Anda di halaman 1dari 7

Naufal, R. A.

Determinasi Fosil

DETERMINASI FOSIL

Rifqi Andi Naufal1.a, Annisa Ulima Sabria Farisya1.b, Maryati1.c, Deru Arief Wicaksono1.d, Isnaini
Permata Lestari1.e, Operlin Jaya Zebua1.f, Alfira Aulia Nisa1.g, Rio Cevin Ferdianto Turnip1.h,
Tegar Muhammad Insan1.i, Risky Akis Lajona1.j, Hijrialdi Abil1.k
1
Program Studi Teknik Geologi, Jurusan Teknologi Industri, Institut Teknologi Sumatera
a
email : rifqi.15117064@student.itera.ac.id

Abstract
Fossil determination is a way to determine that a specimen is a fossil or just an ordinary rock. In
determining fossil specimens we can see based on physical and chemical characteristics.
Physically, fossils generally look more dull, have relatively higher hardness, and have a higher
density. While chemically, fossils generally undergo a change in composition when compared to
the initial conditions, either due to permineralization or recrystallization. This practicum is
carried out with the aim that we can distinguish between fossil specimens and not fossils based
on their characteristics.

Keyword: determination, specimen, permineralization, recrystallization

Abstrak

Determinasi fosil adalah suatu cara yang dilakukan untuk menetapkan bahwa suatu spesimen
adalah fosil atau hanya batuan biasa. Dalam menentukan spesimen fosil kita dapat melihat
berdasarkan karakteristik secara fisik dan secara kimia. Secara fisik, fosil umumnya terlihat lebih
kusam, memiliki kekerasan yang relatif lebih tinggi, dan memiliki massa jenis yang lebih tinggi.
Sedangkan secara kimia, fosil umumnya mengalami perubahan komposisi jika dibandingkan
dengan kondisi awal, baik akibat permineralisasi ataupun rekristalisasi. Praktikum kali ini
dilakukan dengan tujuan agar kita dapat membedakan antara spesimen fosil dan bukan fosil
berdasar karakteristiknya.

Kata kunci: determinasi, spesimen, permineralisasi, rekristalisasi

1. PENDAHULUAN
Fosil adalah sisa kehidupan yang terawetkan secara alami yang umurnya lebih tua dari
masa holosen. Fosil dapat terbentuk dari berbagai kingdom mulai dari monera, protista,
fungi, plantae dan animalia. Dalam penentuan fosil terdapat istilah determinasi fosil yang
bertujuan untuk menetapkan bahwa spesimen itu fosil atau hanya batuan biasa

Spesimen fosil umumnya memiliki karakteristik fosil yang berbeda dengan sisa
organisme yang belum menjadi fosil. Secara fisik, fosil umumnya terlihat lebih kusam,
memiliki kekerasan yang relatif lebih tinggi, dan memiliki massa jenis yang lebih tinggi.

1
Naufal, R. A. Determinasi Fosil

Sedangkan secara kimia, fosil umumnya mengalami perubahan komposisi jika


dibandingkan dengan kondisi awal, baik akibat permineralisasi ataupun rekristalisasi.
Sebagai geologis kita harus bisa membedakan antara sisa organisme yang belum menjadi
fosil dan dengan yang sudah menjadi fosil. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik fosil
secara fisika maupun kimia. Adapun faktor pembeda yang lain antara sisa organisme
yang belum menjadi fosil dengan yang sudah menjadi fosil berdasarkan proses-proses
dan syarat-syaratnya saat proses fosilisasi.

1.1 Tinjauan Pustaka


Fosil adalah sisa kehidupan dan aktivitas makhluk hidup pada masa lalu yang terawetkan
secara alami dengan umur yang lebih tua dari holosen. Fosil tidak hanya berbentuk tulang
seperti yang kita ketahui, namun dapat berupa cangkang, tumbuhan, jejak, bahkan
mikroorganisme sekalipun dapat menjadi fosil. Spesimen fosil adalah sekumpulan dari
satu bagian fosil yang ditemukan dalam batuan sedimen.

Dalam mengidentifikasi fosil, sulit untuk membedakan apakah sisa organisme tersebut
termasuk ke dalam golongan fosil atau tidak termasuk golongan fosil atau hanya batu
biasa, hal ini disebut juga dengan determinasi fosil. Perbedaan dari kedua hal ini dapat
diamati dengan melihat karakteristik fosil secara fisik dan secara kimia.
Spesimen fosil umumnya memiliki karakteristik fosil yang berbeda dengan sisa
organisme yang belum menjadi fosil. Secara fisik, fosil umumnya terlihat lebih kusam,
memiliki kekerasan yang relatif lebih tinggi, dan memiliki massa jenis yang lebih tinggi.
Sedangkan secara kimia, fosil umumnya mengalami perubahan komposisi jika
dibandingkan dengan kondisi awal, baik akibat permineralisasi ataupun rekristalisasi.

Suatu sisa organisme dapat dikatakan menjadi sebuah fosil jika memenuhi syarat-syarat
dan melalui proses fosilisasi. Suatu sisa organisme akan menjadi fosil jika saat proses
pengawetannya terawetkan secara alami, terbebas dari bakteri pembusuk, mempunyai
bagian yang keras seperti tulang, kadar oksigen yang rendah, tingkat kelembaban yang
rendah dan tingkat salinitas yang tinggi.

Adapun salah satu proses fosilisasinya adalah permineralisasi dan rekristalisasi.


Permineralisasi adalah proses pengisian dari tiap-tiap lubang oleh mineral-mineral lain
yang terdapat dari organisme itu sendiri. Rekristalisasi adalah proses fosilisasi dimana
satu jenis mineral mengkristal ke berbagai jenis mineral lainnya.

2. METODE

2.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Kamis, 11 Oktober 2018
Waktu : 07.00 – 09.00 WIB

2
Naufal, R. A. Determinasi Fosil

Tempat : Laboratorium Geosains 1, Inastitut Teknologi Sumatera

2.2 Prosedur Praktikum


a. Aktivitas 1. Spesimen Fosil
Tabel 1. Tabel alat dan bahan

Bahan Jumlah
Lup 1 buah
Paku baja 1 buah
Larutan HCl 50 ml

Prosedur praktikum:

1. Amati terlebih dahulu pada spesimen yang diberikan, kemudian ditentukan bagian
yang terdapat fosil, secara lebih detail, amati dengan menggunakan lup.
2. Dokumentasikan spesimen dengan komparator untuk menunjukkan keberadaan
fosil.
3. Tentukan kingdom dari fosil tersebut dan tentukan orientasi tubuhnya.
4. Gambarlah bagian yang teramati pada lembar pengamatan. Interpretasikan bagian
yang hilang atau tidak terlihat dengan sketsa.
5. Uji kekerasan dengan menggunakan paku baja.
6. Uji kandungan karbonat dengan menggunakan HCl.

3. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini melakukan pengamatan terhadap batuan sedimen yang memiliki
spesimen fosil. Pada prakikan ini praktikan diberikan lima batuan untuk melakukan
determinasi fosil pada batuan tersebut. Pada saat melakukan determinasi fosil, kita juga
menentukan kingdom dari fosil tersebut jika ada, kekerasan batuan dan proses
fosilisasinya.

1. S-B07

Kingdom : Protista
Kekerasan : > 6,5 skala mochs
Proses Fosilisasi : Permineralisasi

3
Naufal, R. A. Determinasi Fosil

Sampel yang pertama diidentifikasi adalah sampel dengan kode S-B07. Sampel ini
mengandung fosil didalamnya dengan kingdom dari protista. Sampel ini berwarna
kecoklatan dan bereaksi saat ditetesi oleh HCl yang menandakan bahwa sampel batuan
ini memiliki kandungan karbonat. Fosil ini memiliki kekerasan di atas dari 6,5 skala
mochs. Proses fosilisasi yang terjadi dari batuan ini adalah permineralisasi.

2. S-A74

Kingdom : Plantae
Kekerasan : > 6,5 skala mochs
Proses fosilisasi : Permineralisasi

Sampel yang kedua diidentifikasi adalah sampel dengan kode S-A74. Sampel ini
mengandung fosil didalamnya dengan kingdom dari plantae. Sampel ini berwarna
kecoklatan dan tidak bereaksi saat ditetesi oleh HCl yang menandakan bahwa sampel
batuan ini memiliki kandungan silikat. Fosil ini memiliki kekerasan di atas dari 6,5 skala
mochs. Proses fosilisasi yag terjadi pada batuan ini adalah permineralisasi.

4
Naufal, R. A. Determinasi Fosil

3. S-A34

Kingdom : Animalia
Kekerasan : > 6,5 skala mochs
Proses fosilisasi : Replacement

Sampel yang ketiga diidentifikasi adalah sampel dengan kode S-A34. Sampel ini
mengandung fosil didalamnya dengan kingdom dari animalia. Sampel ini berwarna
kecoklatan dan tidak bereaksi saat ditetesi oleh HCl yang menandakan bahwa sampel
batuan ini memiliki kandungan silikat. Fosil ini memiliki kekerasan di atas dari 6,5 skala
mochs. Proses fosilisasi yang terjadi pada batuan ini adalah replacement.

4. S-B10
Kingdom : (non fosil)

Kekerasan : < 6,5 skala mochs


Proses fosilisasi :-

5
Naufal, R. A. Determinasi Fosil

Sampel yang keempat diidentifikasi adalah sampel dengan kode S-B10. Sampel ini tidak
mengandung fosil didalamnya. Sampel ini berwarna coklat kemerahan dan tidak bereaksi
saat ditetesi oleh HCl yang menandakan bahwa sampel batuan ini memiliki kandungan
oksida besi. Fosil ini memiliki kekerasan di bawah dari 6,5 skala mochs. Batuan ini tidak
mengalami proses fosilisasi karena tidak terdapat fosil didalamnya

5. S-A10

Kingdom : Plantae
Kekerasan : < 6,5 skala mochs
Proses fosilisasai : Permineralisasi

Sampel yang kelima diidentifikasi adalah sampel dengan kode S-A10. Sampel ini
mengandung fosil didalamnya dengan kingdom dari plantae. Sampel ini berwarna
kecoklatan dan tidak bereaksi saat ditetesi oleh HCl yang menandakan bahwa sampel
batuan ini memiliki kandungan silikat. Fosil ini memiliki kekerasan di bawah dari 6,5
skala mochs. Proses fosilisasi yag terjadi pada batuan ini adalah permineralisasi.

4. KESIMPULAN
Dalam praktikum determinasi fosil ini kita dapat menyimpulkan bahwa tidak semua
organisme yang terendapkan dapat disebut sebagai fosil. Dari kelima sampel batuan yang
diberikan hanya satu yang merupakan batuan non fosil. Dalam penentuan suatu batuan
memiliki kandungan fosil atau tidak dapat dilihat dari batuan tersebut secara langsung.
Fosil sendiri memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan
organisme yang belum menjadi fosil karakteristik itu adalah karakteristik secara fisik dan
karakteristik secara kimia.

6
Naufal, R. A. Determinasi Fosil

5. UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan selesainya laporan praktikum paleontologi ini penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada dosen program studi teknik geologi Institut Teknologi Sumatera yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada asisten praktikum yang telah membimbing penulis selama praktikum dan
penyusunan laporan dan penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

6. REFERENSI
a. Official, Georocks. 2016. Fosil/Definisi, Jenis dan Proses Pembentukan.
http://www.efbumi.net/2016/08/mengenal-fosil-apa-itu-fosil-jenisnya.html.
Diakses tanggal 6 Agustus 2016.
b. Modul Praktikum Paleontologi Teknik Grologi Institut Teknologi Sumatera.

Anda mungkin juga menyukai