Anda di halaman 1dari 8

damin, 2015).

2. 3. Macam-Macam Replikasi Molekul DNA

Replikasi DNA merupakan proses pengkopian rangkaian molekul DNA indukan sehingga
dihasilkan molekul anakan yang identik. Fungsi replikasi DNA adalah penyediaan informasi
genetik yang dimiliki induk untuk anaknya. Karena itu, replikasi DNA harus tuntas dan
dilaksanakan dengan cara sedemikian rupa sehingga stabilitas genetik organisme dan spesies
dapat dipertahankan. Terdapat 3 model hipotesis replikasi DNA yaitu :

Model Konservatif
Model Dispersif
Model Semi Konservatif

Gambar 3 hipotesis model replikasi DNA

Konservatif
Konservatif menyatakan setiap molekul untai ganda DNA anakan terdiri atas satu untai
tunggal DNA induk dan satu untai tunggal DNA hasil sintesis baru. Molekul DNA
untaian ganda induk tetap bergabung sedangkan kedua untaian DNA anakan terdiri atas
molekul hasil sintesis baru. dua rantai DNA lama tetap tidak berubah, berfungsi sebagai
cetakan untuk dua rantai DNA baru. Replikasi ini mempertahankan molekul dari DNA
lama dan membuat molekul DNA baru.

Dispersif
Dispersif menyatakan bahwa molekul DNA induk mengalami fragmentasi sehingga DNA
anakan terdiri atas campuran molekul lama (berasal dari DNA induk) dan molekul hasil
sintesis baru. Beberapa bagian dari kedua rantai DNA lama digunakan sebagai cetakan
untuk sintesis rantai DNA baru. Oleh karena itu, hasil akhirnya diperoleh rantai DNA
lama dan baru yang tersebar pada rantai DNA lama dan baru. Replikasi ini menghasilkan
dua molekul DNA lama dan DNA baru yang saling berselang seling pada setiap untai.

Semi konservatif
Semikonservatif yang dikemukakan oleh Watson dan Crick, dimana setiap molekul
untaian ganda DNA anakan terdiri atas satu untaian tunggal DNA induk dan satu untaian
tunggal DNA hasil sintesis baru. Model semikonservatif merupakan model yang tepat
untuk proses replikasi DNA. Replikasi DNA semikonservatif ini berlaku bagi organisme
prokariot maupun eukariot.Perbedaan replikasi antara organisme prokariot dengan
eukariot adalah dalam hal jenis dan jumlah enzim yang terlibat, serta kecepatan dan
kompleksitas replikasi DNA. Pada organisme eukariot, peristiwa replikasi terjadi sebelum
pembelahan mitosis, tepatnya pada fase sintsis dalam siklus pembelahan sel. dua rantai
DNA lama terpisah dan rantai baru disintesis dengan prinsip komplementasi pada
masing-masing rantai DNA lama. Akhirnya dihasilkan dua rantai DNA baru yang masing
masing mengandung satu rantai cetakan molekul DNA lama dan satu rantai baru hasil
sintesis.

Tahapan mekanisme replikasi DNA semikonservatif secara garis besar adalah:


Pemisahan (denaturation, denaturasi) untaian DNA induk
Pengawalan (initiation, inisiasi) sintesis DNA
Pemanjangan (elongation, elongasi) untaian DNA
Ligasi (ligation) fragmen fragmen DNA
Pengakhiran (termination, terminasi) sintesis DNA
Hipotesa tentang replikasi semikonservatif diusulkan oleh Watson dan Crick setelah
publikasi paper mereka tentang stuktur DNA, teori tersebut dibuktikan percobaan yang
didesign oleh Mattew Meselson dan Franklin Stahl pada tahun 1958. Meselson dan Stahl
menumbuhkan sel Escherichia coli selama beberapa generasi pada medium dimana sumber
nitrogen (NH4Cl) mengandung 15N, isotop nitrogen terberat disamping isotop normal, yakni
14N. DNA yang terisolasi dari sel ini memiliki densitas 1% lebih besar dari pada DNA
normal DNA[14N]. Meskipun perbedaannya kecil, campuran [15N]DNA berat dengan
[14N]DNA ringan dapat dipisahkan dengan sentrifugasi untuk keseimbangan pada garadien
densitas klorida sesium.

Sel E.coli yang berkembang pada medium 15N ditransfer ke medium baru yang hanya
mengandung isotop 14N, dimana sel-sel tersebut dibiarkan berkembang sampai populasi sel
menjadi berlipat ganda. DNA yang terisolasi dari generasi pertama sel membentuk pita
tunggal pada gradient CsCl pada posisi yang mengindikasikan bahwa DNA helik ganda dari
sel turunan merupakan hibrida yang mengandung satu strand 14N baru dan satu stran 15N
inang.

Hasil ini menumbangkan replikasi konservatif, hipotesis lain dimana satu turunan
molekul DNA akan terdiri dari dua strand DNA hasil sintesa baru dan yang lainnya akan
mengandung dua strand inang, sementara tidak akan dihasilakan molekul DNA hybrid pada
percobaan Meselson-Stahl. Hipotesis replikasi semikonservatif kemudian mendukung
langkah selanjutnya pada percobaan. Pada medium 14N, sel dibiarkan mengganda, dan
produk hasil DNA dari lingkaran kedua replikasi ini menunjukan dua pita, satu memiliki
densitas yang sama dengan DNA ringan dan yang lainnya memiliki densitas DNA hybrid
yang diamati sel pertama menggandakan diri.
Gambar Hasil eksperimen

Meskipun demikian, bukti bukti baru menunjukkan adanya penyimpangan dari teori
replikasi semacam ini. Diketahui bahwa mekanisme replikasi DNA pada virus tertentu,
misalnya virus ϕX174, yang genomnya berupa DNA untaian-tunggal, melibatkan tahapan
proses replikasi DNA dengan mekanisme yang berbeda yaitu dengan model konservatif,
meskipun hanya pada tahapan tertentu.

Pada tahun 1958 Mattew Maselson berhasil membuktikan bahwa replikasi DNA
berlangsung dengan mekanisme semi konservatif. Model semi konservatif menggambarkan
bahwa untaian molekul DNA anakan (baru) terdiri dari pasangan untai DNA induk dan DNA
anakan. Untai DNA anakan akan dibentuk dari arah 5’ ----> 3’ secara komplemanter
berdasarkan untai DNA induk sebagai template.

2.4. Perbandingan Replikasi Konvensional dan Replikasi Modern (PCR)

Persamaan pada replikasi konvensional (dalam sel) dan modern (PCR) yakni :

Membutuhkan monomer yaitu nukleotida.


Membutuhkan Primer yang akan berperan sebagai templat replikasi. Pada prosesnya
diawali dengan peristiwa Denaturasi.
Menghasilkan Copy DNA, adanya elongasi (pemanjangan rantai DNA) membutuhkan
DNA target (yaitu DNA yang ingin diperbanyak) serta dapat mengamplifikasi DNA yang
diinginkan.
Perbedaan pada replikasi konvensional (dalam sel) dan modern (PCR) yakni :

Replikasi di dalam sel terjadi di dalam tubuh manusia/hewan/tumbuhan


Teknik PCR dilakukan di laboratorium (alat PCR), membutuhkan permainan suhu tinggi,
serta membutuhkan enzim termostabil.
Replikasi PCR hasilnya lebih cepat dan DNA yang akan direplikasi lebih akurat
Teknik PCR, urutan proses secara umumnya ialah denaturasi DNA primer pada suhu 95°C
untuk memutuskan ikatan hidrogen antara basa-basa purin-pirimidin dari untai ganda,
selanjutnya proses anealing atau penempelan primer dan polimerisasi (pemanjangan rantai), suhu
diturunkan menjadi 55°C, setelah penempelan primer suhu ditingkatkan hingga 72°C berfungsi
untuk polimerisasi. Tahap ini diperlukan primer, buffer, enzim DNA polimerase dan dNTPs
untuk pemanjangan rantai. Setelah ini biasanya dilakukan pemurnian dengan teknik
elektroforesis dan analisis urutan dengan teknik sekuensing.

Proses PCR

Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR),
merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida
tertentu secara in vitro. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada tahun
1985. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan
analisis genetic.Pada awal perkembanganya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan
molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk
melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.

Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan
bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang
diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan diperoleh 2n kali
banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara
amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Metode PCR dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat
sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5μg, oligonukliotida yang
digunakan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50-100 μl. DNA
cetakan yang digunakan juga tidak

PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik
tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar
dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan
DNA.

Tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR) secara rinci :

Denaturasi
Merupakan proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang
menjadi cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA
polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa menit.
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal.
Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan
hidrogen diantara basa-basa yang komplemen.Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak
berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya.Denaturasi biasanya
dilakukan antara suhu 90°C – 95°C.
Penempelan Primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik
yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan
terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya
dilakukan pada suhu 50°C – 60°C. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan
sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali
apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya misalnya pada 72°C.
Reaksi Polimerisasi (Extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72°C.
Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi tiga tiganya
dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika
siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di
amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga
mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah
siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA
sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus
akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga
perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim
Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu
nukleotida A pada ujung 3 sisinya dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga
nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang
ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5 sisinyanya. Proses PCR dilakukan
menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:

Pradenaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi
dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan
terlebih dahulu).
Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70°-72°C) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna.
Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.
Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR)

Amplifikasi urutan nukleotida.


Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
Bidang kedokteran forensik.
Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
Mendeteksi agen infeksi, terutama virus laten
Menegakkan diagnosis genetika prenatal
Menentukan tipe jaringan ynag tepat untuk transplantasi

Anda mungkin juga menyukai