Anda di halaman 1dari 10

Kondisi ekonomi pada akhir kedudukan Jepang dan Indonesia pada awal kemerdekaan

, keadaan ekonomin Indonesia sangat kacau. Inflansi yang sangat parah menimpa
negara Republik Indonesia yang baru berusia beberapa bulan. Inflansi terjadi karena
mata uang penduduk Jepangberedar secara tidak terkendali. Dalam pewrekonomian
negara sengkin memburuk,Pemerintah Republik Indonesia tidak menyatakan bahwa
mata uang penduduk Jepang tidak berlaku. Pada saat itu, Negara Republik Indonesia
belum memilikimata uang sendiri sebagai mata uang pengganti. Kas negara kosong,
kondisi perekonomianyang cukup buruk di dukung oleh keadaan dimana pajak dan bea
masuk lainya sangat kecil. Sebaliknya pengeluaran negara semangkin bertambah.
Menghadapi situasi demekian pemerintah mengambil kebijaksanaan – kebijakasaaan
tertentu dengan menyatakan bahwa beberapa mata uang masih tetap berlaku sebagai
pembayaran yang sah diwilayah Republik Indonesia . Mata uang itu adalah mata uang
De Javasche Bank, mata uang Hindia Belanda dan mata ungang penduduk Jepang.
Inflansi menimbulkan penderitaan hidup yang cukup berat bagi bangsa Indonesia,
terutama dikalangan petani. Hal ini di sebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani
adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang. Disanping itu
keadaan ekonomi Indonesia semangkin memburuk setelah terjadi blokade-blokade laut
yang dilakukan oleh Belanda. Blokade itu menutupi pintu perdagangan Republik
Indonesia. Tindakan blokade ini di lakukan sejak bulan Novenber 1945. Akibatnya
barang-barang milik pemerintah Republik Indonesia tidak dapat di ekspor. Alasan
Belanda melakukan blokade adalah sebagai berikut 1. Mencegah masuknya senjata
dan peralatan militer ke Indonesia 2. Mencegahnya keluar hasil-hasil perkebunan milik
Belanda dan milik pengusaha asing lainya 3. Melindungi bangsa indonesia dari
tindakan-tindakan dan perbuataan-perbuataan yang di lakukan oleh bukan bangsa
Indonesia. Tujuan blokade -blokade ini adalah untuk menjatuhkan republic Indonesia
yang baru berdiri dengan snjata ekonomi. Perekonomian banga Indonesia pun
memburuk. Bangsa Indonesia juga kekurangan bahan-bahan inpor yang sangat
dibutuhkan. Disamping itu inflnsi tidak dapat dikendalikan. Pada saat kesulitan ekonomi
menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 maret 1946, Panglima AFNEI yang baru
Letnan Jendral Sir Mantago Stopfrod mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-
daerah yang diduduki sekutu. Uang NICA dimaksudkan sebagai pengganti uang jepang
yang nilainya sudah sangat turun. Sehubung dengan hal itu pada bulan Oktober 1946
Pemerintah RI juga melakukan hal yang sama dengan mengeluarkan uang kertas baru,
yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang jepang. Untuk
mlaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan pemerintah
membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946. Usaha Menembus
Blokade Ekonomi Pemerintah Republik Indonesia berusaha untuk menembus blockade
ekonomi musuh dengan cara memetahkan isolasi ekonomi. Untuk itu pemerintah
melakukan usaha-usaha sebagai berikut. 1. Diplomasi beras ke India Pemerintah
Republuk Indonesia bersedia membantu india yang sedang ditimpa kelaparan dengan
meengirim 500.000 ton beras. Segagai imbalanya, pemerintah india menjanjikan
mengirimkan bahan pakayan yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Usaha
peemerintah dalam bidang politik ini ternyata berhasil dengan baik. india menjadi
Negara asia yang paling aktif membantu Indonesia dalam perjuangan diplomatic
diforum-forum internasional. 2. Mengadakan hubungan dagang langsung keluar negeri.
Pemerintah mengadakan hubungan dagang langsung dengan pihak luar negeri. Usaha
itu dirintis oleh Banking and Tranding Coperation (BTC). Banking and Tranding
Coperation (BTC) atau perseroan bank dan perdagangan, merupakan usaha
prdagangan swasta yang membantu usaha ekonomi pemerintah. BTC berhasil
mengadakan kontak dengan pengusaha swasta Amerika Serikat (Isbrantsen Inc). dalam
transaksi pertama, Amrika Serikat bersedia member barang-barang ekspor seperti gula,
the, karet dan lain-lain. Kapal yang pertama kali masuk ke wilayah Indonesia menuju
plabuha Cirebon bernama Martin Behrman yang mengangkut barang-barang ekspor
Indonesia. Tetapi kapal itu dicegat oleh angkatan laut Belanda dan diarak ke pelabuhan
Tanjung Periuk. Barang-barang muatannya di sita pemerintah Indonesia berusaha untuk
menembusnya melalui Sumatera tujuan utamanya adalah Singapur dan Malaysia.
Usaha ini dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat. Pelaksanaan
penembusan blockade dilakukan oleh angkatan laut Republik Indonsia dengan bantuan
dari pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor. Sejak tahun 1947, Indonesia
membentuk perwakilan resmi di Singapur dengan diberi nama Indonesia Office (Indoff).
Secara resmi Indoff memperjuangkan kepentingan politik luar negri Indonesia. Akan
tetapi secara rahasia indoff mengendalikan penembusan blokade belanda dan usaha
perdagangan barter. Di samping Indoff, kementrian pertahanan juga membentuk
Kementrian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPULN). Tugas pokok badan ini adalah
untuk membeli senjata dan perlengkapan angkatan perang serta usaha untuk
memasukknya ke Indonesia Usaha Indonesia dalam Mengatasi Kesulitan Ekonomi
Pada awalnya perekonomian Republik Indonesia mengalami kekacauan akibat
penduduk Jepang. Pemerintah tidak sempat melakukan tindakan-tindakan secara
konsepsional. Namun, di bawah bayangan konflik Indonesia dan Belanda pada bulan
Februari 1946 pemerintah memprakarsai usaha-usaha untuk memecahkan masalah
ekonomi yang mendesak. Prakarsa itu diwujudkan dalam pengadaan masalah
ekonomiyang dihadiri oleh cendekiawan, gubernur serta pejabat-pejabat yang secara
langsung terikat dan bertanggung jawab langsung dalam masalah ekonomi di pulau
Jawa. Namun usaha ini merintis pemecahan masalah ekonomi secara menyeluruh.
Tujuan konferensi ekonomi adalah mencari kesepakatan untuk menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang sangat mendesak yang dihadapi oleh pemerintah.
Masalah-masalah itu adalah sebagai berikut : · Masalah produksi dan distribusi bahan
makan · Masalah sandang · Status dan administrasi Konferensi ekonomi kedua
diselenggarakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi ini memiliki ruang lingkup
lebih luas dibandingkan dengan konferensi yang pertama. Acara yang dibahas
menyangkut program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian
harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Dalam konferensi ini, wakil Presiden
Mohammad Hatta menyarankan agar dilakukan rehabilitas pabrik-pabrik gula. Gula
merupakan bahan ekspor yang penting, pengusahaannya harus dikuasai oleh Negara,
sehingga hasil ekspor dapat dibelikan atau ditukarkan dengan barang-barang
dibutuhkan oleh Republik Indonesia. Pada tanggal 19 Januari 1947 atas inisiatif Menteri
Kemakmuran, Dr. A. K. Gani dibentuk Badan Perancang Ekonomi (Planning Board).
Badan ini bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi selama jangka waktu 2-3
tahun. Badan tersebut adalah untuk mengkoordinasi dan merasionalisasi semua cabang
produksi dalam bentuk badan hukum seperti yang dilakukan pada BPPGM (Badan
Penyelenggara Perusahaan Gula Negara) dan PPN (Perusahaan Perkebunan Negara).
Menteri Gani menyampaikan rencana pembangunan sepuluh tahun, yang dikemukakan
sebagai langkah pertama adalah sebagai berikut: · Semua bangunan umum,
perkebunan dan industri yang telah ada sebelun perang menjadi milik Negara. Hal ini
baru terlaksana pada tahun 1957. · Bangunan umum vital milik asing dinasionalisasikan
dengan pembayaran ganti rugi. · Perusahaan milik Jepang akan di sita sebagai ganti
rugi terhadap RI. · Perusahaan modal asing lainya di kembalikan kepada yang berhak
sesudah diadakan perjanjian Republik Indonesia dengan Belanda. Untuk membiayai
Rencana Pembangunan, menurut Dr Gani, Indonesia terbuka untuk penanaman modal
asing,serta pinjaman dari dalam dan luar negeri. Pemikiran-pemikiran itu di nilai positif
oleh pemerintah. Sayangnya pemikiran ini tidak dapat dilaksanakan karena kondisi
polotik dan militer yang tidak memungkinkan. Aksi mileter Belanda pertama telah
mengakibatkan sebagian besar daerah Republik yang sangat potensial didalam
pengnbangan ekonomi jatuh ketangan Belanda. Kesulitan ekonomi yang di alami oleh
pihak Republik Indonesia semangkin bertambah parah. Ole karena itu, pemerintah yang
di pimpin oleh Drs. Moh Hatta melakukan tindakan yang realitis. Pemerintah
mengadakan rasionalisasi yang meliputi perencanaan admistrasi Negara, angkata
perang dan aparat ekonomi Pada awal kemerdekaan, dasar konomi kita tergantung
pada produksi pertanian maka bidang ini digiatkan kembali. Melalui Menteri Urusan
Bahan Makanan, Kasimo, diturunkan rencana produksi tiga tahun (1948- 1950) yang
terknal dengan sebutan Plan Kasimo. Plan Kasimo adalah usaha suasembada pangan
dengan petunjuk pelaksanaan yang praktis. Kasimo juga menyarankan agar
dilaksanakan trasmigrasi. Pada bulan Apri 1947, Badan Perancang di perluas menjadi
Panitia Pemikirn Siasat Ekonomi yang bertugas mempelajari, mengmpulkan data dan
memberikan bahan bagi kebijaksanaan pmerintah guna merencanakan pembagunan
ekonomi, serta nasehat-nasehat kepada pemeritah didalam rangka perundingan dengan
Belanda. Semua hasil pemikiran panitia ini belum smpat diwujudkan karena situasi
politik dan militer tidak stabil.

Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto


Keadaan ekonomi, keuangan, politik dan pemerintahan pada awal kemerdekaan Indonesia
belum memuaskan semua pihak. Hal itu disebabkan banyaknya kendala yang harus dihadapi,
terutama Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia.

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan


Pada awal kemerdekaan, perekonomian Indonesia sangat memprihatinkan ditambah dengan
inflasi yang tak terkendali. Inflasi bersumber dari masih beredarnya mata uang rupiah masa
pendudukan Jepang yang sulit dikontrol. Uang yang beredar di Pulau Jawa saat itu diperkirakan
sekitar 1,6 milyar rupiah dari jumlah total keseluruhan sekitar 4 milyar rupiah.

Jumlah itu terus bertambah setelah kedatangan tentara Sekutu. Mereka menguasai bank-bank
yang ada dan mengedarkan sekitar 2,3 milyar rupiah untuk membiayai kegiatan operasi
militernya. Akibatnya jumlah uang yang beredar menjadi tak terkendali. Perekonomian negara
mengalami kekacauan yang luar biasa.

Pemerintah Indonesia sendiri tidak dapat melarang beredarnya mata uang rupiah Jepang karena
belum ada penggantinya. Kas negara kosong, sedangkan pemasukan dari pajak dan bea masuk
lainnya terbatas. Sebaliknya, pengeluaran sangat besar. Keadaan itu semakin diperparah
dengan blokade ekonomi yang dilakukan oleh pihak Belanda.

Akibat blokade itu, Indonesia tidak dapat mengekspor barang-barang senilai Rp200.000.000.
Blokade ekonomi itu bertujuan agar pemerintah Indonesia kehilangan kepercayaan rakyatnya
sehingga memudahkan Belanda untuk kembali menguasai Indonesia.

Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima Tentara Sekutu mengumumkan berlakunya uang NICA
Netherland Indies Civil Administration) di daerah-daerah yang diduduki Sekutu sebagai
pengganti mata uang rupiah Jepang. Tindakan Panglima Tentara Sekutu itu diprotes oleh
Perdana Menteri Sutan Syahrir. Ia menyatakan bahwa uang tersebut tidak berlaku di wilayah
Republik Indonesia.

Selanjutnya, pemerintah mengeluarkan uang kertas Republik Indonesia pada bulan Oktober
1946 yang disebut Oeang Republik Indonesia (ORI). Uang itu dikeluarkan untuk menggantikan
mata uang Rupiah Jepang yang semakin merosot nilainya. Nilai tukar mata uang Rupiah Jepang
dengan ORI adalah Rp 1000 mata uang Jepang, ditukar dengan Rp 1 Oeang Republik Indonesia
(ORI). Dalam menghadapi krisis ekonomi-keuangan, pemerintah menempuh berbagai
kebijakan:

1. Pinjaman Nasional

Menteri Keuangan Ir. Soerachman dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BPKNIP) mengadakan pinjaman nasional. Pinjaman akan dikembalikan
selama 40 tahun. Karena himbauan pemerintah itu, pada bulan Juli tahun 1946 penduduk Pulau
Jawa dan Madura mulai menyetorkan uangnya kepada pemerintah. Pada tahun pertama saja
uang yang terkumpul mencapai Rp500.000.000. Dengan terkumpulnya uang sebanyak itu
dalam waktu singkat, menunjukkan besarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintahnya.

2. Hubungan dengan Amerika


Hubungan antara para pengusaha Amerika dirintis oleh badan semi pemerintah bernama
Banking and Trade Coorporation (BTC). Badan itu berhasil mendatangkan Kapal Martin
Behrman di Pelabuhan Cirebon yang mengangkut barang-barang kebutuhan rakyat. Namun,
kapal itu berhasil dicegat oleh Angkatan Laut Belanda dan dipaksa berlabuh di Pelabuhan
Tanjung Priok kemudian seluruh muatannya dirampas.

3. Konferensi Ekonomi

Pada bulan Februari 1946, pemerintah menyelenggarakan Konferensi Ekonomi. Konferensi


membahas masalah-masalah yang paling mendesak. Di antaranya meningkatkan hasil produksi
pangan, distribusi bahan makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan
asing. Konferensi menghasilkan konsepsi sebagai berikut:

 Sistem autarki lokal warisan Jepang akan diganti secara berangsur-angsur dengan
sistem sentralisasi.
 Bahan makanan akan ditangani oleh pemerintah secara sentral dalam wadah Badan
Pengawasan Makanan Rakyat.
 Semua perkebunan, tanpa kecuali, akan diawasi oleh pemerintah untuk meningkatkan
produksi.

4. Rencana Lima Tahunan (Kasimo Plan)

I. J. Kasimo, Menteri Persediaan Makanan mengeluarkan kebijakan rencana produksi lima


tahunan yang kemudian dikenal dengan Kasimo Plan. Kasimo Plan berisi anjuran antara lain
sebagai berikut:

 Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul.


 Mencegah penyembelihan hewan-hewan yang berperan dalam pertanian dan menanami
tanah-tanah terlantar di Sumatra.
 Mengadakan transmigrasi 20 juta penduduk Pulau Jawa ke Sumatera dalam waktu 15
tahun.

BACA JUGA Latar Belakang Dan Pengertian Kerja Sama Internasional

Rencana Kasimo itu tidak berhasil dilaksanakan dengan baik karena situasi politik yang tidak
stabil dan adanya Agresi Militer Belanda II. Keikutsertaan Swasta dalam Pengembangan
Ekonomi Nasional, Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE) yang dipimpin B.R. Motik merupakan
wadah bagi pengusaha swasta yang telah terbentuk pada masa pendudukan Jepang. Semuanya
diaktifkan dan berpartisipasi dalam upaya menegakkan ekonomi pada masa awal kemerdekaan.

6. Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Negara Indonesia

Pemerintah melalui Menteri Keuangan Ir. Soerachman berupaya mengatasi krisis ekonomi dan
keuangan yang berkepanjangan dengan melakukan penataan terhadap lembaga-lembaga
keuangan negara. Untuk itu, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan
Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 1946 pada tanggal 5 Juli 1946.

Perpu itu berisi tentang pendirian Bank Negara Indonesia (BNI) melalui proses nasionalisasi
salah satu bank milik Belanda, yaitu de Javasche Bank. Sejak saat itu pemerintah Republik
Indonesia memiliki bank negara. Bank itu kemudian dikenal dengan nama Bank Negara
Indonesia (BNI) 1946. Pemimpin pertama Bank Negara Indonesia (BNI) adalah Margono
Djojohadikoesoemo.

7. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng (Benteng Group)

Soemitro “begawan ekonom Indonesia” berpendapat bahwa untuk membangun perekonomian


nasional harus dimulai dari sektor perdagangan. Untuk itu, golongan pengusaha nasional yang
rata-rata bermodal kecil harus dibantu dengan pinjaman kredit.
Gagasan Soemitro ini kemudian dituangkan dalam program Kabinet Natsir. Soemitro yang saat
itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan mengemukakan Program Gerakan Benteng
(Benteng Group). Dalam kurun waktu 1950-1953 kurang lebih 700 pengusaha Indonesia
memperoleh kredit Program Benteng. Namun, usaha ini tidak berhasil dengan baik karena hal-
hal sebagai berikut:

 Banyak di antara para pengusaha Indonesia belum mampu memanfaatkan kredit yang
diperoleh.
 Pengusaha-pengusaha pribumi belum mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha
nonpribumi dalam sistem ekonomi liberal.
 Mentalitas pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif. Pada tahun 1951 kebijakan
ekonomi dan keuangan ditinjau kembali. Untuk menaikan pendapatan negara, biaya
ekspor diturunkan dan diadakan penghematan secara drastis.

8. Sistem Ekonomi Ali-Baba

Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I diperkenalkan sistem ekonomi baru vang disebut
Sistem Ekonomi Ali-Baba: Sistem ini diprakarsai oleh Mr. Isqak Tjokrohadisoerjo. Sistem
Ekonomi Ali-Baba dimaksudkan pula untuk memajukan pengusaha pribumi.

Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi, sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha
nonpribumi, terutama Cina. Sistem Ali-Baba bertujuan agar pengusaha pribumi belajar dari
pengusaha-pengusaha Cina. Dalam pelaksanaannya, pengusaha-pengusaha pribumi hanya
dijadikan alat oleh pengusaha-pengusaha Cina untuk memperoleh kredit guna memajukan
usahanya.

Sebaliknya, pengusaha-pengusaha pribumi tetap tidak berhasil mengembangkan usahanya.


Dalam suasana liberal persaingan lebih diutamakan, sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi
belum sanggup untuk bersaing. Keadaan ekonomi yang makin kacau ditambah lagi dengan
timbulnya pemberontakan-pemberontakan di berbagai daerah, mengakibatkan makin sulitnya
pemerintah pada masa itu
Pada awal kemerdekaan masih belum pernah sempet melakukan perbaikan ekonomi
secara baik. Baru mulai Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai bisnis bagi atau
bisa juga dikatakan untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yng mendesak.
Upaya-upaya itu diantaranya menjdai berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. lr. Surachman
yang dengannya persetujuan BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar kembali
selama jangka waktu 40 tahun. Besar pinjaman yng di lakukan pada bulan Juli 1946
sebesar Rp. 1.000.000.000,00. Pada tahun pertama sukses dikumpulkan uang sejumlah
Rp. 500.000.000,00. Berhasil yng dicapai ini menunjukan besarnya dukungan serta
kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para gubernur serta para pejabat lain-
lainnya yng bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa.
Konferensi ini dipimpin oleh Menteri Kemakmuran, Ir. Darmawan Mangunkusumo.
Tujuan konferensi ini merupakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk mendapatkan
kesepakatan yng bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yng
mendesak, semisal :
a. masalah produksi serta distribusi makanan Dalam masalah produksi serta distribusi
bahan makanan disepakati bahwasanya system autarki lokal menjdai kelanjutan dari
system ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapuskan serta
diganti yang dengannya system desentralisasi.
b. masalah sandang Mengenai masalah sandang disepakati bahwasanya Badan
Pengawasan Makanan Rakyat diganti yang dengannya Badan Persediaan serta
Pembagian Makanan (PPBM) yng dipimpin oleh dr. Sudarsono serta dibawah
pengawasan Kementerian Kemakmuran. PPBM bisa dianggap menjdai awal dari
terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog).
c. status serta administrasi perkebunan-perkebunan Mengenai masalah penilaian
kembali status serta administrasi perkebunan yng adalah perusahaan vital bagi RI,
konferensi ini menyumbangkan beberapa pokok pikiran. Pada masa Kabinet Sjahrir,
duduk perkara status serta administrasi perkebunan ini bisa diselesaikan. Seluruh
perkebunan dikuasai oleh negara yang dengannya system sentralisasi di bawah
pengawasan Kementerian Kemakmuran.
Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi
kedua ini membahas masalah perekonomian yng lebih luas, semisal program ekonomi
pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi serta alokasi
tenaga kita-kita. Dalam konferensi ini Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta memberikan
saran-saran yng berkaitan yang dengannya masalah rehabilitasi pabrik gula. Hal ini
penyebabnya yaitu gula adalah bahan ekspor yng penting, oleh lantaran itu
pengusahaannya Perlu dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan bisa dibelikan
ataupun ditukar yang dengannya barang-barang lain-lainnya yng dibutuhkan RI.
Saran yng disampaikan oleh Wakil Presiden ini bisa direalisasikan pada tanggal 21 Mei
1946 yang dengannya dibentuknya Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara
(BPPGN) didasari Aturan Pemerintah No. 3/1946. Aturan yang telah di sebutkan
disempurnakan melalui Aturan Pemerintah No. 4 tahun 1946, tanggal 6 Juni 1946
mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal 19 Januari
1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani. Badan ini
adalah badan tetap yng bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi bagi atau
bisa juga dikatakan untuk jangka waktu 2 hingga 3 tahun. Sesudah Badan Perancang ini
bersidang, A.K. Gani mengumumkan Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun. Bagi
atau bisa juga dikatakan untuk mendanai Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi
pemodal dalam negeri ataupun bagi pemodal asing. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk
menampung dana pembangunan yang telah di sebutkan pemerintah akan membentuk
Bank Pembangunan.
Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat
Ekonomi yng dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani
menjdai wakilnya. Panitia ini bertugas mengkaji, mengumpulkan data serta memberikan
saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi serta dalam
rangka melakukan perundingan yang dengannya pihak Belanda.
Seluruh hasil pemikiran ini belum sukses dilaksanakan yang dengannya baik, lantaran
situasi politik serta militer yng tak memungkinkan. Serangan Militer Belanda
menghasilkan sebagian besar daerah RI yng mempunyai potensi ekonomi baik, jatuh ke
tangan Belanda. Wilayah RI tinggal beberapa keresidenan di Jawa serta Sumatera yng
sebagian besar tergolong menjdai daerah minus serta berpenduduk padat. Pecahnya
Pemberontakan PKI Madiun serta Serangan Militer Belanda II menghasilkan kesulitan
ekonomi makin memuncak.
4. Rekonstruksi serta Rasionalisasi Angkatan Perang (RERA) pada tahun 1948.
Program yng diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta ini, dimaksudkan bagi
atau bisa juga dikatakan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi,
disamping menaikan efesiensi. Rasionalisasi ini meliputi penyempurnaan administrasi
negara, Angkatan Perang serta aparat ekonomi. Sejumlah satuan Angkatan Perang
dikurangi secara dratis. Selanjutnya tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang ini
disalurkan ke bidang-bidang produktif serta diurus oleh Kementerian Pembangunan
serta Pemuda.
5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J. Kasimo. Dasarnya
memang program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950 mengenai bisnis
swasembada pangan yang dengannya beberapa petunjuk pelaksanaan yng praktis.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk mningkatkan produksi bahan pangan dalam
program ini, Kasimo merekomendasikan agar :
a. menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas 281.277 ha.; b. di Jawa
dilakkan intensifikasi yang dengannya menanam bibit unggul; c. pencegahan
penyembelihan hewan-hewan yng berperan penting bagi produksi pangan; d. disetiap
desa dibentuk kebun-kebun bibit; e. tranmigrasi.
6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yng dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan bagi atau bisa juga dikatakan untuk
menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta. Yang dengannya dibentuknya PTE
pula diharapkan bisa serta melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi
pedagang menjadikan bisa memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Pemerintah menganjurkan agar pemerintah daerah usaha-usaha yng di lakukan oleh
PTE. Namun nampaknya PTE tak bisa berjalan yang dengannya baik. PTE cuma bisa
atau mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta yang dengannya modal awal Rp.
5.000.000. Kegiatan PTE makin mundur akibat dari Serangan Militer Belanda.
Selain PTE perdagangan swasta lain-lainnya yng pula membantu bisnis ekonomi
pemerintah merupakan Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank serta
Perdagangan).

Anda mungkin juga menyukai