Eter/Alkoksi Alkana
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus ROR', dengan R dapat
berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan anestetik dietil
eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan
biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa karbohidrat dan lignin.
1. Rumus Umum
Eter atau alkoksi alkana adalah golongan senyawa yang mempunyai dua gugus alkil yang terikat
pada satu atom oksigen. Dengan demikian eter mempunyai rumus umum : ROR1 dimana R dan R1
adalah gugus alkil, yang boleh sama boleh tidak.
Contoh :
CH3CH2OCH2CH3
R = R1(eter homogen)
CH3OCH2CH2CH3
R - R1(eter majemuk)
2. Penamaan Eter
Ada dua cara penamaan senyawa-senyawa eter, yaitu :
1) Menurut IUPAC, eter diberi nama sesuai nama alkananya dengan awalan alkoksi dengan
ketentuan sebagai berikut :
rantai karbon terpendek yang mengikat gugus fungsi O ditetapkan sebagai gugus fungsi alkoksinya.
rantai karbon yang lebih panjang diberi nama sesuai senyawa alkananya
2) Menurut aturan trivial, penamaan eter sebagai berikut :
- menyebutkan nama kedua gugus alkil yang mengapit gugus O , kemudian diberi akhiran eter.
Contoh :
TATANAMA ETER
CH3
Nama substitutif IUPAC harus dipakai untuk menamai eter yang rumit dan senyawa dengan
lebih dari satu ikatan eter.
Dalam sistem IUPAC, eter dinamai sebagai alkoksialkana, alkoksialkena, dan alkoksiarena.
Gugus RO- merupakan suatu gugus alkoksi.
Dua eter siklik yang sering dipakai sebagai solven memiliki nama umum tetrahidrofuran
(THF) dan 1,4-dioksana.
CH3CHCH2CH2CH3
CH3CH2O CH3
OCH3
2-Metoksipentana 1-Etoksi-4-metilbenzena
CH3OCH2CH2OCH3
O O
1,2-Dimetoksietana
Tetrahidrofuran Dioksana
(oksasiklopentana) (1,4-dioksasikloheksana)
Menurut trivial tata nama eter didasarkan pada nama gugus alkil atau aril yang terikat pada atom
oksigen. Urutan namanya sesuai dengan abjad dan diakhiri dengan kata eter.
Menurut sistem IUPAC, gugus OR disebut gugus alkoksi sehingga penataan nama senyawa eter
dimulai dengan nama gugus alkoksi diikuti oleh nama rantai utamanya. Gugus alkoksi dianggap sebagai
cabang yang terikat pada rantai induk. Beberapa contoh penamaan eter dapat dilihat pada tabel
berikut.
Contoh yang paling sederhana adalah, etilen oksida atau lebih dikenal dengan nama oksirana.
b. Isomeri Fungsional
Seperti telah diuraikan di atas bahwa eter dan alkohol memiliki kemiripan dalam strukturnya. Rumus
strukturnya adalah :
ROH (alkohol)
ROR (eter)
Beberapa contoh alkohol dan eter yang memiliki rumus molekul sama ditunjukkan pada tabel berikut.
Berdasarkan Tabel, alkohol dan eter memiliki rumus molekul sama, tetapi rumus strukturnya berbeda.
Jadi, dapat dikatakan bahwa alkohol dan eter berisomeri struktur satu sama lain.
Di samping isomer
struktur, eter dan alkohol
juga memiliki gugus
fungsional berbeda. Oleh
sebab itu, dapat dikatakan
bahwa eter berisomeri
fungsional dengan alkohol.
Isomer fungsional adalah
rumus molekul sama,
tetapi gugus fungsi beda.
Eter memiliki ikatan C-O-C yang bersudut ikat sekitar 110 dan jarak C-O sekitar 140
pm. Sawar rotasi ikatan C-O sangatlah rendah. Menurut teori ikatan valensi , hibridisasi
oksigen pada senyawa eter adalah sp3.
Oksigen lebih elektronegatif daripada karbon, sehingga hidrogen yang berada pada
posisi alfa relatif terhadap eter bersifat lebih asam daripada hidrogen senyawa hidrokarbon.
Walau demikian, hidrogen ini kurang asam dibandingkan dengan alfa hidrogen keton.
Struktur Eter
Eter berbeda dari alkohol, dimana atom oksigen dari suatu eter terikat pada dua atom
karbon. Gugus hidrokarbon dapat berupa alkil, alkenil, vinil, atau aril.
Eter memiliki rumus umum R-O-R atau R-O-R dimana R adalah gugus alkil yang
berbeda dari gugus R.
Eter = air dimana kedua atom hidrogen diganti dengan gugus alkil.
R R CH3
atau 1100
O O O
R R CH3
Rumus umum suatu eter Dimetil eter
H2C CH2
C O C
O
O
Gugus fungsional Etilen oksida Tetrahidrofuran
suatu eter ETER SIKLIK (THF)
Eter Primer, Sekunder dan Tertier
Bentuk perkataan "eter primer", "Eter sekunder", dan "eter tertiar (peringkat ketiga) " adalah
penggunaan bermusim dan merujuk kepada atom karbon bersebelahan dengan oksigen eter .
Dalam eter primer karbon ini dikaitkan hanya kepada karbon lain seperti dalam dietil eter
CH3-CH2-O-CH2-CH3. salah Satu contoh eter sekunder adalah diisopropil eter (CH3)2CH-
O-CH(CH3)2 dan contoh ether tertiar adalah di-tert-butil eter (CH3)3C-O-C(CH3)3.
Dietil eter, yang juga dikenal sebagai eter dan etoksi etana, adalah cairan mudah terbakar yang jernih,
tak berwarna, dan bertitik didih rendah serta berbau khas. Anggota paling umum dari kelompok
campuran kimiawi yang secara umum dikenal sebagai eter ini merupakan sebuah isomernya butanol.
Berformula CH3-CH2-O-CH2-CH3, dietil eter digunakan sebagai pelarut biasa dan telah digunakan
sebagai anestesi umum. Eter dapat dilarutkan dengan menghemat di dalam air (6.9 g/100 mL).
Dietil eter merupakan sebuah pelarut laboratorium yang umum dan memiliki kelarutan terbatas di
dalam air, sehingga sering digunakan untuk ekstrasi cair-cair. Karena kurang rapat bila dibandingkan
dengan air, lapisa eter biasanya berada paling atas. Sebagai salah satu pelarut umum untuk reaksi
Grignard, dan untuk sebagian besar reaksi yang lain melibatkan berbagai reagen organologam, Dietil
eter sangat penting sebagai salah satu pelarut dalam produksi plastik selulosa sebagai selulosa asetat.
[4]
Dietil eter memiliki angka setana yang tinggi, 85 sampai 96, digunakan sebagai salah satu cairan awal
untuk mesin diesel dan bensin[5] karena keatsiriannya yang tinggi dan temperatur autosulutan.
Sebagian besar dietil eter diproduksi sebagai produk sampingannya fase-uap hidrasinya
etilena untuk menghasilkan etanol . Proses ini menggunakan dukungan solid katalis
asam fosfat dan bisa disesuaikan untuk menghasilkan eter lebih banyak lagi.[4] Fase-uap
dehidrasinya etanol pada sejumlah katalis alumina bisa menghasilkan dietil eter sampai
95%[9] .
Dietil eter bisa dipersiapkan di dalam labolatorium dan pada sebuah skala industri oleh sintesis
eter asam. Etanol dicampur dengan asam yang kuat, biasanya asam sulfat , H2SO4.
Disosiasi asam menghasilkan ion hidrogen , H+. Sebuah ion hidrogen memprotonasi
atom oksigen elektronegatifnya etanol , memberikan muatan positif ke molekul etanol:
CH3CH2OH + H+ CH3CH2OH2+
Sebuah atom oksigen nukleofilnya etanol tak terprotonasi mengsubsitusi molekul air
(elektrofil ), menghasilkan air, sebuah ion hidrogen dan dietil eter.
Reaksi ini harus berlangsung pada suhu yang lebih rendah dari 150C agar tidak menghasilkan
sebuah produk eliminasi (etilena ). Pada temperatur yang lebih tinggi, etanol akan
terdehidrasi untuk membentuk etilena. Reaki menghasilkan dietil eter adalah kebalikannya,
sehingga pada akhir reaksi akan tercapai kesetimbangan antara reaktan dengan produk.
Untuk menghasilkan eter yang bagus maka eter harus disuling dari campuran reaksi sebelum
eter kembali menjadi etanol, dengan memanfaatkan prinsip Le Chatelier .
Reaksi lainnya yang bisa digunakan untuk mempersiapkan eter adalah sintesis eter
Williamson , dimana sebuah alkoksida (yang dihasilkan dengan
memisahkan/menguraikan sebuah logam alkali di dalam alkohol) melakukan substitusi
nukleofilik di sebuah alkil halida (haloalkana ).
Struktur Serupa
Eter tidak boleh disamakan dengan gugus-gugus sejenis berikut yang mempunyai stuktur
serupa - R-O-R.
Senyawa aromatik seperti furan di mana oksigen adalah sebahagian daripada sistem aromatik.
Senyawa dengan atom-atom karbon yang bersebelahan dengan oksigen terikat dengan
oksigen, nitrogen, atau sulfur:
Ester R-C(=O)-O-R
Asetal R-CH(-O-R)-O-R
Aminal R-CH(-NH-R)-O-R
Anhidrida R-C(=O)-O-C(=O)-R
3. Sifat-Sifat Eter
- Sifat-sifat fisika
Eter bersifat sedikit polar karena sudut ikat C-O-C eter adalah 110 derajat, sehingga dipol C-O
tidak dapat meniadakan satu sama lainnya. Eter lebih polar daripada alkena, namun tidak
sepolar alkohol, ester, ataupun amida . walau demikian, keberadaan dua pasangan elektron
menyendiri pada atom oksigen eter, memungkinkan eter berikatan hidrogen dengan molekul
air.Eter dapat dipisahkan secara sempurna melalui destilasi.
Eter siklik seperti tetrahidrofuran dan 1,4-dioksana sangat larut dalam air karena atom
oksigennya lebih terpapar ikatan hidrogen dibandingkan dengan eter-eter alifatik lainnya.
Eter memiliki titik didih yang sebanding dengan hidrokarbon dengan berat molekul yang
sama.
Titik didih dietil eter (MW = 74) adalah 34,6C, dan pentana (MW = 72) adalah 36C.
Molekul-molekul alkohol dapat berikatan satu sama lain melalui ikatan hidrogen,
sementara eter dan hidrokarbon tidak dapat.
Meskipun demikian, eter juga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa
seperti air.
Eter memiliki kelarutan dalam air yang sebanding dengan alkohol dengan berat molekul
yang sama.
Sangat berbeda bila dibandingkan dengan hidrokarbon.
Dietil eter & 1-butanol memiliki kelarutan yang sama dalam air, sekitar 8 g per 100 mL
pada suhu kamar.
Sebaliknya, pentana secara nyata tidak larut dalam air.
4. Kegunaan Eter
Senyawa-senyawa eter yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara
lain :
1) Dietil eter (etoksi etana) biasanya digunakan sebagai pelarut senyawa-senyawa organik, selain itu
dietil eter banyak digunakan sebagai zat arestesi (obat bius) di rumah sakit.
2) MTBE (Metil Tertier Butil Eter),Senyawa eter ini digunakan untuk menaikan angka oktan besin
menggantikan kedudukan TEL / TML, sehingga diperoleh bensin yang ramah lingkungan. Sebab tidak
menghasilkan debu timbal (Pb2+) seperti bila digunakan TEL / TML
c. Sifat dan Kegunaan Eter
Tidak seperti alkohol, eter tidak memiliki ikatan hidrogen antar molekul sehingga titik didih eter di
bawah titik didih alkohol untuk jumlah atom karbon yang sama, misalnya etanol dan dimetil eter.
Etanol berisomer dengan dimetil eter (C 2H6O), tetapi wujudnya berbeda. Pada suhu kamar, dimetil eter
berwujud gas, sedangkan etanol berwujud cair.
Eter kurang larut di dalam pelarut air dibandingkan alkohol. Hal ini disebabkan eter memiliki kepolaran
rendah. Walaupun sesama molekul eter tidak terjadi antaraksi, tetapi eter dapat berantaraksi dengan
air dan alkohol. Makin tinggi rantai alkil dalam eter makin kurang kelarutannya di dalam air.
Eter tidak bereaksi dengan hampir semua oksidator maupun reduktor. Demikian juga dalam asam dan
basa, eter cenderung stabil, kecuali pada suhu tinggi. Karena itu, eter sering digunakan sebagai pelarut
untuk reaksi-reaksi organik.
Di samping
kegunaannya sebagai anestetik, dietil eter secara luas dipakai sebagai pelarut untuk lemak, lilin, atau
zat-zat lain yang kurang larut dalam air. Divinil eter (CH 2=CHOCH=CH2) memiliki kemampuan
anastetik tujuh kali lebih besar daripada dietil eter.
Pada umumnya eter bersifat racun, tetapi jauh lebih aman jika dibandingkan kloroform untuk
keperluan obat bius.
Sintesis
eter
secara besar-besaran dengan metode illiamson, yaitu reaksi antara alkil halida dengan alkoksi atau
fenoksi, persamaan reaksinya secara umum:
Sumber :
* Kelebihan Eter *
1. Pembelahan eter
Walaupun eter tahan terhadap hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam mineral
seperi asam bromat dan asam iodat . Asam klorida hanya membelah eter dengan sangat
lambat. Metil eter umumnya akan menghasilkan metil halida:
ROCH3 + HBr CH3Br + ROH
Reaksi ini berjalan via zat antara onium , yaitu [RO(H)CH3]+Br-. Beberapa jenis eter
dapat terbelah dengan cepat menggunakan boron tribomida (dalam beberapa
kasus aluminium klorida juga dapat digunakan) dan menghasilkan alkil
bromida. Bergantung pada substituennya, beberapa eter dapat dibelah menggunakan berbagai
jenis reagen seperti basa kuat.
2. Pembentukan peroksida
Eter primer dan sekunder dengan gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat
membentuk peroksida , misalnya dietil eter peroksida . Reaksi ini memerlukan oksigen
(ataupun udaara), dan dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan aldehida . Peroksida yang
dihasilkan dapat meledak . Oleh karena ini, diisopropil eter dan tetrahidrofuran jarang
digunakan sebagai pelarut .
4. Sintesis
Sintesis Eter
1. Dehidrasi alkohol
Alkohol mengalami dehidrasi membentuk alkena.
Alkohol primer dapat juga terdehidrasi membentuk eter.
Dehidrasi menghasilkan eter berlangsung pada suhu yang lebih rendah dibanding reaksi
dehidrasi membentuk alkena.
Dehidrasi menghasilkan eter dibantu dengan distilasi eter segera setelah terbentuk.
Dietil eter dibuat secara komersial melalui reaksi dehidrasi etanol.
Dietil eter adalah produk utama pada suhu 140C, sedangkan etana adalah produk
utama pada suhu 180C.
Reaksi ini kurang berguna pada alkohol sekunder karena alkena mudah terbentuk.
Pada alkohol tersier sepenuhnya terbentuk alkena.
Tidak berguna pada pembuatan eter non- simetrik dari alkohol primer karena terbentuk
campuran produk.
H2SO4
CH2 CH2
180 0C
Etena
CH3CH2OH
H2SO4
CH3CH2OCH 2CH3
140 0C
Dietil eter
ROR
+
ROH + R'OH ROR' + H2 O
H 2SO4 +
alkohol 1 0 R'OR'
2. Sintesis Williamson
Suatu jalur penting pada preparasi eter non-simetrik adalah suatu reaksi substitusi
nukleofilik yang disebut reaksi Williamson.
Merupakan reaksi SN2 dari suatu natrium alkoksida dengan alkil halida, alkil sulfonat,
atau alkil sulfat.
Hasil terbaik dicapai jika alkil halida, alkil sulfonat, atau alkil sulfat yang dipakai
adalah primer (atau metil).
Jika substrat adalah tersier maka eliminasi sepenuhnya merupakan produk reaksi.
Pada suhu rendah substitusi lebih unggul dibanding dengan eliminasi.
R O Na + R' L R O R' + Na L
CH3CH2I
CH3
H2SO4
RCH2OH + CH2 CCH3 RCH2 O CCH3
CH3 CH3
Alkohol 10 Isobutilena tert-butil eter
Metode ini sering dipakai untuk proteksi gugus hidroksil dari alkohol primer sewaktu
reaksi-reaksi lainnya dilakukan terhadap bagian lain dari molekul tersebut. Gugus
proteksi tert-butil dapat dihilangkan secara mudah dengan penambahan larutan asam
encer.
(CH3CH2)3N
R OH + (CH3) 3SiCl R O Si(CH3) 3
Klorometilsilana
H3O+ / H 2O
R O Si(CH3)3 R OH + (CH3)3SiOH
Pengubahan suatu alkohol menjadi suatu trimetilsilil eter membuat senyawa tersebut
lebih volatil (mudah menguap). Hal ini dikarenakan kenaikan volatilitas (sifat mudah
menguap) ini menjadikan alkohol (sebagai bentuk trimetilsilil-nya) lebih
memungkinkan untuk menjalani analisis dengan kromatografi gas-cair.
Kondensasi Ullmann
Kondensasi Ullmann mirip dengan metode Williamson, kecuali substratnya adalah aril
halida. Reaksi ini umumnya memerlukan katalis, misalnya tembaga.
Alkohol dapat melakukan reaksi adisi dengan alkena yang diaktivasi secara elektrofilik.
Katalis asam diperlukan agar reaksi ini dapat berjalan. Biasanya merkuri trifluoroasetat
(Hg(OCOCF3)2) digunakan sebagai katalis.
Dimetoksimetana
Pelarut pada suhu tinggi
(b.p. 85 C):
(DME)
ETER PENTING
DIETIL ETER
Berupa suatu cairan dengan titik didih rendah dan mudah terbakar.
Sebagian besar eter bereaksi lambat dengan oksigen melalui suatu reaksi radikal yang
disebut auto-oksidasi membentuk hidroperoksida dan peroksida (ekplosif).
Sering digunakan sebagai pelarut ekstraksi.
Dipakai sebagai suatu anestetik (pembius) pada pembedahan.
Eter adalah golongan senyawa organik yang memiliki rumus umum R-O-R'. Beberapa reaksi dari eter
diantaranya adalah:
a. Pembakaran
Eter mudah terbakar membentuk gas karbon dioksida dan uap air.
Contoh:
Reaksi-reaksi Eter
H
Garam oksonium
Pemanasan dialkil eter dengan asam-asam sangat kuat (HI, HBr, H2SO 4) menyebabkan eter
mengalami reaksi dimana ikatan ikatan karbon oksigen pecah.
CH3CH2O + CH3CH2 Br
H
Etanol Etil bromida
Pada tahap selanjutnya, etanol yang baru terbentuk bereaksi dengan HBr membentuk satu
mol ekivalen etil bromida yang ke dua.
CH3CH2 Br + O H
Epoksida
Epoksida adalah senyawa eter siklik dengan cincin yang memiliki tiga anggota. Struktur
dasar dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang diikat pada dua atom karbon
berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan dari cincin dengan tiga anggota ini
membuat senyawa epoksida menjadi lebih reaktif daripada eter asiklik.
Struktur epoksida
Epoksida adalah eter siklik dengan cincin tiga anggota. Dalam tatanama IUPAC, epoksida
disebut oksirana. Epoksida paling sederhana memiliki nama umum etilena oksida.
2 3
C C H2C CH2
1
O O
Suatu
IUPAC: Oksirana
epoksida
Umum: Etilena oksida
Metode yang paling umum digunakan untuk mensintesa epoksida adalah reaksi dari suatu
alkena dengan suatu asam peroksi organik, yaitu suatu proses yang disebut epoksidasi.
O O
Epoksidasi
RCH CHR + R'C O OH RHC CHR + R'C OH
Dalam reaksi ini, asam peroksi memberikan suatu atom oksigen kepada alkena. Mekanismenya
adalah seperti berikut ini.
O R' O R'
C C C C
+ O O +
C O C O
H
H
Adisi oksigen pada ikatan rangkap dalam suatu reaksi epoksidasi adalah adisi syn. Untuk
membentuk suatu cincin dengan tiga anggota, atom oksigen harus mengadisi kedua atom
karbon dari ikatan rangkap pada sisi yang sama.
Asam peroksi yang paling umum digunakan adalah asam peroksiasetat dan asam
peroksibenzoat. Sebagai contoh, sikloheksana bereaksi dengan asam peroksibenzoat
menghasilkan 1,2-epoksi-sikloheksana dalam jumlah yang kuantitatif.
O H O
+ C6 H5COOH O + C6 H5COH
CH2Cl2
H
Asam 1,2-Epoksi-
peroksibenzoat sikloheksana
(100%)
Reaksi antara alkena dengan asam-asam peroksi berlangsung dengan suatu cara yang
stereospesifik. Sebagai contoh, cis-2-butena hanya menghasilkan cis-2,3-dimetiloksirana,
sedangkan trans-2-butena hanya menghasilkan trans-2,3-dimetiloksirana.
Epoksida adalah senyawa eter siklik dengan cincin yang memiliki tiga anggota.
Struktur dasar dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang diikat pada dua
atom karbon berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan dari cincin dengan
tiga anggota ini membuat senyawa epoksida menjadi lebih reaktif daripada eter asiklik.
Karakteristik dari senyawa epoksida adalah gugus oksiran yang terbentuk oleh oksidasi
dari senyawa olefinik atau senyawa aromatik ikatan ganda.
Sen
yaw
a
epoksida merupakan senyawa yang sangat penting sama seperti produk kimia lainnya,
misalnya resin. Epoksida minyak, yang produksinya mencapai sekitar level 50.000 ton
per tahun, memiliki fungsi utama sebagai plastisizer dan stabilisator pada PVC
(Gunstone, 1996).
Bentuk gugus epoksi, antara lain :
Terminal
Internal
Dan mungkin memiliki
pengganti pada atom karbon selain hidrogen, misalnya:
Gugus epoksi dapat
pula menjadi bagian dalam sebuah struktur cincin, seperti:
Senyawa epoksida dapat
dibuka dengan mudah, di
bawah kondisi asam atau basa.
Contohnya, hidrolisis propilen oksida yang dikatalis dengan senyawa asam atau basa
untuk menghasilkan propilen glikol.
Epoksida
merupakan gugus
yang sangat reaktif, terutama dalam larutan asam karena akan menaikkan kecepatan
pembukaan cincin oksida dengan cara protonasi kepada atom oksigen dan berinteraksi
dengan berbagai macam reagen nukleofilik (Gunstone, 1996).
Salah satu produk penting industri petrokimia yang dapat dihasilkan dari minyak nabati
adalah senyawa polihidroksi trigliserida. Senyawa ini banyak digunakan sebagai bahan
poliuretan, bahan aditif plastik, pelumas, surfaktan, dll sehingga kebutuhan akan
senyawa ini menjadi sangat tinggi. Senyawa polihidroksi trigliserida dihasilkan melalui
reaksi hidroksilasi. Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi, yaitu reaksi
epoksidasi dan reaksi pembukaan cincin oksiran. Pada penelitian ini akan dibahas lebih
mendalam mengenai reaksi epoksidasi.
Karena kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiren, epoksida dapat berlaku sebagai
bahan baku untuk sintesis berbagai macam varietas kimia, seperti alkohol, glikol,
alkanolamin, komponen karbonil, komponen olefin, dan polimer, seperti poliester,
poliuretan, dan resin epoksi (Dinda et al, 2008).
Reagen (produk): HX = H2 (alkohol), H2O (diol), ROH (alkoksi alkohol), RCOOH
(asiloksi alkohol), RCONH2 (asilamino alkohol), H2S (merkapto alkohol), HCN (cyano
alkohol), HBr (bromo alkohol). Reaksi epoksidasi (terutama yang berasal dari
triasilgliserol) dengan alkohol polihidrik menghasilkan komponen polihidroksi yang
mana dapat direaksikan dengan diisosianat untuk menghasilkan poliuretan. Epoksida
dapat dikonversi menjadi keton melalui reaksi dengan natrium iodida dalam polietilen
glikol (Gunstone, 1996).
Sebagai kesimpulan, epoksida diproduksi bukan hanya sebagai produk akhir, tetapi juga
sebagai intermediet karena epoksida merupakan komponen yang sangat bernilai dalam
sintesis kimia organik. Sekarang ini, beberapa usaha telah dilakukan agar reaksi dapat
berlangsung secara selektif dengan penggunaan katalis (Brown et al., 2009).
Sumber:
Brown, H.W., Foote, S.C., Iverson, L.B, and Anslyn, V.E., 2009, Organic
Chemistry, pp. 431-433, Brooks/Cole Cengage Learning, Belmont.
Dinda, S., Patwardhan, V.A., Goud., V.V., and Pradhan, C.N., 2008,
Epoxidation of Cottonseed Oil by Aqueous Hydrogen Peroxide Catalised by
Liquid Inorganic Acids, Bioresource Technology, 99, pp. 3737-3744.
Gunstone, D.F., 1996, Fatty Acid and Lipid Chemistry, pp.186-188, Blackie
Academic & Proffessional, Chapman & Hall, Wester Cleddens Road,
Bishopbriggs, Glasgow.
Tata nama
Nama kelas fungsional = alkena oksida misalnya etilen oksida
Catatan: The oksiran Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan epoksida.
1. Gugus Epoksida
Internal
Epoksida
merupakan gugus yang
sangat reaktif, terutama dalam larutan asam karena akan menaikkan kecepatan
pembukaan cincin oksida dengan cara protonasi kepada atom oksigen dan berinteraksi
dengan berbagai macam reagen nukleofilik (Gunstone, 1996).
H3C H CH3
O 3
C
+ RCOOH H3C H
C
H3C
2 O 1
H
H
cis-2-Butena cis-2,3-Dimetiloksirana
(senyawa meso)
Epoksida adalah eter siklik, cincin beranggota 3 (lihat di atas diagram). Reaktivitas
mereka sedemikian rupa sehingga mereka sebenarnya adalah kelompok fungsional
yang terpisah.
Ada dua metode untuk penamaan epoksida:
o sebagai oksida dari alkena yang sesuai (ini berhubungan dengan suatu metode
sintesa mereka).
Alkena oksida
Nama akar yang sesuai untuk alkena (memikirkan melepaskan oksigen dan
menambahkan C = C di lokasi itu).
Tambahkan oksida akhiran.
Epoxy-
Nama root didasarkan pada rantai terpanjang dengan dua ikatan CO terpasang.
Rantai diberi nomor sehingga memberikan unit epoksida yang locant serendah mungkin
(lagi seperti alkena)
Awalan epoksida dimasukkan sebelum nama akar bersama dengan kedua locants
misalnya 1,2-epoxypropane.
Kedua locants disertakan karena metode ini juga digunakan untuk penamaan eter siklik
lainnya.
propena oksida
Epoxy gaya:
Rantai terus menerus terpanjang adalah C3 sehingga
root = prop
Epoksida adalah substituen sehingga prefix = epoxy
1,2-epoxypropane
Alkena oksida gaya:
Kelompok Fungsional adalah epoksida, sehingga
akhiran = - ena oksida
Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga
root = hex
sikloheksena oksida
Epoxy gaya:
Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga
root = hex
Sistem akar siklik sehingga prefix = cyclo
1,2-epoxycyclohexane
Epoxy gaya:
Rantai terus menerus terpanjang adalah C6 sehingga
root = hex
Ada substituen alkil C1 = metil
2,3-epoksi-5-metilheksan
Lebih-kompleks epoksida
biasanya dibuat oleh epoksidasi alkena , sering menggunakan peroxyacid (RCO 3 H) untuk
mentransfer atom oksigen.
Rute lain industri penting untuk epoksida memerlukan proses dua langkah. Pertama, alkena
yang diubah menjadi senyawa tersebut, dan kedua, klorohidrin yang diperlakukan dengan basa
untuk menghilangkan asam klorida , memberikan epoksida, hal ini adalah metode yang
digunakan untuk membuat propilena oksida.
Epoksida
mudah
dibuka, di
bawah
kondisi
asam atau
basa,
untuk memberikan berbagai produk dengan manfaat fungsional kelompok . Misalnya,
hidrolisis asam atau basa--katalis oksida propilena memberikan propilen glikol.
Epoksida dapat
digunakan untuk
merakit polimer yang dikenal sebagai epoxies, yang merupakan perekat yang sangat baik dan
pelapis permukaan berguna. Yang paling umum epoxy resin yang terbentuk dari reaksi
epiklorohidrin dengan bisphenol A.
Leroy G. Wade, Jr
Epoksida biasanya dibuat melalui oksidasi alkena. Eposida yang paling penting dalam industri
adalah etilena oksida, yang dihasilkan melalui oksidasi etilena dengan oksigen. Epoksida
lainnya dapat dihasilkan melalui dua cara:
Senyawa epoksida merupakan senyawa yang sangat penting sama seperti produk kimia
lainnya, misalnya resin. Epoksida minyak, yang produksinya mencapai sekitar level 50.000 ton
per tahun, memiliki fungsi utama sebagai plastisizer dan stabilisator pada PVC (Gunstone,
1996).
3. Reaksi Epoksida
Dalam
kondisi
asam,
posisi
serangan nukleofil dipengaruhi baik oleh efek sterik (seperti yang biasanya terlihat
untuk S N 2 reaksi) dan oleh karbokation stabilitas (seperti yang biasanya terlihat untuk S
N 1 reaksi). Dalam kondisi dasar, nukleofil menyerang karbon diganti setidaknya, sesuai
dengan 2 proses penambahan standar S reaksi N nukleofilik.
Hidrolisis dari epoksida dalam adanya katalis asam menghasilkan glikol . The hidrolisis
Proses epoksida dapat dianggap sebagai penambahan nukleofilik air untuk epoksida
bawah asam kondisi.
Pengurangan dari epoksida dengan hidrida aluminium lithium dan air menghasilkan alkohol
. Ini proses reduksi dapat dianggap sebagai penambahan nukleofilik hidrida (H-) untuk
epoksida di bawah kondisi dasar.
Reaksi
dengan
kelompok NH dalam amina . Ini pembentukan ikatan kovalen digunakan dalam epoxy
lem dengan, misalnya, trietilenatetramina (TETA) sebagai pengeras a.
Reaksi-reaksi Epoksida
Cincin tiga anggota dengan tegangan (strain) yang sangat tinggi dalam molekul epoksida
menyebabkan epoksida lebih reaktif terhadap substitusi nukleofilik dibandingkan dengan
eter yang lain.
Katalisis asam membantu pembukaan cincin epoksida dengan menyediakan suatu gugus
pergi yang lebih baik (suatu alkohol) pada atom karbon yang mengalami serangan
nukleofilik.
Katalisis ini sangat penting terutama jika nukleofilnya adalah suatu nukleofil lemah seperti
air atau suatu alkohol:
H _
H+
HO C C OH
ROH
RO + C C RO C C O HO C C OH
O Ion
Nukleofil
kuat alkoksida + RO
Jika epoksidanya tidak simetris, serangan pembukaan cincin dengan katalis basa oleh ion
alkoksida berlangsung terutama pada atom karbon yang kurang tersubstitusi. Sebagai contoh,
metiloksirana bereaksi dengan suatu ion alkoksida terutama pada atom karbon primernya:
O O
Metiloksirana
CH3 CH2OCH 2CHCH3 + CH3 CH2 O
OH
1-Etoksil-2-propanol
Ini adalah apa yang seharusnya diharapkan: Reaksi secara keseluruhan adalan reaksi SN 2,
dan seperti telah dipelajari sebelumnya, substrat primer bereaksi lebih cepat melalui reaksi
SN2 karena halangan ruangnya kecil.
Pada pembukaan cincin dengan katalis asam dari epoksida tidak simetris, serangan
nukleofil terutama terjadi pada atom karbon yang lebih tersubstitusi. Sebagai contoh:
CH3 CH3
+
H
CH3OH + H3C C CH2 H3C C CH2OH
O OCH3
Alasan: Ikatan pada epoksida terprotonasi adalah tidak simetris dengan atom karbon yang lebih
tersubstitusi mengemban suatu muatan yang positif sekali. Oleh karena itu, nukleofil
menyerang atom karbon tersebut meskipun lebih tersubstitusi.
CH3 CH3
+
+ H
CH3OH + H3C C CH2 H3 C C CH2OH
O + OCH3
H H
Epoksida
terprotonasi
Atom karbon yang lebih tersubstitusi mengemban suatu muatan positif lebih besar karena
menyerupai suatu karbokation tersier yang lebih stabil.
H3C CH3 O
O O O O CH3
O CH3
O
CH3
H3 C O O O
O
O CH3 CH3
Nonactin
4. Kegunaan Epoksida
Salah satu produk penting industri petrokimia yang dapat dihasilkan dari minyak nabati
adalah senyawa polihidroksi trigliserida. Senyawa ini banyak digunakan sebagai bahan
poliuretan, bahan aditif plastik, pelumas, surfaktan, dll sehingga kebutuhan akan senyawa ini
menjadi sangat tinggi. Senyawa polihidroksi trigliserida dihasilkan melalui reaksi hidroksilasi.
Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi, yaitu reaksi epoksidasi dan reaksi pembukaan
cincin oksiran. Pada penelitian ini akan dibahas lebih mendalam mengenai reaksi epoksidasi.
Karena kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiren, epoksida dapat berlaku sebagai
bahan baku untuk sintesis berbagai macam varietas kimia, seperti alkohol, glikol, alkanolamin,
komponen karbonil, komponen olefin, dan polimer, seperti poliester, poliuretan, dan resin
epoksi (Dinda et al, 2008).
Reagen (produk): HX = H2 (alkohol), H2O (diol), ROH (alkoksi alkohol), RCOOH
(asiloksi alkohol), RCONH2 (asilamino alkohol), H2S (merkapto alkohol), HCN (cyano
alkohol), HBr (bromo alkohol). Reaksi epoksidasi (terutama yang berasal dari triasilgliserol)
dengan alkohol polihidrik menghasilkan komponen polihidroksi yang mana dapat direaksikan
dengan diisosianat untuk menghasilkan poliuretan. Epoksida dapat dikonversi menjadi keton
melalui reaksi dengan natrium iodida dalam polietilen glikol (Gunstone, 1996).
Sebagai kesimpulan, epoksida diproduksi bukan hanya sebagai produk akhir, tetapi juga
sebagai intermediet karena epoksida merupakan komponen yang sangat bernilai dalam sintesis
kimia organik. Sekarang ini, beberapa usaha telah dilakukan agar reaksi dapat berlangsung
secara selektif dengan penggunaan katalis (Brown et al., 2009).
ftar Pstaka
http://kimiadahsyat.blogspot.com/2009/06/eteralkoksi-alkana-1.html
^ Wilhelm Heitmann, Gnther Strehlke, Dieter Mayer "Ethers, Aliphatic" in Ullmann's Encyclopedia of
Industrial Chemistry" Wiley-VCH, Weinheim, 2002. doi:10.1002/14356007.a10_023
^ J. F. W. McOmie and D. E. West (1973). "3,3'-Dihydroxylbiphenyl". Org. Synth.; Coll. Vol. 5: 412.
Brown, H.W., Foote, S.C., Iverson, L.B, and Anslyn, V.E., 2009, Organic Chemistry, pp. 431-433,
Brooks/Cole Cengage Learning, Belmont.
Dinda, S., Patwardhan, V.A., Goud., V.V., and Pradhan, C.N., 2008, Epoxidation of Cottonseed Oil by
Aqueous Hydrogen Peroxide Catalised by Liquid Inorganic Acids, Bioresource Technology, 99, pp.
3737-3744.
Gunstone, D.F., 1996, Fatty Acid and Lipid Chemistry, pp.186-188, Blackie Academic & Proffessional,
Chapman & Hall, Wester Cleddens Road, Bishopbriggs, Glasgow.
file:///E:/3%20ka/tugas%20tri/Satuan%20Proses/makalah/It%27s%20all%20about%20chemical
%20engineering%20%20Epoksida.htm
3 Ki.B