Metrologi Industri
Dosen pembimbing :
Prof. Dr. Sudji Munadi , M.Pd.
HALAMAN JUDUL
Oleh :
1. Kompetensi
Setelah melaksanakan praktik praktikan/mahasiswa diharapkan:
Terampil dalam mengukur dimensi radius dan sudut poros tirus dan lubang
tirus.
2. Dasar Teori
Elemen mesin yang dipergunakan pada suatu mesin perkakas, alat bantu
mesin perkakas, atau alat potong biasanya mempunyai ketirusan tertentu
baik tirus dalam maupun luar. Untuk pengukuran sudutnya tidak
mempunyai alat khusus, maka diperlukan alat ukur bantu yang berupa
bola/rol baja (Steel Roller and Steel Ball). Dengan bantuan alat bantu
tersebut kita akan dapat mengetahui ukurannya, yang biasanya alat ini
tersedia di lab metrologi. Dengan bantuan rumus matematika (geometri
dan trigonometri) kita dapat menyusun suatu rumus untuk mencari
diameter atau dimensi suatu benda tirus. Benda tirus tersebut misalnya
senter mati (dead center), senter jalan (live center), atau poros arbor (poros
pemegang pahat frais).
3. Prosedur Praktikum
A. Alat dan Perlengkapannya
Satu set bola/rol baja, satu set blok ukur, jangka sorong,
mikrometer kedalaman/luar, high gauge (mistar ingsut ketinggian),
V-Block, benda ukur (dead center) dan alat-alat pembersih.
B. Keselamatan Kerja
Hati-hati dalam menyetel posisi blok ukur, rol ataupun bola baja
agar kesalahan pengukuran sekecil mungkin.
C. Langkah Kerja
Pengukuran Tirus Luar
D max =
h1 = 10 mm H1 = 20 M1 = 40
1 α = 2,98°
h2 = 50 mm H2 = 60 M2 = 42,5
h1 = 15 mm H1 = 25 M1 = 40,7
1 α = 2,98°
h2 = 55 mm H2 = 65 M2 = 42,8
h1 = 20 mm H1 = 30 M1 = 41
1 α = 2,98°
h2 = 60 mm H2 = 70 M2 = 43
1 h1 = 25 mm H1 = 35 M1 = 41,2
α = 2,98°
h2 = 65 mm H2 = 75 M2 = 43,3
b. Tabel Pengukuran Tirus Dalam
No D.Rolers (mm) h(mm) Α Keterangan (mm)
D1 = 22 h1 = 35,02 Dmax = 24.509
1. D2 = 23 h2 = 14,91 2,86°
Dmin = 20,759
Suhu Ruang : 29 ° C
Kelembaban : 77 %
5. Pembahasan
Pada saat melakukan praktek waktu mencari nilai H, h, dan M
agak sulit, dikarenakan bola baja yang terus bergerak, sehingga sering
terjadi kesalahan data saat proses pengukuran yang melibatkan mikrometer
dan bola baja, sehingga sensor mikrometer sulit untuk menyentuh titik
tertinggi dari bola baja.
6. Kesimpulan
Dari hasil menganalisa pengukuran diatas dapat kami simpulkan
pada praktek mengukur tirus dalam maupun tirus dalam apabila sudut atau
nilai α yang didapat akan mempengaruhi nilai diameter maksimal maupun
minimal pada pengukuran tersebut. Dan pada saat praktikum sangat
mungkin terjadi kesalahan, misalnya kesalahan menggunakan alat ukur,
ketidak presisian alat ukur, serta faktor lingkungan (suhu dan kelembaban)
yang mengakibatkan data yang dihasilkan kurang tepat dan akurat.
7. Lampiran
Perhitungan Tirus Luar
a) Tabel Pengukuran Tirus Luar
No Tinggi Gage Block Tinggi H Jarak M Hasil Perhitungan
(h) (mm) (mm)
h1 = 10 H1 = 20 M1 = 40,4
1 α = 2,98°
h2 = 50 H2 = 60 M2 = 42,5
𝑀2 − 𝑀1
𝑇𝑔 1⁄2 𝛼 =
2(ℎ2 − ℎ1)
42,5 − 40,4
𝑇𝑔 1⁄2 𝛼 =
2(50 − 10)
2,1
𝑇𝑔 1⁄2 𝛼 =
2(40)
2,1
𝑇𝑔 1⁄2 𝛼 =
80
𝑇𝑔 1⁄2 𝛼 = 𝑎𝑟𝑐 tan 0,026
1⁄ 𝛼 = 1,49°
2
𝛼 = 2,98°
𝐷2 − 𝐷1
𝑠𝑖𝑛 1⁄2 𝛼 =
2(ℎ1 − ℎ2) − (𝐷2 − 𝐷1)
23 − 22
𝑠𝑖𝑛 1⁄2 𝛼 =
2(35,02 − 14,91) − (23 − 22)
1
𝑠𝑖𝑛 1⁄2 𝛼 =
49,4
𝑠𝑖𝑛 1⁄2 𝛼 = 0,025
1⁄ 𝛼 = 𝑎𝑟𝑐 sin 0,025
2
1⁄ 𝛼 = 1,432
2
𝛼 = 2,86°
1 1 1
2 [2 𝐷1 − {𝐻 − {ℎ1 + 2 𝐷1} tan 2 𝛼]
𝐷𝑚𝑖𝑛 =
1
cos 2 𝛼
1 1 1
2 [2 22 − {75 − {35,02 + 2 22} tan 2 2,86]
𝐷𝑚𝑖𝑛 =
1
cos 2 2,86
2[11 − {75 − {35,02 + 11}0,025]
𝐷𝑚𝑖𝑛 =
0,99
2[11 − 0,724]
𝐷𝑚𝑖𝑛 =
0,99
𝐷𝑚𝑖𝑛 = 20,759 𝑚𝑚
1
𝐷𝑚𝑎𝑥 = Dmin + 2H tan 𝛼
2
𝐷𝑚𝑎𝑥 = 20,759 + 2.75.0,025
𝐷𝑚𝑎𝑥 = 20,759 + 3,75
𝐷𝑚𝑎𝑥 = 24,509 mm
8. Lampiran
Pengukuran ulir dengan Floating Carriage Bench
Micrometer (FCBM)
1. Judul Praktikum
Pengukuran ulir dengan Floating Carriage Bench Micrometer (FCBM)
2. Tujuan Praktikum
Mampu melakukan analisis dan pengukuran dengan menggunakan
Floating Carriage Bench Micrometer (FCBM)
3. Peralatan dan Bahan yang digunakan
a. Floating Carriage Bench Micrometer (FCBM)
b. Mal ulir
c. Poros diameter standar
d. Kawat ukur
e. Prisma ukur
f. Benda yang akan diukur
4. Konsep Teori
a. Rumus mencari diameter luar
Dimana :
F = Diameter luar
Dst = Ukuran Diameter standar dengan Mikrometer Outside
Rst = Pembacaan FCBM pada standar
Rbk = Pembacaan FCBM pada standar benda kerja
Dimana :
Dimana :
Rst = Pembacaan mikrometer pada standar dan prisma
Rbk = Pembacaan mikrometer pada benda kerja dan prisma
Dst = Ukuran Diameter standar dengan Mikrometer Outside
C = Diameter inti
5. Prosedur Pelaksanaan Praktikum
a. Mencari Diameter Luar
1) Ukurlah diameter standar dengan menggunakan mikrometer
outside
2) Pasang poros standar pada Floating Carriage Bench Micrometer
(FCBM)
3) Ukur diameter poros standar dengan menggunakan Floating
Carriage Bench Micrometer (FCBM) lalu lepas
4) Pasang benda pada Floating Carriage Bench Micrometer (FCBM)
5) Mengukur diameter luar benda dengan menggunakan Floating
Carriage Bench Micrometer (FCBM)
6) Hitung dengan menggunakan rumus lalu catat hasilnya
Jawab :
P = 0,96049 x p – 1,16568 x d
= 0,96049 x 1,25 – 1,16568 x 0,7
= 1,2006125 – 0,815976
P = 0,3846365
= 18,295
c. Diameter Luar
Diketahui : Rbk = 16,139 mm
Rst = 18,172 mm
Dst = 15,2 mm
Ditanya :F =?
Jawab :
F = Dst ± ( Rst– Rbk )
= 15,2 ± (18,172 – 14,484)
= 15,2 ± 3,699
= 15 ± 3,2236
= 18, 888 mm
Suhu ruang : 25° C
Kelembaman : 77 %
7. Pembahasan
Alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur diameter minor
(inti) ulir antara lain adalah mikrometer ulir yang ujung ukurnya berbentuk
runcing dan Bench Micrometer. Bila pengukurannya dengan mikrometer
kedua maka ukurannya memang khusus untuk pengukuran diameter inti
ulir maka pembacaan hasil pengukurannya dapat langsung dibaca pada
skala ukur mikrometer tersebut.
De = diameter efektif
H = X – 2d X = ukuran/jarak bagian luar kawat
d = diameter kawat
De = X – 2d + 2 FG
8. Kesimpulan
1. Metode ini bertujuan untuk mengukur bagian ulir secara tepat dan
akurat.
2. Penyimpangan yang terjadi dalam menggunakan metode Floating
Carriage Bench Micrometer (FCBM) sangat minim.
3. Dengan pengukuran ulir menggunakan Floating Carriage Bench
Micrometer (FCBM) kita dapat mengalisis bagian-bagian dari ulir
tersebut.
4. Dengam metode ini kita dapat mengukur bagian-bagian penting dari
ulir seperti diameter mayor (luar), diameter minor (inti), diameter
efektif (tusuk/pit), sudut ulir dan jarak puncak ulir.
9. Lampiran
Pengukuran Sudut dengan Batang Sinus
1. Judul Praktikum
Pengukuran Sudut dengan Batang Sinus
2. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu menyetel posisi batang ukur untuk mengecek
benda kerja
2. Mahasiswa mampu mengecek sudut benda ukur dengan batang sinus
3. Mahasiswa mampu menyusun blok ukur untuk ukuran tertentu
3. Peralatan dan Bahan yang digunakan
1. Batang sinus (sine bar)
2. Dial Indicator.
3. Blok ukur (gauge block)
4. Benda kerja
5. Meja rata
6. Alat – alat pembersih
4. Konsep Teori
Batang sinus berupa suatu batang dengan dua buah rol yang
diletakkan pada kedua ujung sisi bawah. Kedua rol mempunyai diameter
dan keselindrisan dengan toleransi yang cukup sempit (0,003 mm) dan
dipasangkan pada batang dengan jarak antar senter tertentu (100, 200, 250,
300).
Secara teoritis penggunakan batang sinus sangatlah mudah. Prinsip
dasarnya adalah dengan meletakkan batang sinus dan menempelkan pada
sisi penahannya. Sebelumnya benda ukur diukur terlebih dahulu dengan
busur, lalu akan didapatkan tinggi h pendekatan dengan rumus :
h : sin α . L
Selanjutnya, h yang didapat digunakan untuk mengganjal batang sinus
dengan menggunakan blok ukur. Lalu dilakukan pemeriksaan kesejajaran
permukaan benda dengan meja rata, untuk mengetahuinya dengan menggunakan
jam ukur. Dan, apabila jam berubah, maka akan timbul penyimpangan dari jam
ukur sebesar x ( positif/negatif ). Jika sudah didapat harga penyimpangannya Y
(positif / negatif), maka tinggi h sebenarnya dapat diukur dengan menambah atau
mengurangi h pendekatan, dari h sebenarnya akan didapat sudut α sebenarnya.
𝐿
Y=X. 𝐼
Dimana :
Y : penyimpangan ( + , - _
X : harga yang ditunjukkan oleh jam ukur
L : panjang antara senter rol
L : jarak pergeseran jam ukur.
h sebenarnya = h pendekatan +-Y
apabila pada h sebenarnya jarum jam ukur dijalankan sepanjang l
tidak bergerak maka perhitungannay sudah tepat. Lalu didapat sudut
dengan jalan mensubstitusikan dengan rumus diatas.
6. Data Praktikum
Proyektor Bevel Protector Angle Gauge
Sudut ketelitian 1’ ketelitian 5” ketelitian 20”
1 2 1 2 1 2
α 29° 29° 60° 45’ 60° 40’ 29° 20’ 29° 20’
ß 67° 68° 63° 10’ 63° 45’ 28° 50’ 28° 55’
Perhitungan
Perhitungan dari Angle Gauge
Untuk α
1. 30° - 40’ + 1’ = 29° 21’
2. 30° - 40’ = 29° 20’
Untuk ß
1. 30° - 3° + 40’ + 30” – 20” = 27° 40’ 10”
2. 30° - 3° + 40’ + 30” – 20” = 27° 40’ 10”
7. Pembahasan
Dari praktikum pengukuran sudut dengan batang sinus, kelompok
kami tidak melakukan praktikum tersebut hanya saja melakukan
pengukuran sudut dengan angle gauge, protactor, dan bevel protaktor.
Dari hasil yang kami peroleh didapatkan hasil pengukuran yang
berbeda – beda dengan menggunakan ketiga alat tersebut, dari angle gauge
kita dapat mengetahui ukuran sudut hingga ketelitian 20”, sedangkan jika
beve protaktor hanya sampai 5’ dan protaktor hanya sampai derajat saja.
Dalam praktek tersebut kelompok kami menggunakan protaktor
ketelitian 1’dengan merk shinwa, bevel protaktor ketelitian 5’ merk
mitutoyo dan angle gauge dari jerman dengan ketelitian 20”
8. Kesimpulan
Kesimppulan dari praktikum ini yaitu, jika kita mau mengukur
sudut dengan ketelitian yang lebih presisi menggunakan angle gauge yang
memiliki kepresisian sampai 20” sehingga hasil yang diperoleh dari hasil
pengukuran sudut ini juga lebih detail hingga ke detik juga. Selain itu
dalam praktikum ini, sebaiknya lebih teliti dalam mengatur kesejajaran
benda kerja dengan angle gauge karena jika tergesa – gesa kadang tidak
bisa rata dan mencari sudut perhitungannya salah.
9. Lampiran