perdarahan
pada hemofili A perlu ditranfusikan plasma segar.
Penatalaksanaan secara umum perlu dihindari trauma, pada masa bayi lapisi tempat tidur dan
bermain dengan busa. Awasi anak dengan ketat saat belajar berjalan. Saat anak semakin besar
perkenalkan denga aktivitas fisik yang tidak beresiko trauma. Hindari obat yang
mempengaruhi fungsi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan (seperti : aspirin). Therapy
pengganti dilakukan dengan memberikan kriopresipitat atau konsentrat factor VIII melalui
infus.
2. Pada hemofili B perlu ditingkatkan kadar factor IX atau thromboplastin. Thromboplastin
tahan disimpan dalam bank darah sehingga untuk menolong hemofilia B tidak perlu tranfusi
plasma segar. Bila ada perdarahan dalam sendi harus istirahat di tempat tidur dan dikompres
dengan es. Untuk menghilangkan rasa sakit diberi aspirin (biasanya 3-5 hari perdarahan dapat
dihentikan) lalu diadakan latihan gerakan sendi bila otot sendi sudah kuat dilatih berjalan.
Penatalaksanaannya sama dengan hemofilia A. Therapy pengganti dilakukan dengan
memberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) atau konsentrat factor IX. Cara lain yang dapt
dipakai adalah pemberian Desmopresin (DD AVP) untuk pengobatan non tranfusi untuk
pasien dengan hemofili ringan atau sedang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan wanita sebagai carier.
2. Keluhan Utama
1) Perdarahan lama ( pada sirkumsisi )
2) Epitaksis
3) Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai berjalan dan terbentur pada
sesuatu.
4) Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi
pada sendi
5) Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
6) Perdarahan sistem GI track dan SSP
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan utama
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta apakah klien
mempunyai penyakit menular atau menurun seperti Dermatitis, Hipertensi, TBC.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau carrier pada wanita.
6. Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan sempurna.
7. ADL (Activity Daily Life)
Pola Nutrisi : anoreksia, menghindari anak tidak terlewati dengan sempurna
Pola Eliminasi : hematuria, feses hitam
Pola personal hygiene : kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
dini.
Pola aktivitas : kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
Pola istirahat : tidur terganggu karena nyeri
8. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : kelemahan
- BB : menurun
- Wajah : Wajah mengekspresikan nyeri
- Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
- Hidung : epitaksis
- Thorak/ dada : Adanya tarikan intercostanalis dan bagaimana suara paru
- Suara jantung pekak
- Adanya kardiomegali
- Abdomen adanya hepatomegali
- Anus dan genetalia
Eliminasi urin menurun
Eliminasi alvi feses hitam
- Ekstremitas : Hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas bawah
Pemeriksaan Penunjang ( labolatorium )
1) Uji Skrinning untuk koagulasi darah
- Masa pembekuan memanjang (waktu pembekuan normal adalah 5-10 menit)
- Jumlah trombosit ( normal )
- Uji pembangkitan tromboplastin ( dapat menemukan pembentukan yang tidak efisien dari
tromboplastin akibat kekurangan F VIII )
2) Biopsi hati ( kadang-kadang ) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi dan kultur
3) Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan mekanisme pembekuan darah yang tidak
normal.
2. Risiko injuri berhubungan dengan perdarahan.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi inadekuat.
4. Resiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak sendi sekunder
akibat hemartosis perdarahan pada sendi.
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak menderita penyakit serius.
C. Rencana Keperawatan
1. Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pembekuan
darah yang tidak normal.
Tujuan (NOC) :
a. Keseimbangan cairan
b. Hidrasi
c. Status nutrisi : masukan makanan dan minuman
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan, berat jenis urine normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang berlebihan.
Intervesi (NIC) :
a. Monitoring tannda-tanda vital
R/ Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan
hipotensi dan takikardi
b. Instruksikan dan pantau anak berkaitan dengan perawatan gigi yaitu menggunakan sikat gigi
berbulu anak
R/ Sikat gigi berbulu keras dapat menyebabkan perdarahan mukosa mulut.
c. Kolaborasi pemberian produk plasma sesuai indikasi
R/ Pemberian plasma untuk mempertahankan homeostatis.
4. Diagnosa resiko tinggi kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
sendi sekunder akibat hemartosis
Hasil yang diharapkan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik
Kriteria Hasil :
a. Tanda vital tetap normal.
b. Peningkatan rentang gerak sendi
c. tidak ada tanda inflamasi
Intervesi :
a. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat
R/ Meningkatkan kepercayaan diri pada klien.
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada anggota gerak yang sakit.
R/ Melatih persendian dan menurunkan resiko perlukaan.
c. Kolaborasi / konsultasi dengan ahli terapi fisik / okupasi, spesialisasi, rehabilitas.
R/ Sangat membantu dalam membuat program latihan / aktivitas individu dan menentukan
alat bantu yang sesuai.
D. Evaluasi Keperawatan
a. Nyeri berkurang
paya pencegahan berdarah
hadapi kondisi kronis dan perubahangayahidup.
ami komplikasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor
pembekuan VIII ( hemofilia A ) atau faktor IX ( hemofilia B atau penyakit Christmas ).
Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan melalui gen
resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan ibu karier hemofilia
dan sering pada bayi dan anak-anak. Tindakan keperawatan dilakukan dengan tujuan
meminimalkan komplikasi. Salah satu upayanya dengan memberikan infromasi pada
keluarga tentang perawatan di rumah.
B. Saran
Untuk mengetahui seseorang yang menderita hemofilia/tidak sebaiknya dilakukan
pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan penunjang.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media Aesculapius.
Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol
1. EGC. Jakarta.
Marilynn E Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
HEMOFILIA
DENY BLOG
HEMOFILIA
PENDAHULUAN
Hemofilia telah ditemukan sejak lama. Talmud, yaitu sekumpulan tulisan para rabi Yahudi, 2
abad setelah masehi menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki tidak harus dikhitan jika dua kakak
laki-lakinya mengalami kematian akibat dikhitan. Selain itu, seorang dokter asal Arab, Albucasis, yang
hidup pada abad ke-12 menulis tentang sebuah keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal
setelah terjadi perdarahan akibat luka kecil.
Pada tahun 1803, Dr. John Conrad Otto, seorang dokter asal Philadelphia menulis sebuah
laporan mengenai perdarahan yang terjadi pada suatu keluarga tertentu saja. Ia menyimpulkan
bahwa kondisi tersebut diturunkan hanya pada pria.
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di
Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia)
pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein
(1793 - 1864), pada tahun 1928.
Pada abad ke 20, pada dokter terus mencari penyebab timbulnya hemofilia. Hingga mereka
percaya bahwa pembuluh darah dari penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937,
dua orang dokter dari Havard, Patek dan Taylor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan
darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah.
Biologi molekuler adalah bidang ilmu yang mempelajari organisme pada tingkat molekul.
Paradigma yang dianut dalam biologi molekuler adalah bahwa setiap organisme terdiri dari sel, dan
sel terdiri dari sejumlah besar molekul, sehingga baik struktur maupun fungsinya yang ditunjukkan
oleh suatu organisme, termasuk fungsi-fungsi yang menunjukkan bahwa organisme ditentukan oleh
molekul-molekul tersebut. Oleh karena itu, dewasa ini para dokter dituntut untuk dapat mendalami
suatu penyakit sampai pada tingkat molekuler. Dengan menganut biologi molekuler, kita dapat
mengetahui penyakit yang pada dasarnya terjadi karena adanya perubahan dalam molekul-molekul
yang terdapat dalam tubuh kita. Begitu pula dalam kasus hemophilia.
Walaupun Hemofilia telah dikenal lama di ilmu dunia kedokteran, namun baru pada tahun
1965, diagnosis melalui laboratorium baru diperkenalkan oleh Kho Lien Kheng. Diagnosis
laboratorium yang diperkenalkannya menggunakan Thromboplastin Generation Test (TGT), selain
pemeriksaan waktu perdarahan dan masa waktu pembekuan darah. Pada saat itu pemberian darah
lengkap segar merupakan satu-satunya cara pengobatan yang tersedia di rumah sakit.
1.3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui
kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan seni yang
nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya mempunyai
satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat (carrier). Namun
perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah dengan wanita carrier
hemofilia.
JENIS-JENIS HEMOFILIA
a. Hemofilia A
Ditandai karena penderita tidak memiliki zat anti hemofili globulin (factor VIII).Kira-kira 80 % dari
kasus hemophilia adalah tipe ini.Seseorang mampu membentuk antihemofilia globulin (AHG) dalam
serum darahnya karena ia memiliki gen dominan H sedang alelnya resesif tidak dapat membentuk
zat tersebut.Oleh karena gennya terangkai X maka perempuan normal dapat mempunyai genotif H-
_.Perempuan hemophilia mempunyai genotif hh,sedangkan laki-laki hemophilia h
b. Hemofilia B atau penyakit “Christmas”
Penderita tidak memiliki komponen plasma tromboplastin (KPT;faktorIX).Kira-kira 20% dari
hemophilia adalah tipe ini
c. Hemofilia C
Penyakit hemophilia C tidak disebabkan oleh gen resesif kromosom X melainkan oleh gen resesif
yang jarang dijumpai dan terdapatnya pada auotosom.Tidak ada 1% dari kasus hemophilia adalah
tipe ini.Penderita tidak mampu membentuk zat plasma,tromboplastin anteseden (PTA).
2.2 ETIOLOGI
1. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan darah
menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan atau
perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma.
2. Faktor didapat Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat pada
keadaan berikut:
Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II
mengalami gangguan.
Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi
vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.
3. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain
· Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
· Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan maupun lutut
kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.
· Perdarahan di perut. Tanda-tanda: muntah darah, terdapat darah pada feses, sakit perut
tak kunjung sembuh, penderita tampak pucat dan lemah.
· Perdarahan di paha. Tanda-tanda: nyeri di daerah paha atau agak ke bawahnya, mati rasa
di daerah paha atau tidak mampu mengangkat kaki.
Hemofilia adalah penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena
itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda
hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan
penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah
sakit atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh
mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan.
2.3 Patofisiologi ?
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan factor pembekuan
VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau penyakit Christmas). Keadaan ini adalah penyakit
kongenital yang diturunkan oleh gen resesif X-linked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah
protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor
tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia
berat terjadi bila kosentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi bila
kosentrasi plasma antara 1% dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi bila kosentrasi plasma antara 5%
dan 25% dari kadar normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya
defisiensi factor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau
setelah trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam persendian
lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot yang paling sering terkena adalah fleksor
lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hampir
semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2002). Kecacatan dasar
dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati
dan merupakan factor utama dalam pembentukan
tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang
dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh
yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat penting untuk
mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir
pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti
dengan sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang
mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair. Penderita
hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk proses pembekuan darah yaitu
pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi
tidak pada tingat yang lebih cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang
lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan
adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan
pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang
paling sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi
setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau
dada merupakan hal yang serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial
merupakan salah satu penyebab terbesar dari kematian. Perdarahan pada gastrointestinal dapat
menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya karena
merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak dapat
menyebabkan paralysis (Wong, 2001). Ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi; Gangguan itu
dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan
hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal(gambar 1)
dan penderita hemofilia (gambar 2). Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang
terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam
menghentikan perdarahan. Setiap sel di dalam tubuh memiliki struktur – struktur yang disebut
kromosom (chromosomes). Didalam ilmu kimia, sebuah rantai kromosom yang panjang disebut
DNA. DNA ini disusun kedalam ratusan unit yang di sebut gen yang dapat menentukan beberapa hal,
seperti warna mata seseorang. Setiap sel terdiri dari 46 kromosom yang disusun dalam 23 pasang.
Salah satu pasangnya dikenal sebagai kromosom seks, atau kromosom yang menentukan jenis
kelamin manusia. Wanita memiliki dua kromosom X
dalam satu pasang, dan pria memiliki satu kromosom X, dan satu kromosom Y dalam satu pasang.
3. Sekuela jangka panjang Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi
saraf dan fibrosis otot.
2.5 Komplikasi
1. Timbulnya inhibitor. Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai
benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh akan
melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor terjadi jika sistem
kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan
menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi
penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan
sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan
oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat
disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan
merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun.
Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Sendi yang paling
sering rusak adalah sendi engsel seperti :
1. Lutut
2. Pergelangan kaki
3. Siku Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan dari samping.
Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang
terjadi perdarahan seperti :
1. Panggul
2. Bahu Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang mengalami perdarahan.
Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius
adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular
HIV, hepatitis B dan hepatitis
C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang
dianggap akan membuat hidup mereka normal (Betz & Sowden, 2002).
1. Uji skrining untuk koagulasi darah a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per
mm3 darah) b. Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
dan kultur.
3. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya,
serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT],
fosfatase alkali, bilirubin). (Betz & Sowden, 2002)
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Ayang aliya, anak berusia 7 tahun sering mengalami memar yang besar dan meluas dan
perdarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil. Ayang alia
sering merasakan nyeri pada sendi sebelum tampak adanya pembengkakan dan keterbatasan gerak.
Ibunya mengatakan kadangkala buang air kecil Alia ada darah, dan pernah suatu kali ketika
mencabut gigi (awalnya goyah , kemudian Ibunya langsung mencabut mumpung gigi susu ), saat itu
terjadilah perdarahan yang lumayan hebat. Alia sebelumnnya sering di rawat dan mendapatkan
transfusi darah. Saat ini Alia compos mentis, tidak mau makan , penurunan berat badan 9 kg.
Perilakunya tampak berhati – hati , gelisah, dan rewel.
A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Umur : 7 Tahun
edik : Hemofilia
Suku : batak
Agama : islam
Pekerjaan :-
Status pendidikan :-
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada sendi, memar yang besar, dan emluas dan perdarahan ke dalam
otot, sendi, dan jaringan lunak.
Riwayat kesehatan menunjukkan terjadinya memar yang besar, dan emluas dan perdarahan
ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak.
Klien mengatakan sudah sering di rawat di rumah sakit dan mendapatkan transfuse darah.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 Desember 2011 ditemukan memar yang besar,
dan emluas dan perdarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak.
4. Pemeriksaan fisik
Aktivitas
Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : Kulit dan membrane mukosa pucat, deficit saraf serebral/tanda perdarahan serebral
Eliminasi
Gejala : hematuria
Integritas ego
Nutrisi
Nyeri
Kemanan
Tanda : hematoma
DATA FOKUS
Nama klien: an.Alia
Ruangan : ICU
DO
3.
DS Perubahan nutrisi intake yang kurang,
kurang dari kebutuhan meningkatnya
- Pasien mengatakan berat badan menurun tubuh kebutuhan metabolic,
9 kg dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
- Pasien tidak nafsu makan
DO
4.
DS Risiko tinggi terhadap kesulitan beradaptasi
gangguan konsep diri pada kondisi kronis
- Pasien mengatakan gelisah terhadap
penyakitnya
DO
b) Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai
dengan seringnya terjadi cidera.
c) Risiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan kesulitan beradaptasi pada
kondisi kronis
b) Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai
dengan seringnya terjadi cidera.
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
d) Risiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan kesulitan beradaptasi pada
kondisi kronis
Kolaborasi
Injuri dan komplikasi dapat dihindari atau Rasional: Pasien hemofilia mempunyai resiko
tidak terjadi perdarahan spontan tak terkontrol sehingga
diperlukan pengawasan setiap gerakan yang
memungkinkan terjadinya cidera.
Porsi makan klien habis Hindari makanan yang merangsang : pedas, asam.
serum albumin dan protein dalam batas n Rasional : Mencegah terjadinya distensi pada
ormal, lambung yang dapat menstimulasi muntah.
BB mendekati seperti sebelum sakit. Beri makanan kesukaan klien
6.
Kolaborasi
S.O.A.P
12/03/2012 1 S=
- O=
A = Masalah teratasi
P = intervensi dihentikan
10/03/2012 2 S=
O=
A= Masalah teratasi
P= Intervensi dihentikan
18/03/2012 3 S=
O=
A= Masalah teratasi
P= intervensi dihentikan
18/03/2012 4 S=
DO
A= Masalah teratasi
P= Intervensi dihentikan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Hemofilia merupakan penyakit yang bersifat herediter. Pada penyakit ini
terjadi gangguan pada gen yang mengekspresikan faktor pembekuan darah, sehingga jika
terjadi luka,luka tersebut sukar menutup.
· Hemofilia A
· Hemofilia C
B. Saran
Jika setelah melalui tes anak tersebut dinyatakan penderita hemophilia maka anak
tersebut dapat disunat dengan konsekuensi harus menjalani prosedur khusus.Namun jika
ternyata anak tersebut normal maka sircumsisi dapat dengan prosedur sepertibiasanya.
DAFTAR PUSTAKA
Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong, EGC,
Jakarta
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol 3. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Suryo. 1986. Genetika Manusia.Gajah Mada University Press: Yogjakarta Murwani,Arita. 2008.
Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press: Yogjakarta
Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Penerbit Salemba Medika:Jakarta
1) Biodata klien
Nama: An. “R”, umur: 12 th, jenis kelamin: Laki-laki, agama: Islam, suku/ bangsa: Jawa/ Indonesia, alamat: Desa
Ganggang – Balopanggang - Gresik, tanggal MRS: 18 Agustus 2006 pukul 12.30 WIB, ruang: Anak, no. reg:
10630470, dx medis: Hemofilia A Pro Sirkumsisi
Nama: Ny. “S”,umur: 36 th, jenis kelamin: perempuan, pendidikan: SD (tamat), pekerjaan: -, penghasilan: -,
alamat: Desa Ganggang – Balopanggang - Gresik, agama: Islam, suku/ bangsa: Jawa/ Indonesia, hubungan
dengan klien: Ibu kandung.
3) Keluhan utama
Nyeri.
Ibu klien mengatakan klien nyeri pada kaki kanan bagian lutut sejak 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang
timbul seperti tertusuk-tusuk, nyeri bertambah bila dibuat berjalan dan berkurang bila dibuat istirahat
Ibu klien mengatakan klien sebelumnya belum pernah masuk rumah sakit saat berumur 5 tahun selama 13 hari
karena penyakit yang sama. saat itu klien habis cabut gigi, perdarahan terus-menerus tidak berhenti. klien di
diagnosa Hemofilia sejak umur 2 tahun.
Ibu klien mengatakan tidak tahu apakah bapaknya menderita hemofilia. dalam keluarganya tidak ada yang
pernah menderita penyakit menular seperti TBC dan Hepatitis, penyakit menahun seperti Hipertensi dan
Diabetes.
Selama hamil, ibu sehat,periksa ke bidan desa mendapat pil penambah darah,ibu minum jamu.
Ibu klien mengatakan bahwa klien lahir spontan di tolong bidan, langsung menangis, umur kehamilan 9 bulan,
BB : 3900 gram, PB : lupa.AS : 8-9.
Ibu klien mengatakan tidak terjadi perdarahan berlebih, tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tidak sesak dan tidak
biru.
Sekarang An. “R” berumur 12 th tidak sekolah sejak umur 11,5 tahun(saat kelas V SD), sehari-harinya dia
bermain dengan teman-temannya di sekitar rumahnya.
(5) Riwayat imunisasi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi: BCG 1x, Polio 3x, DPT 3x, Campak 1x, TT 1x.
(3) Spiritual : klien berkeyakinan dan berdo’a bahwa penyakitnya bisa disembuhkan.
ebelum MRS : klien makan 3x sehari habis 1 piring sedang dengan komposisi nasi, lauk, sayur, dan minum air putih + 8 gelas.
elama MRS : klien makan 3x sehari diet nasi TKTP habis ¾ porsi dengan komposisi nasi, lauk, sayur dan pepaya dan minum air
putih aqua + 1500 ml/hr minum susu 3x 200 cc /hr.
ebelum MRS : klien dirumah tinggal bersama ibunya kadang-kadang bermain disekitar rumah dengan pengawasan.ibunya takut
klien terluka waktu bermain.
elama MRS : klien istirahat di tempat tidur, kadang-kadang duduk, turun dari tempat tidur hanya saat BAB/ BAK. jalan
pincang.sebagian kebutuhannya dibantuibunya
ebelum MRS : klien tidur pukul 21.00-05.00 dan tidur siang + 2 jam pukul 13.00-15.00.
elama MRS : klien tidur pukul 22.00-05.00 dan tidur siang + 1 jam pukul 11.00-12.00.
ebelum MRS : klien BAK + 4x /hari, jernih, bau khas dan BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning tengguli, bau
khas.
elama MRS : klien BAK + 4x /hari, + 1200 cc,warna kuning jernih, bau khas dan BAB 2 hari sekali dengan konsistensi lembek,
sedikit, warna kuning tengguli, bau khas.
ebelum MRS : klien dimandi 3x sehari menggunakan sabun mandi dan sikat gigi, memekai shampoo 3 hari sekali, ganti baju 1x
sehari sore hari setelah mandi.
elama sakit : klien mandi 2x sehari pagi dan sore, menggunakan sabun mandi dan sikat gigi, ganti baju sore hari.
10) Pemeriksaan
Kesadaran: compos mentis, GCS: 4-5-6, TD : 110/60 mmHg, nadi: 96 x/mnt, RR: 20 x/mnt, suhu : 37 0C/ axila,
BB sebelum sakit: 40 kg.
- Kepala
Rambut : hitam, tidak ada ketombe, distribusi merata, tidak rontok.
Wajah : simetris, tidak ada finger print maupun kelainan kulit, menyeringai menahan nyeri.
Mata : konjungtiva merah muda,sklera putih, terdapat gambaran halus pembuluh darah.
- Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid maupun bendungan vena jugularis.
- Thorax
I : tidak terdapat kelainan kulit, gerakan dada simetris, bentuk dada bulat datar.tidak terdapat tarikan intra costae.
A : suara nafas lapang paru vesikular, tidak terdengar suara nafas tambahan, suara jantung lup dup S 1 S2 tunggal.
- Abdomen
- Ekstremitas
terpasang fenflon
- Genetalia
tidak dikaji.
Hct : 37,1 %
Hct : 37,1 %
GDA : 100%
Eritrosit : 3.400/000
Leokosit : 8600
HB : 14,0 g/dl
Leokosit : 8600
Susu3x 200 cc
Surabaya, 20 Agustus 2006
Yang mengkaji,
LUKMAN FANANI
ANALISA DATA
Nama : An “R” No. Reg : 10630470
1 2 3 4 5
S1.: Ibu klien mengatakan klien nyeri pada kaki Reflek spasme Rasa nyaman
kanan bagian lutut sejak 1 hari yang lalu. otot sekunder
Nyeri dirasakan hilang timbul seperti kontraktur ( nyeri )
tertusuk-tusuk, nyeri bertambah bila
dibuat berjalan dan berkurang bila dibuat
istirahat
- jalan pincang
TGL TGL
NO Dx KEPERAWATAN TTD
DITEMUKAN TERATASI
1 2 3 4 5
- jalan pincang
2.5.2.3 INTERVENSI
Nama : An
“A” No. Reg :
105180040
Umur : 12
th. Ruang
: Menular Anak
1 2 3 4 5
1. 20-09-05 Nyeri b/d Setelah dilakukan asuhan - Jelaskan pada klien penyebab - Informa
inflamsi dari keperawatan selama 1x24 jam nyeri dan cara mengatasi. mening
07.30 tulang diharapkan nyeri berkurang/ hilang dan kel
vertebrae dengan kriteria: medis d
(Dx I)
- Klien mengungkapkan kembali - Mengur
penyebab nyeri dan cara meneka
mengatasinya. - Ajarkan teknik distraksi. nyeri.
N : < 94 x/mnt
1 2 3 4 5
2. 26-09-05 Konstipasi Setelah dilakukan asuhan - Jelaskan pada klien penyebab - Informa
b/d keperawatan selama 1x24 jam konstipasi dan cara mengatasi. koopera
07.30 penurunan diharapkan konstipasi teratasi dengan tindaka
peristaltik kriteria:
sekunder - Cairan d
- Klien mampu mengungkapkan - Anjurkan klien minum air sehingg
(Dx II) kembali penyebab konstipasi dan cara minimal 2 lt /hr.
mengatasi. - Imobilis
peristal
- Klien bersedia minum air minimal 2 lt
/hr - Anjurkan klien tidak dalam
posisi yang sama dalam waktu
- Klien minum air minimal 2 lt /hr. yang lama. - Sayur d
serat se
- Klien mengatakan sudah BAB - Anjurkan klien banyak makan dikelua
sayur dan buah.
BAB lembek, berbentuk 1 hari sekali. - Deteksi
peristal
Tidak teraba skibala
- Pantau peristaltik usus tiap 12
- Peristaltik usus + 5-35 x/mnt. jam.
1 2 3 4 5
3. 26-09-05 Resiko Setelah dilakukan asuhan - Jelaskan pada klien penyebab - Informa
gangguan keperawatan selama 3x24 jam gangguan mobilitas fisik dan koopera
08.00 mobilitas diharapkan gangguan mobilitas fisik cara mencegahnya. terhada
fisik tidak terjadi dengan kriteria: keperaw
- VH B6 1x10 mg po
- Rifampisin 1x 250 mg po
2.5.2.4 IMPLEMENTASI
Nama : An “A” No. Reg : 105180040
1 2 3 4 5
1. Nyeri 20-09-05 Menjelaskan pada klien bahwa nyeri terasa jika benjolan ditekan dan
diatasi dengan menjaganya agar tidak terkena sentuhan.
(Dx I) 07.45
- Anak mendengar dan mengangguk.
Memantau TTV.
07.55
- N : 100 x/mnt
- RR: 20 x/mnt
(Dx II) Menganjurkan anak tidak dalam posisi yang sama dalam waktu lama.
07.50
08.00
1 2 3 4 5
3. Resiko 08.05 Menjelaskan pada klien terhadap penyebab gangguan mobilitas fisik dan
gangguan cara mengatasi
mobilitas
fisik - Anak mendengar dan menganggukkan kepala
(Dx III)
Menganjurkan anak untuk menjaga benjolan agar tidak terkena trauma.
08.10
- Anak mengatakan nyaman dengan posisi terlentang dan kadang-kadang
miring.
Menganjurkan anak tidur dalam posisi yang nyaman atau terserah pada
anak asalkan anak tidak merasakan sakit pada benjolannya.
Streptomycyin 500 mg IM
INH 250 mg po
VH B6 10 mg po
09.00
Rifampisin 250 mg po
PZA 500 mg po
1 2 3 4 5
1. Nyeri 21-09-05
S : - Klien bersedia tidak menekan daerah yang nyeri.
- RR : 90 x/mnt
A: Tujuan tercapai.
P : Hentikan intervensi.
A: Tujuan tercapai.
P : Hentikan intervensi.
1 2 3 4 5
3. Resiko 29-09-05
S : - Klien bersedia melindungi benjolannya dari trauma.
gangguan
mobilitas fisik 07.00 - Klien mengatakan melindungi benjolannya dari trauma.
(Dx III)
O: - Klien mampu mengungkapkan kembali penyebab gangguan
mobilitas fisik dan cara mengatasi.