Makalah Kesehatan Mulut Dan Gigi
Makalah Kesehatan Mulut Dan Gigi
Anggota :
1
20. 25010110141051 FEBY RAHMAWATI
21. 25010110141052 ASTI AWIYATUL B
22. 25010110141053 FITRI APRILIA
23. 25010110141055 OCENA YUSRINA N
24. 25010110141056 INDAH NURVIATI
25. 25010112150029 ESTI SURYANDARI
26. 25010112150030 INDRIANI RETNO SULISTYOWATI
27. 25010112150032 NOVIE FIRMA AYU PARMAWATI
28. 25010112150031 WAHYUNI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi..................................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Bab II Pembahasan.................................................................................................................6
2.1 Mulut dan Bagian - Bagiannya
2.2 Karies
2.3 Gingivitis
2.4 Memelihara Kesehatan Gigi
2.5 Diet Makanan
2.6 Menyikat Gigi
2.7 Penambalan Gigi
2.8 Pencabutan Gigi
2.9 Kontrol Enam Bulan Sekali
Bab III Penutup...................................................................................................................35
3.1 Kesimpulan
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak
dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh
keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk
mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka, sehingga penting untuk
menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga
mulut. Kelainan-kelainan yang bisa terjadi di dalam mulut adalah gigi berlubang,
penyakit atau radang gusi dan gigi berjejal. Karies gigi dan radang gusi (gingivitis)
merupakan penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi yang banyak dijumpai pada
anak-anak sekolah dasar di Indonesia, serta cenderung meningkat setiap dasawarsa.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara -
negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit
jaringan keras gigi (caries dentin). Hal ini karena prevalensi karies di Indonesia
mencapai 80%. Usaha untuk mengatasinya belum memberikan hasil yang nyata bila
diukur dengan indikator kesehatan gigi masyarakat. Tingginya prevalensi karies gigi
serta belum berhasilnya usaha untuk mengatasinya mungkin dipengaruhi oleh faktor -
faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, faktor perilaku, dan faktor pelayanan
kesehatan gigi yang berbeda-beda pada masyarakat Indonesia.
Karies gigi adalah suatu proses kerusakan yang dimulai dari email terus ke
dentin dan merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor. Ada
empat faktor utama yang saling mempengaruhi untuk terjadinya karies yaitu faktor
host yang meliputi gigi dan saliva, faktor ke dua ialah mikroorganisme, ke tiga adalah
substrat dan ke empat adalah waktu.
Selain faktor langsung yang ada di dalam mulut, terdapat faktor-faktor tidak
langsung yang disebut faktor risiko luar yang merupakan faktor predisposisi dan
faktor penghambat terjadinya karies. Faktor luar antara lain adalah usia, jenis kelamin,
keadaan penduduk dan lingkungan, pengetahuan, kesadaran dan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan gigi, misalnya pengetahuan mengenai jenis makanan
dan minuman yang menyebabkan karies.
4
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian karies sangat berbeda antara
kelompok-kelompok penduduk, tetapi diet dipertimbangkan sebagai perbedaan utama
antara kelompok-kelompok bangsa meskipun ada juga faktor genetik. Telah
dibuktikan dari berbagai penelitian bahwa gula dalam diet merupakan penyebab
utama karies. Suku bangsa yang mengkonsumsi gula lebih tinggi, kariesnya lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi gula lebih rendah.
Peningkatan keadaan sosial ekonomi dan pola hidup masyarakat juga sangat
berpengaruh pada peningkatan penyakit gigi dan mulut. Hal ini antara lain disebabkan
karena adanya perubahan perilaku masyarakat serta kemampuan dalam menyediakan
makanan yang bersifat kariogenik seperti gula, permen dan coklat.
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email
sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang
disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
cementum yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu jenis karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi
yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd & Bechal, 1992).
Karies merupakan proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi
antara (produk-produk) seperti: mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal
dari makanan dan email (Houwink & Winchel, 2000).
2. Penyebab
Keberadaan bakteri dalam mulut merupakan suatu hal yang normal. Bakteri
dapat mengubah semua makanan, terutama gula, menjadi asam. Bakteri, asam, sisa
makanan, dan ludah akan membentuk lapisan lengket yang melekat pada permukaan
6
gigi. Lapisan lengket inilah yang disebut plak. Plak akan terbentuk 20 menit setelah
makan. Zat asam dalam plak akan menyebabkan jaringan keras gigi larut dan
terjadilah karies. Bakteri yang paling berperan dalam menyebabkan karies adalah
Streptococcus mutans.
3. Gejala
Karies ditandai dengan adanya lubang pada jaringan keras gigi, dapat
berwarna coklat atau hitam.
Gigi berlubang biasanya tidak terasa sakit sampai lubang tersebut bertambah
besar dan mengenai persyarafan dari gigi tersebut. Pada karies yang cukup dalam,
biasanya keluhan yang sering dirasakan pasien adalah rasa ngilu bila gigi terkena
rangsang panas, dingin, atau manis. Bila dibiarkan, karies akan bertambah besar dan
dapat mencapai kamar pulpa, yaitu rongga dalam gigi yang berisi jaringansyaraf dan
pembuluh darah. Bila sudah mencapai kamar pulpa, akan terjadi proses peradangan
yang menyebabkan rasa sakit yang berdenyut. Lama kelamaan, infeksi bakteri dapat
menyebabkan kematian jaringan dalam kamar pulpa dan infeksi dapat menjalar ke
jaringan tulang penyangga gigi, sehingga dapat terjadi abses.
7
4. Proses Karies Gigi
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan gigi,
sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu
yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis
(5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi.
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang
fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun
kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah
rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makrokopis dapat dilihat.
Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan,
terdiri dari tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap
mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/tidak tembus
penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala
degenerasi cabang-cabang odontoblast). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan
menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-
lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular
diserang), lapisan empat dan lapisan lima.
Akumulasi plak pada permukaan gigi utuh dalam dua sampai tiga minggu
menyebabkan terjadinya bercak putih. Waktu terjadinya bercak putih menjadi kavitasi
tergantung pada umur, pada anak-anak 1,5 tahun dengan kisaran 6 bulan ke atas dan
ke bawah, pada umur 15 tahun, 2 tahun dan pada umur 21-24 tahun, hampir tiga
tahun. Tentu saja terdapat perbedaan individual. Sekarang ini karena banyak
pemakaian flourida, kavitasi akan berjalan lebih lambat daripada dahulu.
Pada anak-anak, kerusakan berjalan lebih cepat dibanding orang tua, hal ini
disebabkan:
a. Email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum selesai maturasi
setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang
berlangsung terutama 1 tahun setelah erupsi.
b. Remineralisasi yang tidak memadai pada anak-anak, bukan karena perbedaan
fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering makan makanan kecil)
c. Lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya sklerotisasi yang
tidak memadai
8
d. Diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa, pada anak-anak terdapat
jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh aktivitas
proteolitik yang lebih besar di dalam mulut.
Karies Media di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi
setengah dentin.
Karies Profunda di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan
kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
9
b. Berdasarkan Keparahan atau Kecepatan Berkembangnya
Karies Ringan
Kasusnya disebut ringan jika serangan karies hanya pada gigi yang paling
rentan seperti pit (depresi yang kecil, besarnya seujung jarung yang terdapat
pada permukaan oklusal dari gigi molar) dan fisure (suatu celah yang dalam
dan memanjang pada permukaan gigi) sedangkan kedalaman kariesnya hanya
mengenai lapisan email (iritasi pulpa).
Karies Sedang
Kasusnya dikatakan sedang jika serangan karies meliputi permukaan oklusal
dan aproksimal gigi posterior. Kedalaman karies sudah mengenai lapisan
dentin (hiperemi pulpa).
Karies Berat/Parah
Kasusnya dikatakan berat jika serangan juga meliputi gigi anterior yang
biasanya bebas karies. Kedalaman karies sudah mengenai pulpa, baik pulpa
tertutup maupun pulpa terbuka (pulpitis dan gangren pulpa). Karies pada gigi
anterior dan posterior sudah meluas ke bagian pulpa.
6. Faktor Etiologi
Ada yang membedakan faktor etiologi atau penyebab karies atas faktor
penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan tipis normal pada
permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi yang tidak langsung
mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja
seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi
selama beberapa kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Harris
and Christen, 1995), karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya
10
beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada empat faktor utama
yang memegang peranan yaitu 1) faktor host atau tuan rumah, 2) agen atau
mikroorganisme, 3) substrat atau diet dan, 4) faktor waktu. Untuk terjadinya karies,
maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang
rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel,
faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap
karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan
fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak
mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan
jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral
(kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel
mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat
dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel.Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin
padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies
daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih
banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada
gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi
tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies
pada anak-anak.
11
pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar
104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab
utama karies oleh karena S. Mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten
terhadap asam).
4) Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan.
Status karies gigi menurut karakteristik penduduk Indonesia (Profil Kesehatan Gigi
dan Mulut Tahun 1999):
Prevalensi karies berdasarkan jenis kelamin :
Laki-laki (90,05%)
Perempuan(91,67%)
Prevalensi karies berdasarkan daerah :
Urban (91,06%)
Rural (90,84%)
Prevalensi karies berdasarkan pulau :
12
Jawa dan Bali (86,59%),
Sumatera (94,41%),
Kalimantan (94,85%),
Sulawesi (99,28%)
Prevalensi karies berdasarkan umur :
12 tahun (76,62%),
15 tahun (89,38%),
18 tahun (83,50%),
35-44 tahun (94,56%),
dan 65 tahun ke atas (98,57%)
b. Determinan
Umur
1) Umur 1-2 tahun
Studi oleh Kohler et all (1978,1982), bahwa pada ibu-ibu dengan saliva
yang mengandung banyak Streptococcus mutans sering menularkannya
kepada bayi mereka segera setelah gigi susunya tumbuh, hal ini
menyebabkan tingginya kerentanan terhadap karies.
2) Umur 5-7 tahun
Studi oleh Carvalho et all (1989) menunjukkan bahwa pada masa ini
permukaan oklusal (kunyah) gigi molar pertama sedang berkembang, pada
masa ini gigi rentan karies sampai maturasi kedua (pematangan jaringan
gigi) selesai selama 2 tahun.
3) Umur 11-14 tahun
Merupakan usia pertama kali dengan gigi permanen keseluruhan. Pada
masa ini gigi molar kedua rentan terhadap karies sampai maturasi kedua
selesai.
4) Umur 19-22 tahun
Adalah kelompok umur berisiko pada usia remaja. Pada masa ini gigi
molar ke tiga rentan karies sampai maturasi keduanya selesai. Di usia ini
pula biasanya orang-orang meninggalkan rumah untuk belajar atau
bekerja di tempat lain, yang selanjutnya dapat menyebabkan perubahan
tidak hanya gaya hidup tapi juga pada kebiasaan makan dan menjaga
kebersihan mulut.
13
Jenis Kelamin
Dari pengamatan yang dilakukan Milhann-Turkeheim pada gigi M1,
didapat hasil bahwa persentase karies gigi pada wanita adalah lebih tinggi
dibanding pria.Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan
nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral
higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang (M=Missing)
lebih sedikit.
Sosial Ekonomi
Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah
dan sebaliknya. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat
pada kelompok sosial ekonomi tinggi.
Tirthankar (2002), ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan
pendidikan. Pendidikan adalah faktor kedua terbesar yang mempengaruhi
status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan
mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.
Penggunaan Flour
Rugg-Gunn (2000) di Inggris menyatakan bahwa penggunaan fluor
sangat efektif untuk menurunkan prevalensi karies, walaupun penggunaan
fluor tidaklah merupakan satusatunya cara mencegah gigi berlubang.
Dr. Trendly Dean dilaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara
konsentrasi fluor dalam air minum dengan prevalensi karies.Penelitian
epidemiologi Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara
optimum dan terjadinya mottled enamel (keadaan email yang berbintik-bintik
putih, kuning, atau coklat akibat kelebihan fluor/fluorosis) yang minimal
apabila konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.
Pola Makan
14
dikonsumsi, maka email gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk
melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.
Kebersihan Mulut
Diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak.
Orang yang rutin menyikat gigi akan memiliki faktor risiko lebih kecil untuk
karies dibandingkan yang tidak rutin menggosok gigi.
Merokok
Nicotine yang dihasilkan oleh tembakau dalam rokok dapat menekan aliran
saliva, yang menyebabkan aktivitas karies meningkat. Dalam hal ini karies
ditemukan lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
Pengalaman karies
Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai
jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar
manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S.
mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang
lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun laktobasilus bukan merupakan
penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang
yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.
Saliva
Selain mempunyai efek bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-
sisa makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai
anak tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi
peningkatan sedikit. Tidak hanya umur, beberapa faktor lain juga dapat
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Pada individu yang berkurang fungsi
salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.
15
8. Diagnosa
a. Detectable explorer “stick”
b. Radiographs
c. Visual
d. Laser caries detector
9. Intervensi
a. Sikat gigi dengan pasta gigi berfluoride dua kali sehari, pada pagi hari setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur.
b. Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan
yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
c. Hindari makanan yang terlalu manis dan lengket, juga kurangi minum minuman
yang manis seperti soda.
d. Lakukan kunjungan rutin ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.
e. Perhatikan diet pada ibu hamil dan pastikan kelengkapan asupan nutrisi, karena
pembentukan benih gigi dimulai pada awal trimester kedua.
f. Penggunaan fluoride baik secara lokal maupun sistemik.
2.3 Gingivitis
a. Pengertian
Radang gusi (gingivitis) adalah keadaan di mana terjadi perubahan struktural
pada gusi. Ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan warna pada gusi. Radang
gusi disebabkan karena kurang memperhatikan kebersihan mulut. Jika tidak segera
ditanggulangi akan mengakibatkan enfeksi yang membahayakan anatomi tubuh
lainnya.
Radang gusi disebut juga penyakit gusi atau penyakit periondotal, yang
diakibatkan pertumbuhan bakteri di mulut dan yang lebih parah lagi jika tidak segera
diobati maka gigi akan hilang dikarenakan jaringan mengelilingi gigi. Gusi berdarah bisa
disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab yang paling sering adalah adanya plak dan karang
gigi (kalkulus) yang menempel pada permukaan gigi. Gigi kita dilapisi oleh lapisan
transparan licin yang disebut pellicle. Pellicle yang dikolonisasi oleh bakteri disebut plak.
Selanjutnya, bila tidak dibersihkan maka plak dapat mengalami mineralisasi (pengerasan),
sehingga membentuk karang gigi yang melekat pada permukaan gigi. Biasanya karang gigi
dijumpai pada leher gigi.
16
Karang gigi tidak hanya melekat pada permukaan gigi yang tampak (terletak di atas
garis gusi), tapi juga dapat melekat pada permukaan gigi yang tertutup oleh gusi. Pada
permukaan karang gigi biasanya juga terdapat koloni bakteri. Koloni bakteri pada plak dan
karang gigi inilah yang mengakibatkan kerusakan jaringan penyangga gigi, yang dimulai dari
gingiva (bagian gusi yang dapat kita lihat). Keadaan ini disebut gingivitis (radang gusi).
Karena ada peradangan maka gusi menjadi mudah berdarah apabila terkena trauma mekanis,
misalnya sikat gigi atau tusuk gigi. Jadi, gusi berdarah adalah tanda awal adanya kerusakan
gusi.
Apabila tidak segera ditangani maka karang gigi dapat terus bertambah sehingga
perlekatan gusi pada permukaaan gigi menjadi lepas dan terbentuk adanya kantung pada gusi
(disebut periodontal pocket). Kondisi ini disertai juga dengan perdarahan gusi dan kerusakan
tulang penyangga gigi. Akibatnya bila tidak segera ditangani gigi menjadi goyang dan
akhirnya tanggal. Keadaan ini disebut periodontitis.
c. Penyebab Gingivitis
Radang gusi (gingivitis) disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya:
1) Adanya karang gigi,
2) Bakteri,
3) Sisa makanan (plak) pada gigi,
4) Cara menyikat gigi yang salah,
5) Bernafas melalui mulut. Karena bernafas melalui mulut membuat gigi menjadi
kering dan gusi mudah teriritasi.
6) Stress, sering merokok, pubertas, haid tidak teratur, kehamilan dan faktor lain
yaitu Diabetes Melitus (DM).
17
d. Tanda dan Gejala Gingivitis
1) Biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa nyeri, hanya
kadang terasa gatal.
2) Pada pemeriksaan gusi tampak bengkak, berwarna lebih merah dan mudah
berdarah pada sondasi.
3) Kebersihan mulut biasanya buruk.
4) Salah satu bentuk radang gusi adalah perikoronitis yang gejalanya lebih berat,
yaitu demam, dan sukar membuka mulut.
f. Klasifikasi Gingivitis
1) Berdasarkan lamanya peradangan gingival
- Akut : Peradangan gingival dengan durasi singkat,setelah perawatan dari
pasien sendiri dapat mengembalikan status sehat.
- Kronis : Gingivitis durasi lama, terjadi sampai bertahun-tahun periodontitis.
18
2) Berdasarkan perluasan peradangan
- Terlokalisasi : membatasi peradangan jaringan gingiva pada gigi atau
sebagian.
- General : peradangan jaringan gingiva pada seluruh mulut.
3) Berdasarkan Distribusi Inflamasi
- Papila : inflamasi jaringan pada seluruh mulut.
- Marginal : inflamasi pada margin dan papila.
- Diffuse : inflamai pada margin gingiva.
g. Tipe Gingivitis
Gingivitis dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :
a. Disebabkan oleh bakteri yang berakumulasi dalam sulkus gingiva
dan permukaan gigi.
b. Disertai dengan nekrosis.
c. Tidak ada hubungannya dengan plak dan tidak dimulai dari marginal.
Gingivitis yang ada hubungannya dengan plak bakteri dimulai dari gingiva
paling koronal sebab di sana tempat lokasi bakteri penyebab. Penyebaran penyakit
lebih ke apikal hanya terjadi bila penyakit menjadi lebih parah. Hanya pada keadaan
yang sangat parah atau bila diperparah oleh kondisi sistemik, gingivitis yang
disebabkan oleh plak ini akan menyebar dari marginal gingiva ke mucogingival
junction. Gingivitis yang tidak ada hubungannya dengan plak biasanya mengenai
seluruh mulut oleh karena penyebabnya faktor sistemik atau distribusinya tidak ada
hubungannya dengan sulkus gingiva atau margin gingiva.
19
atau fibrosis pada kebanyakan kasus dan pada kasus tertentu dimodifikasi oleh
kondisi sistemik.
Pada mereka dengan warna kulit yang lebih muda, warna merah muda
gingiva menjadi merah atau merah kebiruan. Pada mereka dengan warna kulit
gelap, perubahan warna gingiva tidak begitu jelas, tergantung intensitas
pigmentasi normal, mungkin berwarna merah kebiruan dengan edema.
2) Gingivitis - Plak Bakteri - Diperparah Keadaan Sistemik.
Kondisi sistemik belum tentu sebagai bagian penyebab terjadinya
gingivitis. Di lain pihak penampakan klinis gingivitis dapat menunjukkan
adanya faktor sistemik. Beberapa kondisi sistemik mempunyai peranan dalam
berkembangnya gingivitis menjadi periodontitis, sedang beberapa kondisi
sistemik lainnya mengubah penampilan gingivitis tanpa mengurangi
kemampuan respon host untuk tidak berkembang ke periodontitis.
Termasuk kondisi sistemik yang disebut pertama adalah gangguan
darah seperti neutropenia dan yang disebut belakangan adalah hormon sex,
obat-obatan tertentu dan penyakit sistemik lainnya. Resiko terjadinya
periodontitis meningkat semata-mata disebabkan oleh bertambahnya akumulasi
plak pada gingiva yang membesar sehingga sukar dibersihkan.
20
Keradangan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi plak bakteri. Prototipe
dan hipertrofi gingiva dari obat untuk sistem syaraf pusat tersebut di atas adalah
phenytoin (diphenylhydantoin). Sekitar 50% pemakai phenytoin dalam jangka waktu
panjang mengalami pertumbuhan gingiva.
Hipertrofi hasil obat kardiovascular terutama adalah golongan calcium
channel blockers seperti infedipine dan oxodipine. Beberapa calcium channel
blockers lainnya juga mempunyai kaitan dengan pertumbuhan berlebihan gingiva.
Cyclosporin sebagai immosupresi adalah golongan obat yang berperan besar
terhadap terjadinya hipertrofi gingiva. Dengan kontrol plak yang baik dapat
mengurangi keparahannya.
21
NUG secara tradisional dikaitkan dengan stres mental dan fisik. Hubungan yang
tepat dan mekanisme bagaimana stres menghasilkan nekrosis masih perlu
dibuktikan.
2) Necrotizing Ulcerative Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan HIV.
Lesi ulserasi pada gingiva seperti NUG dapat ditemukan pada beberapa kasus
AIDS. Infeksi HIV perlu diwaspadai bila terlihat tanda-tanda NUG.
22
n. Pengobatan
Pada gingivitis kronis, menyikat gigi dengan pasta-gigi berfluoride akan
memperlambat perkembangan penyakit dan bisa membantu penyembuhan.
Kebanyakan sikat-gigi elektrik memiliki manfaat tambahan dibanding sikat-gigi
manual. Menyela-menyela gigi setiap hari dapat mengurangi plak dan jumlah bakteri.
Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa menyikat gigi yang diikuti dengan
pencucian dengan chlorhexidine atau larutan lain bisa memberikan hasil yang lebih
baik ketimbang menyikat dan menyela-nyela gigi saja (Lorenz, 2006; Zimmer, 2006).
Obat-obatan spesifik perawatan gusi sudah banyak tersedia (Trinata, 2002). Obat-
obatan anti-inflammatory nonsteroidal (NSAID) telah terbukti dapat mempercepat
penyembuhan inflamasi apabila gigi dibersihkan dan dikerak untuk menghilangkan
plak (Taiyeb, 1993; Johnson, 1990).
Pada pasien yang menderita ANUG (Gingivitis ulceratice nekrosis akut),
perawatan melibatkan antibiotic, NSAID, dan Xylocaine topical untuk meredakan
nyeri. Pencuci mulut dengan larutan garam bisa membantu dalam mempercepat
penyembuhan, dan pencucian mulit dengan larutan hydrogen peroksida 3% juga bisa
memberikan manfaat.
Kategori Obat : Antibiotik – Agen-agen ini digunakan untuk membasmi
infeksi bakteri yang merupakan karakteristik utama dari ANUG. Di masa mendatang,
antibiotic juga bisa digunakan untuk mengobati gingivitis kronis sederhana, tapi
belum ada bukti yang mendukung untuk mempertimbangkan praktek ini, perawatan
gingivitis bisa dijamin jika bedah mulut direncanakan.
o. Komplikasi
a. Gingivitis bukan sebuah ancaman signifikan langsung terhadap kesehatan
seseorang yang sehat, tapi bisa memberikan kontribusi bagi penyakit dan
menyebabkan komplikasi lokal dan sistemik.
b. ANUG yang berkembang menjadi noma terkait dengan tingkat mortalitas setinggi
70% tanpa antibiotic yang baik dan debridement.
c. Komplikasi yang paling umum dari gingivitis adalah berkembangnya menjadi
penyakit periodontal dan kehilangan gigi. Daerah-daerah gingivitis kronis bisa
merentankan seseorang terhadap perkembangan abscess odontogenik dengan
membiarkan sebuah rute invasi bakteri ke dalam ruang periodontal mulai dari
poket gingival. ANUG bisa merusak secara lokal dan bisa menyebabkan
23
penyebaran infeksi lokal ke dalam jaringan di sekitarnya (Vincent angina dan
noma [cancrum oris]). Juga ada potensi untuk penyebaran infeksi sistemik.
d. Osteomyelitis tulang alveolar bisa terjadi meski tidak umum.
e. Setiap prosedur gigi yang melibatkan manipulasi yang bisa menyebabkan
perdarahan bisa menyebabkan endocarditis. Keberadaan gingivitis dapat
meningkatkan risiko ini dengan menjadikan gingival lebih mungkin untuk
berdarah dengan manipulasi sederhana (misalnya, scaling gigi). Akumulasi plak
yang mengandung bakteri dalam poket-poket gingival sangat berdekatan dengan
daerah-daerah gingival yang rusak, sehingga meningkatkan kemungkinan
keluarnya bakteri ke sirkulasi umum.
24
kaya kalsium dan fosfor baik untuk gigi Anda. Makanan kaya omega-3 dan asam
lemak juga akan membantu untuk meningkatkan kesehatan mulut Anda. Makanan dan
minuman yang meningkatkan produksi air liur baik untuk kesehatan mulut Anda. Air
liur bekerja secara alami menetralkan asam yang meningkatkan kerusakan gigi dan
pembusukan. Selain itu juga membantu membersihkan partikel makanan kecil yang
menempel di gigi Anda. Semua jenis makanan manis harus dihindari untuk kesehatan
mulut yang baik serta mencegah produksi asam dan kerusakan makanan dan
pembusukan.
Makanan yang manis dan lengket seperti permen, es, caramel, minuman
bersoda dan lain-lain dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan gigi.
Perbanyaklah mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair
yang baik untuk kesehatan tulang dan gigi karena didalamnya mengandung vitamin C
yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Contohnya adalah brokoli, semangka,
jeruk, apel dan sebagainya. Selain itu perlu juga menghindari makanan-makanan yang
terlalu panas atau dingin, makanan yang dapat menimbulkan bau mulut serta hindari
rokok.
2) Stres dan Kesehatan Mulut
25
2. Dalam konsumsi karbohidrat sebaiknya dipilih bentuk larutan atau bentuk yang
dapat segera bersih dari rongga mulut, misalnya sayuran-sayuran hijau atau
kuning, karena merupakan karbohidrat yang baik dengan derajat retensi yang
rendah sehingga mengurangi pembentukan plak gigi dan adanya stimulasi aliran
saliva.
3. Mengurangi makanan yang manis dan lengket seperti kue-kue, permen, dan
coklat.
4. Batasi jumlah makan menjadi 3 kali sehari dengan menekan keinginan untuk
makan diantara jam-jam makan.
5. Menambah masukan dari makanan seperti daging, ikan yang kaya akan protein
dan fosfat karena dapat menambah sifat basa dari saliva.
26
Tablet dikunyah dan kemudian biarkan bercampur dengan saliva dan biarkan saliva di
dalam mulut sekitar 30 detik baru dibuang. Setelah mengetahui bagian-bagian yang masih
terdapat plak gigi, kita melakukan pembersihan secara mekanis seperti menyikat gigi.
Tindakan ini merupakan kontrol plak.
Manfaat menyikat gigi setelah makan pagi
1. Mencegah gigi berlubang, jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi
harinya setelah makan pagi menyikat gigi kembali, maka terjadinya risiko
penumpukan plak dalam rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang
sehingga akan mencegah risiko terjadinya gigi berlubang.
2. Menyegarkan napas, napas yang tidak sedap biasanya terjadi karena adanya
kotoran di dalam rongga mulut walau ada faktor lain penyebab bau mulut.
Tetapi dengan menyikat gigi setelah makan pagi, napas kita akan terasa lebih
segar sebelum pergi beraktifitas.
3. Menjadi lebih percaya diri, memulai aktifitas kerja dengan napas yang segar
dan gigi yang bersih akan menambah percaya diri kita, kita bisa bebas
tersenyum, bicara dan tertawa.
Manfaat menyikat gigi setelah makan pagi
1. Mencegah gigi berlubang, jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi
harinya setelah makan pagi menyikat gigi kembali, maka terjadinya risiko
penumpukan plak dalam rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang
sehingga akan mencegah risiko terjadinya gigi berlubang.
2. Menyegarkan napas, napas yang tidak sedap biasanya terjadi karena
adanya kotoran di dalam rongga mulut walau ada faktor lain penyebab bau
mulut. Tetapi dengan menyikat gigi setelah makan pagi, napas kita akan
terasa lebih segar sebelum pergi beraktifitas.
3. Menjadi lebih percaya diri, memulai aktifitas kerja dengan napas yang
segar dan gigi yang bersih akan menambah percaya diri kita, kita bisa
bebas tersenyum, bicara dan tertawa.
27
dibandingkan pada siang hari, karena saat tidur di mana mulut tidak melakukan
aktifitas seperti makan, minum atau ngobrol, air liur yang memang berfungsi sebagai
antiseptik alami dalam mulut kita akan berkurang, makanya kemampuan saliva yang
berfungsi untuk menetralisir kuman-kuman dalam mulut juga berkurang. Sehingga
apabila menyikat gigi sebelum tidur membuat kondisi mulut kita bersih dapat
dipastikan tidak akan terjadi karies atau peradangan pada gusi yang yang
mengakibatkan terjadinya pembentukan karang gigi karena plak yang tidak
dibersihkan.
c. Untuk gigi atas gerakan sikat dari atas ke bawah dan sebaliknya.
28
d. Posisi sikat gigi 45° di daerah perbatasan antara gigi dan gusi. Agar sisa makanan
yang mungkin masih menyelip dapat dibersihkan. Gunakan gerakan yang sama
untuk menyikat bagian dalam permukaan gigi.
e. Gosok semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah. Gunakan
hanya ujung bulu sikat gigi untuk membersihkan gigi dengan tekanan ringan
sehingga bulu sikat tidak membengkok. Biarkan bulu sikat membersihkan celah-
celah gigi. Rubah posisi sikat gigi sesering mungkin.
f. Untuk membersihkan gigi depan bagian dalam, gosok gigi dengan posisi tegak
dan gerakkan perlahan keatas dan bawah melewati garis gusi.
g. Gunakan odol secukupnya + fluor
Pasta gigi adalah bahan yang digunakan bersama-
sama sikat gigi untuk membersihkan dan memoles
seluruh permukaan gigi. Fungsi utama pasta gigi
adalah membantu sikat gigi dalam membersihkan
permukaan gigi dari pewarnaan gigi dan sisa-sisa
makanan, fungsi sekundernya untuk memperkilat gigi
dan mempertinggi kesehatan gingiva serta mengurangi bau mulut. Umumnya
pasta gigi mengandung bahan abrasif 20-40%, air 20-40%, pelembab 20-40%,
detergen 1-2%, bahan pengikat 2%, bahan penyegar ±2%, bahan pemanis ±2%,
bahan terapeutik ±5%, dan pewarna <1%.4,28 Pasta gigi terapeutik dibagi dalam
2 kelompok yaitu:
1) Pasta gigi terapeutik yang tidak mengandung fluor seperti pasta gigi yang
mengandung klorofil, antibiotik, ammonium dan enzim inhibitor.
2) Pasta gigi terapeutik yang mengandung fluor untuk mencegah terjadinya
karies gigi seperti : sodium fluoride 0,22%, stannous fluoride 0,4% dan
sodium monofluorophosphate 0,76%.
29
Anak prasekolah sudah dianjurkan untuk memakai pasta gigi yang
mengandung fluor karena kemampuan refleks penelanan anak sudah lebih baik,
sehingga anak sudah dapat berkumur dan meludahkan cairan yang terdapat
dalam mulutnya.8 Jumlah pasta gigi yang dioleskan hanya sebesar biji kacang
polong kecil sehingga kadar fluor yang masuk kedalam tubuh anak masih dalam
batas yang normal walaupun anak menelan pasta giginya serta untuk mencegah
terjadinya fluorosis.
30
2.7 Penambalan Gigi
Penambalan gigi adalah suatu tindakan perawatan dengan cara meletakkan
suatu bahan tambal pada lubang gigi yang telah dibersihkan. Bahan tambalan yang
biasanya digunakan bermacam-macam tergantung letak dan fungsi dari pada gigi
tersebut. Penambalan gigi terhadap gigi yang berlubang sebaiknya dilakukan
sedini mungkin sebelum kelainannya menjadi lebih berat lagi. Apabila
penambalan dilakukan sedini mungkin, kunjungan ke dokter gigi menjadi lebih
sedikit, dalam artian sekali datang bisa langsung dilakukan penambalan langsung.
Apabila kelainannya sudah lebih berat, maka gigi tersebut harus dilakukan
perawatan terlebih dahulu sehingga memerlukan kunjungan yang lebih banyak.
Pada sekarang ini jenis bahan tambal sudah lebih baik lagi, baik dari segi kekuatan
atau pun kemiripan bahan tambal dengan warna gigi, sehingga gigi yang sudah
ditambal tidak terlihat telah di tambal.
Secara garis besar, ada dua tipe bahan restorasi gigi :
1. Restorasi langsung (direct restoration).
Proses penambalan dilakukan dengan satu kali kunjungan. Yang termasuk
dalam bahan restorasi ini antara lain: amalgam gigi, semen ionomer kaca
(SIK), resin ionomer, dan beberapa golongan resin komposit.
2. Restorasi tidak langsung (indirect restoration).
Umumnya dilakukan kunjungan minimal dua kali atau bahkan lebih,
tergantung jenis perawatannya. Yang termasuk restorasi ini antara lain: inlays,
31
onlays, veneers (pelapisan gigi), mahkota dan jembatan yang dibuat dengan
emas, bahan dasar metal alloys, keramik atau komposit. Restorasi ini biasanya
juga melibatkan pekerjaan laboratoris. Dokter gigi akan melakukan prosedur
pencetakan pada pasien untuk memperoleh model gigi dan rongga mulut
pasien.
3. Veneer (pelapisan gigi) adalah perawatan gigi yang dilakukan pada gigi yang
tidak beraturan ringan dan gigi dengan bentuk tidak normal
4. Crown (selubung gigi) dilakukan pada gigi yang patah, kerusakan yang luas, dan
gigi yang tidak bisa ditambal. Gigi yang patah dibuatkan selubung gigi, sedangkan
bridge merupakan cara perawatan untuk mengisi celah dari satu atau lebih gigi
yang hilang. Perawatan ini dilakukan karena kehilangan satu gigi dan adanya
masalah gigitan dan sendi rahang yang ditimbulkan dari gigi yang sudah bergeser.
32
Masalah gigi berlubang masih banyak dikeluhkan baik oleh anak-anak
maupun dewasa dan tidak bisa dibiarkan hingga parah karena akan memengaruhi
kualitas hidup. Karena itulah, untuk mencegahnya, minimal periksakan kondisi gigi
ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali.
Menurut Drg Ratu Mirah Afifah GCClindent., MDSc, Professional
Relationship Manager Oral Care, PT Unilever Indonesia, Tbk, permasalahan gigi
akan menyebabkan seseorang mengalami rasa sakit, ketidaknyamanan, cacat, infeksi
akut dan kronis, gangguan makan dan tidur serta memiliki risiko tinggi untuk dirawat
di rumah sakit. Akibatnya, akan membutuhkan biaya pengobatan tinggi dan
berkurangnya waktu belajar di sekolah.
Dicontohkan, di Indonesia, sakit gigi bisa berakibat seseorang kehilangan
waktu kerja atau sekolah rata-rata 4 hari setiap bulannya dan hal ini juga terjadi di
negara maju seperti Amerika Serikat dimana lebih dari 51 juta jam sekolah hilang
setiap tahunnya dikarenakan penyakit gigi dan mulut. "Untuk itulah, dianjurkan
perlunya mengunjungi dokter gigi setiap 6 (enam) bulan sekali untuk mencegah,
mendeteksi secara dini bila ada kelainan dan mendapatkan perawatan gigi segera
sebelum keadaan menjadi parah. Disebutkan, data global juga menunjukkan bahwa
penyakit gigi dan mulut menjadi masalah dunia yang dapat mempengaruhi kesehatan
secara umum dan kualitas Kesehatan.
Seperti general check up kesehatan tubuh dari mata, telinga, denyut jantung,
tekanan darah, hingga urine dan tinja, pemeriksaan gigi bermaksud untuk pencegahan
penyakit gigi dan mulut akan meneropong kondisi rongga mulut secara menyeluruh,
meliputi kondisi gusi, ludah, bau mulut, gigi, termasuk email gigi. Berdasarkan
kondisi inilah bisa dilakukan penanggulangan.
Kondisi gusi diperiksa untuk mengetahui apakah ada perdarahan atau radang
gusi (gingivitis) dengan alat yang disebut WHO probe. Gusi di tiap gigi ditekan
ringan. Kalau tak sehat, dengan tekanan ringan saja gusi akan berdarah. Kalau terjadi
radang gusi, karena terjadi di jaringan penyangga gigi, risiko gigi tanggal mencapai 1
– 6 kali. Karena masuknya kuman dapat menyebabkan radang gusi, terutama dari
jenis anaerob. Masuknya kuman itu bisa terjadi jika kebersihan kurang terjaga. Gejala
radang gusi yang mudah dirasakan adalah saat sikat gigi, gusi berdarah, dan linu saat
minum dingin atau asam.
Jika masih ringan, penanganannya bisa dilakukan dengan menyikat gigi secara
benar. Sebaliknya, bila sudah terjadi kelainan, misalnya terbentuk kantung gusi
33
karena gingivitis, tindakan medis mesti dilakukan. Bila ukuran kantung gusinya
berkisar 3 – 5 mm, dilakukan pembersihan dengan dikuret. Bila kantung gusi telah
lebih dari 6 mm, tenpaksa dilakukan operasi gusi.
Sedangkan kondisi ludah yang diperhatikan adalah jumlah, kekentalan, kadar
keasaman, dan protein. PH ludah normal adalah 6 – 7. Makin cair makin bagus. Kalau
terlalu kental, mulut akan kering karena kekurangan enzim pengendali jumlah kuman.
Dengan bertambahnya usia, bisa terjadi syorgan syndrome, berkurangnya produk si
ludah. Keadaan ini bisa ditanggulangi dengan pemberian obat. Juga dibantu dengan
perilaku sehat, yaitu banyak berkumur dan minum.
Kalau ada yang berlubang, ya ditambal. Kalau sudah ada yang ompong,
meskipun terletak di bagian dalam yang tak terlihat bila tersenyum, sebaiknya
dipasangi gigi palsu. Ini penting, karena gigi selalu mencari kontak baru. Kalau ada
lawannya, ia akan berhenti bergerak. Gigi palsu itu bukan sekadar untuk tampil
cantik, tapi untuk membantu memperbaiki dan mempertahankan struktur.
Jika gigi berlubang dan ompong dibiarkan, kita akan cenderung mengunyah di
sisi gigi yang tak berlubang dan ompong. Padahal, posisi mengunyah yang ideal harus
seimbang. Sisi yang tak dipakai mengunyah akan membuat makanan di sana tak
hancur, lama-lama karang gigi menutup permukaan gigi. Jika dibiarkan, akan
berpengaruh ke otot leher hingga timbul keluhan pusing. Rahang sendi pun bisa
berkelainan, karena fungsi gigitan tak seimbang. Akhirnya, bisa mengganggu fungsi
pendengaran.
34
BAB III
KESIMPULAN
Gigi yang sehat adalah gigi yangrapih, bersih, bercahaya dan didukung oleh gusi yang
sehat, yaitu gusi yang kencang dan bewarna merah muda. Untuk mencapai kesehatan gigi dan
mulut yang optimal, maka harus dilakukan perawatan secara berkala, sehingga didapatkan
kondisi gigi dan jaringan rongga mulut yang sehat. Hal tersebut dapat dicapai dengan
memeriksakan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi setiap enam bulan sekali dan bukan
hanya apabila terdapat keluhan saja.
35
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28136/5/Chapter%20I.pdf.
diakses tanggal 19 November 2012)
Anonim. 2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21346/6/Chapter%20I.pdf.
diakses tanggal 19 November 2012)
Anonim. 2012.pentingnya sikat gigi sebelum tidur.http://carahidupsehat.info/pentingnya-
sikat-gigi-sebelum-tidur.html.(diakses tanggal 19 November 2012)
Anonim.2012. 10 Cara Menggosok Gigi yang Baik. http://www.pre ventionindonesia.com/a
rticle.php?name=/10-cara-menggosok-gigi-yang-baik&channel=.(diakses Minggu
18 November 2012 pukul 22.30 WIB)
Anonim.2012.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf. (
diakses Minggu 18 November 2012 pukul 22.30 WIB)
Anonim. 2012.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ed1mei102831_2087-0051.pdf(diakses
tanggal 19-11-2012)
36
Kedokteran Gigi .net. 2011. Nutrisi untuk menjaga kesehatan mulut http://www
.kedokterangigi.net/313/nutrisi-untuk-menjaga-kesehatan-mulut.html
Novrinda, Herry. Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut. Dept. Ilmu Kesehatan Gigi
Masyarakat-Pencegahan. FKG-UI
Rilhardian, Taufiq, 2012. Manfaat Menggosok Gigi. http://lifestyle .kompasiana
.com/catatan/2012/06/21/manfaat-menggosok-gigi/.(diakses Minggu 18 November
2012 pukul 22.30 WIB)
Zahrah. 2008. Karya Tulis. (internet) http://Karyatulis-Zha.blogspot.com/.(diakses tanggal
19-11-2012)
37