Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi perekonomian Indonesia di awal kemerdekaan dalam keadaan


sulit sebab bangsa Indonesia belum memiliki mata uang sendiri. Untuk
sementara pemerintah RI menetapkan berlakunya tiga mata uang di Indonesia
antara lain, mata uang de Javache Bank , mata uang Hindia Belanda, dan mata
uang penduduk Jepang. Dengan itu pemerintah mangeluarkan uang ORI
(Oeang Republik Indonesia). Ada beberapa sebab kondisi ekonomi Indonesia
di awal kemerdekaan mengalami kemerosotan adalah sebagai berikut :

1. Peredaran mata uang Jepang yang tidak terkendali.


2. Diedarkan uang cadangan sebesar 2.3 miliar.
3. Kas Negara kosong.
4. Pajak dan bea masuk sangan berkurang.
5. Hasil prodoksi pertanian dan perkebunan tidak dapat diekspor.

Dalam mengatasi kondisi perekonomian yang makin memburuk,


pemerintah mengambil langkah-langkah sebagai berikut ;

 Pinjaman Nasional
 Konferensi Ekonomi, Februari 1946
 Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada tanggal
19 Januari 1947
 Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
 Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)

1
B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan kebijakan sementara pemerintah dalam hidup ekonomi


pasca proklamasi
2. Menjelaskan tujuan belada melakukan blockade ekonomi pasca
proklamasi.
3. Menuliskan beberapa upaya pemerintah RI untuk mengatasi kekacauan
dibidang ekonomi.
4. Menjelaskan yang dimaksud uang ORI dan bagaimana penggunaanya

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kehidupan Politik dan Ekonomi Pada Masa Awal Kemerdekaan Masa


Terpimpin

Belanda dan Jepang menjajah Indonesia selama berabad-abad dan telah


menguras sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia. Hal ini
menjadi salah satu penyebab kekacauan perekonomian di Indonesia pada awal
kemerdekaan. Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya kekacauan itu secara
garis besar, yaitu:

1. Terjadi Inflasi yang sangat tinggi

Inflasi tersebut dapat terjadi disebabakan karena :

a. Beredarnya mata uang Jepang di masyarakat dalam jumlah yang tak


terkendali (pada bulan Agustus 1945 mencapai 1,6 Milyar yang
beredar di Jawa sedangkan secara umum uang yang beredar di
masyarakat mencapai 4 milyar).
b. Beredarnya mata uang cadangan yang dikeluarkan oleh pasukan
Sekutu dari bank-bank yang berhasil dikuasainya untuk biaya operasi
dan gaji pegawai yang jumlahnya mencapai 2,3 milyar.
c. Repubik Indonesia sendiri belum memiliki mata uang sendiri sehingga
pemerintah tidak dapat menyatakan bahwa mata uang pendudukan
Jepang tidak berlaku.

Uang Jepang yang beredar sangat tinggi sedangkan kemampuan ekonomi


untuk menyerap uang tersebut masih sanat rendah. Karena inflasi ini
kelompok yang paling menderita adalah para petani sebab pada masa
pendudukan Jepang petani merupakan produsen yang paling banyak
menyimpan mata uang Jepang. Hasil pertanian mereka tidak dapat dijual,
sementara nilai tukar mata uang yang mereka miliki sangat rendah.
Pemerintah Indonesia yang baru saja berdiri tidak mampu mengendalikan dan

3
menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut sebab Indonesia belum
memiliki mata uang baru sebagai penggantinya. Pemerintah mengeluarkan
kebijakan untuk sementara waktu menyatakan ada 3 mata uang yang berlaku
di wilayah Republik Indonesia, yaitu:

a. Mata uang De Javasche Bank


b. Mata uang pemerintah Hindia Belanda
c. Mata uang pendudukan Jepang

Keadaan tersebut diperparah dengan diberlakukannya uang NICA di


daerah yang diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 oleh Panglima
AFNEI yang baru yaitu Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford. Uang NICA
ini dimaksudkan untuk menggantikan uang Jepang yang nilainya sudah sangat
turun saat itu. Upaya sekutu tersebut merupakan salah satu bentuk pelangaran
kesepakatan yaitu bahwa selama belum ada penyelesaian politik mengenai
status Indonesia, maka tidak ada mata uang baru.

2. Adanya blokade ekonomi dari Belanda

Blokade oleh Belanda ini dilakukan dengan menutup (memblokir) pintu


keluar masuk perdagangan Indonesia terutama melalui jalur laut dan
pelabuhan-pelabuhan penting. Blokade ini dilakukan mulai bulan November
1945. Adapun alasan dari pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah :

a. Mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia.


b. Mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik
asing lainnya.
c. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
bangsa lain.
Dengan adanya blokade tersebut menyebabkan:
a. Barang-barang ekspor Indonesia terlambat terkirim.
b. Barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat di ekspor bahkan
banyak barang-barang ekspor Indonesia yang dibumi hanguskan.
c. Indonesia kekurangan barang-barang import yang sangat dibutuhkan.

4
d. Inflasi semakin tak terkendali sehingga rakyat menjadi gelisah.

3. Kekosongan kas Negara

Kas Negara mengalami kekosongan karena pajak dan bea masuk lainnya
belum ada sementara pengeluaran negara semakin bertambah. Penghasilan
pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan
dari bidang pertanian inilah pemerintah Indonesia masih bertahan, sekalipun
keadaan ekonomi sangat buruk.

Pemerintah RI tidak hanya berdiam diri. Upaya yang dilakukan pemerintah


dalam mengatasi kekacauan perekonomian meliputi:

Untuk mengatasi adanya blockade ekonomi oleh Belanda, pemerintah


melakukan beberapa upaya seperti:

1. Usaha yang bersifat politis, yaitu Diplomasi Beras ke India

Pemerintah Indonesia bersedia untuk membantu pemerintah India yang


sedang ditimpa bahaya kelaparan dengan mengirimkan 500.000 ton beras
dengan harga sangat rendah. Pemerintah melakukan hal ini sebab akibat
blokade oleh Belanda maka hasil panen Indonesia yang melimpah tidak
dapat dijual keluar negeri sehingga pemerintah berani memperkirakan
bahwa pada pada musim panen 1946 akan diperoleh suplai hasil panen
sebesar 200.000 sampai 400.000 ton. Sebagai imbalannya pemerintah India
bersedia mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
Indonesia pada saat itu. Saat itu Indonesia tidak memikirkan harga karena
yang penting adalah dukungan dari negara lain yang sangat diperlukan
dalam perjuangan diplomatik dalam forum internasional.

Adapun keuntungan politis yang diperoleh Indonesia dengan adanya


kerjasama dengan India ini adalah Indonesia mendapatkan dukungan aktif
dari India secara diplomatik atas perjuangan Indonesia di forum
internasional.

5
2. Mengadakan hubungan dagang langsung dengan luar negeri

Membuka hubungan dagang langsung ke luar negeri dilakukan oleh


pihak pemerintah maupun pihak swasta. Usaha tersebut antara lain :
Mengadakan kontak dagang dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen
Inc). Tujuan dari kontak ini adalah membuka jalur diplomatis ke berbagai
negara. Dimana usaha tersebut dirintis oleh BTC (Banking and Trading
Corporation) atau Perseroan Bank dan Perdagangan, suatu badan
perdagangan semi-pemerintah yang membantu usaha ekonomi pemerintah,
dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo dan Ong Eng Die. Hasil transaksi
pertama dari kerjasama tersebut adalah Amerika bersedia membeli barang-
barang ekspor Indonesia seperti gula, karet, teh, dan lain-lain.

Tetapi selanjutnya kapal Amerika yang mengangkut barang pesanan


Indonesia dan akan memuat barang ekspor dari Indonesia dicegat dan
seluruh muatannya disita oleh kapal Angkatan Laut Belanda. Karena
blokade Belanda di Jawa terlalu kuat maka usaha diarahkan untuk
menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Malaysia
dan Singapura. Usaha tersebut dilakukan sejak 1946 sampai akhir masa
perang kemerdekaan. Pelaksanaan ini dibantu oleh Angkatan laut Indonesia
serta pemerintah daerah penghasil barang-barang ekspor. Karena perairan di
Sumatra sangatlah luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan
pengawasan secara ketat. Hasilnya Indonesia berhasil menyelundupkan karet
yang mencapai puluhan ribu ton dari Sumatera ke luar negeri, terutama ke
Singapura. Dan Indonesia berhasil memperoleh senjata , obat-obatan dan
barang-barang lain yang dibutuhkan.

Pemerintah Indonesia pada 1947 membentuk perwakilan resmi di


Singapura yang diberi nama Indonesian Office (Indoff). Secra resmi badan
ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di luar
negeri, namun secara rahasia berusaha menembus blokade ekonomi Belanda
dengan melakukan perdagangan barter. Diharapkan dengan upaya ini
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Selain itu juga

6
berperan sebagai perantara dengan pedagang Singapura dengan
mengusahakan pengadaan kapal-kapal yang diperlukan.

3. Untuk mengatasi kekosongan kas negara, pemerintah melakukan pinjaman


nasional. Pemerintah melakukan pinjaman kepada rakyat Indonesia,
rencananya pemerintah akan meminjam sebesar Rp1.000.000.000 namun
rakyat Indonesia sangat antusias dan berbondong bonding untuk
mengumpulkan uang dan diberikan kepada pemerintah melalui Bank
Tabungan Pos dan Rumah Pegadaian, sehingga terkumpul uang sebanyak
Rp5.000.000.000 yang melebihi target awal. Uang tersebut akan
dikembalikan dalam jangka waktu 40 tahun.

Adapun kebijakan yang telah dilakukan pemerintah menghadapi


buruknya kondisi ekonomi indonesia awal kemerdekaan meliputi:

1. Konferensi Ekonomi Februari 1946

Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, gubernur, dan


pejabat lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah
ekonomi di Jawa, yang dipimpin oleh Menteri Kemakmuran yaitu
Darmawan Mangunkusumo. Tujuan Konferensi ini adalah untuk
memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah
ekonomi yang mendesak, seperti : Masalah produksi dan distribusi
makanan. Tercapai kesepakatan bahwa sistem autarki lokal sebagai
kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur
akan dihapuskan dan diganti dengan sistem desentralisasi. Masalah
sandang Disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti
dengan Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM) yang
bertujuan untuk mengatasi kesengsaraan rakyat Indonesia. Badan ini
dipimpin oleh Sudarsono dibawah pengawasan Kementrian
Kemakmuran. BPPM dapat dianggap sebagai awal dari terbentuknya
Badan Urusan Logistik (Bulog).

7
Sementara itu tujuan dibentuk Bulog (Februari 1946) untuk
melarang pengiriman bahan makanan antar karisidenan Status dan
Administrasi perkebunan-perkebunan. Keputusannya adalah semua
perkebunan dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah
kementrian Kemakmuran. Sehingga diharapkan pendapatan negara
dapat bertambah secara signifikan dengan nasionalisasi pabrik gula dan
perkebunan tebu. Konferensi kedua di Solo, 6 Mei 1946 membahas
mengenai masalah program ekonomi pemerintah, masalah keuangan
negara, pengendalian harga, distribusi, dan alokasi tenaga manusia.

Wapres Moh. Hatta mengusulkan mengenai rehabilitasi pabrik


gula, dimana gula merupakan bahan ekspor penting sehingga harus
dikuasai oleh negara. Untuk merealisasikan keinginan tersebut maka
pada 6 Juni 1946 dibentuk Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).

2. Pinjaman Nasional

Program ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan yaitu Surachman


dengan persetujuan BP-KNIP. Untuk mendukung program tersebut
maka dibuat Bank Tabungan Pos, bank ini berguna untuk penyaluran
pinjaman nasional untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat
Indonesia kepada pemerintahan. Selain itu, pemerintah juga menunjuk
rumah gadai untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan
jangka waktu pengembalian selama 40 tahun. Tujuannya untuk
mengumpulkan dana masyarakat bagi kepentingan perjuangan,
sekaligus untuk menanamkan kepercayaan rakyat pada pemerintah
Indonesia. Rakyat dapat meminjam jika rakyat mau menyetor uang ke
Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian.

Usaha ini mendapat respon yang besar dari rakyat terbukti dengan
besar pinjaman yang ditawarkan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp.
1.000.000.000,00 , pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang
sejumlah Rp. 500.000.000,00. Kesuksesan yang dicapai menunjukkan

8
besarnya dukungan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah
Indonesia.

3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari


1947

Badan ini dibentuk atas usul dari menteri kemakmuran AK. Gani.
Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana
pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang
akhirnya disepakati Rencana untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang
akhirnya disepakati Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun.

Rencana tersebut adalah sebagai berikut :

a. Semua bangunan umum, perkebunan, dan industri yang telah ada


sebelum perang menjadi milik negara, yang baru terlaksana tahun
1957.
b. Bangunan umum vital milik asing dinasionalisasikan dengan
pembayaran ganti rugi
c. Perusahaan milik Jepang akan disita sebagai ganti rugi terhadap
Indonesia.
d. Perusahaan modal asing lainnya dikembalikan kepada yang berhak
sesudah diadakan perjanjian Republik Indonesia dengan Belanda.

Badan ini bertujuan untuk menasionalisasikan semua cabang


produksi yang telah ada dengan mengubah ke dalam bentuk badan
hukum. Hal ini dilakukan dengan harapan agar Indonesia dapat
menggunakan semua cabang produksi secara maksimal dan kuat di
mata hukum internasional. Pendanaan untuk Rencana Pembangunan ini
terbuka baik bagi pemodal dalam negeri maupun pemodal asing. Inti
rencana ini adalah agar Indonesia membuka diri terhadap penanaman
modal asing dan melakukan pinjaman baik ke dalam maupun ke luar
negeri.

9
Untuk membiayai rencana pembangunan ekonomi tersebut
pemerintah membuka diri terhadap penanaman modal asing,
mengerahkan dana masyarakat melalui pinjaman nasional, melalui
tabungan masyarakat, serta melibatkan badan-badan swasta dalam
pembangunan ekonomi. Dan untuk menampung dana tersebut dibentuk
Bank Pembangunan. Perusahaan patungan (merger) diperkenankan
berdiri sementara itu tanah partikelir dihapuskan. Perkembangannya
April 1947 badan ini diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi
yang bertugas mempelajari, mengumpulkan data, dan memberikan
saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi
dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak Belanda.

Rencana tersebut belum berhasil dilaksanakan dengan baik karena


situasi politik dan militer yang tidak memungkinkan, yaitu Agresi
Militer Belanda I dan Perjanjian Linggarjati yang menyebabkan
sebagian besar wilayah Indonesia yang memiliki potensi ekonomi jatuh
ke tangan Belanda dan yang tersisa sebagian besar tergolong sebagai
daerah miskin dan berpenduduk padat (Sumatera dan Jawa). Hal
tersebut ditambah dengan adanya Pemberontakan PKI dan Agresi
militer Belanda II yang mengakibatkan kesulitan ekonomi semakin
memuncak.

4. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948

Program ini bertujuan untuk mengurangi beban negara dalam


bidang ekonomi, selain meningkatkan efisiensi. Rasionalisasi meliputi
penyempurnaan administrasi negara, angkatan perang, dan aparat
ekonomi. Sejumlah angkatan perang dikurangi secara drastis untuk
mengurangi beban negara di bidang ekonomi dan meningkatkan
effisiensi angkatan perang dengan menyalurkan para bekas prajurit pada
bidang-bidang produktif dan diurus oleh kementrian Pembangunan dan
Pemuda. Rasionalisasi yang diusulkan oleh Mohammad Hatta diikuti

10
dengan intensifikasi pertanian, penanaman bibit unggul, dan
peningkatan peternakan.

5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)

Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan


I.J.Kasimo. Program ini berupa Rencana Produksi Tiga tahun (1948-
1950) mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Inti dari Kasimo Plan adalah untuk
meningkatkan kehidupan rakyat dengan menigkatkan produksi bahan
pangan. Rencana Kasimo ini adalah menanami tanah kosong (tidak
terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 ha Melakukan intensifikasi
di Jawa dengan menanam bibit unggul pencegahan penyembelihan
hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi pangan. Di setiap
desa dibentuk kebun-kebun bibit, transmigrasi bagi 20 juta penduduk
Pulau Jawa dipindahkan ke Sumatera dalam jangka waktu 10-15 tahun.

6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)

Organisasi yang dipimpin B.R Motik ini bertujuan untuk :

a. Menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta, agar


pengusaha swasta memperkuat persatuan dan mengembangkan
perekonomian nasional.
b. Menggalang dan Melenyapkan individualisasi di kalangan
organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan
ekonomi bangsa Indonesia.

Meskipun usaha PTE didukung pemerintah dan melibatkan


dukungan dari pemerintah daerah namun perkembangannya PTE tidak
dapat berjalan baik dan hanya mampu mendirikan Bank PTE di
Yogyakarta dengan modal awal Rp. 5.000.000,00. Kegiatan ini semakin
mengalami kemunduran akibat Agresi Militer Belanda.

11
Selain PTE, perdagangan swasta lainnya juga membantu usaha
ekonomi pemerintah adalah Banking and Trading Corporation
(Perseroan Bank dan Perdagangan). Mengaktifkan kembali Gabungan
Perusahaan Perindustrian dan Perusahaan Penting, Pusat Tembakau
Indonesia, Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA)
dalam rangka memperbaiki ekonomi Indonesia

B. Kehidupan Politik dan Ekonomi Pada Masa Awal Kemerdekaan Masa


Terpimpin

1. Kehidupan Politik Pada Masa Awal Kemerdekaan Masa Terpimpin

Hasil Konferensi meja bundar pada 2 november 1949 di den hag


melahirkan terbentuknya negara republic Indonesia serikat (RIS). Setelah
itu, diangkatlah soekarno dan hatta sebagai presiden dan perdana menteri
yang pertama, dan dibentuk pula kabinet. Namun, pada agustus 1950, RIS
dibubarkan karena sebagaian negara-negara federal belanda membubarkan
diri dan ingin kembali ke pengakuan Republik Indonesia. Kemudian pada
15 agustus 1950, presiden soekarno menandatangani rancangan UUD
NKRI (RI dan RIS) yang kemudian lebih dikenal dengan UUDS 1950
sehingga pada periode ini bentuk negara Indonesia yang semula federal
beralih pada bentuk negara kesatuan dimana kekuasaannya dipegang oleh
pemerintah pusat dan menganut sistem pemerintahan parlementer.

Tetapi, praktik sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan


pada masa berlakunya UUDS 1950 ini ternyata tidak membawa bangsa
Indonesia kea rah kemakmuran, keteraturan, dan kestabilan politik. Hal ini
tercermin dari jatuh bangunnya kabinet dalam kurun waktu antara 1950-
1959, telah terjadi 7 kali pergantian kabinet, yaitu:

a. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 18 April 1951)


Program kerja:
1) Meningkatkan keamanan dan ketertiban

12
2) Menguatkan konsolidasi, penyempurnaan susunan
pemerintahan.
3) Penyempurnaan angkatan perang.
4) Memperjuangkan masalah Irian Barat
5) Meusatkan perhatian pada ekonomi rakyat sebagai fondasi
ekonomi nasional.

Hasil kerja:

1) Memetakan pilitik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.


2) Masuknya Indonesia menjadi anggota PBB.
3) Dilaksanakannya perundingan masalah Irian Barat dengan pihak
Belanda.

Kegagalan:

Gagalnya perundingan dengan Belanda tentang masalah Irian


Barat, mengakibatkan munculnya mosi tidak percaya pada kabinet
Natsir di parlemen.

b. Kabinet Sukiman (26 April 1951 – 1952)


Program kerja:
1) Penerapan tindakan tegas untuk menjaga keamanan dan
ketertiban.
2) Memperjuangkan keamanan dan kesejahteraan rakyat dengan
memperbarui hukum agrarian untuk kesejahteraan petani.
3) Mempersiapkan segala usaha untuk pemilu.
4) Memperjuangkan Irian Barat dalam wilayah Indonesia.

Hasil kerja:

Banyaknya hambatan dalam kabinet Sukiman membuat hasil kerja


kabinet ini tidak maksimal. Hambatannya, antara lain kondisi keamanan
negara yang belum stabil, adanya perseteruan antar berbagai elemen
politik, dan adanya permasalah dengan politik luar negeri Indonesia.

13
Kegagalan:

Kegagalan kabinet ini, yaitu dalam penanganan masalah keamanan


dalam negeri, memihaknya Indonesia kepada blok barat dengan
menandatangani Mutual Security Act dengan pemerintah Amerika
Serikat.

c. Kabinet Wilopo (19 Maret 1952 – 2 Juni 1953)


Program kerja:
1) Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilu.
2) Meningkatkan taraf kemakmuran, pendidikan, dan keamanan
rakyat.
3) Berusaha menyelesaikan masalah Irian Barat, memperbaiki
hubungan dengan Belanda, dan konsisten menjalankan politik
luar negeri yang bebas aktif.

Hasil kerja:

Kabinet ini menghadapi banyak hambatan dalam melaksanakan


tugasnya, antara lain:

1) Munculnya sentimen kedaerahan akibat ketidakpuasan terhadap


pemerintah.
2) Adanya konflik di tubuh angkatan darat yang mengakibatkan
terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952.
3) Adanya peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Utara.

Kegagalan:

Dengan adanya hambatan tersebut, kabinet ini melahirkan mosi


tidak percaya dari kelompok oposisi pemerintah bernama Sarekat tani
Indonesia dan diakhiri dengan pengembalian mandate oleh Wilopo.

d. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (13 Juli 1953 – 24 Juli 1955)


Program kerja:

14
1) Mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang rencananya
diadakan pada tengah tahun 1955.
2) Mengatasi gangguan keamanan dan pemberontakan di daerah.
3) Melaksanakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan
turut berperan dalam menciptakan perdamaian dunia.

Hasil kerja:

1) Disusunnya kerangka panitia pelaksanaan pemilu.


2) Suksesnya pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
3) Membaiknya hubungan dengan Cina.

Kegagalan:

1) Memperjuangkan Irian Barat ke dalam negeri Indonesia.


2) Munculnya pemberontakan di berbagai daerah.
3) Masih berlanjutnya konflik di tubuh Angkatan Darat, yaitu
dengan mundurnya A. H. Nasution yang digantikan oleh
Bambang Sugeng.
e. Kabinet Burhanuddin Harahap(Agustus 1955 – Maret 1956)
Program kerja:
1) Memerintahkan polisi militer untuk menangkap Mr. Djody
Gondokusumo atas kasus korupsi di departemen kehakiman.
2) Melaksanakan pemilu secara baik, maksimal, dan secepat
mungkin.
3) Mengangkat kembali A. H. Nasution sebagai KSAD pada
Oktober 1955.

Hasil kerja:

1) Diselenggarakannya pemilu tahun 1955.


2) Dibubarkannya Uni Indonesia-Belanda.
3) Berhasil menentukan sistem parlemen Indonesia.

15
Kegagalan:

Banyak perseteruan antara pemenang pemilu yang menyebabkan


sidang parlemen menjadi deadlock.

f. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956 – 14 Maret 1957)


Program kerja:
1) Memperjuangkan masuknya Irian Barat ke Indonesia.
2) Mempercepat proses pembentukan daerah otonom di Indonesia.
3) Meningkatkan kesejahteraan kaum buruh dan pegawai negeri
serta menyehatkan dan menyeimbangkan anggaran belanja dan
keuangan negara.
4) Mengganti sistem ekonomi colonial menjadi sistem ekonomi
nasional.

Hasil kerja:

1) Ditandatanganinya undang-undang pembatalan KMB oleh


Presiden Soekarno.
2) Beralihnya perusahaan Belanda menjadi milik warga Tionghoa.
3) Kepentingan Belanda diperlakukan sesuai dengan hukum yang
berlaku di Indonesia.

Kegagalan:

Munculnya sentimen anti – Cina dalam masyarakat, munculnya


kekecewaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, tidak
stabilnya kondisi pemerintah dengan banyaknya partai politik, dan
munculnya gerakan separatis di berbagai daerah.

g. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya(9 April 1957 – 10 Juli 1959)


Program kerja:
1) Pembentukan dewan nasional.
2) Normalisasi keadaan Republik.

16
3) Memperjuangkan lancarnya pelaksanaan pembatalan hasil
KMB.
4) Memperjuangkan kembali Irian Barat ke wilayah Indonesia.
5) Merpercepat dan mengintensifkan program pembangunan.

Hasil kerja:

1) Dibentuknya dewan nasional untuk menampumg aspirasi rakyat


yang tergabung dalam nonpartai.
2) Pembersihan pejabat – pejabat yang melakukan korupsi.
3) Dilaksanakannya konsulidasi dengan daerah – daerah yang
melakukan pemberontakan dengan tujuan agar dapat
menormalisasi keamanan negara.
4) Ditetapkannya peraturan kelautan yang tertuang dalam
Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957. Hal itu
merupakan bukti keberhasilan diplomasi Indonesia dalam
memperjuangkan wilayah territorial laut Indonesia.

Kegagalan:

Terjadi banyak pemberontakan separatis di daerah – daerah.

2. Kehidupan Ekonomi Pada Masa Awal Kemerdekaan Masa


Terpimpin

Pada masa Labinet Sukiman, salah satu perubahan kehidupan


ekonomi yang terjadi adalah adanya proses nasionalisasi ekonomi yang
dilakukan oleh pemerintah.

Proses nasionalisasi ekonomi itu menyangkut tiga bidang, yaitu:

1. Pembentukan Bank Negara Indonesia


Sebelum dilaksanakan nasionalisasi de Javasche Bank, terjadi proses
pembentukan Bank Negara Indonesia sebagai bank nasional pertama
Indonesia dan dikukuhkan di dalam peraturan pemerintah pengganti UU
No. 2/1946. Prose situ terjadi pada 5 Juli 1946.

17
2. Nasionaliasasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
Seetelah Bank Negara Indonesia terbentuk pemerintah mengeluarkan
UU No. 24/1951 yang berisi tentang pelaksanaan nasionalisasi de
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) yang berfungsi sebagai
bank sentral dan bank sirkulasi. Undang – undang tersebut diperkuat
dengan UU No. 11/1953 dan Lembaran Negara No. 40 yang
menyatakan bahwa jabatan presiden Bank Indonesia berubah menjadi
Gubernur Bank Indonesia. Menteri keuangan, menteri perekonomian,
dan gubernur bank menjadi direksi yang berfungsi melancarkan
percepatan peningkatan taraf ekonomi dan moneter negara.
3. Pemberlakuan Oeang Repoeblik Indonesia
Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi mata uang Republik
Indonesia dengan menukar mata uang Jepang ke mata uang Indonesia
yang disebut dengan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Prose situ
terjadi pada 1 Oktober 1946 yang dikukuhkan dengan UU No. 17/1946
dan UU No. 19/1946. Kondisi masyarakat Indonesia pada masa awal
kemerdekaan, berangsur – angsur membaik. Kebijakan pemerintah
untuk mengajak rakyat Indonesia agar menabung di bank menjadi awal
sehatnya kondisi perekonomian bangsa.

Pada masa awal kemerdekaan, proses nasionalisasi ekonomi


Indonesia tidak berjalan mulus karena konflik kepentingan politik antar
kelompok didalam tubuh konstituante dan parlemen. Berbagai kebijakan
pada masa awal kemerdekaan menunjukkan hal itu. Contohnya, proyek
nasionalisasi ekonomi pada masa kabinet Ali I yang menekankan
nasionalisasi sector perekonomian dan mendukung tumbuh
kembangnya para pengusaha pribumi. Proses nasionalisasi sector
perekonomian itu merupakan salah satu upaya dari pemerintahan
kabinet Ali I dalam meningkatkan taraf perekonomian bangsa
Indonesia.

18
Perubahan perekonomian negara juga terlihat pada masa kabinet
Ali II. Ditandatanganinnya UU Pembatalan Konferensi Meja Bundar
(KMB) oleh Presiden Soekarno pada 3 Mei 1956 berakibat pada
berpindahnya aset – aset modal yang dimiliki para pengusaha Belanda
ke tangan pengusaha nonpribumi. Hal itu berdampak pada munculnya
kondisi sosial yang timpang.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pada 19 Maret 1956, Kongres
Nasional Importir Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan yang
dinamakan Gerakan Assaat. Gerakan itu mendorong pemerintah untuk
mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi pengusaha pribumi
dalam berdaya saing terhadap pengusaha – pengusaha non pribumi.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada akhir Desember


1949 secara hukum internasional Indonesia memiliki prospek sebagai
Negara yang dapat menentukan masa depannya sendiri dan pada 15
Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD NKRI
yang dikenal dengan UUDS 1950 yang kemudian mulai diberlakukan
tanggal 17 Agustus 1950.

Dengan Seiring perjalanannya pemerintahan awal tersebut yang ingin


mendapat pengakuan tersebut, gejolak-gejolak yang terjadi seperti gejolak
Politik dan ekonomi terjadi, namun dengan berbagai usaha bersama
walaupun dalam internalnya saja terjadi perpecahan, berbagai gejolak
tersebut dapat diatasi.

     Hal seperti itulah yang patut dicontoh bangsa Indonesia masa sekarang
dalam membangun bangsa ini, walaupun banyak permasalahan, banyak
tekanan dari berbagai aspek dan pihak, tetapi para-para pemimpin bangsa
terdahulu mampu mengatasi dan memperjuangkan kedaulatan dan
keseimbangan NKRI. Maka dari itu kita sebagai agen penerus dan
pembangun bangsa wajib meneruskan serta memperbaharui apa yang telah
pemimpin-pemimpin kita lakukan guna mengharumkan nama Indonesia,
membangun bangsa agar Indonesia berkembang dan menjadi negara maju,
dan senantiasa berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan
yang terbaik untuk NKRI, karena tanpanya tidak akan terjadi perbaikan.
Tugas kita saat ini adalah memperjuangkan apa-apa yang telah dahulu
telah diperjuangkan dimasa sekarang demi satu nama untuk “
INDONESIA “

20
DAFTAR PUSTAKA

 http://vivahistoria121.blogspot.co.id/2014/12/keadaan-ekonomi-sosial-da
n-politik.html
 https://teguhgoonerfirmansyah.wordpress.com/2016/05/26/contoh-
makalah-kehidupan-ekonomi-indonesia-pasca-kemerdekaan/
 http://karyakoncokonco.blogspot.co.id/2016/06/makalah-sejarah-
indonesia-kehidupan.html
 http://antosenno.wordpress.com/2010/09/30/keadaan-politik-indonesia/

21

Anda mungkin juga menyukai