Anda di halaman 1dari 11

3.

DASAR TEORI

3.1. Dinding Geser


Dinding geser berfungsi menahan beban lateral yang disebabkan oleh angin
maupun oleh beban akibat gempa. Dinding geser pada umumnya mempunyai
kekuatan yang cukup besar sehingga dapat menahan beban lateral akibat gempa
yang cukup besar. Disamping mempunyai kekuatan yang cukup besar, dinding
geser umumnya sangat kaku dibanding kolom, sehingga dinding geser ini
memberikan kekakuan tambahan terhadap struktur gedung. Kekakuan yang cukup
besar membuat dinding geser diharapkan dapat mengendalikan simpangan yang
terjadi (Prawiradikromo, W. 2012).
Dinding geser biasanya ditempatkan di luar, di dalam ataupun berupa inti
yang memuat ruang lift atau tangga. Perencanaan dinding geser yang baik tidak
terlepas dari pemilihan bentuk dinding, lokasi penempatannya pada denah serta
bentuk ragam keruntuhannya. Berikut ini susunan geometris dan bentuk-bentuk
dasar yang umum pada dinding geser.
Dinding geser biasanya ditempatkan di luar, di dalam ataupun berupa inti
yang memuat ruang lift atau tangga. Perencanaan dinding geser yang baik tidak
terlepas dari pemilihan bentuk dinding, lokasi penempatannya pada denah serta
bentuk ragam keruntuhannya. Berikut ini susunan geometris dan bentuk-bentuk
dasar yang umum pada dinding geser.
Fungsi shear wall / dinding geser ada 2, yaitu kekuatan dan kekakuan, artinya:
1) Kekuatan
a. Dinding geser harus memberikan kekuatan lateral yang diperlukan untuk
melawan kekuatan gempa horizontal.
b. Ketika dinding geser cukup kuat, mereka akan mentransfer gaya horizontal
ini ke elemen berikutnya dalam jalur beban di bawah mereka, seperti dinding geser
lainnya, lantai, pondasi dinding.
2) Kekakuan
a. Dinding geser juga memberikan kekakuan lateral untuk mencegah atap atau
lantai di atas dari sisi - goyangan yang berlebihan.
b. Bangunan yang cukup kaku jarang terjadi kerusakan struktural.

13 Universitas Sriwijaya
14

Berdasarkan letak dan fungsinya, shear wall / dinding geser dapat


diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu :
1. Bearing walls adalah dinding geser yang mendukung sebagian besar beban
gravitasi. Tembok-tembok ini juga menggunakan dinding partisi antara partemen
yang berdekatan.
2. Frame walls adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana
beban gravitasi berasal dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini dibangun
diantara baris kolom bagian dalam.
3. Core walls adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat
dalam gedung, yang biasanya di isi tangga atau poros lift.
Sebagai salah satu sistem yang berfungsi menjaga kestabilan struktur,
penempatan dinding geser harus diperhatikan agar dapat berfungsi dengan baik.
Penempatan sistem penjaga kestabilan ini juga dapat berpengaruh terhadap perilaku
bangunan dalam menerima beban.

3.1.1. Core Wall


Bangunan beton bertulang dengan core wall semakin populer karena
menawarkan keunggulan yaitu hemat biaya, pengerjaan konstruksi lebih cepat, dan
desain arsitektur dan fleksibilitas pada bangunan tingkat tinggi lebih tinggi
dibandingkan dengan menggunakan penahan gaya lateral lainnya (Maffei dan
Yuan, 2007). Core wall adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti
pusat dalam gedung, yang biasanya di isi tangga atau poros lift. Core wall
merupakan komponen utama untuk menahan gaya beban horisontal dan beban
gravitasi gedung.
Core wall biasanya terdiri dari sebuah perakitan dinding geser yang terhubung
sehingga membentuk bagian kotak dengan bukaan yang mungkin sebagian ditutup
oleh balok atau pelat lantai. Momen inersia dari core wall sangat besar sehingga
core wall dapat menahan hampir seluruh beban lateral.

Universitas Sriwijaya
15

Gambar 3.1. Penampang Core Wall (Hosseinzadeh, Shadman,dkk. 2017)

3.1.2. Jenis-Jenis Core Wall


Pada umumnya struktur core wall dapat terbuat dari material seperti baja,
beton bertulang, dan juga komposit. Core wall bisa bersifat massif dan bisa juga
bersifat tidak massif karena terjadinya perlemahan struktur oleh pembuatan lubang
pada salah satu sisi core wall untuk suatu fungsi tertentu seperti pembuatan lubang
pintu lift, tangga, dan lain-lain. Kedua jenis core wall ini memiliki keuntungan dan
kelemahan masing-masing yang penggunaannya harus disesuaikan dengan
kebutuhan. Pemilihan jenis core wall yang nantinya akan berperan sebagai daya
dukung suatu konstruksi harus dapat dikombinasikan dengan balok, kolom, pelat
lantai, dan lain-lain sehingga perencanaan bangunan tinggi akan memiliki tata letak
yang teratur untuk mencapai penggunaan struktur yang paling hemat dan efisien.
Pada umumnya, core wall tertutup sangat jarang ditemukan di dalam dunia
konstruksi. Core wall tertutup bersifat kurang efektif dan efisien karena terdapatnya
suatu space waste (ruangan kosong yang tidak berguna) pada tengah core wall yang
seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pembuatan lift, tangga darurat, dan lain-lain.
Sedangkan core wall terbuka lebih sering dipakai dan sangat berkembang saat
ini karena bersifat lebih efektif dan efisien serta ekonomis untuk bangunan
bertingkat tinggi. Pembuatan lubang pada dinding core wall untuk fungsi tertentu
akan berpengaruh pada distribusi tegangan yang nantinya tegangan dari bagian

Universitas Sriwijaya
16

untuk fungsi tertentu akan berpengaruh pada distribusi tegangan yang nantinya
tegangan dari bagian yang dibuat lubang tersebut akan menyebar ke daerah lain.
Dengan adanya suatu lubang pada dinding core wall tertutup maka hasil dari
kekakuan bidang yang tadinya utuh akan berkurang. Kehilangan kekakuan akibat
adanya pembuatan lubang pada dinding core wall tertutup tidak akan berpengaruh
begitu besar apabila lubang yang dibuat masih dalam jumlah yang kecil. Penurunan
nilai kekuatan pada core wall memberikan nilai yang relatif karena disesuaikan
terhadap jumlah lubang yang terdapat pada dinding core wall itu sendiri dan
biasanya penurunan kekuatan ini masih dalam batas yang diizinkan karena sudah
dianalisis terlebih dahulu.
Sebagai salah satu sistem yang berfungsi menjaga kestabilan struktur,
penempatan core wall harus diperhatikan agar dapat berfungsi dengan baik.
Penempatan sistem penjaga kestabilan ini juga dapat berpengaruh terharap perilaku
bangunan dalam menerima beban, sebagai contoh terhadap simpangan horizontal
bangunan serta torsi yang akan terjadi.

3.2. Tangga
Tangga adalah sarana penghubung dari dua tempat atau lebih yang memiliki
ketinggian berbeda. Sedangkan fungsi utama tangga adalah untuk mendukung
aktivitas manusia yang berlangsung dalam dua tempat yang memiliki ketinggian
berbeda, terutama pada bangunan-bangunan bertingkat.
Tangga sebenarnya tidak hanya diperuntukkan bagi bangunan bertingkat,
akan tetapi terdapat juga pada tempat-tempat yang memiliki beda tinggi. Beda
tinggi suatu tempat bersifat relatif ada yang cukup tinggi, sedang dan ada yang
rendah. Perbedaan tinggi lantai dalam suatu bangunan bertingkat termasuk cukup
tinggi, sehingga perlu desain yang ideal untuk dapat memenuhi kebutuhan aktivitas
manusia.
Sarana lain yang memiliki fungsi yang sama dengan tangga adalah :
a. Eskalator (tangga berjalan) dipakai untuk bangunan pertokoan, mall, dan
sebagainya.

Universitas Sriwijaya
17

b. Elevator (lift) dipakai untuk bangunan perhotelan, perkantoran, ramph


(tangga landai), untuk perbedaan tempat atau lantai yang tidak terlalu tinggi.
c. Dogleg (tangga menggantung) dipakai pada bangunan menara atau mercusuar.

3.2.1. Bahan Tangga


Bahan – bahan tangga dibuat dari bahan-bahan yang yang disesuaikan dengan
gaya bangunan, fungsi bangunan, fungsi tangga dan selera dari penghuni.
a) Kontruksi Tangga Kayu
Konstruksi tangga kayu, untuk bangunan sederhana dan semi permanen.
Pertimbangan : material kayu ringan, mudah didapat serta menambahkan segi
estetika yang tinggi bila diisi dengan variasi profil dan difinishing dengan rapi.
Kelemahan : tidak dapat dilalui oleh beban-beban yang berat, lebarnya terbatas,
memiliki sifat lentur yang tinggi serta konstruksi tangga kayu tidak cocok
ditempatkan di ruang terbuka karena kayu mudah lapuk jika terkena panas dan
cahaya

b) Kontruksi Tangga Baja


Biasanya digunakan pada bangunan yang sebagian besar komponen-
komponen strukturnya terdiri dari material baja. Tangga ini digunakan pada
bangunan semi permanen seperti bangunan peruntukan bengkel, bangunan gudang,
dan lain-lain. Tangga ini kurang cocok untuk bangunan dekat pantai karena
pengaruh garam akan mempercepat proses karat begitupun bila ditempatkan
terbuka akan menambah biaya perawatan.

c) Kontruksi Tangga Beton


Sampai sekarang banyak digunakan pada bangunan bertingkat 2 (dua) atau
lebih dan bersifat permanent seperti peruntukan kantor, rumah tinggal, pertokoan.
Tangga beton memiliki keuntungan mudah dibuat sesuai dengan begesting/cetakan
beton yang direncanakan.

Universitas Sriwijaya
18

d) Kontruksi Tangga Batu/Bata


Konstruksi ini mulai jarang digunakan karena sudah ketinggalan dalam
bentuk, kekuatan, efisiensi pembuatannya, dana sangat terbatas dalam
penempatannya.Dilihat dari penempatannya tangga batu/bata sering digunakan
pada bangunan di luar rumah seperti teras, tangga menuju halaman yang lebih tinggi

e) Kontruksi Tangga Jalan


Tangga jalan adalah tangga yang berjalanatau bergerak secara terus menerus
tampa berhenti. Gerakan tangga disebabkan anak tangga dihubungkan dengan
motor listrik yang bekerja secara otomatis. Tangga jalan banyak dipasang ditempat
yang rama dan penghuni menggunakan tangga secara terus menerus misalnya
perkantoran, bandara dan mall. Ada dua tipe tangga berjalan yaitu satu arah, dimana
orang yang akan melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi harus berjalan, kemudian
mulai lagi seperti semula. Arah silang, dimana orang yang akan melanjutkan
ketingkat yang lebih tinggi cukup berpindah ketempat yang berdekatan.

3.2.2. Persyaratan Teknis Konstruksi Tangga


Adapun persyaratan teknis dalam konstruksi tangga sebagai berikut :
1) Penempatan :
a. Diusahakan sehemat mungkin menggunakan ruangan
b. Mudah ditemukan oleh semua orang
c. Mendapat cahaya matahari pada waktu siang
d. Tidak menggangu lalu lintas orang banyak
2) Kekuatan : Kokoh dan stabil bila dilalui orang dan barang sesuai dengan
perencanaan
3) Bentuk
Sederhana, layak, sehingga mudah dan cepat pengerjaannya serta murah
biayanya. Rapi, indah, serasi dengan keadaan sekitar tangga itu sendiri.

Universitas Sriwijaya
19

3.2.3. Bagian-Bagian Tangga


Dalam hal perencanaan tangga, perlu diketahui terlebih dahulu bagian-bagian
dalam konstruksi tangga.

Gambar 3.2. Bagian-Bagian Tangga ( Rahmadini, 2014 )

Adapun bagian – bagian tangga adalah :


a. Boom atau ibu tangga merupakan konstruksi utama yang menahan beban
tangga, membentang dari bawah ke atas. Apabila boom tangga menempel pada
dinding/tembok maka disebut boom tembok, bila tidak menempel disebut boom
bebas. Tebal papan minimal untuk boom 4 cm. Sehingga boom tidak akan
mengalami kelemahan akibat takikan lubang anak tangga. Lebar boom berjarak 4-
5 cm dari garis kenaikan/miring tangga.
b. Tiang sandaran tangga untuk menumpu boom tangga dengan menggunakan
sambungan pen dan lubang miring. Tiang sandaran terdapat pada bagian tangga atas
dan bagian tangga bawah. Ukuran tiang sandaran dengan menggunakan balok 8/8
cm atau 10/10 cm.
c. Anak tangga ada dua macam anak tangga yaitu anak tangga datar dan anak
tangga/papan sentuh. Kedua anak tangga ini menempel pada boom tangga dengan
menggunakan sambungan takikan. Tebal minimal papan untuk anak tangga datar
adalah 3-4 cm, sehingga tidak akan melentur pada waktu diinjak. Semakin lebar
ukuran tangga selalu diimbangi dengan ketebalan anak tangga.

Universitas Sriwijaya
20

d. Pegangan/sandaran tangga yang berfungsi sebagai konstruksi pengaman, dan


sebagai tempat berpegang pada waktu menaiki atau menuruni tangga. Pada bagian
boom bebas pegangan tangga ini pada kedua ujungnya berhubungan dengan tiang
sandaran tangga atas dan tiang sandaran tangga bawah. Pada bagian boom tembok
pegangan ini menempel pada dinding dengan menggunakan penggantung baut viser
dan klos.
e. Baluster atau balustrade merupakan konstruksi pengaman dan berfungsi
sebagai pendukung pegangan tangga agar tidak melentur pada waktu dipakai
sebagai pegangan. Jarak baluster satu dengan yang lain maksimum 30 cm. Bentuk
penampang baluster dapat bervariasi bisa bulat, persegi, empat persegi panjang dan
sebagainya.
f. Stepnoursing/hidung tangga/juluran untuk memperluas bidang injakan (anak
tangga datar) dan melindungi papan sentuh. Supaya tidak mudah aus dapat diberi
pelindung dari karet pada ujungnya.
g. Papan sentuh sebagai anak tangga tegak, berfungsi utama sebagai pengaku
anak tangga datar dan penyalur beban tangga
h. Bordes tangga bila tangga dibuat lebih dari satu tanjakan, maka harus diberi
bordes, sebagai tempat pemberhentian/persimpangan.
i. Pondasi tangga menahan konstruksi tangga bawah.

3.2.4. Macam-Macam Bentuk Tangga


Bentuk tangga ditentukan oleh besarnya ruang tangga dan perbedaan tinggi
lantai (floor to floor). Untuk ruang yang cukup luas desain tangga dapat lebih
leluasa. Untuk ruang yang terbatas sulit untuk membuat tangga yang ideal. Pada
ruang yang luas tangga tidak hanya berfungsi sebagai sarana sirkulasi dari lantai
yang satu ke lantai berikutnya, tapi dapat berfungsi sebagai tempat bersantai duduk
menikmati lingkungan. Atau dapat juga merupakan titik pandang dari suatu ruang,
bila memiliki desain yang cukup indah. Tangga yang paling menghemat ruang
adalah tangga putar. Dari kondisi ruang yang ada terdapat beberapa macam tangga
yaitu :
a. Tangga tusuk lurus
b. Tangga tusuk serong

Universitas Sriwijaya
21

c. Tangga serong tunggal bagian bawah


d. Tangga serong tunggal bagian atas
e. Tangga serong ganda
f. Tangga bordes 90
g. Tangga bordes dnegan dua bordes antara.
h. Tangga bordes 180
i. Tangga tusuk dengan perempatan bawah
j. Tangga tusuk dengan perempatan atas
k. Tangga tusuk dengan perempatan antara
l. Tangga seperempat tusuk seperempat putaran
m. Tangga poros dengan seperempat putaran 90
n. Tangga poros dengan setengah putaran 180
o. Tangga poros dengan tiga perempat putaran 270
p. Tangga bordes dengan lengan-lengan sejajar belokan dan lubang antara
q. Tangga poros dengan putaran penuh 360
r. Tangga Inggris

3.2.5. Perencanaan Tangga


Dalam hal perencanaan tangga, perlu diketahui bahwa anak tangga terbagi
menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Antrede, yaitu bagian dari anak tangga pada bidang horizontal yang merupakan
bidang tempat pijakan kaki.
2. Optrede, yaitu bagian dari anak tangga pada bidang vertikal yang merupakan
selisih tinggi antara 2 buah anak tangga yang berurutan.
Ketentuan-ketentuan konstruksi optrede dan antrede, antara lain :
a. Untuk bangunan rumah tinggal
- Antrede = 25 cm (minimum)
- Optrede = 20 cm (maksimum)
b. Untuk perkantoran dan lain-lain
- Antrede = 25 cm
- Optrede = 17 cm

Universitas Sriwijaya
22

c. Syarat 1 (satu) anak tangga


Satu anak tangga = 2 optrede + 1 antrede
d. Lebar tangga
- Tempat umum ≥ 120 cm
- Tempat tinggal = 180 cm s/d 100 cm
e. Sudut kemiringan tidak lebih dari 45
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan tangga :
1. Perencanaan tangga, antara lain :
a. Penentuan ukuran antrede dan optrede
b. Penentuan jumlah antrede dan optrede
c. Menghitung panjang tangga dengan rumus sebagai berikut.
Panjang tangga = jumlah optrede x lebar antrede …...............................(3.1)
d. Menghitung sudut kemiringan tangga
Sudut kemiringan tangga = tg (tinggi tangga/panjang tangga)…............(3.2)
e. Penentuan tebal pelat
Perhitungan tebal pelat untuk tangga sama seperti perhitungan tebal pelat
satu arah.
2. Penentuan pembebanan pada anak tangga
a. Beban mati (WD)
- Berat sendiri bordes
- Berat pelat (berat anak tangga)
Berat satu anak tangga (Q) dalam per m’
Q = antrede x optrede x 1 m x beton x jumlah anak tangga dalam 1 m...(3.3)
- Berat spesi dan ubin
b. Beban hidup (WL)
3. Perhitungan tangga menggunakan metode Cross untuk mencari gaya-gaya yang
bekerja
4. Perhitungan tulangan tangga :
a. Penentuan momen yang bekerja
b. Penentuan tulangan yang diperlukan
- Menentukan tinggi efektif ( deff )
d = h – p – ½ Ø tulangan pokok …......................................................(3.4)

Universitas Sriwijaya
23

- Menentukan rasio penulangan ( ρ ) dari tabel.


- Hitung As yang diperlukan.
As = ρbd ….............................................................................................(3.5)
As = Luas tulangan ( mm2)
ρ = rasio penulangan
d = tinggi efektif pelat ( mm )
Untuk tulangan suhu dan susut dihitung berdasarkan peraturan SNI 2002
Pasal 9.12, yaitu :
Asmin harus paling sedikit memiliki rasio luas tulangan terhadap luas bruto
penampang beton sebagai berikut, tetapi tidak kurang dari 0,0014:
(a) Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir mutu 300 adalah 0,0020
(b) Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir atau jaring kawat las (polos
atau ulir) mutu 400 adalah 0,0018
(c) Pelat yang menggunakan tulangan dengan tegangan leleh melebihi 400MPa
yang diukur pada regangan leleh sebesar 0,35% adalah 0,0018 x 400/fY
Asmin harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari tiga kali tebal pelat, atau
450 mm
c. Kontrol tulangan
ρ min < ρ perlu < ρ maks , digunakan ρ perlu
d. Penentuan jarak (spasi) tulangan
A∅
S = As perlu ............................................................................................. (3.6)

e. Perencanaan tulangan geser dan tulangan torsi untuk balok bordes

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai