Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Barr Interprofessional Education adalah “Interprofessional
Education occurs when two or more professions learn with, from and about each
other to improve collaboration and the quality of care”. Suatu definisi yang sangat
luas, akan tetapi apabila kita menelaah lebih jauh tentang bagaimana seorang
profesi kesehatan belajar dari, untuk dan kepada profesi kesehatan lainnya, banyak
sekali faktor yang mempengaruhinya antara lain sistem dan kebijakan yang berlaku
di suatu wilayah/negara, faktor budaya dan sosial.
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak istilah Interprofessional education
pertama kali diperkenalkan, IPE telah berkembang sangat pesat dan berbagai hasil
penelitian telah menunjukkan manfaat program ini bagi peningkatan kualitas
layanan kesehatan. Manfaat yang besar dari pengembangan IPE serta mendesaknya
kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang terintergrasi, menjadikan IPE sebagai
suatu upaya kesehatan (health force) WHO pada tahun 2010 untuk mewujudkan
suatu kualitas layanan kesehatan yang lebih baik. IPE berkembang sangat pesat
terutama di negara-negara maju mengingat sistem kesehatan di negara tersebut
telah tertata dengan baik sedangkan IPE di negara berkembang masih sebagai suatu
wacana. Di Indonesia, hanya beberapa sekolah keperawatan telah memperkenalkan
konsep IPE salah satunya adalah Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Jakarta 1 yang pada tahun ini yaitu tahun 2018 memulai uji coba untuk penerapan
keilmuan dari Kolaborasi Antar Profesi dengan melibatkan 3 bidang Profesi yaitu
Keperawatan, Keperawatan Gigi dan Kebidanan.
Dalam kegaiatan praktik lapangan IPE ini dilaksanakan dalam konteks
keluarga dimana kegiatan dilaksanakan di RW. 08 Kelurahan Pondok Labu
Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan dengan luas wilayah 4,2 hektar. Menurut data
Demografi pada tahun 2017 dalam RW tersebut terdapat 6 RT, dengan 368 kepala
keluarga, dengan jumlah penduduk 1.227 Jiwa dimana 599 jiwa diantaranya adalah
laki-laki dan 628 jiwa sisanya adalah perempuan. Dalam data demografi tersebut

1
juga diperoleh data bahwa di RW tersebut terdapat 12,2 % lansia yaitu sejumlah
150 jiwa.
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu..
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah
disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% nya mengalami
stroke yaitu lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang
terjadi akan semakin kompleks. Usia merupakan factor resiko yang paling penting
bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan
bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
Pada hasil laporan praktik Kolaborasi antar profesi mahasiswa Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta I pada bulan Juni 2018 di RW 008
Kelurahan Pondok Labu didapatkan data bahwa sekitar 2% mengalami stroke dari
sample 403 orang.
Berbagai masalah yang mungkin dialami pada penderita stroke antara lain:
kelumpuhan atau kelemahan, gangguan keseimbangan, gangguan berbicara atau
komunikasi dan gangguan memori serta proses berpikir sehingga pada umumnya,
keluarga mengalami kecemasan terhadap kondisi stroke penderita dan kesulitan
dalam merawat penderita stroke dirumah (Sonatha, 2012). Masih kurangnya
pengetahuan keluarga mengenai penyakit, perawatan dan pengobatan stroke,
merupakan penyebab dari ketidakmampuan keluarga dalam merawat penderita.
Besarnya masalah kesehatan yang timbul karena stroke ini dan multi faktor
dari penyakit atau masalah kesehatan ini, telah disadari oleh para tenaga kesehatan
bahwa hal tersebut memerlukan penanganan yang harusnya dilakukan secara
bersama-sama dan terintegrasi. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik
untuk membahas kasus tersebut kemudian disusun menjadi laporan dengan judul
“Asuhan Kolaborasi Antar Profesi Pada Tn. P Dengan Pasca Stroke Dalam Konteks
Keluarga Di Rt 004 Rw 008 Kelurahan Pondok Labu Kecamatan Cilandak Jakarta
Selatan”.

2
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dari kolaborasi antar profesi sehingga dapat
menerapkan proses kerjasama dalam pelayanan kesehatan dan memperoleh
gambaran tentang penerapan kolaborasi antar profesi dalam pemberian pelayan
kesehatan dengan konteks keluarga.

Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar kolaborasi antar profesi
2. Mahasiswa mampu mempraktikan nilai/etik antar profesi pada tatanan yang
nyata.
3. Mahasiswa mampu mempraktikan peran dan tanggung jawab antar profesi
pada tantanan yang nyata.
4. Mahasiswa mampu mempraktikan komunikasi efektif antar profesi pada
tatanan nyata.
5. Mahasiswa mampu mempraktikan kerjasama tim antar profesi pada tatanan
yang nyata.

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi mahasiswa
a. Mahasiswa dapat belajar cara berkomunikasi interprofesi.
b. Mahasiswa dapat memahami peran profesi kesehatan lain.
c. Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk bekerja-sama di dalam tim
dan memcahkan masalah klien
d. Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang berfokus pada klien dengan melibatkan multidisiplin.
e. Mahasiswa dapat belajar tentang peran dan fungsi yang overlapping
antara satu profesi dengan profesi lainnya, dan bagaimana menangani
ovelapping itu dengan baik utuk mencapai layanan kesehatan yang aman,
efektif dan efisien
2. Manfaat bagi Institusi pendidikan
a. Memberi kesempatan kepada staff akademik untuk bekerja bersama antar
profesi.

3
b. Pendidikan antar profesi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
resources yang ada di institusi pendidikan.
c. Meningkatkan kerja-sama antar prodi atau fakultas
3. Manfaat bagi Klien dan Pelayanan kesehatan
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
b. Meningkatkan efisiensi pelayanan dengan menurunkan duplikasi
tindakan yang tidak diperlukan dari berbagai profesi dan duplikasi
pecatatan dan pelapor.
c. Meningkatkan keselamatan klien;
d. Meningkatkan outcome kesehatan Pasien.
4. Manfaat bagi profesi atau tenaga kesehatan.
e. Meningkatkan moral profesi.
f. Menurunkan hambatan dalam beromunikasi dengan prorfesi lain.
g. Meningkatkan kecintaan akan profesi.
h. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah bersama profesi lain.
i. Meningkatkan kepuasan kerja.

D. Sistematika Penulisan
Laporan ini disusun berdasarkan sumber yang diperoleh melalui buku dan modul.
Referensi yang kami ambil berasal dari Perpustakaan Poltekkes Kemenkes
Jakarta1. Kami membutuhkan waktu 1 minggu untuk menyelesaikan laporan ini
dimulai tanggal 4 Juni 2018 sampai 8 Juni 2018. Adapun unsur masing-masing
bagian dan penjelasannya secara detail serta pengertian lengkap diuraikan sebagai
berikut :
1. Bagian awal Sistematika Penulisan terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :
a. Lembar Judul adalah identitas yang memberikan gambaran mengenai isi
laporan.
b. Kata Pengantar berisikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu pembuatan laporan.
c. Daftar Isi adalah suatu daftar yang membuat gambaran isi laporan secara
menyeluruh.
2. Bagian Isi Sistematika Penulisan terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :

4
a. Bab I Pendahuluan :
1) Latar Belakang Permasalahan adalah fenomena permasalahan dalam
lingkungan yang diamati.
2) Tujuan Penulisan laporan adalah uraian tujuan dan hal yang ingin
dicapai mengenai penulisan laporan ini.
b. Bab II Tinjauan Teori :
Adalah kumpulan teori yang digunakan dalam pembuatan laporan, penulis
menggunakan teori yang bersumber dari buku-buku Perpustakaan
Poltekkes Kemenkes Jakarta I tentang Kolaborasi antar profesi.
c. Bab III Tinjauan Kasus:
Berisi kasus yang diangkat oleh kelompok 4 beserta proses kolaborasi
dalam pelayananan kesehatan yang terdiri dari hasil pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
d. Bab IV Pembahasan :
Adalah penjelasan mengenai proses kolaborasi antar profesi dalam
penyelesaian masalah kasus yang diangkat oleh kelompok.
3. Bagian Penutup Sistematika Penulisan terdiri dari beberapa unsur sebagai
berikut :
a. Kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan kasus.
b. Saran merupakan tindak lanjut dari kesimpulan.
4. Bagian Akhir dalam Format sistematika dalam penulisan terdiri dari beberapa
unsur sebagai berikut :
Daftar Pustaka memiliki pengertian sumber bacaan ilmiah yang digunakan
untuk penulisan laporan.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Kolaborasi Antar Profesi


1. Kebijakan Pemerintah Tentang Pendidikan Antar Profesi
Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada
penguasaan keahlian terapan tertentu. Berdasarkan Keputusan Menteri Riset,
Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia No. 257/M/KPT/2017
tentang nama program studi pada perguruan tinggi, saat ini di rumpun
pendidikan kesehatan terdapat 9 jenis pendidikan profesi kesehatan, 28
Program Studi Diploma III Kesehatan dan 16 Program Studi Diploma IV
Kesehatan (Sarjana Terapan Kesehatan).
Pendidikan Interprofesi dalam implementasinya di Poltekkes Kemenkes,
telah berjalan sejak tahun 2015. Pengembangan pendidikan interprofesi ini
diawali dengan membangun persepsi dan konsep pendidikan interprofesi di 10
Poltekkes sebagai Pilot Project – dibawah bimbingan Unit HPEU (Health
Professional Education Unit) Kedokteran UGM - yang selanjutnya dilakukan
secara bertahap pada seluruh Poltekkes di Indonesia. Tindak lanjut Project ini
adalah terbentuknya Unit HPEU atau yang dikenal di Poltekkes sebagai Unit
Pengembangan Pendidikan Profesional Kesehatan (UP3K). Unit inilah yang
mengawal perjalanan implementasi program pembelajaran interprofesi di
Poltekkes masing-masing.
Kegiatan interprofesi saat ini berfokus pada pengembangan kolaborasi di
dalam komunitas/masyarakat dalam bentuk PKL (Program Kerja Lapangan).
Kegiatan ini dilaksanakan secara bersama dalam bentuk kolaborasi antara
dosen dan mahasiswa dari berbagai jenis Program Studi guna menyelesaikan
masalah-masalah kesehatan yang ada dalam masyarakat. Disamping itu,
implementasi pembelajaran interprofesi juga dilaksanakan dalam proses
pembelajaran yaitu dalam bentuk Proyek dan Program. Proyek pembelajaran
interprofesi dilaksanakan pada Program Orientasi mahasiswa baru dan
ekstrakurikuler Pramuka pada Semester I. Program interprofesi dilaksanakan
melalui matakuliah pembelajaran interprofesi yang mempunyai bobot sks

6
tertentu. Namun bagi Prodi yang kesulitan dalam penambahan sks di
kurikulumnya, maka implemetasinya dilaksanakan dengan menyisipkan
pembelajaran interprofesi pada mata kuliah tertentu yang telah disepakati
bersama.

2. Konsep Pendidikan Antar Profesi


1) Deskripsi Singkat
Masalah kesehatan saat ini sangat kopleks akibat dari berbagai faktor
seperti perubahan status demografi, peubahan pola hidup dan karatkeristik
masyarakat. Perubahan tersebut menuntut adanya perubahan dalam system
pelayanan kesehatan termasuk system pemberian pelayanan kesehata yang
lebih komprehensif mencakup aspek promotif, preventif kuratif dan
rehabilitatif dengan pendekatan “people-centered care”. Pelayanan yang
berpusat pada orang dalam hal ini tidak hanya berupa pelayann yang
berfokus pada penerima layanan kesehatan seperti individu, keluarga dan
masyarakat, akan tetapi juga berfokus kepada tenaga kesehatan sebagai
pemberian layanan kesehatan agar dapat memberikan layanan yang
berkualitas, aman, efektif dan efisien. Praktik kolaborasi antar profesi
merupakan pendekatan pelayanan yang dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pelayanan kesehatan dan berfokus pada orang dan
masyarakat, utuk dapat melakukan praktek kolaborasi antar profesi
dalam tim kesehatan diperlukan kompetensi kolaborasi antar profesi
yang harus disiapkan dan di berikan dalam tahap pendidikan yang disebut
atau dikenal dengan Pendidikan antar profesi (Interprosseional
education/IPE).

2) Pengertian Pendidikan Antar Profesi


Menurut WHO (2010), pendidikan Antar profesi atau IPE adalah
proses pendidikan yang melibatkan dua atau lebih jenis profesi.
Pendidikan antar profesi bisa terjadi apabila beberapa mahasiswa dari
berbagai profesi belajar tentang profesi lain, belajar bersama satu sama

7
lain untuk menciptakan kolaborasi efektif dan pada akhirnya
meningkatkan outcome kesehatan yang diinginkan.
Pendidikan antar profesi merupakan tahap yang penting dalam upaya
mempersiapkan lulusan atau professional kesehatan yang siap untuk
bekerja di dalam tim dan melakukan praktek kolaborasi dengan efektif
untuk merespon atau memecahkan masalah yang ada di masyarakat.

3) Pengertian Praktek Kolaborasi Antar Profesi


Praktek kolaborasi terjadi apabila beberapa katagori professional
atau tenaga kesehatan bekerja bersama dengan pasien, keluarga dan
masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang
tinggi. Sistem kesehatan dan sistem pendidikan tidak bisa berdiri sendiri,
dimana sistem pendidikan akan memberikn input pada sistem kesehatan
sebagain pengguna lulusan, kualitas tenaga kesehatan yang dihasilkan
akan mempenaruhi baik tidaknya pelyaan kesehatan, sebaliknya sistem
pendidikan dipengaruhi oleh sistem kesehatan misalnya kurikulum akan
sangat dipengaruhi oleh kebutuhan kesehatan masyarakat saat ini
jugakompetensi lulusan harus disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan
dan kebijakan di bidang kesehatan saat ini.
Untuk dapat memahami konsep praktek kolaborasi antar profesi
perlu dipahami dulu konsep insterprofesionalism. Antar profesionality
adalah sebuah proses dimana beberapa prodesional merencanakan,
melaksanakan, dan mengintegrasikan suatu jawaban atau respon yang
kohesif terhadap kebutuhan atau tuntutan klien, keluarga dan masyarakat.
Proses ini melibatkan interaksi yang kontinyu, berupa tukar menukar
informasi dan pengetahuan yang diorganisasikan melibatkan partisipasi
pasien, keluarga dan masyarakat.
Antar profesioalitas memerlukan adanya perubahan paradigma
karena antar profesionalitas memiliki karakteristik khusus seperti nilai,
code of conduct dan cara bekerja yang spesifik anta profesi. (D’Amour and
Oandasan, 2005). Praktek kolaborasi dapat meningkatkan akses pada
layanan kesehatan yang terkoodrdinir, meningkatkan penggunaan tenaga

8
spesialis yang tepat, meningkatkan derajat kesehatan pasien dengan
penyakit kronis, dan meningkatkan keamana pasien. Praktek kolaboratif
dapat menurunkan komplikasi pada pasien, lama rawat, konflik antar tim
kesehatan, angka rawat dirumah sakit, kesalahan klinik atau malpraktek
dan menurunkan angka kematian.

4) Manfaat Pendidikan Antar Profesi


Beberapa sumber menjelaskan mandaat Pendidikan antar profesi untuk
peserta didik, institusi pendidikan, pelayanan kesehatan dan manfaat bagi
profesi kesehatan itu sendiri. Di dalam modul ini akan dirangkum
beberapa manfaat tersebut.
a. Manfaat bagi mahasiswa
a) Mahasiswa dapat belajar berkomunikasi interprofesi;
b) Mahasiswa dapat memahami dan menghargai peran profesi
kesehatan lain
c) Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk bekerja-sama di
dalam tim dan memcahkan masalah klien
d) Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang berfokus pada klien dengan
melibatkan multidisiplin;
e) Mahasiswa dapat belajar tentang peran dan fungsi yang
overlapping antara satu profesi dengan profesi lainnya, dan
bagaimana menangani ovelapping itu dengan baik utuk
mencapai layanan kesehatan yang aman, efektif dan efisien
b. Manfaat bagi institusi pendidikan
a) Memberi kesempatan kepada staff akademik untuk bekerja
bersama antar profesi
b) Pendidikan antar profesi dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan resources yang ada di institusi pendidikan
c) Meningkatkan kerja-sama antar prodi atau fakultas
c. Manfaat bagi pelayanan kesehatan
a) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

9
b) Meningkatkan efisiensi pelayanan dengan menurunkan duplikasi
tindakan yang tidak diperlukan dari berbagai profesi dan
duplikasi pecatatan dan pelapor
c) Meningkatkan keselamatan klien
d) Meningkatkan outcome kesehatan pasien.
d. Manfaat bagi profesi atau tenaga kesehatan
a) Meningkatkan moral profesi
b) Menurunkan hambatan dalam beromunikasi dengan prorfesi lain
c) Meningkatkan kecintaan akan profesi
d) Meninkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
bersama profesi lain
e) Meningkatkan kepuasan kerja.

5) Prisip-prinsip Mengintegrasikan Pendidikan Antar Profesi dalam


Pendidikan Tenaga Kesehatan
Pendidikan antar profesi menyiapkan mahasiswa didik dengan kompetensi
untuk bekerja-sama di dalam tim sesuai dengan peran dan fungsi serta
lingkup kerja masing masing masing profesi. Lulusan pendidikan tenaga
kesehatan nantinya diharapkan dapat bekerja dalam tim yang memiliki
tujuan utama yaitu memberikan pelayanan yang aman bagi klien, keluarga
dan masyarakat. Prinsip-prinsip dalam menginstegrasikan pendidikan antar
profesi dalam pendidikan tenaga kesehatan adalah :
a. Pendidikan antar profesi haus merupakan bagian integral dari semua
pendidikan tenaga kesehatan
b. Ada kemauan politik yang ditunjukan dengan adanya kebijakan yang
mendukung pelaksanaan pendidikan antar profesi ini
c. Ada komitmen yang kuat dari seluruh civitas akademi di institusi
pendidikan untuk terlibat dalam pendidikan antar profesi yag efektif
d. Pendidikan antar profesi ini harus melibatkan lahan praktek,
sehingga pelaksanaan pendidikan antar profesi bisa dilaksanakan
pada tahap praktek klinik

10
e. Perlibatan tim dari antar profesi harus dimulai sedini mungkin pada
tahap awal persiapan dan dipertahankan sampai tahap evaluasi
f. Kohesifitas tim pengembang pendidikan antar profesi harus solid
dan harus mengurangi ego masing-masing profesi. Proses dan
aktifitas tim ini juga harus merefleksikan kolaborasi
g. Pendidikan antar profesi harus dimulai dengan metode yang lebih
mudah terlebih dahulu, misalnya dengan merancang projek ekstra
kurikuler yang melibatkan kerjasama antar profesi
h. Kompetensi yang dirumuskan harus memperhatikan prinsip-prinsip :
a) Berfokus pada klien (individu, keluarga dan masyarakat)
b) Memperhatikan proses bukan hanya penyampaian kompetensi
c) Dapat di aplikasikan pada semua profesi
d) Merupakan komptensi belajar sepanjang hayat
e) Menstimulasi active learning Berdasarkan prinsip pembelajaran
orang dewasa.
i. Dalam mengintegrasikan pendidikan antar profesi harus
mempertimbangkan standard pendidikan masing-masing profesi dan
masuk dalam sistem akreditasi pendidikan tenaga kesehatan yang
ada.

6) Kompetensi Inti Pendidikan Antar Profesi


Barr (1998), membedakan kompetensi profesi menjadi 3 bagian
besar: Kompetensi dasar, kompetensi masing-masing profesi dan
kompetensi antar profesi. Kompetensi dasar yang harus memiliki oleh
semua tenaga kesehatan meilputi menggunakan teknologi informasi,
memberikan pelayanan yang berfokus pada klien, melakukan praktek
profesi berdasarkan bukti ilmiah dan hasil! Penelitian dan
mempertahankan kualitas pelayanan (International occupational medicine,
2011). Kompetensi masing-masing profesi yang dideskripsikan dan
ditentukan oleh masing-masing profesi, misalnya dokter memiliki
kompetensi spesifik yang memberdakan profesi dokter dengan profesi
lainya seperti perawat, bidan, ahli gizi, ahli ke sehatan lingkungan dan

11
sebaliknya. Kompetensi inin akan merujuk pada peran, kewenangan dan
lingkup praktik masing-masing profesi dan diatur oleh undang-undang
yang berlaku.
Kompetensi antar profesi atau kopetensi yang juga penting dimiliki
oleh semua tenaga kesehatan. Kompetensi inti kolaborasi antar profesi
diperlukan sebagai landasan dalam membuat kurikulum pada berbagai
pendidikan profesi terlibat, menentukan strategi pembelajaran dan evaluasi
yang akan dilakukan. Ada 4 dominan dalam kompetensi antar profesi,
yaitu nilai dan etik antar profesi, peran dan tanggung jawab, komunikasi
antar profesi dan kerja tim.
Berikut akan dijelaskan dominan-dominan tersebut secara detil :
a. Domain 1 : Nilai dan Etik Kolaborasi antar Profesi
Nilai antar profesi dan etik yang terkait dengannya meupakan hal
penting baik untuk profesi secara mandiri maupun dalam
hubungannya dengan kolaborsi antar profesi. Nilai dan etik antar
profesi meliputi : pelayanan harus berfokus pada klien dengan
orientasi komunitas, masing-masing profesi berbagai peran dan
tanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan, semua
profesi bersama-sama memiliki komitmen untuk dapat menciptakan
pelayanan yang aman, efisien dan efektif, pelayanan diberikan secara
komprehensif dengan melibatkan klien dan keluarganya.
Pernyataan umum komptensi value dan etik antar profesi kerja
adalah bekerja sama dengan profesi lain untuk mempertahankan
iklim saling menghargai dan berbagi nilai serta etik bersama.
Pernyataan umum kompetensi value dan etik antar profesi adalah
bekerja sama dengan klien dan keluarganya.
Pernyataan umum kompetensi value dan etik antar profesi adalah
bekerja sama dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim
saling menghargai dan berbagi nilai serta etik bersama. Pernyataan
umum kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi khusus berupa :
a) Menempatkan kebutuhan klien dan populasisebagai pusat dari
kolaborasi antar profesi untuk memberikan pelayanan kesehatan

12
b) Menghargai martabat dan privasi klien dengan tetatp
mempertahankan kerhasiaan dalam memberikan pelayanan
kesehatan berbasis tim
c) Tetap memperhatikan perbedaan individu yang dimiliki oleh
klien, populasi dan tim antar profesi
d) Menghargai keunikan budaya, nilai, peran, dan tanggung jawab,
serta keahlian anggota tim antar profesi
e) Bekerja sama dengan klien, anggota tim dan semua yang
berkontribusi dalam pelayanan kesehatan
f) Menciptakan hubungan saling percaya dengan klien, keluarga
klien, dan tim antar profesi
g) Mendemontrasikan sikap etik dan kualitas pelayanan yang tinggi
h) Mengelola dilema etik yang terjadi pada saat memberikan
pelayanan kepada klien dalam tim antar profesi
i) Berperilaku jujur dan menjaga integritas dalam berintegrasi
dengan klien. Keluarga klien dan anggota tim antar profesi
j) Menjadi kompetensi profesinya masing-masing sesuai dengan
lingkup prakteknya.
b. Domain 2 : Peran dan Tanggung Jawab
Untuk dapat melakukan kolaborasi antar profesi, setiap profesi
terlebih dahulu harus memahami peran dan tanggung jawabnya
masing-masing dan bagaimana peran dan tanggung jawab profesi
lain dalam rangka memberikan pelayanan kepada klien (individu,
keluarga, dan masyarakat). Setiap profei harus mengetahui dan
menghargai peran dan tanggung jawab profesi lain yang bekerja
sama di dalam tim. Pemahaman peran dan sikap menghargai peran
masing-masing merupakan hal penting dalam kolaborasi antar
profesi, karena banyak terjadi konflik antar profesi diakibatkan
karena kurang penghargaan terhadap peran dan tanggung jawab
profesi lain yang dapat diakibatkan kurang pamahaman peran dan
tanggung jawan profesi lan di dalam tim. Pernyataan umum
kompetensi peran dan tanggung jawab adalah menggunakan

13
pengetahuan tentang peran profesi sendiri, dan profesi peran lain di
dalam tim untuk mengkaji dan memberikan pelayanan yang tepat
kepada klien dan populasi. Pernyataan umum tersebut terdiri dari
kopetensi spesifik berupa :
a) Mengkomukasikan peran profesi sendiri dan peran profesi lain
secara jelas kepada klien, keluarga dan tim profesi kesehatan
lain
b) Mengenali keterbatasan kemampuan pengetahuan dan
keterampilan profesi lain dalam tim
c) Melibatkan semua profesi yang terkait dalam pelayanan atau
pemenuhan kebutuhan klien
d) Menjelaskan peran dan tanggung jawab profesi lain dan
bagaimana antara profesi dapat bekerja sama untuk memberikan
pelayanan kepada klien
e) Menggunakan semua pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang tersedia di dalam tim antar profesi untuk dapat
memberikan pelayanan yang aman, tepat, waktu, efektif, efisien,
dan adil
f) Berkomuikasi dengananggota tim untuk mengklarisikasi peran
masing-masing anggota dalam pelayanan kesehatan kepada
klien dan masyarakat
g) Menciptakan hubungan saling bertanggung jawab dengan
profesi lain untuk meningkatkan pelayanan dan saling
menghargai
h) Terlibat dalam pengemangan profesi danpengembangan antar
profesi untuk meningkatkan performa tim
i) Menggunakan kemampuan yang unik dan tambahan dari
masing-masing profesi untuk mengoptimalkan pelayanan yang
diberikan oleh tim;
c. Domain 3 : Komunikasi antar Profesi
Komunikasi merupaka kompetensi inti pada semua profesi
kesehatan, karena semua profesi kesehatan memberikan pelayanan

14
kesehatan ada klien (individu, keluarga dan masyarakat) yang tentu
saja memerlukan kmunikasi yang efektif, akan tetapi kompetensi
komunikasi antar profesi belom menjadi perhatian semua profesi.
Komunikasi antar profesi dapat disebut sebagai kompetensi utama
dalam melakukan kolaborasi tim antar profesi, sehingga semua
profesi yang terlibat di dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada klien harus mampu berkomunikasi untuk menyampaikan
pesan secara efektif kepada anggota tim. Banyak situasi konflik
terjadi akibat adanya barier atau hambatan dalam komunikasi, yang
pada akhirnya dapat menyebabkan tim tidak berfungsi secara
optimal.
Pernyataan umum kompetesnsi komunikasi antar profesi adalah :
berkomunikasi dengan klien (individu, keluarga, dan komunikasi),
dan profesi kesehatan lain dengan cara yang tepat dan bertanggung
jawab untuk mendukung pendekatan tim. Pernyataan umum
kompetensi tersebut terdiri dari kompetensi spesifik :
a) Memilih alat dan teknik komunikasi yang efektif, termasuk
teknologi dan sisem informasi untuk memfasilitasi diskusi dan
interaksi antar profesi yang dapat meningkatkan fungsi tim
b) Mengorganisasikan dan mengkomunikasikan informasi kepada
klien, dan angota tim antar profesi dengan cara yang dapat
dimengerti dan menghindari termonologi yang hanya dimengerti
oleh profesi sendiri
c) Kemukakan pengetahuan yang dimiliki tentang klien dam
perawat klien dengan jelas, percaya diri, dan sikap menghargai
d) Mendengarkan secara aktif dan mendorong anggota lain untuk
mengmukakan ide dan pendapatnya tentang klien dan
perawatnya
e) Memberikan umpan balik yang tepat waktu, sensitif dan
konstruktif kepada anggota tim dengan menghargai pendapat
dan penilaian profesi lain terhadap hasil kerja

15
f) Menggunkan bahasa yang sesuai dan sopan ketika menghadapi
situaso yang sulit, percakapan yang sensitif dan konflik antar
profesi
g) Mengenal keunikan profesi masing-masing termasuk
spesialisasi, budaya, pengaruh, dan hiraki agar tercipta
komunikasi yang efektif
h) Berkomunikasi secara konsisten tentang pentingnya kerja tim
dalam pelayanan berpusat pada klien.
d. Domain 4 : Bekerja di dalam tim
Belajar untuk berkolaborasi antar tim berarti jugta belajar menjadi
pemain yang baik di dalam tim tersebut. Perilaku kerja tim dapat
diaplikasikan setiap saat dimana ada interaksi antar anggota tim antar
profesi dengan tujuan yang sama yaitu untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada klien, (individu, keluarga, dan masyarakat). Sering
sekali terjadi konflik didalam tim antar profesi diakibatkan oleh
ketidak mampuan anggota tim berperan sesuai dengan peran nya
didalm. Oleh karena itu kepemimpinan didalam tim antar profesi
sangat diperlukan agar mamfasilitasi komunikasi dan kerja sama
antar anggota untuk untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
Peran pemimpin juga sangat diperlukan untuk memfasilitasi keahlian
masing-masing anggota tim sehingga dengan demikian pelayanan
kepada klien dapat di koordinasikan dengan tepat dan efektif.
Pernyataan umum kompetensi untuk bekerja di dalam adalah
memaplikasikan nilai-nilai membangun kelompok dan membangun
prinsip dinamika kelompok muntuk melaksanakn fungsi tim secara
efektif. Pernyataan umum kompetensi tersebut terdiri dari
kompetensi spesifik :
a) Mendeskripsikan proses pengembangan tim dan berlatih tentang
tm yang efektif
b) Membangun konsensus tentang prinsip-prinsip etik untuk
memadu semua aspek pelayanan kepada klien dan kerja tim

16
c) Melibatkan profesi kesehatan lain yang sesuai apabila
diperlukan untuk situasi tertentu
d) Mengintegrasikan pengetahuan dan ketermpilan proses lain
yang sesuai untuk situasi tertentu tertentu
e) Mengaplikasikan prinsip-prinsip kepemimpinan yang
mendukung praktek kolaborasi dan efektivitas tim
f) Motivasi diri sendiri dan anggota tim lainnya untuk dapat
mengelola ketidak setujuan secara konstruksi. Ketidak setujuan
biasanya berkaitan dengan nilai, peran, tujuan dan tindakan
g) Berbagai akontabilitas dengan profesi lain, dengan pasien dan
komunitar untuk mencapai tujuan promosi kesehatan
h) Memperlihatkan pencapaian performance yang tinggi secara
individu untuk meningkatkan performan kelompok
i) Menggunakan teknik atau strategi perbaikan kelompok untuk
meningkatkan efektifitas kerjasama antar profesi
j) Menggunakan bukti-bukti yang tersedia untuk melakukan
praktek kerja tim
k) Melakukan kerja sesuai peran dan fungsinya di dalam tim di
dalam situasi yang berbeda.

7) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pendidikan antar


Profesi
Terdapat beberapa faktor penghambat dan aktor pendukung terlaksananya
pendidikan antar profesi bagi tenaga kesehatan. Identifikasi faktor
pedukung dan faktor penghambat diperlukan untuk dapat mengantisipasi
hambatan pelaksanaan pendidikan antar profesi dan merumuskan upaya
untuk menurangi atau menghilangkan faktor penghambat tersebut.
Sedangkan faktor pendukung perlu diidentifikasi untuk dapat
dimaksimalkan. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Faktor Pendukung

17
a) Komitemen yang jelas dari seluruh anggota profesi atau seluruh
program studi yang akat terlibat di dalam pendidikan antar
profesi
b) Kesiapan mahasiswa untuk siap dan aktif dalam mengikuti
pendidikan antar profesi
c) Adanya role model untuk kolaborasi antar profesi baik di
tatanan akademik maupun lahan praktek baik rumah sakit
maupun di masyarakat
d) Tuntutan yang besar dari masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehaan yang komprehensif dan terintegrasi
e) Dukungan dari manajemen (prodi atau fakultas) termasuk
dukungan logistik, keuangan dan administrasi.
b. Faktor penghambat
a) Adanya ego masing masing profesi
b) Kultur kerja sama yang kurang
c) Resisten terhadap perubahan
d) Perbedaan profesi dan tujuan masing profesi
e) Kurikulum yang kaku dan terpusan
f) Beban kerja dosen dan mahasiswa yag terlalu tinggi.

18
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Data identitas :
1. Nama Kepala Keluarga : Tn.P
2. Alamat Rumah : Jl. Tridarma 1 No.46 RT.004 RW 008, Kelurahan Pondok
Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.
3. Suku Bangsa : Keluarga Tn.P merupakan suku jawa yang menetap dan tinggal
di RT.004 RW.008, kelurahan Pondok Labu, Keluarga Tn.P menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, tidak ada kebiasaan keluarga yang
berhubungan dengan masalah kesehatan, namun apabila sakit, keluarga
langsung berobat ke pelayanan kesehatan (Dokter, Puskesmas).
4. Agama : Keluarga Tn.P menganut agama islam dan menjalankan shalat 3
waktu. Tn P mengikuti kegiatan pengajian yang diadakan di lingkungan rumah
apabila sedang tidak ada kegiatan di rumah.
5. Tipe Keluarga : Keluarga Tn. P adalah tipe keluarga besar atau (Extended
Family) yang terdiri dari Ayah, Ibu, anak, dan cucu. Tn.P sebagai kepala
keluarga, Ny. S sebagai Istri, Tn. A dan Ny, F sebagai anak, serta An. I, An. P
N, An.R, An. PA, An. FA sebagai cucu yang sama-sama tinggal dalam satu
rumah, dimana menantunya Tn. S sudah tidak tinggal di rumah tersebut.
Dimana Ny. F anak ketiga, dan Tn. A anak ketiga.
6. Status Sosial Ekonomi : Keluarga Tn. P mengatakan bahwa pendapatan
keluarganya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Tn.P adalah
seorang mantan karyawan swasta yang saat ini telah pension, pendapatan
keluarga setiap bulannya berasal dari anak-anaknya. Yaitu Tn. A dan Ny. F
yang tinggal serumah dengan Tm. P. gaji perbulan Tn. A yaitu sebesar Rp.
5.000.000 sedangkan Ny. F sebesar Rp. 3.500.000,- Tn. A adalah anak kelima
sedangkan Ny. F adalah anak ketiga. Ny. S sendiri yaitu seorang ibu rumah
tangga yang tidak berpenghasilan. Semenjak Tn. P sakit stroke, urusan
keuangan rumah tangga juga dibantu oleh anak-anaknya yang lain yang tidak
tinggal di rumah yaitu: Tn. K, Ny. I, dan Ny. A.

19
Komposisi Keluarga :

Masalah
Jenis Status
No. Nama Usia Hubungan Pendidikan Pekerjaan kesehatan
Kelamin Imunisasi
saat ini
1. Tn. P Pasca
L 74 tahun Suami SLTP Pensiunan Lupa
Stroke
2. Ny. S P 61 tahun Istri SLTP IRT Lupa Maag
3. Tn. A Karyawan
L 38 tahun Anak ke-5 SLTA Lupa Tidak ada
swasta
4. Ny. F Karyawan
P 42 tahun Anak ke-3 SLTA Lupa Obesitas
swasta
5. An. I Belum tamat Belum
L 17 tahun Cucu Lengkap Tidak ada
SMA bekerja
6. An. Belum tamat Belum
P 15 tahun Cucu Lengkap Tidak ada
FN SMA bekerja
7. An. K Belum tamat Belum
P 11 tahun Cucu Lengkap Tidak ada
SD bekerja
8. An. Belum tamat Belum
P 8 tahun Cucu Lengkap Tidak ada
FA SD bekerja
9. An. Belum
L 6 tahun Cucu Masuk SD lengkap Asma
FA bekerja

Genogram :

Genogram

: Laki – Laki
: Perempuan
: Pasien
.... : Tinggal serumah
: Menikah

20
Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya :
1. Tn. P mederita stroke sejak 4 tahun lalu, klien juga mendrita hipertensi. Klien
mengalami kesulitan dalam mobilisasi, badan tampak kaku dan bagian tubuh
(Tangan, kaki, wajah) sebelah kanan klien terasa kebas dan agak sulit digerakkan.
ADL klien seperti mandi, Buang air besar, dan mengganti pakaian masih dibantu
oleh keluarga, klien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan, Tn.P mengatakan
dulu sering mengkonsumsi jeroan dan jarang berolahraga, Tn.P rutin minu obat
Nifedipine.
2. Ny,S menderita maag semenjak 4 tahun lalu, klien juga mengatakan pada bulan april
lalu beliau mengalami kecelakaan dimana Ny. S ditabrak oleh pengendara motor
yang menyebabkan adanya pergeseran tulang. Ny.S mengatakan dibawa berobat ke
RS. Jagakarsa setelah itu diurut di tukang urut langganan. Ny.S sendiri saat ini
mobilisasi dengan menggunakan tripod untuk membantu menyangga tubuh, Ny.S
mengatakan sering mengalami nyeri di bagian ulu hati , dan penanganannya dengan
minum obat promagh.

21
Data kondisi Rumah dan Lingkungan :
1. Karakteristik Rumah :
Tn. P dan keluarga tinggal di suatu rumah dengan luas rumah 450 m2,
status kepemilikan rumah adalah rumah milik sendiri, rumah permanen 2 lantai
dengan lantai keramik. Terdapat 5 ruangan yang terdiri dari 2 kamar tidur, 1
ruang tamu gabung dengan ruang menonton TV, 1 dapur gabung dengan ruang
makan dan 1 kamar mandi, ventilasi & pencahayaan kurang baik karena hanya
bersumber dari pintu depan & jendela kaca. Keluarga memiliki sumber air
minum berasal dari tanah dengan menggunakan mesin pompa listrik, sumber
air untuk mencuci & mandi serta masak juga berasal dari air tersebut. kamar
mandi dengan jamban yang layak. Pembuangan limbah air mengalir ke selokan
dan limbah sampah dikelola oleh petugas kebersihan yang secara rutin 3x
seminggu mengambil sampah pada pagi hari. Jarak rumah dengan sumber
polusi (jalan raya) sekitar 70 m, penataan peralatan rumah tangga tertata
dengan cukup baik, keluarga memiliki kamar mandi sendiri, keadaan bersih
namu cukup licin dan tidak terdapat pegangan. Di depan rumah terdapat
pekarangan yang ditumbuhi tanaman. Semua kegiatan rumah tangga seperti
memasak, menyapu, & mengepel dilakukan oleh anak Tn. P mengatakan hanya
saja pada beberapa bagian dari rumahnya akan bocor dikala hujan, dan terdapat
resiko kebakaran karena berada di lingkungan padat penduduk. Keluarga Tn. P
tidak memiliki hewan peliharaan Tn.P mengatakan rumahnya banyak nyamuk.
2. Karakteristik Tetangga & Komunitas
RT.04 RW.08 berpenduduk cukup padat, mayoritas tetangga Tn.P adalah
suku betawi namun ada juga pendatang yang berasal dari suku jawa.
Kehidupan antar keluarga terjalin akrab & saling mengunjungi satu sama lain.
Tidak jauh dari rumah Tn, P terdapat musola & lapangan yang berfungsi
sebagai tempat ibadah & tempat untuk melaksanakan kegiatan yang
diselenggarakan oleh RT maupun RW. Mayoritas keluarga Tn. P beragama
islam berprofesi sebagai wirausaha dan karyawan swsta. Terdapat berbagai
kegiatan komunitas di RW dan RT baik sosial maupun kesehatan seperti PKK
dll. Seluru warga hidup rukun dan tidak ada perselisihan antar warga.

22
3. Mobilitas Keluarga
Keluarga Tn.P sudah menetap di wilayah pondok labu RT.004 RW 008
sejak tahun 90’an. Keluarga Tn.P tidak pernah berpindah-pindah rumah atau
bepergian jauh karena kondisi Tn.P yang tidak bisa bepergian jauh dan tidak
dapat ditinggal serta harus ditemani. Saat ini hanya anak-anak dan saudaranya
yang bisa datang ke rumah untuk bersilaturahmi dan untuk mngetahui keadaan
kesehatan Tn. P.
4. Fasilitas Kesehatan Dan Sosial yang Digunakan
Dalam penggunaan fasilitas kesehatan, keluarga Tn.P menyesuaikan
dengan Kondisi dan tingkat keparahan dari sakit yang dialami anggota
keluarga. Jika masih yang ringan maka keluarganya akan membawa ke
puskesmas., dan akan dilarikan kerumah sakit jika masalah kesehatan yang
parah dan memerlukan pertolongan segera. Untuk fasilitas sosial, keluarga Tn.
P mengatakan sering menggunakan mushola atau rumah Pak RW atau pak RT
dalam mengikuti kegiatan sosial di wilayah ini.
5. Alat Komunikasi & Transportasi yang Digunakan Keluarga
Keluarga Tn.P mayoritas menggunakan Handphone untuk alat
komunikasi jarak jauh, Tn.P sendiri tidak menggunakan Hp saat ini , hanya Ny.
S dan anak serta cucu yang menggunakan alat transportasi yang digunakan
Tn.P 1 buah motor milik sendiri yang biasa digunakan oleh anak Tn.P untuk
bekerja.
6. Sistem Dukungan sosial & keluarga dari Jejaring
Keluarga Tn.P dengan 2 orang lansia mendapat dukungan sosial dari
lingkungan RT.004 RW.008 berupa perhatian lebih dari para tetangga dan
kader PKK dimana Tn.P dan Ny.S sering dikunjungi pihak – pihak tersebut
untuk memastikan keadaannya baik baik saja . Tn.P mengatakan selalu
mendapat kunjungan anak-anaknya yang tidak tinggal dirumah minimal 1
bulan sekali untuk silaturahmi dan untuk mengetahui kondisi Tn.P dan Ny. S.

23
Struktur Keluarga :
1. Pola Komunikasi : dalam komunikasi keluarga saling terbuka dalam
berkomunikasi antar satu dengan yang lain bahasa yang digunakan adalah
bahasa Indonesia, keluarga tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi,
frekuensi komunikasi dalam keluarga dilakukan setiap harinya, kelurga
mengatakan selama ini tidak ada masalah dalam keluarga mengenai
komunikasi , apabila ada masalah akan didiskusikan bersama keluarga untuk
mengambl jalan keluarnya.
2. Struktur Kekuatan : Keputusan keluarganya diambl oleh Tn. P sebagai kepala
keluarga, cara keluarag mengambil keputusan berdasarkan hasil musyawarah
dengan seluruh anggota keluarga , keluarag saling menghargai satu sama lain,
saling membantu, serta saling mendukung satu sama lain.
3. Struktur Pesan :
a. Tn. P berperan sebagai kepala keluarga, suami, kakek, dan pengambil
keputusan, untuk tugas mencari nafkah sudah dilimpahkan kepada anak-
anaknya sejak beliau jatuh sakit.
b. Ny.S berperan sebagai ibu rumah tangga yang bertugas dalam mengurus
rumah tangga ini namun sejak kecelakaan 2 tahun lalu, perannya dalam
mengurus rumah tangga diambil alih oleh anak-anaknya.
c. Tn. A dan Ny. F sebagai anak yang masih tinggal serumah da sudah
bekerja juga ikut membantu keluarga dalam mencukupi kebutuhan
keluarga sehari-hari.
4. Nilai- nilai keluarga : keluarga menjunjung tinggi niali dan norma yang
diyakini oleh keluarga khususnyatentang masalah kesehatan, jika ada anggota
keluarga yang sakit , keluarga akan membawa dan memeriksakan keluarga
yang sakit ke pelayanan kesehatan, tidak ada nilai-nilai yang bertentangan
dengan kesehatan.

24
PEMERIKSAAN FISIK
Nama Anggota Keluarga
No. Aspek
Tn.P Ny.S
1. Masalah kesehatan Stroke dengan hemiparase Gangguan lambung/maag ,
masa lalu dextra, hipertensi 4 tahun kecelakaan yang
yang lalu menyebabkan pergeseran
tulang 2 bulan lalu.
2. Masalah Kesehatan Hipertensi, kekakuan otot Immobilisasi fisik, nyeri akut
Kini badan sebelah kanan, jika maag sedang kambih
immobilisasi fisik.
3. BB, TB BB: 60 Kg, TB: 157 cm BB : 39 Kg, TB: 137 cm
BB Ideal: (157-100)±10% BB ideal:
: 57 ± 5,7 (137-100) ±10%
: ( 51.3 – 62.7) 37±3,7
( 33,3 – 40.7)
4. IMT 24,39 (Normal) 20,47 (Normal)
5. Tekanan darah 140/90 mmHg 110/70 mmHg
6. RR & HR RR: 15x/mnt, Hr: 60x/mnt RR: 16x/mnt, HR: 60x/mnt
7. Kepala Rambut tampak putih, Rambut tampak hitam,
beruban, pendek, tidak beruban, tidak rontok, sedikit
rontok, tidak kotor, tidak berminyal dan tidak ada
ada benjolan benjolan. Rambut pendek.
8. Mata Mata simetris, sclera tidak Mata simetris, sclera tidak
ikterik, konjungtiva tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis, reflex pupil +/+, anemis, reflex pupil +/+ ,
pupil isokor, terlihat bersih, pupil isokor, terlihat bersih,
katarak (-), tidak katarak (-), mengguakan
menggunakan kaca mata, kaca mata plus , penglihatan
penglihatan kabur, rabun kabur, rabun dekat.
dekat.
9. Gigi Beberapa gigi sudah Terdapat gigi berlubang,
tanggal, terdapat gigi plak dan sisa makanan,

25
berlubang, terdapat plak terdapat karang gigi, klien
gigi dan sisa makanan, menyikat gigi 2x/hari.
terdapat karang gigi, klien
menyikat gigi 2 kali sehari
pagi dan sore.
10. Mulut Mukosa mulut lembab, gigi Mukosa mulut lembab, gigi
terlihat tidak lengkap, lidah terlihat lengkap, lidah
bersih dan simetris, tidak simetris, lidah terlihat sedikit
ada kesulitan dalam kotor, tidak ada kesulitan
menelan, tidak ada dalam menelan, tidak ada
gangguan pengecapan, gangguan pengecapan, tidak
tidak ada sariawan. ada sariawan.
11. Telinga Tidak ada serumen, tidak Tidak ada serumen, tidak ada
ada cairan yang keluar, cairan yang keluar, simetris,
simetris, terdapat terdapat lesi, tidak ada
penurunan fungsi gangguan pendengaran.
pendengaran.
12. Leher Tidak ada benjolan, tidak Tidak ada benjolan, tidak
ada pembesaran kelenjar ada pembesaran kelenjar
getah bening. getah bening.
13. Paru – paru (dada) Dada simetris, tidak ada Dada simetris, tidak ada
retraksi dinding dada, retraksi dinding dada,
gerakan dinding dada gerakan dinding dada
simetris, tidak ada nyeri simetris, tidak ada nyeri
tekan, bunyi paru dan tekan, bunyi paru dan
jantung normal, suara nafas jantung normal, suara nafas :
: vesikuler pada seluruh vesikuler pada seluruh
lapang paru, tidak ada lapang paru, tidak ada ronkhi
ronkhi dan wheezing, bunyi dan wheezing, bunyi jantung
jantung S1 dan S2 normal, S1 dan S2 normal, gallop
gallop dan mur-mur tidak dan mur-mur tidak ada.
ada.

26
14. Payudara Payudara normal, tidak ada Payudara normal, agak
kelainan. kendur, tidak ada kelainan.
15. Jantung Tidak ada nyeri dada, tidak Tidak ada nyeri dada, tidak
ada sesak nafas, suara ada sesak nafas, suara
jantung normal, bunyi jantung normal, bunyi
jantung S1 dan S2 normal, jantung S1 dan S2 normal,
gallop dan mur-mur tidak gallop dan mur-mur tidak
ada. ada.
16. Pencernaan Abdomen terlihat simetris, Abdomen terlihat simetris,
tidak ada distensi, tidak ada tidak ada distensi, tidak ada
nyeri tekan, bising usus nyeri tekan, keluhan nyeri
6x/menit, keluhan tidak ulu hati jika maagh kambuh,
ada. bising usus 8x/menit.
17. Punggung Tidak ada keluhan sakit Tidak ada keluhan sakit
punggung, tidak ada bekas punggung, terdapat lesi
luka atau lesi, tulang (bekas garuk), tulang
belakang kifosis sedang. belakang kifosis sedang.
18. Ekstremitas atas Terdapat gangguan Tidak ada kelainan dalam
pergerakan di tangan pergerakan, tidak ada
kanan, pada tangan kanan kekakuan sendi, ROM aktif,
sendi sakit kaku tapi masih tidak ada pembengkakan,
dapat bergerak, ROM aktif turgor kulit baik, akral
minimal, tidak ada hangat, capillary refill < 2
pembengkakan, turgor kulit detik, edema (-)
baik, akral hangat, capillary
refill < 2 detik, edema (-),
ROM dibantu sebagian.

27
19. Ekstremitas bawah Kesulitan untuk berjalan Terdapat sedikit gangguan
dan melakukan berjalan pada kaki kanan,
aktivitas/pergerakan berat tidak ada kekakuan sendi,
pada kaki bagian kanan ROM aktif, kelemahan pada
terdapat sedikit kekakuan kaki kanan, tidak ada nyeri
sendi, tidak ada nyeri sendi, sendi, tidak ada
ROM sebagian dibantu, pembengkakan, turgor kulit
edema (-), tidak ada baik, akral hangat.
pembengkakan, turgor kulit
baik, akral hangat.
20. Kekuatan otot 4444 5555 5555 5555
3334 5555 4444 5555

PEMERIKSAAN GIGI ANGGOTA KELUARGA


No. Aspek yang diperiksa Tn. P Ny. S An. F
1. Luka pada bibir dan mulut X X X
2. Sariawan X X X
3. Lidah kotor X V X
4. Luka lainnya X X X
5. Gigi berlubang V V V
6. Gigi mudah berdarah X X X
7. Gusi bengkak X X X
8. Gigi kotor/pla & sisa makanan V V V
9 Karang gigi V V X
10. Susunan gigi depan tidak teratur X X X
11. Menyikat gigi minimal 3x/hari V V V
Pernah dirawat terkait dengan gigi dan
12 X X X
mulut

28
Pemeriksaan Gigi An. F 6 tahun

B A A A B B A A A B

B A A A A A A A A B

Tumbuh Kembang Anak FA usia 6 tahun


Kemampuan Motorik & Kognitif An. FA usia 6 tahun berdasarkan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP) :
1. Anak dapat mengelompokan benda-benda secara logis berdasarkan warna &
bentuk
2. Anak dapat melompat dengan satu kaki sebanyak 2 kali
3. Anak dapat sepenuhnya berpakaian sendiri tanpa bantuan
4. Anak dapat menggambar orang dengan 6 bagian (kepala, tubuh, tangan, kaki,
mata, & mulut)
5. Anak dapat menjawab semua pertanyaan:
a. Jika kuda besar, maka tikus: “kecil”
b. Jika api panas, maka es: “dingin”
c. Jika ibu seorang perempuan, maka ayah seorang: “laki-laki”
6. Anak dapat menangkap bola kecil sebesar bola tennis hanya dengan 2 tangan,
namun dari 3x pelemparan, anak hanya dapat menangkap 2x
7. Anak dapat berdir dengn 1 kaki selama 13 detik
8. Anak dapat meniru bentuk segiempat
9. Anak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sbb:
a. Sendok terbuat dari? “Besi” Jawaban yang benar: Besi, baja, plastik,
kayu
b. Sepatu dibuat dari? “Kain”, Jawaban yang benar: Kulit, karet, kain,
plastik, kayu
c. Pintu terbuat dari? “Kayu”, Jawaban yang benar: Kayu, besi, kaca

29
Interpretasi Hasil KPSP
Perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan sesuai (S)

B. Daftar Masalah Kesehatan/Diagnosa


Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada keluarga Tn. P
khususnya Tn.P dan Ny.S dapat dirumuskan beberapa prioritas masalah kesehatan
yang berasal dari 3 profesi kesehatan yaitu :
Diagnosa keperawatan pertama untun TN. P yaitu hambatan mobilitas fisik
pada Tn.P yang mengalami pasca stroke dan penyakit hipertensi, data yang
mendukung diagnosa tersebut adalah sebagai berikut, data subjektif : Tn. P
mengatakan badannya terasa lemas, tangan dan kaki kanan kaku dan sulit
digerakkan, Tn.P mengatakan kesulitan dalam berjalan karena kaki kanan terasa
kaku, Tn. P mengatakan berjalan dengan bantuan orang lain, Tn.P mengatakan
aktivitasnya seperti mandi, BAK, BAB, mengganti pakaian dan aktivitas lainnya
dibantu oleh anggota keluarga, keluarga mengatakan selalu memotivasi dan
membantu Tn.P latihan berjalan. Data Objektif : Kesadaran composmentis, keadaan
umum baik, Tanda-tanda vital yaitu TD : 140/90 mmHg, N : 60x/menit, RR :
15x/menit, S : 36,8 ̊ C, terdapat kelemahan (hemiparesis) pada ekstremitas kanan,
terdapat kekakuan sendi pada ektremitas bawah dextra, Tn.P terlihat lemas, ADL
Tn.P dibantu keluarga, tonus otot kurang, kekuatan otot : 4 4 4 4 5 5 5 5
33345555
Diagnosa keperawatan kedua untuk Tn. P yaitu kurang pengetahuan mengenai
kondisi kesehatan dan pengobatan pasca stroke pada keluarga Tn. P ditandai
dengan data subjektif : Tn.P mengatakan memiliki penyakit stroke sejak 4 tahun
yang lalu dan hipertensi, tidak memiliki riwayat penyakit keturunan hipertensi
maupun stroke, Tn.P dan keluarga mengatakan belum mengetahui/ memahami
secara pasti tentang penyakit hipertensi dan pengobatannya, keluarga tidak
mengetahui cara perawatan/ pengobatan dari hipertensi, keluarga mengatakan ingin
merawat Tn.P dengan baik namun terkadang tekendala oleh adanya keterbatasan
pengetahuan. Tn.P mengatakan saat ini mengkonsumsi obat antihipertensi dan tidak
pernah lagi kontrol ke pelayanan kesehatan. Data Objektif : TTV : TD: 140/90
mmHg, N: 60 x/menit, RR: 15 x/menit, S : 36.7°C. Tn.P dan keluarga tidak dapat

30
menjawab saat perawat bertanya tentang penyakit hipertensi serta bertanya kepada
perawat dan antusias untuk mengetahui lebih lanjut terkait kondisi kesehatan Tn.P
dan pengobatannya.
Diagnosa Keperawatan gigi pertama : tidak terpenuhinya kebutuhan pasien
akan pengetahuan/pemahaman tentang kesehatan gigi dan mulut yang ditandai pola
makan dan cara menyikat gigi yang salah, disebabkan kurangnya pengetahuan
tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
Diagnosa Keperawatan gigi kedua : yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan pasien akan
kenyamanan saat mengunyah ditandai dengan kesulitan mengunyah disebabkan
oleh banyaknya sisa akar gigi.
Diagnosa Keperawatan gigi ketiga : yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan
pasien akan kenyamanan saat mengunyah ditandai dengan kesulitan mengunyah
disebabkan oleh banyaknya gigi yang sudah tanggal.
Diagnosa Kebidanan pertama : Ny.S P5A0 usia 61 tahun pada masa
menopause dengan Gastritis. Dengan Data Subjektif Ibu mengatakan usianya saat
ini 61 tahun, Ibu mengatakan memiliki penyakit maag. Data Objektif Tekanan
Darah 110/70 mmHg, Respirasi 16x/menit, Nadi 60x/menit, Suhu 36,7 derajat
celcius. Berat Badan 39 kg, Tinggi Badan 137 cm.

C. Intervensi
Setelah melakukan pengkajian dan merumuskan diagnosa dari tiap-tiap
profesi pada tanggal 04 Juni 2018, berikut rencana yang telah disusun sesuai
prioritas masalah, yaitu :
Pada diagnosa keperawatan pertama, hambatan mobilitas fisik pada keluarga
Tn. P yang mengalami pasca stroke, tujuan : Setelah dilakukan kunjungan sebanyak
3 kali, klien akan mempertahankan kekuatan otot dan terhindar dari komplikasi
immobilisasi. Kriteria hasil yang diharapkan : klien dapat melakukan ambulasi atau
aktivitas sesuai dengan kemampuan secara mandiri, kekuatan otot dapat
dipertahankan atau ditingkatkan, klien terhindar dari penekanan, atropi otot dan
kontraktur, keluarga mampu melakukan ROM pasif pada klien. Rencana tindakan :
identifikasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, anjurkan pada klien atau
untuk mempertahankan posisi tubuh yang sejajar dan mengubah posisi, ajarkan

31
pada klien dan keluarga latihan pergerakan aktif-pasif ROM bila tidak ada
kontraindikasi, beri kesempatan pada keluarga untuk melakukan latihan ROM pada
klien secara mandiri dengan tetap mempertahankan keamanannya dan beri
reinforcement positif atas usaha keluarga melakukan latihan ROM.
Intervensi pada diagnosa Keperawatan kedua, kurang pengetahuan mengenai
kondisi kesehatan dan pengobatan pasca stroke pada keluarga Tn. R, tujuan :
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak 3 kali, pengetahuan klien dan keluarga
mengenai kondisi kesehatan dan pentinngnya pengobatan meningkat. Kriteria hasil
yang diharapkan : klien dan keluarga mampu mampu menyatakan pemahaman
tentang proses penyakit dan pentingnya pengobatan, kemungkinan komplikasi,
mampu mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi atau intervensi. Rencana
tindakan : jelaskan dan diskusikan pada klien dan keluarga tentang pengertian,
penyebab/ faktor resiko, tanda dan gejala, akibat lanjut serta perawatan hipertensi,
bantu keluarga dalam mengidentifikasi kondisi kesehatan klien yang mengalami
hipertensi, jelaskan kepada klien dan keluarga tentang alasan pentingnya
pengobatan untuk hipertensi dan kontrol kesehatan secara rutin serta dampaknya,
anjurkan keluarga agar membawa anggota keluarga ke pelayanan kesehatan untuk
pemeriksaan kesehatan dan pengobatan.
Intervensi pada diagnosa keperawatan gigi pertama : yaitu tidak terpebuhinya
kebutuhan pasien akan pengetahuan/pemahan tentang kesehatan gigi, dan mulut.
Dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut, kedua meningkatkan pengetahuan dan keterampilan menyikat gigi
dengan benar. Kriteria hasil, pertama diketahuinya pengetahuan tentang
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut oleh pasien, kedua pasien dapat menyikat
gigi dengan benar. Rencana tindakan : melakukan penyuluhan tentang lubang gigi,
melakukan demostrasi menyikat gigi, memberikan saran/instruksi pada pasien
untuk dilakukan pencabutan sisa akar dan dilakukan pembuatan dan pemasangan
gigi palsu.
Intervensi pada diagnosa keperawatan gigi kedua : yaitu tidak terpenuhinya
kebutuhan pasien akan kenyamanan saat mengunyah. Tujuan : memberikan
kenyamanan pasien untuk mengunyah makanan. Kriteria hasil : pasien setuju untuk

32
dirujuk kedokter gigi, akan dilakkan pencabutan gigi. Rencana tindakan : merujuk
pasien kedokter gigi agar dilakukan pencabutan sisa akar gigi.
Intervensi pada diagnosa keperawatan gigi ketiga : tidak terpenuhinya kebutuhan
pasien akan kenyaman saat mengunyah. Tujuan : mengembalikan kenyamanan
pasien untuk mengunyah makanan. Kriteria hasil : pasien setuju untuk dirujuk
kedokter gigi, untuk dilakukan pemasangan gigi palsu sebagian atau seluruhnya.
Rencana tindakan : merujuk pasien kedokter gigi agar dilakukan pembuatan dan
pemasangan gigi palsu.
Intervensi Kebidanan untuk diagnosa pertama yaitu Ny.S P5A0 usia 61 tahun
pada masa menopause dengan Gastritis. Dengan tujuan Pengetahuan ibu tentang
pemenuhan gizi & nutrisi pada masa menopause meningkat, Pengetahuan ibu
tentang cara mengurangi rasa nyeri gastritis meningkat. Dengan kriteria hasil Skala
nyeri & frekuensi nyeri gastritis berkurang. Rencana tindakan : Memberikan
penjelasan kepada ibu tentang menopause, Memberitahu ibu tentang gejala serta
masalah yang sering muncul pada masa menopause, Menganjurkan ibu untuk
mengurangi konsumsi teh atau kopi serta menghindari asap rokok, Menganjurkan
ibu untuk menjaga kebersihan tubuhnya, terutama daerah genetalia, Memberitahu
ibu bagaimana cara mengurangi rasa nyeri gastritis, Memberitahu ibu bahwa akan
dilakukan kunjungan ulang.

D. Catatan Perkembangan kesehatan


Berdasarkan rencana yang telah disusun, berikut tindakan yang telah
dilakukan pada tanggal 05-06 Juni 2018 :
Implementasi diagnosa keperawatan pertama, hambatan mobilitas fisik pada
keluarga Tn. P mengalami pasca stroke dan hipertensi yaitu : mengidentifikasi
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, menganjurkan pada klien atau untuk
mempertahankan posisi tubuh yang sejajar dan mengubah posisi, mengajarkan pada
klien dan keluarga latihan pergerakan aktif-pasif ROM dan memberi kesempatan
pada keluarga untuk melakukan latihan ROM pada klien secara mandiri dengan
tetap mempertahankan keamanannya. Dengan hasil pada pertemuan ke 2 Tn.P
mengalami peningkatan mobilitas yaitu Tn.P dapat berdiri dari duduknya secara
mandiri serta keluarga Tn.P dapat melatih ROM pasif terhadap Tn.P. Pada akhir

33
implementasi pada tanggal 06 Juni 2018 diperoleh data catatan perkembangan
berupa data subjektif : Tn.P mengatakan badannya terasa lebih ringan, tangan dan
kaki kanan kaku berkurang dan lebih mudah digerakkan, Tn.P mengatakan
kesulitan dalam berjalan berkurang, Tn. P mengatakan sudah jarang berjalan
dengan bantuan orang lain. Data Objektif : Kesadaran composmentis, keadaan
umum baik, Tanda-tanda vital yaitu TD : 130/90 mmHg, N : 70x/menit, RR :
15x/menit, S : 36°C, terdapat kelemahan (hemiparesis) pada ekstremitas kanan,
terdapat kekakuan sendi pada ektremitas bawah dextra, ADL Tn.P dibantu
keluarga, tonus otot kurang, kekuatan otot meningkat. Hasil assesment dirumuskan
masalah imobilisasi fisik berkurang, sehingga planning yang dibuat hanya anjurkan
keluarga untuk melakukan latihan ROM pasif secara mandiri di rumah dan selalu
motivasi aktivitas klien secara mandiri.
Implementasi diagnosa keperawatan kedua, yaitu kurang pengetahuan
mengenai kondisi kesehatan dan pengobatan pasca stroke pada keluarga Tn. P
yaitu: menjelaskan dan diskusikan pada klien dan keluarga tentang pengertian,
penyebab/ faktor resiko, tanda dan gejala, akibat lanjut serta perawatan hipertensi,
memotivasi dan membantu keluarga dalam mengidentifikasi kondisi kesehatan
klien yang mengalami pasca hipertensi, menjelaskan kepada klien dan keluarga
tentang alasan pentingnya pengobatan untuk hipertensi dan kontrol kesehatan
secara rutin serta dampaknya, menganjurkan keluarga agar membawa anggota
keluarga ke pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan dan pengobatan.
Dengan hasil pada Pertemuan kedua Tn.P dan keluarga mengalami peningkatan
pengetahuan mengenai penyakit dan perawatan hipertensi. Diperoleh data catatan
perkembangan pada tanggal 6 Juni 2018 berupa data subjektif : Tn.P dan keluarga
mengatakan sekarang lebih mengetahui dan memahami tentang konsep penyakit
hipertensi dan pengobatannya, Tn.P mengatakan lebih termotivasi untuk menjaga
kesehatannya. Data Objektif berupa: klien keluarga dapat menyebutkan kembali
apa saja penyebab dan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengontrol tekanan
darah. Dirumuskan Assessment dimana masalah defisit pengetahuan mengenai
penyakit dapat teratasi sehingga planning dihentikan.
Implementasi diagnosa keperawatan gigi 1,2 dan 3 yaitu pertama melakukan
penyuluhan tentang lubang gigi, kedua melakukan demonstrasi menyikat gigit,

34
ketiga memberikan saran/instruksi untuk kedoktek gigi atau klinik gigi untuk
dilakukan pencabutan sisa akar gigi. Keempat memberikan saran atau instruksi
untuk kedokter gigi/klinik gigi untuk dilakukan pembuatan dan pemasangan gigi
palsu. Dengan hasil Tn.P dan keluarga mengalami peningkatan pengetahuan dan
keterampilan tentang kesehatan gigi. Dalam catatan permbangan pasien pada hari
terakhir diperoleh data subjektif : klien mengatakan rasa tidak nyaman saat
mengunyah berkurang, data objektifnya : ditemukan banyaknya sisa akar gigi,
assesment : kurangnya pengetahuan tentang lubang gigi dan cara pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut berkurang. Planning yaitu melakukan penyuluhan tentang
lubang gigi lagi, melakukan demonstrasi menyika gigi, memberikan saran/instruksi
kedokter gigi atau klinik gigi untuk dilakukan pencabutan sisa akar gigi,
memberikan saran/instruksi untuk kedokter gigi/klinik gigi untuk dilakukan
pembuatan atau pemasangan gigi palsu.
Implementasi Diagnosa bidanan dengan menopause dengan gastritis,
Melakukan pemeriksaan dan memberitahu ibu hasil pemeriksaan, Menjelaskan
tentang menopause merupakan masa berhentinya menstruasi secara permanen atau
akhir dari masa reproduksi, Memberitahu ibu bahwa pada masa menopause akan
terjadi penurunan seluruh fungsi tubuh, apabila tidak bisa menjaga kesehatan,
banyak penyakit yang akan dating, Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi
makanan yang bergizi seimbang yang makanan pokok, lauk pauk, sayur mayur,
buah buahan, serta air putih minimal 8 gelas/hari dan susu, Menganjurkan ibu
untuk mengurangi konsumsi minum teh atau kopi karena mengandung kafein yang
dapat memperlambat penyerapan kalsium, Menganjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan tubuhnya, terutama daerah genetalia dengan membersihkan daerah
genetalia setelah BAK/BAB dan dikeringkan serta mengganti celana dalam,
Memberitahu ibu untuk berolahraga secara teratur karena dapat membantu
meningkatkan kekuatan otot dan menganjurkan ibu untuk jalan-jalan pagi saja,
Hindari makan makanan yang menjadi pemicu dari naiknya asam lambung seperti
jeruk, tomat, makanan pedas, makanan yang mengandung lemak tinggi, minuman
yang mengandung kafein dan minuman bersoda karena dapat menyebabkan otot
katup tenggorokan rileks dan meningkatkan risiko asam lambung naik.,
Menganjurkan ibu untuk mengonsumsi makanan dalam porsi kecil namun dengan

35
frekuensi yang sering. Jangan langsung tidur atau rebahan setelah makan, tunggu
selama tiga jam terlebih dahulu untuk tidur. Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi
15-20 cm dari badan untuk mencegah asam lambung naik., Menganjurkan ibu
konsultasi dengan dokter untuk mengonsumsi obat yang meredakan asam lambung
naik yang mengandung antasida. Dalam catatan perkembangan klien diperoleh data
subjektif : klien mengatakan menjadi lebih tau tentang kondisi kesehatannya saat
ini, cara menjaga kesehatan, gizi yang baik dan benar untuk dirinya dan keluarga.
Sedangkan data objektifnya klien dapat mengulangi apa yang diajarkan. Sehingga
masalah defisit pengetahuan telah teratasi dan tindakan dihentikan.

36
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan membahas proses kolaborasi dalam pemberian layanan
kesehatan pada Keluarga Tn. S dengan diabetes mellitus pasca amputasi yang
dilakukan mulai tanggal 3 sampai 4 Juli 2019 di RT.2 RW.8 Kelurahan Pondok Labu,
Cilandak Jakarta Selatan. Prinsip pembahasan ini dengan memfokuskan pada proses
kerja sama yang dilakukan kelompok untuk menyelesaikan masalah kesehatan pada Tn.
S berdasarkan kompetensi inti yang harus dimiliki oleh tiap-tiap profesi yang terlibat
dalam kolaborasi ini.

A. Penerapan Nilai dan Etik dalam Kolaborasi Antar Profesi


Dalam 2 hari pelaksanaan kegiatan Kolaborasi Antar Profesi yang sudah
kelompok jalani, pada saat awal pertemuan tidak terdapat hambatan dalam proses
adaptasi antar individu yang satu dengan yang lain. Hal tersebut merupakan imbas
dari adanya persamaan dalam nilai dan etik profesi yang memang masih dalam 1
bidang yang sama yaitu kesehatan dimana nilai dan etik antar profesi keperawatan,
keperawatan gigi, kebidanan dan ortotik prostetik mempunyai dasar yang sama
yaitu : memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada individu dan masyarakat
dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan secara utuh,
menjalankan tugas dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sesuai
kebutuhan, menciptakan pelayanan yang aman, efisien dan efektif, menjalankan
tugas dengan kewajiban menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga
kesehatan lainnya.
Dalam pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan kepada keluarga Tn.S
nilai dan etik tersebut sudah kelompok terapkan dari mulai saat pengkajian dimana
kelompok menempatkan kebutuhan klien sebagai pusat kolaborasi antar profesi
untuk memberikan pelayanan kesehatan yaitu kebutuhan klien dan keluarga
tentang informasi dan perawatan penyakit yang sedang diderita Tn.S diabetes
mellitus pasca amputansi trans tibial serta bagaimana cara pencegahan
kekambuhannya. Tn.S dan keluarga membutuhkan informasi mengenai kondisi
kesehatan dari berbagai macam profesi yang terlibat. Pada pertama kali pengkajian

37
tiap-tiap profesi mempunyai fokusnya masing-masing dan ada beberapa point yang
hampir sama dan bersinggungan yaitu saat kebidanan mengkaji tentang Personal
Hygiene dari Tn.S dimana perawat juga mempunyai andil dalam hal tersebut,
begitu pula saat perawat mengkaji keadaan mulut dalam pemeriksaan fisik Head to
Toe Tn.S dan Ny. E dimana keperawatan gigi mempunyai andil dalam hal tersebut
pula. Dan pada saat Tetapi hal tersebut tidak dijadikan pemicu adanya tumpang
tindih dalam pelaksanaannya melainkan dijadikan ladang kolaborasi dimana tiap-
tiap profesi menghormati hal tersebut dan berusaha mengembangkan pengetahuan
dengan format-format pengkajian dari berbagai profesi yang berbeda sehingga
perencanaan akan lebih matang dan mendapatkan hasil yang memuaskan dengan
pelayanan yang aman.
Seiring berjalannya proses kolaborasi dalam penerapan nilai dan etik ini terdapat
beberapa hambatan yaitu pada saat penentuan masalah dan diagnosa dimana
terdapat kesulitan membuat kolaborasinya karena adanya perbedaan pendapat dan
adanya ego masing-masing profesi, sebagai contoh disaat sudah ditemukan
diagnosa keperawatan, keperawatan gigi dan ortotik prostetik pada Tn.S tetapi
kebidanan belum menemukannya, saat itu timbul kebingungan didalam tim. Tetapi
saat didiskusikan dengan pembimbing diperoleh solusi bahwa kebidanan dapat
mengambil diagnosa dari Ny.E tetapi tetap yang berhubungan dengan permasalahan
kesehatan yang dialami oleh Tn.S dan hambatan tersebut pun tidak menjadi
masalah dalam proses kolaborasi ini.

B. Penerapan Peran dan Tanggung Jawab Antar Profesi


Dalam kegiatan IPE ini untuk dapat melakukan kolaborasi antar profesi,
setiap profesi terlebih dahulu harus memahami peran dan tanggung jawabnya
masing-masing dan bagaimana peran dan tanggung jawab profesi lain dalam rangka
memberikan pelayanan kepada klien (individu, keluarga, dan masyarakat). Setiap
profesi harus mengetahui dan menghargai peran dan tanggung jawab profesi lain
yang bekerja sama di dalam tim. Pemahaman peran dan sikap menghargai peran
masing-masing merupakan hal penting dalam kolaborasi antar profesi, karena
banyak terjadi konflik antar profesi diakibatkan karena kurang penghargaan

38
terhadap peran dan tanggung jawab profesi lain yang dapat diakibatkan kurang
pamahaman peran dan tanggung jawan profesi lain di dalam tim.
Pada hari pertama kegiatan IPE kelompok sudah di amanatkan untuk saling
mengomunikasikan peran dan tanggungjawab profesi didalam 1 tim dengan
menceritakan keterampilan apa saja yang dikuasai oleh masing-masing profesi.
Dengan begitu kami akan saling mengenal kemampuan pengetahuan dan
keterampilan profesi lain. Sehingga pada hari kedua ketika kelompok terjun ke
lapangan tiap anggota kelompok sudah mempunyai komitmen yang jelas akan
peran dan tanggung jawabnya dalam kegiatan kolaborasi ini, yaitu perawat
berperan dan bertanggung jawab dalam perawatan penyakit secara umum,
kebidanan berperan dan bertanggung jawab dalam kesehatan ibu dan anak, serta
kesehatan reproduksi, keperawatan gigi berperan dan bertanggung jawab dalam
perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan kesehatan gigi dan mulut dan ortotik
prostetik berperan dan bertanggung jawab.
Saat pertama kali kelompok bertemu dengan keluarga Tn.S tidak lupa kami
menjelaskan peran dan tanggung jawab profesi masing-masing dan bagaimana
antar profesi dapat bekerja sama untuk memberikan layanan kepada keluarga Tn.S
tersebut. Pada kasus Tn.S ini perawat mendapat peran dan tanggung jawab dalam
perawatan diabetes mellitus, untuk keperawatan gigi mendapat peran dan
tanggung jawab dalam perbaikan kondisi gigi dan kebersihan mulut dari klien
karena gigi klien terdapat karang gigi dan gigi berlubang, sedangkan peran dan
tanggung jawab bidan dalam kasus ini ada pengelolaan kesehatan fisik dan mental
Tn.S yang mengalami gangguan perawatan diri. Dan ortotik prostetik Memberikan
pelatihan pada pasien cara merawat puntung kaki yang baik dan benar serta
Mendemonstrasikan terapi cermin dan juga melatih pasien untuk mengurangi
phantom pain.

Hambatan-hambatan yang dialami kelompok kami dalam pelaksanaan peran


dan tanggung jawab ini adalah kurangnya pengalaman kerjasama dengan profesi-
profesi yang terdapat dalam tim, kebanyakan dari profesi ini hanya pernah
berkolaborasi dengan dokter dimana kolaborasi dengan dokter bersifat delegasi
yang hanya menjalankan instruksi yang diberikan. Sedangkan saat ini kelompok

39
saling berkolaborasi dimana semua profesi bersama-sama dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan.

C. Penerapan Komunikasi Efektif Antar Profesi


Komunikasi merupaka kompetensi inti pada semua profesi kesehatan, karena
semua profesi kesehatan memberikan pelayanan kesehatan pada klien yang tentu
saja memerlukan komunikasi yang efektif, akan tetapi kompetensi komunikasi antar
profesi belom menjadi perhatian semua profesi. Komunikasi antar profesi dapat
disebut sebagai kompetensi utama dalam melakukan kolaborasi tim antar profesi,
sehingga semua profesi yang terlibat di dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada klien harus mampu berkomunikasi untuk menyampaikan pesan secara
efektif kepada anggota tim. Banyak situasi konflik terjadi akibat adanya barier atau
hambatan dalam komunikasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tim tidak
berfungsi secara optimal.
Hal yang mendukung penerapan komunikasi efektif antar profesi dalam
kegiatan IPE kali ini adalah adanya kesamaan jenjang pendidikan kesehatan dimana
masing-masing dari tiap jurusan sudah memperoleh pembelajaran teori dan praktek
dalam mata kuliah komunikasi mengenai komunikasi terapeutik yang efektif baik
kepada pasien atau sesama tim kesehatan, dan kesamaan usia yang masih sebaya
membuat anggota tim dapat berkomunikasi dengan baik. Dalam penanganan kasus
Tn.S yang terdiri dari 4 bidang profesi yang berbeda sering kali kami berdiskusi
tentang masalah Tn. S dimana saat diskusi dilangsungkan tiap anggota tim harus
mendengarkan secara aktif dan saling mendorong anggota lain untuk
mengemukakan pendapatnya tentang kondisi klien, dalam diskusi seperti ini
penting untuk kita menghargai pendapat dan penilaian dari profesi lain, dimana
pendapat dan penilaian tersebut juga harus disampaikan dalam bahasa yang baik
dan sopan serta konsisten. Sedangkan untuk komunikasi dengan keluarga Tn. S
mengenai penyakitnya kelompok memilih alat dan penggunaan bahasa yang mudah
dimengerti sebagai contoh pada tanggal 4 Juli 2019 kelompok melakukan
pendidikan kesehatan mengenai diabetes mellitus,personal hygiene dan kesehatan
gigi menggunakan media leaftlet dan lembar balik yang dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan Tn. S dan Ny. E .

40
Adapun hambatan yang kelompok temui selama pelaksanakan kegiatan IPE
dalam penerapan komunikasi efektif antar profesi ini adalah banyaknya istilah-
istilah/ terminologi yang hanya dimengerti oleh suatu profesi saja sehingga sering
menghambat dalam proses komunikasi efektif. Adakalanya hambatan komunikasi
timbul karena penyampaian yang tidak jelas dan tidak konsisten. Kelompok dalam
masalah komunikasi ini diselesaikan dengan validasi atau bertanya kembali kepada
yang bersangkutan.

D. Penerapan Kerja Sama Antar Profesi


Dalam dunia kesehatan, praktik kerjasama sangatlah penting. Permasalahan
pasien yang kompleks tidak dapat ditangani hanya oleh satu profesi medis,
melainkan harus melibatkan berbagai profesi. Praktik kolaborasi bukan hanya
diperlukan demi keselamatan pasien, tetapi juga untuk meningkatkan kepuasan
serta terciptanya mutu pelayanan kesehatan yang baik. Terciptanya praktik
kolaborasi kesehatan ini pun tidak bisa secara tiba-tiba, melainkan harus tumbuh
melalui proses pembelajaran yang disiapkan dengan baik. Oleh sebab itu kami
sangat bersyukur dengan diadakannya kegiatan IPE ini sebab akan meningkatkan
kemampuan kerjasama dan kolaborasi antar profesi khususnya dalam bidang
kesehatan.
Dalam penyelesaian masalah kesehatan keluarga Tn. S kelompok sangat
bersyukur karena mempunyai tim yang dapat bekerjasama dengan baik saling
membantu dalam pelaksanaan praktik ini. Kelompok dalam meyelesaikan masalah
keluarga Tn.S dengan cara mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan
masing-masing profesi, yaitu pada tanggal 4 Juli 2019 kelompok menjalankan
intervensi dengan mengkolaborasikan 4 bidang profesi untuk menyelesaikan
masalah yang sama dan saling berkaitan. Dimana Tn.S mempunyai masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif dan ketidakstabilan kadar glukosa darah yang bisa
menjadi pencetus kekambuhan dari diabetes mellitus yang pernah ia derita 2 tahun
lalu, untuk mencegah kekambuhan tersebut perawat melakukan pendidikan
kesehatan mengenai diabetes melitus dan penanganannya. Setelah itu dari profesi
keperawatan gigi menjelaskan tentang gigi berlubang yang banyak dialami Tn.S
dimana gigi tersebut harus dicabut jika tidak dicabut dapat menyebabkan

41
komplikasi. Dengan keadaan seperti ini Tn.S saat ini tidak dapat beraktivitas secara
mandiri sehingga untuk aktivitas harian Tn.S mendapat bantuan dan dirawat oleh
istrinya yaitu NyE dimana Ny.E saat ini sedang mengurus ayahnya yang sedang
dan sakit dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Ny.S
mengeluhkan sering sakit dan terasa panas di daerah ulu hati dan oleh dokter
dikatakan bahwa Ny.S mengalami sakit magh, kelompok menduga Ny.S terkena
sakit magh sebab stres dan kurang memperhatikan kesehatan dirinya karena sibuk
mengurus Tn.P yang membutuhkan perawatan. Maka dari dari profesi kebidanan
melakukan penyuluhan tentang pengelolaan kesehatan yang baik kepada Ny.S
untuk meningkatkan pengetahuan Ny.S mengenai hidup yang sehat.
Adapun hambatan yang dialami kelompok dalam penerapan kerjasama
kegiatan IPE ini adalah masih kurangnya kedisiplinan dari anggota kelompok
bahkan kelompok ini sendiri dimana beberapaka kali dari anggota kelompok datang
terlambat sehingga mengganggu jalannya proses kerjasama IPE ini sehingga dalam
kerjasamanya mengalamai gangguan. Yang kedua hambatan yang dialami
kelompok adalah kurangnya pengalaman tiap anggota kelompok dalam kerjasama
lintas profesi sederajat seperti kali ini yaitu dalam kasus Tn.S terdapat beberapa
tindakan yang tumpang tindih antar profesi yang pada awalnya menjadi hambatan
dalam proses kerjasama ini tetapi dengan diskusi kelompok masalah ini pun dapat
teratasi dengan pembagian prioritas ruang lingkup masing-masing.

BAB V

42
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap profesi tenaga kesehatan memiliki keunggulan yang tidak bisa
digantikan oleh profesi lain. Namun dalam beberapa area, setiap profesi memiliki
kemiripan dan kedekatan hubungan yang luar biasa yang sering dikenal sebagai
area abu-abu atau gray area. Pada wilayah ini setiap profesi merasa memiliki
kemampuan dan hak untuk menjalankan praktek profesionalnya. Sehingga area
abu menjadi daerah yang ‘diperebutkan’. Paradigma perebutan wilayah seperti ini
harus dirubah menjadi paradigma baru yang lebih konstruktif, yaitu menjadikan
daerah abu-abu menjadi area of common interest. Area yang menjadi perhatian
bersama para profesi karena besarnya magnitude area itu dan resiko dampak yang
juga luar biasa sehingga harus ditangani bersama. Area ini bila tidak ditangani
dapat menimbulkan potensi bahaya penyakit dan bahaya sosial yang sangat besar
bagi masyarakat.

B. Saran
1. Bagi institusi
Kegiatan Interprofessional Education merupakan suatu langkah yang sangat
perlu dan penting bagi mahasiswa. Jadi, menurut kelompok kami kegiatan ini
perlu ditindaklanjuti dan harus berkelanjutan sehingga dapat menghasilkan
dampak yang lebih baik bagi mahasiswa maupun institusi lainnya. Bukan
hanya teori saja, namun dalam bentuk pelatihan yang bertujuan agar
mahasiswa yang akan menjadi tenaga kesehatan lebih mengerti dan memahami
bahwa di dalam dunia kerja kita akan memiliki mitra dengan tenaga kesehatan
lainnya yang sama-sama memiliki nilai dan kode etik yang perlu diketahui,
karena kolaborasi yang baik akan muncul apabila kita sudah memahami dan
mengerti peran masing-masing tenaga kesehatan lain agar tidak terjadi
tumpang tindih atau arogansi profesi.

2. Bagi mahasiswa

43
Diharapkan mahasiswa poltekkes jakarta 1 dapat menigkatkan pengetahuan
dan kemampuan dalam kolaborasi dan Alangkah baiknya jika kegiatan ini lebih
mendapat apresiasi dan dukungan yang besar dari para mahasiswa kesehatan,
mengingat besarnya manfaat yang akan diperoleh oleh mahasiswa jika
mengikuti kegiatan IPE ini dengan baik.

3. Bagi Masyarakat RW 008


Diharapkan warga Rw 08 dapat meningkatkan keikut sertaan dalam kegiatan
ini sebab kegiatan ini juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar untuk
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan agar timbul kepedulian yang
tingga terhadap kesehatan masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

44
Barr, H & Low H. (2011). Principles of Interprofessional Education. Centre for the
Advancement of Interprofessional Education Web site. http://caipe.org.uk/
resources/principles-of-interprofessional-education.

D’Amour D, Oandasan I. 2005. Interprofessionality as the field of interprofessional


practice and interprofessional education: an emerging

concept. Journal of Interprofessional CareBarr, H. (1998). Competent to collaborate:


Towards a competency-based model for interprofessional education. Journal of
interprofessional Care 12:181-187.

Sonatha B. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam


Pemberian Perawatan Pasien Pasca Stroke. [Skripsi]. Fakultas Ilmu
Keperawatan. Depok : UI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis. Keperawatan
Edisi 9 Nanda Nic Noc. Jakarta : EGC

45
LAMPIRAN

46
47

Anda mungkin juga menyukai