PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dengan adanya makalah ini kami tujukan untuk mempermudah pembelajaran dan
memenuhi tugas menyelesaikan makalah ini pada mata pelajaran Sejarah Indonesia Bab
Penjajahan Hindia-Belanda khususnya membahas tentang Kehidupan Ekonomi, Politik,
Sosial awal Kemerdekaan Indonesia sampai masa Demokrasi Liberal.
Makalah ini kami rancang untuk memenuhi nilai tugas, juga meningkatkan
pengetahuan, dan kreativitas. Di dalam makalah ini terdapat materi-materi yang lebih
mudah untuk dipahami sehingga kita dengan mudah dapat kita kuasai.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia pada awal kemerdekaan sampai
masa Demokrasi Liberal?
2. Bagaimana kehidupan politik masyarakat Indonesia pada awal kemerdekaan sampai
masa Demokrasi Liberal?
3. Bagaimana kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada awal kemerdekaan sampai
masa Demokrasi Liberal?
1
BAB II
PEMBAHASAN
4
c. Kebijakan Pemerintah Menghadapi Buruknya Kondisi Ekonomi Indonesia Awal
Kemerdekaan.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonominya mulai
dilakukan sejak Februari 1946, adalah sebagai berikut.
Konferensi Ekonomi Februari 1946.
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, gubernur, dan pejabat
lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa,
yang dipimpin oleh Menteri Kemakmuran yaitu Darmawan Mangunkusumo.
Tujuan Konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan dalam
menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti : Masalah
produksi dan distribusi makanan. Tercapai kesepakatan bahwa sistem autarki
lokal sebagai kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-
angsur akan dihapuskan dan diganti dengan sistem desentralisasi. Masalah
sandang Disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan
Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM) yang bertujuan untuk
mengatasi kesengsaraan rakyat Indonesia. Badan ini dipimpin oleh Sudarsono
dibawah pengawasan Kementrian Kemakmuran. BPPM dapat dianggap sebagai
awal dari terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog).
Sementara itu tujuan dibentuk Bulog (Februari 1946) untuk melarang
pengiriman bahan makanan antar karisidenan Status dan Administrasi
perkebunan-perkebunan. Keputusannya adalah semua perkebunan dikuasai oleh
negara dengan sistem sentralisasi di bawah kementrian Kemakmuran. Sehingga
diharapkan pendapatan negara dapat bertambah secara signifikan dengan
nasionalisasi pabrik gula dan perkebunan tebu. Konferensi kedua di Solo, 6 Mei
1946 membahas mengenai masalah program ekonomi pemerintah, masalah
keuangan negara, pengendalian harga, distribusi, dan alokasi tenaga manusia.
Wapres Moh. Hatta mengusulkan mengenai rehabilitasi pabrik gula, dimana
gula merupakan bahan ekspor penting sehingga harus dikuasai oleh negara.
Untuk merealisasikan keinginan tersebut maka pada 6 Juni 1946 dibentuk
Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
Pinjaman Nasional.
Program ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan yaitu Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP. Untuk mendukung program tersebut maka dibuat Bank
Tabungan Pos, bank ini berguna untuk penyaluran pinjaman nasional untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintahan. Selain
itu, pemerintah juga menunjuk rumah gadai untuk memberikan pinjaman kepada
masyarakat dengan jangka waktu pengembalian selama 40 tahun. Tujuannya
untuk mengumpulkan dana masyarakat bagi kepentingan perjuangan, sekaligus
untuk menanamkan kepercayaan rakyat pada pemerintah Indonesia. Rakyat dapat
meminjam jika rakyat mau menyetor uang ke Bank Tabungan Pos dan rumah-
rumah pegadaian.
Usaha ini mendapat respon yang besar dari rakyat terbukti dengan besar
pinjaman yang ditawarkan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp. 1.000.000.000,00 ,
pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00.
Kesuksesan yang dicapai menunjukkan besarnya dukungan dan kepercayaan
rakyat kepada Pemerintah Indonesia.
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
Badan ini dibentuk atas usul dari menteri kemakmuran AK. Gani. Badan ini
merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi
5
untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang akhirnya disepakati Rencana untuk
jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang akhirnya disepakati Rencana Pembangunan
Sepuluh Tahun.
Rencana Pembangunan 10 tahun tersebut adalah sebagai berikut :
Semua bangunan umum, perkebunan, dan industri yang telah ada sebelum
perang menjadi milik negara, yang baru terlaksana tahun 1957.
Bangunan umum vital milik asing dinasionalisasikan dengan pembayaran
ganti rugi.
Perusahaan milik Jepang akan disita sebagai ganti rugi terhadap Indonesia.
Perusahaan modal asing lainnya dikembalikan kepada yang berhak sesudah
diadakan perjanjian Republik Indonesia dengan Belanda.
Badan ini bertujuan untuk menasionalisasikan semua cabang produksi
yang telah ada dengan mengubah ke dalam bentuk badan hukum. Hal ini
dilakukan dengan harapan agar Indonesia dapat menggunakan semua cabang
produksi secara maksimal dan kuat di mata hukum internasional. Pendanaan
untuk Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi pemodal dalam negeri
maupun pemodal asing. Inti rencana ini adalah agar Indonesia membuka diri
terhadap penanaman modal asing dan melakukan pinjaman baik ke dalam
maupun ke luar negeri.
Untuk membiayai rencana pembangunan ekonomi tersebut pemerintah
membuka diri terhadap penanaman modal asing, mengerahkan dana
masyarakat melalui pinjaman nasional, melalui tabungan masyarakat, serta
melibatkan badan-badan swasta dalam pembangunan ekonomi. Dan untuk
menampung dana tersebut dibentuk Bank Pembangunan. Perusahaan patungan
(merger) diperkenankan berdiri sementara itu tanah partikelir dihapuskan.
Perkembangannya April 1947 badan ini diperluas menjadi Panitia Pemikir
Siasat Ekonomi yang bertugas mempelajari, mengumpulkan data, dan
memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan
ekonomi dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
Rencana tersebut belum berhasil dilaksanakan dengan baik karena situasi
politik dan militer yang tidak memungkinkan, yaitu Agresi Militer Belanda I
dan Perjanjian Linggarjati yang menyebabkan sebagian besar wilayah
Indonesia yang memiliki potensi ekonomi jatuh ke tangan Belanda dan yang
tersisa sebagian besar tergolong sebagai daerah miskin dan berpenduduk padat
(Sumatera dan Jawa). Hal tersebut ditambah dengan adanya Pemberontakan
PKI dan Agresi militer Belanda II yang mengakibatkan kesulitan ekonomi
semakin memuncak.
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948.
Program ini bertujuan untuk mengurangi beban negara dalam bidang
ekonomi, selain meningkatkan efisiensi. Rasionalisasi meliputi penyempurnaan
administrasi negara, angkatan perang, dan aparat ekonomi. Sejumlah angkatan
perang dikurangi secara drastis untuk mengurangi beban negara di bidang
ekonomi dan meningkatkan effisiensi angkatan perang dengan menyalurkan para
bekas prajurit pada bidang-bidang produktif dan diurus oleh kementrian
Pembangunan dan Pemuda. Rasionalisasi yang diusulkan oleh Mohammad Hatta
diikuti dengan intensifikasi pertanian, penanaman bibit unggul, dan peningkatan
peternakan.
Rencana Kasimo (Kasimo Plan).
6
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J.Kasimo.
Program ini berupa Rencana Produksi Tiga tahun (1948-1950) mengenai usaha
swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Inti
dari Kasimo Plan adalah untuk meningkatkan kehidupan rakyat dengan
menigkatkan produksi bahan pangan. Rencana Kasimo ini adalah menanami
tanah kosong (tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 ha Melakukan
intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul pencegahan penyembelihan
hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan. Di setiap desa
dibentuk kebun-kebun bibit, transmigrasi bagi 20 juta penduduk Pulau Jawa
dipindahkan ke Sumatera dalam jangka waktu 10-15 tahun.
Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE).
Organisasi yang dipimpin B.R Motik ini bertujuan untuk :
- Menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta, agar pengusaha swasta
memperkuat persatuan dan mengembangkan perekonomian nasional.
- Menggalang dan Melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi
pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Meskipun usaha PTE didukung pemerintah dan melibatkan dukungan dari
pemerintah daerah namun perkembangannya PTE tidak dapat berjalan baik dan
hanya mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan modal awal Rp.
5.000.000,00. Kegiatan ini semakin mengalami kemunduran akibat Agresi
Militer Belanda.
Selain PTE, perdagangan swasta lainnya juga membantu usaha ekonomi
pemerintah adalah Banking and Trading Corporation (Perseroan Bank dan
Perdagangan). Mengaktifkan kembali Gabungan Perusahaan Perindustrian dan
Perusahaan Penting, Pusat Tembakau Indonesia, Gabungan Saudagar Indonesia
Daerah Aceh (GASIDA) dalam rangka memperbaiki ekonomi Indonesia.
Oeang Republik Indonesia (ORI).
Melarang digunakan mata uang NICA dan yang lainnya serta hanya boleh
menggunakan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia berdasarkan UU No. 17 tahun 1946 yang dikeluarkan pada
tanggal 1 Oktober 1946. Mengenai pertukaran uang Rupiah-Jepang diatur
berdasarkan UU No. 19 tahun 1946 tanggal 25 Oktober 1946. Tanggal 25
Oktober selanjutnya dijadikan sebagai hari keuangan. Adapun kebijakan
penyetaraan mata uang adalah sebagai berikut.
Di Jawa, Lima puluh rupiah (Rp. 50,00) uang Jepang disamakan dengan
satu rupiah (Rp. 100,00) ORI dengan perbandingan 1:5. Di Luar Jawa dan
Madura, Seratus rupiah (Rp. 100,00) uang Jepang sama dengan satu rupiah(Rp.
1,00) ORI dengan perbandingan 1:10. Setiap sepuluh rupiah (Rp. 10,00) ORI
bernilai sama dengan emas murni seberat 5 gram. Mengenai pengaturan nilai
tukar uang ORI dengan valuta asing (nilai kurs mata uang ORI di pasar valuta
asing) sebenarnya dipegang oleh Bank Negara yang sebelumnya telah dirintis
bentuk prototipenya yaitu dengan pembentukan Bank Rakyat Indonesia (Shomin
Ginko). Namun tugas tersebut pada akhirnya dijalankan oleh Bank Negara
Indonesia. Bank Negara Indonesia 1946 yang dipimpin oleh Margono
Djojohadikusumo. Bank ini merupakan bank umum milik pemerintah yang tujuan
awal didirikannya adalah untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan
bidang ekonomi dan keuangan. BNI didirikan pada 1 November 1946.
Meskipun begitu usaha pemerintah untuk menjadikan ORI sebagai satu-
satunya mata uang nasional tidak tercapai karena terpecah-pecahnya wilayah RI
7
akibat perundingan Indonesia-Belanda. Sehingga di beberapa daerah
mengeluarkan mata uang sendiri, yang berbeda dengan ORI, seperti URIPS
(Uang Republik Propinsi Sumatera) di Sumatera, URIBA (Uang Republik
Indonesia Baru) di Aceh, URIDAB (Uang Republik Indonesia Banten) di Banten
dan Palembang. Upaya-upaya pemerintah Indonesia tersebut dilakukan dalam
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia meskipun Belanda
masih belum pergi dari Indonesia.
9
Sutardjo Kartohadikusumo, dan Mr. Kasman Singodomedjo, membentuk departemen
dan membagi wilayah Indonesia atas 8 provinsi hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Sumatera : Teuku Mohammad Hasan
2. Jawa Barat : Sutardjo Kartohadikusumo
3. Jawa Tengah : R. Pandji Suroso
4. Jawa Timur : R.M. Surjo
5. Nusa Tenggara : I Gusti Ketut Pudja
6. Maluku : Mr.J. Latuharhary
7. Sulawesi : Dr. G.S.S.J. Ratulangi
8. Kalimantan : Ir. Pangeran Moh. Noor
d. Pembentukan Badan-Badan Perjuangan.
Sebagai realisasi keputusan PPKI tanggal 22 Agustus 1945, presiden
menganjurkan para pemuda yang dahulunya pernah tergabung dalam anggota Heiho,
Peta, Seinendan, Keibodan, dan KNIL untuk segera bergabung dan membentuk Badan
Keamanan Rakyat (BKR) baik ditingkat pusat maupun daerah. Berikut adalah
susunan pengurus BKR pusat :
Ketua Umum : Kaprawi
Ketua I : Sutalaksana
Ketua II : Latief Hendraningrat
Anggota :Arifin Abdurahman,Mahmud,dan Zulkifi Lubis
Pembentukan BKR ternyata tidak semulus yang diduga, banyak tokohtokoh
pemuda yang telah membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri yang lepas dari BKR
antara lain adalah Barisan Rakyat Indonesia (BARA), Angkatan Pemuda Indonesia
(API), Barisan Banteng (BB), Hizbullah, Sabilillah, Kebangkitan Rakyat Indonesia
Sulawesi (KRIS), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Barisan Pemberontak Rakyat
Indonesia (BPRI), dan Pemuda Sosialis Indonesia (pesindo).
e. Pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kedatangan NICA mengakibatkan terjadinya beberapa bentrokan senjata. Kondisi
seperti ini mendorong pemerintah untuk segera membentuk sebuah tentara nasional
agar perjuangan kemerdekaan dapat dikendalikan. Pada 5 Oktober 1945, melalui
media massa, radio, dan surat kabar, pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat
tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sehingga TKR menjadi
wadah resmi dalam bidang pertahanan militer. Oleh karena itu, seluruh laskar rakyat
diwajibkan bergabung dengan TKR. Pada tanggal 6 Oktober 1945 pemerintah
mengeluarkan peraturan tentang pengangkatan Supriyadi yang dikenal sebagai
pemimpin pemberontakam Peta terhadap pemerintah, sebagai Menteri Keamanan
Rakyat. Tetapi karena sampai batas waktu yang ditentukan Supriyadi tidak diketahui
nasibnya sementara keadaan sudah ssemakin gawat sehingga M. Suljoadikusumo
ditunjuk sebagai penggantinya sebagaimana diumumkan pemerintah pada 20 Oktober
1945.
C. Kehidupan Politik
Dengan diperkenalkannya sistem politik multipartai, tidak dengan sendirinya
menciptakan tatanan politik yang demokratis seperti yang diharapkan semula. Sebaliknya
yang terjadi adalah meningkatnya perebutan kepentingan golongan dalam partai-partai
politik Pembentukan partai-partai politik yang mulanya dimaksudkan untuk menyalurkan
aspirasi rakyat melalui partai politik malah dimanfaatkan oleh politisi sebagai ajang
perebutan kursi atau jabatan. Akibatnya adalah sering bergantinya kabinet-kabinet dalam
10
pemerintahan karena dijatuhkan oleh perlemen (KNIP). Pergantian kabinet dalam kurun
waktu 1945-1950 adalah sebagai berikut.
1. Kabinet Presidensiil pertama : 12 September 1945 – 14 November 1945
2. Kabinet Syahrir I : 14 November 1945 – 12 Maret 1946
3. Kabinet Syahrir II : 12 Maret 1946 – 20 Oktober 1946
4. Kabinet Syahrir III : 20 Oktober 1946 – 27 Juni 1947
5. Kabinet Amir Syarifuddin I : 3 Juli 1947 – 11 November 1947
6. Kabinet Amir Syarifuddin II : 11 November 1947 – 29 Januari 1948
7. Kabinet Hatta I (Presidentil) : 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1948
8. Kabinet Darurat (PDRI) : 19 Desember 1948 – 13 Juli 1949
9. Kabinet Hatta II (Presidentil) : 4 Agustus 1949 sampai 20 Agustus 1949
Sistem pemerintahan awal kemerdekaan adalah sistem Presidensiil, yaitu kabinet
dibentuk dan bertanggungjawab kepada presiden. Kedudukan presiden selain sebagai
kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Selanutnya sistem Presidensiil berubah
menjadi sistem Parlementer dimana presiden bertanggungjawab kepada parlemnen dalam
hal ini KNIP. Sitem Parlementer ditandai dengan terbentuknya kabinet dibawah
pimpinan Perdana Menteri Sutan Syahrir, dilajutkan Amir Syarifuddin, dan terakhir
Hatta.
Kabinet Sutan Syahrir.
Kabinet pertama masa Parlementer dibawah pimpinan Sutan Syahrir (golongan
Sosialis). Program dari kabinet ini adalah Menjalankan roda pemerintahan Indonesia.
Meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia Mengatasi konflik antara
Indonesia dan Belanda secara damai.
Hasil dari kabinet ini adalah :
Dilakukan perundingan Indonesia-Belanda di Linggarjati.
Disepakati perjanjian Lingarjati pada tanggal 10 November 1946.
Berakhirnya kabinet Syahrir dikarenakan sebagai berikut :
Akibat ketidaksetujuan, ketidakpuasan, dan kekecewaan dari berbagai tokoh
politik akan hasil perundingan Linggarjati tersebut maka menimbulkan muncul
berbagai gejolak politik.
Akibatnya Sutan Syahrir menyerahkan mandatnya kepada presiden dan
berakhirlah pemerintahan dari kabinet Sutan Syahrir.
Kabinet Amir Syarifuddin.
Presiden akhirnya menunjuk Amir Syarifuddin (golongan Sosialis). Program dari
kabinet ini sama dengan kabinet Syahrir yaitu :
Menjalankan roda pemerintahan Indonesia.
Meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia.
Mengatasi konflik antara Indonesia dan Belanda melalui jalur damai.
Hasil dari kabinet ini adalah :
PBB bersedia membantu Indonesia menyelesaikan masalah konflik Indonesia-
Belanda.
Dibentuklah KTN (Komisi Tiga Negara) sebagai komisi perantara untuk
mengatasi masalah konflik Indonesia-Belanda.
Dilakukan perundingan Renville dan disepakatinya perjanjian Renville
Berakhirnya kabinet Amir Syarifuddin adalah dikarenakan sebagai berikut:
Amir Syarifuddin menyadari bahwa perjanjian Renville sangat merugikan
Indonesia dan meminta agar presiden membatalkan perjanjian tersebut tetapi
presiden tidak setuju.
11
Akibat ditolaknya permintaan Amir tersebut maka ia menyerahkan mandatnya
kembali ke presiden dan membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR).
FDR bergabung dengan PKI dibawah pimpinan Muso dan melakukan
pemberontakan pada tahun 1948 di Madiun.
Kabinet Hatta.
Presiden menunjuk Hatta untuk membentuk kabinet baru sekaligus sebagai
kabinet terakhir pada masa Parlementer. Program kabinet ini yaitu, Penyelesaian
konflik Indonesia-Belanda secepat mungkin.
Hasil dari kabinet ini adalah sebagai berikut :
Terjadi Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27 Desember 1949.
Berakhirlah konflik Indonesia-Belanda.
Penyerahan kedaulatan atas wilayah Indonesia dari pemerintah kerajaan Belanda
dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
Indonesia mendapat pengakuan sebagai negara merdeka yang berdaulat dari
kerajaan Merdeka.
Segala urusan yang berhubungan dengan Indonesia merupakan urusan intern
Indonesia sehingga negara lain tidak dapat ikut campur tangan dalam masalah
Indonesia.
13
Di berbagai tempat, masyarakat dengan dipelopori para pemuda
menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut
kemerdekaan. Di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) Jakarta pada tanggal 19
September 1945 dilaksanakan rapat umum yang dipelopori Komite Van Aksi.
Lapangan Ikada saat ini terletak di sebelah Selatan Lapangan Monas.
Makna rapat raksasa di lapangan Ikada bagi bangsa Indonesia, antara lain sebagai
berikut:
a. Rapat tersebut berhasil mempertemukan pemerintah Republik Indonesia dengan
rakyatnya.
b. Rapat tersebut merupakan perwujudan kewibawaan pemerintah republik
Indonesia terhadap rakyatnya.
c. Menambah kepercayaan diri bahwa rakyat Indonesia mampu mengubah nasib
dengan kekuatan sendiri.
d. Rakyat mendukung pemerintahan baru yang baru terbentuk. Buktinya,, setiap
intruksi pimpinan mereka laksanakan.
Tindakan Heroic Mendukung Proklamasi.
Usaha menegakan kedaulatan juga terjadi di berbagai daerah dengan adanya
tindakan heroic di berbagai kota yang mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia
anatara lain sebagai berikut :
a. Jogjakarta.
Perebutan kekuasaan di Jogjakarta dimuali tanggal 26 September 1945
sejak pukul 10.00. WIB. Para pegawai pemerintah dan perusahaan yang dikuasai
Jepang melakukan aksi mogok.
Mereka menuntut agar Jepang menyerahkan semua kantor kepada pihak
Indonesia. Aksi mogok makin kuat ketika Komite Nasional Indonesia Daerah
(KNID) menegaskan bahwa kekuasaan di daerah tersebut telah berada ditangan
pemerintah RI. Pada hari itu juga di Jogjakarta terbit surat kabar kedaulatan
rakyat.
b. Surabaya.
Para pemuda yang tergabung dalam BKR berhasil merebut kompleks
penyimpanan senjata jepang dan pemancar radio Di Embong, Malang. Selain itu
terjadi insiden bendera di Hotel Yamato, Tunjungan Surabaya. Insiden itu terjadi
ketika beberapa orang belanda mengibarkan bendera merah putih biru di atap
hotel. Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat. Rakyat kemudian
menyerbu hotel, menurunkan, dan merobek warna biru bendera itu untuk
dikibarkan kembali. Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945.
c. Semarang ( Pertempuran 5 hari di Semarang ).
Pada tanggal 14 Oktober 1945 para pemuda bermaksud memindahkan 400
orang tawanan Jepang (Veteran Angkatan Laut) dari pabrik gula Cepiring
menuju penjara bulu di Semarang. Akan tetapi, ditengah perjalanan para tawanan
itu melarikan diri dan bergabung dengan kidobutai di Jatingaleh (Batalyon
Setempat Dibawah Pimpinan Mayor Kido).
Situasi bertambah panas dengan desas desus bahwa Jepang telah meracuni
cadangan air minum penduduk semarang yang ada di candi. Untuk membuktikan
kebenaran desas desus tersebut, Dr. Karyadi sebagai kepala Laboratorium Pusat
rumah sakit pusat (parusara) melakukan pemeriksaan. Namun, yang terjadi Dr.
Karyadi tewas di jalan pandanaran, semarang. Tewasnya Dr. Karyadi
menimbulkan kemarahan para pemuda Semarang.
14
Pada tanggal 15 0ktober 1945 pasukan Kidobutai melakukan serangan ke
kota Semarang dan dihadapi oleh TKR dan laksar pejuang lainnya. Pertempuran
berlangsung selama lima hari dan mereda setelah pimpinan TKR berundingan
dengan pasukan jepang. Kedatangan pasukan sekutu di semarang pada tanggal 20
Oktober 1945 juga mempercepat terjadinya gencatan senjata. Pasukan sekutu
akhirnya menawan dan melucuti tentara Jepang. Akibat pertempueran ini ribuan
pemuda gugur dan ratusan orang Jepang tewas.
Untuk mengenang perestiwa itu, di semarang di dirikan tugu muda dan
nama Dr. Karyadi diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit Umum Di
Semarang.
d. Aceh.
Pada tanggal 6 Oktober 1945, para pemuda dari tokoh masyarakat
membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API). Penguasaan pemerintah Jepang
memerintahkan pembubaran organisasi itu dan para pemuda tidak boleh
melakukan kegiatan perkumpulan. Atas peringatan Jepang itu, para pemuda
menolak keras. Anggota API kemudian merebut dan mengambil alih kantor-
kantor pemerintahan. Di tempat-tempat yang telah mereka rebut para pemuda
mengibarkan bendera merah putih dan berhasil melucuti senjata tentara jepang.
e. Bali.
Pada bulan Agustus 1945, para pemuda Bali telah membentuk organisasi
seperti Angkatan Muda Indonesia (AMI) dan Pemuda Republic Indonesia
(PRRI). Upaya perundingan untuk menegakan kedaulatan RI telah mereka
upayakan, tetapi pihak Jepang selalu menghambat. Atas tindakan tersebut pada
tanggal 13 Desember 1945 para pemuda merebut kekuasaan dari Jepang secara
serentak, tetapi belum berhasil karena persenjataan Jepang masih kuat.
f. Kalimantan.
Rakyat Kalimantan juga berusaha menegakkan kemerdekaan dengan cara
mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih, dan
mengadakan rapat-rapat, tetapi kegiatan ini dilarang oleh pasukan Sekutu yang
sudah ada di Kalimantan. Rakyat tidak menghiraukan larangan Sekutu, sehingga
pada tanggal 14 November 1945 di Balikpapan (Depan Markas Sekutu)
berkumpul lebih kurang 8.000 orang dengan membawa bendera Merah Putih.
g. Palembang.
Rakyat Palembang dalam mendukung proklamasi dan menegakkan
kedaulatan Negara Indonesia dilakukan dengan jalan mengadakan upacara
pengibaran bendera Merah Putih pada tanggal 8 Oktober 1945 yang dipimpin
oleh Dr. A.K.Gani.
Pada kesempatan itu diumumkan bahwa Sumatra Selatan berada dibawah
kekuasaan RI. Upaya penegakkan kedaulatan di Sumatra Selatan tidak
memerlukan kekerasan, karena Jepang berusaha menghindari pertempuran.
h. Bandung.
Para pemuda bergerak untuk merebut untuk merebut Pangkalan Udara
Andir (sekarang Bendara Husein Sastranegara) dan gudang senjata dari tangan
Jepang.
i. Makassar.
Gubernur Sam Ratulangi menyusun pemerintah pada tanggal 19 Agustus
1945. Sementara itu, para pemuda bergerak untuk merebut gudang-gudang
penting seperti stsiun radio dan tangsi polisi.
j. Sumbawa.
15
Bentrokan fisik antara pemuda dan antara Jepang terjadi di Gempe, Sape,
dan Raba.
k. Sumatra selatan.
Pada tanggal 8 Oktober 1945 rakyat mengadakan upacara pengibran
bendera Merah Putih. Pada tanggal itu juga diumumkan bahwa Sumatra selatan
berada dibawah kekuasaan RI.
l. Lampung.
Para pemuda yang tergabung dalam API (Angkatan Pemuda Indonesia)
melucuti senjata Jepang di Teluk Betung, Kalianda, dan Menggala.
m. Solo.
Para pemuda melakukan pengepungan markas Kempetai Jepang, sehingga
terjadilah pertempuran. Dalam pertempuran itu, seorang pemuda bernama Arifin
gugur.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945, menandakan berdirinya sebuah bangsa baru yang tentunya pada saat itu masih
harus mendapat pengakuan dari bangsa lain, agar status menjadi bangsa yang merdeka
betul-betul sah.
Seiring perjalanannya pemerintahan awal tersebut yang ingin mendapat
pengakuan tersebut, gejolak-gejolak yang terjadi seperti gejolak Ekonomi, Sosial, dan
Politik terjadi, namun dengan berbagai usaha bersama walaupun dalam internalnya saja
terjadi perpecahan, berbagai gejolak tersebut dapat diatasi.
Hal seperti itulah yang patut dicontoh bangsa Indonesia masa sekarang dalam
membangun bangsa ini, walaupun banyak permasalahan, banyak tekanan dari berbagai
aspek dan pihak, tetapi para-para pemimpin bangsa terdahulu mampu mengatasi dan
memperjuangkan kedaulatan dan keseimbangan NKRI. Maka dari itu kita sebagai agen
penerus dan pembangun bangsa wajib meneruskan serta memperbaharui apa yang telah
pemimpin-pemimpin kita lakukan guna mengharumkan nama Indonesia, membangun
bangsa agar Indonesia berkembang dan menjadi negara maju, dan senantiasa berdoa
kepada Allah SWT agar memberikan yang terbaik untuk NKRI, karena tanpa-Nya tidak
akan terjadi perbaikan. Tugas kita saat ini adalah memperjuangkan apa-apa yang telah
dahulu telah diperjuangkan dimasa sekarang demi satu nama untuk “ INDONESIA “
17
Daftar Pustaka
18