Anda di halaman 1dari 5

Kebijakan Ekonomi Indonesia pada Awal Kemerdekaan

Perekonomian merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan berbangsa


dan bernegara. Ketika Republik Indonesia terbentuk, kondisi perekonomian
Indonesia masih kacau. Berbagai permasalahan seperti hiperinflasi, blokade
ekonomi, dan kekosongan kas negara.
1. Kebijakan untuk Mengatasi Hiperinflasi
Salah satu permasalahan yang menyebabkan kacaunya perekonomian Indonesia
pada awal kemerdekaan adalah hiperinflasi. Hiperinflasi adalah keadaan
menurunnya nilai mata uang secara berlebihan. Kondisi tersebut disebabkan
peredaran mata uang Jepang secara besar-besaran dalam masyarakat. Dengan
kondisi tersebut dibutuhkan uang dalam jumlah banyak untuk membeli barang.
Sementara itu, pemerintah Indonesia belum dapat menghentikan peredaran mata
uang Jepang karena belum memiliki mata uang pengganti. Oleh karena itu,
pemerintah Indonesia melakukan beberapa kebijakan untuk mengatasi masalah
tersebut.
a. Pinjaman Nasional
Kekosongan kas negara menjadi salah satu pemicu besarnya inflasi di Indonesia
pada awal kemerdekaan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berupaya
mengatasinya dengan melakukan pinjaman nasional.
Pinjaman nasional merupakan kebijakan yang dicetuskan oleh Menteri Keuangan Ir.
Surachman dan dilaksanakan atas persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BP-KNIP). Untuk mendukung program tersebut, pemerintah
membentuk Bank Tabungan Pos yang berguna menyalurkan pinjaman.
Banyak rakyat Indonesia yang mendukung kebijakan ini. Rakyat dengan sukarela
pergi ke Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian untuk mengumpulkan
uang dan dipinjamkan kepada negara. Pada tahap pertama, pinjaman nasional
berhasil mengumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000.00.
b. Mengeluarkan Oeang Republik Indonesia (ORI)
Ketika Indonesia merdeka, Indonesia belum memiliki mata uang sendiri. Akhirnya,
pada tanggal 30 Oktober 1946 pemerintah Indonesia mengeluarkan uang kertas
pertama yang dikenal dengan nama Oeang Repoeblik Indonesia(ORI).
Mata uang ORI digunakan sebagai alat pembayaran yang sah sekaligus sebagai
mata uang pengganti mata uang Jepang dengan kurs satu per seribu. Setiap seribu
mata uang Jepang bernilai satu Rupiah ORI. Pemerintah juga membatasi bahwa
setiap keluarga hanya boleh memilik Rp. 300.00 dan bagi yang tidak berkeluarga
Rp. 100.00. Sejak saat itu, mata uang Belanda dan Jepang yang beredar dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Peredaran uang ORI mulai mengalami permasalahan sejak Agresi Militer I dan
Agresi Militer II Belanda. Dalam agresi militer tersebut setiap daerah di Indonesia
mengeluarkan banyak biaya untuk perang. Sementara itu, hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah mulai mengalami kesulitan sejak intensifnya serangan
Belanda. Oleh karena itu, muncul inisiatif dari setiap pemimpin daerah untuk
menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia Daerah (ORIDA).
Tindakan tersebut disetujui oleh pemerintah pusar dan dilakukan dengan tujuan
mengatasi masalah kekurangan pasokan uang tunai karena sulitnya hubungan
pemerintah pusat dengan daerah. Tindakan mencetak uang daerah tersebut salah
satunya dilakukan oleh Teuku Moh. Hassan, Gubernur Sumatra yang mengeluarkan
Oeang Repoeblik Indonesia Provinsi Soematra (OERIPS) pada tanggal 12
Desember 1947
c. Membentuk Bank Negara Indonesia
Keluarnya ORI ternyata menimbulkan masalah baru dalam perekonomian Indonesia.
Masalah tersebut disebabkan peredaran ORI dalam masyarakat yang tidak
terkendali. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu mengatur percetakan dan
peredaran ORI dalam satu sistem perbankan Republik Indonesia. Selanjutnya,
pemerintah Indonesia meresmikan pembentukan Bank Negara Indonesia 46 (BNI
46) sebagai bank induk pada tanggal 1 November 1946.
Pendirian BNI berawal dari Yayasan Pusat Bank yang didirikan oleh Margono
Djojohadikusumo pada bulan Juli 1946. Bank Negara Indonesia (BNI 46) dikelola
oleh pemerintah Indonesia dibawah menteri keuangan Syafruddin Prawiranegara.
Sebagai direktur diangkat Margono Djojohadikusumo dan wakil direktur Sabaroedin.
Bank Negara Indonesia dibentuk untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan
bidang ekonomi dan keuangan. Selain itu, BNI juga bertugas mengatur nilai tukar
ORI terhadap valuta asing.

2. Menembus Blokade Ekonomi Belanda


Setelah kemerdekaan Indonesia, Belanda berambisi ingin menguasai kembali
wilayah Indonesia. Keinginan untuk menguasai Indonesia terlihat jelas ketika
Belanda melakukan blokade ekonomi sejak bulan November 1945. Dalam
pelaksanaannya, Belanda memusatkan blokade di jalur perdagangan laut. Tujuan
Belanda untuk melakukan blokade ekonomi sebagai berikut.
a. Mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia.
b. Mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya.
c. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh
bangsa asing.
Dengan adanya blokade ekonomi ini, Belanda berharap keadaan sosial dan
ekonomi bangsa Indonesia memburuk sehingga rakyat tidak percaya terhadap
pemerintah Indonesia. Dalam keadaan demikian, Belanda akan mudah
mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Pemerintah Indonesia berusaha
menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda dengan berbagai usaha.
Adapun usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia sebagai berikut.
a. Melaksanakan Diplomasi Beras
Pemerintah Indonesia berusaha menembus blokade ekonomi Belanda dengan
melaksanakan diplomasi beras ke India. Tindakan tersebut dilakukan atas inisiatif
Perdana Menteri Sultan Sjahrir. Pada tahun 1946 pemerintah Indonesia mendengar
bahwa rakyat India dilanda bencana kelaparan. Pada saat yang sama, pemerintah
Indonesia mengalami surplus beras sekitar 200.000-400.000 ton. Akhirnya,
pemerintah Indonesia memutuskan mengirim bantuan beras 500.000 ton kepada
India. Bagi Indonesia, bantuan beras ke India tersebut mengandung muatan politis.
Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia membutuhkan rekan yang mengakui
keberadaannya. Bantuan yang diberikan Indonesia kepada India membuat India
menjadi negara Asia yang paling aktif membantu perjuangan diplomasi Republik
Indonesia dalam forum internasional.
b. Membentuk Lembaga Banking and Trading Company (BTC)
Usaha menembus blokade ekonomi juga dilakukan dengan mengadakan hubungan
dagang langsung dengan luar negeri. Usaha tersebut dilakukan dengan Banking and
Trading Company (BTC) yang dikenal dengan sebutan Badan Pusat Jual Beli.
Organisasi tersebut diketuai oleh Dr. Soemitro Djojohadikusumo yang merupakan
putra dari Margono Djojohadikusumo dan diwakili Dr. Ong Eng Die yang merupakan
ahli hukum asal Manado.
BTC berperan sebagai agen perusahaan pemerintah untuk mengawasi seluruh
kegiatan perdagangan ke luar atau masuk daerah Republik Indonesia. BTC juga
berperan melakukan kegiatan ekspor impor. Hasil-hasil bumi indonesia dibeli BTC
dari rakyat. Selanjutnya, barang-barang tersebut diperjualbelikan ke luar negeri
dengan sistem barter. Dari sistem tersebut, pemerintah Indonesia memperoleh alat-
alat keperluan kantor, alat-alat industri, obat-obat, dan perlengkapan militer.
Hubungan dagang yang dilakukan pemerintah Indonesia mulai meluas seiring
dengan perkembangan BTC. Melalui BTC, pemerintah Indonesia berhasil
melakukan hubungan dagang dengan salah satu perusahaan Amerika Serikat yaitu
Isbrantsen Inc. Perusahaan Amerika Serikat tersebut akhirnya mengirim kapal
Martin Behrmann untuk mengangkut barang dari pelabuhan Cirebon. Pada tanggal 7
Februari 1947, kapal Martin Behrmann berangkat dengan muatan hasil bumi
Indonesia menuju New York. Mengetahui hal tersebut, Belanda mengerahkan
angkatan lautnya dan menghentikan kapal Martin Behrmann di pelabuhan Tanjung
Priok.
c. Membentuk Indonesia Office (Indoff)
Pemerintah Indonesia membentuk Indonesia Office (Indoff) di Singapura pada tahun
1947. Pembentukan Indoff ini dikarenakan Indonesia ingin menjadikan Sumatra
sebagai pintu gerbang perdagangan internasional. Sumatra dipilih karena Sumatra
merupakan daerah yang sejak dahulu menjadi daerah lalu lintas perdagangan
internasional. Hasil-hasil bumi Sumatra merupakan komoditas perdagangan yang
laku di pasar internasional. Wilayah perairan Sumatra yang luas juga menyulitkan
Belanda melakukan pengawasan secara ketat.
Indonesia Office (Indoff) dipimpin oleh Mr. Oetojo Ramelan dan dibantu Soerjono
Darusman, Mr. Zairin Zain, Thaharudin Ahmad, dan Dr. Soeroso. Indoff bertujuan
untuk memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri Indonesia. Selain itu, Indoff
secara rahasia berfungsi sebagai pengendali upaya menembus blokadi Belanda
serta melakukan perdagangan barter dengan bantuan Angkatan Laut Republik
Indonesia dan pemerintah daerah penghasil barang ekspor. Salah satu upaya Indoff
adalah mengirim karet secara diam-diam dari pelabuhan Belawan, Medan menuju
Singapura.
d. Membentuk Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPULN)
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan membentuk perwakilannya
di luar negeri dengan nama Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPULN)
yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro. Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri
bertugas membeli senjata dan perlengkapan perang. Tokoh-tokoh yang tergabung
dalam organisasi tersebut antara lain John Lie, O.P. Koesno, Ibrahim Saleh, dan
Chris Tampenawas. Tokoh-tokoh tersebut berperan besar dalam upaya menembus
blokade laut yang dilakukan Belanda.
3. Konferensi Ekonomi
Pada awal kemerdekaan, pemerintah masih berkonsentrasi pada pemulihan dampak
pendudukan Jepang dan mengatasi kedatangan Belanda beserta sekutu. Oleh
karena itu, pada bulan Februari 1946 pemerintah mengadakan Konferensi Ekonomi
yang dipimpin oleh Menteri Kemakmuran Darmawan Mangunkusumo. Konferensi
Ekonomi dilaksanakan dengan agenda menyamakan persepsi dan meraih
kesepakatan dalam menanggulangi masalah perekonomian.
Konferensi Ekonomi tersebut dihadiri oleh para cendekiawan, gubernur, dan pejabat.
Dalam konferensi Ekonomi tersebut dihasilkan keputusan mengenai perubahan
sistem ekonomi perang Jepang yang bersifat desentralisasi menjadi sentralisasi.
Selanjutnya, perubahan organisasi Pengawasan Makanan Rakyat menjadi Badan
Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM) yang dipimpin oleh dr. Sudarsono.
Organisasi tersebut merupakan awal berdirinya Badan Urusan Logistik (Bulog).
Keberhasilan penyelenggaraan Konferensi Ekonomi berlanjut hingga Konferensi
Ekonomi kedua di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Agenda Konferensi Ekonomi
kedua membahas masalah program ekonomi pemerintah, masalah keuangan
negara, pengendalian harga, distribusi, dan alokasi tenaga manusia. Dalam
Konferensi Ekonomi kedua tersebut Wakil Presiden Moh. Hatta mengusulkan
adanya rehabilitasi pabrik gula karena gula merupakan komoditas ekspor penting
yang harus dikuasai oleh negara. Untuk merealisasikan gagasan tersebut
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1946 tanggal 21 Mei
1946 tentang pembentukan Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara
(BPPGN) dengan status perusahaan Negara di bawah pimpinan Notosudirjo.
Selanjutnya, muncul Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1946 tanggal 6 Juni 1946
mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
4. Planning Board
Pemerintah Indonesia membentuk Planning Board (Badan Perancang Ekonomi).
Planning Board dibentuk atas usul Menteri Kemakmuran A.K. Gani. Lembaga yang
terbentuk pada tanggal 19 Januari 1947 ini bertugas membuat rencana
pembangunan ekonomi untuk jangka waktu tertentu. Pada awalnya dihasilkan
keputusan mengenai rencana pembangunan jangka waktu 2-3 tahun. Dalam
perkembangannya disepakati Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun.
Sesudah badan perancang ini bersidang. Menteri Kemakmuran A.K. Gani
mengumumkan kebijakan pemerintah tentang Rencana Pembangunan Sepuluh
Tahun. Langkah awal untuk merealisasikan rencana tersebut sebagai berikut.
a. Pemerintah Indonesia mengambil alih semua bangunan umum, perkebunan, dan
industri yang sebelum perang menjadi milik Belanda.
b. Bangunan vital milik asing akan dinasionalisasikan dengan pembayaran ganti
rugi.
c. Perusahaan milik Jepang akan disita sebagai ganti rugi terhadap pemerintah
Indonesia.
d. Perusahaan modal asing lainnya akan dikembalikan kepada yang berhak sesudah
diadakan perjanjian Indonesia-Belanda.
Pada bulan April 1947 Badan Perancang Ekonomi ini berubah menjadi Panitia
Pemikir Siasat Ekonomi (PPSE) yang bertugas mempelajari, mengumpulkan data,
dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan
ekonomi. Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun yang disepakati memiliki
beberapa prioritas seperti bangunan-bangunan umum l, perkebunan, dan industri
yang telah ada sebelum perang menjadi milik negara. Akan tetapi, pelaksanaan
rencana tersebut baru terealisasi pada tahun 1957.

5. Plan Kasimo
Indonesia merupakan negara agraris. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata
pencaharian sebagai petani. Melihat kondisi tersebut, Menteri Persediaan Makanan
Rakyat I.J. Kasimo mencetuskan kebijakan yang disebut Plan Kasimo. Plan Kasimo
merupakan kebijakan yang bertujuan meningkatkan produksi pangan dan mencapai
swasembada pangan. Plan Kasimo akhirnya terlaksana melalui Rencana Produksi
Tiga Tahun (1948-1950). Adapun pokok-pokok Plan Kasimo meliputi beberapa
aspek sebagai berikut.
a. Perluasan kebun bibit dan padi unggul.
b. Pencegahan penyembelihan hewan pertanian.
c. Penanaman kembali tanah kosong.
d. Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari Jawa ke Sumatra dalam
jangka waktu 10-15 tahun.

6. Persatuan Tenaga Ekonomi


Beberapa bulan sebelum kekalahan Jepang hingga Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, para pemimpin bangsa Indonesia mengadakan beberapa kali rapat
membahas perekonomian bangsa. Dalam pertemuan di Bandung pada tanggal 6-8
April 1945, Moh. Hatta mencetuskan ide mengenai ekonomi kerakyatan sebagai
dasar pembangunan ekonomi Indonesia. Ekonomi kerakyatan dapat diartikan
sebagai ekonomi koperasi. Dari gagasan ekonomi kerakyatan pula muncul gagasan
mengenai pembentukan Persatuan Tenaga Ekonomi.
Persatuan Tenaga Ekonomi terbentuk pada bulan September 1945 di Jakarta
dengan ketua Basyaruddin Rahman Motik. Tujuan pembentukan Persatuan Tenaga
Ekonomi yaitu menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta untuk
memperkuat persatuan dan mengembangkan perekonomian nasional. Selain itu,
Persatuan Tenaga Ekonomi berupaya melenyapkan individualisme di kalangan
organisasi pedagang untuk memperkukuh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.
Beberapa organisasi pedagang yang tergabung dalam Persatuan Tenaga Ekonomi
antara lain Gabungan Perusahaan Perindustrian, Pusat Perusahaan Tembakau dan
Gabungan Saudagar Indonesia daerah Aceh (Gasida).

Anda mungkin juga menyukai