Anda di halaman 1dari 100

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa


atas segalah berkat dan anugerahnya yang telah diberikan
kepada penyusun sehingga buku panduan Asesmen Pasien
Rumah Sakit Umum Daerah Barru ini dapat selesai disusun.

Buku panduan pelayanan asesmen pasien ini merupakan


panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dalam melakukan
asesmen pasien.

Dalam panduan pelayanan asesmen pasien ini diuraikan


tentang pengertian dan tatalaksana dalam melaksanakan
asesmen pasien Rumah Sakit Umum Daerah Barru.

Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang


sedalam-dalamnya atas bantuan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan panduan asesmen pasien
Rumah Sakit Umum Daerah Barru.

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Tujuan ..................................................................................... 1
BAB II DEFENISI........................................................................... 3
BAB III RUANG LINGKUP ............................................................. 5
A. Asesmen Pasien........................................................................ 5
BAB IV TATA LAKSANA................................................................. 7
A. Asesmen Awal........................................................................... 7
B. Asesmen Ulang ........................................................................ 1
C. Kerangka Waktu Asesmen Pasien............................................. 2
D. Asesmen Lanjut........................................................................ 5
E. Asesmen Keperawatan.............................................................. 30
F. Skrining dan Asesmen Gizi........................................................ 31
G. Asesmen Kemampuan Aktifitas Harian (Status Fungsional) ..... 32
H. Skrining fisikologis................................................................... 32
I. Asesmen Awal Individual Untuk Populasi Tertentu ................... 32
J. Asesmen Anak Dan Neonatus.................................................... 33
K. Professional Pemberi Asuhan (PPA) .......................................... 42
L. Pasien Tahap Terminal.............................................................. 43
BAB V DOKUMENTASI ................................................................. 49
BAB VI PENUTUP.......................................................................... 50

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan
fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)
kepada masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
Dari pengertian di atas, rumah sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan haruslah memberikan pelayanan yang bermutu kepada
masyarakat.Dalam rangka memberikan pelayanan yang bermutu
tersebut maka dilakukan akreditasi rumah sakit. Undang-Undang
Kesehatan No. 44 Tahun 2009 pasal 40 ayat 1 menyatakan bahwa
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, rumah sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali.
Proses asesmen pasien yang efektif akan menghasilkan
keputusan tentang pengobatan pasien yang harus segera dilakukan
dan kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif
atau pelayanan terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah.
Semua proses asesmen pasien tersebut dicatat dalam berkas
rekam medis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No:
269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis adalah
berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien,
hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.Catatan
merupakantulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi

1
mengenai tindakan-tindakanyang dilakukan kepada pasien dalam
rangka palayanan kesehatan.

B. Tujuan
Tujuan dilakukannya asesmen awal adalah :
1. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
2. Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien.
3. Menetapkan diagnosis awal.
4. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya.

2
Tujuan dilakukannya asesmen ulang :
1. Asesmen ulang merupakan kunci untuk memahami apakah
keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif.
2. Untuk menentukan respon terhadap pengobatan.
3. Untuk perencanaan pengobatan/tindakan lanjutan atau pemulangan

3
BAB II
DEFINI
SI

1. Asesmen pasien adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari


fase pre- rumah sakithingga manajemen pasien di rumah sakit, yaitu
proses dimana dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien baik
subyektif maupun obyektif untuk membuat keputusan terkait :
a. Status kesehatan pasien
b. Kebutuhan perawatan
c. Intervensi
d. Evaluasi
2. Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
tenaga medis saat tibadi tempat kejadian.
3. Berdasarkan kapan dilakukannya suatu asesmen, maka asesmen
terdiri dariasesmen awal dan asesmen ulang.
a. Asesmen Awal Gawat Darurat adalah tahap awal dari proses
evaluasi yang dilakukan oleh dokter dan perawat pada pasien di unit
gawat darurat.
b. Asesmen Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses
dimana dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam
24 jam pertama sejak pasien masuk rawat inap atau bisa lebih cepat
tergantung kondisi pasien dan dicatat dalam rekam medis.
c. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses
dimana dokter mengevaluasi data pasien baru rawat jalan.
d. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana
dokter,perawat/bidan, dietisien, dan apoteker mengevaluasi ulang
data pasien setiap terjadi perubahan yang signifikan atas kondisi
klinisnya.
4. Berdasarkan jenis asesmen di rumah sakit, maka asesmen terdiri dari :
a. Asesmen medis yaitu asesmen yang dilakukan oleh dokter dan/atau
dokter gigi yangkompeten.
b. Asesmen keperawatan yaitu asesmen yang dilakukan oleh perawat
4
(termasukbidan) yang kompeten.
c. Asesmen yang lain, antara lain :
1) Asesmen gizi/asesmen nutrisional merupakan
asesmen atau pengkajian untukmengidentifikasi status
nutrisi pasien.
2) Asesmen farmasi merupakan asesmen atau asuhan
untukMengidentifikasikebutuhan farmasi (obat atau alkes).

5
3) Asesmen nyeri merupakan asesmen atau pengkajian
untukmengidentifikasi rasanyeri/sakit pasien.
4) Asesmen risiko jatuh merupakan proses asesmen awal risiko
pasien jatuh danasesmen ulang terhadap pasien yang
diindikasikan terjadi perubahan kondisi ataupengobatan.
5) Asesmen gawat darurat merupakan asesmen atau pengkajian
terhadap pasiendengan kondisi gawat darurat atau emergensi.
d. Asesmen Tambahan yaitu asesmen individual untuk tipe-tipe
pasien ataupopulasi pasien tertentu yang didasari atas
karakteristik yang unik, Asesmen tambahan Neonatus, Anak,
Remaja, Obstetri/maternitas, Geriatri, Pasien dengan kebutuhan
untuk P3 (perencanaan pemulangan pasien), Sakit
terminal/menghadapi kematian, Pasien dengan rasa sakit kronik
atau nyeri (intense), Pasien dengan gangguan emosional atau
pasien psikiatris, Pasien kecanduan obat terlarang atau alkohol,
Korban kekerasan atau kesewenangan, Pasien dengan penyakit
menular atau infeksius, Pasien yang menerima terapi radiasi,
Pasien dengan sistem imunologi terganggu.
5. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitaspasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien
6. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas
pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung
jawab terhadap kelengkapan, kejelasan dan kebenaran serta ketepatan
waktu pengembalian dari rekam medis pasien tersebut
7. Case Manager adalah perawat yang bertanggung jawab terhadap
asuhan keperawatan atas setiap pasien. Tujuannya untuk menjamin
mutu asuhan keperawatan dari pasien tersebut.
8. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan &
kebidanan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang
di mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha
memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal
6
9. Dietisien adalah seorang profesional medis yang mengkhususkan diri
dalamdiet etika,studi tentang gizi dan penggunaan diet khusus untuk
mencegah dan mengobati penyakit.

7
BAB III
RUANG
LINGKUP

A. Asesmen Pasien
Asesmen pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
yang berkompeten memberikan pelayanan secara professional dan
melibatkan ahli lain bila diperlukan.Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, dan apoteker.
Lingkup asesmen pasien meliputi pasien di rawat jalan, UGD dan
Rawat inap sertamelibatkan unit penunjang lain seseuai dengan
kebutuhan pasien.

ASSESMEN

ASSESMEN

ASSESMEN

ASSESMEN
ASSESMEN

8
ASESMEN AWAL ASESMEN AWAL ASESMEN AWAL

9
Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan
dalam seluruh proses, agar asuhan kepada pasian menjadi optimal.
Pada saat evaluasi, bila terjadi perubahan yang signifikan terhadap
kondisi klinis pasien, maka harus segera dilakukan asesmen ulang.
Bagian akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi, umumnya
disebut monitoring yang menjelaskan faktor-faktor yang akan
menentukan pencapaian hasil-hasil nyata yang diharapkan pasien.

1
0
BAB IV
TATA
LAKSANA

A. Asesmen Awal
Seluruh pasien baik pasien UGD, rawat inap maupun rawat
jalan harus mendapat asesmen awal sesuai standar profesi medik,
keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RS Umum Daerah
Barru.
1. Isi asesmen awal meliputi :
a. Identitas pasien
b. Identitas pengantar pasien
c. Tanggal dan waktu
d. Hasil anamnesis mencakup sekurang-kurangnya satu keluhan
utama dan riwayat penyakit.
e. Status fisik
f. Psiko-sosio-spiritual dan nilai-nilai kepercayaan
g. Ekonomi
h. Riwayat kesehatan pasien
i. Riwayat alergi
j. Asesmen nyeri
k. Resiko jatuh
l. Asesmen fungsional
m. Resiko nutrisional
n. Kebutuhan edukasi
o. Perencanaan pemulangan pasien (discharge planning)
p. Odontogram klinik (untuk pasien kasus gigi)
q. Pemberian obat
r. Asesmen awal harus menghasilkan pemahaman tentang
penanganan yang sebelumnya telah diterima pasien, serta
kebutuhan pasien saat dilakukan asesmen, keputusan tentang
pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care)
serta adanya diagnosis awal.

7
2. Jumlah Asesmen awal :
a. Asesmen Awal UGD : asesmen awal medis dan keperawatan UGD
b. Asesmen Awal Rawat Inap : asesmen awal medis dan keperawatan
rawat inap
c. Asesmen Awal Rawat Jalan : asesmen awal medis dan keperawatan
rawat jalan.

8
Asesmen awal Gawat Darurat
1. Asesmen gawat darurat dilakukan di Unit Gawat Darurat untuk
pasien dengan kategori triase prioritas 1 (merah) dan prioritas 2
(kuning).
2. Asesmen awal gawat darurat dilakukan oleh dokter RS Umum Daerah
Barru atau perawat yang terlatih dalam melakukan asesmen gawat
darurat.
3. Asesemen gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat
kejadian gawat darurat, survei primer (jalan napas, pernapasan,
sirkulasi, disabilitas, dan eksposur). Untuk asesmen di UGD,
asesmen tambahan dilakukan sesuai format yang tertera di Formulir
Asesmen Gawat Darurat.
4. Asesmen gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 5
menit sejak pasien tiba di RS Umum Daerah Barru untuk pasien
prioritas 1 dan maksimal 15 menit untuk pasien prioritas 2.
Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi:
a. Persiapan
b. Triase
c. Survei primer
d. Resusitasi
e. Tambahan terhadap survei primer dan resusitasi
f. Pertimbangkan kemungkinan rujukan
g. Survei Sekunder (pemeriksaan head to toe dan anamnesis)
h. Tambahan terhadap survei sekunder
i. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
j. Penanganan definitive
5. Baik survei primer dan sekunder dilakukan berulang-kali agar dapat
mengenali penurunan keadaan pasien, dan memberikan terapi bila
diperlukan.

9
6. Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-olah berurutan
(sekuensial), namun dalam praktek sehari-haridapat berlangsung
bersama-sama (simultan). Penerapan secara berurutan ini
merupakan suatu cara atau sistem bagi dokter untuk menilai
perkembangan keadaan pasien.
7. Hasil asesmen gawat darurat didokumentasikan di rekam medis
dalam kronologi waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis kerja
serta penanganan yang dilakukan.
8. Dokter membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di akhir dari
penulisan di rekammedis.

1
0
Asesmen Medis Rawat Inap
1. Asesmen Awal medis
Asesmen awal medis pasien rawat inap dilakukan oleh dokter
ruangan sesaat setelah pasien masuk ke ruang rawat inap atau
DPJP.Hasil asesmen awal oleh dokter jaga ruangan didokumentasikan
di Form Asesmen Awal Rawat Inap Medis dan dilaporkan ke DPJP.
Asesmen awal medis rawat inap dilakukan oleh dokter penanggung
jawab pasien(DPJP) pada saat admission (saat pasien masuk ruang
perawatan) sekaligus melakukan review hasil asesmen jika asesmen
awal dilakukan oleh dokter ruangan.
Asesmen medis rawat inap didokumentasikan di rekam medis
sesuai ketentuan/kebijakan rekam medis, dan minimal terdiri dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik (dan penunjang jika ada) yang
relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi
Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
a. Asesmen penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar
khusus, dilakukan sesuaikeluhan pasien dan standar profesi.
b. Asesmen Medik kasus Anak & Neinatus dilakukan sesuai format
yang ada di form asesmen khusus
2. Asesmen Keperawatan
Asesmen keperawatan dilakukan oleh perawat.
a. Asesmen Awal
1. Asesmen awal keperawatan pasien rawat inap
didokumentasikan dalam form asesmen awal keperawatan
secara lengkap dan dilakukan maksimal 24 jam sejak pasien
masuk diruang rawat inap.
2. Asesmen keperawatan berdasarkan umur (neonatus, anak,
dan dewasa), kondisi, diagnosis dan perawatan akan meliputi
sekurang-kurangnya:

1
1
1) Tanda-tanda vital (termasuk tinggi dan berat badan, apabila
tidak dilengkapi di gawat darurat).
2) Riwayat Alergi
3) Penilaian fisikPengkajian sosial dan psikologis
4) Skrining gizi awal
5) Asesmen Nyeri
6) Asesmen risiko jatuh (skala morse dan humpty dumty)

1
2
7) Riwayat imunisasi (untuk pasien anak)
8) Asesmen risiko decubitus norton scale (untuk pasien dewasa)
9) Kebutuhan edukasi
- Upaya pengumpulan data yang tidak dapat diperoleh/
dinilai pada saat asesmen awalakan dilanjutkan sampai
dengan saat pasien dipulangkan.
- Masing-masing kebutuhan perawatan kesehatan,
kesiapan untuk belajar, dan halangan pembelajaran juga
akan dikaji pada saat penerimaan dan didokumentasikan.
b. Asesmen Ulang
a. Asesmen ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal
satu kali per shift,atau sesuai dengan perubahan kondisi pasien
dan/atau diagnosis pasien dan untuk menentukan respon pasien
terhadap intervensi. Asesmen ulang keperawatan
didokumentasikan dalamform catatan perawatan pasien
terintegrasi (CPPT) dan catatan implementasi
b. Asesmen ulang keperawatan pasien intensif dan semi intensif
dilakukan secara kontinyu, dan didokumentasikan dalam chart
minimal setiap interval satu jam.
c. Asesmen ulang keperawatan akan mencerminkan minimal review
data spesifik pasien, perubahan yang berhubungan dengannya,
dan respon terhadap intervensi.
d. Asesmen ulang akan lebih sering dilengkapi sesuai dengan
populasi pasien dan/atau kebutuhan individu pasi

Asesmen Rawat Jalan


1. Asesmen pasien rawat jalan dilakukan di UGD, Poli klinik rawat jalan.
2. Asesmen awal pasien rawat jalan dilakukan oleh perawat dan dokter
sesuai dengan format yang telah ditetapkan.
3. Asesmen awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru
atau pasien lama dengan keluhan yang baru.
4. Asesmen awal keperawatan rawat jalan berisi:
a. Keluhan utama/alasan untuk kedatangan dan riwayatnya.
10
b. Riwayat alergi obat dan makanan.
c. Riwayat pengobatan.
d. Keadaan umum meliputi tanda vital dan antropometri (khusus
untuk anak- anak danmedical check up)
e. Asesmen psikologis, status sosial dan ekonomis, skrining gizi awal, dan
status fungsional.
f. Asesmen risiko jatuh

11
g. Asesmen nyeri
5. Asesmen medis rawat jalan dilakukan oleh dokter spesialis di poliklinik
rumah sakit atau dokter umum di RS Umum Daerah Barru
6. Asesmen rawat jalan didokumentasikan di rekam medis sesuai
ketentuan / kebijakan rekam medis dengan keterangan yang jelas
mengenai waktu pemeriksaan (tanggal danjam), dan minimal
menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang relevan untuk
justifikasi diagnosis dan terapi.
7. Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut
:Asesmen penyakit dalam, anak, mata, dan bedah tidak memiliki
standar khusus,dilakukan sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
8. Asesmen poliklinik gigi, Obstetri & Ginekologi, dilakukan sesuai format
yang ada diform asesmen khusus untuk dokter atau perawat.

B. Asesmen Ulang
Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu
atas dasar kondisi danpengobatan untuk menetapkan respon terhadap
pengobatan dan untuk merencanakanpengobatan atau untuk
pemulangan pasien.
Asesmen ulang dilakukan di rawat inap atau di ruang perawatan
intensif dalam bentukcatatan perkembangan terintegrasi dengan para
pemberi asuhan yanglain.Asesmen ulang oleh professional pemberi
asuhan (PPA) selama proses pelayanan pada interval waktu tertentu
sesuai dengan kebutuhan dan rencana pelayanan atau sesuai dengan
kebijakan dan prosedur.
Asesmen ulang medis
a. Asesmen ulang medis dilaksanakan minimal satu kali sehari oleh
DPJP dan apabila hari libur di delegasikan ke dokter interenship.
b. Asesmen ulang oleh dokter yang menangani menjadi bagian integral
dari perawatanberkelanjutan pasien.
c. Dokter harus memberikan asesmen setiap hari, termasuk di akhir
pekan terutama untuk pasien akut.
d. Asesmen ulang dilakukan untuk menentukan apakah obat-obatan
12
dan penatalaksanaan lainnya berhasil dan apakah pasien dapat
dipindahkan atau dipulangkan.
e. Dokter harus melakukan asesmen ulang apabila terdapat perubahan
signifikan dalam kondisi pasien atau perubahan diagnosis pasien
dan harus ada revisi perencanaan kebutuhan perawatan pasien,
sebagai contoh: pasien pasca operasi.
f. Hasil dari asesmen yang dilakukan akandidokumentasikan dalam
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).

13
Cara penulisan data dengan format problem oriented dikenal
dengan konsep SOAP. Konsep SOAP terdiri dari 4 bagian:
1. S = Subjective
Data subyektif yang berisikan keluhan pasien.Seringkali perkataan
pasien ditulis dalamtanda kutip supaya dapat menggambarkan
keadaan pasien.
2. O = Objective
Data obyektif yang berisikan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
3. A = Assessment
Penilaian yang berisikan diagnosa kerja dan/atau diagnosa banding
sebagai hasilintegrasi pemikiran dokter (berdasarkan
pengetahuannya mengenai patofisiologi,epidemiologi, presentasi
klinis penyakit, dan lain sebagainya) terhadap data subjektifdan
objektif yang ada.
4. P = Plan (Rencana/Instruksi)
Rencana yang berisikan rencana diagnosa, rencana terapi
(medikamentosa dan nonmedikamentosa), rencana monitoring, dan
rencana edukasi/penyuluhan.
Asesmen ulang oleh ppaadalah terintegrasi dalam proses pelayanan
pasien.
- DPJP melakukan asesmen ulang setiap hari termasuk akhir
minggu, dan bila terdapat perubahan signifikan pada kondisi
pasien.
- Perawat melakukan asesmen ulang minimal setiap pergantian
shift jaga, dan jika terjadi perubahan signifikan kondisi pasien.
- PPA lainnya melakukan asesmen ulang sesuai dengan kebijakan
masing-masing profesi.

C. Kerangka Waktu Asesmen Pasien


1. Waktu yg dibutuhkan
14
a. Asesmen gawat darurat (TRIASE) harus dilakukan maksimal
dalam waktu 5 menit sejak pasien tiba di RS Umum Daerah
Barru untuk pasien prioritas 1 dan maksimal 15 menit untuk
pasien prioritas 2.
b. Asesmen awal pasien di Unit Gawat Darurat harus diselesaikan
dalam waktu 30 menit setelah pasien diperiksa oleh dokter
triase.
c. Pasien Unit Gawat Darurat yang dalam waktu 8 jam belum bisa
dilakukan rawat inap karena berbagai alasan, pasien harus
dilakukan asesmen rawat inap di Unit Gawat Darurat

15
d. Assesmen medis dan keperawatan rawat inap dilakukan dalam
waktu 24 jam setelah pasien di rawat dan dicatat dalam rekam
medis.
e. Asesmen pasien di poliklinik dilakukan oleh perawat dan dokter
diselesaikan dalam waktu 15 menit.
f. Temuan asesmen dari Rumah Sakit luar akan dilakukan ulang
terutama hasil yang lebih dari 30 hari.
g. Apabila hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit luar kurang dari 30
hari, namun ada perubahan yang berarti maka akan dilakukan
asesmen ulang.
h. Pasien rawat jalan dengan penyakit akut / non kronis asesmen
awal diperbaharui setelah 1 (satu) bulan.
i. Pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesmen awal
diperbaharui setelah 3 (tiga) bulan.
j. Apabila pasien sedang menerima prosedur rawat jalan
(endoskopi, biopsy, dll) maka pengkajian awal diharuskan tidak
lebih dari 30 hari. Apabila sudah lebih dari 30 hari,maka riwayat
kesehatan dan pemerikssan fisik harus diperbaharui.
k. Asesmen lanjutan rawat jalan untuk pasien kontrol. Pada setiap
kunjungan lanjutan,keluhan utama, tanda-tanda vital menjadi
fokus asesmen, evaluasi test diagnostik danrencana
penatalaksanaan harus dilakukan dan didokumentasikan
sesuai dengan jeniskunjungannya.
l. Assesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat
inap.
2. Prosedur kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien gawat
darurat
a. Asesmen awal pasien di Unit Gawat Darurat harus diselesaikan
dalam waktu 30 menit setelah pasien diperiksa oleh dokter
triase.
b. Pasien Unit Gawat Darurat yang dalam waktu 8 jam belum bisa
dilakukan rawat inap karena berbagai alasan, pasien harus
dilakukan asesmen rawat inap di Unit Gawat Darurat.

16
c. Apabila pasien memerlukan pemeriksaan/konsultasi spesialistik
maka asesmen dapat dilakukan 2 jam.
d. Pasien Unit Gawat Darurat yang memerlukan pemeriksaan
laboratorium rutin minimal 1 jam atau disesuaikan dengan jenis
dan jumlah pemeriksaan.
e. Pasien yang memerlukan pemeriksaan laboratorium akan
mendapatkan pelayanan sesuai dengan urutan dan lamanya
waktu yang dibutuhkan sampai hasil diterima sesuai dengan
jenis pemeriksaan.
f. Pemeriksaan radiologi dan imaging diagnostik assesmen
didapatkan dalam waktu 2-3 jam atau sesuai dengan jenis
pemeriksaan.

17
g. Assesmen medis dan keperawatan dilakukan dalam waktu 24
jam setelah pasien di rawat dan dicatat dalam rekam medis.
h. Apabila pasien memerlukan tindakan harus dilaksanakan kurang
dari 24 jam.
i. Temuan assesmen dari Rumah Sakit luar akan dilakukan ulang
terutama hasil yang lebih dari 30 hari.
j. Apabila hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit luar kurang dari
30 hari, namun ada perubahan yang berarti maka akan
dilakukan assesmen ulang.
k. Assesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk
rawat inap.
3. Kerangka waktu asesmen awal medis rawat inap :
a. Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan
asesmen dokter yang akan merawat, maka jika pasien dilakukan
asesmen kurang dari 24 jam, pasien dalam keadaan tanpa
kegawat daruratan medik dapat langsung menjalani poses
admission.
b. Jika pasien dengan asesmen lebih dari 24 jam sebelum pasien
tiba di RS Umum Daerah Barru, maka pasien harus menjalani
asesmen ulang di UGDRS Umum Daerah Barru guna
memastikan bahwa diagnosis masih tetap dan tidak ada
kegawatan lain sebelum pasien masuk ke ruang rawat inap.
4. Prosedur kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien rawat jalan
a. Pasien rawat jalan mendapatkan asesmen sesuai dengan urutan
kedatangan
b. Asesmen pasien di poliklinik dilakukan oleh perawat dan dokter
diselesaikan dalam waktu 15 menit
c. Pasien yang memerlukan pemeriksaan laboratorium akan
mendapatkan pelayanan sesuai dengan urutan dan lamanya
waktu yang dibutuhkan sampai hasil diterima sesuai dengan
jenis pemeriksaan.
d. Pemeriksaan radiologi dan imaging diagnostik assesmen
didapatkan dalam waktu 2-3 jam atau sesuai dengan jenis
pemeriksaan. Temuan asesmen dari Rumah Sakit luar akan
18
dilakukan ulang terutama hasil yang lebih dari 30 hari.
e. Apabila hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit luar kurang dari 30
hari, namun ada perubahan yang berarti maka akan dilakukan
asesmen ulang.
f. Pasien rawat jalan dengan penyakit akut/non kronis asesmen
awal diperbaharui setelah 1 (satu) bulan.
g. Pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesmen awal
diperbaharui setelah 3 (tiga) bulan.
h. Asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat
inap.

19
D. Asesmen Lanjut
Merupakan bagian dari asesmen ulang untuk menilai ulang
temuan klinis sebelumnya pada saat dilakukan asesmen awal.
1. Asesmen Nutrisi Lanjut
Asesmen nutrisi lanjut dilakukan oleh dietitien jika saat
dilakukan asesmen awal nutrisi oleh perawat ditemukan hasil
pasien beresiko malnutrisi.
a) Kaji status gizi pasien dengan metode skrining, sebagai berikut :
1) Menanyakan identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin )
2) Menanyakan riwayat penyakit pasien :
a. Penyakit sekarang, penyakit yang pernah di derita
b. Hamil ; berat badan menyimpang dari normal
c. Anorexia
d. Mual, muntah
e. Keadaan yang memerlukan penambahan/pengurangan
zat gizi tertentu, seperti ; kanker, mal absorbs, diare
3) Menanyakan riwayat gizi pasien :
a. Gangguan mengunyah /menelan, nafsu makan
b. Sering jajan/makan di luar rumah
c. Intake makanan
d. Berdiet yang memungkinkan terjadinya defisiensi gizi,
seperti ; makan cair lebih dari 3 hari, berdiet ketat
4) Tanyakan riwayat sosial pasien ( pendidikan, pekerjaan,
penghasilan )
5) Antropometri :
a. Status nutrisi pada dewasa dapat dinilai dengan cara :
 Ukur tinggi badan dengan alat pengukur tinggi badan
 Timbang berat badan dengan timbangan berat badan
 Hitung berat badan ideal
- BB Ideal ( Kg ) = ( Tinggi Badan dalam cm – 100 – 10 % )
atau
- BB Relatif ( % ) = BB
x 100 % ( TB-100 )
IMT = Berat Badan
20
( kg ) Tinggi
Badan ( m² )
 Nilai status gizi
- BB Ideal

21
> 20 %, Obesitas
> 11 %, Over
Weight 9 – 11
%, Ideal
7 – 9 %, Under Weight
< 7 %, Severe Under Weight
- BB Relatif
>120 %, Obesitas
>110 %, Over
Weight 90 –
110, Normal
<90, Under Weight
- IMT
>27, Obesitas
>25 – 27, Over Weight
>18,5 – 25, Normal
17 – 18,5, Under Weight
<17, Severe Under Weight

Pengukuran alternative
Jika tinggi badan dan berat badan tidak diketahui, untuk memperkirakan
IMT, dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan atas ( LLA )

 Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90o terhadap


siku, dengan lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak
antara tonjolan tulang bahu (akromion) dengan siku
(olekranon). Tandai titik tengahnya.
 Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya,
ukur lingkar lengan atas di titik tengah, pastikan pita
pengukur tidak terlalu menempel terlalu ketat

22
LLA < 23,5 cm = perkiraan IMT

< 20 kg/m2 LLA > 32 cm =

perkiraan IMT > 30 kg/m2

23
b. Pada anak – anak : pertumbuhan di bawah atau di atas
normal di lihat dari standar PB/BB/umur dan BB/umur
c. Menanyakan riwayat obat yang sering digunakan :
- Penurun tekanan darah
- Vitamin dan mineral
d. Menayakan data laboratorium ( Hb, GDS, SGOT, SGPT )
b) Bila telah diidentifikasi adanya masalah gizi, dan memerlukan
assesmen lebih mendalam/lanjut untuk mengidentifikasikan
pasien yang membutuhkan intervensi nutrisional maka perlu
dikonsulkan atau di rujuk ke ahli gizi.
c) Ahli gizi malakukan terapi gizi/ asuhan gizi

2. Asesmen Nyeri
Nyeri Merupakan suatu pengalamansensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan,yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan jaringan. Dan bersifat subyektif dimana individu
mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung
berhubungan denga luka, yang dimulai dari awal masa
kehidupannya.
Asesmen nyeri dilakukan kepada setiap pasien baik di Unit
Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan maupun Unit Rawat Inap.
Tatalaksana asesmen nyeri :
 Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri
terhadap semua pasien yang datang kebagian UGD, poliklinik,
ataupun pasien rawat inap.
 Asesmen nyeri menggunakan NRS (Numerical Rating Scale)
1. Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak
berusia >7 tahun yang dapat menggunakan angka
untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
2. Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas
nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan
24
angka antara 0 – 10.
0. Tidak ada nyeri.
1. Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
2. Nyeri seperti melilit atau terpukul.
3. Nyeri seperti perih atau mules.
4. Nyeri seperti kram atau kaku
5. Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
6. Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

25
7. 8. 9.Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien
dengan aktifitas yang bisa dilakukan.
10. Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh pasien.

 Asesmen nyeri menggunakan VAS(Visual Analog Scale)


1. Indikasi: Digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia >
7 tahun yang dapat menilai intensitas nyerinya sendiri
dengan melihat mistar nyeri yang diberikan petugas.
2. Instruksi: Perawat meminta pasien menentukan intensitas
nyeri yang dirasakannya dengan mistar nyeri gambar wajah

yang bisa dilambangkan dengan angka antara 0 -10.

0 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
 Metode NRS dan VAS tidak dapat digunakan untuk semua
pasien karena skala tersebut tidak efektif pada pasien yang
memiliki gangguan kognitif atau motorik, pasien yang tidak
responsif, anak usia muda, pasien umur tua. Untuk pasien-
pasien tersebut bisa digunakan skala nyeri Wong Baker Faces
Pain Scale.
 Asesmen nyeri menggunakan WONG BAKER FACES PAIN SCALE
(gambar wajah tersenyum
– cemberut – menangis)
1. Indikasi: Digunakan pada pasien 3-7 tahun , pasien dewasa
yang tidak kooperatif , pasien manula, pasien lemah , pasien
dengan gangguan konsentrasi, pasien nyeri hebat, pasien kritis
.
2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri pasien dengan
cara melihat mimik wajah dan diberi score antara 0-10.
0 2 4 6 8 10
0 : Tidak ada nyeri
1 : Nyeri dirasakan sedikit saja
4 : Nyeri dirasakan hilang timbul
6 : Nyeri dirasakan lebih banyak
8 : Nyeri dirasakan secara keseluruhan
10 : Nyeri sekali dan menangis
 Asesmen nyeri menggunakan FLACC (Face, Legs, Activity, Cry,
Consolability)
1. Indikasi: Digunakan pada pasien anak berusia 6 bulan – 3 tahun.
2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri dengan cara
melihat mimik wajah, gerakan kaki, aktivitas, menangis dan
berbicara atau bersuara.

SCO
KATEGORI RE
0 1 2
Ekspresi Ekspresi wajah, Sering meringis,
WAJAH
wajah kadang meringis menggertakkan
normal menahan sakit gigi
menahan sakit
Posisi anggota Anggota gerak Anggota gerak
ANGGOTA
gerak bawah bawah (lower bawah (lower
GERAK
(lower ekstremitas) ekstremitas)
BAWAH
ekstremits) kaku, gelisah menendang -
(LOWER
normal nendang
EXTREMITA
atau rileks
S)
Berbaring Gelisah, Kaku, gerakan
AKTIVITAS berguling-guling
tenang, abnormal (posisi
posisi tubuh
normal, melengkung
gerakan atau gerakan
normal menyentak)

19
MENANGIS Tidak Mengerang Menangis terus-
menangis atau menerus,
(tenang) merengek, menjerit, sering
kadang- kali mengeluh
kadang
mengeluh
Bicara atau Tenang setelah Sulit
BICARA
bersuara dipegang, ditenangkan
ATAU
normal,sesuai dipeluk, dengan kata-
BERSUARA
usia digendong kata atau
atau diajak pelukan
bicara

20
0 : Rileks dan
nyaman 1-3 :
Kurang nyaman
4-6 : Nyeri sedang
7-10 : Nyeri berat/tidak nyaman atau kedua-duanya
 Asesmen nyeri menggunakan Skala Nyeri Menangis (Cries Pain Scale)
1. Indikasi : digunakan untuk menilai skala nyeri pada usia 0-6 bulan
2. Instruksi : Perawat menilai intensitas nyeri dengan
mengobservasi neonatus terhadap reaksi menangis, kebutuhan
O2, peningkatan tanda vital, ekspresi wajah dan tidur.

Menangis
0 : Tidak menangis atau menangis dengan nada tinggi
(melengking)
1 : Menangis dengan nada tinggi namun bayi mudah
ditenangkan
2 : Menangis dengan nada tinggi tetapi bayi tidak dapat
ditenangkan
Kebutuhan O2 untuk SaO2 < 95%
0 : Tidak memerlukan oksigen
1 : Oksigen yang
diperlukan < 30% 2 :
Oksigen yang
diperlukan > 30%
Peningkatan tanda-tanda vital (TD dan HR)
0 : Nadi atau tekanan darah tidak berubah atau dibawah nilai
normal
1 : Nadi atau tekanan darah meningkat tetapi masih
dibawah < 20% nilai dasar 2 : Nadi atau tekanan
darah meningkat diatas > 20% nilai dasar
Ekspresi Wajah
0 : Tidak ada ekspresi
wajah meringis 1 : Wajah
meringis
2 : Wajah meringis, menangis tanpa bersuara

20
Tidur
0 : Bayi tidur nyenyak
1 : Bayi kadang terbangun
2 : Bayi seringkali terbangun
TOTAL SCORE

 Setelah selesai menentukan score intensitas nyeri, lanjutkan


dengan menentukan tipe nyeri apakah termasuk nyeri ringan,
sedang, berat atau sangat berat.
 Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri kepada pasien.

21
 Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :
a. Lokasi nyeri.
b. Kualitas dan atau penjalaran/penyebaran.
c. Onset, durasi, dan faktor pemicu.
d. Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya.
e. Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari.
f. Obat-obatan yang dikonsumsi pasien.
 Pada pasien dalam pengaruh obat anastesi atau dalam kondisi
sedasi sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat
pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal
akan rasa nyeri.
 Asesmen ulang nyeri : dilakukan pada pasien yang dirawat
lebih dari beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa
nyeri, sebagai berikut :
a. Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali
melakukan pemeriksaan fisik pada pasien.
b. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam
setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien
yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum
pulang dari rumah sakit.
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung),
lakukan asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian
nitrat atau obat – obat intravena.
d. Pada nyeri akut lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1
jam setelah pemberian obat. Manajemen nyeri :
 Perawat di rawat inap harus melapor ke dokter yang merawat
bila ada pasien rawat inap yang mengeluh nyeri setelah
melakukan asesmen nyeri. Berikan analgesik sesuai dengan
anjuran dokter.
 Pada pasien yang kesakitan (nyeri hebat) segera laporkan ke
dokter yang merawat atau dokter jaga ruangan untuk segera
mendapatkan terapi dan asesmen lebih lanjut oleh dokter .
22
 Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana
nyeri kepada pasien yang sadar/bangun.
 Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥4. Pada nyeri
akut asesmen dilakukan tiap 30 menit -1 jam setelah tatalaksana
sampai intensitas nyeri ≤ 3. Bila nyeri tidak berkurang laporkan
kembali ke dokter yang merawat.
 Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak
menimbulkan nyeri.
 Nilai ulang efektivitas pengobatan.

23
 Tatalaksana non –
farmakologi :
a. Berikan heat/cold pack
b. Lakukan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
c. Lakukan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas
dengan irama/pola teratur, dan atau meditasi pernapasan
yang menenangkan
d. Distraksi/pengalih perhatian.
 Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai :
a) Penyakitnya dan perawatan penyakit dirumah.
b) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri.
c) Dalam hal posisi tubuh sebagai penyebab nyeri.
d) Dalam hal diet kalau ada
e) Menenangkan ketakutan pasien
f) Tatalaksana nyeri
g) Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika
merasa nyeri sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah.

3. Asesmen Resiko Jatuh


a. Asesmen Awal / Skrining
- Perawat akan melakukan penilaian dengan Asesmen Resiko
Jatuh Skala Morse dalam waktu 4 jam dari pasien masuk
Rumah Sakit dan mencatat hasil asesmen.
- Menentukan kategori resiko jatuh ( rendah : 0-24, sedang : 25-44,
tinggi : >45 )
- Rencana tindakan akan segera disusun, diimplementasikan,
dan dicatat didalam Rencana Keperawatan dalam waktu 2
jam setelah skrining.
- Skrining farmasi dan fisioterpi dilakukan jika terdapat adanya
resiko jatuh pada pasien.

ASESMEN RESIKO JATUH MENGGUNAKAN ‘SKALA MORSE’


Nama Pasien : Tanggal :
RM : Pukul :

24
Faktor Risiko Skala Poin skor
pasien
Riwayat jatuh Ya 25
(dalam waktu
Tidak 0
dekat atau 12
bulan
terakhir)
Diagnosis Ya 15
sekunder (≥ 2

25
diagnosis medis) Tidak 0
Alat bantu Berpegangan pada 30
perabot
Tongkat/alat penopang 15
Tidak ada/kursi
0
roda/perawat/tirah
baring
Terpasang infuse Ya 20
Tidak 0
Gaya berjalan Terganggu 20
Lemah 10
Normal/tirah 0
baring/imobilisasi
Status mental Sering lupa akan
keterbatasan 15

yang dimiliki
Sadar akan
kemampuan diri 0

sendiri
Total

Kategori:
Resiko tinggi = ≥
45 Resiko sedang
= 25 – 44
Resiko rendah = 0 – 24

Nama Perawat :…….. Tanda Tangan :……….

PETUNJUK PENGGUNAAN ASESMEN RESIKO JATUH MORSE


Riwayat jatuh :
Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau
terdapat riwayat kejadian jatuh fisiologis dalam 12 bulan terakhir ini
seperti pingsan atau gangguan gaya berjalan, berikan skor 25. Jika
pasien tidak mengalami jatuh, berikan skor 0.
Diagnosis sekunder :
Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15; jika
26
tidak, berikan skor 0.
Alat bantu :
Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor
30.Jika pasien menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15.
Jik pasien dapat berjalan tanpa alat bantu, berikan skor 0.
Terapi intravena (terpasang infus) :

27
Jika pasien terpasang infus, berikan skor 20; jika tidak, berikan skor 0.
Gaya berjalan :
 Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami
kesulitan untuk bangun dari kursi, menggunakan bantalan
tangan kursi untuk mendorong tubuhnya, kepala menunduk,
pandangan mata terfokus pada lantai, memerlukan bantuan
sedang–total untuk menjaga keseimbangan dengan berpegangan
pada perabot, orang, atau alat bantu berjalan, dan langkah-
langkahnya pendek; berikan skor 20.
 Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien
membungkuk; tidak dapat mengangkat kepala tanpa kehilangan
keseimbangan, atau memerlukan bantuan ringan untuk berjalan;
dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 10.
 Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0

Status mental :
Identifikasi asesmen pasien terhadap dirinya sendiri mengenai
kemampuannya untuk berjalan.Jika pasien mempunyai over-estimasi
terhadap kemampuan fisiknya, berikan skor 15.Jika asesmen pasien
sesuai dengan kemampuan sebenarnya, berikan skor 0.
b. Asesmen Ulang
- Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang Resiko
Jatuh setiap 2 kali sehari, saat transfer ke unit lain,
adanya perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh
pada pasien.
- Penilaian resiko jatuh akan diperbaharui sesuai dengan hasil
asesmen ulang.
- Untuk mengubah kategori dari resiko tinggi ke resiko
rendah, diperlukan skor < 25 dalam 2 kali pemeriksaan
berturut – turut
c. Tatalaksana
1. Tindakan pencegahan umum(untuk semua kategori):
a) Pastikan posisi pagar pengaman tempat tidur terpasang

28
dengan baik pada pasien yang ditransfer dengan
brancard/tempat tidur
b) Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
c) Posisikan tempat tidur serendah mungkin, roda
terkunci, kedua sisi pegangan tempat tidur tepasang
dengan baik
d) Pastikan ruangan rapi, jalur ke kamar kecil bebas hambatan
dan terang
e) Pastikan bel tempat tidur berfungsi dan dalam
jangkauan pasien. Memanggil petugas dengan bel.

29
f) Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan
(telepon genggam, air minum, kacamata)
g) Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan
pasien)
h) Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
i) Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu
dengar (pastikan bersih dan berfungsi)
j) Pantau efek obat-obatan
k) Anjurkan kepada pasien memakai alas kaki anti selip.
l) Amati lingkungan yang berpotensi tidak aman dan
segera laporkan untuk perbaikan.
m) Sediakan dukungan emosional dan psikologis
n) Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan
keluarga
2. Kategori risiko tinggi : lakukan tindakan pencegahan umum
dan hal-hal berikut ini.
a. Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’
b. Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang
dipakaikan di pergelangan tangan pasien
c. Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan
pispot setiap 2 jam (saat pasien bangun), dan secara
periodik (saat malam hari)
d. Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis
e. Pasang aling-aling di kedua sisi pagar pengaman tempat tidur
f. Lakukan restrain (untuk pasien dengan kondisi gelisah dan
tidak koperatif)
g. Nilai kebutuhan akan:
1) Fisioterapi dan terapi okupasi
2) Alarm tempat tidur
3) Tempat tidur rendah (khusus)
4) Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse
station)

4. Pemberian Obat
Pemberian obat kepada pasien adalah merupakan salah satu
30
rangkaian kegiatan penatalaksanaan pengelolaan pasien di rumah
sakit, yang harus dilakukan secara baik dan benar sesuai ketentuan
yang berlaku dan diberikan secara langsung kepada pasien oleh
tenaga kesehatan yang berkompeten.

31
Tenaga kesehatan yang berkompeten adalah yang
berpengalaman dan terampil, mempunyai surat penugasan/surat
ijin dari rumah sakit, dan mempunyai surat ijin kerja/lisensi dari
Instansi yang berwenang sesuai undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
Adapun prinsip pemberian obat yang benar sebagai berikut :
1. Benar Pasien
2. Benar Obat
3. Benar Dosis
4. Benar Waktu
5. Benar Cara Pemberian / Rute
6. Benar Informasi
7. Benar Dokumentasi

5. Asesmen Fungsional
Informasi yang di dapat pada asesmen awal melalui
penerapan kriteria skrining/penyaringan dapat memberi indikasi
bahwa pasien membutuhkan asesmen lebih lanjut atau lebih
mendalam tentang status fungsional. Asesmen lebih mendalam ini
mungkin penting untuk mengidentifikasi pasien yang
membutuhkan pelayanan rehabilitasi medis atau pelayanan lain
terkait dengan kemampuan fungsi yang independen atau pada
kondisi potensial yang terbaik.
Untuk itu dikembangkan suatu instrumen skrining untuk
status fungsional pasien.Status fungsional adalah pengkajian
terhadap kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-
sehari.
Panduan dalam melakukan asesmen untuk skrining status
fungsional adalah sebagai
berikut :
1. Perawat menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien
(atau orang yang dapat mewakili pasien).
2. Perawat memberitahu bahwa akan menanyakan beberapa hal

32
berkaitan dengan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari.
Perawat ingin mengetahui apakah pasien mampu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan itu secara mandiri tanpa bantuan,
dengan bantuan atau bahkan sama sekali tidak bisa melakukan
kegiatan-kegiatan tersebut sama sekali sesuai dengan kondisi
pasien saat ini.
3. Perawat akan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan
melakukan penilaian sesuai dengan yang ditetapkan di bawah
ini

33
No Pertanyaan Skor Penilaian
1 Dapatkah anda melakukan pekerjaan rumah tangga..
Tanpa bantuan (dapat membersihkan lantai, 2
dan lain-lain)?
Dengan bantuan (dapat melakukan 1
pekerjaan ringan tetapi
membutuhkan bantuan untuk pekerjaan
berat)?
Atau tidak mampu melakukan sama sekali? 0
2 Dapatkah anda melakukan perjalanan jauh..
Tanpa bantuan (dapat mengemudi sendiri, 2
bepergian sendiri
dengan bus atau taksi
Dengan bantuan (membutuhkan bantuan 1
seseorang atau
ditemani saat bepergian)
Atau tidak mampu melakukan sama sekali 0
kecuali dalam
keadaan emergensi dengan pengaturan
khusus seperti menggunakan ambulans
3 Dapatkah anda pergi berbelanja
kebutuhan rumah tangga
atau pakaian..
Tanpa bantuan (dapat berbelanja seluruh 2
keperluan sendiri)
Dengan bantuan (membutuhkan seseorang 1
untuk menemani
berbelanja)
Atau tidak mampu berbelanja sama sekali 0
4 Dapatkan anda minum obat sendiri..
Tanpa bantuan (dengan dosis yang tepat 2
dan waktu yang
tepat)
Dengan bantuan (mampu minum obat 1
sendiri jika ada seseorang yang
menyiapkan dan/atau mengingatkan anda
untuk minum obat)
Atau tidak mampu minum obat sendiri 0
sama sekali
5 Dapatkah anda mengelola keuangan
anda sendiri..
Tanpa bantuan (bayar tagihan, menghitung 2
uang, dan lain-lain)
34
Dengan bantuan (mampu mengurus 1
keuangan sehari-hari tetapi
membutuhkan seseorang untuk
membayar tagihan dan
urusan keuangan yang lebih berat)
Tidak mampu mengurus keuangan sama 0
sekali
Tidak perlu menanyakan 2 pertanyaan berikut ini jika pasien
mendapat skor 2 pada semua

35
pertanyaan diatas (dapat melakukan semua aktifitas diatas tanpa
bantuan). Pada pasien yang mendapatkan skor 2 untuk semua hal
diatas maka berikan penilaian angka 9 untuk menunjukkan
bahwa anda tidak menanyakan 2 pertanyaan dibawah ini.
6 Dapatkah anda berjalan..
Tanpa bantuan (atau dengan tongkat dan 2
sejenisnya)
Dengan bantuan dari seseorang atau 1
dengan penggunaan
walker, atau crutchesdan lainnya
Atau tidak mampu berjalan sama sekali 0
7 Dapatkan anda mandi..
Tanpa bantuan 2
Dengan bantuan (membutuhkan bantuan 1
seseorang untuk
pergi ke kamar mandi)
Atau tidak mampu mandi sendiri sama 0
sekali

Catatan :
 Jika tidak dapat dijawab, skor X
 Beri penilaian berdasarkan apa yang mereka mampu lakukan
sekarang. Dalam mengkaji kemampuan, perhitungkan bukan hanya
fungsi secara fisik saja tetapi juga fungsi kognitif (seperti masalah
yang ditimbulkan karena dementia atau ketidakmampuan
intelektual) dan perilaku (seperti perilaku agresif yang tidak dapat
diprediksi). Pada pasien yang hanya bisa menyelesaikan suatu
pekerjaan secara verbal saja tidak bole dianggap mandiri (hanya
diberikan skor 1). Dalam memberikan penilaian terhadap hal yang
irrelevant (sebagai contoh tidak ada toko yang dekat atau tidak
sedang mengkonsumsi obat), berikan penilaian sesuai kemampuan
mereka jika hal-hal tersebut terjadi pada mereka.
 Nomor 6 (berjalan). Pasien yang menggunakan kursi roda
diberi skor 1 jika mereka bisa menggunakannya secara
mandiri atau skor 0 jika tidak mampu mandiri.

36
4. Perawat kemudian akan melengkapi pertanyaan-
pertanyaan berikut ini berdasarkan informasi-informasi
yang ada, bisa berupa hasil dari pengkajian atau
pengamatan terhadap pasien, dari surat rujukan, catatan
pasien atau dari informasi yang diberikan oleh teman,
keluarga atau sumber rujukan. Perlu diperhatikan bahwa
pertanyaan- pertanyaan berikut ini tidak ditanyakan
kepada pasien.

37
No Pertanyaan Penilaian
skor
8 Apakah pasien mempunyai masalah dengan
daya ingat atau kebingungan?
Tidak – skor 2
Ya – skor 0
9 Apakah pasien mempunyai masalah dengan
prilaku seperti agresif, melamun atau
gelisah?
Tidak – skor 2
Ya – skor 0

5. Sesuai dengan hasil penilaian maka pasien akan dirujuk


ke Rehabilitasi Medis untuk mendapatkan asesmen
lanjutan terhadap fungsi :
a. Domestik
Jika pasien hanya dapat melakukan kurang dari 3
aktifitas tanpa bantuan dari orang lain (Lihat
terutama pada pertanyaan no. 1 sampai no. 5. Hitung
jumlah pertanyaan yang mendapat skor 2 yaitu
jumlah aktifitas yang dapat dilakukan sendiri tanpa
bantuan orang lain.
b. Self care
Jika pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no.
6 (mobilitas) atau no.7 (mandi)
c. Kogn
itif
Jika
:
 Pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 4
(minum obat) atau no. 5 (pengaturan keuangan) dan
telah dipastikan bahwa pasien tidak mempunyai
cacat fisik atau masalah dengan bahasa yang bisa
mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini.

38
 Pasien mendapat skor 0 pada pertanyaan no. 8
d. Perilaku
Jika :
 Pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 4
(minum obat) atau no. 5 (pengaturan keuangan) dan
telah dipastikan bahwa pasien tidak mempunyai
cacat fisik atau masalah dengan bahasa yang bisa
mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini.
 Pasien mendapatkan skor 0 pada pertanyaan no. 9

39
6. Asesmen Psikologis, Sosial dan Ekonomis Awal
Asesmen psikologis menetapkan status emosional (contoh :
pasien depresi, ketakutan atau agresif dan potensial menyakiti
diri sendiri atau orang lain). Pengumpulan informasi sosial tidak
dimaksud untuk mengelompokkan pasien. Tetapi, keadaan
sosial pasien, budaya, keluarga dan ekonomi merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
penyakit dan pengobatannya. Keluarga dapat sangat menolong
dalam asesmen untuk perihal tersebut dan untuk memahami
keinginan dan preferensi pasien dalam proses asesmen ini.
Setiap pasien wajib dikaji status emosionalnya.
Faktor ekonomis dinilai sebagai bagian dari asesmen sosial
atau secara terpisah bila pasien atau keluarganya yang
bertanggung jawab terhadap seluruh biaya atau sebagian dari
biaya selama dirawat atau waktu keluar dari rumah sakit.
Berbagai staf yang berkualifikasi memadai dapat terlibat dalam
proses asesmen ini. Faktor terpenting adalah bahwa asesmen
lengkap dan tersedia bagi mereka yang merawat pasien.
Asesmen ekonomis dapat dikaji melalui data sosial pasien yang
mencakup pekerjaan dan status pembiayaan (pribadi atau
asuransi/perusahaan)
Asesmen psikososial ini dikaji terhadap pasien rawat
jalan dan rawat inap dalam asesmen awal keperawatan.
7. Asesmen Populasi Tertentu

Anak-anak Wanita dalam proses melahirkan


Dewasa muda Wanita dalam proses terminasi
kehamilan
Orang tua Pasien dengan kelainan emosional
atau gangguan
jiwa
Sakit terminal Pasien dengan ketergantungan obat
Pasien kesakitan dan sakit kronis Pasien terlantar atau disakiti
dan intens
Pasien dengan infeksi atau Pasien yang mendapatkan
penyakit menular kemoterapi atau radiasi
30
Pasien yang daya imunnya
direndahkan
Asesmen populasi khusus dapat dilihat dalam pedoman tersendiri.

E. Asesmen Keperawatan
Asesmen keperawatan dilakukan oleh perawat.
1. Asesmen Awal
a. Asesmen awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan
dalam form asesmen awal keperawatan secara lengkap dan
dilakukan maksimal 24 jam sejak pasien masuk diruang rawat
inap.

31
b. Asesmen keperawatan berdasarkan umur (neonatus, anak, dan
dewasa), kondisi,diagnosis dan perawatan akan meliputi
sekurang-kurangnya:
1) Tanda-tanda vital (termasuk tinggi dan berat badan, apabila
tidak dilengkapi di gawatdarurat).
2) Riwayat Alergi
3) Penilaian fisik
4) Pengkajian sosial dan psikologis
5) Skrining gizi awal
6) Asesmen Nyeri
7) Asesmen risiko jatuh (skala morse dan humpty dumty)
8) Riwayat imunisasi (untuk pasien anak)
9) Asesmen risiko decubitus norton scale (untuk pasien dewasa)
10) Kebutuhan edukasi
c. Upaya pengumpulan data yang tidak dapat diperoleh/ dinilai pada
saat asesmen awalakan dilanjutkan sampai dengan saat pasien
dipulangkan.
d. Masing-masing kebutuhan perawatan kesehatan, kesiapan untuk
belajar, dan halangan pembelajaran juga akan dikaji pada saat
penerimaan dan didokumentasikan.
2. Asesmen Ulang
a. Asesmen ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal
satu kali per shift,atau sesuai dengan perubahan kondisi pasien
dan atau diagnosis pasien dan untuk menentukan respon pasien
terhadap intervensi. Asesmen ulang keperawatan
didokumentasikan dalamform catatan perawatan pasien
terintegrasi (CPPT) dan catatan implementasi.
b. Asesmen ulang keperawatan pasien intensif dan semi intensif
dilakukan secara kontinyu,dan didokumentasikan dalam chart
minimal setiap interval satu jam.
c. Asesmen ulang keperawatan akan mencerminkan minimal review
data spesifik pasien,perubahan yang berhubungan dengannya,
dan respon terhadap intervensi.
32
d. Asesmen ulang akan lebih sering dilengkapi sesuai dengan
populasi pasien dan/ataukebutuhan individu pasien.

F. Skrining Dan Asesmen Gizi


1. Skrining awal status nutrisi dilakukan oleh perawat untuk pasien
poliklinik, UGD dan rawatinap dengan menggunakan MST
(Malnutrition Screening Tool).
2. Jika pada hasil skrining ditemukan pasien berisiko tinggi
mengalami malnutrisi, maka perawat yang melakukan skrining
melaporkan kepada dietitian.

33
3. Dietitienakan melakukan skrining gizi lanjut dan pengkajian nutrisi
yang lebih lengkap, lalu melaporkan ke DPJP, dan bilamana perlu
pasien akan dikonsultasikan ke dokter spesialis gizi.
4. Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola
makan pasien pasiendidokumentasikan dalam rekam medis.
5. Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana
tindakan terapetik berkaitandengan status gizi pasien.
6. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk
pasien rawat inaperlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola
makan khusus yang dimiliki pasiensebagai bagian dari asesmen.

G. Asesmen Kemampuan Aktivitas Harian (Status Fungsional)


1. Asesmen kemampuan melakukan aktivitas harian (status
fungsional) dilakukan sebagai bagian dari asesmen awal pasien
rawat jalan dan rawat inap oleh perawat.
2. Asesmen ini perlu meliputi :
a. Metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
b. Apakah kondisi ruang perawatan dan atau pelayanan yang
dibutuhkan pasien sudah sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pasien.
c. Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai
dengan tingkat ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf
(dokter / perawat) yang merawat pasien ini mengetahui
kebutuhan pasien akan bantuan.
d. Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian risiko jatuh
yang akan dibahas secara terpisah di poin berikut ini.

H. Skrining Psikologis
1. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan
sesuai format yang ada diformulir asesmen pasien.
2. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap
sesuai format yang ada dilembar asesmen keperawatan.

34
I. Asesmen Awal Individual Untuk Populasi Tertentu
Rumah sakit melaksanakan asesmen awal individual untuk
populasi tertentu yang dilayanirumah sakit. Asesmen pasien
tersebut merupakan respons terhadap kebutuhan dan
kondisimereka dengan cara yang dapat diterima oleh budaya dan
bersifat rahasia.

35
J. Asesmen Anak Dan Neonatus
Penting untuk melakukan pemeriksaan karena anak atau
bayi sering tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal
dan amati adanya pergerakan spontan anak atau bayi terhadap
area tertentu yang dilindungi. Tahapan asesmen keperawatan
anak dan neonatus
a. Identitas meliputi: nama, tanggal lahir, jenis kelamin,tanggal
dirawat, tanggal pengkajian dan diagnose
b. Keluhan utama
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Riwayat imunisasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis dll
5) Riwayat alergi
c. Pertumbuhan dan perkembangan
d. Rasa nyaman
Neonatal Infant Paint Scale (NIPS) rentang 0-7 semakin tinggi
score semakin nyeri
e. Dampak hospitalisasi (Psikososial): orang tua, anak tenang,
takut, marah, sedih, menangis, gelisah
f. Pemeriksaan fisik :
1) B1
a) Nafas spontan, RR, jenis dipsnoe, kusmaul, ceyne stoke dll
b) Suara nafas bersih, vesikuler, stridor, wheezing,ronchi dll
c) Alat bantu oksigen
2) B2
2. Nadi, tensi, CRT
3. Irama jantung: teratur/tidak teratur, S1/S2tunggal
4. Acral: hangat, kering, merah, pucat dingin
5. Conjungtiva: anemis ya/tidak
3) B3
a) Kesadaran: composmentis, somnolen, delirium,apatis,
stupor, coma
b) Istirahat tidur: gangguan tidur banyak siang hari, lebih
36
banyak malam hari, tidak tidur, tidur terus
c) Sklera mata: icterus, hiperemis
d) Panca indera: tidak ada gangguan/ada

37
e) Tingkat kesadaran berespon terhadap nyeri: ya/tidak
f) Tangisan: kuat, lemah, tidak ada, melengking, merintih
g) Kepala: lingkar kepala, kelainan ada/ tidak ada dan ubun-
ubun datar , cekung
/cembung
h) Pupil: bereaksi terhadap cahaya ya/tidak
i) Gerakan: lemah, paralise, aktif
j) Kejang: subtle, tonik klonik
k) Reflek rooting ada/tidak
4) B4
1) Kebersihan bersih, kotor, dan secret ada/tidak
2) Produksi urine, jam, warna (jernih, keruh, bau)
3) Gangguan: anuri, oliguri, retensi, inkontinensia,nokturia dll
4) Alat bantu kateter, cystotomi dll.
5) B5
a) Nafsu makan baik, menurun dan frekuensi
b) Minum jenisnya dan cara minum menetek,peroral, sonde
lambung, muntah, puasa
c) Anus ada/tidak
d) Bab berapa kali perhari, konsistensi, warna, ada
darah/lender
e) Perut tegang, kembung, nyeri tekan, peristaltic berapa kali
permenit
f) BB lahir, MRS, saat ini berapa gram, reflek krooting
ada/tidak ada
g) Kelainan labio schizis, palato schizis, gnatoschizis
h) Lidah lembab kering, kotor, selaput lendirkering, lesi f)B6
i) Pergerakan sendi: bebas, terbatas.
j) Warna kulit pucat, icterus, sianotik,hiperpigmentasi
k) Integritas utuh, kering, rash, bullae, pustule,kemerahan,
ptechiae, lesi
l) Kepala bersih, kotor, bau.Tali pusat kering, basah, pus,
kemerahan, bau
m) Turgor baik, sedang, jelek
n) Oedem tidak ada/ada
o) Kekuatan otot 0, 1, 2, 3, 4, 5
38
g. Alat genital
1) Laki-laki testis sudah/belum turun, rugae jelas/tidak jelas,
hipospadi ada/tidak ada
2) Perempuan labia mayor sudah menutupi labio minor, labia
mayor dan minor sama menonjol

39
h. Sosial ekonomi
1) Biaya perawatan sendiri, perusahaan
2) Status anak diharapkan/tidak diharapkan
3) Kontak mata ya/tidak
4) Menggendong ya/tidak
2. Asesmen Individual pada Anak-Anak dan Remaja
Asesmen anak-anak dan Remaja pada tahap awal mengikuti
ketentuan pada asesmenawal (poin sebelumnya). Untuk anak-anak,
akan ditangani dokter spesialis anak. Untuk remaja, akan dirujuk
sesuai temuan pada asesmen awal.
3. Asesmen Obstetri/Maternitas
Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien awal rawat inap
pemeriksaan akan dilakukan secara sistematis untuk
mengidentifikasi masalah kebidanan pada pasien, antara lain:
1. Keluhan utama Adalah keluhan yang dirasakan oleh ibu yang
menyebabkan adanya gangguan, diantaranya adalah
a. After pain (mules-mules pada perut)
b. Masalah pengeluaran pengeluaran lochea
c. nyeri pada bekas jahitan
d. Nyeri dan tegang payudara karena bendungan ASI
e. Cemas karena belum bisa bertemu bayinya
2. Riwayat Keluhan
Apa saja yang pernah dirasakan oleh ibu
3. Riwayat Menstruasi
a. Menarche
b. Siklus
c. Teratur
d. Tidak teratur
e. Lama
f. Volume
g. Keluhan saat haid
4. Riwayat Perkawinan
a. Status

40
b. Berapa kali
c. Umur menikah
d. Tahun menikah

41
e. Cerai
5. Riwayat Obstetri
a. Kehamilan keberapa
b. Umur kehamilan
c. Jenis persalinan
d. Penolong
e. BBL
f. Keadaaan anak sekarag
g. Menyusui
6. Riwayat KB
a. Kapan
b. Jenis
c. Lamanya
7. Riwayat Hamil Ini
ANC yang sudah dilakukan, keluhan serta tindakan apa yang sudah
didapatkan
8. Riwayat Penyakit yang Lalu
Penyakit apa yang pernah diderita oleh ibu dan mendukung dengan
keadaannya sekarang
9. Riwayat Alergi
Apakah pernah mengalami alergi
10. Riwayat Penyakit Keluarga
Apa saja penyakit yang pernah diderita oleh keluarga yang
berhubungan kasus saat ini yang derita oleh ibu
11. Riwayat Ginekologi
Apakah pernah mengalami gangguan kesehatan reproduksi
12. Kebutuhan Bio-psiko-sosial
a. Pola makan
b. Pola minum
c. Pola eliminas
d. Pola istirahat
e. Psikologi
f. Dukungan social
g. Spiritual

42
13. Data Obyektif
a. Pemeriksaan umum
Meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi,temperature,
pernafasan, keadaan umum pada setiap kasus.Tekanan darah
dan nadi harus diukur setiap seperempat jam pada periode
pemulihan sesaat pasca operasi. Suhu harus diukur setiap 2 jam
(myles, 2009). Suhu yang melebihi 38C pasca pembedahan hari
ke 2 harus dicari penyebabnya.Yakinkan pasien bebas demam
selama 24 keluar dari rumah sakit. Jika ada tanda infeksi atau
pasien demam, berikan antibiotika sampai bebas demam selama
48 jam (sarwono, 2008).
b. Pemeriksaan fisik
Dilakukan secara focus sesuai dengan kasus yang dikerjakan
c. Pemeriksaan kebidanan
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus kebidanan mulai
dari abdomen sampai dengan genetalia
14. Prosedur Invasif
Alat yang terpasang saat itu, meliputi : infuse
intravena,central line, dower Catether, selang NGT
15. Kontrol Resiko
Infeksi Apakah mengalami infeksi : MRSA, TB dll dan tindakan apa
yang sudah dilakukan Pasien dalam proses melahirkan dan
terminasi kehamilan akan langsung dirujuk ke
dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk mendapat
asesmen dan penanganan selanjutnya
4. Discharge Planning (Rencana Pemulangan Pasien)
a. Asesmen awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan
untuk pemulangan pasien (Discharge Planning). Pada kondisi
tertentu, pasien memerlukan perencanaan pemulangan sedini
mungkin, demi kepentingan penanganan selanjutnya di rumah. Hal
ini berhubungan dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan
minum obat, proses rehabilitasi, dan lain sebagainya.
b. Asesmen perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi
43
:
1) Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang
nantinya.
2) Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah
(dilihat dari jenis danberat ringannya penyakit yang diderita)
3) Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah
tentang penyakit pasien dan rencana penanganan yang ada,
termasuk obat-obatan yang diberikan, serta pengkajian lain
(pemeriksaan penunjang) yang dilakukan.

44
c. Hasil akhir asesmen cukup didokumentasikan sebagai PERLU /
TIDAK PERLU Discharge Planning.
d. Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk
perencanaan transportasi didiskusikan oleh dokter maupun
perawat dengan keluarga / pengampu / penanggungjawab pasien.
e. Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai
berikut :
1) Pasien yang tinggal sendiri
2) Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan
memerlukan perawatan lanjutan di rumah atau di tempat lain
3) Pasien dengan gangguan mental
4) Pasien intensive care unit , high care unit , cardiovascular care unit
5) Bayi prematur, cacat
6) Pasien yang memerlukan pembedahan.
7) Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan
ke Negara asalnya.
5. Asesmen dan Penanganan Pasien Dengan Kondisi Terminal
a. Identifikasi pasien dengan kondisi terminal. Identifikasi dilakukan
diseluruh unit, baik oleh dokter maupun oleh perawat.
b. Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus asesmen
mengenai kebutuhan unik dari pasien maupun keluarga dengan
melakukan :
1) Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk
pasien. Dokter berunding dengan keluarga terlebih dahulu
mengenai bagaimana dan kapan waktu yang sesuai untuk
menyampaikan berita buruk.
2) Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu
bentuk pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin
diperlukan untuk melalui fase denial, fase anger hingga sampai
fase acceptance. Hal ini dapat dilakukan dalam outpatient /
inpatient setting.
3) Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin
meninggal di mana, serta berbagai kehendak pasien terkait

45
dengan akhir hidupnya (advanced directives) yang terkait dengan
penanganan pasien.
4) Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu
berkomunikasi, maka langkah di atas mungkin pula diperlukan
untuk keluarga pasien.
5) Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh
rumah sakit dan dapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga
pasien, namun pasien / keluarga dapat juga memilih untuk
mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri dengan
menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient)

46
6) Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan
melihat kondisi ruang perawatan dan diberikan oleh
penanggung jawab ruang perawatan bagi pasien terminal dengan
catatan tidak mengganggu pasien lain.
7) Keadekuatan (adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan
(terutama obat nyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang
mungkin timbul pada pasien terminal.
6. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Emosional atau pasien Psikiatris
a. Identifikasi pasien dengan Gangguan Emosional atau pasien Psikiatris.
1) Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di
rawat jalan, rawat inap, maupun unit Gawat Darurat.
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke
psikiater, disamping penanganan kegawat daruratannya (baik
medical maupun surgical).
3) Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di
setting apapun harus dikonsulkan ke psikiater.
4) Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa
mengganggu aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter
penanggung jawabnya. Pasien dengan kecurigaan gangguan
psikotik, dengan atau tanpa organic underlying disease perlu
dikonsulkan ke psikiater.
b. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
1) Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa.
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri
dirawat dengan kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab
psikiater, atau dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya
tinggi, karena RS Umum Daerah Barru tidak memiliki fasilitas
yang memadai untuk pencegahan bunuh diri.
3) Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
7. Asesmen Pasien Dengan Kecurigaan Ketergantungan Alkohol / Obat.
a. Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan:
1) Alkohol
2) Nikotin
47
3) Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, dan
nimetazepam)
4) Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
5) Amfetamin& Metamfetamin

48
b. Identifikasi populasi berisiko:
1) Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat
tranquilizer atau opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam
medik (dokter/ perawat melihat rekam medik untuk melihat
riwayat obat-obatan pasien).
2) Dokter/perawat baik UGD/rawat inap perlu juga waspada bagi
pasien yang mengeluhnyeri kronik dan “meminta” pain killer
yang kuat atau meminta peningkatan dosis.
3) Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua)
tentang masalah obat, alkohol maupun merokok.
4) Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal
ini terjadi, maka petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter
penanggung jawab pasien yang bersangkutan.
5) Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai
bagian dari pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.
c. Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi
(mencurigai adanya masalah ketergantungan) dapat melakukan
asesmen awal berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1) Berapa banyak merokok? Minum alkohol? (Jika drug abuse :
ditanya, obat apa yang digunakan? Darimana didapatkan?)
2) Sejak usia berapa?
3) Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
4) Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?
d. Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke
psikiater untuk pengkajian dan penanganan lebih lanjut.
e. Penanganan meliputi : psikoterapi, medika mentosa, termasuk
diantaranya konseling untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna
obat via injeksi (Injecting drug users / IDUs
f. Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam
medik.
8. Asesmen untuk korban kekerasan atau kesewenangan.
a. Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan
fisik diluar kemauannya.

40
b. Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-
anak, pasangan hidup, orang lanjut usia, dan lain lain orang yang
secara sosio-ekonomi budaya dan fisik tergantung kepada orang
lain. Jika menjumpai kelompok ini, petugas harus mewaspadai
kemungkinan terjadinya penganiayaan.
c. Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban
penganiayaan, maka disamping penanganan terhadap cederanya,
maka korban harus mendapat pengkajian lebih dalam dan
penanganan khusus yang meliputi:

41
1) Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara
bebas.
2) Bila korban anak-anak, asesmen mungkin perlu dilakukan
terhadap orang tuanya secara terpisah, atau keluarga lain di luar
orang tuanya untuk mendapat gambaran lebih lengkap mengenai
kejadiannya.
3) Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan
keinginannya sendiri, asesmen perlu dilakukan terhadap seluruh
keluarga yang ada, termasuk orang yang sehari-hari merawat
korban.
4) Asesmen terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan,
terutama pada korban yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk
dirinya sendiri (anak kecil, bayi maupun orang tua atau dengan
kecacatan / keterbatasan).
5) Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban
kekerasan/penganiayaan.
9. Asesmen pasien dengan penyakit menular atau infeksius
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah-
pindah dari orang yang satu ke orang yang lainnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung.Penyakit menular ini ditandai dengan
adanya agen atau penyebab penyakit yang Hidup dan dapat berpindah.
Penularan penyakit disebabkan proses infeksi kuman. Infeksi
merupakan invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang
Mampu menyebabkan sakit. Isolasi adalah segala usaha pencegahan
penularan dari penyebaran kuman pathogen dari sumber infeksi
(petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.
a. Semua pasien rawat inap, rawat jalan dan UGD diskrining untuk
resiko pasien dengan penyakit menular
b. Apabila di identifikasi pasien dengan penyakit menular
tempatkan pasien pada ruang isolasi (Ruang Soka) sesuai
dengan penyakit dan resiko penularannya.
10. Asesmen pasien yang menerima terapi Radiasi
Asesmen Fisioterapi yaitu pemeriksaan pada perorangan atau

42
kelompok untuk merumuskan keadaan nyata atau yang berpotensi
untuk terjadi kelemahan keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau
kondisi kesehatan lain dengan cara pengambilan perjalanan penyakit,
atau history taking, sceening, tes khusus, pengukuran dan evaluasi
dari hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah
proses pertimbangan klinik dalam standar asesmen dikembangkan
teknis pengukuran yang dilakukan untuk proses pengumpulan data.

11. Asemen pasien dengan sistem imunologi terganggu


Pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah misalnya
menderita penyakit infeksi, penyakit ganas, penggunaan obat-obatan
dan gangguan gizi.

43
Proses asesmen pasien :
1. Menanyakan riwayat penyakit dahulu kemungkinan terjadinya
alergi, penyakit auto imun, kebiasaan merokok, alkohol,
pasangan sex multiple, peningkatan stress, penggunaan obat-
obatan, proses infeksi dan penyakit transmisi seksual, riwayat
keluarga dengan penyakit kanker, gangguan imun, alergi.
2. Memeriksa kondisi fisik pasien apakah pasien merasa kelelahan,
demam, diuresis, kemerahan, kelemahan muskuler, nyeri /
pembengkakan sendi, penurunan berat badan, apakah terdapat
massa, limfa denopati, proses pemulihan buruk, hepatomegali
dan perubahan tanda – tanda vital.
3. Memeriksa tanda – tanda vital, TB, BB.
4. Pemeriksaan sistem integument.
5. Konsultasi spesialistik sesuai dengan penyebab penyakit rendahnya
sistem imun.

K. Profesional Pemberi Asuhan (PPA)


Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah staf Rumah Sakit
yang berhak memberikan rencana asuhan pasien terkait
perkembangan kondisi pasien setiap waktu dengan tujuan terciptanya
proses asuhan berfokus pasien.
Staf Rumah Sakit yang berhak memberikan asuhan adalah:
1. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
- Bertanggung jawab terhadap pelayanan pasien selama perawatan
- Melakukan review dan verifikasi terhadap rencana asuhan pasien
- Sebagai Team Leader rencana asuhan pasien
2. Perawat
3. Ahli gizi
4. Radiographer
5. Analis Laboratorium
6. Apoteker

Semeua Profesional Pemberi Asuhan (PPA) mencatat setiap


perkembangan kondisi pasien sesuai dengan standar profesi masing-
44
masing dan membuat rencana asuhan pasien dalam bentuk SOAP
berdasarkan hasil asesmen.

45
L. Asesmen Pasien Tahap Terminal
Keadaan Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera
atau penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan
pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat
dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian dalam
rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan/sekarat pasien
1. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik
2. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang
makin lama makin memburuk
3. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan)
ditambah dalam keadaan sehat maupun sakit. henti sirkulasi
(jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
ireversibel.
4. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai
dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam
tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang
menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
5. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh
isi saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk
batang otak dan serebelum.
6. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan
setuju(consent) atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan
secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup (informed) tentang kedokteran
yang dimaksud.
7. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mempertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.
8. Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah
baik fisik, psikologis maupun sosial-spiritual . Gambaran problem
yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain:
46
9. Problem oksigenisasi: Respirasi irregular ,cepat atau lambat
,pernafasan cheyne stokes,sirkulasi perifer menurun ,perubahan
mental :agitasi-gelisa ,tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi secret,nadi ireguler.
10. Problem eliminasi : konstipasi,medikasi atau imobilitas
memperlambat peristaltic,kurang diet serat dan asupan makanan
juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh
karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca Colon) retensi
urine, inkoptinesia rutin terjadi akiobat penurunan kesadaran
kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.

47
11. Problem nutrisi dan cairan ; asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering
dan pecah pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,
cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
12. Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai
selimut.
13. Problem sensori; penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang
saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea,
pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi
menurun.
14. Penglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
15. Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intra vena, pasien harus selalu didampingi untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
16. Problem kulit dan mobilitas ; sering kali tirah baring lama
menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
17. Masalah psikologis pasien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa
sering kali ditunjukkan. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang kontrol diri.
Tidak mampu lagi produktif dalam hidup. Kehilangan harga diri dan
harapan. Kesenjangan komunikasi/barier komunikasi.

a. Tahap-tahap Menjelang Kematian


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap
menjelang kematian dalam 5 tahap, yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini,pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya
terjadi,dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-
pemikiran seperti:“Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak
salahkah keadaan ini?”.
Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan

48
keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami
keadaan menjelang kematian).
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya
dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan
cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien, seperti:“Mengapa hal
ini terjadi dengan diriku kemarahan-kemarahan tersebut biasanya
diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien,
seperti:keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang merawatnya.

49
3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan
dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi
dengan dirinya.Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian
dapat terjadi, seringkali klien berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu saya
mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.
4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis.Ini saatnya bagi perawat untuk duduk
dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa
sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi
yaitu kematian.Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat
menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik
bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan
keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya
6. Type-typeMenjelang Kematian
Ada 4 type dariproses kematian, yaitu:
a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu
adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui,
baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum
pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal
karena adanya kanker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada
pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
7. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya
50
reflek menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus
gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perutkembung, obstipasi, dan lainnya.
4) Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
5) Gerakan tubuh yang terbatas.

51
b. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Sianosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian
tangan, telinga dan hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
1) Nadi lambat dan lemah.
2) Tekanan darah turun.
3) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
d. Gangguan Sensori
1) Penglihatan kabur.
2) Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum
kematian, kadang-kadang pasien tetap sadar sampai
meninggal.Pendengaran merupakan sensori terakhir yang
berfungsi sebelum meninggal.
8. Tanda-tanda klinis saat meninggal
a. Pupil mata melebar.
b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.
e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
9. Tanda-tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat
melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan
darah.Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan
beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
10. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya
52
Terhadap Kematian.Strause et all (1970), membagi kesadaran ini
dalam 3 type:
a. Closed Awareness/Tidak Mengerti

53
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk
tidak memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada
pasien dan keluarganya.Tetapi bagi perawat hal ini sangat
menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering
kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan
dengan pertanyaan-pertanyaan langsung,kapan sembuh,
kapan pulang, dan sebagainya
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien
untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi
walaupun merupakan beban yang berat baginya.
c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya
mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima
untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.Keadaan
ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi
dalam merencanakan saat- saat akhirnya, tetapi tidak semua
orang dapat melaksanaan hal tersebut.
b. Prosedur Asesmen Pasien Tahap Terminal
1. Melekukan asesmen pada pasien tahap terminal sesuai dengan
diagnose dan penjelasan dokter DPJP kepada keluarga sesuai
dengan kondisi pasien
2. Mengikut sertakan keluarga dalam dokungan mental spiritual.
3. Mendampingi keluarga dan meminta tandatangan
persetujuan/penolakan,apabila diperlukan, setelah menerima
penjelasan dokter.
c. Prosedur Pelayanan Pasien Tahap Terminal
1. Identifikasi pasien terminal
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan
memperlihatkan tingkah laku yang khas antara lain,
pengindraan dan gerakan menghilang secara berangsur-
angsur yang dimulaipada anggota gerak paling ujung
khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang
54
terasa dingin dan lembab.
2. Pendamping alat-alat medis
a. Disediakan tempat tersendiri
b. Alat-alat pemberian O2
c. Alat resusitasi
d. Alat pemeriksaan vital sign
3. Pelaksanaan petugas dalam mendanpungi pasien hampir
meninggal/terminal
a. Pada pasien-pasien yang dirawat paliatif dan menunjukkan
tanda-tanda mati, maka dokter dan perawat juga akan
menyampaikan kondisi pasien pada keluarganya.

55
b. Dokter dan perawat jaga akan melaksanakan edukasi
kepada keluarga pasien dan berkomunikasih dengan
dokter DPJP mengenai keinginan keluarga pasien.
c. Kegiatan yang dilakukan diruang perawatan pasien.
d. Pelakasanaan kegiatan trsebut dilakukan oleh dokter atau
perawat yang jaga saat itu.
e. Kalau keluarga menginginkan rohaniawan yang
mendampingi saat terakhir, maka dokter dan perawat jaga
saat itu akan menghubungi umas.

56
BAB V
DOKUMENTA
SI

Rekam Medis
Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah
kritikal dan penting dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya
dipahami pelaksana praktek kedokteran bahwa “ jika anda tidak
mendokumentasikannya, anda tidak melakukannya”. Dokumentasi
adalah alat komunikasi berharga untuk pertemuan di masa
mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga ahli asuhan
kesehatan lainnya.
Saat ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk
mendokumentasikan asuhan pasien dan PCP, dan beragam format
cetakan dan perangkat lunak komputer tersedia untuk membantu
farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik adalah lebih dari
sekedar mengisi formulir; akan tetapi, harus memfasilitasi asuhan
pasien yang baik. Ciri-ciri yang harus dimiliki suatu dokumentasi
agar bermnanfaat untuk pertemuan dengan pasien meliputi:
Informasi tersusun rapi, terorganisir dan dapat ditemukan dengan
cepat.

57
BAB VI
PENUTU
P

Panduan Asesmen pasien Rumah Sakit Umum Daerah Barru


tersusun berdasarkan kolaborasi antara regulasi nasional, referensi dan
implementasi dilapangan. Panduan ini dibuat untuk menstandarisasi
proses pemberian pelayanan Asesmen pasien dengan harapan
terciptanya pelayanan yang bermutu dan berkualitas.
Pemberian pelayanan yang berkualitas selain adanya standarisasi
tatacara penyelenggaraannya juga harus dilakukannya evaluasi secara
berkala apakah standar yang telah ditetapkan ini dapat diterapkan
secara maksimal atau ketidak patuhan staf terhadap standar yang
dilakukan.Oleh karenanya, tidak ada gading yang tak retak,
kesempurnaan hanya milik Allah semata, sehingga panduan ini tetap
harus selalu dilakukan review secara berkala agar tercipta pelayanan yg
berkualiatas secara terus menerus.

50
51
52
53
54

Anda mungkin juga menyukai