Anda di halaman 1dari 4

BAB I

KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA PERIODE 1945-1952

1. Kondisi Perekonomian

Indonesia telah dinyatakan merdeka berkat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang

dikumandangkan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945 silam. Namun meskipun sudah

merdeka, kondisi perekonomian Indonesia pada awal kemerdekaan masihlah belum stabil.

Perekonomian Indonesia sejak dulu hingga kini mengalami dinamika dan sejarah yang

panjang, termasuk pada masa awal kemerdekaan. Perekonomian Indonesia pada awal

kemerdekaan secara garis besar mengalami periode sulit. Soedrajad Djiwandono, dkk., dalam

Sejarah Bank Indonesia Periode I: 1945-1959 (2005) menjelaskan, kondisi ekonomi yang juga

dikatakan mengalami kemandegan pada masa itu terjadi baik secara makro maupun mikro.

Situasi tersebut diperburuk oleh pergantian pemerintahan dari masa kolonial ke republik yang

memerlukan berbagai penyesuaian. Pada masa ini, kondisi politik Indonesia belum stabil.

Pasca-proklamasi kemerdekaan, Jepang masih mempertahankan status quo setelah

menyerah pada sekutu di akhir Perang Dunia II. Di samping itu, Indonesia juga masih harus

menghadapi tentara sekutu dan Netherlands Indies Civil Administration alias NICA. Upaya

mempertahankan kemerdekaan baik melalui perjuangan bersenjata maupun diplomasi masih

harus dilakukan. Terjadinya masalah sosial di berbagai wilayah di Indonesia juga turut

menghambat Indonesia dalam membentuk alat kelengkapan negara. Berbagai tantangan yang

dialami Indonesia sebagai negara baru ini menghambat pemerintahan republik untuk bergerak

cepat dalam membenahi perekonomian.

1.1. Inflasi

Pada masa pasca kemerdekaan antara tahun 1945 sampai 1950, kondisi ekonomi

Indonesia sangat buruk. Terjadi hiperinflasi atau kenaikan harga-harga barang secara ekstrem.

Salah satu penyebab inflasi yakni beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Saat itu, pemerintah RI menyatakan terdapat tiga mata uang yang berlaku di wilayah Republik

Indonesia. Mata uang De Javasche Bank (DJB), mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan

mata uang pendudukan Jepang diakui dan digunakan bersamaan. Belum selesai di situ, pada

tanggal 6 Maret 1946, panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford

mengumumkan berlakunya mata uang NICA di daerah yang ditempati Sekutu. Munculnya

uang NICA ini sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat merosot. Begitu

pemerintah RI mengetahui hal tersebut, melalui Perdana Menteri Syahrir, mereka memproses

tindakan Jepang yang dianggap sudah melanggar persetujuan. Persetujuan tersebut berisikan

bahwa tidak akan muncul mata uang baru apabila belum ada penyelesaian politik mengenai

status Indonesia. Tidak stabilnya kondisi politik menyebabkan Indonesia mengalami inflasi

tingkat tinggi atau hiperinflasi. Hiperinflasi ini terjadi karena mata uang Jepang di masyarakat

masih beredar dalam jumlah yang tidak terkendali, sedangkan Indonesia belum memiliki mata

uang sendiri sebagai pengganti. Pada Agustus 1945, angka edaran mata uang Jepang mencapai

1,6 miliar di Jawa, sedangkan yang beredar di masyarakat mencapai 4 miliar.

Setelah periode perang kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia yang

memprihatinkan menjadi beban berat bagi bangsa Indonesia pada periode 1950an. Pada

periode itu, dunia perbankan telah mengelola beberapa dana masyarakat dalam bentuk giro,

deposito berjangka dan tabungan. Geliat pengerahan dana masyarakat pada periode ini mulai

terlihat dalam bentuk transaksi saham atau obligasi pada pasar modal atau bursa efek. Pada

periode 1953–1959, secara umum pengerahan dana masyarakat menunjukkan tren meningkat.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya pendapatan sebagian masyarakat yang

juga didukung dengan bertambah luasnya jaringan perbankan. Meskipun terjadi peningkatan,

jumlah pengerahan dana masyarakat pada periode ini, secara kuantitatif belum cukup

signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor kebiasaan masyarakat yang

lebih gemar menanamkan dananya pada suatu aset tertentu dan faktor belum adanya kampanye
yang dilakukan oleh pemerintah untuk menggalakkan tabungan. Untuk situasi pasar modal,

pada periode ini relative masih sangat sepi, meski ada beberapa transaksi yang dilakukan.

1.2. Belanda Memblokade RI

Republik Indonesia yang baru berjalan selama beberapa bulan terkena hiperinflasi,

karena beredarnya mata uang rupiah Jepang secara tidak terkendali. Pemerintah RI pun tidak

bisa mengatasi mata uang asing yang sudah beredar, terutama mata uang Jepang dan

Belanda. Akibatnya keadaan kas negara dan bea cukai berada dalam keadaan nihil, begitu pula

dengan pajak, kas pemerintah kosong, pajak dan bea cukai lainnya juga mengalami

kemerosotan. Belum selesai dengan masalah inflasi, Belanda juga ikut menutup pintu

perdagangan RI sehingga barang-barang dagangan pemerintah RI tidak dapat diekspor. Alasan

Belanda melakukan blokade terhadap RI adalah:

1. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia.

2. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing

lainnya.

3. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh bukan

bangsa Indonesia.

Blokade yang dilakukan Belanda terhadap Republik Indonesia ini menimbulan keadaan sosial

ekonomi yang semakin memburuk dan kekurangan barang impor yang sangat dibutuhkan.

Belanda melakukan blokade ekonomi dengan menutup akses perdagangan Indonesia

baik ekspor maupun impor pada tahun 1945. Akibatnya, produk buatan Indonesia tidak dapat

dikirim ke luar negeri. Barang-barang yang tidak dapat diekspor bahkan banyak yang kemudian

dimusnahkan.

Selain itu, karena akses masuk juga ditutup, Indonesia kekurangan barang-barang

impor yang sangat dibutuhkan. Akibatnya, kebutuhan akan barang-barang yang tidak dapat
diproduksi dalam negeri, tidak dapat terpenuhi. Kondisi tersebut semakin memperparah

keadaan perekonomian Indonesia, sekaligus membuat rakyat menjadi gelisah. Belanda

melakukan blokade ekonomi dengan tujuan meruntuhkan perekonomian Indonesia dan

berkuasa kembali di Nusantara. Melalui tindakan-tindakannya, Belanda pun bermaksud

membuat rakyat mengalami krisis kepercayaan pada pemerintahan Indonesia.

1.3. Kekosongan Kas Negara

Kas kosong negara disebabkan karena pajak dan bea masuk yang belum ada pada masa

itu, sementara kebutuhan pengeluaran negara semakin bertambah. Di situasi tersebut,

pemasukan pemerintah hanya bergantung pada produksi pertanian. Adanya dukungan

pemerintah Indonesia terhadap bidang pertanian membuat ekonomi kala itu masih bertahan,

meski kondisinya terbilang buruk.

Anda mungkin juga menyukai