KOMNAS
KOMNAS
l1
E E P A
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK ANGEL
Penyusun,
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, atau disingkat ‘Komnas
Perempuan’, lahir dari sebuah tragedi kemanusiaan. Pada pertengahan bulan Mei 1998,
terjadi kerusuhan di Jakarta dan beberapa kota lain. Di tengah penjarahan,
pembakaran serta pembunuhan, perempuan etnik Tionghoa dijadikan sasaran perkosaan
dalam penyerangan massal pada komunitas Tionghoa secara umum. Tim Relawan Untuk
Kemanusiaan, sebuah organisasi masyarakat yang memberi bantuan pada korban
kerusuhan, mencatat adanya 152 perempuan yang menjadi korban perkosaan, 20
diantaranya kemudian dibunuh. Tim Gabungan Pencari Fakta, yang didirikan pada tahun
yang sama oleh pemerintahan Habibie untuk melakukan investigasi terhadap kerusuhan
ini, menghasilkan verifikasi terhadap 76 kasus perkosaan dan 14 kasus pelecehan
seksual. Atas tuntutan para pejuang hak perempuan akan pertanggungjawaban negara
atas kejadian ini, tercapai kesepakatan dengan Presiden RI untuk mendirikan sebuah
komisi independen di tingkat nasional yang bertugas menciptakan kondisi yang
kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan
HAM perempuan di Indonesia. Inilah latar belakang pembentukan Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan yang didirikan berdasarkan keputusan Presiden Nomor
181 Tahun 1998.
1.1 LATAR BELAKANG
Perempuan merupakan tonggak dunia, dimana sebuah kesuksesan maupun kehancuran
terletak dalam sebuah genggaman seorang perempuan. Tetapi saat ini perempuan justru
banyak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, pekerja rumah tangga yang
bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai buruh migran, serta menjadi
korban kekerasan seksual. Dan akhirnya tepat pada tahun 1998 didirikanlah sebuah
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang dibentuk berdasarkan
keputusan Presiden Nomor 181, yang dilatarbelakangi oleh “Insiden 1998”. Dan selama
10 tahun ini, “Komnas Perempuan” telah mulai menampakkan hasil kerjanya, walaupun
masih belum sempurna. Komnas Perempuan mencatat tiga hal penting yang mendasari
belum maksimalnya penanganan kasus, antara lain, pertama, masih lemahnya perspektif
penegak hukum terhadap perempuan korban kekerasan. Akibatnya alih-alih mendapat
perlindungan dari pengayom masyarakat, para perempuan korban kekerasan justru
mengalami reviktimisasi atau kekerasan yang berulang. Kedua, proses penanganan
kasus belum mengakomodir pengalaman perempuan dan belum berperspektif gender.
Ketiga, perempuan korban masih sangat sulit mengakses keadilan lewat jalur formal
atau non formal. Namun diharapkan kedepannya akan dapoat lebih terarah sesuai visi
dan misinya dan tentunya hal ini tidak lepas dari kerja sama dengan berbagai pihak,
terutama Pemerintah. Adapun Latar Belakang kelompok kami mengangkat tema “Komnas
Perempuan” dalam bentuk makalah adalah untuk memberitahukan kepada segenap anggota
masyarakat Indonesia bahwa pentingnya didirikan sebuah Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan yang dapat mengangkat harkat dan martabat seluruh
perempuan di Indonesia, sehingga Perempuan Indonesia menjadi lebih dihargai oleh
berbagai pihak. Selain itu makalah ini diharapkan dapat memberikan
5
pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat atas hak-hak perempuan untuk memperoleh
keadilan dari tindak kekerasan. Perempuan harus menerima “keadilan” sebagai sebuah
bentuk terpenuhinya hak-hak dasar mereka, kepemilikan kesetaraan hak dengan suami
atau laki-laki, kemampuan menjerat dan menghukum pelaku kekerasan secara adil,
kepemilikan posisi yang setara dengan laki-laki, serta adanya kondisi saling
menghormati antara sesama manusia tanpa membedakan jenis kelamin dan status sosial.
Penjelasan diatas mendasari Penulis untuk tertarik meneliti, menulis dan membahas
tentang “Komnas Perempuan”. Semoga makalah ini dapat dijadikan rujukan untuk
penulisan selanjutnya dan menambah wawasan para pembaca akan pentingnya penghargaan
terhadap perempuanperempuan Indonesia.
BAB II
2.1 Badan Independen
Badan Independen, adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat, namun bekerja
secara independen. Berikut adalah daftar beberapa Badan Independen:
• • • • • • • • • •
Badan Nasional Sertifikasi Profesi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Komisi
Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Komisi Ombudsman Nasional (KON) Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI)
penegak hukum, maka Divisi RHK dalam menjalankan fungsi atau peran ini memiliki
sebuah program kerja untuk Penguatan Penegak Hukum (disingkat PPH), dimana tujuan
dari program kerja ini adalah untuk mewujudkan sistem peradilan yang terpadu dan
peka gender di dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Untuk
melaksanakan program kerja ini Komnas Perempuan melakukan kerjasama dengan beberapa
organisasi, seperti: LBH Apik Jakarta, DERAP Warapsari dan PKWJ UI.Program PPH ini
telah dilaksanakan sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 (sampai bulan April
2009). Beberapa kegiatan dari program PPH ini, seperti: melakukan lobby dengan
masing-masing pimpinan dari institusi Penegak Hukum, seperti: lobby dengan Ketua
dan Wakil Ketua MA RI, khususnya tentang SEMA Pendamping; lobby dengan ketua dari
GFP di Kejagung tentang peningkatan kapasitas dan peran dari GFP di wilayah
Kejagung khususnya dalam penanganan kasus-kasus KTP; lobby dengan para petinggi di
institusi Kepolisian untuk mendesak agar RPK dimasukkan kedalam struktur organisasi
Kepolisian. Selain melakukan lobby dengan para pimpinan di masingmasing institusi
penegak hukum, para mitra PPH juga melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi masing-
masing penegak hukum dan juga melakukan pemantauan terhadap proses penanganan untuk
kasus-kasus KTP (KDRT, Perkosaan, Pelecehan Seksual). Sejak tahun 2007 sampai tahun
2008, Komnas Perempuan banyak melakukan kerjasama dengan
9
para Hakim, baik para Hakim yang ada di wilayah Peradilan Agama ataupun di wilayah
Peradilan Umum. Bentuk kerjasamanya, khusus dengan para hakim dari Peradilan Agama
dan juga dengan pihak Badilag, yaitu Komnas perempuan telah menyusun sebuah Buku
Referensi bagi para Hakim Peradilan Agama tentang KDRT, dimana Buku Referensi ini
sebagai salah satu rekomendasi dari hasil Lokakarya yang dilakukan oleh Komnas
Perempuan dengan para Hakim Peradilan Agama dari wilayah Jabodecitabek, dan buku
ini telah dipublikasikan pada bulan Juli 2008. Pada bulan Oktober 2008, Komnas
Perempuan kembali melakukan kerjasama dengan para Hakim Peradilan Agama, yaitu
mengadakan Sosialisasi tentang Buku Referensi bagi para Hakim Peradilan Agama
tentang KDRT, dimana peserta dari sosialisasi ini adalah para Hakim PA dari 8
Provinsi di Indonesia, spt: DKI Jakarta, Jabar, Jatim, Jateng, Sumsel, Sumut,
Sumbar, DIY, Kep. Riau dan Sulsel. Total peserta dari kegiatan sosialisasi ini
adalah sebanyak 20 orang Hakim PA, baik yang ada di tingkat I (Pengadilan Agama)
dan di tingkat II (Pengadilan Tinggi Agama)/Hakim Tinggi. Untuk kerjasama dengan
para hakim dari Peradilan Umum, Komnas Perempuan sudah mulai melakukan lobby dengan
Ketua Tim Pembaharuan Peradilan MA. RI., yaitu akan melakukan Pelatihan untuk
Peningkatan Sensitivitas Gender di kalangan para Hakim Peradilan Umum dalam
Mengimplementasikan UU PKDRT (Desember 2008).
2.2 LEGALITAS
Dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1984 (UU No.7/1984), Konvensi Tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) (CEDAW) disahkan. Menurut
aturan hukum internasional dikenal dengan istilah pacta sunt servanda, perjanjian
internasional yang telah disahkan wajib dilaksanakan. Negara negara dunia tidak
boleh dikecualikan dari kewajiban itu bersandarkan ketentuan hukum nasional mereka.
Melainkan, jika hukum nasional mengurangi pelaksanaan sesuatu perjanjian
internasional, hukum nasional itu wajib diubah. Kewajiban tersebut ditambah dengan
pasal CEDAW yang menyatakan Negara Negara Peserta CEDAW wajib mengubah hukum
nasional agar menghapuskan diskriminasi terhadap wanita dan melindungi hak wanita.
Adapun Dasar Pembentukan dari Convetion on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women ( CEDAW ), yaitu : • UU No.7/1984 Tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
(Convention on the Elimination of All Forms of Discirmination Against Women). •
Pasal 26 yo. Pasal 27 Konvensi Wina Terhadap Perjanjian Internasional (Vienna
Convention on the Law of Treaties 1969); Prof. Dr. F. Sugeng Istanto, SH, Hukum
Internasional (1998), hal.65; Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum
Bangsa Bangsa (1989), hal.81. Sebagaimana demikian, lihat Bagian III, butir 2 yo.
butir 3 Penjelesan Atas UU No.5/1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan Dan
Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan
Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment) maupun Bagian I Angka 2 Penjelesan Atas UU No.29/1999
Tentang Pengesahan International Convention on the Elimination of All Forms of
Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Rasial 1965) dll. Bandingkan Bagian I Penjelesan Atas UU
No.7/1984. • • Pasal 2 butir a s/d butir c serta butir f yo. butir g, Pasal 3,
Pasal 6 dan Pasal 24 CEDAW. Sumpah Presiden Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf
Habibie Tanggal 21 Mei 1999 berlandaskan Pasal 8 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yo.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR) Nomor
VII/MPR/1973 Tentang Keadaan Presiden Dan / Atau Wakil Presiden Republik Indonesia
Berhalangan, UU No.3/1999 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu); Pasal 1 TAP MPR
No.VII/MPR/1999 Tentang Pengankatan Presiden Republik Indonesia; Pasal 1 TAP MPR
No.VIII/MPR/1999 Tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republic Indonesia. • TAP MPR
Nomor III/MPR/1978 Tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi
Negara Dengan / Atau Antar Lembaga Lembaga Tinggi Negara, KepPres No.181/1998
Tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekarasan Terhadap Perempuan. Lihat juga
hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional di Indonesia, Bab III,
Bagian 2.1, infra. • UU No.14/1970 Tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan UU No.35/1999 Tentang Perubahan Atas
Undang Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman; TAP MPR Nomor
11
III/MPR/1978 Tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara
Dengan / Atau Antar Lembaga Lembaga Tinggi Negara; UU No.14/1985 Tentang Mahkamah
Agung, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.1/1993, UU No.5/1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara beserta peraturan pelaksananya. • • KepPres No.50/1993 Tentang
Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagaimana telah diganti dengan UU
No.39/1999. Keputusan Presiden (KepPres) No.129/1998 Tentang Rencana Aksi Nasional
Hak Hak Asasi Manusia, KepPres No.181/1998 Tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti
Kekarasan Terhadap Perempuan; Pasal 104 UU No.39/1999. • Sebagaimana diucapkan
dalam Pertemuan dengan Drs. Ellya Totok Sujiyanto, Anggota Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), Tanggal 29 Nopember, 1999; Pertemuan dengan Drs. John S.
Keban, Ketua Komisi Pemilu Partai Golkar, DIY, Tanggal 30 Nopember, 1999; Surat
Jawaban H. Abdurrachman, SH, Ketua Fraksi Persatuan, DPRD Propinsi DIY, Tanggal 10
December, 1999; Surat Jawaban Para Anggota Fraksi PKB DPRD Propinsi DIY, Tanggal 11
December, 1999; Dr. Lance Castles (Pengantar), Tujuh Mesin Pendulang Suara,
Perkenalan, Prediksi, Harapan Pemilu 1999 (1999), Bab.I; Dr. Lance Castles, "The
Program of the Partai Amanat Nasional" (unpublished, 1999). • • Sejarah kedudukan
hukum Islam di Indonesia, Bab IV Bagian 2 dan 3, infra. Buku II Kompilasi Hukum
Islam (KHI) sebagaimana dikeluarkan dengan Instruksi Presiden (InPres) No.1/1991
beserta Keputusan Menteri Agama No.154/1991 maupun berbagai buku buku tentang hukum
Islam. • UUD 1945 dan sebagai contoh UU No.1/1974 Tentang Perkawinan; PP No.9/1975
Tentang Pelaksanaan UU No.1/1974 Tentang Perkawinan beserta UU No.7/1989 Tentang
Peradilan Agama. • • UU No.7/1984, KepPres No.129/1998, UU No.5/1998, UU
No.39/1998, UU No.29/1999. Surat Jawaban Ibu Nursyahbani Kayjasungkana, LBH APIK,
Tanggal 24 Nopember, 1999; Pertemuan dengan Drs. Haji Suharto M., Hakim Tinggi
Agama, Pengadilan Tinggi Agama DIY, Tanggal 9 December, 1999; Diskusi dengan Drs.
Sudjana, SH, Tanggal 11 December, 1999.
BAB III
3.1
Menjadi inisiator perubahan serta perumusan kebijakan Menjadi pemantau dan pelapor
tentang pelanggaran Ham dan pemenuhan hak korban
SEKRETARIS JENDERAL Pinky R.M. Tatontos DAFTAR BADAN PEKERJA KOMISI NASIONAL ANTI
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PERIODE 2007-2009 Sekretaris Jenderal Sekretaris
Pimpinan Asisten Pimpinan Bidang Hubungan Internasional Divisi Reformasi Hukum
Pinky Tatontos Dinette A. Chairie, Koordinator Syafyuniar Lubis Noli K Patricia
Yocie Daniella Samsoeri, Koordinator Yuliyanti
Asmau’l Kusnaini Divisi Pendidikan dan Litbang Yenny Widjaja, Koordinator Saherman
Yuni Nurhamida Edi Hayat Dwi Ayu, Koordinator Betty Sitanggang Selviana Yolanda
Atiyatun Homisah Siti Nurjanah Sawitri, Pjs. Koordinator Soraya Ramli Siti
Maesaroh, Pjs.Koordinator Theresia Yuliwati Nunung Qomariyah Alip Firmansyah Ita
Fitriah Yoseph Himawan Bidang Umum dan Penguatan SDM Sondang Friskha Simanjutak
Detty Artsanti Diana Lusi Cahyandari Triana Suli Wardani Berta Ida Ali Mudin Imam
Soepardi Taufik ismail Mahcdalene Kalola
Divisi Pengembangan Sistem Pemulihan bagi Korban Divisi Pusat Informasi dan
Dokumentasi
Bidang Keuangan
Aswin, Pjs. Koordinator Rini Widyastuti Retniawati Eri Kristanti Cut Nya Din Rita
Srimurweni Nuryanti Sere Ngura ABA, Koordinator Ismail Hasani
17
Virlian Nurkristi Andy Yentriyani, Asst I Pelapor Khusus Kekerasan Seksual Mei 1998
Sri Wiyanti Eddyono (Ketua) Tim Pengarah Kamala Chandrakirana Sjamsiah Achmad
Arimbi Heroepoetri Tim Pendukung Patricia Yocie Yenny Widjaja Henny Selviana
Yolanda
3.4 Kemitraan
Bekerja bersama dan membangun jaringan dengan mitra meruoakan strategi kerja yang
dikembangkan Komnas Perempuan sejak berdiir sampai dengan saat ini. Selama periode
2002-2006, terjadi pertumbuhan mitra Komnas Perempuan yang terus meningkat. Hal ini
menunjukkan kesungguhan Komnas Perempuan dalam mengajak pihak semua pihak untuk
berjuang bersama me;awan kkeerasam terhadap perempuan. Berikut daftar mitra
setrategis Komnas Perempuan. Data di bawah ini adalah mitra Komnas Perempuan untuk
kegiatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
1. Cahaya Perempuan, Jl. Indragiri I No. 3 Padang Harapan Bengkulu 38225Telp. 0736-
348186 2. WCC. Jombang, Jl. Ir Juanda No 85 JombangTelp. 0321-874320 3. Forum
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka)Wilayah Jawa Barat 4. Forum Ham
Perempuan Kota Batam
5. Pelaksana INSTITUT PEREMPUAN. Jln. Dago Pojok No. 85 Coblong ,Bandung Telp/fax :
Pasar Tel./Fax.:
Minggu 021-7918-3221
Jakarta /
Selatan 7918-3444/
12510 91000-76.
MANUSIA (LRC-KJHAM). Jl. Panda Barat III No. 1 Semaran, Telp./Fax. (024)
6723083.email ; lrc_kjham2004@yahoo.com
19
16. Sahabat Perempuan, Dsn. Dangean Rt 04, Gulon, Salam 56484, Magelang,Jawa
Tengah, Telp: (0293) 585281, 585573 17. Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRuK-
F) Maumere
18. Women’s Crisis Center (WCC) Palembang, Jln. Angkatan 45 No. 4/3197 Rt. 16/04
Kel.
Demang Lebar Daun Kec. Ilir Timur I Palembang, Sumatera Selatan 30137, Telp: 0711
321063, Fax: (0711) 366440 Hotline: 0711-7083880, Email : wcc_plg@hotmail.com 19.
YAYASAN AMNAUF BIFE “KUAN” (YABIKU), Jl. A. Yani Kefamenanu Timor Tengah Utara NTT
85613, Telp./Fax.: 0388-31691, Fax.: 0388-3179, Email: yabiku_kefa@telkom.net 20.
Rumah Perempuan, Jl. Rote No.15 Oiba Kupang, NTT
3.5 Contoh Kasus :
Kaum Perempuan Ahmadiyah Mengalami Diskriminasi Berlapis Pada perempuan dan anak
Ahmadiyah ditemukan fakta diskriminasi berlapis dalam berbagai bentuk dan
contonhya. Pertama : Hak perempuan untuk bebas dari kekerasan berbasis jender. Pada
saat penyerangan terjadi ancaman dan bahkan perlakuan kekerasan seksual dialami
oleh banyak perempuan komunitas Ahmadiyah, sebagaimana terjadi di Desa Sukadan,
Cianjur-Jawa Barat, Desa Gegerung-Lombok Barat dan Desa Prapen-Lombok Tengah. Kedua
: Hak perempuan untuk berkeluarga dan melanjutkan ketururunan. Di Lombok Tengah,
pasangan suami istri dianggap berzina ketika melakukan hubungan seksual lantaran
perempuan yang dinikahi seorang Ahmadiyah, dan anak yang dilahirkan dicap sebagai
anak haram. Ketiga : Hak perempuan atas kehidupan yang layak juga tidak terpenuhi.
Banyak perempuan Ahmadiyah terpaksa berhenti berjualan karena warga melarang non
Ahmadiyah berbelanja barang pada orang Ahmadiyah. Keempat; Hak perempuan atas
kesehatan reproduksi. Beberapa perempuan Ahmadiyah harus rela kehilangan calon
bayinya (keguguran) karena berlari menyelamatkan diri saat terjadi penyerangan.
Lebih dari itu, tidak adanya layanan khusus untuk kebutuhan kesehatan reproduksi,
termasuk dalam melahirkan dan pengobatan gangguan fungsi reproduksi akibat tekanan
konflik yang mereka alami menambah daftar panjang kekerasan yang mereka alami.
Padahal Pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional yang telah dijamin oleh
Undang Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat 1. Atas dasar fakta-fakta di atas, Komnas
Perempuan mendesak agar Pemerintah memberikan penegasan yang efektif tentang hak
atas kebebasan beragama bagi setiap anggota komunitas Ahmadiyah, termasuk kaum
perempuan dan anak-anak Ahmadiyah, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 bagi seluruh
warga negara Indonesia, dan mengambil langkah nyata untuk mencabut semua produk
kebijakan negara terkait komunitas Ahmadiyah yang bertentangan dengan UU 1945.
21
Kekerasan Didalam Pacaran Kekerasan Dalam Pacaran? 24 November 2008 Dear Komnas
Perempuan………. Nama saya Mawar, seorang mahasiswi di perguruan tinggi swasta di
Jakarta. Saya sudah berpacaran selama 2,5 tahun dengan senior saya. Saat dalam
proses pendekatan, dia sangat baik sekali. Saya berpikiran bahwa dia akan menjadi
pacar saya yang terakhir. Dia seorang cowok yang sangat populer dan calon pemimpin
yang baik. Tapi setelah satu tahun berpacaran, entah kenapa dia menjadi seorang
cowok yang kasar, posesif, pencemburu dan temperamental. Dia selalu menuntut saya
untuk melakukan semua hal yang dia inginkan. Apabila saya tidak menurutinya, pasti
kami akan bertengkar dan akhirnya dia pun memukul saya, sehingga terjadi perang
fisik. Sebenarnya saya sudah tidak tahan dengan keadaan ini dan beberapa kali
memutuskan hubungan, tapi dia selalu menolaknya. Katanya saya adalah perempuan yang
baik dan sangat berarti baginya. Tapi dia tidak pernah berubah, masih saja kasar
dan temperamental. Saya ingin memutuskan hubungan lagi, tapi dia selalu mengancam
bahwa kalau saya memutuskan dirinya, maka dia akan selalu membuat hidup saya tidak
tenang. Pernah suatu kali, seorang teman cowok menegur saya sambil menggoda, dan
dia pun langsung memukuli teman cowok saya itu. Padahal saya tidak pernah
meladeninya. Apa yang harus saya lakukan? Saya sudah tidak tahan lagi dan ingin
lepas darinya.
25
4.1
KESIMPULAN
Dari materi yang kelompok kami bahas diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan adalah sebuah Lembaga yang bertugas
untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan penegakan HAM perempuan di Indonesia. Selain itu Komnas
Perempuan juga mempunyai lima tujuan strategis untuk meningkatkan derajat kaum
perempuan, antara lain : Terjadinya perubahan nilai-nilai dalam masyarakat yang
dapat mendorong pemahaman akan hak-hak sebagai korban, terungkapnya secara
sistematis dan berkala fakta-fakta tentang kekerasan terhadap perempuan,
terbangunnya konsep, perangkat hukum dan kebijakan negara yang menciptakan situasi
yang kondusif bagi penghentian impunitas bagi para pelaku segala bentuk kejahatan
terhadap perempuan, terbangunnya sistem pemulihan yang holistik bagi perempuan
korban kekerasan, yang didukung oleh kerangka kebijakan dan mekanisme kerja yang
memadai, dan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun pemerintah, di
daerah konflik bersenjata maupun di daerah non konflik, terciptanya kelembagaan
yang independen dan mempunyai struktur organisasi dan tata kepengurusan dan
kepemimpinan yang demokratis dan akuntabel, serta sistem manajemen yang efektif,
efisien dan responsif terhadap tuntutan publik. Jadi pada intinya fokus perhatian
Komnas Perempuan pada saat ini adalah perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga, perempuan pekerja rumah tangga yang bekerja di dalam negeri maupun di luar
negeri sebagai buruh migran, perempuan korban kekerasan seksual, perempuan yang
hidup di daerah konflik bersenjata, dan perempuan kepala keluarga yang hidup di
tengah kemiskinan di daerah pedesaan.
27