Anda di halaman 1dari 5

Zingiber Rhizoma Zingiber rhizoma adalah rhizoma kering dari Zingiber officinale (WHO, 1999). a.

Taksonomi Zingiber officinale Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Subdivisi Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Zingiberales : Zingiberaceae : Zingiberoidae : Zingiber : Zingiber officinale (Rukmana, 2000)

b. Daerah asal dan penyebaran Beberapa ahli botani menyatakan bahwa tanaman jahe berasal dari daerah Asia Tropik, yang kemudian tersebar di berbagai wilayah mulai dari India sampai Cina. Namun, Nikolai Ivanovich Vavilov, ahli botani Soviet, memastikan bahwa sentrum utama asal tanaman jahe adalah Indo-Malaya yang meliputi Indo-Cina, Malaysia, Filipina dan Indonesia (Rukmana, 2000). Sejak zaman Kong Hu (551-479 SM), jahe sudah dibubidayakan di India dan diekspor ke Cina. Para pedagang Arab pada zaman itu, kemudian membawa jahe dari India ke Timur Tengah. Pada tahun 1525, tanaman jahe mulai dikenal di Jamaica dan kepulauan Karibia. Pada awal abad ke-16, Fransisco de Mendora membawa dan mengambangkan tanaman jahe dari Malabar, India ke Meksiko (Rukmana, 2000). Di kawasan Asia, tanaman jahe tersebar hampir di seluruh daerah tropika basah. Kini, tanaman jahe banyak dibubidayakan di berbagai daerah. Sentrum utana tanaman jahe di Indonesia adalah Sumatra Utara, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Rukmana, 2000). c. Morfologi Zingiber officinale

Tanaman jahe merupakan terna tahunan, berbatang semu dengan tinggi antara 30-75 cm. Berdaun sempit memanjang menyerupai pita, dengan panjang 15-23 cm, lebar lebih kurang 2,5 cm, tersusun teratur dua baris berseling. Tanaman jahe hidup merumpun, menghasilkan rimpang dan bunga. Bunga berupa malai yang tersembul pada

permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur, dengan helaian agak sempit, tajam, berwarna kuning kehijauan. Bibir mahkota bunga berwarna ungu gelap, berbintik-bintik putih kekuningan. Kepala sari berwarna ungu dan mempunyai dua tangkai putik (Rukmana, 2000). Rimpang jahe memiliki warna yang bervariasi, mulai dari agak pipih sampai gemuk (bulat panjang), dengan warna putih kekuning-kuningan hingga kuning kemerah-merahan. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri, yaitu zingiberen

(C12H24) dan zingiberol (C12H26O2). Senyawa yang menyebabkan rimpang jahe berasa pedas dan agak pahit adalah oleoresin (fexed oil). Senyawa oleoresin yang terdapat dalam rimpang jahe adalah sebanyak 3-4% (Rukmana, 2000). d. Kegunaan rimpang jahe Rimpang jahe dapat dimanfaatkan dalam beberapa hal, antara lain sebagai bahan ramuan obat tradisional (jamu), bahan baku industri makanan dan minuman, serta sebagai minyak atsiri, oleoresin dan sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah (Rukmana, 2000). Manfaat jahe dalam kesehatan dapat mengobati berbagai penyakit, antara lain alergi, asma, arthritis, nyeri, arterosklerosis dan kolesterol

tinggi, kanker, gangguan saluran cerna, morning sickness, mual, muntah, demam, flu, infeksi saluran nafas dan infeksi parasit (Balch, 2002). e. Kandungan nutrisi (gizi) Rimpang jahe mengandung nutrisi (gizi) yang cukup tinggi. Rimpang jahe kering, mengandung pati sekitar 58%, protein 8%, oleoresin 3-5%, dan minyak atsiri 1-3%. Sementara kandungan nutrisi dalam setiap 100 gram rimpang jahe segar dapat dilihat pada tabel berikut : No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air Kandungan gizi Proporsi (banyaknya) 51,00 kal 1,50 g 1,00 g 10,10 g 21,00 mg 39,00 mg 1,60 mg 30,00 SI 0,02 mg 4,00 mg 86,20 g 97,00 %

12 Bagian yang dapat dimakan Sumber : Rukmana (2000)

Senyawa minyak atsiri pada jahe terdiri dari zingiberene, curcumene, sesquiphellandrene dan -bisabolon, dan juga terdapat monoterpen aldehid dan alkohol. Senyawa yang memiliki rasa yang pedas dan memiliki aktivitas anti-emetik diidentifikasikan sebagai 1-(3-methoxy-4-

hydroxyphenyl)-5-hydroxyalkan-3-ones, dikenal sebagai [3-6]-,[8]-,[10]-, dan [12]-gingerols dan hasil dehidrasinya dikenal sebagai shogaols (WHO, 1999).

Jahe sebagai obat asma Asma adalah penyakit kronis dengan karakteristik adanya inflamasi dan hipersensitivitas pada sel otot polos saluran pernafasan dari senyawa yang berbeda yang menginduksi kontraksi, dan jahe telah digunakan selama berabad-abad untuk mengobati penyakit pernafasan. Komponen dari rizoma jahe diketahui mengandung senyawa yang berpotensi menekan reaksi alergi dan sangat berguna untuk pengobatan dan penjegahan penyakit alergi. Ekstrak jahe dapat menghambat kontraksi saluran pernafasan. Pada tikus percobaan dengan Th2media inflamasi paru-paru, yang diberi injeksi ekstrak jahe secara intraperitonial yang terdiri dari gingerol, ternyata dapat menurunkan pelepasan eosinofil ke paruparu pada ovalbumin - tikus yang dibuat peka dan juga menekan respon sel Th2 terhadap alergen (Benzie and Galor, 2011). Platelet-activating factor (PAF) yang menginisiasi proses inflamasi pada penyakit alergi dan asma, menjadi lebih aktif setelah terjadi perubahan kimia darah pada makanan tinggi lemak. Jahe kering dapat menurunkan efek ini. Jahe juga dapat menghilangkan sakit perut yang disebabkan alergi makanan (Balch, 2002). Salah satu mekanisme inflamasi adalah meningkatnya oksigenasi dari asam arakhidonat, yang dimetabolisme dari siklooksigenase dan 5-lipoksigenase, membentuk prostaglandin E2 dan leukotrien B4, dua mediator inflamasi. Suatu penelitian in vitro menunjukkan bahwa ekstrak air panas dari jahe menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipoksigenase pada jalur asam arakhidonat, dengan demikian efek anti-inflamasi dapat digunakan untuk menurunkan pembentukan prostaglandian dan leukotrien. Dan juga berpontensi menghambat tromboksan

sintase dan meningkatkan jumlah prostasiklin tanpa meningkatkan prostaglandin E2 atau F2 (WHO,1999).

Sumber : Balch, P.A. 2002. Prescription for Herbal Healing. New York : Penguin Putnam Inc. Page : 70. Benzie, I.F.F. and S.W. Galor. 2011. Herbal Medicine; Biomolecular and Clinical Aspects, Second Edition. Boca Raton : CRC Press, Taylor & Francis Group. Page : 145. Rukmana,R. 2000. Usaha Tani Jahe. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Hal : 12-16. WHO.1999. WHO Monographs on Selected Medicinal Plants, Volume 1. Geneva : World Health Organization. Page : 277-282.

Anda mungkin juga menyukai