Anda di halaman 1dari 20

A.

KLASIFIKASI KUNYIT
Kunyit merupakan tumbuhan daerah subtropis sampai tropis dan tumbuh
subur di dataran rendah antara 90 meter sampai dengan 2000 meter di atas
permukaan laut. Tinggi tanaman kunyit sekitar 70 cm. Batang tanaman ini semu
dan basah. Pelepah daunnya membentuk batang dengan helaian daun berbentuk
bulat telur. Rimpangnya memiliki banyak cabang dengan kulit luarnya berwarna
jingga kecoklatan. Buah daging rimpang kunyit berwarna merah jingga kekuning-
kuningan. Klasifikasi kunyit menurut Linnaeus adalah:
Kingdom : Plantae
Phylum : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma longa Linn.
Bagian yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpang, untuk
antikoagulan, antiedemik, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing,
obat sakit perut, memperbanyak ASI, stimulan, mengobati keseleo, memar dan
rematik. Kandungan utama dalam rimpang kunyit adalah kurkuminoid yang
terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan bis-demetoksikurkumin.
Kandungan lainnya antara lain air, protein, lemak, mineral, serat kasar,
karbohidrat, pati, karoten, tanin, dan minyak atsiri (Thomas, 1989).
Genus Curcuma yang termasuk famili Zingiberaceae, seperti kunyit
digunakan dalam pengobatan tradisional. Metabolit sekunder yang sering diisolasi
dari genus Curcuma adalah kurkuminoid. Kurkuminoid merupakan polifenol yang
berwarna kuning sedikit larut dalam air dan pelarut asam dan larut dalam pelarut
dimetil sulfoksida (DMSO), aseton, dan etanol. Kurkuminoid memiliki banyak
aktivitas, seperti menurunkan gula darah, antioksidan, anti-inflamasi, dan
antikarsinogenik. Kurkuminoid positif dapat menghambat proliferasi MCF-7 pada
tumor payudara. Saat ini, pemanfaatan kurkuminoid mulai dikembangkan menjadi
produk farmaseutikal dan nutraseutikal. Proses yang harus dilakukan sebelum

1
menjadi produk adalah isolasi senyawa kurkuminoid. Isolasi merupakan proses
pemisahan komponen-komponen kimia yang terdapat dalam tanaman. Tahapan
dalam isolasi adalah ekstraksi, yaitu penarikan senyawa-senyawa kimia yang
terlarut menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian dilanjutkan ke fraksinasi,
yaitu tahap pemisahan senyawasenyawa kimia. Fraksi dilanjutkan ke isolasi, yaitu
pemisahan senyawa yang diinginkan dengan senyawa senyawa lain yang dapat
mengganggu identifikasi kualitatif dan kuantitatif, isolat yang diperoleh
selanjutnya mengalami tahap identifikasi (Pricilia, 2017).
Zingiberaceae atau yang dikenal dengan empon-emponan merupakan salah
satu famili dari ordo Zingoberales, yang banyak digunakan sebagai bumbu masak
maupun sebagai obat tradisional, khususnya bagi masyarakat lokal Indonesia.
Zingiberaceae memiliki sekitar 50 genus (Saensouk, 2015), dan salah satu
genusnya adalah Curcuma. Genus Curcuma tercatat sedikitnya 60 spesies di dunia
(Larsen 2006), yang diciri dengan adanya curcumin pada bagian rhizomanya.
Walaupun setiap spesies pada genus Curcuma memiliki curcumin, namun
kandungan senyawa metabolit sekunder lainnya bervariasi antar spesies.
Zingiberaceae dilaporkan memiliki senyawa utama yang disebut dengan
zingiberene, dari kelompok senyawa seskuiterpenoid (Duke 2003).
B. KESERAGAMAN SENYAWA
Kunyit atau kunir (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.),
adalah salah satu tanaman biofarmaka anggota family Zingiberaceae yang berasal
dari Asia Tenggara yang tersebar ke Malaysia, Indonesia, Australia dan Afrika. C.
longa merupakan tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai anti mikroba,
anti oksidan, anti jamur dan anti inflamasi (Ferreira et al., 2013). Rimpang kunyit
mengandung minyak asiri dengan senyawanya antara lain fellandrene, sabinene,
sineol, borneol, zingiberene, curcumene, turmeron, kamfene, kamfor,
seskuiterpene, asam kafrilat, asam methoksisinamat, tolilmetil karbinol. Selain itu
rimpang kunyit juga mengandung tepung dan zat warna yang mengandung
alkaloid kurkumin (Mateblowski, 1991). Senyawa aktif kunyit terdiri dari
kurkumin (1,7-bis(4-hidroksi-3- metoksifenil)-1E,6Eheptadiene-3,5-dione atau
diferuloyl metan), thiosianat, nitrat, klorida dan sulfat, pati dan tanin, saponin,
terpenoid, polipeptida dan lektin. Kurkumin merupakan obat yang dapat
digunakan pada penyakit diabetes dan gagal ginjal (Trujillo et al., 2013), kanker,
sakit perut (Kösslera et al., 2012), epilepsi, stress dan gangguan kognisi (Ahmad,
2013).
Minyak atsiri atau minyak eteris (essential oil, volatil oil, etherial oil)
adalah minyak mudah menguap yang diperoleh dari tanaman dan merupakan
campuran dari senyawa–senyawa volatil yang dapat diperoleh dengan distilasi,
pengepresan ataupun ekstraksi. Minyak atsiri mempunyai sifat fisik dan kimia
yang sangat berbeda dengan minyak pangan (Ketaren, 1987). Menurut Simon
(2001) menyatakan bahwa penghasil minyak atsiri berasal dari berbagai spesies
tanaman yang sangat luas dan digunakan karena bernilai sebagai citarasa dalam
makanan dan minuman serta parfum dalam produk industri, obat-obatan dan
kosmetik. Menurut Reineccius (1999) memaparkan bahwa minyak atsiri terdiri
atas campuran kompleks senyawa organik yang dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Terpen yaitu senyawa hidrokarbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit
isopren (C5, n=1). Jika n=2 maka hidrokarbon tersebut dikenal dengan
monoterpen, jika n=3 disebut seskuiterpen dan jika n=4 disebut diterpen,
juga dikenal triterpen (C30) dan tetraterpen (C40). Meskipun jumlahnya
signifikan dalam minyak atsiri tetapi terpen hanya memiliki nilai citarasa
yang kecil, bila dibandingkan dengan oxygenated derivates.
2. Turunan terpen teroksidasi (oxygenated derivates) yaitu alkohol, aldehid,
keton dan ester. Senyawa tersebut memberikan kontribusi besar pada
perbedaan citarasa diantara minyak atsiri. Contoh senyawa ini diantaranya
sitronelol, geraniol, nerol, mentol, nerolidol, sitral.
3. Senyawa aromatik dengan gugus fungsi yang bervariasi (alkohol, asam,
ester, aldehid, keton, fenol).
4. Senyawa yang mengandung nitrogen atau sulfur. Senyawa ini tidak terdapat
pada kebanyakan minyak atsiri, biasanya terdapat pada tanaman yang
mengandung bahan albuminous diantaranya indol dan skatol.
Beberapa rumus bangunnya disajikan pada gambar berikut.

3
Berdasarkan segi kimia, C. domestica dicirikan oleh senyawa fenol turunan
diarilheptanoid atau kurkuminoid dan senyawa seskuiterpen. Achmad (1986)
melaporkan bahwa dari rimpang Curcuma longa (sinonim C. domestica)
ditemukan tiga zat warna fenol turunan diarilheptanoid atau kurkuminoid. Ketiga
senyawa fenol tersebut yang merupakan komponen fenol utama, maing-masing
adalah bisferuloilmetan atau kurkumin, 4-hidroksi-sinamoil feruloil metan atau
demetoksikurkumin dan bis(4-hidroksisinamoil)-metan atau
bisdemektoksikurkumin. Disamping itu, juga ditemukan suatu turunan
kurkuminoid yang tak simetri, yaitu dihirokurkumin.
Komponen aktif dalam kunyit yang berperan adalah kurkuminoid.
Komponen ini juga terdapat pada beberapa jenis temu-temuan lain seperti temu
lawak. Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning yang
bersifat sebagai antioksidan dan berkhasiat antara lain sebagai hipokolesteromik,
kolagogum, koleretik, bakteriostatik, spasmolitik, antihepatotoksik, dan anti-
inflamasi (Winarti, 2005). Menurut Joe dan Chattopadhyay (2004) menyatakan
bahwa kurkumin merupakan senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang
tanaman kunyit (Curcuma domestica Rhizome) yang mengandung
desmetoksikurkumin, kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya
sering disebut sebagai kurkuminoid. Kandungan utama dari kurkuminoid adalah
kurkumin yang berwarna kuning jingga. Arah pengembangan tanaman obat
ditujukan untuk pemenuhan industri dalam negeri, farmasi, kosmetika, industri
rumah tangga, jamu gendong, dan ekspor. Ada banyak data dan literatur yang
menunjukkan bahwa kandungan kurkumin dalam kunyit (Curcuma domestica)
berpotensi besar dalam aktivitas farmakologi yaitu anti inflamatori, anti
imunodefisiensi, anti virus (virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti
oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi.
Dilihat dari strukturnya, kurkuminoid (Gambar I) merupakan golongan
senyawa fenolik, dan tersusun atas senyawa kurkumin, demetoksikurkumin, dan
bisdemetoksikurkumin.

(Sari, 2013).
Berasal C. longa (= C. domestica) selain kurkumin, demetoksi-kurkumin,
dan bisdemetoksikurkumin telah ditemukan pula beberapa senyawa turunan
diarilheptanoid, yaitu 1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on, 1-
hidroki-1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-6-hepten-3,5-dion, 1,7-bis(4-hidroksi-
fenil)-1-hepten-3,5-dion, 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on, bersama-
sama engan suatu ester ferulat yang disebut celebin A. C. longa juga ditemukan
beberapa turunan kurkumin berupa homolog dengan rantai-C9 yang diberi nama
kurkumin I, kurkumin II, kurkumin III. Selanjutnya, dari rimpang C. domestica
diisolasi pula beberapa homolog kurkumin dengan rantai C5, yaitu 1,5-bis (4-
hidroksi-3-metoksifenil)-penta-(1E,4E)-1,4-dien-3-on dan 1-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-5-(4-hidroksifenil)-penta-(1E,4E)-1,4-dien-3-on. Kecuali senyawa
kurkuminoid, ciri-ciri kimia lainnya tumbuhan kunyit C. domestica (sinonim C.
longa) ialah senyawa seskuiterpen keton jenis bisabolen, seperti alpa-turmeron,
beta-turmeron, kurlon, 4-hidroksibisabola-2, 10-dien-9-on, bisakuron, 4-metoksi-
5hiroksibisabola-2, 10-dien-9-on, 4,5-dihdroksibisabola-3, 10-dien, bersama-sama
dengan alpa-kurkumen atau ar-kurkumen, beta-kurkumen, gama-kurkumen, beta-
seskuifelandren, zingiberen, beta-bisabolen, sebagai kandungan utama. Dari C.
longa juga ditemukan beberapa senyawa sekuiterpen jenis germakran, seperti
germakron-13-al, (4S,5S)-germakron-4,5-epoksida, kurdion, dan dehidrokurdion.
Begitu pula, dari tumbuhan C. longa diperoleh beberapa senyawa seskuiterpen

5
jenis guaian, seperti kurkumenol, prokurkumenol, isoprokurkumenol,
epiprokurkumenol, prokurkumadiol, dan zedoarondiol. Tambahan lagi, dari
tumbuhan kunyit C. longa didapat pula beberapa senyawa seskuiterpen lainnya
jenis kariofilan, yaitu kariofilen, jenis eleman, yakni kurzerenon, an jenis
karabran, yaitu kurkumenon. Menggunakan kombinasi teknik kromatografi gas
(GC) dan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS), ternyata minyak atsiri
yang berasal dari daun tumbuhan kunyit C. domestica dan C. longa (= C.
domestica) menganung pula beberapa senyawa monoterpen, antara lain yang
utama ialah linalol, alpa-felandren, 1,8-sineol, terpinolen, limonen, para-imen,
alpa-pinen, beta-pinen, kamfen, borneol, isoborneol, kamfor, dan suatu
arilpropanoid eugenol (Achmad, 1986).
Studi kimia pada beberapa simplisia turmerik menunjukkan bahwa
komposisi kimia di dalam tanaman kunyit adalah minyak atsiri 4,2-14%, minyak
lemak 4,4-12,7% dan senyawa kurkuminoid 60-70%. Srinivasan (1953)
menyebutkan tiga senyawa kurkuminoid sebagai kandungan utama dari kunyit
adalah senyawa 1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,6-dion yang
disebut sebagai kurkumin (1) yang banyak berperan dalam aktivitas biologis,
kemudian senyawa turunannya 1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-7-(4-hidroksifenil)-
1,6-heptadiena-3,5-dion atau demetoksi kurkumin (2) dan 1,7-bis(4-hidroksifenil)-
1,6-heptadiena-3,5-dion atau bisdemetoksi kurkumin (3). Kemudian Park (2002)
menyatakan bahwa selain senyawa kurkuminoid (1~3) tersebut, masih ada
senyawa lainnya yang merupakan senyawa turunan yaitu 4”-(3”‟-metoksi-4”‟-
hidroksilfenil)-2”-okso-enabutanil 3-(3‟-metoksi-4‟-hidroksifenil) propenoat atau
disebut sebagai calebin A (4), 1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,4,6-
heptatriena-3-on (5), 1-hidroksi-1,7-bis(4-hidroksifenil)-3-metoksifenil)-6-
heptena-3,5-dion (6), 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1-heptena-3,5-dion (7), 1,7-bis(4-
hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on (8) dan 1,5-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-
1,4-pentadien-3-on (9). Di antara senyawa tersebut, senyawa 1, 3, 4 dan 7
berpotensi untuk melindungi sel PC12 dari -amyloid-insult yang dapat melawan
penyakit Alzheimer dengan ED50 0,5~10 mg/ml. Menurut M. Ohshiro dkk.
(1990) dalam publikasinya menyebutkan bahwa dari ekstrak MeOH rimpang
kunyit, selain kurkuminoid, telah diisolasi beberapa senyawa kimia minor lainnya
seperti kurkumenon (10), dehidrokurdion (11), (4S,5S)-germakron-4,5- epoksida
(12), bisabola-3,10-diena-2-on (13), α- turmeron (14), bisakumol (15), bisakuron
(16), kurkumenol (17), isoprokurkumenol (18), zedoaronediol (19),
prokurkumenol (20), epiprokurkumenol (21), germakron-13-al (22), 4-hidroksi-
bisabola-2,10-diena-9-on (23), 4,5- dihidroksibisabola-2,10-diena (24), 4-metoksi-
5-hidroksibisabola-2,10-diena-9-on (25), 2,5- dihidroksibisabola-3,10-diena (26),
dan prokurkumadiol (27).

(Simanjuntak, 2012).

7
(Simanjuntak, 2012).
C. BIOSINTESIS
Tumbuhan menghasilkan berbagai jenis metabolit sekunder melalui proses
metabolime sekunder. Setiap spesies tumbuhan memiliki jenis metabolit sekunder
yang relatif berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lainnya. Dalam
spesies yang sama, jenis maupun konsentrasi metabolit sekunder setiap individu
relatif berbeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, lingkungan, tahap
pertumbuhan, jenis organ, genetik, dan serangan patogen (Taiz, 2006).
Metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan, fungsinya berhubungan
dengan pertahanan terhadap serangan patogen (mikroba) maupun adaptasi
terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan. Sifat metabolit tersebut
diadopsi oleh manusia dan kemudian dikembangkan sebagai bahan obat. Silalahi
(2017) menyatakan bahwa bunga Etlingera elatior memiliki jenis essensial oil
pada bunga lebih banyak dibandingkan buah, batang, dan daun. Perbedaan
kandungan metabolit sekunder pada setiap organ mengakibatkan perbedaan
pemanfaatannya. Sebagai contoh rhizoma Curcuma longa dimanfaatkan sebagai
obat diare, sedangkan daunnya sebagai bahan sauna tradisional (Silalahi, 2014).
Metabolit sekunder pada tumbuhan sebagian besar disintesis dari senyawa
antara dari proses metabolisme primer. Menurut Taiz (2006) menyatakan bahwa
perbedaan jalur metabolisme dan prekusornya mengakibatkan produk akhir yang
dibentuk. Biosintesis metabolit sekunder pada tumbuhan memiliki empat
prekursor utama yaitu eritrosa-4-fosfat, fosfoenolpiruvat, piruvat, dan 3-
fosfogliserat. Masing-masing prekursor kemudian akan membentuk jalur
biosintesis kelompok senyawa metabolit sekunder.
Golongan terpenoid merupakan senyawa yang paling banyak ditemukan
pada minyak atsiri. Terpenoid terbentuk oleh beberapa unit isopren yang berasal
dari asetil Koenzim A (KoA) dengan reaksi biosintesis melalui jalur asam
mevalonat. Dua asetil KoA membentuk asetoasetil KoA melalui reaksi
Kondensasi Claisen. Asam asetoasetil KoA yang terbentuk bergabung dengan
asetil KoA membentuk glutarat KoA melalui reaksi kondensasi aldol. Setelah
glutarat KoA terbentuk terjadi pembentukan asam mevalonat melalui reaksi
hidrolisis dan reduksi. Enzim ortofosforilase mengkatalisis pembentukan 3,5-
diortopirofosfomevalonat melalui reaksi fosforilasi, kemudian mengalami
dekarboksilasi dan defosforilasi membentuk isopentenil pirofosfat (IPP). IPP
mengalami isomerisasi menjadi dimetilalil pirofosfat (DMAPP). IPP adalah unit
isoprena aktif yang dapat bergabung secara kepala ke ekor (head to tail) dengan
DMAPP membentuk geranil pirofosfat (GPP) yang merupakan senyawa
intermediet untuk monoterpen. Proses tersebut dapat terus berlangsung dengan
penambahan IPP terhadap GPP dengan katalis enzim menghasilkan farnesil
pirofosfat (FDP) yang merupakan senyawa intermediet untuk seskuiterpen, begitu
pula untuk pembentukan geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang merupa kan
senyawa intermediet untuk diterpen. Reaksi biosintesis pembentukan terpenoid
disajikan pada gambar berikut. Terpen yang telah terbentuk dapat mengalami
perubahan akibat peristiwa reduksi, oksidasi, esterifikasi dan siklisasi.

9
Perubahan senyawa citarasa, senyawa citarasa merupakan metabolit
sekunder yang dapat mengalami transformasi ataupun degradasi yaitu modifikasi
(substitusi dan hidrogenasi diantaranya epoksidasi, metilasi dan hidroksilasi),
penataan ulang (rearrange-ment) dan degradasi menjadi metabolit primer
(Luckner, 1984). Perubahan posisi ikatan rangkap mudah terjadi dalam minyak
atsiri tanaman diantaranya terjadi pada terpen (osimen dan mirsen), aldehid
(sitronelal dan sitral) dan golongan alkohol siklik (geraniol dan linalool).

Perubahan yang terjadi pada senyawa citarasa pada tanaman selama pengeringan
alami ataupun curing antara lain kehilangan senyawa volatil, peningkatan
senyawa tertentu yang sudah ada ataupun pembentukan senyawa baru akibat
proses oksidasi, hidrolisis bentuk glikosida ataupun pelepasan senyawa akibat
pecahnya dinding sel (Diaz-Maroto et al., 2002a; Diaz-Maroto et al., 2002b).
Salah satu contoh adalah terjadinya pembentukan (biosintesis) senyawa oktanal.
Lukcner (1984) menyatakan senyawa aldehid dibentuk dari asam lemak melalui
jalur β-oksidasi. Asam lemak bebas seperti asam nonanoat mengalami degradasi
menjadi suatu molekul yang mempunyai radikal hidrogen pada atom karbon
posisi β dalam bentuk intermediet (I). Intermediet (I) akan membentuk asam-2-
hidroperoksi nonanoat, dengan penambahan radikal OOH. Asam-2-hidroperoksi
nonanoat mengalami reaksi dekarboksilasi menjadi senyawa aldehid (oktanal),
CO2 dan H2O.

Kurkumin merupakan salah satu senyawa yang diisolasi dari tanaman


Curcuma sp dan pemberi warna kuning pada tanaman kunyit Curcuma longa L
(Aggrawal, 2006). Menurut Chattopadhyay (2004) menyatakan bahwa kurkumin
terdapat pada berbagai genus Curcuma dalam jumlah yang relatif kecil yaitu pada
tanaman kunyit sekitar 3-4% yang terdiri dari kurkumin I 94%, kurkumin II 6%
dan kurkumin III 0,3%. Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder, dan
secara kimia termasuk golongan fenolik. Kurkumin [1,7-bis(4-hidroksi-3’-
metoksifenil)-1’,6’-heptadien-3’,5’-dion] diisolasi oleh Vogel dan Pellettier pada
tahun 1818 tapi ditemukan dalam bentuk kristal oleh Daube pada tahun 1870.
Sintesis kurkumin pertama kali dilakukan oleh Milobedzka dkk pada tahun 1910.
Kurkumin memiliki rumus molekul C21H20O6 dengan berat molekul 368,37.
Kurkumin tidak larut dalam air namun larut dalam kloroform, diklorometan,
metanol, etanol, etil asetat, dimetilsulfoksida dan aseton (Pandey dkk, 2010).

11
Biosintesis kurkumin dari Curcuma longa pertama kali dipelajari oleh
Roughley dan Whiting (1973) melalui kondensasi ferulic acid CoA dengan
turunan asam malonat yang kemudian menghasilkan kurkumin. Kondensasi
tersebut diikuti dengan proses siklisasi, reduksi, dan dehidrasi. Kurkumin dapat
disintesis dari 2,4-pentannediona dan vanilin dengan memerlukan beberapa reagen
khusus untuk mencegah terjadinya kondensasi aldol. Karena gugus pusat CH2 dari
2,4-pentanedione bersifat lebih asam dibandingkan gugus CH3 dari posisi 1 dan 5,
hasilnya adalah kondensasi gugus pusat CH2 dalam 2,4-pentanedione dengan
aniline yang menghasilkan 3-benzilidene-2,4-pentanedione tersubstitusi. Untuk
mencegah terjadinya reaksi ini Pabon (1964) menggunakan komplek borium 2,4-
pentanedione untuk reaksi kopling dengan vanilin. Setelah reaksi pengasaman
komplek kurkuminborium terdekomposisi menjadi kurkumin saja. Menurut
Nurfina (1994) menyatakan bahwa pada proses ini banyak analog kurkumin
terbentuk.
Kurkumin di alam terdapat bersama-sama dengan dua senyawa lain yaitu
demetoksi kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin, yang dikenal dengan nama
kurkuminoid (Ahmed, 2006). Berdasarkan hasil penelitian senyawa kurkumin
yang diisolasi tersebut memiliki berbagai aktivitas biologis seperti antibakteri,
antiprotozoa, antivirus, antikoagulan, antioksidan, antitumor dan antikarsinogenik.
Sedangkan untuk senyawa demetoksi kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin
memiliki aktivitas antioksidan. Hasil isolasi tanaman Curcuma longa diperoleh
berbagai senyawa kurkumin lainnya seperti sodium kurkuminat yang memiliki
aktivitas antiinflamasi dan antibakteri, dan metil kurkumin yang memiliki
aktivitas antiprotozoa (Chattopadhyay, 2004).
Selain kurkumin di alam ditemukan pula berbagai senyawa analog
kurkumin dengan berbagai aktivitas biologis seperti dibenzolylmetan dengan
aktivitas antiinflamasi dan anti tumor, capsaicin yang memiliki aktivitas
antiinflamasi dan menghambat radikal superoksida. Yakuchinon A yang dapat
menghambat produksi induksi LPS (Lipopolisakarida) nitrit oksida, induksi TPA
(12-O-tetradekanoilporbol-13-asetat) superoksida dan lipid peroksidasi.
Cassumuin A dan B lebih baik dibandingkan kurkumin sebagai antitoksisitas
(Anand, 2008).
Robinson (2005) menyatakan bahwa membagi struktur kurkumin menjadi
tiga bagian yaitu bagian A, B dan C. Bagian A dan C merupaka gugus aromatis
dan B adalah ikatan dien-dion. Hubungan struktur dan aktivitas kurkumin terkait
dengan gugus-gugus fungsional senyawa tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Gugus hidroksi pada cincin aromatik menunjukkan aktivitas antioksidan
pada senyawa kurkumin.
b. Gugus keton dan ikatan rangkap berperan dalam aktivitas biologis sebagai
antiinflamasi, antikanker dan antimutagenik.
c. Dua cincin aromatis simetris ataupun tidak simetris menentukan potensi
ikatan antara senyawa obat dengan receptor.
(Pandey, 2010).
Rute biosintesis dari kurkumin tidak pasti. Pada tahun 1973, Kasar dan
Whiting mengusulkan dua mekanisme biosintesis kurkumin. Mekanisme pertama
melibatkan rantai reaksi ekstensi oleh asam sinamat dan 5 malonyl-CoA molekul
yang akhirnya arylized ke kurkuminoid a. Mekanisme kedua melibatkan dua unit
sinamat digabungkan bersama-sama oleh malonyl-CoA . Keduanya menggunakan
asam sinamat sebagai titik awal mereka, yang berasal dari asam amino fenilalanin.
Tanaman biosintesis dimulai dengan asam sinamat jarang dibandingkan dengan
yang lebih umum asam p-coumaric. Hanya senyawa diidentifikasi beberapa,
seperti anigorufone dan pinosylvin , membangun dari asam sinamat (Mantiq,
2016).
Sebuah rute eksperimental yang didukung tidak disajikan sampai 2008. Rute
ini mengikuti kedua mekanisme Roughley dan Whiting. Namun, data label
didukung model mekanisme pertama di mana 5 molekul malonyl-CoA bereaksi
dengan asam sinamat untuk membentuk kurkumin. Namun, sequencing di mana
kelompok-kelompok fungsional, alkohol dan metoksi itu, memperkenalkan diri ke
kurkuminoid tampaknya mendukung lebih kuat mekanisme yang diusulkan kedua.
Oleh karena itu, jalur kedua diterima.

13
(Kita, 2008).
D. BIOAKTIVASI
Bagian yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpang, yaitu
untuk antikoagulan, antiedemik, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat
cacing, obat sakit perut, memperbanyak ASI, stimulan, mengobati keseleo, memar
dan rematik. Kurkuminoid pada kunyit berkhasiat sebagai antihepatotoksik (Kiso
et al., 1983) enthelmintik, antiedemik, analgesic. Selain itu kurkumin juga dapat
berfungsi sebagai antiinflamasi dan antioksidan (Masuda et al., 1993). Menurut
Supriadi, kurkumin juga berkhasiat mematikan kuman dan menghilangkan rasa
kembung karena dinding empedu dirangsang lebih giat untuk mengeluarkan
cairan pemecah lemak. Minyak atsiri pada kunyit dapat bermanfaat untuk
mengurangi gerakan usus yang kuat sehingga mampu mengobati diare. Selain itu,
juga bisa digunakan untuk meredakan batuk dan antikejang.
Kurkumin memiliki kemampuan sebagai antioksidan dengan
mendonorkan atom H dari gugus fenoliknya. Selain sebagai antioksidan,
kurkumin juga berperan sebagai antiinflamasi, antikarsinogenik, hepatoprotektif,
antimikroba, antiplatelet, dan antiovulasi. Ramsewak menyebutkan bahwa
kurkumin juga mimiliki aktivitas sebagai pelindung syaraf dari proses
neurodegeneratif. Penelitian lain menunjukkan bahwa kurkumin memicu efek
proteksi terhadap kerusakan oksidatif dan meningkatkan konsentrasi glutatione
intraseluler.
Beberapa hasil penelitian tentang aktivitas anti peradangan oleh kunyit telah
dipublikasikan. Mukophadhyay dkk memperlihatkan bahwa kurkumin dan
senyawa semi-sintetik (natrium kurkuminat, diasetil kurkumin, trietil kurkumin
dan tetrahidro kurkumin) mempunyai aktivitas anti-inflamasi terhadap paw edema
tikus yang diinduksi oleh karagenin. Chuang dkk menunjukkan bahwa kurkumin
pada konsentrasi 200 mg/kg atau 600 mg/kg dapat secara efektif menghambat
peradangan hati yang diinduksi oleh dietilnitrosamin pada tikus. Aktivitas
kurkumin yang menarik lainnya juga diperlihatkan oleh Park dkk, pada
hepatotoksisitas akut yang diinduksi dengan injeksi karbon tetraklorida secara i.p.
pada tikus. Hewan yang diperlakukan dengan kurkumin, kerusakan hatinya dapat
dihambat.
Penelitian Widowati (2016) menyatakan bioaktivitas ekstrak kunyit yang
diukur adalah antioksidan dengan data dalam IC50. Molyneux (2004) menyatakan
nilai IC50 (Inhibition Concentration 50) adalah konsentrasi antioksidan (μg/ml)
yang mampu menghambat 50% aktivitas radikal bebas. Pola aktivitas antioksidan
dari bahan yang diuji dinyatakan aktif bila menghambat radikal bebas lebih dari
80%, dinyatakan sedang keaktifannya bila menghambat 50-80% dan dinyatakan
tidak aktif bila menghambat kurang dari 50%. Zat aktif pada kunyit yang memiliki
efektivitas sebagai antioksidan (% inhibisi) adalah kurkumin. Pigmen alami
berwarna kuning ini memiliki kemampuan yang sangat baik dalam melindungi
tubuh dari radikal bebas yang sangat baik terutama radikal bebas berupa lemak
buruk dan senyawa yang larut dalam lemak.
Zhang, et al., (2004) menyatakan bahwa curcumin dapat mengganggu siklus
sel kanker paru A549 dan menekan pertumbuhan sel. Efek penekanan tergantung
pada konsentrasi. Efek tidak hanya bergantung dari sitotoksik nonspesifik, tetapi
juga dari induksi apoptosis.

15
Struktur kimia kurkumin [1,7-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)hepta-1,6-diena-
3,5-dion]
Aktivitas antikanker curcumin telah banyak diteliti menggunakan berbagai
pendekatan pada berbagai jenis kanker baik secara in vitro maupun in vivo.
Curcumin dapat dikembangkan sebagai obat antikanker yang poten. Aktivitas
antikanker Curcumin dikaitkan dengan kemampuannya sebagai penghambat COX
maupun pada jalur signaling sel, baik melalui pemacuan apoptosis maupun cell
cycle arrest dengan mempengaruhi produk gen penekan tumor maupun onkogen
(Meiyanto, 1999). Selain itu, dikaitkan juga dengan kemampuannya sebagai
antioksidan, penghambatan karsinogenesis, penghambatan proliferasi sel,
antiestrogen, dan antiangiogenesis.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Karunia Universitas Terbuka,


Jakarta.
Aggarwal, B. B., I. D. Bhatt, H. Ichikawa, K. S.Ahn, G. Sethi, S. K. Sandur, C.
Natarajan, N. Seeram, & S. Shishodia. 2006. Turmeric: the Genus Curcuma.
Taylor and Francis, New York.
Ahmad, M. 2013. Protective Effects of Curcumin Against Lithium–pilocarpine
Induced Status Epilepticus, Cognitive Dysfunction and Oxidative Stress in
Young rats Original Article. Saudi Journal of Biological Sciences.20: 155-
162.
Ahmed, O. A. A., S.M. Badr-Eldin, M. K. Taufik, T. A. Ahmed, K. M. El-Say, & J.
M. Badr. 2006. Design and Optimization of self-nanoemulsifying delivery
sytem to enhance quercetin hepatoprotective activity in paracetamol-induced
hepatotoxicity. J Pharm Sci. 103: 602-612.
Anand, P., A. B. Kunnumakkara, R. A. Newman, B. B. Aggarwal. 2007.
Bioavailability of Curcumin: Problems and Promises. Molecular
Pharmaceutics. 4 (6): 807-18.
Chattopadhyay, I., K. Biswas, U. Bandyopadhyay, & R. K. Banerjee. 2004.
Tumeric and Curcumin: Biological Actions and Medicinal Applications.
Current Science. 87 (1) : 44 - 53.
Diaz-Maroto, M. C., M. S. Perez-Coello, M. D. Cabezudo. 2002a. Effect of Drying
Method on the Volatile in Bay Leaf (Laurus nobilis L.). Journal of Agriculture
and Food Chemistry. 50: 4520-4524.
Diaz-Maroto, M. C., M. S. Perez-Coello, M. D. Cabezudo. 2002b. Effect of Different
Drying Methods on the Volatile Components of Parsley (Petroselinum crispum
L.). European Food Research and Technology. 215: 227-230.
Duke, J.A., M.J. Bogenschutz-Godwin, J. du Cellier. 2003. Handbook of
Medicinal Spices. CRC Press, London.
Ferreira, F. D., C. Kemmelmeier, C. C. Arrotéia, C. L. da Costa, C. A. Mallmann,
V. Janeiro, F. M. D. Ferreira, S. A. G. Mossini, E. L Silva, & M. Machinski
Jr. 2013. Inhibitory Effect of the Essential Oil of Curcuma longa L. and

17
Curcumin on Aflatoxin Production by Aspergillus Flavus Link. Food
Chemistry. 136: 789–793.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid ke-1. UI Press, Jakarta.
Joe, B., M. Vijaykumar, & B. R. Lokesh. 2004. Biological Properties of
Curcumin-cellular and Molecular Mechanisms of Action. Critical Review in
Food Science and Nutrition. 44 (2): 97-112.
Kesselmeier, J., & M. Staudt. 1999. Biogenic Volatil Organik Compounds
(VOC): An overview on Emission, Physiology and Ecology. Journal of
Atmospheric Chemistry. 33: 23–88,
Ketaren, R.S. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Penerbit UI Press, Jakarta.
Kita, T., I. Shinsuke, S. Hiroshi, K. Hidehiko, S. Haruo. 2008. The Biosynthetic
Pathway of Curcuminoid in Turmeric (Curcuma longa) as Revealed by 13C-
Labeled Precursors. Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry. 72 (7):
1789.
Kiso, Y., Y. Suzuki, N. Watanabe, Y. Oshima, & H. Hikino. 1983. Anti-
hepatotoxic Principles of curcuma longa rhizomes. PlantaMedica. 49: 185-
187.
Kösslera, S., C. Nofzigera, M. Jakabb, S. Dossenaa, & M. Paulmichla. 2012.
Curcumin Affects Cell Survival and Cell Volume Regulation in Human
Renal and Intestinal Cells. Toxicology. 292: 123– 135.
Larsen, K., & S.S. Larsen. 2006. Gingers of Thailand. Queen Sirikit Botanic
Garden, Chiang Mai.
Luckner, M. 1984. Secondary Metabolism in Microorganisms, Plants, and
Animals. Springer Verlag, New York Tokyo.
Mantiq, A. 2016. Kurkumin. https://bisakimia.com/2016/06/28/kurkumin/.
Diunduh pada tanggal 30 November 2018.
Masuda, T., A. Jitoe, J. Isobe, N. Nakatani, & S. Yonemori. 1993. Anti-oxidative
and Antiinflammatory Curcumin-related Phenolics from Rhizomes of
Curcuma domestica. Phytochemistry. 32 (6) 1557-1560.
Mateblowski, M. 1991. Curcuma xanthorrhiza Roxb. Penerbit PMI Verlag, ISBN
3-89119-173-1, ISBN 978-3-89119-173-6. 36.
Meiyanto, E. 1999. Kurkumin Sebagai Obat Kanker: Menulusuri Mekanisme
Aksinya. Majalah Farmasi Indonesia. 10 (4), 224–236.
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpycryl-
hydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanarin
Journal of Science Technology. 26 (2): 211-219.
Nurfina, A.1994. The Synthesis of Some Symmetrical Curcumin Derivatives and
The Study of Their Anti-inflammatory Activities as well as Structure-Activity
Relationships. Ph.D. Thesis Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Pabon, H. J. J. 1964. A Synthesis of Curcumin and Related Compounds. Rec Trav
Chim. 83: 379-386.
Pandey, R. R., R. C. Dubey, & S. Saini, 2010. Phytochemical and Antimicrobial
Studies on essential Oils of Some Aromatic Plants. African Journal of
Biotechnology. 9 (28): 4364-4368.
Peerzada, N. 1997. Chemical composition of the essential oil of Hyptis
suaveolens. Molecules. 2: 165–168.
Pricilia, D. D., & N. M. Saptarini. 2017. Review: Teknik Isolasi dan Identifikasi
Kurkuminoid dalam Curcuma longa. Farmaka. 14 (2): 281-287.
Reineccius, G., & B. H. Henry. 1999. Source Book of Flavors. Springer, America.
Robinson. 2005. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB, Bandung.
Roughley, P. J. & D. A. Whiting. 1973. Experiments in The Biosynthesis of
Curcumin. J Chem Soc Perkin. 1: 2379-2388.
Sari, D. L. N., B. Cahyono, & A. C. Kumoro. 2013. Pengaruh Jenis Pelarut Pada
Ekstraksi Kurkuminoid dari Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb). Chem Info. 1 (1): 101-107.
Saensouk, P., P. Theerakulpisut, A. Thammathaworn, S. Saensouk, C. Maknoi, &
P. Kohkaew. 2015. Pollen Morphology of Genus Curcuma (Zingiberaceae)
in Northeastern Thailand. Scienceasia. 41: 1513-1874.
Silalahi, M. 2014. The Ethnomedicine of The Medicinal Plants in Sub-ethnic
Batak North Sumatra and The Conservation Perspective. [Disertation].
Program Studi Biologi, Program Pasca Sarjana, FMIPA, Universitas
Indonesia. [unpublished].

19
Silalahi, M. 2017. Senyawa Metabolit Sekunder pada Etlingera Elatior (Jack) R.
M. Smith. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Sainteks.
Universitas Muhamadiah Surakarta, Solo. 37-43.
Simanjuntak, P. 2012. Review Studi Kimia dan Farmakologi Tanaman Kunyit
(Curcuma longa L) sebagai Tumbuhan Obat Serbaguna. Agrium. 17 (2):
103-107.
Simon, K. F. 2001. Marine Ecological Proceses. Great Britain, London.
Srinivasan, K. R. 1953. Composition of Curcuma longa. J Pharm Pharmacol. 5:
448.
Taiz, L., & Zeiger, E. 2006. Plant Physiology. Sinauer Associates, Inc,
Sunderland.
Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius, Yogyakarta.
Trujillo, J., Y. I. Chirino, E. Molina-Jijón, A.C. Andérica-Romero, E. T. Tapia,
& J. Pedraza-Chaverrí. 2013. Renoprotective Effect of the Antioxidant
Curcumin: Recent Findings, Mini Review. Redox Biology. 448–456.
Widowati, T., Bustanussalam, H. Sukiman, & P. Simanjuntak. 2016. Isolasi dan
Identifikasi Kapang Endofit dari Tanaman Kunyit (Curcuma longa L.)
sebagai Penghasil Antioksidan. BiopropalI Industri. 7 (1): 9-16.
Winarti, C., & N. Nurdjanah. 2005. Peluang Tanaman Rempah dan Obat sebagai
Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. 24 (2): 47-55.
Zhang, J. L., J. P. Yu, D. Li, Y. H. Huang, Z. X. Chen, & X. Z. Wang. 2004.
Effect of Cytokines on Carbon Tetrachloride-induced Hepatic Fibrogenesis
in Rats. World Journal of Gastroenterology. 10: 77-81.

Anda mungkin juga menyukai