Anda di halaman 1dari 9

Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk

ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester asam karboksilat ialah
suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2 R dengan R dapat berupa alkil maupun aril.
Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik (Fessenden, 1981).

Laju esterifikaasi asam karboksilat tergantung pada halangan sterik dalam alkohol dan
asam karboksilat. Kekuatan asam dari asam karboksilat hanya mempunyai pengaruh yang kecil
dalam laju pembentukan ester.

Reaktifitas alkohol terhadap esterifikasi

CH3OH > primer > sekunder > tersier

Reaktifitas asam karboksilat terhadap esterifikasi

HCO2H > CH3CO2H > RCH2CO2H > R2CHCO2H > R3CCO2H

Dalam ilmu kimia, ester adalah campuran organik dengan simbol R’ yang menggantikan suatu
atom hidrogen atau lebih. Ester juga dibentuk dengan asam yang tidak tersusun teratur; sebagai
contoh, dimetil sulfat yang juga disebut “asam belerang, dimethyl ester” (Anonim, 2006).

Penamaan ester hampir menyerupai dengan penamaan basa; walaupun tidak benar-benar
mempunyai kation dan anion, namun memiliki kemiripan dalam sifat lebih elektropositif dan
keelektronegatifan. Suatu ester dapat dibuat sebagai produk dari suatu reaksi pemadatan pada
suatu asam (pada umumnya suatu asam organik) dan suatu alkohol ( atau campuran zat asam
karbol), walaupun ada cara-cara lain untuk membentuk ester. Pemadatan adalah suatu jenis
reaksi kimia di mana dua molekul bekerja sama dan menghapuskan suatu molekul yang kecil,
dalam hal ini dua gugus OH yang merupakan hasil eliminasi suatu molekul air (Clark, 2002).

Suatu reaksi pemadatan untuk membentuk suatu ester disebut esterifikasi. Esterifikasi dapat
dikatalis oleh kehadiran ion H+. Asam belerang sering digunakan sebagai sebagai suatu
katalisator untuk reaksi ini. Nama ester berasal dari Essig-Äther Jerman, sebuah nama kuno
untuk menyebut etil asam cuka ester (asam cuka etil) (Anshory, 2003).

Ester dapat dibuat oleh suatu reaksi keseimbangan antara suatu alkohol dan suatu asam karbon.
Ester dinamai menurut kelompok alkil dari alkohol dan kemudian alkanoat (bagian dari asam
karbon). Sebagai contoh, reaksi antara metanol dan asam butir menghasilkan ester metil butir
C3H7-COO-CH3 seperti halnya air. Yang paling sederhana adalah H-COO-CH3,metil metanoat.
Karena ester dari asam yang lebih tinggi, alkana menyebut dengan - oat pada akhiran. Secara
umum Ester dari asam berbau harum meliputi benzoat seperti metil benzoat (Anonim, 1995).

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan reaksi langsung antara suatu
asam karboksilat dengan suatu alkohol (Fessenden, 1982).

Suatu ester asam karboksilat mengandung gugus –CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun
anil (Poedjiadi, 1994).
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung pada halangan sterik dalam alkohol dan asam
karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju
pembentukkan ester (Fessenden, 1982).

Seperti kebanyakan reaksi aldehida dan keton, esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung
melalui serangkaian tahap protonasi dan detonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol
nukleofilik menyerang karbon positif dan eliminasi air akan menghasilkan ester yang dimaksud
seperti reaksi singkat berikut:

H3C-COOH + HO-CH2-CH3 ? H3C-COO-CH2-CH3 + H2O

(Fessenden, 1982).

Proses esterifikasi dengan asam fosfat yang berlangsung dalam tubuh kita disebut juga proses
fosforilasi dengan bantuan enzim esterase yang mampu memecah ikatan ester dengan cara
hidrolisis (Anshory, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi ke IV, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2006, Ester-Wikipidea the Free Encyclopedia, GNU

Free Documentation License

Anshory, H. Irfan.2003, Acuan Pelajaran Kimia, Erlangga,

Jakarta.

Clark, Jim, 2002 (modified 2004), the Mechanism for the

Esterification Reaction, http://www.chemguiede.co.us

/organicprops/estermenu.html1#top

Fessenden, Ralph J dan Joan S Fessenden, 1982. Kimia

Organik, Erlangga, Jakarta.

Poedjiadi, Anna, 1994, Dasar-Dasar Biokimia, Universitas

Indinesia (UI Press), Jakarta.


Pada pembuatan etil asetat pertama-tama ialah asam asetat sebanyak 30 ml dimasukkan
kedalam labu didih dasar bulat yang telah terdapat beberapa batu didih, kemudian ditambah
dengan etanol sebanyak 25 ml, lalu ditambah dengan asam sulfat pekat sebanyak 5 ml dan
dilakukan di dalam lemari asam. Asam asetat dibuat berlebih karena reaksi bersifat reversible
dan titik didih etanol lebih rendah dibanding dengan asam asetat , sehingga pada suhu yang
ditetapkan jumlah asam asetat dan etanol yang bereaksi menjadi seimbang. Kemudian labuh
didih yang berisi larutan tersebut didinginkan dengan air yang terdapat pada panangas air. Hal ini
dikarenakan reaksi yang bersifat eksoterm, yaitu panas dilepaskan dari sistem ke lingkungan.
Setelah itu larutan tersebut dipanaskan dengan kondensor refluks terbalik selama 70 menit dan
rentang suhu 74-76 . Maksud dari refluks terbalik ialah larutan yang menguap dari labu didih
akan masuk ke kondensor, dan akan kembali lagi ke labu didih. Pada saat refluks suhu harus
dijaga agar jangan sampai kurang atau lebih dari yang ditetapkan. Jika suhu terlalu rendah maka
reaksi tidak akan sempurna dan jika suhu terlalu tinggi, maka etanol dan air yang teruapkan akan
menjadi lebih banyak berdasarkan perbandingan stoikiometrinya.
Setelah direfluks selama 70 menit, larutan didinginkan pada suhu kamar. Setelah dingin
larutan didistilasi untuk memisahkan antara etil asetat yang berupa produk dengan air dan asam
asetat berlebih. Distilasi dilakukan sampai tidak ada lagi etil asetat yang menetes ke dalam
erlemeyer dan suhu juga dijaga antara 74-76 . Etil asetat yang didapat pada percobaan ini
sebanyak 16,9 ml dan etil asetat yang telah didapat dimasukkan ke dalam corong pemisah, lalu
pisahkan airnya jika ada. Kemudian etil asetat dicuci dengan Na2CO3 20% agar pengotor yang
masih ada di dalam etil asetat dihilangkan. Lalu setelah terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas
berupa etil asetat dan lapisan bawah berupa pengotor dan Na2CO3, dipisahakan dengan corong
pemisah, sehingga didapat etil asetat yang sudah bersih.
Etil asetat yang telah dibersihkan dari pengotor, di tambah lagi dengan CaCl2 anhidrat.
Tetapi sebelumnya CaCl2 anhidrat di keringkan dulu didalam oven. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan air yang mungkin terdapat pada CaCl2 anhidrat, karena CaCl2 anhidrat bersifat
higroskopis. Tujuan penambahan CaCl2 anhidrat ialah untuk menghilangkan kadar air yang
mungkin masih terdapat pada etil asetat. Setalah ditambah dengan CaCl2 anhidrat, maka etil
asetat di saring dengan kertas saring. Kemudian etil asetat yang didapat diukur kembali
volumenya., dan etil asetat yang didapat pada percobaan ini setelah pencucian dan
penghilangnan air sebanyak 15 ml. kemudian etil asetat yang didapat disimpan di dalam tempat
penyimpanan atau botol.
Rendemen yang didapat dalam percobaan ini adalah sebesar 27,27 % , hal ini dikarenakan
peralatan yang dirangkai tidak benar, yaitu tidak begitu rapat antara labu didih dengan kondensor,
sehingga sewaktu pemanasan terdapat etil asetat yang menguap (keluar dari kondensor),
sehingga etil asetat yang di dapat akan berkurang. Faktor selanjutnya ialah karena reaksi
esterifikasi merupakan reaksi yang bersifat reversible, sehingga etil asetat yang telah terbentuk
dapat terurai kembali menjadi reaktan, sehingga rendemen yang didapat tidak terlalu besar.

Reaksi-reaksi :
CH3COOH + C2H5OH H2SO4 CH3CH2OC(O)CH3 + H2O
(As. Asetat) (Etanol) (Etil Asetat) (Air)
II. Teori
Untuk memberikan bukti yang lebih nyata tentang pengaruh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) terhadap penurunan kadar gula darah, maka dilakukan penelitian terhadap efek penurunan
kadar glukosa darah dari ekstrak etil asetat daun belimbing wuluh. Etil asetat adalah senyawa
yang berwujud cairan, tak berwarna dengan bau khas (Anonim, 1979). Penggunaan penyari etil
asetat diharapkan agar kandungan zat aktif pada daun belimbing wuluh yang bersifat semi polar
akan terbawa masuk kedalam ekstrak etil asetat, dengan demikian akan diperoleh senyawa kimia
yang bersifat semi polar yang mempunyai aktivitas farmakologi sebagai antidiabetes
(yuliatiningrum, 2008)

Pembuatan etil asetat secara niaga dari asam asetat dan etanol meliputi penyulingan ester bretitik
didih rendah (titik didih= 77oC) begitu ester ini terbentuk dari reaksi. Hasil sulingan sebenarnya
adalah merupaka azeotron – tiga (uatu campuran yang tetap mendidih pada suhu tetap) mendidih
pada suhu 70oC dan terdiri atas 83% etil asetat, 8% etanol dan air 9%. Kedua komponen yang
disebut terakhir mudah diambil dengan proses ekstraksi, dan etanolnya didaur kembali untuk
pengesteran lebih lanjut (Pine, 1988)

Etil etanoat C4H8O2 merupakan senyawa organik berwujud cair, tidak berwarna dan titik didih
770C, indeks bias 1,372, berbau wangi (aroma), mudah menguap. Dalam kehidupan sehari-hari
etil asetat berfungsi sebagai aroma makanan (essence) dan pelarut senyawa organik. Etil
etanoat/etil asetat dibuat melalui rekasi esterifikasi senyawa asam asetat dengan alkohol pada
suasana asam dan dipanaskan (Abraham, 2010).

Senyawaan yang dapat dianggap diturunkan dari asam karboksilat dengan menggantikan
hidrogen darigugus hidroksilnya dengan suatu gugus hidrokarbon disebut Ester. Agaknya ester
yang paling lazim adalah etil asetat CH3CO2CH2CH3, suatu pelarut yang lazim digunakan
dalam banyak pelarut.Etil asetat dan ester lain dengan sepuluh karbon atau kurang merupakan
cairan yang mudah menguap dengan bau enak mirip buah-buahan (Hart, 1990)

Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang menggandung gugus –CO2R dengan R
dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara
suatu asam karboksilat dan suatu alkohol, suatu reaksi yang disebut reaksi esterifikasi.
Esterifikasi berkataliskan asam dan meru[akan reaksi yang reversibel (Carey, 1993)

. Pembahasan
Asam karboksilat dapat diubah menjadi turunan-turunannya, yaitu dengan mengganti bagian
hidroksil dari gugus karboksil dengan macam-macam gugus. Salah satu turunan dari asam
karboksilat yang dibahas dalam percobaan ini adalah ester yaitu senyawa yang diturunkan dari
asam dengan mengganti gugus OH dengan gugus OR. Dalam percobaan ini, senyawa ester yaitu
etil asetat disintesis dengan berdasarkan reaksi esterifikasi. Reaksi ini merupakan reaksi
substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2) yaitu suatu reaksi yang serentak karena reaksi
pemutusan ikatan yang lama dan pembentukkan ikatan yang baru terjadi secara bersamaan.

Senyawa etil asetat yang dibuat dalam percobaan ini adalah ester dari etanol dan asam asetat,
dengan wujud berupa cairan tak berwarna dan memiliki aroma khas. Esterifikasi pada dasarnya
adalah reaksi yang bersifat reversibel (dapat balik) karena ketika asam karboksilat yaitu asam
asetat dan alkohol yaitu etanol dipanaskan untuk bereaksi maka akan terjadi reaksi
kesetimbangan antara ester dan air. Artinya bahwa ester dan air yang terbentuk dapat kembali
menghasilkan reaktan-reaktannya yaitu asam asetat maupun etanol. Oleh karena itu, untuk
memperoleh hasil reaksi yang banyak maka diusahakan agar reaksi cenderung bergeser ke arah
produk yaitu dengan cara reaktan dibuat berlebih yang dalam percobaan ini etanol dibuat
berlebih ketika direaksikan dengan asam asetat.

Pada percobaan pembuatan etil etanoat ini, mula-mula gugus karbonil asam asetat diprotonasi
oleh katalis asam (gugus H+). Dimana pada percobaan ini di gunakan H2SO4 pekat sebagai
katalis. Tampak bahwa penambahan katalis dilakukan secara perlahan-lahan sambil didinginkan
dan dikocok. Penambahan perlahan-lahan asam ini bertujuan agar campuran cepat homogen dan
untuk menghindari terjadinya degradasi campuran beraksi (asam asetat dengan etanol),
kemudian juga bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (misalnya H2SO4
menguap), mengingat bahwa sifat reaksi H2SO4 yang eksoterm.

Proses protonasi sangat dibutuhkan dalam reaksi ini, karena dapat menaikan muatan positif pada
atom karbon karbonil. Karena tanpa adanya H+, oksigen yang terikat pada C karbonil memiliki
keelektornegatifan yang besar sehingga adanya efek imbas indeks dapat menyebabkan C
karbonil berkurang keelektronegatifannya karena O akan cenderung memberikan
elektoronegatifan. Akan tetapi dengan adanya prtonasi pada oksigen karbonil menyebabkan
oksigen lebih cenderung memberikan elektron pada H+ sehingga muatan positif dari karbon
karbonil meningkat dan menyebabkan keadaan yang baik penyerangan nukleofilik. Dimana yang
bertindak sebagai gugus nukleofilik di sini adalah gugus OH dari etanol. Gugus OH merupakan
gugus masuk yang baik sehingga akan menyerang karbon karbonil pada asam asetat yang telah
terprotonasi.
Pada tahap ini terjadi adisi nukloefilik, yakni gugus OH (pada etanol) kemudian terjadi ikatan C-
O yang baru atau ikatan ester baru. Setelah adisi nukleofilik maka reaksi dilanjutkan dengan
deprotonasi/penghilangan gugus H+ pada ikatan ekster yang baru. Deprotonasi ini dilakukan
dengan tujuan untuk membentuk ikatan C-O yang stabil

Karena digunakan katalis asam dari reaksi akan terbentuk kembali H+. hal ini memberikan
peluang untuk terjadinya protonasi. Protonasi ini sangat di butuhkan karena melihat bahwa OH
pada gugus asam asetat merupakan gugus pergi yang jelek karna OH memiliki keelektonegatifan
sehingga kemampuan untuk terikat pada C yang parsial (+) sangat besar (karena adanya
perbedaan momen dipol menyebabkan OH enggan pergi). Untuk itu dibutuhkan protonasi hingga
terbentuk +OH2 yang merupakan gugus pergi yang baik.

Pada tahap akhir dari reaksi ini adalah lepasnya air dan putusnya ikatan C-O. akan tetapi karena
reaksi ini merupakan kesetimbangan maka air yang dilepaskan akan menyerang kembali gugus
karbonil yang terprotonasi. Ester yang dihasilkan (yang berprotonasi) akan melepaskan
protonnya dan membentuk etil asetat/etil etanoat sebagai produk akhir.
Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel atau reaksi kesetimbangan. Sehingga untuk
mendapatkan produk yang besar maka kesetimbangan harus digeser ke kanan, dengan
menambahkan alkohol berlebihan. Akan tetapi, ada efek dari penambahan alkohol berlebih
karena reaksi akan mengalami trans-esterifikasi yakni akan menghasilkan hasil samping selain
produk induk.

Hal yang sama juga terjadi pada pembuatan etil etanoat karena kita menggunakan alkohol
berlebih maka kemungkinan untuk bereaksi dengan katalis asam sangat besar. Akibatnya, etanol
akan bereaksi dengan katalis asam sangat besar. Akibatnya, etanol akan bereaksi dengan H2SO4
(sebagai katalis) membentuk hasil samping berupa dietil eter.

Pada pembuatan etil asetat ini, campuran (etanol + asam asetat + H2SO4) terlebih dahulu
direfluks. Refluks ini adalah proses penambahan panas pada suatu larutan sehingga dapat
meningkatkan energi aktivitas. Proses refluks ini bertujuan menghomogenkan larutan. Selain itu
refluks juga berfungsi untuk memutuskan ikatan rangkap dari karbon karbonil dengan oksigen
(C–O) sehingga akan memudahkan gugus OH (sebagai Nu-) untuk menyerang karbon karbonil.
Dengan kata lain produk etil asetat yang diinginkan dapat diperoleh dalam jumlah besar. Setelah
direfluks maka dilanjutkan dengan destilasi hingga diperoleh 2/3 dari volume sebelumnya.
Proses destilasi ini bertujuan memisahkan etil etanoat (etil asetat) dengan air atau dengan kata
lain untuk mendapatkan etil asetat murni. Karena produk lain dari reaksi esterifikasi adalah H2O
yang dapat dipisahkan dengan destilat karena antara air dan etil asetat memiliki perbedaan titik
didih (air : 1000C sedangkan etil asetat : 770C). Sehingga destilat (memiliki titik didih rendah
akan keluar terlebih dahulu) adalah etil etanoat (etil asetat).

Destilat, kemudian ditambahkan natrium karbonat 30% (Na2CO3). Penambahan ini


dimaksudkan untuk mengekstraksi asam sisa dalam larutan etil asetat karena Na2CO3 memiliki
kemampuan untuk mengekstrak asam sisa menghasilkan garam natrium yang larut dalam air.
Dari hasil percobaan terlihat bahwa garam natrium yang larut dalam air ini berada pada lapisan
bawah sedangkan senyawa-senyawa organik berada pada lapisan atas. Pembentukan 2 lapisan ini
disebabkan oleh adanya perbedaan massa jenis, dimana garam natrium yang larut dalam air
memiliki massa jenis yang lebih besar daripada senyawa organik yang terbentuk. Selain itu,
kepolaran juga sangat mempengaruhi terjadinya pemisahan lapisan ini, dimana garam natrium
dalam air ini bersifat polar sedangkan senyawa-senyawa organik yang dihasilkan (etil asetat dan
dietil eter) bersifat non polar. Berdasarkan sifat kelarutannya, senyawa polar tidak akan larut
dalam pelarut non polar dan begitu pula sebaliknya, pelarut polar tidak dapat melarutkan
senyawa non polar.
Perlakuan selanjutnya adalah penambahan larutan kalsium klorida (CaCl2) ke dalam larutan
yang diperoleh. Penambahan larutan ini bertujuan agar ion Ca2+ dapat menarik ion-ion karbonat
yang ditambahkan sebelumnya, sehingga membentuk garam CaCl2 dan CaCO3, yang juga dapat
dengan mudah dipisahkan dengan produk yang diinginkan karena CaCl2 dan CaCO3
membentuk endapan yang berada di dasar wadah karena memiliki massa jenis yang lebih besar
dari produk yang diinginkan. Kemudian setelah lapisan atas dipisahkan, maka ditambahkan
kalsium klorida anhidrous. Penambahan ini bertujuan agar ion-ion karbonat yang masih ada
dalam larutan dapat ditarik oleh adanya ion Ca2+. Sehingga diharapkan dengan penambahan
CaCl2 anhidrous dapat diperoleh larutan yang benar-benar murni. Setelah penambahan kalsium
klorida anhidrous maka dilanjutkan dengan penutupan larutan. Hal ini dilakukan agar larutan
yang kita peroleh tidak banyak menguap, mengingat bahwa sifat dari etil asetat adalah mudah
menguap. Sedangkan untuk perlakuan, dimana larutan didiamkan dengan tujuan agar
mempercepat terbentuknya endapan CaCl2.

Proses destilasi ini menghasilkan etil asetat murni yang ditampung pada erlenmeyer sedangkan
air tetap tertinggal dalam labu alas bulat. Untuk itu, dalam percobaan ini proses destilasi
digunakan untuk memisahkan dietil eter (sebagai hasil samping) dengan etil asetat yang
diinginkan, berdasarkan perbedaan titik didih kedua senyawa tersebut. Karena titik didih dietil
eter lebih kecil yakni 350C – 400C sedangkan titik didih etil asetat adalah 740C – 770C,
sehingga yang keluar sebagai destilat yang ditampung sebagai produk yang diinginkan
ditampung pada suhu 740C – 770C, yakni destilat etil asetat (etil etanoat). Pada percobaan ini,
destilat yang diperoleh setelah destilasi adalah sebanyak 20 mL dari 46 mL volume sebelum
destilasi. Sehingga diperoleh rendemen sebesar 43,5 %. Rendemen ini diperoleh dengan
membandingkan volume destilat dengan volume sampel

V. Simpulan
Etil asetat dapat dibuat dengan mereaksikan asam asetat dengan etanol pada suasana asam dan
dipanaskan, dengan reaksi sebagai berikut :

Reaksi yang terjadi pada pembuatan etil asetat ini yaitu reaksi esterifikasi. Pada suhu 35 – 400C
diperoleh hasil samping berupa etil eter dan pada suhu 74 – 770C diperoleh produk berupa etil
asetat (etil etanoat) dengan menggunakan destilasi. Rendemen etil asetat yang diperoleh sebesar
43,5%

Daftar Pustaka

Abraham. 2010. Penuntun Kimia Organik II. Universitas Haluoleo. Kendari


Carey, F. 1993. Advanced Organic Chemistry Part B : Reaction a Syntesis. Plenum Press.
London
Hart, H. 1990. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Pine, Stanley H. 1998. Kimia Organik II. ITB. Bnadung
Yuliantiningrum, L.M. 2008. Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Etil Asetat
Daun Belimbing Wuluh Pada Kelinci Jantan Yang Dibebani Glukosa (Averrhoa bilimbi L.).
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Anda mungkin juga menyukai