Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HENTI JANTUNG


(CARDIAC ARREST)
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RSUD ULIN BANJARMASIN

Tanggal 01-20 Oktober 2018

Oleh:
MILDA ANNI’MAH, S.Kep
NIM. 1730913320053

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HENTI JANTUNG
(CARDIAC ARREST)
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RSUD ULIN BANJARMASIN

Tanggal 01-20 Oktober 2018

Oleh :
MILDA ANNI’MAH, S.Kep
NIM. 1730913320053

Banjarmasin, Oktober 2018

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Abdurahman Wahid, S.Kep., Ns., M.Kep. M. Fadli, S.Kep., Ns.


NIP. 19831111 200812 1 002 NIP. 19670610 199003 1 022
HENTI JANTUNG (CARDIAC ARREST)
1. Pengertian
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit
jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan
sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010).
Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian
sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti
jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.

2. Faktor predisposisi
Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah: Laki-laki
usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena cardiac arrest satu
berbanding delapan orang, sedangkan pada wanita adalah satu berbanding 24 orang.
Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang
dengan faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti hipertensi,
hiperkholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan risiko terjadinya cardiac
arrest (Iskandar,2008). Menurut American Heart Association (2010), seseorang
dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi: a)
Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu. b) Penebalan otot
jantung (Cardiomyopathy). c) Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan
untuk jantung. d) Kelistrikan jantung yang tidak normal. e) Pembuluh darah yang
tidak normal. f) Penyalahgunaan obat.
a) Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain;
jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu
cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam
bulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode
risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung
atherosclerotic.
b) Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya
karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang
cenderung untuk terkena cardiac arrest.
c) Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena beberapa
kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru
merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi
seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa
mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah
(misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang
mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d) Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal
seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang QT yang
memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
e) Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari
dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda.
Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang
berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan
tadi.
f) Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya
cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada
organ jantung.

3.Tanda-tanda cardiac arrest


Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118
(2010) yaitu:
a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di
pundak ataupun cubitan.
b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan
pernafasan dibuka.
c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

4.Proses terjadinya cardiac arrest


Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia:
fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA),
dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
a) Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak,
pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung
hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan
adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
b) Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karenaadanya
gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan
konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel
kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang
sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil,
pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus
VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),
pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah
pilihan utama.
c) Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR
adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
d) Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini
tindakan yang harus segera diambil adalah CPR. (Diklat Ambulans Gawat
Darurat 118, 2010).
PATHWAY

Penyakit Jantung /kelainan jantung Kelaianan pembuluh darah Obat-Obatan,Merokok


(Hipertensi, Infark Miokard, Aritmia (arterosklerosis, spasme arteri)
Demam rematik, kardiomiopati, dsb)


Kematian sel otot jantung


Cardiac Arrest

Jantung Kekurangan O2 Aliran Darah Kejantung


Menurun

↓ ↓
Suplai O2 Ke Jaringan Tidak Adekuat O2 Dan Nutrien Menurun


Hipoksia Serebral Pembuluh Darah Jaringan Miokard Iskemik

↓ ↓ ↓
Vasokonstriksi Suplai Dan Kebutuhan O2
Penurunan Kesadaran Ke Jantung Tdk Seimbang

↓ ↓ ↓
Pola Nafas Tidak Efektif Metabolisme Iskemia Otot Jantung

↓ ↓
Akral Dingin Kontrak Miokardium


Gangguan Perfusi Jaringan Perifer Penurunan Curah Jantung
5. Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka
waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung (Diklat
Ambulans Gawat Darurat 118,2010). Kondisi tersebut dapat dicegah dengan
pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas
maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin
mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang
diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan
memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang
mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti
meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi)
sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban
cardiac arrest sebesar 64% (American Heart Assosiacion.2010).

6. Resusitasi Jantung Paru / Cardio Pulmonary Resusitation


a. Pengertian
Menurut Wong, yang dikutip dalam (Krisanty.dkk, 2009), Resusitasi Jantung-
Paru (RJP) adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru.
Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar
yang bertujuan untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke
kondisi layak, dan mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan ke kondisi
normal (Nettina, 2006).
b. Prosedur Cardio Pulmonary Resusitation
Penanganan korban cardiac arrest dikenal istilah rantai untuk bertahan hidup
(chin of survival); cara untuk menggambarkan penanganan ideal yang harus
diberikan ketika ada kejadian cardiac arrest. Jika salah satu dari rangkaian ini
terputus, maka kesempatan korban untuk bertahan hidup menjadi berkurang,
sebaliknya jika rangkaian ini kuat maka korban mempunyai kesempatan besar
untuk bisa bertahan hidup.
Menurut (Thygerson,2006), dia berpendapat bahwa chin of survival terdiri
dari 4 rangkaian: early acces, early CPR, early defibrillator,dan early advance
care.
a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan tanda
awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS.
b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan otak,
sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang.
c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera ke
jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan
peralatan bantuan pernafasan.
Ketika jantung seseorang berhenti berdenyut, maka dia memerlukan tindakan
CPR segera. CPR adalah suatu tindakan untuk memberikan oksigen ke paru-paru
dan mengalirkan darah ke jantung dan otak dengan cara kompresi dada. Pemberian
CPR hampir sama antara bayi (0-1 tahun), anak(1-8 tahun), dan dewasa (8
tahun/lebih), hanya dengan sedikit variasi (Thygerson,2006). Sebelum pelaksanaan
prosedur, nilai kondisi pasien secara berturut-turut: pastikan pasien tidak sadar,
pastikan tidak bernafas, pastikan nadi tidak berdenyut, dan interaksi yang konstan
dengan pasien (Krisanty. dkk,2009). Prosedur CPR menurut
(Nettina,2006;Thygerson,2006), adalah terdiri dari airway, breathing dan
circulation:
a) Menentukan ketiadaan respon/Kebersihan Jalan Nafas (airway):
1) Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan menepuk atau
menggoyangkan pasien sambil bersuara keras “Apakah anda baik-baik saja?”
Rasionalisasi: hal ini akan mencegah timbulnya injury pada korban yang
sebenarnya masih dalam keadaan sadar.
2) Apabila pasien tidak berespon, minta seseorang yang saat itu bersama kita untuk
minta tolong (telp:118). Apabila kita sendirian, korbannya dewasa dan di tempat
itu tersedia telepon, panggil 118. Apabila kita sendiri, dan korbannya
bayi/anakanak, lakukan CPR untuk 5 siklus (2 menit), kemudian panggil118.
3) Posisikan pasien supine pada alas yang datar dan keras, ambil posisi sejajar
dengan bahu pasien. Jika pasien mempunyai trauma leher dan kepala, jangan
gerakkan pasien, kecuali bila sangat perlu saja. Rasionalisasi: posisi ini
memungkinkan pemberi bantuan dapat memberikan bantuan nafas dan kompresi
dada tanpa berubah posisi.
4) Buka jalan nafas
i. Head-tilt/chin-lift maneuver: letakkan salah satu tangan di kening pasien, tekan
kening ke arah belakang dengan menggunakan telapak tangan untuk
mendongakkan kepala pasien. Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang
lainnya di dagu korban pada bagian yang bertulang, dan angkat rahang ke depan
sampai gigi mengatub. Rasionalisasi: tindakan ini akan membebaskan jalan
nafas dari sumbatan oleh lidah.
ii. Jaw-thrust maneuver: pegang sudut dari rahang bawah pasien pada masing
masing sisinya dengan kedua tangan, angkat mandibula ke atas sehingga kepala
mendongak. Rasionalisasi: teknik ini adalah metode yang paling aman untuk
membuka jalan nafas pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher.
b) Pernafasan (Breathing)
1) Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara pandangan kita arahkan
ke dada pasien, perhatikan apakah ada pergerakan naik turun dada dan rasakan
adanya udara yang berhembus selama expirasi. (Lakukan 5-10 detik). Jika
pasien bernafas, posisikan korban ke posisi recovery (posisi tengkurap, kepala
menoleh ke samping). Rasionalisasi: untuk memastikan ada atau tidaknya
pernafasan spontan.
2) Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasan mouth to mouth atau dengan
menggunakan amfubag. Selama memberikan bantuan pernafasan pastikan jalan
nafas pasien terbuka dan tidak ada udara yang terbuang keluar. Berikan bantuan
pernafasan sebanyak dua kali (masing-masing selama 2-4 detik). Rasionalisasi:
pemberian bantuan pernafasan yang adekuat diindikasikan dengan dada terlihat
mengembang dan mengempis, terasa adanya udara yang keluar dari jalan nafas
dan terdengar adanya udara yang keluar saat expirasi.
c) Circulation
Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap mempertahankan
terbukanya jalan nafas dengan head tilt-chin lift yaitu satu tangan pada dahi pasien,
tangan yang lain meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral selama 5
sampai 10 detik. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai dengan kompresi dada.
1) Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian pangkal dari
salah satu tangan pada daerah tengah bawah dari sternum (2 jari ke arah cranial
dari procecus xyphoideus). Jari jari bisa saling menjalin atau dikeataskan
menjauhi dada. Rasionalisasi: tumpuan tangan penolong harus berada di
sternum, sehingga tekanan yang diberikan akan terpusat di sternum, yang mana
akan mengurangi resiko patah tulang rusuk.
2) Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak berada tegak
lurus dengan kedua tangan, dengan cepat dan bertenaga tekan bagian tengah
bawah dari sternum pasien ke bawah, 1 - 1,5 inch (3,8 - 5 cm)
3) Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal. Lamanya
pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya pemberian tekanan. Tangan
jangan diangkat dari dada pasien atau berubah posisi. Rasionalisasi: pelepasan
tekanan ke dada akan memberikan kesempatan darah mengalir ke jantung.
4) Lakukan CPR dengan dua kali nafas buatan dan 30 kali kompresi dada. Ulangi
siklus ini sebanyak 5 kali (2 menit). Kemudian periksa nadi dan pernafasan
pasien. Pemberian kompresi dada dihentikan jika: a) telah tersedia AED
(Automated External Defibrillator). b) korban menunjukkan tanda kehidupan. c)
tugas diambil alih oleh tenaga terlatih. d) penolong terlalu lelah untuk
melanjutkan pemberian kompresi. Rasionalisasi: bantuan nafas harus
dikombinasi dengan kompresi dada. Periksa nadi di arteri carotis, jika belum
teraba lanjutkan pemberian bantuan nafas dan kompresi dada.
5) Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga menyiapkan
perlengkapan khusus resusitasi untuk memberikan perawatan definitive.
Rasionalisasi; perawatan definitive yaitu termasuk di dalamnya pemberian
defibrilasi, terapi obat-obatan, cairan untuk mengembalikan keseimbangan
asam-basa, monitoring dan perawatan oleh tenaga terlatih di ICU.
6) Siapkan defibrillator atau AED (Automated External Defibrillator) segera. CPR
yang diberikan pada anak hanya menggunakan satu tangan, sedangkan untuk
bayi hanya menggunakan jari telunjuk dan tengah. Ventrikelbayi dan anak
terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan harus dilakukan di bagian
tengah tulang dada.

7. Pemeriksaan Diagnosis
a. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika
dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh
lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase
listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena
cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan
bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal,
seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
b. Tes darah
1. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac
arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting
apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
2. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang
ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah
mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls
listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan
sudden cardiac arrest.
3. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan
obat-obatan terlarang.
4. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai
pemicu cardiac arrest.
a. Imaging tes
1. Pemeriksaan Foto
Torak Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh
darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
2. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi
masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti
thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat
mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.
3. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah
jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada
kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
b. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung Anda belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia, sementara dokter memonitor jantung Anda. Tes ini dapat membantu
menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan
denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di area
jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik
melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk
merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin memicu -
atau menghentikan – aritmia. Hal ini memungkinkan dokter untuk mengamati
lokasi aritmia.
c. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest
adalah seberapa baik jantung Anda mampu memompa darah. Dokter dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi
ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari
ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70
persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac
arrest. Dokter Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti
dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda,
pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT) scan
jantung.
d. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi
penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh
darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama
prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung
panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri
di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-
ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara
kateter diposisikan, dokter mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan
angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

8. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah:
a. Hipoksia jaringan ferifer
b. Hipoksia Cerebral
c. Kematian
9. Penatalaksanaan cardiac Arrest
1. RJP (Resusitasi Jantung Paru)
Adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan
henti nafas/ henti jantung atau (yang dikenal dengan istilah kematian klinis) ke
fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.
a. Kontraindikasi
Orang yang diketahui berpenyakit terminal dan yang telah secara klinis mati
lebih dari 5 menit.
b. Tahap-tahap resusitasi
Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi dalam 3 tahap dan pada setiap
tahap dilakukan tindakan-tindakan pokok yang disusun menurut abjad:
1. Pertolongan dasar (basic life support)
o Airway control, yaitu membebaskan jalan nafas agar tetap terbuka dan bersih.
o Breathing support, yaitu mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru secara
adekuat.
o Circulation support, yaitu mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat
jantung.
2. Pertolongan lanjut (advanced life support)
o Drug & fluid, yaitu pemberian obat-obat dan cairan
o Elektrocardiography, yaitu penentuan irama jantung
o Fibrillation treatment, yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel
3. pertolongan jangka panjang (prolonged life support)
o Gauging, yaitu memantau dan mengevaluasi resusitasi jantung paru,
pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya
penderita diselamatkan dan diteruskan pengobatannya.
o Human mentation, yaitu penentuan kerusakan otak dan resusitasi cerebral.
o Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka panjang.
Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan
pasien / mengembalikan fungsi cardiovascular. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu
sebagai berikut:
Tahap I:
o Berikan bantuan hidup dasar
o Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.
o Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.
Jika nadi tidak teraba:
Satu penolong: tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.
Dua penolong: tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.
Tahap II:
o Bantuan hidup lanjut.
o Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.
Langkah berikutnya:
o Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika
diperlukan. Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti
jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut
nadi.
o Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh :
Defibrilasi : DC Shock.
o Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
o Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien. Pasien yang
tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai
fasilitas lebih lengkap.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian subjektif
Saat memerlukan data subyektif perlu di pertimbangkan budaya
pasien,kemampuankognitif dan tingkat pertumbuhaan. Pengkajian tentang keluhan
nyeri termasuk tingkat keparahan, lokasi durasi, dan intensitas nyeri dengan
menggunakan mnemonic PQRST. Mnemonic PQRST untuk pengkajian nyeri.
P: Provokativ/Palliative
Apa yang menjadi penyebab,apakah ada hal yang menyebabkan kondisi
memburuk/membaik.apa yang di lakukan jika sakit/nyeri timbul. Apakah nyeri ini
sampai mengganggu tidur.
Q : Quallity/kualitas.
Seberapa berat keluhan di rasa, atau bagaimana rasanya.
R : Segion/radiasi.
Apakah sakitnya menyebar,seperti apa penyebarannya.
S : Skala severity
Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaranskala nyeri atau
ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran.
T : Time/waktu
Kapan keuhan tersebut mulai di rasakan/di temukan atau seberapa sering keluhan
tersebut di rasakan.
Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan lengkap dan pengkajian subjektif secara
detail jarang di lakukan atau di butuhkan.pengkajian di unit gawat darurat lebih di
fokuskan pada keluhan utama yamg di rasakan pasien.
2. Pengkajian objektif
Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da di ukur meliputi
TTV, BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik, hasil perekaman EKG,serta tes
diagnostik.

3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha pasien.Apakah
pasien sadar atau tidak, penampilan secara umum pasien (general apperance)
Rapi atau berantakan, melihat apakah pasien bernapas dengan tersengal-
sengal, bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada
memar, perdarahan, atau bengkak. Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh
apakah ada nyeri, gangguan neurologis,orthopedi, dan status mental.
b. Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantungdan suara
peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi.Lakukan
pemeriksaan auskultasi sebelum di lakukan palpasi dan perkusi.
c. Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur
kulit,sensitifitas, tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi ringan untuk
memeriksa denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan palpasi dalam
dapat di gunakan untuk mengidentifikasi adanya massa, nyeri,ukuran, organ
dan adanya kekakuan.
d. Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau kepadatan
tulang dan dapat di gunakan untuk membedakan struktur
padat, berongga, atau adanya cairan.
4. Pengkajian neurologis
Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran
pasien.untuk mengetahui status neurologis dan mencatat perubahan setiap saat
maka dapat di gunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan pediatrik
glasgow coma scale pada anak-anak yang belum bisa bicara.
5. Pengkajian kardiovaskuler
Gunakan EKG 12 lead untk mengetahui atau menilai adanya abnormalitas irama.
a. Suara jantung.
b. Murmur.
c. Efusi perikat/tamponade.
d. Perfusi.
6. Pernapasan
Suara napas di kelompokan menjadi, trakheal, bronkhiale, vesikuler, dan
bronkovesikuler. Suara napas abnormal (berat) termasuk
stridor, ronkhi,rales, terputus-putus, dan sulit bernapas.
7. Gastrointestinal
Pengkajian subjektif perlu di kaji/pemeriksaan sistem gastrointestinal.Apakah ada
riwayat gastritis, sirosis hepatis, appendisitis, dan pankreatitis,dll. apakah ada gaya
hidup yang mempengaruhi masalah gastrointestinal.
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b/d inspirasi dan /atau ekspirasi yang tidak
adekuat.
Tujuan/kriteria evaluasi menurut NOC:
1) Menunjukan pola pernapasan yang efektif,dibuktikan dengan status yang
tidak berbahaya: ventilasi dan status tanda vital.
2) Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
3) Menunjukan status pernapasan, ventilasi tidak terganggu seperti:
a. Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.
b. Ekspansi dad simentris.
c. Tidak ada penggunaan otot bantu.
d. Bunyi napas tambahan tidak ada.
e. Napas pendek tidak ada.
Intervensi prioritas NIC:
Aktivitas keperawatan
1. Pantau adanya pucat dan sianosis.
2. Pantau efek obat pada waktu respirasi.
3. Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
4. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan
ventilator.
Pendidikan untuk pasien dan keluarga
1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
meningkatkan pola napas.
2. Instruksikan kepada pasien /keluarga bahwa mereka harus memberi tahu
perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola napas.
3. Informasikan kepada keluarga untuk tidak merokok di ruangan.
4. Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah, meliputi
pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi, dan sumber-
sumber komunitas.
Aktivitas kolaborasi
a. Rujuk kepada ahli therapy pernapasan untuk memastikan keadekuatan
fungsi ventilator mekanis.
b. Laporkan perubahan sensori ,bunyi napas, pola pernapasan, nilai
GDA, sputum dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhan atau protokol.
c. Berikan tindakan nebulizer ultrasonik dan udara pelembab atau oksigen
sesuai kebutuhan.
d. Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola pernapasan.

2. Penurunan curah jantung b/d perubahan preload, afterload,dan kontraktilitas.


Tujuan /kriteria evaluasi menurut NOC :
1) Menunjukan curah jantung yang memuaskan di buktikan dengan keefektifan
pompa jantung,status sirkulasi,perfusi jaringan (organ abdomen),dan perfusi
jaringan (perifer).
2) Menunjukan status sirkulasi di buktikan dengan indikator kegawatan sbb:
a. Tekanan darah sistilik,diastolik dalam batas normal.
b. Denyut jantung dalam batas normal.
c. Tekanan vena sentral dan tekanan dala paru dbn.
d. Hipotensi ortostatis tidak ada
Intervensi prioritas NIC:
Aktivitas keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status
pernapasan, dan status mental.
2. Pantau tanda kelebihan cairan,misalnya: edema pada bagian tubuh yang
tergantug/bawah.
3. Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan awal napas
pendek, nyeri, palpitasi, atau pusing.
Pendidikan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen pernasal kanula /masker.
2. Instruksikan tenteng mempertahankan keakuratan asupan dan haluaran.
3. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan
nyeri,durasi,faktor yang menyebabkan,daerah kualitas,dan intensitas.
4. Berikan informasi untuk teknik penurunan stress sepeti boifeed back
,relaksasi otot progresif,meditasi dan latihan.
Aktivitas kolaborasi
1. Rujuk pada dokter menyagkut parameter pemberian/penghentian obat
tekanan darah.
2. Tingkatkan penurunan afterload.
3. Berikan anti kogulan untuk mencegah pembetukan trombus perifer,sesuai
dengan program atau potokol.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). 2010. Metabolic risk for cardiovascular


disease edited by Robert H. Eckel. Wiley - Blackwell Publishing.
Doenges Marilynn E .2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta: EGC.
Emergency nurse assosiation. 2005. sheehy’s of emergency care. Edisi ke 6.
Philadelphia: mosby Elsevier.
Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mackway, Kevin. et al. 2006. Emergency Triage. USA: Blackwell Publishing.
American Heart Association (AHA). 2011. Metabolic risk for cardiovascular
disease edited by Robert H. Eckel. Wiley - Blackwell Publishing.

Anda mungkin juga menyukai