MESIN BUBUT
1.1 Pengertian
Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian
mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan Mesin Bubut.
Bentuk dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan luar
benda silindris atau bubut rata :
1. Dengan benda kerja yang berputar
2. Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point cutting
tool)
3. Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak
tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja ( lihat
Gambar 1.1 no. 1 ).
Gambar 1.1. Proses bubut rata, bubut permukaan, dan bubut tirus
1
2
Pada Gambar 1.2 dapat dilihat bentuk-bentuk benda kerja yang dibuat oleh
mesin bubut tersebut. Meskipun ada juga kemampuan-kemampuan lain yang
dapat dikerjakan oleh mesin tersebut.
Gambar 1.3 Panjang permukaan benda kerja yang dilalui pahat setiap putaran
Gerak makan, f (feed) , adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap
benda kerja berputar satu kali, sehingga satuan f adalah mm/putaran. Gerak
makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material
pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak
makan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a.
Gerak makan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 a, atau sesuai dengan
kehaluasan permukaan yang dikehendaki.
Kedalaman potong (depth of cut), adalah tebal bagian benda kerja yang
dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong terhadap
permukaan yang belum terpotong ( lihat Gambar 1.4 ). Ketika pahat memotong
sedalam a , maka diameter benda kerja akan berkurung 2a, karena bagian
permukaan benda kerja yang dipotong ada di dua sisi, akibat dari benda kerja
yang berputar.
Beberapa proses pemesinan selain proses bubut pada Gambar 1.1 dapat
dilakukan juga di mesin bubut proses pemesinan yang lain, yaitu bubut dalam
(internal turning), proses pembuatan lubang dengan mata bor (drilling), proses
memperbesar lubang (boring), pembuatan ulir (thread cutting), dan pembuatan
alur (grooving/ parting-off). Proses tersebut dilakukan di mesin bubut dengan
bantuan peralatan bantu agar proses pemesinan bisa dilakukan.
5
Gambar 1.5. Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut : (a)
pembubutan champer (chamfering), (b) pembubutan alur (parting-off), (c)
pembubutan ulir (threading), (d) pembubutan lubang (boring ), (e) pembuatan
lubang (drilling), (f) pembuatan kartel (knurling)
D−d
Tg α =
2p
Dimana :
D = diameter besar
d = diameter kecil
p = panjang tirus
Setelah diketahui Tg α, maka besarnya sudut x dilihat pada daftar berikut ini:
Tabel 1.1 Pembuatan sudut tirus
X Tg X Tg X Tg X Tg X Tg X Tg X Tg X Tg X Tg
1 20 11 194 21 383 31 600 41 869 51 1234 61 1804 71 2904 81 6313
2 38 12 212 22 404 32 624 42 900 52 1279 62 1880 72 3077 82 7115
3 52i 13 230 23 424 33 649 43 932 53 1327 63 1962 73 3270 83 8114
4 70 14 249 24 445 34 674 44 965 54 1378 64 2050 74 3487 84 9814
5 87 15 267 25 466 35 700 45 1000 55 1428 65 2144 75 4010 85 1143
6 105 16 286 26 487 36 726 46 1035 56 1482 66 2246 76 4331 86 1430
7 122 17 305 27 509 37 753 47 1072 57 1540 67 2355 77 4704 87 J 908
8 140 18 324 28 531 38 781 48 1110 58 1600 68 2475 78 5144 88 2863
9 158 19 344 29 554 39 809 49 7750 59 1664 69 2605 79 5144 89 5729
10 178 20 364 30 577 40 839 50 1191 60 1732 70 2747 80 5671 90
Keterangan :
Angka Tg didalam table untuk :
X no 1 - 84 dalam per 1000 (/1000)
X no 85 - 89 dalam per 100 (/100)
Menggeser kepala lepas bagian atas secara melintang, hanya untuk tirus luar
dengan sudut kecil dapat dilakukan dengan otomatis, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
P. D − d
X=
2p
Dimana:
P = panjang seluruh kerjaan
p = panjang tirus
D = diameter besar
d = diameter kecil
X = penggeseran dari kepala lepas
9
13. Majukan eretan lintang 3 garis pada cincin pembagi, maka pahat maju
untuk penyayatan.
14. Putar cincin pembagi sehingga angka 0 lagi dan eretan lintang tidak boleh
bergerak.
15. Jalankan mesin.
16. Masukkan tua penghubung transporter pada waktu salah satu angka pada
penunjuk ulir bertepatan dengan angka 0.
17. Bila pahat sudah masuk pada pembebas, putarlah kembali eretan lintang
sehingga pahat bebas dari benda kerja.
18. Kembalikan eretan.
19. Hentikan mesin.
11
20. Periksalah jarak ulir dengan mal ulir yang sesuai dengan jumlah gangnya.
21. Kembalikan ujung pahat pada kedudukan semula dengan memutar eretan
lintang sehingga angka 0 segaris dengan angka 0 pada cincin pembagi.
22. Majukan pahat ulir untuk penambahan penyayatan sebanyak 3 garis
dengan memutar eretan atas.
23. Kembalikan cincin pembagi pada angka 0 segaris dengan angka 0.
24. Jalankan mesin.
25. Hubungkan tuas penghubung bila ujung pahat sampai pada saat angka
semula berhadap dengan angka 0.
26. Lepaskan tuas penghubung bila ujung pahat sampai pada alur pembebas
sambil eretan lintang kebelakang.
27. Kembalikan eretan lintang pada kedudukan semula dengan tangan.
28. Lakukan berulang-ulang seperti yang diterangkan dalam no. 21 s/d 27
sampai selesai.
Catatan :
Dengan memajukan pahat ulir oleh eretan lintang, maka mengurangi
gesekan pahat. Untuk penghalusan pembuatan ulir, eretan lintang kita gerakan
cukup dengan menambah 1 garis dari cincin pembagi dari kedudukan semula dan
eretan atas tidak dirubah kedudukannya, sehingga penyayatan seluruh bidang dari
ulir mendapat gesekan yang kecil. Lakukan hal ini 2 sampai 3 kali dengan
menambah penyayatan sehingga hasil dari ulir akan bagus. Setiap memulai
pembubutan harus menggunakan lonceng (thread dial) yaitu pada saat akan
memulai pembubutan, jarum dengan angka yang telah ditentukan harus tepat
bertemu, langsung handle otomatis dijalankan, bila sampai ulir, handle dilepas.
𝜋. 𝑑. 𝑛
𝑣=
1000
Dimana :
𝑣 = Kecepatan potong, dapat dilihat dalam table (ft/min)
d = Diameter bahan benda kerja (mm)
n = Putaran poros utama benda kerja (rpm)
𝑑ₒ − 𝑑ₓ
𝛼=
2
Dimana :
α = Kedalaman potong (mm)
𝑑ₒ = Diameter mula (mm)
𝑑ₓ = Diameter akhir (mm)
14
1000 x Cs
n=
II. D
Dimana :
n = Putaran mesin (rpm)
Cs = Kecepatan potong (m/menit)
D = Diameter benda kerja dalam meter
tc = lt / υf
Dimana :
tc = Waktu Pemotongan (min)
lt = Panjang pemesinan (mm)
υf = Kecepatan makan (mm/min)
Tabel 1.2. Penyayatan kecepatan potong Cs dalam feet/menit untuk cutter H.S.S
Bahan yang Untuk pekerjaan Untuk memotong Bahan pendingin
digunakan Bor Bubut Skrap Frais Kasar Halus Ulir yang digunakan
1. Straight Chips
2. Snarling Chips
6. Tight Chips
Pemanasan yang paling tinggi terjadi pada ujung pahat, kemudian diikuti
dengan geram dan benda kerja.
𝑡𝑐
λ=
𝑡𝑜
Dimana :
tc = chip thickness (Ketebalan geram); mm
to = tebal geram mula – mula; mm
φ = Shear angle
α = Rake angle
Keterangan :
a = Regangan Iintern c = Keuletan
b = Kekuatan d = Ukuran Butir
yaitu dari hasil geram yang discontinous maka dihasilkan luas permukaan geram
yang lebih kecil sehingga penetrasi dengan pahat lebih sedikit yang
mengakibatkan umur pahat lebih lama. Mampu mesin (machinability) dari benda
kerja dapat diketahui dari umur pahat dan gaya pemotongan. Makin tinggi umur
pahat maka mampu mesinnya akan semakin baik. Sedang untuk gaya pemesinan,
makin rendah gaya yang dibutuhkan maka mampu mesinnya justru akan semakin
baik. Namun kondisi pahat menjadi hal yang lebih dipertimbangkan, karena kalau
pahat mengalami keausan justru akan menyebabkan timbulnya beberapa kerugian
antara lain:
- Gaya pemotongan akan naik
- Kualitas permukaan benda kerja menurun/tidak halus
- Perubahan dimensi produk
Geram discontinous terdiri dari beberapa tipe berdasarkan ukuran
radiusnya. Makin besar radius kurva dari geram, maka makin besar pula gaya
yang dibutuhkan dalam proses pemesinan. Dari keempat benda kerja yang
dipakai, dengan melihat bentuk geram yang dihasilkan terlihat Stainless Steel
menghasilkan geram yang discontinous dengan radius kurva yang lebih kecil.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Stainless Steel memiliki mampu mesin
(machinability) yang lebih baik dibanding dengan benda kerja yang lain jika
dilihat dari bentuk geramnya.