2. TIARA TODUHO
1.
Program ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan (Surachman) dengan persetujuan BP-KNIP. Untuk mendukung
program tersebut maka dibuat Bank Tabungan Pos, bank ini berguna untuk penyaluran pinjaman nasional
untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintahan. Selain itu, pemerintah juga
menunjuk rumah gadai untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan jangka waktu pengembalian
selama 40 tahun. Tujuannya untuk mengumpulkan dana masyarakat bagi kepentingan perjuangan, sekaligus
untuk menanamkan kepercayaan rakyat pada pemerintah RI.
Rakyat dapat meminjam jika rakyat mau menyetor uang ke Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian. Usaha ini
mendapat respon yang besar dari rakyat terbukti dengan besar pinjaman yang ditawarkan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp.
1.000.000.000,00 , pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Kesuksesan yang dicapai
menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
3) Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
Badan ini dibentuk atas usul dari menteri kemakmuran AK. Gani. Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat
rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang akhirnya disepakati Rencana Pembangunan
Sepuluh Tahun.
Rencana Pembangunan 10 tahun tersebut adalah sebagai berikut.
Semua bangunan umum, perkebunan, dan industri yang telah ada sebelum perang menjadi milik negara, yang baru
terlaksana tahun 1957.
Bangunan umum vital milik asing dinasionalisasikan dengan pembayaran ganti rugi
Perusahaan milik Jepang akan disita sebagai ganti rugi terhadap RI.
Perusahaan modal asing lainnya dikembalikan kepada yang berhak sesudah diadakan perjanjian Republik Indonesia
dengan Belanda.
Badan ini bertujuan untuk menasionalisasikan semua cabang produksi yang telah ada dengan mengubah ke dalam bentuk
badan hukum. Hal ini dilakukan dengan harapan agar Indonesia dapat menggunakan semua cabang produksi secara maksimal
dan kuat di mata hukum internasional. Pendanaan untuk Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi pemodal dalam negeri
maupun pemodal asing.
Inti rencana ini adalah agar Indonesia membuka diri terhadap penanaman modal asing dan melakukan pinjaman baik ke
dalam maupun ke luar negeri.
Untuk membiayai rencana pembangunan ekonomi tersebut pemerintah membuka diri terhadap penanaman modal asing,
mengerahkan dana masyarakat melalui pinjaman nasional, melalui tabungan masyarakat, serta melibatkan badan-badan
swasta dalam pembangunan ekonomi. Dan untuk menampung dana tersebut dibentuk Bank Pembangunan. Perusahaan
patungan (merger) diperkenankan berdiri sementara itu tanah partikelir dihapuskan.
Perkembangannya April 1947 badan ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang bertugas mempelajari,
mengumpulkan data, dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi dan dalam
rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Rencana tersebut belum berhasil dilaksanakan dengan baik karena
situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan, yaitu Agresi Militer Belanda I dan Perjanjian Linggarjati yang
menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia yang memiliki potensi ekonomi jatuh ke tangan Belanda dan yang tersisa
sebagian besar tergolong sebagai daerah miskin dan berpenduduk padat (Sumatera dan Jawa). Hal tersebut ditambah dengan
adanya Pemberontakan PKI dan Agresi mIliter Belanda II yang mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin memuncak.
4) Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
Program ini bertujuan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, selain meningkatkan efisiensi. Rasionalisasi
meliputi penyempurnaan administrasi negara, angkatan perang, dan aparat ekonomi. Sejumlah angkatan perang dikurangi
secara drastis untuk mengurangi beban negara di bidang ekonomi dan meningkatkan effisiensi angkatan perang dengan
menyalurkan para bekas prajurit pada bidang-bidang produktif dan diurus oleh kementrian Pembangunan dan Pemuda.
Rasionalisasi yang diusulkan oleh Mohammad Hatta diikuti dengan intensifikasi pertanian, penanaman bibit unggul, dan
peningkatan peternakan.
5) Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J.Kasimo. Program ini berupa Rencana Produksi Tiga tahun
(1948-1950) mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Inti dari Kasimo Plan
adalah untuk meningkatkan kehidupan rakyat dengan meningkatkan produksi bahan pangan. Rencana Kasimo ini adalah :
1. Menanami tanah kosong (tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 HA
2. Melakukan intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul
3. Pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan.
4. Di setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit
5. Transmigrasi bagi 20 juta penduduk Pulau Jawa dipindahkan ke Sumatera dalam jangka waktu 10-15 tahun.
6.
6) Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R Motik ini bertujuan untuk :
1. Menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta, agar pengusaha swasta memperkuat persatuan dan
mengembangkan perekonomian nasional.
2. Menggalang dan Melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh
ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Meskipun usaha PTE didukung pemerintah dan melibatkan dukungan dari pemerintah daerah namun perkembangannya PTE
tidak dapat berjalan baik dan hanya mampu didirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000,00. Kegiatan
ini semakin mengalami kemunduran akibat Agresi Militer Belanda.
Selain PTE, perdagangan swasta lainnya juga membantu usaha ekonomi pemerintah adalah Banking and Trading
Corporation (Perseroan Bank dan Perdagangan).
Mengaktifkan kembali Gabungan Perusahaan Perindustrian dan Perusahaan Penting, Pusat Tembakau Indonesia, Gabungan
Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) dalam rangka memperbaiki ekonomi Indonesia.
7) Oeang Republik Indonesia (ORI)
Melarang digunakan mata uang NICA dan yang lainnya serta hanya boleh menggunakan Oeang Repoeblik Indonesia
(ORI) dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan UU No. 17 tahun 1946 yang dikeluarkan pada tanggal 1
Oktober 1946. Mengenai pertukaran uang Rupiah Jepang diatur berdasarkan UU No. 19 tahun 1946 tanggal 25 Oktober
1946. Tanggal 25 Oktober selanjutnya dijadikan sebagai hari keuangan. Adapun kebijakan penyetaraan mata uang adalah
sebagai berikut:
1. Di Jawa, Lima puluh rupiah (Rp. 50,00) uang Jepang disamakan dengan satu ruapiah (Rp. 100,00) ORI dengan
perbandingan 1:5.
2. Di Luar Jawa dan Madura, Seratus rupiah (Rp. 100,00) uang Jepang sama dengan satu rupiah(Rp. 1,00) ORI dengan
perbandingan 1:10.
3. Setiap sepuluh rupiah (Rp. 10,00) ORI bernilai sama dengan emas murni seberat 5 gram.
Mengenai pengaturan nilai tukar uang ORI dengan valuta asing (nilai kurs mata uang ORI di pasar valuta asing) sebenarnya
dipegang oleh Bank Negara yang sebelumnya telah dirintis bentuk prototipenya yaitu dengan pembentukan Bank Rakyat
Indonesia (Shomin Ginko). Namun tugas tersebut pada akhirnya dijalankan oleh Bank Negara Indonesia (Bank Negara
Indonesia 1946) yang dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank ini merupakan bank umum milik pemerintah yang
tujuan awal didirikannya adalah untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan. BNI
didirikan pada 1 November 1946.
Meskipun begitu usaha pemerintah untuk menjadikan ORI sebagai satu-satunya mata uang nasional tidak tercapai karena
terpecah-pecahnya wilayah RI akibat perundingan Indonesia- Belanda. Sehingga di beberapa daerah mengeluarkan mata
uang sendiri, yang berbeda dengan ORI, seperti URIPS (Uang Republik Propinsi Sumatera) di Sumatera, URIBA (Uang Republik
Indonesia Baru) di Aceh, URIDAB (Uang Republik Indonesia Banten) di Banten dan Palembang. Upaya-upaya pemerintah
Indonesia tersebut dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia meskipun Belanda masih
belum pergi dari Indonesia.
2.
Proklamasi Kemerdekaan merupakan dasar bangsa Indonesia untuk membangun dan mengisi kemerdekaan.
Namun setelah berhasil memproklamasikan kemerdekaan Indonesia harus menghadapi serangan bersenjata
oleh Belanda, selain menghadapi Belanda bangsa Indonesia juga menghadapi tantangan dari dalam negeri.
Berikut ini merupakan perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Sekutu Belanda:
Pertempuran Surabaya tidak lepas dari perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang. Untuk itu sekutu
mengirim wakilnya A.W.S Mallaby ke Indonesia dan berhasil mencapai kesepakatan diantaranya:
Section dipimpin Kapten Shawn menyerang penjara Kalisosok untuk membebaskan Kolonel Huiyer angkatan
laut Belanda. Selain itu Ingris juga menyebarkan perintah agar Surabaya dan Jawa Timur khususnya
menyerahkan senjata. Selebaran ini juga ditanggapi oleh A.W.S. Mallaby dan bertindak sesuai isi perintah
tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan hilangnya kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Ingris. Pertempuran
tidak dapat dihindari 27-30 Oktober 1945 terjadi pertempuran sehingga A.W.S Mallaby berhasil di tangkap.
Melihat kenyataan ini komandan Sekutu mengusulkan kepada Presiden Suekarno. Menanggapi hal tersebut
Suekarno, Hatta dan Amir Syarifudin berkunjung ke Surabaya dan berhasil mendamaikan suasana pada 30
Oktober 1945. Namun sepulangnya Suekarno dan rombongan pertempuran kembali terjadi sehingga A.W.S.
Mallaby terbunuh.
Terbunuhnya A.W.S. Mallaby ditanggapi Ingris dengan mengirim 24.000 Pasukan dipimpin Mayor Jendral
Mansergh. Tanggal 9 November 1945 Ingris mengeluarkan peringatan agar semua pemimpin bangsa Indonesia
di Surabaya harus menyerah selambat-lambatnya 10 November 1945 pukul 06.00 pagi dengan membawa
bendera merah putih tanda menyerah. Namun peringatan tersebut tidak ditaati sehingga 10 November 1945
Pertempuran Ambarawa melibatkan Rakyat dan Tentara Keamanan Rakyat melawan pihak Sekutu-Ingris.
Pertempuran ini dilatar belakangi oleh kedatangan Brigadir Artileri Divisi India ke-23 di Semarang 20 oktober
1945 namun kedatangan sekutu diikuti oleh NICA (Nederland Indische Civil Administration) lalu mempersenjatai
bekas tawanan yang merupakan orang Belanda. 26 oktober 1945 terjadi pertempuran Pasukan TKR melawan
pasukan NICA. Pertempuran berhenti ketika Presiden Suekarno dan Jendral Bethell melakukan perundingan dan
melindungi APWI allied Prisoners War and Interneers atau tawanan perang dan interniran Sekutu
Namun kesepakatan ini kembali dilanggar oleh pihak sekutu-Ingris. 20 November 1945 terjadi pertempuran
antara pasukan TKR dipimpin Mayor Sumarto melawan Sekutu. Kemudian sekutu menarik pasukannya dari
Magelang ke Ambarawa namun pada 22 November 1945 pertempuran terjadi di dalam kota.
Dari pihak bangsa Indonesia berusaha mempertahankan dan merebut beberapa tempat yang berhasil dikuasai
Sekutu diantaranya, TKR Divisi V Purwokerto dipimpin Imam Androgi melakukan serangan pajar pada 21
Nopember 1945 berhasil meduduki daerah Pinggit dan merebut desa-desa di sekitarnya yang dulunya berhasil
dikuasai oleh Sekutu. Selain batalion Imam Androgi melakukan pengejaran terhadap pasukan sekutu diikuti
Batalion 10 Divisi III dipimpin Mayor Sueharto, batalion 8 dipimpin Mayor Sardjono dan batalion Sugeng dan
berhasil mengepung pasukan musuh. Namun sekutu berusaha mematahkan pengepungan dengan Tank. Untuk
menghindari jatuhnya korban pasukan ditarik mundur ke Bedano dibantu Residen kedua dipimpin M Surbani,
Batalion Polisi Istimewa dipimpin Onie Sastroatmodjo dan batalion dari Yogyakarta. Akhirnya pergerakan musuh
Melihat kondisi didalam pertempuran semua komandan pasukan mengkoordinasikan agar diadakan rapat yang
dipimpin Kolonel Holland Iskandar. Rapat menghasilkan pembentukan komando atau markas pimpinan
pertempuran. Ambarawa kemudian dibagi menjadi empat sektor yaitu: Sektor Utara, sektor Selatan, Sektor Barat
dan Sektor Timur. Namun dalam pertempuran pada 26 November 1945 Letnan Kolonel Isdiman gugur dan
Keadaan pertempuran lebih menguntungkan pihak Indonesia sehingga pasukan Sekutu-Ingris berhasil terusir
dari garis pertahanan terdepan di Banyubiru. Melihat kondisi ini Kolonel Sudirman mengumpulkan Komandan
sektor dan menyatakan akan dilakukan serangan terakhir secara serempak dan mendadak pada 12 Desember
1945 pukul 04.30. Serangan ini berhasil mengepung kota Ambarawa selama 4 hari, sehingga pada 15 Desember
Ambarawa merupakan sebuah kota penting bagi pertahanan Indonesia. Apabila Sekutu –Ingris mampu
menguasai Ambarawa maka hal Ini akan menjadi ancaman bagi kota penting dan utama yaitu Surakarta,
Magelang, dan Yogyakarta yang merupakan markas dan pusat kedudukan tertinggi TKR. Berkat kegigihan TKR
Mendaratnya sekutu yang dipimpin Brigadir Jendral T.E.D. Kelly yang diikuti pasukan NICA menyebabkan
terjadinya ketegangan di daerah Sumatera Utara. Kedatangan sekutu sebenarnya untuk membebaskan tawanan
perang asal Belanda, tetapi sikap tawanan yang sombong memicu terjadinya konflik pertama pada 13 oktober
1945 di jalan Bali, Medan. Selain itu bekas tawanan ini melecehkan dan menginjak-nginjak lencana merah putih.
Hal ini mendapat tanggapan dari pihak pemuda dengan menyerang tempat penginapan sekutu di medan
diantaranya hotel De Boer, Grand Hotel, Hotel Astoria. Serangan demi serangan kemudian menjalar kebeberapa
Daerah di Meda.
Melihat Kondisi yang semakin memanas 10 Oktober 1945 dibentuk TKR Sumatera Timur dipimpin Achmad
Tahir. Kebijakan yang diambil Achmad Tahir dengan para mantan anggota Giguyun dan Heiho ke Sumatera
Timur. Kemudian di Sumatera Timur terbentuk organisasi baru Pemuda Republik Indonesia Sumatera Timur
Brigadir Jendral T.E.D. Kelly menyampaikan ultamatum kepada para pemuda medan untuk menyerahkan
senjata, dilanjutkan dengan penulisan sebuah papan yang berisi Fixed Boundaries Medan Area 1 Desember
1945. Hal ini kemudian menambah ketegangan antara bangsa Indonesia dangan Sekutu-Ingris dan NICA. 10
Desember 1945 Sektu berusaha menghapus unsur-unsur yang terkait dengan Republik Indonesia dengan
berusaha menghapus dan menghancurkan Konsentrasi TKR di Trepes, dan pertempuran tidak dapat dihindari
Karena merasa mendapat perlawanan yang sengit dari kalangan pemuda maka Brigadir Jendral T.E.D. Kelly
mengancam akan menembak mati setap pemuda yang tidak mau menyerahkan senjata kepada Sekutu. Hal ini
kemudian menyebabkan posisi pemuda terdesak hingga april 1946 Markas Besar TKR dan Wali Kota
Keberhasilan Sekutu menguasai kota Medan tidak dibiarkan begitu saja dikalangan bangsa Indonesia. Pada
tanggal 10 Agustus 1946 diselenggarakan pertemuan para Komando pasukan di Tebing Tinggi. Hasil pertemuan
kemudia membentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area yang dibagi menjadi empat sektor masing-
masing memilki empat subsektor. Setiap sektor dan subsektor terdiri dari batalion-batalion pasukan yang
memperkuat setiap sektor. Markas Komando Resimen berpusat di Sudi Mengerti, Trepes. Melalui Komando
Oktober 1946 Sekutu-Ingris yang diikuti Pasukan NICA memasuki kota Bandung. Memasuki bulan November
1945 NICA memulai aksinya dengan menebar ancaman dengan tujuan mengembalikan kekuasaannya di
Melihat keadaan pertempuran yang semakin akhirnya diadakan pertemuan pada 25 November 1945 di bandung.
Hasilnya Kota Bandung dibagi menjadi dua wilayah yaitu Bandung Selatan dan Bandung Utara. Bandung
Selatan dikuasai oleh pihak Indonesia sedangkan Bandung Utara dikuasai oleh pihak Sekutu. Merujuk pada hasil
perundingan ini maka masing-masing pihak mengosongkan daerah yang bukan kekuasaannya. Namun sekutu
menuntut agar mengosongkan wilayah sejauh 11 Km dari perbatasan kemudian mendapat tantangan dari rakyat
di Bandung. Kemudian para rakyat Bandung membakar kota Bandung dari batas timur Cicadas hingga batas
barat Andir hangus terbakar. Aksi membakar kota bandung merupakan sebuah ungkapan perasaan rakyat yang
tidak rela kota Bandung dikuasai penuh oleh Sekutu. Tragedi Bandung Lautan Api mengakibatkan sekitar 1 juta
penduduk mengungsi ke luar kota Bandung, Selain itu gugur seorang pahlawan Muhamad Toha ketika berusaha
Usaha merebut kekuasaan dari tangan Belanda dilakukan diberbagai dareah seperti di Manado, Tomohon dan
Minahasa. Usaha ini membuahkan hasil sehingga sekitar 600 orang Belanda berhasil ditangkap sehingga
tanggal 16 februari 1946 Kota Manado sepenuhnya telah dikuasai oleh pihak Indonesia. Untuk mempertahankan
kota manado dari ancaman Belanda kembali maka dibangun Pasukan Keamanan yang bernama Pasukan
Keberhasilan merebut kota Manado kemudian disambut dengan pengibaran bendera Merah Putih di seluruh
Minahasa hampir satu bulan lamanya dimulai pada 14 Februari 1946. Sejak Dr. Sam Ratulangi ditunjuk sebagai
Gubernur Sulawesi kemudian membentuki Badan Pusat Keamanan Rakyat. Selain itu Dr. Sam Ratulangi
berhasil mengesahkan petisi 540 orang pemuka masyarakat Sulawesi yang menyatakan sulawesi merupakan
bagian dari Indonesia yang tidak dapat dipisahkan. Petisi ini kemudian mengakibatkan penangkapan Dr. Sam