Anda di halaman 1dari 154

DAFTAR JUDUL KETERAMPILAN CSL 6

Judul Jumlah Jumlah


Blok No Penugasan
Keterampilan Minggu Pertemuan
-

GastroIntesti 1 Anamnesis
1 2 Kali
nal Penyakit
Gastrointestinal
2 Pemeriksaan 1 2 kali -
Fisik Abdomen
Lanjut
3 Pemasangan NGT 1 2 kali -

Konseling
4 1 2 kali -

Membuat materi
Ikakom & media
Penyuluhan
5 1 2 Kali penyuluhan dgn
Massal
topik yg
ditentukan
6 Home Visit 1 1 kali Membuat berkas
keluarga

Pemeriksaan
7 1 2 Kali -
Neurologis 1

Pemeriksaan
8 1 2 Kali -
Neuro- Neurologis 2
Behaviour
dan Psikiatri 9 MMSE 1 2 Kali -

Melihat &
Anamnesis &
Mencari Video
10 Pemeriksaan 1 2 Kali
Pemeriksaan
Psikiatri
Psikiatri
ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL
dr. Dina Tri Amalia

A. TEMA:
Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Gastrointestinal

B. TUJUANPEMBELAJARAN

3. Tujuan instruksionalumum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit gastrointestinal dengan baik dan benar
4. Tujuan instruksionalkhusus
 Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secaraurut
 Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup diakhir
 Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan permasalahan
terutama masalah penyakitgastrointestinal
 Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yangbaik
 Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yangbaik
 Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden
 Mahasiswa dapat menghindari sikapinterogasi
 Mahasiswa dapat melakukan crosscheck
 Mahasiswa dapat bersikapnetral
 Mahasiswa dapat melaksanakan umpanbalik
 Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta menyimpulkan
hasilanamnesis.

C. ALAT DANBAHAN
 PasienSimulasi
 Meja dan kursiperiksa

D. SKENARIO
Seorang pasien laki-laki berumur 25 tahun, datang ke praktek anda dengan keluhan mual dan kembung,
disertai badan lemas sejak 2 hari yang lalu . Lakukan anamnesis pada pasien tersebut.

E. DASARTEORI

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan
langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali,
orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis. Termasuk di
dalam alloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekaman medik, dan
semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri.
Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan keberhasilannya untuk
sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan
anamnesis, diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu
terdiri atas komunikasi verbal dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus
dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik
maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.

Pada penyakit gastrointestinal keluhan yang dirasakan pasien dapat berkaitan dengan gangguan lokal/
intralumen saluran cerna (misalnya adanya ulkus duodeni, gastritis dan sebagainya) atau dapat pula
disebabkan oleh penyakit sistemik (misalnya diabetes melitus), sehingga diperlukan anamnesis yang
teliti, akurat dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan
dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
untuk menegakkan diagnosis. Terdapat beberapa gejala/kumpulan gejala/ keluhan yang karakteristik
untuk penyakit gastrointestinal yang dikemukakan oleh pasien dan perlu diperoleh persepsi yang sama
oleh dokter yang memeriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang baik. Sakit perut yang
dikeluhkan oleh pasien harus dijabarkan dan diinterpretasikan dengan baik agar diperoleh data apakah
sakit perut tersebut merupakan nyeri epigastrik, kolik bilier, kolik usus atau suatu nyeri akibat
rangsang. peritoneal. Tidak jarang pula suatu keluhan tertentu diekspresikan secara berbeda, terutama
dalam istilah, tergantung pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya pasien.

Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit GI dan perkiraan penyakit
yang mendasarinya, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis penyakit tersebut:
1. Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala yang
terdiri nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,muntah,sendawa, rasa cepat
kenyang, perut rasa penuh/begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan
bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan
maupun kualitasnya.
Etiologi dispepsia:
 Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster/ duodenum, gastritis,
tumor, infeksi Helicobacterpylori.
 Obat- obatan : OAINS, aspirin, beberapa jenis antibiotikdsb.
 Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitiskronik.
 Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
 Bersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti
adanya kelainan/gangguan organik/ struktural biokimia. Dikenal sebagai dispepsia
fungsional atau dispepsia nonulkus.

2. Disfagia
Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung. Pasien mengeluh sulit
menelan atau makanan terasa mengganjal di leher/ dada atau makanan terasa tidak turun ke
lambung. Harus dibedakan dengan odinofagia (rasa sakit waktu menelan). Disfagia dapat
disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan
fase esofageal. Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke
hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia
fase esofageal, pasien mampumenelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal
atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama
terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi pula pada
makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural.
Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah gangguan
neuromuskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya proses
keganasan.

Etiologi disfagia:
 Fase orofaringeal: penyakit serebrovaskular, miastenia gravis, kelainan muskular,
tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter esofagusatas.
 Fase esofageal: inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web, penekanan dari luar
esofagus, akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma.

3. Mual dan muntah


Pada umumnya keluhan ini merupakan bagian dari sindrom dispepsia. Etiologi:
 Obat-obatan: OAINS, digoksin,eritromisin,dsb
 Gangguan susunan saraf pusat: tumor, perdarahan intra kranial, infeksi, motion
sickness, gangguan psikiatrik, gangguanlabirin.
 Gangguan GI dan peritoneal: gastric outlet obstruction, obstruksi usus halus,
gastroparesis, pankreatitis, hepatitis akut,kolesistitis
 Gangguan metabolik endokrin: uremia, ketoasidosis diabetik, penyakit tiroid.

Setiap kasus muntah harus harus dinilai keadaan sistemik yang menyertainya serta adanya
keluhan neurologi seperti nyari kepala hebat, vertigo, rasa lemas yang mencolok dan sebagainya.
Muntah yang disertai nyeri perut hebat harus diwaspadai adanya rangsang peritoneum, obstruksi
intestinal akut, atau penyakitpankreatobilier.

4. Perdarahan salurancerna
Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna dapat timbul mulai dari yang seolah ringan, misalnya
perdarahan tersamar sampai keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah
darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat juga bermanifes dalam bentuk
keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya banyak. Melena (feses berwarna hitam)
biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal
kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Hematoskezia (darah segar keluar per anum)
biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses
berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).

Etiologi:
 Saluran cerna bagian atas (SCBA): pecahnya varises esofagus, perdarahan tukak peptik,
gastritis erosif (terutama akibat OAINS), gastropati hipertensi porta,
esofagitis,tumor,dsb.
 Saluran cerna bagian bawah (SCBB): kolitis (infeksi, radiasi, iskemik), tumor,
divertikulosis, inflammatory bowel disease (IBD),hemoroid.
5. Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dan konsistensi
feses menjadi cair. Diare dapat digolongkan menjadi diare akut atau bila berlangsung lebih dari
dua minggu dikategorikan sebagai diarekronik.

Diare akut
Etiologi: virus, protozoa (Giardia lamblia, Entamoeba hystolitica), bakteri: yang memproduksi
enterotoksin (S.aureus, C.perfringens, E.coli, V.cholera, C.difficile) dan yang menimbulkan
inflamasi mukosa usus (Shigella, Salmonella sp, Yersinia), iskemia intestinal, kolitis
radiasi,IBD.

Untuk diare akut perlu ditanyakan adanya riwayat makan makanan tertentu (terutama makanan
siap santap) dan adanya keadaan yang sama pada orang lain, sangat mungkin merupakan
keracunan makanan yang disebabkan oleh
toksin bakteri. Adanya riwayat pemakaian antibiotik yang lama, harus dipikirkan kemungkinan
diare karena C.difficile. Diare yang terjadi tanpa kerusakan mukosa usus (non inflamatorik ) dan
disebabkan oleh toksin bakteri (terutama E.coli), biasanya mempunyai gejala feses benar-benar
cair, tidak ada darah, nyeri perut terutama daerah umbilikus, kembung, mual dan muntah. Bila
muntahnya sangat mencolok, biasanya disebabkan oleh virus atau S.aureus dalam bentuk
keracunan makanan. Bila diare dalam bentuk bercampur darah, lendir dan demam, biasanya
disebabkan oleh kerusakan mukosa usus akibat invasi shigella, salmonella atauamoeba.

Diare kronis
Etiologi:
 Diare osmotik: disebabkan osmolaritas intralumen usus lebih tinggi daripada
osmolaritas serum, misalnya pada intoleransi laktosa, obat laksatif (laktulosa,
magnesium sulfat), obat(antasid)
 Diare sekretorik: sekresi intestinal berlebih dan berkurangnya absorbsi menimbulkan
diare yang cair dan banyak, misalnya akibat tumor endokrin, malabsorbsi garam
empedu, laksatifkatartik
 Diare karena gangguan motilitas: disebabkan oleh transit usus yang cepat atau justru
karena stasis yang menimbulkan perkembangan berlebih bakteri intralumen usus,
misalnya pada irritabel bowel syndrome.
 Diare inflamatorik: akibat faktor inflamasi sepertiIBD
 Malabsorpsi: akibat penyakit usus halus, reseksi sebagian usus, obstruksi limfatik,
defisiensi enzim pankreas, pertumbuhan bakteri berlebih.
 Infeksi kronik: G.lamblia, E. Hystolitica, nematodausus

6. Konstipasi
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi BAB,
sensasi tidak puas/lampias BAB, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses keras.
Frekuensi BAB normal adalah 3 kali dalam sehari sampai 3 hari sekali.
Etiologi:
 Pola hidup : diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan BAB tidak teratur,
kurangolahaga.
 Obat-obatan : antikolinergik, penyekat kalsium, alumunium hidroksida, suplemen besi
dan kalsium, opiat (kodein ,morfin).
 Kelainan struktur kolon : tumor, striktur, hemoroid, abses perineum, megakolon
 Penyakit sistemik : hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetesmelitus
 Penyakit neurologik: hirschprung, lesi medula spinalis, neuropati otonom
 Disfungsi otot dinding dasarpelvis
 Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksikronik
 Irritable bowel syndrome tipekonstipasi

7. Nyeriperut
Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik (seperti regangan, spasme)
atau kimiawi (seperti inflamasi, iskemik). Nyeri visceral bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar
batas lokasinya. Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya lebih
jelas. Ujung saraf nyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas pada kapsulanya, jadi rasa
nyeri timbul bila ada regangan karena pembesaran organ. Referred pain dapat dijelaskan pada
keadaan dimana serat nyeri visceral dan serat somatik berada pada satu tingkat di susunan
sarafspinal.
Etiologi:
 Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, appendisitis, pankreatitis,dsb
 Kelainan mukosa visceral : tukak peptik, esofagitis,dsb
 Obstruksi visceral : ileus obstruksi, kolik bilier,dsb
 Regangan kapsul organ: hepatitis, pielonefritis,dsb
 Gangguan vaskular: iskemia atau infarkintestinal
 Gangguan motilitas: irritable bowel disease, dispepsiafungsional
 Ekstra abdominal: herpes, trauma muskuloskeletal,dsb

Lokasi nyeri:
 Daerah epigastrium: kemungkinan dugaan sumber nyeri pada organ gaster, pankreas
danduodenum.

 Periumbilikus: kemungkinan sumber nyeri pada usus


halus/duodenum.
 Kuadran kanan atas: kemungkinan sumber nyeri pada hati,duodenum, atau
kandungempedu.
 Kuadran kiri atas: kemungkinan sumber nyeri di pankreas, limpa, gaster,kolon
atauginjal.

Kualitas nyeri: pada dasarnya harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada obstruksi intestinal dan
bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada
kolesistitis, rasa panas seperti pada esofagitis, dan appendisitis tidak jarang menimbulkan rasa
nyeri tumpul dan menetap.

Intensitas nyeri: pada keadaan akut, intensitas nyeri dapat diurut berdasarkan intensitas nyeri yang
paling hebat sampai ke relatif ringan yaitu: perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal, ileus
obstruksi, kolesistitis, appendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan esofagitis. Sedangkan nyeri
kronik lebih sulit menentukannya karena banyak faktor psikologis yang berperan.

Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri: bila nyeri dapat diringankan dengan minum
antasid maka kemungkinan menderita tukak peptik (terutama tukak duodenum). Pada penyakit
kolon, rasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Nyeri pada penyakit pankreas dan juga
iskemia intestinal sering terjadi setelah makan.

F. PROSEDUR

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat pribadi.

1. IdentitasPasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Kesalahan identifikasi
pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum. Identitas diperlukan untuk
memastikan bahwa pasien yang
dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data
penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.

Identitas meliputi:
 Nama lengkappasien
 Umur atau tanggallahir
 Jeniskelamin
 Alamat
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Sukubangsa
 Agama.

2. KeluhanUtama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang membawanya pergi ke dokter
untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah. Dalam
menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami
hal tersebut. Contoh: buang air besar encer seperti cucian beras sejak 3 jam lalu. Perlu diketahui
bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan yang pertama disampaikan oleh pasien. Pasien sering
mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya bukan masalah pokok atau keluhan utama pasien tersebut,
misalnya mengeluh lemas dan tidak nafsu makan sejak beberapa hari lalu, tetapi sesungguhnya ia
menderita demam yang tidak diceritakan segera pada waktu ditanyakan dokter.

3. Riwayat PenyakitSekarang

Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan
kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai pasien datang berobat. Pasien diminta
menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang
keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan
penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan pasien,
tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi melakukan interpretasi dari apa yang
dikatakan oleh pasien. Dalam
mewawancaraipasiengunakanlahkalimatterbuka(katatanyaapa,mengapa,
bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak sehingga pasien hanya
dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas sesuatu yang kurang jelas.

Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut:


1. Waktu dan lama keluhanberlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus- menerus, hilang
timbul, cenderung bertambah berat atauberkurang.
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atauberpindah-pindah.
4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau terus-
menerus tidak mengenalwaktu
5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau
bertambah ringan jikaberistirahat.
6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului
serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan
7. Apakah keluhan pertama kali atau sudahberulang
8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankanserangan.
9. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yangsama
10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis
obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan medis yang dilakukan (riwayat
pengobatan kuratif maupunpreventif)
Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis
diferensial.

4. Riwayat penyakitdahulu

Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah


diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan,
operasi, riwayat alergi obat dan makanan. Obat -obatan yang pernah diminum oleh pasien juga
harus
ditanyakan, termasuk pengobatan dengan steroid, pengobatan antibiotik, OAINS, kontrasepsi,
transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan
medis, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya.

5. Riwayat penyakit dalamkeluarga


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau penyakit infeksi. Pada
penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran
.
6. Riwayatpribadi

Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu juga
ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah
keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah
kebiasaan berolahraga, riwayat merokok, minuman alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan
dalam jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid, antibiotik) dan penyalahgunaan obat-obat
terlarang ( Narkoba). Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus
ditanyakan.

Anamnesis juga mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya,
sanitasi, sumber air minum, ventilasi, jamban, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.
Anamnesis mengenai pola diet/ kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga penting
ditanyakan. Misalnya, kebiasaan memakan makanan kurang serat, bersantan dan berminyak,
makanan siap saji, ataupun kurang minum air putih. Perlu juga ditanyakan riwayat bepergian,
mengingat adanya kejadian diare pada wisatawan (travellersdiarrhea).

G. DAFTARPUSTAKA
 Anonim. 2001. Buku Panduan Skill Lab FK UGM.Yogyakarta
 Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Ilmu Penyakit Dalam
FKUI:Jakarta
H. CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKITGASTROINTESTINAL

Nilai
No Prosedur/ Aspek Latihan
0 1 2
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Mengucapkan salam pada awal wawancara
2 Mempersilakan duduk berhadapan
3 Memperkenalkan diri
Informed
4
 menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang
sakitpasien
Consent
5
 Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis
jikadiperlukan
ITEM PROSEDURAL
Menanyakan identitas pasien :
Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu ditanyakan), alamat
lengkap, pekerjaan, agama dan suku bangsa.
6
Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi,tidak harus berurutan,
boleh diselang-seling saat anamnesis berlangsung

Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang

7 a. Menanyakan keluhan utama


Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama
8 b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan
c. Menggali informasi tentang riwayat penyakitsekarang
 waktu danlama
 sifat
9
 lokalisasi danpenyebaran
 hubungan dengan waktu danaktifitas
 keluhan yang mendahului dan menyertaiserangan
 keluhan muncul pertama kali/ sudahberulang
 faktor resiko dan pencetusserangan
 riwayat keluarga dengan keluhan yangsama
 perkembanganpenyakit
 upaya pengobatan &hasilnya
Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat penyakit yang
pernah diderita sebelumnya, adanya riwayat operasi, riwayat alergi obat
dan makanan, riwayat obat - obatan yang pernah diminum, riwayat
10
transfusi, riwyat imunisasi, dan riwayat pemeriksaan medis yang pernah
dilakukan sebelumnya).

11 Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga


(riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi dalam keluarga)

Menggali informasi tentang riwayat Pribadi (kebiasaan


berolahraga, riwayat merokok, minuman alkohol, kebiasaan
mengkonsumsi obat-obatandalam
12 jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid, antibiotik) dan
penyalahgunaan obat-obat terlarang, pola diet/ kebiasaan makan dan
minum, anamnesis mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, perlu
juga ditanyakan riwayat
bepergian)

ITEM PENALARAN KLINIS

13 Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa yang


dikatakan pasien)

14 Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang


jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
15 Mencatat semua hasil anamnesis
16 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis
ITEM PROFESIONALISME
17 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi
18 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
TOTAL
Keterangan :
0 : Tidakdilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidakbenar/lengkap/sempurna 2 :
Dilakukan dengan benar/lengkap/sempurna

11
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
PEMRIKSAAN FISIK ABDOMEN LANJUT
dr. Hanna Mutiara

A. TEMA

Keterampilan Klinis Pemeriksaan Fisik Abdomen (Lanjut)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan PembelajaranUmum:
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan abdomen secarakeseluruhan.
2. Tujuan PembelajaranKhusus:
Mahasiswa mampuuntuk:
 Melakukan auskultasi pembuluh darah tertentu pada areaabdomen.
 Melakukan pemeriksaan organ yang terdapat dalam abdomen (hepar, spleen, ginjal).
 Melakukan palpasi dinding abdomen, kolon, hepar, limpa, aorta, danrigiditas.
 Melakukan pemeriksaanasites.
C. LEVELKOMPETENSI

No. Jenis Kompetensi Level


Kompetensi
1. Inspection 1 2 3 4
2. Auscultation (bowel, sounds, bruits) 1 2 3 4
3. Percussion (especially liver, Traube’s area, bladder dullness) 1 2 3 4
4. Palpation (abdominal wall, colon, liver,spleen, aorta, rigidity) 1 2 3 4
5. Eliciting abdominal tenderness and rebound tenderness 1 2 3 4
6. Eliciting shifting dullness 1 2 3 4
7. Eliciting a fluid thrill 1 2 3 4
8. Eliciting renal tenderness 1 2 3 4

Catatan: dasar dan beberapa prosedur telah dipelajari pada CSL dengan
temapemeriksaan abdomen dasar. Harap mahasiswa mempelajarikembali.

D. ALAT DANBAHAN

1. Bedpemeriksaan
2. Mejadokter
12
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
3. Kursi dokter danpasien
4. Stetoskop
5. Alkohol70%
6. Penggaris

E. SKENARIO

Anda seorang dokter muda yang tengah jaga malam di UGD RS. Datang seorang pasien
dengan keluhan perut membesar sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga merasa mula dan perut terasa
penuh. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan tanda vital, Anda melakukan pemeriksaan
abdomen. Lakukanlah!

F. DASARTEORI

Pada CSL abdomen dasar telah dipelajari mengenai tahap pemeriksaan abdomen yang
mencakup inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Pelajari kembali dasar pemeriksaan abdomen
tersebut dan lanjutkan dengan pemeriksaan abdomen lanjut ini.
Pada pemeriksaan dengan auskultasi dapat ditemukan beberapa informasi yang penting
tentang bowel motility. Lakukanlah auskultasi sebelum melakukan perkusi ataupun palpasi. Lakukanlah
latihan auskultasi sesering mungkin sehingga Anda terbiasa dengan variasi normal dari suara pergerakan
usus dan dapat mendeteksi jika terdapat kecurigaan obstruksi atau inflamasi. Pada keadaan obstruksi,
dapat terdengar metalic sound. Pada auskultasi juga dapat terdengar bruits (desah sistolik) yang
merupakan suara turbulensi aliran darah. Titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah
diilustrasikan pada gambar berikut.

aort
a

a. renalis

a. illiaca

a. femoralis
Gambar 1. Titik-titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah.

13
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
PENILAIAN INFLAMASI PERITONEAL

Nyeri perut dan tegang, terutama berhubungan dengan spasme muskular, menandakan
kecurigaan inflamasi pada peritoneum parietal. Tentukan lokasi nyeri tersebut seakurat mungkin.
Sebelum palpasi, mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk tersebut menyebabkan
nyeri bertambah. Lalu palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada area yang tegang.
Kemudian perhatikan ‘rebound tenderness’. Tekan jari Anda secara perlahan kemudian
lepaskan tekanan tersebut dengan cepat. Perhatikan reaksi pasien. Tanyakan pasien apakah nyeri terasa
lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut dilepaskan. Kemudian minta pasien
untuk menunjukkan di mana nyeri tersebut terasa.
Nyeri yang terjadi atau meningkat saat penekanan dilepaskan dengan cepat disebut ‘rebound
tenderness’ yang merupakan hasil dari pergerakan cepat dari peritoneum yangmeradang.

PEMERIKSAAN HEPAR

Oleh karena sebagian besar hepar terletak di bawah costa, maka penilaiannya lebih sulit.
Ukuran dan bentuknya dapat diperkirakan dengan perkusi dan palpasi. Palpasi dapat pula menilai
permukaan, konsistensi, danketegangannya.
 Perkusi
Batas atas hepar dapat ditentukan dengan menemukan pekak hepar dengan melakukan
perkusi pada garis midclavicula kanan, pada saat terdapat perbedaan suara timpani menuju pekak
(telah dipelajari pada CSL abdomen dasar). Batas atas hepar penting untuk ditentukan terutama
pada pasien dengan kecurigaan hepatomegali untuk menyingkirkan kemungkinan hepatoptosis.
Batas bawah hepar dapat ditentukan dengan melakukan perkusi pada garis midclavicula
kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar pekak hepar.

14
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Gambar 2. Arah perkusi untuk menentukan batas pekak hepar.

Kemudian lakukan penilaian jarak vertikal batas hepar tersebut dalam centimeter.
Umumnya, hepar pria lebih besar dari pada wanita dan hepar orang berpostur tinggi lebih besar
dibandingkan orang berpostur pendek.
Normalnya ukuran hepar terdapat pada gambar berikut

4 – 8 cm di bawah procecus
xiphoideus (pada garis
midsternal)
6 – 12 cm pada garis midclavicula
kanan

Gambar 3. Ukuran hepar normal.

 Palpasi
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar dan menyangga costa
11 dan 12 kanan. Minta pasien untuk rileks. Tekan menuju depan untuk memudahkan tangan
kanan Anda meraba hepar.
Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan bawah pasien, lateral dari m.
rectus dan sejajar umbilicus. Minta pasien untuk bernafas dalam, lakukan palpasi ringan dan
dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien. Ulangi pemeriksaan
dengan menaikkan tangan kanan Anda menuju arcus costarum. Jika telah teraba, kurangi tekanan
Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar.
Normalnya heparlembut,

15
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
regular, permukaan halus dan berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm di
bawah arcus costarum kanan pada garis midclavicula.

Gambar 4. Teknik melakukan palpasi hepar.

Pada pasien tertentu, misalnya pasien obesitas, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan
dengan „teknik hooking‟. Anda berdiri sejajar dengan dada kanan pasien, tempatkan kedua
tangan di atas abdomen, di bawah batas bawah pekak hepar. Tekan dengan jari-jari Anda dengan
arah menuju arcus costarum, minta pasien untuk bernafas dalam dan Anda dapat melakukan
pemeriksaanhepar.

Gambar 5. Palpasi hepar dengan teknik hooking.

PEMERIKSAAN SPLEEN
Jika lien membesar akan ekspansi ke arah anterior, bawah, dan medial sehingga seringkali mengubah
suara timpani pada abdomen dan kolon dengan suara pekak dari organ padat. Lien dapat teraba di bawah
arcus costarum kiri. Perkusi tidak dapat memastikan terdapat pembesaran lien, namun dapat mendukung
kecurigaan. Palpasi dapat memastikan pembesaran organ tersebut.
 Perkusi
Terdapat 2 cara dalam mendeteksi splenomegaly, yakni:

16
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
1) Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksila anterior menuju garis mid
aksila pada ICS 9 (disebut Traube’s space). Umumnya akan terdengar suara timpani. Jika
terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara berupa timpani berkurang
ataupekak.

Anterior axillary
line
Midaxillary
line
Normal
spleen

Gambar 6. Posisi spleen.

2) PeriksasplenicpercussionsigndenganmelakukanperkusipadaICSkiriterbawah pada garis aksila


anterior (normalnya timpani). Kemudian minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi
kembali(norm
alnya tetaptimpani).

x
Titikperkusi
x
Anterior axillary

line

Midaxillary Negative spleenicpercussionsign Positive spleenic percussionsign


Gambar 7. Perkusi spleen.
line

 Palpas
iii
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar costa kiri bawah dan
tekan ke arah depan. Tempatkan tangan kanan Anda di bawah arcus costarum kiri dan tekan ke
arah dalam untuk menemukan lien. Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan.
Perhatikan kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costarum kiri.
Normalnya, pada beberapa persen orang dewasa lien batas lien tersebut dapat teraba.

17
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Gambar 8. Teknik palpasi spleen.

Ulangi pemeriksaan dengan pasien berbaring pada sisi sebelah kanan dengan tungkai
bawah fleksi pada sendi pinggul dan lutut. Pada posisi demikian, gravitasi akan memudahkan
palpasi lien.

Gambar 9. Teknik palpasi spleen.

Pembesaran lien dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit thalasemia, sirosis
hepar, malaria, thypoid dan sebagainya. Jika terdapat pembesaran lien, dapat menggunakan cara
schuffner atau hekat untuk mendeskripsikan pembesaran tersebut. Garis schuffner merupakan garis
imajiner yang ditarik dari arcus costarum kiri melalui umbilicus menuju SIAS kanan. Garis
tersebut dibagi menjadi 8 bagian dengan umbilicus sebagai titik tengah. Garis hekat merupakan
garis imajiner yang ditarik dari arcus costarum kiri menuju SIAS kiri. Garis tersebut dibagi
menjadi 4 bagian dan seringkali digunakan untuk mendeskripsikan pembesaran lien ke arah
vertikal.

18
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Gambar 10. Garis imajiner Schuffner.

PEMERIKSAAN GINJAL

Walaupun seringkali ginjal tidak dapat diraba, Anda dapat mempelajari dan berlatih
tekniknya.
 Palpasi GinjalKiri
Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar dengan costa 12 kiri. Dengan
ujung jari Anda, raihlah sudut costovertebra (costovertebral angel). Usahakan menekan ginjal ke
arah depan. Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan sejajar dari m. rectus.
Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi, usahakan untuk merasakan
ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua tangan Anda. Kemudian minta pasien untuk
menghembuskan nafas dan tahan sesaat, secara perlahan Anda melepaskan tekanan tangan kiri
Anda dan usahakan meraba ginjal pada posisi ekspirasi. Jika ginjal teraba, deskripsikan ukuran dan
konturnya.
Teknik lain, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeriksaan
lien (posisi pasien berbaring).

 Palpasi GinjalKanan
Untuk memeriksa ginjal kanan, pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien. Gunakan
tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan kanan Anda ditempatkan pada
kuadran kanan atas. Prosedur selanjutnya sama dengan palpasi ginjal kiri. Ginjal kanan normalnya
dapat teraba, terutama pada wanita berpostur kurus karena ginjal kanan terletak lebihanterior.

19
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Gambar 11. Teknik pemeriksaan ginjal kanan.
 Nyeri KetokGinjal
Pemeriksaan dapat dilakukan ketika memeriksa abdomen pada tiap sudut costovertebra.
Berikan tekanan dengan menggunakan ujung jari Anda atau dengan melakukan perkusi dengan
kepalan. Kepalkan tangan Anda dan pukulkan daerah sudut costovertebra dengan permukaan
ulnaris kepalan Anda. Pukulan dengan kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang
dalam keadaan normal. Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien. Jika Anda melakukan
pemeriksaan yang dicurigai mengalami kelainan pada ginjal, periksalah terlebih dahulu ginjal yang
tidak sakit.

Gambar 12. Teknik pemeriksaan nyeri ketok ginjal.

PEMERIKSAAN KANDUNG KEMIH (BLADDER)

Normalnya kandung kemih tidak dapat diraba terkecuali jika terdapat distensi diatas simfisis
pubis. Kandung kemih teraba halus dan bulat. Lakukan perkusi untuk

20
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
memeriksa pekak dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis. Jika
ditemukan kandung kemih bulging maka mintalah dahulu pasien untuk miksi untuk menghindari
overdiagnosis karena kandung kemih yang penuh dengan urine. Jika masih teraba, pikirkan
kemungkinan pembesaran prostat pada pasien pria atau gravida pada pasienwanita.

PEMERIKSAAN AORTA

Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri dari
umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta. Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan untuk menilai
lebar aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada tiap sisi aorta (lihat gambar).
Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5 cm).

Gambar 13. Teknik pemeriksaan aorta.

PEMERIKSAAN ASITES

Abdomen yang menonjol menimbulkan kecurigaan asites. Oleh karena cairan mempunyai
karakteristik mengikuti gravitasi, maka udara akan terdorong ke atas. Akan terdapat perubahan suara
perkusi timpani dan dull (pekak).

Gambar 14. Perkusi pada asites.

140
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
 Teknik PemeriksaanAsites
1) Test for ShiftingDullness
Dalam keadaan pasien berbaring, tentukan batas timpani dan pekak kemudian minta pasien
untuk berbaring ke salah satu sisi. Lakukan perkusi kembali dan beri tanda kembali batas
timpani-pekak. Pada pasien tidak asites, batas ini relatif tetap.

Gambar 15. Pemeriksaan asites dengan shifting dullness.


2) Test for a FluidWave
Dalam keadaan pasien berbaring terlentang, minta pasien atau asisten untuk meletakan kedua
tangannya pada pertengahan abdomen dan memberikan tekanan. Tekanan ini akan
menghentikan transmisi gelombang melalui lemak (gelombang perut). Letakkan kedua
tangan Anda pada kedua sis abdomen pasien. Ketika Anda menepuk salah satu sisi abdomen
pasien dengan ujung jari Anda, rasakan transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi
yang berlawanan.

Gambar 16. Pemeriksaan asites dengan Fluid Wave Test.

PEMERIKSAN KEMUNGKINAN APPENDISITIS

1. Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal. Minta pasien untuk batuk dan tanyakan
bagaimana dan di mana nyeri yangdirasakan.
2. Cari dan periksa ketengangan setempat (localtenderness).
3. Periksa muskularrigiditas.

141
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
4. Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita, pemeriksaan panggul. Teknik ini tidak terlalu
membantu Anda dalam membedakan appendiks yang normal dan meradang, namun dapat dapat
membantu dalam mengidentifikasi peradangan appendiks atipikal yang berlokasi dalam rongga
panggul. Hal ini juga dapat menyebabkan nyeri perut.
Beberapa pemeriksaan yang dapat membantu:

Gambar 16. Teknik pemeriksaan pada peradangan appendiks.

a) Periksa daerah yang tegang dan lakukan pemeriksaan reboundtenderness.


b) Lakukan pemeriksaan Rovsing’s sign dan referred rebound tenderness. Tekan
dalam pada kuadran kiri bawah kemudian lepaskan dengancepat.
c) Pemeriksaan psoas sign. Letakkan tangan Anda di atas lutut kanan pasien dan
minta pasien untuk mengangkat kakinya melawan tangan Anda. Atau minta
pasien untuk berbaring ke sisi kiri lalu luruskan tungkai bawah kanan pasien
pada sendi pinggul dan fleksikan sendi pinggul tersebut untuk membuat m.
psoaskontraksi.
d) Pemeriksaan obturator sign. Fleksikan pinggul kanan pasien dengan lutut
menekuk dan putar ke arah dalam.
e) Pemeriksaan cutaneous hyperesthesia. Cubitlah kulit abdomen pasien dengan
menggunakanibujaridanjaritelunjukAnda.Normalnyaakanmenimbulkanrasanye
ri.
142
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
G. PROSEDUR

1. Interpersonal
2. InspeksiAbdomen
3. Auskultasi Bising Usus (GerakPeristaltik)
 Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kananbawah.
 Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan frekuensinya.
 Normalnya akan terdengar suara „klik‟ atau „gurgles‟ dengan frekuensi 5 s.d. 12kali
per menit.
4. AuskultasiBruits

aorta
a

a. renalis

a. illiaca

a. femoralis

5. PemeriksaanHepar
 Perkusi batas atashepar
- Perkusi pada garis midcavicula kanan mulai ICS 1 ke bawah, tentukan perubahan suara
timpani –pekak
- Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas dalam dan perkusi kembali
batas tadi (pekak timpani)
 Perkusi batas bawahhepar
- Perkusi garis midclavicula kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju
atas sampai terdengar pekakhepar.
 Palpasihepar
- Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa 11 dan 12 kanan, minta
pasien untukrileks.
- Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan pasien, lateral dari m. rectus
sejajarumbilicus.
- Tekan tangan kiri Anda menuju depan untuk memudahkan tangan kanan Anda
merabahepar.

143
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
- Minta pasien untuk bernafas dalam, dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas
bawah hepar pasien.
- Ulangi pemeriksaan seraya menaikkan palpasi Anda menuju menuju arcus costarum.
- Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat
merasakan permukaan anterior hepar. Normalnya hepar lembut, regular, permukaan halus,
dan berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm di bawah arcus
costarum kanan pada garis midclavicula.
6. PemeriksaanSpleen
 Perkusi
- Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksila anterior menuju garis
mid aksila pada ICS 9 (disebut Traube’s space). Umumnya akan terdengar suara timpani.
Jika terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara berupa timpani berkurang
ataupekak.
- Splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri terbawah pada garis
aksila anterior (normalnyatimpani).
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali (normalnya tetap timpani).
 Palpasi
- Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar costa kiri bawah dan tekan ke
arahdepan.
- Tempatkan tangan kanan Anda di bawah arcus costarum kiri dan tekan ke arah dalam
untuk menemukanlien.
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan kontur lien dan
ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costarumkiri.

- Pemeriksaan dapat pula dilakukan dengan meminta pasien berbaring pada sisi sebelah
kanan dengan tungkai bawah fleksi pada sendi pinggul danlutut.
- Ulangipemeriksaan.

144
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
7. PemeriksaanGinjal
 Palpasi GinjalKiri
- Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar dengan costa 12kiri.
- Denganujungjari,raihlahsudutcostovertebradanusahakanmenekanginjalke arahdepan.
- Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan sejajar dari m. rectus.
- Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi, usahakan untuk merasakan
ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua tangan Anda.
- Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat, secara perlahan lepaskan
tekanan tangan kiri Anda dan usahakan meraba ginjal pada posisi ekspirasi.
- Deskripsikan ukuran dankonturnya.
 Palpasi GinjalKanan
- Pemeriksaan berada di sebelah kananpasien.
- Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan kanan Anda
ditempatkan pada kuadran kananatas.
- Prosedur selanjutnya sama dengan palpasi ginjalkiri.

 Nyeri KetokGinjal
145
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
- Pemeriksaan dilakukan dari belakangpasien.
- Kepalkan tangan Anda.
- Pukulkan daerah sudut costovertebra dengan permukaan ulnaris kepalanAnda.
- Pukulan dengan kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang dalam
keadaannormal.

8. PemeriksaanAorta
 Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri umbilicus)
dan identifikasi pulsasiaorta.
 Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan untuk menilai lebar aorta tersebut dengan
menekan abdomen dengan satu tangan pada tiap sisi aorta (lihatgambar).
 Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5cm).

9. PemeriksaanKhusus
a. Pemeriksaan KemungkinanAppendisitis
 Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeriberawal.
 Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan dimana nyeri yang dirasakan.

145
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
 ari dan periksa ketegangan setempat (localtenderness).
 Periksa muskularrigiditas.
 Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita pemeriksaan panggul (tidak perlu dilakukan
pada CSL saatini).
b. Pemeriksaan InflamasiPeritoneal
 Mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk tersebut menyebabkan
nyeribertambah.
 Palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada area yangtegang.
 Perhatikan apakah terdapat ‘reboundtenderness’:
- Tekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan tekanan tersebut dengan cepat
seraya memperhatikan reaksipasien.
- Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat
penekanan tersebutdilepaskan.
- Minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri tersebutterasa.
c. PemeriksaanAsites
1) Test for ShiftingDullness
- Minta pasien berbaringterlentang.
- Perkusi abdomen dan tentukan batas timpani danpekak.
- Minta pasien untuk berbaring ke salah satusisi.
- Lakukan perkusi kembali dan beri tanda kembali batas timpani-pekak (pada pasien
tidak asites, batas ini relatiftetap).
2) Test for a FluidWave
- Minta pasien berbaringterlentang.
- Minta pasien atau asisten untuk meletakan kedua tangannya pada pertengahan abdomen
dan memberikantekanan.
- Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomenpasien.
- Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda dan rasakan transmisi
impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yangberlawanan.

H. DAFTARPUSTAKA

1) Bate‟s Barbara. Guide to physical examination. Lippincot; 2007. Chapter9.


2) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta;2006.
3) Epstein O, Perkin GD. Pocket guide to clinical examination. 3rd edition. Mosby; 2004. Chapter 7.
4) Koliium Ilmu Penyakit Dalam. Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: 2017

132
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
I. EVALUASI
CEKLIST LATIHAN

Skor
No. Aspek
0 1 2
I. Interpersonal
1. Sambung rasa dan informed consent
II. Prosedur
2. Inspeksi Abdomen
Melihatbentukabdomen(apakahsimetri,membuncit atau tidak), dinding perut
(kulit, vena, umbilicus, inguinal), pergerakan peristaltik abdomendan
pulsasi.
Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik)
3. Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kanan
bawah.
4. Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan
frekuensinya. Menghitung frekuensi bising usus (2 menit).
Auskultasi Bruits
5. Aorta
6. a. renalis dextra et sinistra
7. a. iliaca dextra et sinistra
Pemeriksaan Hepar
Perkusi:
8. Tentukan batas atas hepar dengan perkusi pada garis midclavicula kanan mulai ICS 1
kebawah sampai terdapat tentukan perubahan suara timpani
 pekak.

9. Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas dalam dan
perkusi kembali batas tadi (pekak  timpani).
10. Tentukan batas bawah hepar pada garis midclavicula kanan, dimulai dari
sejajar atas umbilikus menuju atas sampai terdengar pekak hepar.
Palpasi:
11. Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa 11 dan 12
kanan, tekan menuju depan dan minta pasien untuk rileks.
12. Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan pasien, lateral dari
m.rectus sejajar umbilicus.
13. Minta pasien untuk bernafas dalam, dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan
batas bawah hepar pasien.
Ulangi pemeriksaan seraya menaikkan palpasi Anda menuju menuju arcus
costarum.

133
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
14. Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda
dapat merasakan permukaan anterior hepar.
Pemeriksaan Spleen

15 Meminta pasien melipat kedua tungkai.

16. Melakukan penekanan pada perut dengan


menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan.
17. Palpasi dilakukan dengan menekan dinding abdomen ke bawah dengan arah dorsal
pada saat pasien ekspirasi maksimal, kemudian pada awal inspirasi jari bergerak ke
kranial dalamarahparabolik..
18. Palpasi dimulai dari SIAS kanan, melewati umbilikus
menuju arkus costae kiri
19. Mendeskripsikan ukuran pembesaran limpadengan
skala schuffner.

Perkusi:
15. Perkusi ruang Traube yakni pada garis aksila anterior menuju garis mid
aksila pada ICS 9 kiri.
16. Lakuan splenic percussion sign pada ICS kiri terbawah pada garis aksila
anterior.
17. Minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali.
Palpasi :
18. Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa kiri bawah dan
tekan ke arah depan.
19. Tempatkan tangan kanan Anda dibawah arcus costarum kiri dan tekan ke
arah dalam untuk menemukan lien.
20. Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan
kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dgn arcus costarum kiri.
Pemeriksaan Ginjal
Palpasi Ginjal Kiri
21. (Pemeriksa berada disebelah kiri pasien)
Tempatkan tangan kanan Anda dibelakang pasien sejajar costa 12 kiri dan dengan
ujung jari raihlah sudut costovertebra, usahakan menekan ginjal ke
arah depan.

22. Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan sejajar dari
m. rectus.
23. Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi, usahakan untuk
merasakan ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua
tangan Anda.

134
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
24. Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat, secara perlahan lepaskan
tekanan tangan kiri Anda dan usahakan meraba ginjal
pada posisi ekspirasi.

Palpasi Ginjal Kanan


25. (Pemeriksaan kembali berada di sebelah kanan pasien)
Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan
kanan Anda ditempatkan pada kuadran kanan atas.
26. Lakukan prosedur yang sama dengan palpasi ginjal kiri.
Nyeri Ketok Ginjal pada CVA
27. (Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien)
Kepalkan tangan Anda dan pukulkan permukaan ulnaris pada daerah sudut
costovertebra (kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang dalam keadaan
normal).
Pemeriksaan Aorta
28. Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit
lateral kiri umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta dengan menggunakan
kedua tangan Anda.
Pemeriksaan Kemungkinan Appendisitis dan Inflamasi Peritoneal
29. Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal.
30. Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan di mana nyeri yang
dirasakan.
31. Cari dan periksa ketengangan setempat (local tenderness).
32. Periksa apakah terdapat „rebound tenderness’ dengan menekan jari Anda secara
perlahan kemudian lepaskan tekanan tersebut dengan cepat, perhatikan reaksi pasien.
Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat
penekanan tersebut dilepaskan

33. Periksa muskular rigiditas.


34. Periksa daerah yang tegang dan lakukan pemeriksaan rebound
tenderness.
35. Lakukan pemeriksaan Rovsing’s sign.
36. Lakukan pemeriksaan psoas sign.
37. Lakukan pemeriksaan obturator sign.
Pemeriksaan Asites
Test for Shifting Dullness
38. (Pasien berbaring terlentang)
Perkusi abdomen dan tentukan batas timpani dan pekak, beri tanda.
39. Minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi dan lakukan perkusi
kembali dan beri tanda kembali batas timpani-pekak.

135
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Test for a Fluid Wave
40. (Pasien berbaring terlentang)
Minta pasien/asisten untuk meletakan kedua tangannya pada pertengahan abdomen dan
memberikan tekanan.
41. Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomen pasien.
42. Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda dan rasakan
transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang berlawanan.
III. Profesionalisme
43. Melakukan dengan percaya diri.
44. Melakukan dengan kesalahan minimal.
TOTAL

Keterangan :
0 : Tidakdilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidakbenar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar/lengkap/sempurna

Score = ------------- x 100% = ……………

136
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
PEMASANGAN NGT
dr. Hanna Mutiara, dr. Dwita Oktaria

A. TEMA

Prosedur Pemasangan Nasogastric Tube (NGT).

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mampu melakukan persiapan pemasangan nasogastrictube.


2. Mampu melakukan pemasangan nasogastric tube.
3. Mampu menjelaskan tujuan dan indikasi pemasangan nasogastrictube.

C. LEVELKOMPETENSI

No. Jenis Kompetensi Level Kompetensi

1. Nasogastric tube 1 2 3 4

D. ALAT DANBAHAN

1. Spatula
2. ModelNGT
3. NGT/selang sump Levin atauSalem
4. Segelases
5. Pelumas larutair
6. Tabung suntik 60 ml ujungkateter
7. Segelas air dengansedotan
8. Stetoskop Gambar 17. Stomach tube (Levin
9. Bengkok
10. Plester dan gunting
type), 18 Fr × 48 in (121
11. Handschoen
cm)
E. SKENARIO

Anda seorang dokter jaga di UGD RS XXX. Kemudian datang seorang pasien yang tampak
tidak sadar. Keluarga pasien mengatakan ia baru saja melakukan percobaan bunuh diri dengan
meminum puluhan tablet obat flu. Anda memutuskan untuk melakukan bilas lambung melalui NGT.
Lakukanlah pemasangan NGT terlebih dahulu!

137
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
F. DASARTEORI

Pemasangan nasogastric tube (NGT) merupakan tindakan pemasangan slang plastik lunak
melalui nasofaring pasien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan
untuk pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.

Gambar 18. Pemasangan NGT.


Bagi anak-anak, kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa kondisi seperti
anomalianatomijalanmakanan;oesophagusataualateliminasi,kelemahanreflekmenelan, distress
pernafasan atau tidak sadarkandiri.

Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan NGT Indikasi:


a. Diagnostik
- Evaluasi perdarahan saluran cerna bagianatas
- Pemeriksaan analisis getahlambung
- Identifikasi esofagus dan lambung pada rontgenthorax
- Pemberian kontras radiografik ke saluran cerna
b. Terapeutik
- Dekompresilambung
- Bilaslambung
- Pemberian obat secaralangsung
- Pemberian nutrisienteral
- Pasienkoma

138
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
Kontra Indikasi
a. Dugaan fraktur basiskranii
b. Atresiakoana
c. Kelainan esofagus (atresia, striktur, luka bakar atauperforasi)
d. Pascaesofagoplasti

NGT berdiameter besar, kurang fleksibel, lebih kaku, digunakan untuk pemberian obat,
dekompresi/pengurangan tekanan udara di lambung, dan untuk pemberian makan jangka pendek
(biasanya kurang dari 1 minggu).
Penggunaan NGT ukuran kecil sebagai tindakan profilaksis untuk pencegahan gastro-
oesofageal reflux dan mikro-aspirasi isi lambung ke dalam jalan napas bagian bawah masih
kontroversial sebagaimana yang lain menunjukkan tak ada hubungan antara ukuran NGT dan
komplikasi-komplikasi ini.
Displacement dapat terjadi pada ukuran besar maupun kecil, namun ukuran kecil lebih
mudah dislokasi, sering ke dalam jalan napas dan tanpa tanda-tanda yang dapat terlihat dari luar, serta
mudah terjadi kemacetan dan melilit.

G. PROSEDUR

1) Informedconsent
2) Persiapkanalat.
3) Atur posisipasien.
4) Pasang perlak atau pengalas pada daerah dadapasien.
5) Cuci tangan dan memakai sarungtangan.
6) Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan dengan mengukur panjang dari
nares ke cuping telinga ipsilateral lanjutkan menuju prosesus xiphoideus (lebih kurang 40 – 45 cm
pada pasiendewasa).
7) Masukan ujung selang ke dalam segelas es untukmengeraskannya.
8) Olesi selang NGT dengan aqua jelly (sepanjang 15 cm dari ujungNGT).
9) Memasukkan NGT malalui lubang hidung dan meminta pasien untuk menelan (jika pasien tidak
sadar tekan lidah pasien denganspatula).
10) Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan selang ke dalam lubang
hidung pasien dengan arah paralel dasar hidung dan arah distall sedikit menekuk (mengikuti
bentuk alami ronggahidung).
11) Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien untuk menelan
(apabilamemungkinkan).
12) Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara dengan jelas dan bernapas, tanpa
kesulitan dan dengan lembut dorong selang sampai panjang yang telah diperkirakan. Apabila
pasien mampu dan sadar, dapat pula dilakukan teknik meminta pasien minum melalui sedotan,
sementara pasien menelan, Anda mendorong selang denganlembut.

139
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
13) Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan posisi NGT di dalam lambung. Terdapat beberapa
cara untuk memastikan hal tersebut, yakni (cukup lakukan salah satu):
a. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc  jika terdapat cairan bercampur isi lambung
berarti sudah masuk kelambung.
b. Masukan ujung NGT ke dalam air dalam kom  apabila ada gelembung berarti NGT berada
dalamparu-paru.
c. Suntikkan kira-kira 20 ml udara dengan menggunakan spuit melalui ujung selang NGT sambil
melakukan auskultasi pada daerah epigastrium. Apabila terdengar suara udara tersebut, maka
NGT berada dilambung.
14) Dengan menggunakan peniti atau plester, selang direkatkan ke bajupasien.
15) Merapikan kembali pasien sehingga pasien berada dalam posisi nyaman danaman.
16) Rapikan kembalialat-alat.
17) Lepaskan sarung tangan, simpan pada tempat sampah yang telahdisiapkan.
18) Cucitangan
19) Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa pemasangan NGT dilakukan.
20) Pada kasus tertentu diperlukan irigasi selang tiap 4 jam dengan salin 15 ml. Selang sump salem
juga memerlukan penyuntikan 15 ml udara melalui saluran sump (biru) setiap 4 jam agar selang
tetap berfungsi baik. Pantau pH lambung setiap 4 – 6 jam dan perbaiki dengan pemberian antasid
apabila pH <4,5.
21) Lakukan pemantauan residu apabila selang NGT digunakan untuk pemberian makan secara
enteral. (Lakukan foto thorax untuk memastikan letak selang yang benar sebelum menggunakan
selang untuk menyalurkanmakanan).

H. DAFTARPUSTAKA

1) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta;2006.


2) Fakultas Kedokteran UI. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi Ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius;2000.

140
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
I. EVALUASI
CEKLIST LATIHAN
Skor
No. Aspek
0 1 2
I. Interpersonal
1. Senyum, salam, sapa
2. Informed consent
II. Prosedur
3. Siapkan alat-alat untuk pemasangan NGT.
4. Persiapkan pasien duduk atau berbaring telentang.
5. Cuci tangan WHO (prosedural scrubbing).
6. Gunakan handschoen.
7. Pasang pengalas pada daerah dada pasien.
8. Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan dengan mengukur
panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral lanjutkanmenuju prosesus xiphoideus.
9. Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya.
10. Oleskan pelumas pada selang.
11. Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan
selang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar hidung dan arah
distal sedikit menekuk (mengikuti bentuk alami rongga hidung).
12. Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien
untuk menelan (apabila memungkinkan).
13. Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara dengan
jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut dorong selang sampai panjang
yang telah diperkirakan.
14. Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan menyuntikan kira-kira 20 ml udara
dengan menggunakan spuit melalui ujung selang sambil
melakukan auskultasi daerah epigastrium.
15. Plester selang ke hidung pasien dengan memastikan bahwa tidak ada
tekanan yang ditimbulkan oleh selang ke lubang hidung.
16. Dengan menggunakan peniti atau plester, selangt direkatkan ke baju
pasien.
17. Rapikan kembali pasien.
18. Rapikan alat.
19. Lepaskan handscoen dan cuci tangan.
20. Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa
pemasangan NGT dilakukan.
III. Clinical Reasoning & Profesionalisme
141
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
21. Mampu menjelaskan tujuan pemasangan NGT.
22. Mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi pemasangan NGT.
23. Menunjukan sikap percaya diri.
24. Melakukan dengan kesalahan minimal.
TOTAL
Keterangan :
0 : Tidakdilakukan
1 : Dilakukan tetapitidakbenar/lengkap/sempurna Skor= x 100 = ........
2 : Dilakukan denganbenar/lengkap/sempurna 48

142
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2016
CSL 6 | 2018

KONSELING
dr. Azelia Nusadewiarti, MPH; dr. Muhammad Aditya

A. TEMA
Keterampilan komunikasi konseling dan menginformasikan kepada
pasien tentang penyakit, diagnosis, rencana pemeriksaan penunjang,
tindakan dan terapi, maupun rehabilitasi.

B. TUJUANPEMBELAJARAN
1. Tujuan InstruksionalUmum
Mahasiswa mampu memperagakan komunikasi interpersonal
khusus dalam simulasi kelompok, terutama tentang konseling.

2. Tujuan InstruksionalKhusus
Mahasiswa diharapkan memiliki keterampilan untuk:
• Mampu menginformasikan kepada pasien informasi secara
umum tentang penyakit, rencana pemeriksaan penunjang,
tindakan dan terapi, maupun rehabilitasi dengan baik dan
benar.
• Mampu menciptakan suasana yang nyaman, aman dan
menimbulkan rasa percayapasien/keluarganya.
• Mampu menyampaikan informasi secara jelas dengan bahasa
yang mudahdimengerti
• Mampu mendengar secara aktif
• Mampu bertanya secaraefektif
• Mampu menilai kebutuhan dan perasaanpasien/keluarganya
• Mampu merangsang pasien untuk berbicara, bertanya atau
mengemukakan masalah atau pendapatnya
• Mampu berbicara dengan bahasapasien/keluarganya
• Mampu menyampaikan pendidikankesehatan/edukasi.

143
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
C. ALAT DANBAHAN
• Pasiensimulasi
• Meja dan kursiperiksa
• Kelengkapan periksa (lembar rekam medis, lembar laboratorium,
dll ygdiperlukan)
• Media edukasi (jikadiperlukan)

D. SKENARIO
Laki-laki, usia 25 tahun dengan masalah kelebihan berat badan
datang ke klinik. Keluhan yang dirasakan kini adalah gampang sekali
terengah-engah terutama bila melakukan aktivitas fisik. Selain itu,
tubuhnya gampang sekali banjir keringat yang membuatnya tidak percaya
diri.
Hasil pemeriksaan tanda vital TD 110/90 mmHg Nadi 80x/mnt,
RR 20x/m, suhu 36,8oC. Dari hasil pemeriksaan antropometri didapatkan
BMI 30. Lingkar perut 102 cm. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil gula darah puasa terganggu dengandislipidemia.
Riwayat dalam keluarganya ayah memiliki riwayat obesitas dan
darah tinggi, ibu memiliki riwayat diabetes mellitus. Pasien memiliki
kebiasaan tidak pernah berolahraga, senang makan makanan instan.

E. DASAR TEORI

Konseling adalah tidakan untuk menolong seseorang untuk


mengidentifikasi masalah, menjelaskan permasalahan, dan menemukan
alternatif pemecahan masalah, sehingga orang tersebut mampu untuk
memutuskan perkara masalah tersebut. Dengan kata lain, konseling adalah
menolong orang untuk dapat menolong dirinya sendiri.
Konseling medik merupakan konseling yang dilakukan oleh petugas
kesehatan, pada umumnya adalah dokter, yang bertujuan agar pasien dan
atau keluarganya dapat mengambil keputusan akan tidnakan yang akan
dijalaninya, sehubungan dengan masalah kesehatan yang dihadapinya.

144
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Tujuan Konseling
Menolong pasien dan atau keluarganya agar mereka dapat:
1. Mengembangkan hubungan sedemikian rupa sehingga mereka merasa
dimengerti untuk selanjutnya dapat secara jujur dan terbuka
mendiskusikanpersoalannya.
2. Mendapatkan pengertian yagn mendalam akan masalah yang mereka
hadapi.
3. Mendiskusikan alternatif pemecahan masalah dan menentukan
keputusan
4. Merencanakan dan melaksanakan tindakan yangspesifik
5. Merasakan perasaan yang berbeda yang membuat mereka lebih tenang
danbahagia

Peranan Konselor
1. Menyediakan dukungan dandorongan.
2. Di tahap pengakhiran proses konseling, setelah pasien dan atau
keluarganya dibantu memahami masalahnya baik masalah medik
maupun masalah psikososial yang berkaitan dengan masalah
kesehatan tersebut, tindakan selanjutnya adalah memberikan
tawaran pemecahan masalah yang biasanya dalam keadaan biasa
ada 2 atau 3 opsi yang mempunyai keuntungan dan kelemahan
yang hampir sama, sehingga nantinya akan terjadi pengambilan
keputusan yang tepat oleh pasien dan ataukeluarganya.

Karakter Konselor yang baik dalam konseling medik:


1. Mempunyai minat yang sungguh-sungguh terhadap orang lain, artinya
mau bekerjasama dan membantupasien/keluarganya
2. Menghargai hak dan kemampuan pasien/keluarganya untuk membuat
keputusannyasendiri
3. Dapat menerima nilai yang dianut dan sikap pasien/keluarganya yang
berbeda dengan nilai dan sikapnyasendiri
4. Mempunyai daya observasi yang tajam
5. Terbuka untuk pendapat oranglain
6. Mampu mengadakan empati, mendukung pasien/keluarganya, dan
sensitif
145
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
7. Mampu mengidentifikasi kendala psikologik, sosial dan cultural
pasien/keluarganya
8. Menghargai dan menghormati pasien dankeluarganya
9. Dapat dipercaya dan memegang rahasiapasien/keluarganya

Keterampilan Komunikasi Konselor:


1. Kemampuan menciptakan suasana yang nyaman, aman dan
menimbulkan rasa percaya pasien/keluarganya kepadakonselor
2. Mampu menyampaikan informasi secara jelas dengan bahasa yang
mudahdimengerti
3. Mampu mendengar secara aktif
4. Mampu bertanya secaraefektif
5. Memiliki kemampuan menilai kebutuhan dan perasaan
pasien/keluarganya
6. Mampu merangsang pasien untuk berbicara, bertanya atau
mengemukakan masalah atau pendapatnya
7. Mampu berbicara dengan bahasapasien/keluarganya

Selain karakter dan keterampilan konselor yang baik, syarat konselor


medik yang baik adalalah pengetahuan konselor, antara lain:
1. Pengetahuan terkini yang berkaitan dengan topik yang dibicarakan
dengan pasien dan atau keluarganya, misalnya tentang pengobatan
kanker usus atau kanker lambung dsbnya, termasuk di mana dapat
dilakukan serta berapabiayanya.
2. Pengetahuan tentang prognosis dari penyakit yang dibicarakan dengan
pasien dan ataukeluarganya.
3. Pengetahuan tentang rujukan, termasuk di mana dapat dilakukan
pengobatan penyakit tersebut serta berapabiayanya.

Tempat Konseling
1. Tempat dimana konseling dilakukan tentunya harus memenuhi syarat,
yakni adanya privasi dan suasana yangtenang.
2. Ruangan konseling sebaiknya merupakan kamar yang terpisah dari
kegiatan pemeriksaanpasien.
3. Pasien dan atau keluarganya hendaknya duduk dalam ruanganyang
146
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
nyaman. Dokter dan pasien serta keluarganya dapat berbincang
dengan bebas, serta tidak ada petugas yang keluar dan masuk ruangan
tersebut.

Penatalaksanaan Penyakit dengan pendekatan keluarga


(5 level prevention)
← Periode Prepatogenesis → ← PeriodePatogenesis →
Interaksi antara ; intrinsik faktor, Masa Masa Penyakit Masa
penyebab penyakit & faktor penyakit Terkendali Lanjut
ekstrinsik dini
↑ ↑ ↑ ↑ ↑
Peningkatan Perlindungan Deteksi Pengobatan/ Pemulihan/
Kesehatan Khusus Dini Tindakan Rehabilitasi

Preventif Primer Preventif Sekunder Preventif


Tertier

Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)


• Dilakukan pada orang yangsehat/netral
• Edukasi, nutrisi, olahraga, rumah sehat, konseling, genetik, MCU,
perhatian pada perkembangankepribadian
Perlindungan Khusus (Specific Protection)
• Dilakukan pada orang yangberisiko
• Imunisasi, personal higiene, sanitasi, perlindungan kerja,
perlindungan kecelakaan, penggunaan bahan gizi tertentu,
perlindungan terhadap karsinogenik, menghindarialergen
Deteksi Dini (Early Diagnosis & Prompt Treatment)
• Penemuan kasus (perorangan /kelompok)
• Surveiskrining
• Pemeriksaan selektif dengan tujuan pencegahan penyakit berlanjut,
pencegahan menjalarnya penyakit menular, dan pencegahan
komplikasi
• Pengobatanawal

147
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Pengobatan dan Tindakan (Disability Limitation)
• Pengobatan lanjut danlengkap
• Penyediaan fasilitas untuk membatasi atau memperpendek masa
ketidak mampuan (perawatan RS dan perawatan dirumah)
• Konsultasi danrujukan
• Pelayanan spesialis
• Mencegahkematian
Pemulihan(Rehabilitation)
• Penyediaan fasilitas pelatihan di RS dan masyarakat agar
kemampuan yang tersisa dapat dimanfaatkan secaramaksimum
• Edukasi masyarakat dan industri agar menerima mereka yang telah
direhabilitasi
• Sedapat mungkin diusahakan supaya semua dapatbekerja
• Kualitas hidup yang baik danbermanfaat

Konseling dan edukasi pada pasien tergantung kasusnya pada


tingkat/level pencegahan yang ditemukan.

F. PROSEDURKONSELING

Langkah Konseling Medis yang baik dapat dilakukan dengan metode 5A


1. ASK
Menggali informasi terkait masalah medis pasien. Hal ini dapat dilakukan
dengan melakukan anamnesis yang sistematis dan baik, informasi terkait
masalah pasien meliputi karakteristik/identitas individu, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga,
riwayat sosial/kebiasaan.

2. ADVISE
Nasihat/saran terkait penyakit, faktor risiko, penyakit yang mungkin timbul
dari penyakit tersebut, gaya hidup, nutrisi, perilaku, dll. Saran/nasihat
disampaikan dengan jelas, dan tegas bila diperlukan, disesuaikan dengan
situasi individu. Dalam memberikan nasihat dapat dibantu dengan media
seperti leaflet, poster, atau media lainnya.
148
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

Misalnya pada konseling pasien obesitas:


―Sangatpentingbagiandauntukmerubahgayahidup,lebihcepatlebih baik. Dan
saya bisa membantuanda‖

―Hanyadenganberolahragaringanakansangatmembantuandauntuk
membentuk kebiasaan yang lebih baik‖

―Sayamenyadaribahwamenurunkanberatbadanitutidakmudah.Tapiini adalah
hal yang paling penting untuk kesehatan anda saat ini dan nantinya. Saya
bisa membantu anda merencanakan program untuk masalah anda.‖

3. ASSESS
Konselor menilai kesiapan pasien/keluarganya untuk memecahkan
masalahnya. Konselor dapat menggali potensi dan kendala/tantangan yang
ada pada pasien/keluarganya untuk membantu pasien memecahkan
masalahnya.

Sebagian orang umumnya tidak siap dengan perubahan. Perubahan


membutuhkan proses, bukan sekedar langkah tunggal, sehingga
memerlukan usaha berkali-kali sebelum berhasil.

4. ASSIST
Mendampingi pasien atau keluarga untuk mendiskusikan permasalahan,
serta menyusun solusi bersama.

Bila pasien tidak siap


Tanyakan―apakahandapernahmempertimbangkanuntukmelakukan
perubahan terkait masalah kesehatannya?‖. Jika Iya, tanyakan ―menurut
anda apa keuntungan untuk melakukan perubahan sekarang, dibanding
nanti?‖. Jika pasien menjawab ―melakukan sekarang lebih baik
dibandingkannanti‖,lanjutkandenganbertanya―apayangmembuatanda
memutuskan untuk melakukan perubahan lebih cepat?‖. Nilai respon
pasien, respon pasien dapat menunjukkan kendala yangdihadapinya.

149
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Intervensi motivasional yang dapat dilakukan bila pasien belum siap atau
belum berfikir untuk melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya
dapat menggunakan metode 5R.

Relevance: Tanyakan pasien mengapa perlu melakukan perubahan. Impak


akan lebih besar bila revelan terhadap keluarganya, situasi sosial, keadaan
kesehatan, usia, ataupun karakteristik pasien lainnya.
Risk: Tanyakan/ajak pasien berfikir tentang dampak potensial negatif dari
masalah kesehatannya saat ini, baik dampak jangka pendek maupun
panjang.
Rewards: Tanyakan/ajak pasien berfikir tentang keuntungan/dampak
positif dari melakukan perubahan terkait masalah kesehatannya. Sorot yang
paling relevan dengan keadaanpasien.
Roadblock: Tanyakan/ajak pasien berfikir tentang halangan/tantangan
dalam melakukan perubahan. Halangan yang umum biasanya oleh karena
takut gagal, kurang dukungan, depresi. Catat halangan/tantangan yang
mungkin akan dihadapi paisen dan fikirkan pada saat penatalaksanaan pada
pasien (misalnya problem solving, farmakoterapi)
Repetition: ulangi intervensi motivasional setiap pasien yang kurang
termotivasi berkunjung. Sebagian orang umumnya tidak siap dengan
perubahan. Bila gagal pada percobaan awal, beri penjelasan bahwa
perubahan membutuhkan proses, bukan sekedar langkah tunggal, sehingga
memerlukan usaha berkali-kali sebelum berhasil.

Intervensi motivasional tidak hanya dapat dilakukan bila pasien belum siap,
setelah tujuan tercapai pun motivasi dapat terus diberikan pada fase
maintenance. Memberikan selamat dan mendorong untuk tetap melakukan
program penting dilakukan.

Bila pasien siap


Disain program yang dibutuhkan pasien/keluarganya untuk memecahkan
masalah kesehatannya.

Bila dalam proses


Cegah putus program/relaps.
150
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

5. ARRANGE follow up
Mendiskusikan waktu pertemuan kembali dan target yang diharapkan sudah
dipenuhi oleh pasien. Berikan bantuan selama usaha pasien/keluarganya.

Strategi Konseling
Strategi Konseling yang dapat dilakukan:
1. Nasihat/saran yang tegas bila diperlukan
2. Berikan informasi yang jelas dengan menggunakanmedia
3. Bertanya tapi tidakmengintrogasi
4. Ciptakan perhatian pasien tentang kesehatannya, ajak pasien berfikir
masalah kesehatannya, tanyakan apakan pasien pernah
mempertimbangkan untuk melakukan perubahan terkait masalah
kesehatannya.
5. Tunjukkan empati, ajakberkomunikasi
6. Keputusan ada padapasien

Yang sebaiknya tidak dilakukan pada saat konseling:


1. Membujuk
2. Mengajak bercanda terkait masalah kesehatan yang sensitif (misalnya
HIV/AIDS, pasien terminal,dll)
3. Bersikap sinis terhadap masalah kesehatan pasien

G. DAFTARPUSTAKA
1. Azwar Azrul, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan
Penerbit IDI,Jakata;1996
2. Gan, Goh Lee, at all, A primer On Family Medicine Practice,
Sirqutanto. Keterampilan komunikasi interpersonal khusus
[slide perkuliahan]. Jakarta:FKUI.
3. Fiore MC, Jaen CR, Baker TB, et al. Treating Tobacco Use
and Dependence: 2008 Update. Clinical Practice Guideline.
Rockville: U.S. Department of Health and Human Services;
Public Health Service;2008.
4. ngapore International Foundation, Singapore,2004
151
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Komunikasi Efektif Dokter-
Pasien. Jakarta: KKI.2006
6. Mc Whinney, A Text Book of family Medicine, Oxford
University, New York;1989
7. Poernomo, Ieda SS. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta:
Makalah Perinasia.2004
8. Herqutanto. Keterampilan komunikasi interpersonal khusus
[slide perkuliahan]. Jakarta:FKUI.
9. Fiore MC, Jaen CR, Baker TB, et al. Treating Tobacco Use
and Dependence: 2008 Update. Clinical Practice Guideline.
Rockville: U.S. Department of Health and Human Services;
Public Health Service;2008.

152
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
H. CEKLIST
Feed Back
No Aspek
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
CONTENT
2 Mempersiapkan kondisi dan suasana ruangan
yang nyaman
3 ASK
4 ADVISE
5 ASSES
6 ASSIST
7 ARRANGE for Follow up
8 Ingatkan informasi-informasi yang penting serta
resume dari penjelasan
9 Memberikan informasi tepat sasaran, waktu,
tempat serta cakupan dan dapat diterima pasien
dengan baik
10 Memegang kendali selama komunikasidan
menutup komunikasi pada waktu yang tepat
PROFESSIONALISM
11 Melakukan dengan penuh percaya diri, empathy
dan kesalahan minimal
12 Menyampaikan semua informasi sesuai dengan
konteksnya (clinical reasoning)

Contoh Skenario Kasus untuk Latihan

1. Kasus Penyakit HatiMenahun


Seorang laki-laki, 56 tahun, tukang cukur di kecamatan Kampung
Baru Bandar Lampung, datang periksa RS Pendidikan Unila dengan
keluhan perut terasa membesar dan terasa penuh. Keluhan dirasakan sejak 2
tahun terakhir. Nafsu makan tidak ada, badan lemas, kulit terasa lebih
kuning semenjak sakit. Batuk tidak ada, nafas biasa. Riwayat imunisasi
Hepatitis belum pernah. Riwayat muntah darah tidakada.

153
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Sepuluh tahun yang lalu pernah menderita sakit kuning bersama istri
dan dirawat di Rumah Sakit. Istri berusia 50 tahun dengan 4 orang anak,
bekerja sebagai petugas cleaning service di sebuah RS swasta di Bandar
Lampung. Pasien mempunyai sebidang tanah di dekat rumah, namun sudah
dijual selama menjalani pengobatan terdahulu. Semenjak sakit terdahulu
pasien sering merasa mual, tidak nafsu makan dan perut terasa membesar
serta badan seringkali menjadi kuning. Pasien juga mempunyai kebiasaan
minum-minuman keras.
Dari pemantauan dokter, penyakit yang diderita pasien akan
berlangsung kronis dan menahun. Berikan Konseling dan edukasi terhadap
pasien dan keluarga!

2. Kasus PenyakitTuberkulosis
Laki-laki, tukang becak, 46 tahun, tinggal di daerah Rajabasa, batuk-
batuk sejak 6 bulan ini. Batuk produktif disertai dengan dahak kental dan
hijau. 1 bulan terakhir, batuk disertai dengan dahak dan flek-flek darah.
Selama sakit, pasien merasa nafsu makan berkurang dan badan lebih kurus,
meriang, kadang disertai keringat malam.
Lima tahun yang lalu pernah menderita gejala serupa dan berobat di
Puskesmas. Setelah di rontgent dan diperiksa lab darah dan dahaknya,
pasien menjalani terapi rutin melalui suntikan dan minum pil selama
hampir 1 tahun. Pasien kemudian menghentikan pengobatan setela merasa
badan sudah agak lebih enak. Selama pengobatan biaya gratis, pasien hanya
mengeluarkan biaya untuk datang periksa ke puskesmas namun selama
sakit pasien tidak kuat lagi untuk bekerja sehingga istrinya yang mencari
nafkah sebagai pelayan di sebuah rumah makan. Pasien mempunyai anak 2
orang yang keduanya sekolah SD dan SMP. Penghasilan keluarga pasien
pas-pasan bahkan kadangkekurangan.
Pasien sedikit agak khawatir untuk berobat kembali karena takut
dimarahi oleh dokternya. Selain itu pasien merasa dokter puskesmasnya
sekarang agak lebih bertele-tele dalam melakukan pengobatan. Istri pasien
juga takut kalau penyakit ini dinyatakan menular dia akan diberhentikan
dari tempatnya bekerja. Lakukan Konseling dan edukasi terkait penyakit
dan permasalahanpasien!

154
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

PENYULUHAN MASSAL
dr. Reni Zuraida, M.Si

A. TEMA
Keterampilan Komunikasi/Penyuluhan massal (penyuluhan kesehatan
masyarakat).
Pada pertemuan pertama mahasiswa belajar secara konsep dan teori tentang
komunikasi massal serta mencoba berlatih dengan instruktur. Sebelum
pertemuan kedua diberikan penugasan ke mahasiswa untuk mempersiapkan
materi serta media penyuluhan yang akan di presentasikan di pertemuan
kedua. Judul topik penyuluhan berupa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS), Penyuluhan tentang Merokok, Penyuluhan tentang Kontrasepsi
serta penyuluhan tentang penyakit menular seperti TBC, Demam Berdarah
dan Malaria. Pembagian topik ini diberikan oleh instruktur di akhir
pertemuan pertama.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
a. Tujuan instruksionalumum
Mampu melakukan komunikasi massal (penyuluhan kesehatan)
b. Tujuan instruksional khusus
1. Mampu melakukan komunikasi massal dalam lingkup penyuluhan
kesehatan padamasyarakat
2. Mampu memilih metode yang tepat dalam melaksanakan
komunikasi massal
3. Mampu membina hubungan yg terjadi antara dokter dengan pasien
karena adanya tanggung jawab & kewajiban profesi dokter
terhadap pasien

C. ALAT DANBAHAN
1. Kursi
2. Meja
3. Media penyuluhan (slide power point, poster, lembarbalik/
flipchart, leaflet alat peraga, dsb)

155
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
D. SKENARIO
Seorang mahasiswa kedokteran sedang menjalani Blok Ikakom
mendapatkan tugas untuk melakukan penyuluhan di sebuah desa binaan
kampus. Sang mahasiswa sudah mempunyai topik untuk penyuluhan sesuai
dengan kondisi lingkungan di desa tersebut namun dia bingung bagaiamana
cara penyampaiannya dan seperti apa format penyuluhan yang cocok untuk
dia lakukan.

E. DASAR TEORI
Komunikasi massal merupakan komunikasi yang menggunakan
saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara
massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat
heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Bittner (Ardianto, 2004).
Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari komunikasi massal,
penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat
tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan
suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan
yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan,
dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan
ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa
dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta
pertolongan (Effendy, 1998).
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri
seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu
dan masyarakat.
Tujuan pendidikan kesehatan adalah:
1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan
masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup sehat
dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yangoptimal.
2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baikfisik,

156
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian.
3. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk
merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang
kesehatan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan
penyuluhan kesehatan adalah:
1. TingkatPendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang
menerima informasi yang didapatnya.
2. Tingkat SosialEkonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah
pula dalam menerima informasi baru.
3. AdatIstiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita
masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak
boleh diabaikan.
4. KepercayaanMasyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan
oleh orang–orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul
kepercayaan masyarakat dengan penyampaiinformasi.
5. Ketersediaan Waktu diMasyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat
aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat
dalam penyuluhan.
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan
adalah (Notoatmodjo, 2002):
1. MetodeCeramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu
ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok
sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan.
2. Metode DiskusiKelompok
157
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah
dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan diantara 5–20
peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang telah
ditunjuk.
3. Metode CurahPendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap
anggota mengusulkan semua kemungkinan pemecahan
masalah yang terpikirkan oleh masing – masing peserta, dan
evaluasi atas pendapat – pendapat tadi dilakukan kemudian.
4. MetodePanel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan
pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3
orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin.
5. Metode Bermainperan
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia
dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu
lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.
6. MetodeDemonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan
prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan
teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan
suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga.
Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu
besar jumlahnya.
7. MetodeSimposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5
orang dengan topik yang berbeda tetapi saling berhubungan
erat.
8. MetodeSeminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul
untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang
ahli yang menguasai bidangnya.

158
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
F. PROSEDUR
Langkah-langkah dalam penyuluhan kesehatan masyarakat:
1. Mengkaji kebutuhan kesehatanmasyarakat.
2. Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.
3. Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui
penyuluhan kesehatanmasyarakat.
4. Menyusun perencanaanpenyuluhan
5. Menetapkantujuan
6. Penentuansasaran
7. Menyusun materi/isipenyuluhan
8. Memilih metoda yangtepat
9. Menentukan jenis alat peraga yang akandigunakan
10. Penentuan kriteria evaluasi.
11. Pelaksanaanpenyuluhan
12. Penilaian hasilpenyuluhan
13. Tindak lanjut daripenyuluhan

G. DAFTARPUSTAKA

1. Anwar. Promosi kesehatan. graha ilmu : Yogyakarta;2010


2. Fitriani. Jurnal penyuluhan dan sasaran kesehatan masyrakat.
Jakarta;2011
3. Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Pedoman
Pengelolaan Promosi Kesehatan, Dalam Pencapaian PHBS,
Jakarta2008

159
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
H. CEKLIST PENYULUHAN MASSAL

FEED
NO ASPEK
BACK
INTERPERSONAL
1 Membina rapport (ramah, salam, sikap terbuka)
2 Memperkenalkan diri (nama, asal instansi)
3 Wajah ramah, senyum, posisi tubuh baik, kontak mata,
berpakaian rapi dan sesuai
CONTENT
4 Pendahuluan
- Menjelaskan tujuan penyuluhan
-Menjelaskan definisi ( bila tentang penyakit)
5 Isi
-Menjelaskan latar belakang
-Menjelaskan isi
-Menjelaskan dengan bahasa yang sesuai dengan
audiens (tingkat pendidikan, suku, sosial ekonomi)
-Menggunakan media (alat bantu peraga, media audio
visual, dll)
-Menyampaikan informasi dengan lengkap
-Memberikan kesempatan pada audiens untuk bertanya
6 Penutup
-Menyampaikan resume (ringkasan, take home
message, persuasif)
-Menutup komunikasi dengan tepat
PROFESSIONALISM
7 Melakukan dengan penuh percaya diri dan kesalahan
minimal
8 Memegang kendali selama penyuluhan

160
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

KUNJUNGAN PASIEN OLEH DOKTER


KELUARGA DI RUMAH (HOME VISIT)
dr.TA Larasati, M.Kes

A. TEMA
Keterampilan komunikasi dengan pasien dan keluarganya di rumah

B. TUJUANPEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu memahami fungsi Home visit dan menerapkan
komunikasi pada praktik dokter keluarga

C. ALAT DANBAHAN
 Ruang tamu (setting rumahpasien)
 Meja
 Kursi

D. SKENARIO
Siang ini, dr. Izzati berencana mengunjungi pasien barunya, Tn. B,53
tahun di rumahnya kelurahan Rajabasa Raya. dr Izzati ingin
mengunjungi keluarga Tn. B, karena Tn. B terdiagnosa Diabetes
Mellitus tipe 2 bulan lalu, namun tidak melakukan kontro, ke Klinik
Dokter Keluarga. dr. Izzati ingin mengetahui lebih jauh latar belakang
keluarga Tn. B, fungsi keluarga, dan kondisi lingkungan serta sumber
daya kaluarga, agar dapat membantu menyelesaikan masalah
kesehatannya.

DASAR TEORI
1. Prinsip Pelayanan DokterKeluarga
Prinsip pelayanan Dokter Keluarga adalah pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, komprehensif, holistik dan berkesinambungan. Dalam
menerapkan prinsip tersebut, dokter keluarga harus memiliki
pemahaman dan pengetahuan yang cukup tentang pasien dan

161
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
keluarganya. Untuk itu diperlukan kunjungan rumah oleh dokter di
rumah pasien, agar dapat diketahui bagaimana latar belakang keluarga
tersebut, kondisi rumah, hygiene dan sanitasi, fungsi keluarga,
potensial hazard, juga aspek kehidupan sosial, selain kondisi kesehatan
mereka.

Dalam melakukan home visit, dokter tidak hanya berkomunikasi


dengan pasien, tetapi sedapat mungkin juga berkomunikasi dengan
anggota keluarga yang lain, agar mendapat informasi yang lebih utuh.
Pada dasarnya proses komunikasi dokter dengan keluarga sama dengan
komunikasi dokter- pasien di ruang praktik dokter, hanya saja, dalam
home visit wawancara yang dilakukan di rumah pasien dan dokter
harus memperhatikan beberapa aspek, agar tidak timbul kesan adanya
interogasi danpenggeledahan.

2. DefinisiKeluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai
peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman,
1998). Menurut Depkes RI (1988) dalam Johnson et al. (2009),
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

3. Fungsi dan TugasKeluarga


Menurut Jhonson et al. (2010), ada beberapa fungsi yang dapat
dijalankan keluarga sebagai berikut :
a. Fungsi biologis:
1) Meneruskanketurunan
2) Memelihara dan membesarkananak
3) Memenuhi kebutuhan gizikeluarga
4) Memelihara dan merawat anggotakeluarga
b. FungsiPsikologis
1) Memberikan kasih sayang dan rasaaman
2) Memberikan perhatian di antara anggotakeluarga
162
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
3) Membina pendewasaan kepribadian anggotakeluarga
4) Memberikan identitas keluarga
c. Fungsi sosialisasi:
1) Membina sosialisasi padaanak
2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan
tingkat perkembangananak
3) Meneruskan nilai-nilai budayakeluarga
d. Fungsiekonomi:
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk
memenuhi kebutuhankeluarga
3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan
hari tua, kesehatan keluarga dansebagainya)
e. Fungsipendidikan:
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan
bakat dan minat yang dimilikinya
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan
datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang
dewasa
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat
perkembangannya.

Adapun fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia / PP RI nomor 21 tahun 1994 BAB II pasal 4 tentang
penyelenggaraan pengembangan kualitas keluarga, yaitu
meliputi fungsi keagamaan, social budaya, cinta kasih,
melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi,
serta pembinaanlingkungan.

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga


mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan
dilakukan, meliputi:
163
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagikeluarga
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untukmenjamin
kesehatankeluarga
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya
bagi keluarga (Suprajitno,2004).
Adapun tujuan home visit mencakup beberapa hal:
a. Mendapatkan informasi yang akurat tentang latar belakang
keluarga, kondisi rumah, hygiene- sanitasi, fungsi keluarga,
potensial hazard, dan aspek kehidupansosial.
b. Memberikan pelayanan kesehatan pada pasien di rumah karena
alasan mobilitas, misal pasca operasi fraktur tulang, kelumpuhan.
c. Mengontrol pasien dengan penyakit khusus yang tidak melakukan
pengobatan rutin, misal TBC, hipertensi, DM,dll.

Manfaat yang diperoleh dengan home visit antara lain:


a. meningkatnya pemahaman dokter tentangpasien
b. Meningkatnya hubungan dokter pasien
c. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatanpasien.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan homevisit:
a. Kesediaan keluarga / Tuan rumah menerima kunjungan oleh
dokter, sebaiknya dibuat perjanjiansebelumnya
b. Waktu kunjungan dipilih pada waktu senggang, tidak
mengganggu waktu istirahat
c. Diusahakan sebanyak mungkin anggota keluarga yang hadir,
terutama Ayah dan Ibu.
d. Meminta izin pada Tuan rumah sebelum melihat keadaan
rumah seluruhnya, atau bila ingin mengambil gambar(foto)/m
e. Memanfaatkan waktu kunjungan seefisien mungkin, dan
mempersingkat waktu kunjungan bila Tuan rumah keberatan
atauberhalangan
f. Cepat beradaptasi dengan keadaan / adat istiadat keluarga /
masyarakat setempat, misal duduk di atas tikar, bukan di atas
kursi, melepas sandal/sepatu diluarrumah
164
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

E. PROSEDUR HOME VISIT


a. Menanyakan identitas keluarga (nama kepala dan anggota
keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan,aktivitas)
b. Menanyakan hubungan antar anggota keluarga (kualitas:
bagaimana kedekatan ibu-anak, ayah-anak, anak I-anak II;
kuantitas: frekuensi bertemu anggota keluarga dalam sehari,
seminggu; proses pengambilan keputusan dalam keluarga,dll).
c. Menanyakan pemenuhan kebutuhan keluarga, yang
menggambarkan fungsi keluarga (ekonomi, pendidikan, spiritual,
dankesehatan)
d. Menanyakan gaya hidup keluarga (olah raga yang dilakukan
anggota keluarga sendiri-sendiri atau bersama, pola makan,
meliputi jenis makanan yang dikonsumsi, cara menyiapkan
makanan, menu yang disukai atau sering disajikan, kebiasaan
minum alkohol, merokok)
e. Menanyakan lingkungan pekerjaan anggota keluarga(deskripsi
pekerjaan, potensial hazard, lama kerja, penggunaanAPD)
f. Menanyakan lingkungan sosial/masyarakat (peran keluarga dalam
masyarakat, paparan stress dari masyarakat, perbedaan sikap
dengan tetanggadll)
g. Observasi keadaan rumah (sanitasi, hygiene, ventilasi,
pencahayaan, sumber air, jenis lantai,ukuran dan jumlah jendela,
penataan dan kebersihan ruangan, ratio luas rumah dengan jumlah
anggotakeluarga)
h. Identifikasi masalah kesehatan keluarga berdasarkan wawancara
dan observasi. Bila permasalahan banyak, dibuat prioritas dan
ditentukan yang paling diperlukan untuk diselesaikan dan paling
dimungkinkan untukdilakukan.
i. Memberikan edukasi kesehatan keluarga berdasarkan identifikasi
masalah (sebaiknya didukung dengan media promosikesehatan)
j. Merencanakan kunjungan berikutnya (waktu berkunjung, anggota
keluarga yang secara khusus inginditemui)
k. Menutup kunjungan denganbaik.

165
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

REFERENSI:
1. Azwar, Azrul, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga, Jakarta,2005
2. Gan, Goh Lee, at all, A Primer On Family Medicine Practice,
Singapore International Foundation, Singapore,2004
3. Johnson, L., Leny, R. 2010. Keperawatan Keluarga. Nuha Medika,
Yogyakarta. 136 hlm.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1994. Penyelenggaraan
pengembangan kualitaskeluarga.
5. Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi dalam
Praktik. EGC, Jakarta. 101 hlm.

166
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
CHECKLIST

FEEDBACK
NO PROSEDUR/ ASPEK YANG DINILAI

I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN


(KELUARGA)
1 Salam, sapa, perkenalan diri
2 Sambung rasa
3 Memberitahu tujuan kedatangan
4 Meminta kesediaan / persetujuan
II ITEM PROSEDURAL
1 Menanyakan identitas keluarga (nama kepala dan
anggota keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan,
aktivitas)
2 Menanyakan hubungan antar anggota keluarga
(kualitas : bagaimana kedekatan ibu-anak, ayah-
anak, anak I-anak II; kuantitas: frekuensi bertemu
anggota keluarga dalam sehari, seminggu; proses
pengambilan keputusan dalam keluarga, dll)
3 Menanyakan pemenuhan kebutuhan keluarga
(ekonomi, pendidikan, spiritual, dan kesehatan)
4 Menanyakan gaya hidup keluarga (olah raga, pola
makan, minum alkohol, merokok)
5 Menanyakan lingkungan pekerjaan anggota
keluarga (potensial hazard, lamakerja,penggunaan
APD)
6 Menanyakan lingkungan sosial / masyarakat (peran
keluarga dalam masyarakat, paparan stress dari
masyarakat)
7 Observasi keadaan rumah (sanitasi, hygiene,
ventilasi, pencahayaan, sumber air, jenis lantai,
ratio luas rumah dengan jumlahkeluarga)
8 Identifikasi masalah kesehatan keluarga
berdasarkan wawancara dan observasi
9 Memberikan edukasi kesehatan keluarga
berdasarkan identifikasi masalah (sebaiknya
didukung dengan media promosikesehatan)
10 Merencanakan kunjungan berikutnya (waktu
167
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
berkunjung, anggota keluarga yang secara khusus
ingin ditemui)
11 Menutup kunjungan
III ITEM PENALARAN KLINIS
1 Identifikasi masalah dan edukasi pada keluarga
sesuai dengan kondisi keluarga

IV ITEM PROFESIONALISME
1 Percaya diri, melakukan prosedur dengan
memperhatikan aspek profesionalisme, danetika
dalam masyarakat

168
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS 1
dr. AJ Wulan, M.Sc.; dr. Rizki Hanriko, Sp.PA;
dr.Dina Tri Amalia

Pemeriksaan neurologis merupakan jenis pemeriksaan yang digunakan dalam rangka


penegakan diagnosis penyakit-penyakit di bidang ilmu penyakit saraf (Neurology).
Pemeriksaan ini terdapat beberapa jenis pemeriksaan seperti halnya penilaian tingkat
kesadaran, pemeriksaan saraf kranial, pemeriksaan sistem sensoris, pemeriksaan reflex
fisiologis, pemeriksaan reflex patologis dan tes koordinasi. Tidak semua pemeriksaan tersebut
dilakukan secara rutin untuk setiap pasien neurologi tetapi dilakukan sesuai dengan tanda
maupun gejala penyakit pada pasien. Pemeriksaan ini juga disesuaikan dengan keterlibatan
organ yang terkena, dampak yang ditimbulkan penyakit serta kemungkinan diagnosis dan
diagnosis banding penyakit. Sebagai contoh misalnya
Pada CSL ini akan dibahas beberapa pemeriksaan neurologis saja berupa pemeriksaan
status mental dengan metode Glasgow Coma Scale (GCS), AVPU (Alert, Verbal, Pain dan
Unresponsif) serta pemeriksaan secara kualitatif.

A. TEMA
1. Keterampilan Prosedural Penilaian TingkatKesadaran
2. Keterampilan Pemeriksaan SarafKranial
3. Keterampilan Pemeriksaan SistemSensoris.

B. TUJUANPEMBELAJARAN
 Mahasiswa mampu melakukan penilaian tingkat kesadaran dengan metode GCS,
AVPU dankualitatif.
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan SarafKranial
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sistemsensoris

C. ALAT DANBAHAN
Penilaian Tingkat Pemeriksaan Saraf Kranial Pemeriksaan Sistem
Kesadaran Sensoris
- 1. Meja dan kursi tempat 1. Kapas
pemeriksaan 2. Peniti
2. Kapas 3. Garpu tala
3. Snellen chart 4. Pensil
4. Garpu tala 512Hz 5. Koin 500
5. Pin/jarum 6. Korek kuping
6. Palu reflek
7. Pipet
8. Penlight
9. Cairan gula, garam,
cuka, dankina/kopi
10. Kopi, teh, dan
tembakau
11. Ofthalmoskop

169
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
D. SKENARIO
Seorang remaja, laki-laki, usia 16 tahun datang diantar ke UGD oleh keluarganya
karena terjatuh dari pohon sekitar ±15 menit yang lalu. Menurut pengakuan teman-temannya,
os terjatuh dari pohon manga dengan ketinggian sekitar 12 meter. Posisi terjatuh os banyak
membentur dahan-dahan pohon terjatuh ketanah dengan posisi kepala dibawah. Saat dibawa os
dalam keadaan tidak sadar. Anda sebagai seorang Koass di UGD tersebut melakukan penilaian
tingkatkesadaran.
Setengah jam kemudian os siuman, os tidak bisa merasakan serta tidak bisa
menggerakkan kedua kaki dan tangannya. Muka pasien tampak mencong dengan suara pelo.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan memar di kepala samping kanan serta memar di leher kanan
pasien. Dokter jaga kemudian mengajak saudara melakukan pemeriksaan neurologis saraf
kranial dan sistem sensoris.

E. DASARTEORI
1. PENILAIAN TINGKATKESADARAN
Kesadaran adalah produk neurofisiologik dimana seorang individu mampu
berorientasi secara wajar terhadap diri sendiri dan lingkungan. Sedangkan definisi yang lain
yaitu keadaan yang mencerminkan pengintegrasian rangsang aferen dan eferen. Koma adalah
suatu keadaan tidak sadar total terhadap diri sendiri dan lingkungan meskipun distimulasi
dengan kuat.
Pemeriksaan tingkat kesadaran berbeda dengan isi kesadaran. Penilaian tingkat
kesadaran (level of consciousness) berhubungan dengan ‗arousal‘, sedangkan isi kesadaran
berkaitan dengan fungsi korteks berkaitan dengan fungsi korteks seperti fungsi membaca,
menulis, berhitung, bahasa, daya ingat,kecerdasan dsb. Penilaian tingkat kesadaran dapat
dilakukan secara kualitatif (tabel 1), maupun kuantitatif (tabel 2).
a. Glasgow Coma Scale(GCS)
Penilaian kesadaran kuantitatif menggunakan suatu metode yang disebut Glasgow
Coma Scale (GCS). Pengukuran GCS sebagai skala yang paling banyak digunakan dalam
penilaian kesadaran penderita dan reaksinya. Cara kuantitatif dengan menggunakan GCS
dipandang lebih baik karena beberapa hal, antara lain sangat teliti dan tidak terdapat banyak
perbedaan antara dua penilai (obyektif). GCS merupakan skala sederhana sebagai standar
penilaian gangguan kesadaran atau sering disebut sebagaistandarskoring(pola evaluasi)
untuk menggambarkan situasikesadaran.
Disusun oleh Teasdale dan Jennett in Glasgow pada tahun 1974 di Scotlandia. Skala
ini menilai tingkatan kesadaran pasien dalam tiga kategori yaitu; membuka mata, respons
verbal, dan respons motorik. Nilai maksimum (normal) adalah E (eye) = 4, M (motorik) =6,
dan V (verbal) =5, sehingga E4M6V5 totalnya adalah 15. Sedangkan nilai minimum adalah
E1M1V1 = 3. Jika nilai GCS yang diperoleh adalah 3 berarti pasien dalam keadaankoma.
Pada kasus cedera kegawatdaruratan, jenis cedera kepala dapat diklasifikasikan
menggunakan metode GCS:
 Cedera kepala ringan, bila GCS 13 -15
 Cedera kepala sedang, bila GCS 9 -12
 Cedera kepala berat, bila GCS 3 –8
Dalam penilaian dengan GCS harus hati-hati jika terdapat disfasia (gangguan bicara)
maupun kelumpuhan motorik karena sulit untuk menilai verbal maupun reaksi motorik.
Penilaian GCS untuk anak-anak yang berusia < 5 tahun, berbeda nilainya dari dewasa,
terutama untuk penilaian verbal dan motorik, mengingat maturitas fungsi otak belum
maksimum.

170
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
b. AVPU
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar
baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain),
atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsive).
 A (Alert): Korban sadar, dapat membuka mata dengan spontan, dapat menggerakkan
kaki/tangan sebagaimana diperintahkan, dan menjawab pertanyaan yang sederhana secara
benar. Jika tidak sadar lanjut ke poinV.
 V (Verbal): Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di telinga
korban. Korban hanya memberikan reaksi ketika dirangsang dengan suara, korban
mungkin hanya bereaksi dengan suara-suara yang tidak berarti,mengerang, atau hanya
membuka mata. Pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh
pasien, jika tidak merespon lanjut keP.
 P (Pain): Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan
bagian putih dari kuku tangan di pangkal kuku. Selain itu dapat juga dengan menekan
bagian tengah tulang dada atau sternum dan juga areal di atas mata. Korban biasanya
hanya bereaksi dengan menarik, fleksi, atau bahkanekstensi.
 U (Unresponsive): Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka
pasien berada dalam keadaanunresponsive.

Tabel 1. Penilaian tingkat kesadaran kualitatif


Compos mentis Keadaan sistem sensorik utuh, ada waktu tidur dan sadar penuh serta
aktivitas yang teratur
Somnolen Keadaan mengantuk dan dapat disebut juga sebagai: letargi.
Dapat bangun spontan pada waktunya atau sesudah dirangsang dengan
ringan, tapi kembali tidur setelah stimulasi dihilangkan.
Pasien mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
Stupor Kantuk yang dalam.
Pasien terlihat tertidur tapi dapat dibangunkan dengan rangsang verbal
yang kverbal yang kuat, dapat spontan hanya waktu singkat, sistem
sensorik berkabut, dapat mengikuti beberapa perintah sederhana.
Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien.
Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
Semikoma/ Pasien tidak ada respon dengan rangsang verbal, dengan rangsang nyeri
Soporokomatus masih ada gerakan, reflek‐reflek (cornea, pupil dll) masih baik dan nafas
masih adekuat.

Koma Gerakan spontan negatif, reflek‐reflek negatif, fungsi nafas terganggu atau
negatif.
Tidak ada respon sama sekali terhadap rangsang nyeri yang apapun

171
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Tabel 2. Penilaian tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale pada dewasa dan anak

ASPEK YANG DINILAI NILAI

Membuka mata Spontan 4


Atas perintah 3
Dengan stimulus nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon verbal Orientasi baik 5
Gelisah (confused)/ jawaban kacau 4
Kata-kata tidak jelas (inappropriate) 3
Suara yang tidak jelas artinya 2
(unintelligible‐sounds)/merintih/mengerang
Tidak ada suara 1
Respon motorik Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Reaksi fleksi 3
Reaksi ekstensi 2
Tidak ada reaksi 1

Tabel 3. Penilaian tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale pada bayi

ASPEK YANG DINILAI NILAI

Membuka mata Spontan 4


Atas perintah 3
Dengan stimulus nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon verbal Berceloteh (coos dan babbles) 5
Menangis iritabel 4
Menangis terhadap nyeri 3
Mengerang terhadap nyeri 2
Tidak ada suara 1
Respon motorik Gerak spontan 6
Menghindar terhadap sentuhan 5
Menghindari nyeri 4
Reaksi fleksi abnormal terhadap nyeri 3
(dekortikasi)
Reaksi ekstensi abnormal terhadap nyeri 2
(deserebrasi)
Tidak ada reaksi 1

172
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
2. PEMERIKSAAN SARAFKRANIAL
Pemeriksaan saraf kranial sebagian besar merupakan kompetensi dokter umum
sebagaimana tercantum dalam SKDI (2012) berikut ini :
Level
No Jenis Kompetensi
Kompetensi
1 Pemeriksaan indra penciuman 4A
2 Inspeksi lebar celah palpebra 4A
3 Inspeksi pupil (ukuran dan bentuk) 4A
4 Reaksi pupil terhadap cahaya 4A
5 Reaksi pupil terhadap obyek dekat 4A
6 Penilaian gerakan bola mata 4A
7 Penilaian diplopia 4A
8 Penilaian nistagmus 4A
9 Refleks kornea 4A
10 Pemeriksaan funduskopi 4A
11 Penilaian kesimetrisan wajah 4A
12 Penilaian kekuatan otot temporal dan masseter 4A
13 Penilaian sensasi wajah 4A
14 Penilaian pergerakan wajah 4A
15 Penilaian indra pengecapan 4A
Penilaian indra pendengaran (lateralisasi, konduksi udara dan 4A
16
tulang)
17 Penilaian kemampuan menelan 4A
18 Inspeksi palatum 4A
19 Pemeriksaan refleks Gag 3
20 Penilaian otot sternomastoid dan trapezius 4A
21 Lidah, inspeksi saat istirahat 4A
Lidah, inspeksi dan penilaian sistem motorik (misalnya 4A
22
dengan dijulurkan keluar)
(Sumber : Standar Kompetensi Dokter (SKDI), 2012)

Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem
saraf perifer terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer. Pemeriksaan neurologis meliputi
pemeriksaan fungsi intelektual yang lebih tinggi (termasuk tingkat kesadaran), saraf-saraf
kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi sensoris, dan fungsi serebelum.

Penilaian Fungsi Saraf Kranial (Saraf Otak)


Saraf kranial merupakan saraf khusus yang keluar dari tengkorak (cranium), dan
terdiri dari 12 pasang. Beberapa saraf kranial memiliki fungsi sensoris dan motoris umum,
sementara yang lain memiliki fungsi khusus seperti untuk penciuman, penglihatan maupun
pendengaran. Lokasi dan fungsi dari saraf-saraf kranial tersebut dapat dilihat pada gambar dan
tabel di bawah ini:

173
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

Gambar bagian inferior dari otak dan saraf kranial

Tabel 1. Saraf-saraf kranial dan fungsinya


NO NAMA FUNGSI
I Olfaktorius Penciuman
II Optikus Penglihatan
III Okulomotorius Konstriksi pupil, membuka mata, pergerakan sebagian besar
otot ekstraokuler
IV Trokhlearis Pergerakan bola mata ke medial bawah
V Trigeminus Motorik: Pergerakan otot temporal dan masseter, dan
pergerakan rahang ke lateral
Sensoris: Sensasi wajah, (1) N. Ophtalmikus, (2) N. Maksilaris,
(3) N. Mandibularis
VI Abdusens Deviasi lateral mata
VII Fasialis Motorik: pergerakan wajah (ekspresi, menutup mata, menutup
mulut)
Sensoris: Sensasi rasa asin, manis, asam, pahit)
VIII Akustikus Mendengar (bagian koklea), keseimbangan (bagian vestibularis)
(vestibulokoklearis)
IX Glossofaringeus Motorik: Faring
Sensoris: bagian posterior dari membran timfani dan kanalis
auditorius, faring, dan posterior dari lidah, termasuk sensasi
rasa.
X Vagus Motorik: palatum, faring dan laring
Sensoris: faring, laring
XI Assesorius Motorik: Sternocleidomastoid dan bagian atas dari trapezius
XII Hipoglossus Motorik: lidah

Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat
bahwa pasien menderita gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan pada suatu saraf
kranial (sesuai urutan), dapat dilakukan beberapa pemeriksaan sebagaiberikut:

174
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Tabel 2. Saraf-saraf kranial dan pemeriksaannya
SARAF KRANIAL PEMERIKSAAN
I Penciuman
II - Ketajaman penglihatan (kartuSnellen)
- Lapanganpandang
- Fundusokuli
III, IV, VI - Reaksi pupil (langsung dan tidaklangsung)
- Pergerakan otot ekstraokuler
V - Sensasi wajah di 3 daerahsensoris
- Menggigit dan menggerakkan rahang ke sisi berlawanan,
palpasi otot masseter dantemporal
- Reflek SentakanRahang
- Reflekskornea
VII - Pergerakan wajah (mengerutkan dahi,tersenyum,
memperlihatkan gigi, mengangkatalis)
- Sensoris lidah 2/3anterior
VIII - Tes Weber danRinne
IX Sensoris lidah 1/3 posterior
X Pemeriksaan reflek muntah (gag refleks) dan arkus faring
V, VII, X, XII Suara dan ucapan
XI Otot sternokleidomastoid
Otot Trapezius
XII Gerakan lidah

3. PEMERIKSAAN SISTEMSENSORIS
Untuk mengevaluasi sistem sensoris, ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan
sesuai jalur yang terkena, yaitu
1. Tes rasa nyeri dan suhu (traktusspinotalamicus)
2. Tes posisi dan vibrasi ( kolumnaposterior)
3. Tes sentuhan halus ( keduajalur)
4. Sensasi diskriminasi yang melibatkan korteksserebri.
Pada pasien tanpa gejala atau tanda kelainan neurologis, pemeriksaan fungsi sensoris
dapat dilakukan secara cepat pada distal jari tangan dan kaki. Pemeriksa dapat memilih untuk
melakukan tes sentuhan halus, rasa nyeri dan vibrasi. Jika didapatkan hasil yang normal, maka
sisa tes yang lain tidak diperlukan. Akan tetapi jika didapatkan gejala atau tanda yang
menunjukkan adanya kelainan neurologis, pemeriksaan harus dilakukan semua. Pemeriksaan
harus membandingkan masing-masing sisi, distal dan proksimal. Kelainan neurologis biasanya
menimbulkan defisit sensoris yang pertamakali terlihat di distal dibandingkan proksimal.
Nervus medianus adalah saraf utama yang mempersarafi tangan, karena mempersarafi
permukaan palmar jari-jari tangan yang merupakan bagian tangan yang umumnya digunakan
untuk meraba. Nervus ulnaris dan nervus radialis menyuplai sensasi pada permukaan tangan
seperti terlihat pada gambar di sebelah.

175
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

Gambar Pembagian dermatom persarafan pada tangan

F. PROSEDUR
1. PENILAIAN TINGKATKESADARAN
Jika terdapat tanda-tanda penurunan kesadaran maka lakukan penilaian kesadaran
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
1. Menilai respon mata (E)
 Perhatikan apakah pasien membuka mata secaraspontan.
 Jika pasien tidak membuka mata minta ia untuk membukamatanya.
 Jika pasien tetap tidak membuka mata dengan perintah, berikan rangsang
nyeri dengan menekan sternum atau menekan saraf di sulkus supra orbita
atau kuku pasien menggunakan kuku ibu jari anda. Perhatikan apakah
pasien membuka mata atautidak.
 Tentukan/ simpulkan nilai GCS untuk responmata.
2. Menilai respon verbal(V)
 Berikan beberapa pertanyaan pada pasien (misal: namanya, tempat dia
berada, hari, bulan dantahun).
 Perhatikan apakah pasien memberikan jawaban dengan benar, jawaban
ngawur/dapat menjawab dalam kalimat namun ada disorientasi waktu dan
tempat, jawaban berupa kata-kata tapi tidak dimengerti (bukan dalam
bentuk kalimat), mengerang/ merintih, atau tidakbersuara.
 Tentukan/ simpulkan nilai GCS untuk responverbal.
3. Menilai respon motorik(M)
 Berikan perintah pada pasien untuk melakukan suatu gerakan (misal:
mengangkat tangan). Perhatikan apakah pasien dapatmelakukannya.
 Jika pasien tidak bisa mengikuti perintah, berikan rangsang nyeri dengan
menekan sternum atau menekan saraf di sulkus supra orbita menggunakan
ibu jari anda. Jika pasien mengangkat tangan sampai melewati dagu untuk
menepis rangsang nyeri tersebut berarti pasien dapat mengetahui lokasi
nyeri.
 Jika pasien tidak bereaksi berikan kembali rangsang nyeri dengan
menekan kuku pada salah satu jari tangan pasien tersebut dengan benda
keras (misal: kuku ibu jari pemeriksa, pena). Perhatikan apakah pasien
menarik tangannya (menghindari rangsang nyeri) dengan memfleksikan
kedua siku atau mengekstensikan kedua siku yang diikuti dengan fleksi
pergelangan tangan atau bahkan sama sekali tidakmerespon.
 Tentukan/ simpulkan nilai GCS untuk responmotorik.

176
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
4. Menilai tingkat kesadaran juga dapat dilakukan dengan metodeAVPU
5. Melakukan penilaian kesadaran secarakualitatif
6. Menyimpulkan hasilpenilaian

2. PEMERIKSAAN SARAFKRANIAL
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkandiri)
b. Menjelaskan tujuanpemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan luruskedepan.
d. Cuci TanganWHO
2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.
3. Pemeriksaan SarafKranial
1. Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang hidung
ditutup (alternatif dengan menggunakan tanganpasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup.
Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, ataukopi.
3. Setiap lubang hidung ditesbergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta
pasien untuk mengidentifikasi sampeltes.
2. Nervus II.Optikus
I. Kaji TajamPenglihatan

Gambar. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (sumber: http://www.osceskills.com)


1. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika pasien
memakai kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai
kacamatanya)
2. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan
penutupmata(alternatif:pasiendimintauntukmenutupmatadengantangannya)
3. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil yang masih
bisadibaca.
4. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan. (Misalnya 20/60,
dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak pemeriksaan yang dipakai dalam
pemeriksaan, dan penyebut (60 kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera
pada baris huruf Snellenchart.)
5. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan matakiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan prosedur
berikut:

177
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
1. Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih jari, minta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien tidak dapat menghitung
jari pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan diri ke arah pasien dan kembali
meminta pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien
dapat menghitung jaripemeriksa.
Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat dilakukan dengan baik
hingga jarak 60 meter.
2. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter dari pasien,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian.
Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga jarak 300 meter.
3. Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa
apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya: persepsi
cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat
cahaya maka visus pasien adalah 0 atau No Light Perception(NLP).

II. Lapang Pandang(Konfrontasi)

Gambar. Pemeriksaan Lapang Pandang (sumber: http://www.osceskills.com)

1. Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan tangan (30 – 50cm)
2. Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangankirinya.
3. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien yangditutup.
4. Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa(fiksasi).
5. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang digerakkan petugas di
mana mata tetap terfiksasi dengan matapemeriksa.
6. Gerakkan objek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer ke tengah di mulai
dari arah superior, superior temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior
nasal, superiornasal.
7. Bandingkan dengan lapang pandangpemeriksa.
8. Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan matakiri.

178
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
III. Funduskopi

Gambar. Pemeriksaan Funduskopi (sumber: http://www.osceskills.com)

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus


okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang
temaran dan pasien diberikan midriatikum sebelumnya.
1. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa mata
kiri pasien (untuk memeriksa mata kanan pasien dengan memegang oftalmoskop
pada tangan kiri), pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengaturlensa.
2. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata. Lalu perlahan
bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi
temporal pasien hingga gambaran fundusterlihat.
3. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya dioptri yang
diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat terlihat jelas
(biladiperlukan).
4. Amati gambaran fundus yang terlihat.

Disc a/v retina macula

Gambar. Fundus Normal

179
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

hemoragik

neovaskularisasi

Gambar. Fundus Retinopati Diabetikum

3. Nervus III. Okulomotorius, Nervus IV. Troklearis, Nervus VI.Abdusen


I. Gerakan Okular Duksi (Monocular)

Gambar. Pemeriksaan N.III, N.IV, N.VI (sumber: http://www.osceskills.com)

1. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan menggunakan
telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan.
Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi
mata pasien pada jarak 30cm.
2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa
menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapangcardinal.

3. Ulangi prosedur untuk matakiri.

180
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
II. Gerakan Okular Versi(Binocular)

1. Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan.
Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata
pasien pada jarak 30cm.
2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa
menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal dan gerakan ke
atas dan ke bawah pada garistengah.

3. Ulangi prosedur untuk matakiri

III. ReflekPupil

Gambar. Pemeriksaan Reflek Pupil (sumber: http://www.osceskills.com)

1. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien untuk melihat
benda yang jauh untukfiksasi
2. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah
samping ataubawah.
3. Catat respon pupil langsung (direct pupilreflex)
4. Ulangi prosedur 1-3 untuk matakiri.
5. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata kiri yang tidak
disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan ukuran pupil normalnya akan
ekuivalen dengan respon pupillangsung.
6. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada matakiri.

4. Nervus V.Trigeminus
I. Uji Sentuhan Ringan dan NyeriWajah

Gambar. Pemeriksaan Sensoris Wajah (sumber: http://www.osceskills.com)


181
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
1. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada sentuhan
daerahwajah.
2. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk memberikan
usapan pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang
sama pada dahi sisi yanglain.
3. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, danrahang.
4. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisiwajah.
5. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri dan tumpul, pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan pin tajam dan benda tumpul yang dilakukan
dengan tekanan ringan pada daerah wajah secara bergantian tajam dan tumpul dan
pada kedua sisi wajah, minta pasien menyebutkan sensasi yang dirasakan apakah
tajam atau tumpul dan apakah sensasi yang dirasakan simetris pada kedua sisi
wajah.
II. Raba Kontraksi Otot Temporalis danMaseter
1. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot temporalispasien.
2. Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan kontraksi otot
temporalis padatangan.
3. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan ototmaseter.
III. Kontraksi Otot Pterygoideus anterior danlateral
a. Uji gigitspatel
1. Pasien diminta untuk menggigit spatel kayu/stainlesssteel.
2. Pasien diminta untuk tetap menahan gigitannya, sementara pemeriksa menarik
spatel.
3. Nilai kekuatan otot pterygoideusmedialnya.
b. Pergerakan Rahang Sisi ke Sisi
1. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang bawahpasien.
2. Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke arah kanan dan ke kiri.
Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiriequivalen.
3. Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien, dan minta pasien
untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah
tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri
equivalen.
IV. Reflek SentakanRahang

1. Pemeriksa duduk berhadapan denganpasien.


2. Pasien diminta untuk membuka sedikitmulutnya.
3. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa
pada anterior rahang bawah (dagu). Pukulkan
palu reflek pada ibu jaripemeriksa.
4. Reflek normal akan memberikan sedikit gerakan
rahang bawah ke arah atas. Respon abnormal
akan memberikan sentakan yangberlebih.
Gambar. Pemeriksaan Reflek Sentakan Rahang
(http://www.scepticemia.com)

182
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
V. ReflekKornea
Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas
yang diusapkan ringan pada kornea
1. Pemeriksa menggunakan kapas yang
dibentuk meruncing.
2. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan
ujung runcing kapas ditempatkan dari sisi
lateral mata dan usapkan secara ringan pada
kornea.
3. Usapan pada kornea akan menyebabkan
refleks menutup mata pada kedua mata.
Bandingkan respon reflek kornea pada kedua
bola mata.
Gambar. Pemeriksaan Reflek Kornea (Sumber : http://www.osceskills.com)

5. Nervus VII. Fasialis


I. Tes Fungsi Motorik Otot FasialBawah

1. Pasien diminta untuk tersenyum dan


memperlihatkan gigi-geliginya.
2. Pada respon yang normal sudut bibir
simetris. Pada keadaan abnormal respon
mulut deviasi ke arah yangsehat.
Gambar Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Bawah
(sumber: http://www.osceskills.com)

II. Tes Fungsi Motorik Otot FasialAtas

Gambar Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Atas (sumber:http://www.osceskills.com)

1. Pasien diminta untuk menutup kedua matanyakuat-kuat.


2. Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopakmata.
3. Pada respon yang normal, kedua mata pasien tidak akan terbuka walaupun pemeriksa
berusaha membuka kedua kelopak mata dengantenaga.
4. Minta pasien untuk mengangkat keduaalis.
5. Pada respon normal, akan tampak kerut pada kedua sisi dahi simetris. Pada respon
abnormal tak tampak adanya kerut dahi pada sisi yangsakit.

III. Tes Pengecap 2/3 anteriorlidah


1. Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis (gula), asin (garam),
pahit (kina/kopi), asam (cuka). Semua subtansi disediakan dalam bentukcairan.
2. Pasien diminta untuk menjulurkanlidahnya.
3. Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan menggunakanpipet.
4. Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang dirasakanpasien.

183
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

6. Nervus VIII.Akustikus

Gambar. Pemeriksaan Rinne dan Webber (sumber: http://www.osceskills.com)


I. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
1. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512Hz.
2. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikuseksternus).
3. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan
meatus akustikus eksternus kananpasien.
4. Lakukan hal yang sama pada telingakiri.
5. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif
jika pasien tidak dapatmendengarnya
II. Uji Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua
telinga pasien.
1. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512Hz.
2. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita letakkan tegak
lurus pada dahi tepat di garistengah.
3. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah samakeras.
4. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke
sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama
mendengar berarti tidak adalateralisasi.

7. Nervus IX. Glossopharingeal

I. ReflekMuntah
1. Pasien diminta untuk membuka
mulutnya lebar-lebar
2. Pemeriksa memberikan stimulus pada
dinding faring dengan spatellidah.
3. Periksa respon muntah
Gambar. Pemeriksaan N.IX (sumber:
http://www.osceskills.com)
II. Test pengecap 1/3 posterior lidah
Pemeriksaan pengecap sama seperti
pemeriksaan Nervus Fascialis hanya posisi
pemeriksaan pada 1/3 posteriorlidah.

184
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL6 |2018
8. Nervus X. Vagus
1. PerubahanBicara
1. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satukalimat.
2. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni ataudisartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara (laring), suara
menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria adalah kesulitan menghasilkan artikulasi
karena paralisis vagal sehingga menyebabkan kelemahan kontraksi soft palatum.
2. Kontraksi SoftPalatum
1. Pasiendimintauntukmembukamulutdanberkata―Aaaaa‖.
2. Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi sekaligus memeriksa
posisiuvula.
3. Pada respon normal soft palatum (arkus palatum) kedua sisi terangkat simetris dan
uvula tetap pada posisitengah.
4. Respon abnormal akan didapatkan bila salah satu sisi soft palatum tidak terangkat,
dan uvula akan tertarik ke sisi yang berlawanan (sisi yangsehat).
3. Menelan
1. Pasien diminta untuk untuk menelan makanankecil/air.
2. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah pasientersedak.

9. Nervus XI. Accessory


I. Pemeriksaan OtotSternocleidomastoideus

1. Pemeriksa meletakkan tangan pada


pipipasien.
2. Minta pasien untuk menoleh ke
kanan dan ke kiri melawan tahanan
tanganpemeriksa

Gambar. Pemeriksaan Otot


Sternocleidomastoideus
(sumber: http://www.osceskills.com)

II. Pemeriksaan Otot Trapezius

1. Pemeriksa berhadapan denganpasien.


2. Pemeriksa meletakkan kedua tangan
pada bahupasien.
3. Minta pasien untuk mengangkat kedua
bahu melawan tahanan tanganpasien.
4. Pemeriksa menilai kesimetrisan
kontraksi kedua otottrapezius

Gambar. Pemeriksaan Otot Trapezius


(sumber:http://www.osceskills.com)

185
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
10. Nervus. XII. Hypoglossal
Pemeriksaan MotorisLidah

Pasien diminta untuk membuka mulut dan


lidah tetap berada pada dasar mulut.
1. Pemeriksa memeriksa lidah pasien
adakah fasikulasi dan atauatropi.
2. Pasien diminta untuk menjulurkanlidah.
3. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis
lidah akan menyebabkan deviasi pada
sisi yang terkena (sisi yangsakit).

Gambar. Pemeriksaan N.XII (sumber:


http://www.osceskills.com)

4. ItemProfesionalisme
1. Percaya diri, minimalerror.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengankasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kpdpasien.
4. Cuci tanganWHO

3. PEMERIKSAAN SISTEMSENSORIS
1. Persiapan
 Persilahkan pasien untuk duduk di bed menghadap pemeriksa yang berada pada
posisiberdiri.
 Apa yang akan dilakukan dan apa respon yang harus pasienlakukan.
 Selama tes mata pasien dalam posisi tertutup, kecuali saat tertentu kita pinta
membukamata.
2. Tes Sentuhan Halus
 Siapkan kapas kemudian sentuhkan secara halus kapas ke dorsum salah satu jari
tangan dari distal keproksimal.
 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yangdirasakan
 Kemudian sentuhkan secara halus ujung kapas ke permukaan salah satu jari kaki
dari distal keproksimal.
 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yangdirasakan
 Jika sensasi yang dirasakan normal, lanjutkan ke tesberikutnya.
 Jika sensasi tidak dirasakan, teruskan menyentuh ke arah proksimal sampai sensasi
dirasakan. Catat sampai dermatom mana sensasi tersebut mulaidirasakan.

186
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
3. Tes Rasa Nyeri
 Gunakan benda tajam dan tumpul, kali inipeniti
 Sentuhkan ujung tajam dan tumpul secara acak pada punggung tangan secara
halus, hindari melukai atau menyakitipasien.
 Tanyakan apakah yang disentuhkan tajam atau tumpul. Orang normal bisa
membedakan sensasi tajam-tumpul. Bila tidak dapat membedakan, teruskan tes
ke arah proksimaltangan.
 Lakukan pada keduatangan.
 Lanjutkan tes ke punggung kaki kanan dankiri.
 Jangan menggunakan peniti yang sama untuk oranglain.

Gambar Pemeriksaan Tes Rasa Nyeri

4. TesVibrasi
- Gunakan garpu tala 128 Hz, getarkan dengan memukulkannya ke tumittangan.
- Letakkan garpu tala diatas sendi interfalanx distal jari telunjukpasien.
- Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan getaran, bila tidak
teruskan tes ke sendi yang lebihproksimal.
- Lakukan pada keduatangan
- Kemudian getarkan lagi garpu tala, letakkan di atas sendi interfalanx distal jempol
kaki.
- Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan getaran, bila tidak
teruskan tes ke sendi yang lebihproksimal.
- Lakukan pada keduakaki.

Gambar Tes Vibrasi

187
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
5. TesPosisi
 Pegang lateral palanx distal jari tengah tangan pasien dengan jempol dan
telunjuk tangan pemeriksa , jempol dan telunjuk tangan lain memegang
palanxintermedia.
 Gerakkan palanx distal pasien ke atas dan ke bawah sambil diberitahu
kepada pasien bahwa ini ke atas, ini ke bawah (mata pasienterbuka)
 Kemudian suruh pasien memejamkan matakembali.
 Gerakkan palanx distal sambil tanyakan ke pasien kemana palanx tersebut
kita gerakkan. Normal bisa mengetahui kemana gerakan, bila tidak
lanjutkan ke sendi yang lebihproksimal.
 Lakukan pada keduatangan.
 Lanjutkan pada jempol keduakaki.

Gambar Tes Posisi

6. Tes sensasi diskriminatif


a. Stereognosis
 Letakkan objek yang sudah dikenal oleh pasien seperti koin 500, peniti,
pensil dan korekkuping.
 Taruh salah satu objek ke tanganpasien.
 Dengan mata terpejam minta pasien merasakan objek, minta dia
menyebutkan objek yangdirasakan.
 Minta pasien menyebutkan dan menyebutkan bagian spesifik (misal,
bagian angka dan bagian garuda pada koin 500; kepala dan batang korek
kuping, kepala dan ekor penitidll)
b. IdentifikasiNomor
 Dalam keadaan mata tertutup, tuliskan
dengan ujung pensil yang tumpulsebuah
angka paada telapak tanganpasien
 Minta pasien menyebutkan angka yang
dituliskan. Normal bisa mengetahui angka
yang dituliskan, abnormal dapatdiakibatkan
motor impairment, arthritisdll
Gambar Tes IdentifikasiNomor

188
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
c. Diskriminasi 2titik
 Gunakan 2 peniti, pegang denganrapat.
 Sentuhkan kedua ujung tajam peniti pada ujung jari
jari tengah tangan pasien pada satu titiklokasi.
 Minta pasien menyebutkan apakah yang dirasakan
satu atau dua titik sentuhan. Normal bisa
membedakan satu atau dua titik sentuhan. Bila
tidak dapat dirasakan, perlebar jarak kedua titik
sentuhan sampai pasien bisamerasakan.
(Gambar Tes Diskriminasi 2 Titik)
d. TitikLokasi
 Sentuh pasien pada sembarang titik lokasi dengantelunjuk.
 Pinta pasien membuka mata dan menunjukkan di mana lokasi yang pemeriksa
barusan sentuh.
 Pinta pasien memejamkan matakembali.
 Kemudian sentuh pasien pada dua titik lokasi berbeda dan berlawanan secara
bersamaan. Misalnya pada pipi kiri dan lengankanan.

 Tanyakan kepada pasien di mana letak titik lokasi


sentuhan.Orang normal dapat mengetahui posisi sentuhan.
Kelainan yang disebut extiction phenomenon, tidak dapat
membedakan sisi mana yang disentuh( misal, tidak
mengetahui pipi kiri dan lengan kanan tapi pipi dan lengan
kanan atau pipi dan lengan kiri). Kelainan ini disebabkan
gangguan pada lobustemporal.
(Gambar Tes Titik Lokasi)

G. DAFTAR PUSTAKA
Penilaian Tingkat Kesadaran:
 SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI.
Jakarta:2000
 T Juwono: Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC. Jakarta:2000
 Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta:1995
Pemeriksaan Saraf Kranial :
 Snell, Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6,
EGC. Jakarta.
 Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill ,
Chapter 5:155-208
 http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/
Penilaian Sistem Sensoris :
 Lynn S. Bickley: Bate's guide to physicalexamination.
 Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5.Elsevier.2007
 Afzal Mir: Atlas of clinical diagnosis. Ed 2. Elshevier science limited.2003
 Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta:1995

189
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
H. CEKLIST LATIHAN
1. PENILAIAN TINGKATKESADARAN
No Aspek Feedback

INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap
terbuka,ramah dan kontak mata)
CONTENT
2 Menilai respon mata
3 Menilai respon verbal
4 Menilai respon motorik
5 Menilai kesadaran dengan metode AVPU
6 Menilai tingkat kesadaran secara kualitatif
7 Menyimpulkan hasil penilaian
PROFESSIONALISM
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL

2. PEMERIKSAAN SARAFKRANIAL
No Aspek Feedback

INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri
2 Menjelaskan tujuan pemeriksaan
3 Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak
4 Cuci tangan WHO
CONTENT
Inspeksi
5 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
N. I. Olfaktorius
6 Pasien diminta untuk bernafas dengan satu lubang hidung
ditutup (alternatif: dengan menggunakan tangan pasien).
7 Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang
tidak ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti
tembakau, teh, atau kopi.
8 Setiap lubang hidung dites bergantian.
9 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang
cukup, lalu meminta pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.
N. II. Optikus
A. Kaji Tajam Penglihatan
10 Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart
(Jika pasien memakai kacamata sebagai alat bantu
pengelihatan, maka pasien dapat memakaikacamatanya).
11 Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri
190
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
ditutup dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk
menutup mata dengan tangannya).
12 Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf
terkecil yang masih bisa dibaca.
13 Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk
pecahan (misal : 20/20).
14 Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan
prosedur berikut:
15 Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen
chart, maka pemeriksa mengangkat satu tangannya dan
ekstensikan dua atau lebih jari, minta pasien untuk menghitung
jari pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat
menghitung jari pemeriksa.
16 Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa, periksa
apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat
menentukan arah gerakan/lambaian.
17 Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-
light untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya.
Catat respon pasien terhadap cahaya : persepsi cahaya, persepsi
arah cahaya, persepsi tanpa cahaya.
B. Lapang Pandang (Konfrontasi)
18 Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan
tangan ( 30 – 50 cm).
19 Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.
20 Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien
yang ditutup
21 Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa
(fiksasi).
22 Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang
digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.
23 Gerakkan obyek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari
perifer ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal,
temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior
nasal.
24 Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.
C. Funduskopi
25 Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk
memeriksa mata kiri pasien dan tangan kiri dengan, pemeriksa
memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
26 Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada
mata pasien. Lalu perlahan bergerak maju mendekati pasien
dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal pasien
hingga gambaran fundus terlihat.
27 Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur
besarnya dioptri yang diperlukan untk menyesuaikan focus
sehingga detail fundus dapat terlihat jelas (bila diperlukan).

191
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
28 Amati gambaran fundus yang terlihat
N.III. Okulomotorius, N.IV. Troklearis, N.VI. Abdusen
A. Gerakan Okular Duksi (Monocular)
29 Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien
dengan menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien
tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda
(misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata
pasien pada jarak 30 cm.
30 Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target
fiksasi,pemeriksamenggerakanjariataubendatargetfiksasi
sesuai enam lapang cardinal.
31 Ulangi Prosedur untuk mata kiri.
B. Gerakan Okular Versi (Binocular)
32 Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal:
pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien
pada jarak 30cm.
33 Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target
fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau bendatarget fiksasi
sesuai enam lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah
pada garis tengah.
34 Ulangi Prosedur untuk mata kiri
D. Reflek Pupil
35 Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta
pasien untuk melihat benda yang jauh untuk fiksasi.
36 Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-
light dari arah samping atau bawah.
37 Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
38 Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
39 Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada
mata kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan
respon dan ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan
respon pupil langsung.
40 Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
N. V. Trigeminus
A. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
41 Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon
pada sentuhan daerah wajah.
42 Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas
untuk memberikan usapan pada satu sisi dahi, setelahnya
lakukanhalyangsamapadaposisiyangsamapadadahisisi
yang lain.
43 Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
44 Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua
sisi wajah.
45 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri,
pemeriksaan uji nyeri dilakukan dengan menggunakan pin
tajam yang dilakukan dengan tekanan ringan pada daerah

192
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
wajah.
B. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
46 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot
temporalis pasien.
47 Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit),
rasakan kontraksi otot temporalis pada tangan.
48 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.
C. Kekuatan otot Pterygoideus Medial dan Lateral
49 Pasien diminta untuk menggigit spatel dengan kuat, kemudian
pemeriksa menarik spatel. Nilai kekuatan otot pterygoideus
medial
50 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang
bawah pasien Pasien diminta untuk menggerakkan rahang
bawahnya ke kanan dan ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot
pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
51 Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien,
dan minta pasien untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan
dan ke kiri sesuai dengan arah tahanan pemeriksa. Nilai apakah
kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
D. Reflek Sentakan Rahang
52 Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
53 Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
54 Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior
rahang bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari
pemeriksa.
55 Periksa respon pasien.
E. Reflek Kornea
56 Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
57 Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing
kapas ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara
ringan pada kornea.
58 Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata
pada kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua
bola mata. Respon berkedip pada kedua mata.
N.VII. Fasialis
A. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Bawah
59 Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-
geliginya.
B. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Atas
60 Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.
61 Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
62 Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
C. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah
63 Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis
(gula), asin (garam), pahit (kina), asam (cuka). Semua subtansi
disediakan dalam bentuk cairan.
64 Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
65 Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan

193
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
menggunakan pipet.
66 Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang
dirasakan pasien.
N.VIII. Akustikus
A. Tes Rinne
67 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
68 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu
menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid
kanan pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
69 Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala
kita pindahkan di depan meatus akustikuseksternus kanan
pasien.
70 Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
B. Tes Weber
71 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz
72 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu
tangkainya kita letakkan tegak lurus pada dahi tepat di garis
tengah.
73 Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih,
ataukah sama keras.
N. IX. Glossopharingeal
A. Reflek Muntah (Gag Reflex)
74 Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
75 Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan
spatel lidah.
76 Periksa respon muntah
B. Tes Pengecap 1/3 Posterior Lidah
77 Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus
Fascialis hanya posisi pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.
N. X. Vagus
A. Perubahan Bicara
78 Pasien diminta untuk berbicara satu kata atau satu kalimat.
79 Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau
disartria.
B. Kontraksi Soft Palatum
80 Pasiendimintauntukmembukamulutdanberkata―Aaaaa‖
81 Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi
sekaligus memeriksa posisi uvula.
C. Menelan
82 Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
83 Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau
adakah pasien tersedak.
N. XI. Accessory
A. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus
84 Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
85 Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan
tahanan tangan pemeriksa.
B. Pemeriksaan Otot Trapezius

194
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
86 Pemeriksa berhadapan dengan pasien
87 Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.
88 Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan
tangan pasien.
89 Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius
pasien.
N. XII. Hypoglossal
90 Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada
pada dasar mulut.
91 Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi atau
atropi.
92 Pasien diminta untuk menjulurkan lidah
93 Periksa adakah deviasi lidah
PROFESIONALISME
95 Melakukan dengan penuh percaya diri, serta minimal error
96 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
97 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada
pasien
98 Cuci tangan WHO

3. PEMERIKSAAN SISTEMSENSORIS

No Aspek Feedback

INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
 Salam dan perkenalandiri.
 Sikap terbuka danramah.
 Kontak matasewajarnya.
2 Persilahkan pasien untuk duduk di bed menghadap pemeriksa
yang berada pada posisi berdiri.
3 Jelaskan apa yang akan dilakukan dan apa respon yang harus
pasien lakukan. Selama tes mata pasien dalam posisi tertutup,
kecuali saat tertentu kita pinta membuka mata.
CONTENT
Tes Sentuhan Halus
4 Siapkan kapas kemudian sentuhkan secara halus kapas ke dorsum
satu jari tangan dari distal ke proksimal.
5 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
6 Kemudian sentuhkan secara halus ujung kapas ke permukaan
salah satu jari kaki dari distal ke proksimal.
7 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
8 Jika sensasi yang dirasakan normal, lanjutkan ke tes berikutnya.
9 Jika sensasi tidak dirasakan, teruskan menyentuh ke arah
proksimal sampai sensasi dirasakan. Catat sampai dermatom
mana sensasi tersebut mulai dirasakan.
Tes Rasa Nyeri
10 Gunakan benda tajam dan tumpul, kali ini peniti.

54
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2017
CSL 6 | 2018
Sentuhkan ujung tajam dan tumpul secara acak pada punggung
tangan secara halus, hindari melukai atau menyakiti pasien.
11 Tanyakan apakah yang disentuhkan tajam atau tumpul. Orang
normal bisa membedakan sensasi tajam-tumpul. Bila tidak dapat
membedakan, teruskan tes ke arah proksimal tangan.
12 Lakukan pada kedua tangan.
13 Lanjutkan tes ke punggung kaki kanan dan kiri.
Tes Vibrasi
14 Gunakan garpu tala 128 Hz, getarkan dengan memukulkannya ke
tumit tangan.
15 Letakkan garpu tala diatas sendi interfalanx distal jari telunjuk
pasien.
16 Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan
getaran, bila tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
17 Lakukan pada kedua tangan
18 Kemudian getarkan lagi garpu tala, letakkan di atas sendi
interfalanx distal jempol kaki.
19 Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan
getaran, bila tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
20 Lakukan pada kedua kaki.
Tes Posisi
21 Pegang lateral palanx distal jari tengah tangan pasien dengan
jempol dan telunjuk tangan pemeriksa , jempol dan telunjuk
tangan lain memegang palanx intermedia.
22 Gerakkan palanx distal pasien ke atas dan ke bawah sambil
diberitahu kepada pasien bahwa ini ke atas, ini ke bawah (mata
pasien terbuka)
23 Kemudian suruh pasien memejamkan mata kembali.
24 Gerakkan palanx distal sambil tanyakan ke pasien kemana palanx
tersebut kita gerakkan. Normal bisa mengetahui kemana gerakan,
bila tidak lanjutkan ke sendi yang lebih proksimal.
25 Lakukan pada kedua tangan.
26 Lanjutkan pada jempol kedua kaki.
Tes Sensasi Diskriminasi
Stereognosis
27 Letakkan objek yang sudah dikenal oleh pasien seperti koin 500,
peniti, pensil dan korek kuping.
Taruh salah satu objek ke tangan pasien.
28 Dengan mata terpejam minta pasien merasakan objek, minta dia
menyebutkan objek yang dirasakan.
29 Minta pasien menyebutkan dan menyebutkan bagian spesifik
(misal, bagian angka dan bagian garuda pada koin 500; kepala
dan batang korek kuping, kepala dan ekor penitidll)
Identifikasi Nomor
30 Dalam keadaan mata tertutup, tuliskan dengan ujung pensil yang
tumpul sebuah angka paada telapak tangan pasien
31 Minta pasien menyebutkan angka yang dituliskan.
Diskriminasi 2 titik

55
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2017
CSL 6 | 2018
32 Gunakan 2 peniti, pegang dengan rapat.
Sentuhkan kedua ujung tajam peniti pada ujung jari jari tengah
tangan pasien pada satu titik lokasi.
33 Minta pasien menyebutkan apakah yang dirasakan satu atau dua
titik sentuhan. Perlebar jarak kedua titik sentuhan sampai pasien
bisa merasakan.
Posisi
34 Sentuh pasien pada sembarang lokasi dengan telunjuk.
35 Pinta pasien membuka mata dan menunjukkan di mana lokasi
yang pemeriksa barusan sentuh.
36 Pinta pasien memejamkan mata kembali.
37 Sentuh pasien pada dua lokasi berbeda dan berlawanan secara
bersamaan. Misalnya pada pipi kiri dan lengan kanan.
38 Tanyakan kepada pasien di mana letak sentuhan.
PROFESSIONALISM
39 Melakukan dengan penuh percaya diri
40 Melakukan dengan kesalahan minimal

56
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS 2
Dr. Rizki Hanriko, Sp.PA
A. TEMA
1. Keterampilan pemeriksaan RefleksFisiologis
2. Keterampilan pemeriksaan Refleks Patologis, Gejala Rangsang Meningeal dan
Refleks Tanda Dementia
3. Keterampilan pemeriksaan TesKoordinasi

B. TUJUANPEMBELAJARAN:
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan RefleksFisiologis
 Mampu melakukan pemeriksaan reflek patologis, gejala rangsang meningeal dan
reflek tanda demensia denganbenar.
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan TesKoordinasi

C. ALAT DANBAHAN
Refleks Fisiologis Refleks Patologis Tes Koordinasi
 Reflek hammer  Reflek hammer -
 Mejapemeriksaan  Handschoen
 Alcohol

D. SKENARIO
Sepasang suami istri diantar periksa oleh keluarganya ke tempat praktek saudara.
Seorang kakek berusia 60 tahun diantar dengan keluhan lengan dan tungkai kirinya lemah. Ia
merasakan keluhan tersebut sejak beberapa jam sebelumnya ketika ia bangun pagi hari.
Keluarga juga mengeluhkan pasien pelo ketika berbicara. Pasien mempunyai riwayat
hipertensi lama yang tidak terkontrol. Sedangkan istri pasien, usia 54 tahun mengeluhkan
pusing berputar sejak 1 hari ini. Pasien tidak bisa berdiri dan selalu sempoyongan. Mual (+),
Muntah (+) tidak ada demam ataupun riwayat trauma kepala. Anda kemudian melakukan
beberapa pemeriksaan neurologis kepada kedua pasien diantaranya adalah pemeriksaan reflek
fisiologis, refleks patologis dan teskoordinasi.
E. DASARTEORI
1. REFLEKSFISIOLOGIS
Reflek adalah jawaban atas rangsang. Reflek neurologik tergantung pada suatu
lengkung reflek yang terdiri dari jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan sistem eferen yang
mengaktivasi organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen. Misalnya reflek tendon
yang timbul karena adanya rangsang, yang akan diteruskan ke reseptor--serabut aferen--
ganglion spinal--serabut eferen—efektor (otot). Gerak otot reflektoris dapat ditimbulkan pada
setiap orang sehat (reflek fisiologis). Reflek regang otot adalah reflek yang timbul oleh
regangan otot yang disebabkan rangsangan dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi.
Nama lain dari reflek ini adalah reflek tendon atau reflek fisiologis. Pada kerusakan UMN
dapat terjadi refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada orang –orang sehat, yang dinamakan
reflekspatologis.
Reflek patologis yang dikemukakan oleh Babinski (1896) menyatakan bahwa reflek
superfisial yang dibangkitkan pada keempat ekstremitas menjadi berubah jawabannya jika
terdapat lesi pada traktus piramidalis. Reflek, baik berupa lesi Upper Motor Neuron (UMN)
atau Lower Motor Neuron (LMN) yang pada ekstrimitas bawah tidak lagi terjadi plantar fleksi

57
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
seperti pada orang normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari
lainnya sedangkan pada ekstrimitas atas (pada reflek hoffman trommer) akan timbul fleksi
keempat jari, yang pada orang normal tidak terjadi apa-apa. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan pemeriksaan refleks fisiologis adalah:
 Penderita harus dalam keadaan santai.
Bagian yang diperiksa harus dalam posisi
sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang
terjadi dapat muncul secaraoptimal
 Rangsangan harus diberikan secara cepat
dan langsung. Pukulan tidak perlu terlalu
keras
(Gambar Cara melakukan pukulan dengan menggunakan palu refleks)

Penilaian hasil refleks


Refleks fisiologis dapat dinilai sebagai negatif, menurun, normal, meninggi/
meningkat dan hiperaktif/ hiperrefleks. Ada pula yang menggunakan kriteria sebagai berikut :
0 :negatif
+1 : lemah (darinormal)
+2 :normal
+3 :meninggi
+4 :hiperaktif

Jenis refleks fisiologis


 Reflekbisep:Denganmemberirangsanganberupaketokapadatendonototbiseps maka
akan menimbulkan gerakan fleksi lengan bawah. Pusat reflek ini terletak di C5-C6
 Reflek tricep: dengan memberikan rangsangan berupa ketokan pada tendon otot
tricepsdansebagaijawabannyaakanterjadiektensilenganbawah.Pusatrefleksini
terletak di C6-C8
 Reflek patella: dengan memberi rangsangan pada tendon m quadriceps femoris
dansebagaijawabannyaakanterjadigerakanekstensitungkaibawah.Pusatrefleks
terletak L2, L3,L4.
 Reflek achilles: dengan memberi rangsangan pada tendon achilles dan sebagai
jawabannya akan terjadi gerakan plantar fleksi pada kaki. Pusat refleks melalui S1
dan S2

2. REFLEKSPATOLOGIS
Reflek adalah jawaban atas rangsang. Reflek neurologik tergantung pada suatu
lengkung reflek yang terdiri dari jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan sistem eferen yang
mengaktivasi organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen. Misalnya reflek tendon
yang timbul karena adanya rangsang, yang akan diteruskan ke reseptor--serabut aferen--
ganglion spinal--serabut eferen—efektor (otot). Gerak otot reflektoris dapat ditimbulkan pada
setiap orang sehat (reflek fisiologis). Pada kerusakan UMN dapat terjadi refleks yang tidak
dapat dibangkitkan pada orang–orang sehat, yang dinamakan reflekspatologis.
Reflek patologis yang dikemukakan oleh Babinski (1896) menyatakan bahwa reflek
superfisial yang dibangkitkan pada keempat ekstremitas menjadi berubah jawabannya jika

58
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
terdapat lesi pada traktus piramidalis. Reflek, baik berupa lesi Upper Motor Neuron (UMN)
atau Lower Motor Neuron (LMN) dimana pada ekstrimitas bawah tidak lagi terjadi plantar
fleksi seperti pada orang normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari
lainnya (plantar response) sedangkan pada ekstrimitas atas (pada reflek hoffman trommer)
akan timbul fleksi keempat jari, yang pada orang normal tidak terjadi apa-apa.

Gejala Rangsang Meningeal


Meningen atau selaput otak yang mengalami rangsangan atau iritasi baik karena
infeksi (meningitis) maupun peregangan ruang arachnoid (benda asing, tumor, perdarahan
subarachnoid) yang hal ini akan menimbulkan gejala rangsang meningeal. Gejala subjektif
yang dapat timbul bisa berupa sakit kepala, nyeri kuduk, fotofobia dan hiperakusis. Sedangkan
gejala objektif berupa fleksi kedua tungkai dan opistotonus (kepala mendongak dan punggung
melengkung ke belakang dalam keadaan ekstensi akibat rangsangan otot-otot ekstensor kuduk
dan punggung). Bayi dan anak dengan meningitis lebih sering mengalami opistotonus
(misalnya meningitis TB). Selain itu gejala rangsang meningeal dapat menimbulkan tanda-
tanda patologis seperti tanda Brudzinski, kernig, laseque dan kaku kuduk.

3. TESKOORDINASI
Koordinasi gerakan otot mengharuskan empat fungsi sistem saraf berfungsi secara
terpadu, yaitu :
 Sistem motorik, untuk kekuatanotot.
 Sistem cerebellar untuk gerakan berirama dan stabilisasipostur.
 Sistem vestibular, untuk keseimbangan dan koordinasi mata, kepala, dan gerakan
tubuh.
 Sistem sensor, untuk merasakanposisi.
Inkoordinasi gerakan terutama disebabkan adanya lesi di cerebellum. Lesi di cerebellum
turut menyebabkan gangguan dalam pengaturan sikap dan tonus. Gejala klinis yang sering
didapatkan pada gangguan cerebellar antara lain, adalah:
 Dissinergia atau gangguan koordinasi gerakan(ataksia).
 Dismetria yaitu gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya
(hipermetria danhipometria).
 Gangguan sikap.
 Disdiadokinesis yaitu ketidakmampuan melakukan gerakan yang. berlawanan
berturut-turut.
 Fenomena rebound yaitu ketidakmampuan menghentikan gerakan tepat pada
waktunya (keterusan).
Untuk menilai koordinasi, dilakukan kegiatan berupa:
 Gerakan cepatbergantian.
 Gerakanpoint-to-point.
 Gait dan lainnya yang terkait gerakan-gerakantubuh.
 Berdiri/ sikap dengan cara-caratertentu.

F. PROSEDUR
1. REFLEKSFISIOLOGIS
1. Pemeriksaan refleksbiseps
a. Meminta pasien duduk dengansantai
b. Lengan dalam keadaan lemas, posisikan lengan bawah antara fleksi dan ekstensi
serta sedikitpronasi
c. Letakkan siku pasien pada lengan/tanganpemeriksa

59
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
d. Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian pukullah ibu jari tadi dengan
reflekshammer
e. Reaksi utama adalah kontraksi otot biseps & fleksi lenganbawah

Gambar Refleks Biseps

2. Pemeriksaan reflekstriseps
a. Posisikan pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleksbiseps
b. instrusikan kepada pasien untuk melemaskan lengan dan relaksasisempurna
c. Pukullah tendo yang lewat di fossaolekranon
d. Triseps akan kontraksi dengan sedikit menyentak (ekstensi lengan bawah disiku)

GambarRefleksTriseps

3. Pemeriksaan reflekspatella
a. Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan tungkaimenjuntai
b. Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu untuk menentukan daerah yang
tepat
c. Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan pemeriksa sedangkan tangan yang
lain memukul tendo patella dengan palu refleks hammer secaracepat
d. Respon: ekstensi tungkaibawah

60
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

Gambar Refleks Patella

4. Pemeriksaan refleksachilles
a. Memintapasiendudukdengantungkaimenjuntaiatauberbaringdimanasebagian
tungkai bawah & kakinya terjulur di luar mejapemeriksa
b. Regangkan tendo achilles dengan cara menahan ujung kaki ke arahdorsofleksi
c. Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapicepat
d. Akan muncul gerakan fleksi kaki yangmenyentak

Gambar Refleks Achiles

2. REFLEKSPATOLOGIS
Di sini akan dilakukan prosedur pemeriksaan refleks yaitu plantar response berupa
reflek Babinsky dkk, finger flexor (reflek Hoffman Trommer), gejala rangsang meningeal dan
refleks patologis pada pasien demensia.
1. Persiapan
 Perlihatkan sikap yang baik dengan kontak matasewajarnya.
 Tunjukkan sikap tubuh yang terbuka, tulus hati, wajah cerah, ramah,wajar dan
tenang.
 Persilahkan pasien untuk membuka sepatu/sandal.
 Persilahkan pasien untuk berbaring dengan kedua tungkailurus.

61
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
 Tangan yang satu memegang pergelangan kaki yang akan diperiksa, tangan yang
satulagimemegangreflexhammer,gunakanujungyangtajamuntukmenggores.
 Periksa kedua kaki secarabergantian.

2. PlantarResponse
a) ReflekBabinsky
 Gores telapak kaki bagian lateral dari tumit
menuju pangkaljari.
b) ReflekChaddock
 Gores bagian lateral maleolus ke arahkaudal.
c) ReflekGordon
 Remas ototbetis.
d) ReflekGonda
 Tekuk maksimal jari keempat kaki kemudian
lepaskantiba-tiba.
e) ReflekSchaefer
 Pencet tendon achilles dengan menggunakan ibu
jari dantelunjuk.
f) ReflekOppenheim
 Urut kuat tibia dan m. tibialis anterior dari proksimal kedistal.
g) Kesimpulan
 Normal akan terlihat gerakan plantar fleksikaki
 Abnormal akan terlihat gerakan dorsofleksi ibu jari disertai mekarnya
jari-jari yanglain

3. Reflek HoffmanTrommer
 Pegang tangan pada pergelangan, jari-jari
difleksikan.
 Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan
jari tengahpemeriksa.
 Gores dengan kuat jari tengan dengan
menggunakan ibujari.
 Abnormal terjadi fleksi jari telunjuk serta fleksi
dan aduksi ibujari.

4. Gejala rangsang meningeal(GRM)


Pemeriksaan ini dilakukan dalam posisi berbaring, kedua tungkai lurus.
a) KakuKuduk
 Letakkan tangan dibawah kepalapasien.
 Tekuk kepala dan usahakan dagu mencapaidada.
 Perhatikan adanya tahanan atau tidak . Pada orang yang normal dagu
bisa mencapaidada.
b) Brudzinski’s SignI
 Letakkan tangan di bawah kepala, tangan yang lain menahandada.
 Tekuk kepala hingga mencapaidada.
 Tanda positif bila terjadi fleksi kedualutut.
c) Brusdzinski SignII
 Salah satu tungkai difleksikan pada sendi lutut dan sendipinggul
 Perhatikan apakah tungkai yang sebelahnya ikut fleksi juga (tanda
positif)

62
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
d) Kernig’sSign
 Salah satu tungkai fleksi 90 derajat pada sendi pinggul dan sendilutut.
 Ekstensikan tungkai bawah pada sendilutut.
 Perhatikan sudut timbulnya nyeri dan tahanan. Pada orang normal sudut
yang terbentuk pada sendi lutut mencapai 135derajat.
e) LassequeSign
 Satu tungkai diangkat lurus kemudian angkat /fleksi pada sendipanggul
 Perhatikan sudut timbulnya nyeri. Normal sudut yang terbentuk 70
derajat.
Yang perlu diperhatikan bila melakukan tes GRM ini adalah kedua tungkai
pasien tidak lumpuh.

5. Reflek padademensia
a) ReflekGlabella
 Ketuk glabella pasien beberapa kali dengan perlahan menggunakan jari
telunjukpemeriksa.
 Perhatikan apakah pasien memejamkan mata setiap kali glabella-nya
diketuk (tandapositif).
 Pada orang normal ketukan yang pertama/kedua saja ia memejamkan
mata.

b) ReflekPalmomental
 Gores kulit tenar pasien menggunakan sisi tajam Hammer Reflek dari
proksimal –distal.
 Perhatikan apakah terdapat kontraksi otot mentalis ipsilateral (tanda
positif).

3. TESKOORDINASI
1. Rapid AlternatingMovements
a) Minta pasien untuk meletakkan salah satu tangan di paha
pada posisi telapak tangan dibawah.
 Angkat tangan kemudian pukulpaha.
 Angkat tangan kembali sambil membalik telapak
tangan sehingga punggung tangan di sebelahbawah
 Kemudian pukul paha dengan punggung tangan di
tempat yangsama.
 Minta pasien untuk mengulangi gerakan ini secara
bergantian secepat mungkin.
 Perhatikan kecepatan, irama, dan kelancarangerakan.
 Ulangi untuk tangan yanglainnya.
b) Minta pasien untuk menekan distal joint ibu jari dengan ujung jari telunjuk
berulang-ulang secepatmungkin.
 Sekali lagi, amati kecepatan, irama, dan kelancaran
gerakan.
 Ulangi untuk tangan yangsatunya.
 Tangan yang tidak dominan biasanya kurang baik
dibanding yangdominan.
c) Minta pasien untuk mengetuk kaki ke lantai secarabergantian.
 Catatan setiap kelambatan ataukekakuan.
63
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
 Biasanya kaki melakukan gerakan kurang baik dibandingkantangan.

2. Point-To-PointMovements
a) Telunjuk-Hidung
 Dengan jari telunjuknya, mintalah pasien untuk menyentuh jari telunjuk
Anda.
 Kemudian minta pasien menyentuhhidungnya.
 Lakukan gerakan ini secara bergantian beberapa
kali. Gerakkan jari Anda ke berbagai arah agar
pasien berusahamencapainya.
 Perhatikan akurasi kelancaran gerakan dan
perhatikan adanya tremor. Biasanya gerakan yang
timbul halus danakurat.
b) Tangan-Jari
 Sekarang tahan jari Anda di satu tempat sehingga pasien bisa menyentuhnya
dengan satu tangan dan jariteregang.
 Mintalah pasien mengangkat lengan ke ataskepala.
 Kemudian minta pasien menurunkan/ menjatuhkan lengannya ke bawah
untuk menyentuh jariAnda.
 Setelah beberapa kali diulangi, minta mencoba beberapa kali lagi dengan
matatertutup.
 Ulangi untuk tanganlain.
 Biasanya seseorang berhasil menyentuh jari pemeriksa dengan mata terbuka
maupun tertutup. Manuver ini untuk tes merasakan posisi dan tes fungsi dari
labirin dan otakkecil.
c) Tumit – Lutut
 Mintalah pasien untuk meletakkan satu tumit di lutut
kaki yangberlawanan
 Kemudian geser tumit dengan menyusuri tulang
kering sampai jempolkaki.
 Nilai kelancaran dan ketepatangerakan.
 Ulangi dengan mata tertutup sebagai tes untuk
merasakanposisi.
 Ulangi kaki yangsatunya.

3. Gait
a) Berjalan
 Minta pasien untuk berjalan menyeberangi ruangan
atau di lorong, kemudian berputar dankembali.
 Amati postur, keseimbangan, ayunan tangan, dan
gerakan kaki. Biasanya keseimbangan mudah, lengan
ayun di sisi badan, dan dilakukan denganlancar.
b) BerjalanTandem
 Posisikan tumit kaki yang satu berdekatan dengan
jempol kaki yang lain dalam satu garislurus.
 Minta pasien untuk berjalan dengan pola yangsama
Positif bila simpangan 30 derajat, atau 1meter
c) BerjalanJinjit-Tumit
 Pinta pasien untuk berjalanjinjit.
 Kemudian pinta pasien untuk berjalan dengan menggunakantumit.

64
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
 Tes ini sensitif masing-masing untuk plantar fleksi dan dorsofleksi serta
untuk teskeseimbangan.
d) Melompat ditempat
 Lakukan tes ini pada pasien yang tidak terlalusakit.
 Minta pasien untuk jalan di tempat tetapi saat menjejakkan kaki dilakukan
sambilmelompat.
 Gerakan ini membutuhkan koordinasi otot dan posisi yang baik serta fungsi
cerebellar yang normal
e) Berdiri Sambil MenekukLutut
 Minta pasienberdiri
 Kemudianmintapasienuntukmengangkat/menekuklututsalahsatukaki.
Tahan siku pasien jika Anda berpikir pasien bisa jatuh
f) Untuk pasien yang sudah tua atau kurang kuat tes d) dan e) digantidengan:
 Minta pasien untuk duduk, kedua tangan di letakkan diatas keduapaha.
 Tanpa bantuan kedua tangan minta pasien untuk berdiri dari posisiduduk.

4. Sikap
a) TesRomberg
 Hal ini terutama tes rasaposisi.
 Minta pasien berdiri dengan kedua kaki dirapatkan
bersama-sama.
 Kemudian minta pasien menutup kedua matanya
selama 20 sampai 30detik.
 Nilai kemampuan pasien untuk mempertahankan
postur tegaknya. Biasanya hanya sedikitbergoyang.
b) Tes Romberg yangdiperkuat
 Posisikan kaki seperti pada jalantandem.
 Kedua lengan dilipat di depandada.
 Tutup kedua matapasien.
 Catat berapa lama pasien dapat bertahan pada posisi tersebut. Normal orang
sehat dapat bertahan minimal 30detik.
c) Pronator Drift’sTest
 Masih dalam posisiberdiri
(boleh duduk kalau tidak tahan berdiri)
 Minta kedua lengan pasien diangkat lurus ke
depan, telapak tangan ke atas dan dengan mata
tertutup, tahan selama 20 sampai 30detik.
 Orang normal dapat mempertahankan posisi
lengan denganbaik.
 Kemudian tekan/ dorong satu lengan pasien ke bawah. Lengan biasanya akan
kembali ke posisi semula dengan lancar. Respon ini membutuhkan kekuatan
otot, koordinasi, dan rasa posisi yangbaik.
 Perhatikan adanya fenomena rebound.

5. Kesimpulan
a) Dalam penyakit cerebellar, satu gerakan tidak dapat diikuti dengan cepat oleh
gerakan yang lainnya dan gerakannya lambat, tidak teratur, dan kaku, kelainan ini
disebutdysdiadochokinesis.
b) Kelemahan UMN dan penyakit ganglia basalis juga dapat mengganggu gerakan
cepatbergantian.

65
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
c) Berjalan tandem dapat mengungkap ataksia yang sebelumnya tidakjelas.
d) Berjalan pada jari kaki dan tumit dapat mengungkapkan kelemahan otot distalkaki.
e) Ketidakmampuan berjalan dengan menggunakan tumit adalah sensitif test untuk
kelemahan traktuscorticospinalis.
f) Kesulitan berjalan dengan melompat mungkin karena kelemahan, rasa posisi atau
disfungsi cerebellar.
g) Kesulitan berjalan sambil menekuk lutut menunjukkan kelemahan (ekstensor
pinggul) quadriceps femoris, ekstensor lutut ataukeduanya.
h) Pada ataksia karena kehilangan rasa posisi, penglihatan dapat mengkompensasi
kehilangan sensori. Pasien berdiri cukup baik dengan mata terbuka, tapi kehilangan
keseimbangan ketika mata mereka tertutup,( tanda positifRomberg).
i) Pada ataksia cerebellar, pasien mengalami kesulitan berdiri dengan kedua kaki baik
dengan mata terbuka atautertutup.
j) Pronasi satu lengan menunjukkan lesi kontralateral traktus corticospinal. Lengan
yang lain jatuh(melayang) dengan fleksi jari dan siku dapat juga terjadi. Gerakan-
gerakan ini disebut pronator drift. Pasien dengan kekurangan rasa posisi tidak akan
mengenali adanya perubahan posisi, bila disuruh untuk membetulkan posisi tangan
yang jatuh, dilakukan dengan respon yang jelek. Dalam inkoordinasi cerebellar,
lengan kembali ke posisi semula tapi ke atas dulu melewati posisi horizontal baru
kembali (fenomenarebound).

F. DAFTAR PUSTAKA
Refleks Fisiologis:
 Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI,2000
 Bahan kuliah Neurologi FK UI,2010
 Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas,2010
 Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta:EGC
 Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:2006
 Lynn S. Bickley: Bate's guide to physicalexamination.
 SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI.
Jakarta:2000
 T Juwono: Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC. Jakarta:2000
 Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta:1995
Refleks Patologis :
 Lynn S. Bickley: Bate's guide to physicalexamination.
 SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI.
Jakarta:2000
 T Juwono: Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC. Jakarta:2000
 Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta:1995
 Silbernagl S: Teks dan atlas berwarna Patofisiologi. Edisi I. EGC.Jakarta:2007
 Peter Duus: Diagnosis topik Neurologi, anatomi, fisiologi, tanda , gejala. EGC.
Jakarta:1994
Tes Koordinasi :
 Lynn S. Bickley: Bate's guide to physicalexamination.
 SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI.
Jakarta:2000

66
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
 Silbernagl S, Lang F. Teks dan atlas berwarna Patofisiologi. Edisi I. EGC.
Jakarta:2007
 Peter Duus. Diagnosis topik Neurologi, anatomi, fisiologi, tanda , gejala. EGC.
Jakarta:1994

G. CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS,


PATOLOGIS DAN TESKOORDINASI

Prosedur Feedback
No
I INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
II PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
3 Lakukan pemeriksaan reflek biseps
4 Lakukan pemeriksaan reflek triseps
5 Lakukan pemeriksaan reflek patella
6 Lakukan pemeriksaan reflek achilles
7 Menyimpulkan hasil pemeriksaan refleks fisiologis
III PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
8 Lakukan pemeriksaan reflek Babinski
9 Lakukan pemeriksaan reflek Chaddock
10 Lakukan pemeriksaan reflek Gordon
11 Lakukan pemeriksaan reflek Gonda
12 Lakukan pemeriksaan reflek Oppenheim
13 Lakukan pemeriksaan reflek Schaefer
14 Lakukan pemeriksaan reflek Hoffman Tromner
15 Melakukan tes gejala rangsang meningeal
16 Melakukan tes reflek pada demensia
17 Menyimpulkan hasil pemeriksaan refleks patologis
IV Tes Koordinasi
18 Melakukan tes rapid alternating movements
19 Melakukan tes point to point movements
20 Melakukan tes gait
21 Melakukan tes sikap
22 Menyimpulkan hasil tes koordinasi
V PROFESIONALISME
23 Melakukan dengan penuh percaya diri
24 Melakukan dengan kesalahan minimal

67
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
MINI MENTAL STATE EXAMINATION(MMSE)
dr. M Ricky Ramadhian M.Sc.; dr. Rizki Hanriko, Sp.PA
A. TEMA
Keterampilan prosedural pemeriksaan fungsi luhur/ Mini Mental State Examination
(MMSE)

B. TUJUANPEMBELAJARAN
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fungsi luhurkortikal.
 Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan fungsi
luhurkortikal.
 Mahasiswa mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan fungsi
luhurkortikal.

C. ALAT DANBAHAN
 BlankoMMSE
 Pensil/pulpen,kertas

D. SKENARIO
PIKUN
Demi, wanita, 35 tahun datang ke klinik saudara.
Demi : ―Dok, saya ini kadang-kadang gampang lupa. Kata suami, saya ini
mulai pikun, benar enggak sihdok?‖
Saudara :(senyum)
―tenang ibu, nanti kita lakukan salah satu tes yaitu tes MMSE untuk
mengetahuinya‖

E. DASARTEORI
Pemeriksan fungsi luhur kortikal secara sederhana dapat dilakukan dengan pemeriksaan
status mental mini (MMSE). Pemeriksaan status mental merupakan evaluasi fungsi kognitif
dan emosi yang harus dilakukan secara runtut dan sitematis. Mulai dengan fungsi dasar tingkat
kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar seperti berbahasa dan pemeriksaan yang lebih
kompleks seperti berhitung, pertimbangan dsb.
Format pemeriksaan MMSE terdiri dari penilaian orientasi (orientation), perhatian
(attention), perhitungan (calculation), bahasa (language) dan kemampuan motorik (motor
skills). Setiap penilaian terdiri dari beberapa tes dan diberi skor untuk setiap jawaban yang
benar. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan akomodatif agar klien
dapat mendengar dengan baik setiap perintah yang diberikan dan dapat menjawab sebisa dan
seakurat yang klien bisa.

F. PROSEDUR
1. PERSIAPAN
 Tempatkan pasien pada ruangan yangtenang.
 Perlihatkan sikap yangbaik.
 Lakukan kontak matasewajarnya.
 Tunjukkan sikap tubuh yang terbuka dapat ditunjukkan dengan adanya perhatian
dan melibatkan diri dalampercakapan.
68
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
 Hadapi pasien dengan tulus hati, wajah cerah danramah.
 Perlihatkan posisi wajar dantenang.
2. ORIENTASI
 Minta pasien menyebutkan: tanggal, hari, bulan, tahun,musim
 Minta pasien menyebutkan: ruangan, rumah sakit/kampus, kota, propinsi,negara
3. REGISTRASI
 Minta pasien mengingat 3 kata: bola, mawar,kursi
4. ATENSI/ KALKULASI
 Minta pasien mengurangi angka sebanyak lima seri: 100-7; atau menyebutkan
urutan huruf dari belakang kata:WAHYU
5. RECALL
 Minta pasien mengingat kembali ketiga kata tadi: bola, mawar,kursi

6. BAHASA
 Minta pasien menyebutkan kata: jam tangan (arloji),pensil
 Kemudian minta mengulangi kata yang kita ucapkan: namun atau dan atautapi
 Menilai pengertian verbal dengan meminta klien untuk mengikuti perintah kita:
Ambil kertas ini dengan tangankanan.
Lipatlah menjadi dua
Letakkan di lantai tutup mata
 Pasien diminta menulis huruf atau angka yang didiktekan olehpemeriksa
 Lanjutkan dengan menulis kata atauKalimat
7. KONSTRUKSI
 Pasien diminta meniru gambar berikutini

8. KESIMPULAN
Dari pemeriksaan, jumlahkan total skor jawaban benar yang didapat. Dari skor tersebut
didapatkan penilaian:
 Severe intellectual impairment :<10
 Moderate intellectual impairment:10-17
 Mildintellectualimpairment :18-23
 Normal :24-30

G. DAFTARPUSTAKA
 Lynn S. Bickley: Bate's guide to physicalexamination.
 Peter Duus. Diagnosis topik Neurologi, anatomi, fisiologi, tanda , gejala. EGC.
Jakarta:1994
 SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI.
Jakarta:2000

69
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
H. CEKLISMMSE
No Aspek Feedback

INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap terbuka,ramah dan
kontak mata)
CONTENT
2 Menanyakan orientasi
3 Menanyakan registrasi
4 Menanyakan atensi dan kalkulasi
5 Menanyakan recall
6 Menanyakan bahasa
7 Meminta untuk menggambar pola
8 Menyimpulkan hasil penilaian
PROFESSIONALISM
9 Melakukan dengan penuh percaya diri
10 Melakukan dengan kesalahan minimal

70
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

Lampiran Status

The Mini-Mental Status Examination

Name : Date ofBirth:


YearsofSchool : Date of Exam:

71
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI
dr. Oktadoni Saputra, MMedEd

A. TEMA
Keterampilan anamnesis dan pemeriksaan psikiatri dalam rangka
penegakan Diagnosis GangguanJiwa

B. TUJUANPEMBELAJARAN
Setelah mengikuti CSL ini diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengenali tanda dan gejala gangguan jiwamayor
2. Melakukan anamnesis psikiatri (allo- maupunauto-)
3. Melakukan pemeriksaan psikiatri (status mental) daninterpretasinya
4. Menegakkan diagnosis gangguanjiwa

C. LEVELKOMPETENSI
Level
Jenis Keterampilan
Kompetensi
Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien 4A
Alloanamnesis dengan anggota keluarga/orang lain 4A
yang bermakna
Memperoleh data mengenai keluhan/masalah utama 4A
Menelusuri riwayat perjalanan penyakit 4A
sekarang/dahulu
Memperoleh data bermakna mengenai riwayat 4A
perkembangan, pendidikan, pekerjaan, perkawinan,
kehidupan keluarga
Pemeriksaan Psikiatri
Penilaian status mental 4A
Penilaian kesadaran 4A
Penilaian persepsi orientasi intelegensi secara klinis 4A
Penilaian Orientasi 4A
Penilaian intelegensi secara klinis 4A

72
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Penilaian bentuk dan isi pikir 4A
Penilaian mood dan afek 4A
Penilaian motorik 4A
Penilaian pengendalian impuls 4A
Penilaian kemampuan menilai realitas (judgement) 4A
Penilaian kemampuan tilikan (insight) 4A
Penilaian kemampuan fungsional 4A
(generalassessment of functioning)
Diagnosis dan Identifikasi Masalah
Menegakkan diagnosis kerja berdasarkan kriteria 4A
diagnosis multiaksial
Membuat diagnosis banding (diagnosis differensial) 4A

D. ALAT DANBAHAN
1. Form rekam medispsikiatri
2. PPDGJIII
3. Alat tulis dancatatan

E. SKENARIO
Seorang pasien wanita, usia 18 tahun datang diantar keluarganya
karena percobaan bunuh diri. Pasien mencoba mengiris nadi pada
tangannya dengan pisau dapur namun berhasil digagalkan oleh
keluarganya. Sejak 1 bulan ini pasien tampak sedih dan murung. Pasien
adalah seorang pelajar SMA dan baru saja diputus cinta oleh pacarnya sejak
1 bulan yang lalu. Sejak seminggu terakhir pasien tidak mau makan, tidak
bisa tidur serta kehilangan semangat hidup. Setelah kejadian ini akhirnya
keluarga memutuskan memeriksakan pasien ke kliniksaudara.

F. DASAR TEORI
Definisi GangguanJiwa
Gangguan jiwa merupakan gangguan fungsi luhur otak oleh
karena faktor organik atau anorganik dengan gejala klinik nyata dan
menimbulkan distress serta ketidakmampuan dalam fungsi sosial.
Gangguanjiwaditegakkanbilamanaterdapatgejalaklinisyangnyata

73
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
berupa sindroma perilaku dan psikologi (terdapat gangguan fungsi kognitif,
afektif dan psikomotor), ditemukan kondisi penderitaan atau distress berupa
rasa nyeri, tak nyaman, disfungsi organ dan lainnya serta timbulnya
disabilitas/hendaya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan
diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi,
berpakaian, makan, pekerjaan, social, dan lainnya).

Anamnesis
Anamnesis dalam psikiatri terdiri dari 2 jenis : Alloanamnesis dan
Autoanamnesis. Alloanamnesis, merupakan anamnesis yang dilakukan
kepada keluarga, saudara atau teman dekat pasien. Sedangkan
autoanamnesis dilakukan untuk menilai tanda dan gejala gannguan jiwa
secara langsung pada pasien selain juga mengkonfirmasi beberapa data
yang didapatkan dari hasilalloanamnesis.
Alloanamnesis
Alloanamnesis merupakan anamnesis yang dilakukan kepada
orang lain selain pasien. Alloanamnesis biasanya dilakukan kepada
keluarga, saudara, teman dekat atau pengantar pasien. Alloanamnesis
penting dilakukan dalam rangka menggali informasi mengenai riwayat
psikiatri. Penting dituliskan di dalam rekam medik identitas orang yang
dilakukan alloanamnesis, waktu dilakukan alloanamnesis serta hubungan
orang yang dilakukan alloanamnesis dengan pasien. Ada kalanya tilikan
diri dari pasien psikiatri buruk sehingga alloanamnesis ini menjadi penting
dilakukan untuk menggali riwayat psikiatripasien.

Autoanamnesis
Autoanamnesis penting dilakukan dalam rangka menilai tanda dan
gejala gangguan jiwa pasien. Autoanamnesis merupakan suatu wawancara
langsung pada pasien merupakan gold standar dalam penegakan diagnosis
gangguan psikiatri. Autoanamnesis juga diperlukan dalam rangka
mengkonfirmasi hasil alloanamnesis misalnya terkait stressor psikososial
penderita. Sebelum melakukan autoanamnesis perlu dilakukan pencatatan
identitas pasien serta waktu dan tempat dilakukannya anamnesis.
Autoanamnesis mungkin perlu dilakukan beberapa kali tergantung jenis dan
kondisi klinis pasien. Beberapa persiapan yang perlu dilakukan antara lain
74
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
memastikan situasi saat dilakukan anamnesis aman buat pasien maupun
buat pemeriksa. Harus berhati-ati melakukan anamnesis pada pasien dengan
keluan gaduh gelisah ataupun pasien-pasien manik dengan aktivitas motoric
yang meningkat. Sebaliknya butuh kesabaran dan usaha lebih dalam
melakukan anamnesis pada pasien depresi. Pasien dengan waham curiga
juga perlu diperhatikan terutama saat kita melakukan alloanamnesis
terhadap keluarga. Tidak jarang pasien merasa pemeriksa bersekongkol
dengan keluarganya untukmencederainya.
Baik alloanamnesis maupun autoanamnesis biasanya dilakukan
secara terpisah (tidak bersamaan). Keduanya perlu diberikan keterangan
kapan anamnesis tersebut dilakukan dan identitasnya (kepada siapa
anamnesis dilakukan). Keduanya dirangkum dalam satu kesatuan riwayat
psikiatri. Adapun riwayat psikiatri memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Keluhan Utama atau alasan yang mendorong keluarga membawa
pasien berobat (Gejala gangguan jiwa saatini)
2) Riwayat Gangguan Sekarang ; sejak kapan keluhan tersebut muncul
(onset), frekuensi keluhan, progresi (perjalanan keluhan), pengaruh
keluhan terhadap fungsi pribadi & sosial pasien(hendaya).
3) Riwayat gangguan sebelumnya ; riwayat penyakit organik yang
mungkin mempengaruhi emosi & perilaku seperti riwayat malaria
serebral, tumor otak, trauma kepala, riwayat penggunaan zat
psikoaktif, riwayat gangguan psikiatrisebelumnya
4) Riwayat kehidupan pribadi ; riwayat persalinan dan tumbuh
kembang pasien, riwayat perkembangan mental saat anak, remaja,
dewasa ; riwayat pendidikan, pekerjaan, pernikahan, kehidupan
beragama, militer, pelanggaran hukum, psikoseksual, aktivitas sosial
dan pergaulan pasien, kondisi sekarang di lingkungan tempattinggal
5) Riwayat keluarga ; digambarkan family tree nya, ada tidaknya
gangguan jiwa pada keluarga, hubungan dan interaksi pasien dengan
anggota keluarga sepertiapa.
6) Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya, begitu juga persepsi
keluarga teradap pasien serta impian dan harapanpasien
7) Stressor psikososial yang dialami terutama yang paling berdampak
sebelum munculnya keluhan ; ditinggal pasangan, ditinggal
anak/orang tua, masalah ekonomi,dll
75
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Pemeriksaan Status Mental
Pada pemeriksaan status mental juga perlu diberikan keterangan
kapan pemeriksaan tersebut dialkukan.
A. Keadaan/ Deskripsi Umum
1. Penampilan
Kesan umum saat bertemu dengan pasien perlu dipaparkan.
Penampilan pasien apakah tampak rapih, sesuai usianya, menggunakan
pakaian seperti apa, dll. Hal ini memungkinkan kita menilai apakah pasien
tidak mengalami kendala dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (perawatan
diri) ataupun mengkonfirmasi data yang disampaikan dari aloanamnesis
terkait activity daily life pasien. Selain itu sikap pasien secara sepintas juga
bisa dinilai misalnya pada pasien dengan depresi akan tampak murung,
menundukkan wajah, tak bersemangat, dll. Sebaliknya, pasien manik akan
mengalami peningkatan mood, berpenampilan berlebihan (menor) bahkan
berpakaian yang cukup khas dan eksentrik seperti baju berwarna terang,
asesoris berlebihan, dll. Kesan umum ini membuat pemeriksa menilai
secara sekilas kondisi dan penampilanpasien.

2. Perilaku dan AktivitasPsikomotor


Perilaku dan aktivitas motoric pasien dinilai saat pemeriksaan.
Apakah pasien terlihat tenang saat diwawancara. Kontak mata baik, dll.
Pasien psikotik kadang datang dengan kondisi gaduh gelisah (agitasi),
pasien manik juga kadang mengalami aktivitas psikomotor yang meningkat
sebaliknya pasien depresi malah lebih hipoaktif. Pada pasien psikotik
dikenal istilah katatonia. Katatonia merupakan gangguan psikomotor tanpa
kelainan organik. Gejala katatonia ada yang termasuk gejala psikotik dan
ada yang bukan. Beberapa gejala yang termasuk gejala psikotik antara lain :
a) Stupor : Aktivitas psikomotor yang sangat menurun sampai
imobilitas
b) Agitasi : gaduh gelisah hebat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi
oleh stimuluseksternal
c) Negativisme : Melawan tanpa tujuan setiap usaha atau instruksi
untuk menggerakkannya
d) Mutisme : membisu atau menetap dalam jangka waktu yang
lama
76
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
e) Posturing : berada dalam sikap tubuh aneh yang dipertahankan
dalam jangka waktu yanglama

3. Sikap Terhadap Pemeriksa


Dinilai kooperatif tidaknya sikap pasien terhadap pemeriksa.
Apakah pasien memberikan keterangan secara jelas, terbuka, dan tidak
berbelit-belit.

B. Mood dan Afek


1. Mood
Mood lebih ke arah kondisi internal perasaan pasien, apakah pasien
sedang sedih/tak bersemangat, euthym atau bahkan mood meningkat
(euphoria).

2. Afek
Afek merupakan suasana perasaan yang berkepanjangan dan
meresap. Afek lebih ke kondisi perasaan pasien yang tampak dari luar,
misalnya afek datar (kurang ekspresif) pada skizofrenia, afek meningkat
pada manik, afek luas, afek terbatas, dll.

3. Keserasian
Keserasian antara afek dan mood ; serasi

C.Pembicaraan
Apakah pasien dapat berbicara dengan lancar dan spontan saat
ditanya. Jumlah kata-kata yang dikeluarkan pasien apakah banyak
(produktivitas baik). Kontak mata dengan pemeriksa baik atau tidak. Pasien
yang bicara terlalu banyak contohnya pada pasien manik (logorrhea)
sebaliknya sangat minimal pada pasien depresi dengan intonasi lemah dan
volume kurang kuras.
Perlu juga dinilai apakah pembicaraan sesuai dengan konteks/
nyambung (koheren). Pada pasien psikotik seringkali terjadi inkoherensi
dari pembicaraannya. Kualitas pembicaraan juga perlu dinilai, intonasinya
dan volume suaranya. Inkoherensi adalah pembicaraan atau tulisan yang
tidak bisa dimengerti, bukan karena kelainan organik. Pada inkoherensi
77
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
kata-kata dihubungkan secara tidak logis sehingga tidak dapat dimengerti.
Contohinkoherensi:―Sayapiringmakanbakarnasiikan‖

angguanPersepsi
Gangguan persepsi yang dinilai adalah ada tidaknya halusinasi, ilusi,
depersonalisasi ataupun derealisasi. Halusinasi adalah Persepsi panca
indera tanpa sumber rangsangan sensorik eksternal. Beberapa jenis
halusinasi diantaranya:
1. Halusinasi akustik : persepsi suara, biasanyapembicaraan
2. Halusinasi visual : Persepsi penglihatan berupa bayangan
berbentuk (orang) atau tak berbentuk seperti kilatancahaya
3. Halusinasi Gustatorik : Persepsi pengecapan (biasanya rasa yang
tidakenak)
4. Halusinasi olfaktorik : persepsi bau, seperti bau karet, bau terbakar
atau bau-bauanbusuk
5. Halusinasi taktil : persepsi rasa disentuh atau rasa sesuatu yang
berada di bawah kulit, misalnya sesnsasi shock listrik (kesetrum),
sensasi formikasi (sensasi adanya sesuatu yang merayap, berjalan
di bawahkulit)
Ilusi merupakan persepsi yang salah terhadap suatu benda/objek.
Misalnya : menanyakan apakah pasien tahu benda apa yang kita tunjukkan
(misalnya pulpen), dll.
Depersonalisasi merupakan persepsi yang salah tentang bagian
daritubuhnya. Contoh : Perasaan bahwa lengan dan tungkainya berubah
ukuran.
Derealisasi merupakan persepsi yang salah tentang lingkungan di
sekitarnya. Misalnya perasaan bahwa dirinya berada di dalam kayangan.

E. Pikiran
1. Proses Pikir/BentukPikir
Pada penilaian proses pikir/arus pikir, yang dinilai adalah
produktivitas dari jawaban pasien, kontinuitasnya (lancar tidaknya jawaban
pasien) serta ada tidaknya hendaya dalam bahasa.

2. IsiPikir
78
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Pada penilaian isi pikir dinilai ada tidaknya waham. Waham

79
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
adalah Keyakinan menetap yang tidak sesuai dengan kenyataan dan selalu
dipertahankan
a) Waham Kejar : keyakinan bahwa dirinya atau orang dekatnya
dikejar-kejar, diserang, dilecehkan, ditipu,dimusuhi
b) Waham Cemburu : keyakinan bahwa pasangan hidupnya tidaksetia
c) Waham curiga : keyakinan bahwa orang disekitarnya tidak dapat
dipercaya, berniat jahat terhadap dirinya dan patutdicurigai
d) Waham aneh : keyakinan bahwa pikirannya bisa dipancarkan, bisa
disiarkan (siar pikir), bisa disedot keluar (sedot pikir), bisa dimasuki
pikiran dari luar (sisip pikir), pikiran yang bergema (thought of
echo)
e) Waham kebesaran : keyakinan bahwa dirinya sangat berkuasa,
berpengetahuan, mempunyai hubungan dengan orang besar atau
Tuhan
f) Waham somatik : keyakinan yang berkaitan dengan penampilan dan
fingsitubuh

F. Kesadaran danKognisi
1. Taraf Kesadaran danKesigapan
Taraf kesadaran apakah Kompos Mentis (sadar penuh), kesadaran
berkabut (kurangnya kejernihan kesadaran), apathia/apatis (acuh tak acuh),
somnolen (rasa mengantuk), spoor (reaksi sedikit terhadap rangsang yang
keras), koma tidak ada reaksi terhadap rangsang nyeri maupun verbal.
Kesan terhadap kesigapan misalnya pasien memiliki kesan sigap bila ada
bahaya yang akan datang pada pasien.

2. Orientasi
Pada penilaian orientasi, dinilai orientasi terhadap waktu, tempat,
orang dan kondisi. Gangguan terhadap penilaian orientasi dikenal sebagai
disorientasi. Jenis-jenis orientasi antara lain :
a) O. Waktu : Bisa tidaknya pasien menyebutkan hari,
tanggal, bulan, perkiraan jam, dll
b) O. Tempat : Bisa tidaknya pasien mengetahui tempat pasien
berada saat wawancara dan letak rumahpasien
c) O.Orang :Bisatidaknyapasienmenyebutkannama
80
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
orang-orang di sekitar pasien, mengenali siapa

3. DayaIngat
Jika pasien lupa akan hal-hal yang telah terjadi dikenal sebagai
gangguan daya ingat. Berdasarkan waktu kejadian, daya ingat dibagi
menjadi :
a) Jangka panjang (masa lampau) : pasien masih ingat masa
kecilnya ketika SD sampai SMP, pasien juga ingat
pengalaman-pengalamannya semasakanak-kanak
b) Jangka sedang (minggu/bulan): pasien masih ingat hal-hal
yang membawa pasien datang ke rumah sakit dan orang-
orang yang mengantar pasien ke rumah sakit
c) Jangka pendek (hari itu) : pasien ingat akan menu makan
paginya dan namapewawancara
d) Segera (baru saja diucapkan) : pasien dapat menyebutkan
empat macam benda/ angka yang disebutkan olehpemeriksa

4. Konsentrasi danPerhatian
Pasien dapat mempertahankan konsentrasinya saat diwawancarai .

5. Kemampuan Membaca danMenulis


Pasien dapat membaca dan menulis sesuai permintaan.

6. KemampuanVisuospasial
Pasien dapat menggambar jam dinding. Selain itu pasien juga
dapat menggambar segitiga dan persegi yang diminta pewawancara dengan
baik

7. PikiranAbstrak
Mislkan, pasien dapat menyebutkan persamaan bis dan sepeda
motor serta mengerti beberapa arti kiasan panjang tangan dan setali tiga
uang

8. Inteligensi dan KemampuanInformasi


Pasien dapat menyebutkan kabar terbaru yang sedang hangat
81
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
dibicarakan di media massa

9. Kemampuan Menolong DiriSendiri


Pasien dapat makan, minum, mandi, dan mencuci baju sendir).

G.Pengendalian Impuls
Pasien tidak menujukkan agresivitas selama diwawancara. Pasien
dapat mengendalikan impuls untuk tetap kooperatif saat wawancara.

aya Nilai danTilikan


1. Daya Nilai Sosial: baik (pasien mengatakan tidak pernah ingin
menyusahkan oranglain).
2. Uji Daya Nilai: hal yang salah dan benar sesuai norma, misalkan
pasien akan mengembalikan barang yang tertinggal pada pemiliknya
jika tersedia keterangan yangjelas.
3. Penilaian Realita: baik (pasien menyadari kenyataan yang
sesungguhnya pada diri dan lingkungannya, tidak ada waham
maupun halusinasilagi)
4. Tilikan: Derajat 6. Pasien sadar sepenuhnya bahwa dirinya sakit,
bahwa sakitnya adalah mendengar suara-suara tersebut, dan
ketakutan serta gelisah. Maka, pasien berobat ke Poli Psikiatri, mau
minum obat, melakukan relaksasi danCBT.

I. Taraf DapatDipercaya
Secara umum dapat dipercaya atau tidakn semua jawaban,
misalkan secara umum dapat dipercaya keterangan pasien walaupun kadang
suka berubah-rubah.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien psikiatri sama dengan pemeriksaan
fisik generalis pada umumnya. Keadaan umum, Vital sign dan pemeriksaan
head to toe. Perlu diberikan perhatian lebih terhadap tanda dan gejala pada
penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan atau mempengaruhi otak,
emosi dan perilaku. Pemeriksaan fisik juga diperlukan untuk
mengkonfirmasi pasien-pasien psikosomatis dimana pasien mengeluhkan
82
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
adanya gangguan fisik yang sebenarnya didasari oleh gangguan psikologis
pasien.

Pemeriksaan Kepribadian dan Pemeriksaan Penunjang lainnya


Beberapa pasien kadang memerlukan pemeriksaan tambahan
seperti tes kepribadian (level kompetensi 2 ~ SKDI: Keterampilan 2-18).
Untuk kasus-kasus seperti ini diperlukan rujukan ke dokter spesialis
kedokteran jiwa (Sp.KJ). Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
penegakan diagnosis atau untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit organik yang mendasari juga perlu dilakukan, seperti pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis, dll. Jensi pemeriksaan yang
dilakukan berbeda-beda tergantung jenis penyakit yangdikeluhkan.

Diagnosis
Diagnosis pada pemeriksaan psikiatri ditegakkan dengan
mengumpulkan/ merangkum temuan-temuan yang bermakna klinis dari
hasil allo-, autoanamnesis, pemeriksaan status mental, pemeriksaan fisik
diagnostik, pemeriksaan neurologi serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Kriteria diagnosis yang digunakan merujuk pada Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III di Indonesia, gangguan jiwa
dibagi menjadi :
a. Gangguan mental organik
b. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zatpsikoaktif
c. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguanwaham
d. Gangguan mood/afektif
e. Gangguan neurotic, gangguan somatoform, dan gangguan terkait
stress
f. Gangguan kepribadian dan perilakudewasa
g. Sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis
dan factorfisik
h. Retardasi mental
i. Gangguan perkembanganpsikologis
j. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset usia anak dan
remaja
Penulisan diagnosis dikenal juga sebagai diagnosis multiaksial,
83
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Diagnosis ini dibagi kedalam lima aksis sebagai berikut :
a) Aksis I : a. Gangguanklinis
b. Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis
b) Aksis II : a. Gangguankepribadian
b. Retardasi mental
c) Aksis III : Kondisi medikumum
d) Aksis IV : Masalah psikososial danlingkungan
e) Aksis V : Penilaian fungsi secara global(GAF)
Alur berfikir dalam rangka penegakan diagnosis dimulai dari ada
tidaknya kelompok gejala gangguan jiwa yang cukup khas (kolom/kotak
‗selalu ingat‘) kemudian dilanjutkan sesuai dengan skema/alur diagnosis
(Tim Medis RS Jiwa Pusat Jakarta, 1996). Semua temuan klinis dirangkum
dan ditegakkan kemungkinan diagnosis sesuai dengan PPDGJ III secara
lengkap terhadap kelima aksis. Setelah diagnosis ditegakkan, terapi dapat
diberikan berupa farmakoterapi, psikoterapi, terapi social, terapi
okupasional, dan lainnya.
Kelompok gejala gangguan jiwa yang perlu diingat terutama dapat
dilihat pada gambar kotak berikut:
SELALU INGAT!!!
1. GejalaPsikotik
(Waham, Halusinasi, Inkoherensi, Katatonia)
2. Gejala NonPsikotik
{Cemas, Depresi (Gangguan suasana perasaan; manik,
depresif, apektif bipolar), keluhan fisik}
3. Gangguan Fungsi (> 1minggu)
(Gangguan fungsi social, pekerjaan dan penderitaan diri)

Catatan dan penjelasan gejala-gejala gangguan jiwa sebagai berikut :


1. WAHAM : Keyakinan menetap yang tidak sesuai dengan kenyataan
dan selaludipertahankan
a. Waham Kejar : keyakinan bahwa dirinya atau orang dekatnya
dikejar-kejar, diserang, dilecehkan, ditipu,dimusuhi
b. Waham Cemburu : keyakinan bahwa pasangan hidupnya tidak
setia

84
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
c. Waham curiga : keyakinan bahwa orang disekitarnya tidak
dapat dipercaya, berniat jahat terhadap dirinya dan patut
dicurigai
d. Waham aneh : keyakinan bahwa pikirannya bisa dipancarkan,
bisa disiarkan, bisa disedot keluar, bisa dimasuki pikiran dari
luar
e. Waham kebesaran : keyakinan bahwa dirinya sangat berkuasa,
berpengetahuan, mempunyai hubungan dengan orang besar
atauTuhan
f. Waham somatik : keyakinan yang berkaitan dengan
penampilan dan fingsitubuh
2. HALUSINASI : Persepsi panca indera tanpa sumber rangsangan
sensorikeksternal
a. Halusinasi akustik : persepsi suara, biasanyapembicaraan
b. Halusinasi visual : Persepsi penglihatan berupa bayangan
berbentuk (orang) atau tak berbentuk seperti kilatancahaya
c. HalusinasiGustatorik
d. Halusinasiolfaktorik
e. Halusinasitaktil
3. INKOHERENSI : Pembicaraan atau tulisan yang tidak bisa
dimengerti, bukan karena kelainan organik
4. KATATONIA : Gangguan psikomotor tanpa kelainanorganik
f) Stupor : Aktivitas psikomotor yang sangat menurun sampai
imobilitas
g) Agitasi : gaduh gelisah hebat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi
oleh stimuluseksternal
h) Negativisme : Melawan tanpa tujuan setiap usaha atau instruksi
untuk menggerakkannya
i) Mutisme : membisu atau menetap dalam jangka waktu yanglama
j) Posturing : berada dalam sikap tubuh aneh yang dipertahankan
dalam jangka waktu yanglama
5. DETERIORASI : kemunduran progresif dari fungsi pekerjaan,
fungsi sosial, dan fungsi perawatandiri

85
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
6. KESADARAN MENURUN : ketidakmampuan mempertahankan
perhatian yang patologik ; Apatis, somnolen, sopor, koma,
kesadaranberkabut
7. DISORIENTASI : gangguan pemahaman terhadap lingkungan;
Disorientasi waktu, tempat, orang dansituasi
8. GANGGUAN DAYA INGAT : lupa akan hal-hal yang telahterjadi
9. FUNGSI INTELEKTUAL : kemampuan unutk menggunakan hal-
hal yang telahdipelajari
10. AFEK : Suasana perasaan yang berkepanjangan dan meresap seperti
cemas,depresi
11. CEMAS : rasa khawatir yang berlebihan, disertai dengan ketegangan
motorik dan hiperaktivitasotonom
12. DEPRESI : Rasa sedih yang berlebihan dan berkepanjangan disertai
dengan gangguan fungsi pekerjaan, fungsi sosial dan perawatandiri.
a. Gejala Utama : Disforik, hilang minat, penurunan fungsi dan
energi
b. Gejala tambahan : berkurangnya konsentrasi dan perhatian,
hilangnya kepercayaan diri, rasa bersalah dan tak berguna, masa
depan suram/tidak ingin hidup lagi, tidur terganggu, nafsu makan
menurun
13. FOBIA : Ketakutan irasional dan menetap terhadap suatu obyek.
Dorongan untuk menghindari obyek dan sebagian disertai dengan
seranganpanik
a. Agorafobia : fobia terhadap situasi keramaian dan kesendirian
b. Fobia sosial : fobia terhadap situasi sosial di luarrumah
c. Fobia simpleks : fobia terhadap ruang tertutup (klaustrofobia),
ketinggian (akrofobia) danhewan
14. OBSESIF-KOMPULSIF:
a. Obsesi : pikiran yang berulang, tak bisa dihilangkan, tak
dikehendaki
b. Kompulsi : tingkah laku yang berulang, tak bisa dihilangkan dan
tidakdikehendaki
15. KELUHAN FISIK : Semua keluhan fisik dengan/tanpa kelainan
organik yang dilatarbelakangi oleh faktorpsikologik

86
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2017
16. DEPERSONALISASI : persepsi yang salah tentang bagian dari
tubuhnya
17. DEREALISASI : Persepsi yang salah tentang lingkungan di
sekitarnya

87
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2017
Skema Diagnosis :
1. Psikotik
GEJALA PSIKOTIK
 Waham  Inkoherens
 Halusinasi i
 Katatonia

TANDA ORGANIK
 PenurunanKesadaran
 Disorientasi
 Gangguan dayaingat
 Gangguan fungsiintelektual
Ya Tidak

GANGGUAN MENTAL
ORGANIK Atau GANGGUAN PSIKOSIS
JIWA AKIBAT PENYAKIT FUNGSIONAL
UMUM

 Lebih dari6
bulan
 Onset < 45tahun
 Deteriorasi
Ya Tidak

NON
SKIZOFRENIA
SKIZOFRENIA

88
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2017
2. Depresi

GEJALA DEPRESI
 Sedih >>>, murung,menangis
 Lesu, pesimis,aktivitas
menurun
 Gangguan makan dantidur
 Menyendiri
 Ingin mati

< 2thn > 2 thn


Stresor(+) Stresor (-)

GANGGUAN GANGGUAN
PENYESUAIAN DEPRESI YANG NEUROSIS
DENGAN TAK DEPRESI
AFEK TERGOLONGKA
DEPRESIF N

89
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2017
3. Cemas

CEMAS
 Khawatir/ WaspadaBerlebihan
 KeteganganMotorik
 HiperaktifAutonom

< 1 bln > 1 bln

Didahului stressor
NEUROSIS
yang bermakna

Ya Tidak
Gangguan Cemas
Menyeluruh

GANGGUAN GANGGUAN Gangguan fobik


PENYESUAIAN CEMAS YANG
DENGAN AFEK TAK
CEMAS TERGOLONGKAN
Gangguan
Obsesif
Kompulsif

Gangguan Panik

Gangguan Stres
Pasca Trauma

Gangguan Cemas
Tidak Khas

90
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
4. GangguanFungsi

GANGGUAN FUNGSI
 Fungsi Pekerjaan,atau
 Fungsi Sosial,atau
 Perawatan/ PenderitaanDiri

Kepribadian yang sangat kaku dan sulit


menyesuaikan diri sepanjang masa dewasa

Ya Tidak

Riwayat penggunaan zat secara


GANGGUAN KEPRIBADIAN
patologik

Ya Tidak

GANGGUAN GANGGUAN
PENGGUNAAN JIWAYANG
ZAT
LAIN
Aneh
Eksentrik Gangguan Kepribadian Skizoid
 Gangguan Kepribadian Skizotipal
 Gangguan Kepribadian Paranoid

Dramatik/ Gangguan Kepribadian Histerionik


Emosional Gangguan Kepribadian Narsistik
 Gangguan Kepribadian Ambang
 Gangguan Kepribadian Antisosial

Khawatif/ Gangguan Kepribadian Menghindar


Takut Gangguan Kepribadian Dependen
 Gangguan Kepribadian Anankastik
 Gangguan Kepribadian Pasif Agresif

91
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
G. PROSEDUR
Penegakan diagnosis gangguan jiwa umumnya seperti halnya
pemeriksaan medis yang lain, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
psikiatri dan penunjang. Namun wawancara langsung dalam pemeriksaan
psikiatri memegang peran penting dalam rangka penilaian dan penegakan
diagnosis gangguan jiwa. Adapun prosedur penegakan diagnosis gangguan
jiwa secara umum adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
2. Alloanamnesis
3. Autoanamnesis
4. Pemeriksaan statusmental
5. PemeriksaanFisik
6. Pemeriksaan psikologis dan penunjang lainnya seperti
laboratorium, rontgent, ct scan,dll
7. Diagnosis

H. DAFTARPUSTAKA
 Kaplan dan Sadock, 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh.
Binarupa Aksara,Jakarta
 Maslim R.1998. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan
Ringkas dari PPDGJ – III.Jakarta.
 Tim Medis RS Jiwa Pusat Jakarta, 1996. Buku Penuntun Praktis
Pelayanan Kesehatan Jiwa Dalam Pelayanan Kesehatan Umum di
Puskesmas DKI Jakarta : Metode Pendekatan Praktis. Depkes RI.
Dirjen Pelayanan Medik RS Jiwa PusatJakarta.
 Woro , SpKJ: Pemeriksaan Psikiatri Metode Dua Menit. Diklat
RSJ Lampung: 2009

92
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
I. EVALUASI
CeklistLatihan
No Aspect Feed
Persiapan Back
1 Melakuakn persiapan pemeriksa, pasien dan keluarga pasien
serta mempersiapakan catatan/ lembar catatan medik
Alloanamnesis
2 Menanyakan identitas pasien
3 Menanyakan dan mencatat identitas sumber informasi dan
hubungannya dengan pasien (keluarga, saudara, teman
dekat, dll)
4 Menanyakan keluhan utama (alasan pasien dibawa berobat)
5 Menanyakan Riwayat Gangguan Sekarang (onset, frekuensi,
progresi, hendaya).
6 Menanyakan riwayat gangguan sebelumnya ; riwayat
penyakit, riwayat penggunaan zat psikoaktif, riwayat
gangguan psikiatri sebelumnya
7 Menanyakan riwayat kehidupan pribadi ; persalinan, tumbuh
kembang, perkembangan mental saat anak, remaja, dewasa ;
riwayat pendidikan, pekerjaan, pernikahan, kehidupan
beragama, militer, pelanggaran hukum, psikoseksual,
aktivitas sosial dan pergaulan pasien, kondisi sekarang di
lingkungan tempat tinggal
8 Menggali riwayat keluarga ; family tree, gangguan jiwa pada
keluarga, hubungan pasien dengan anggota keluarga.
9 Menggali Stressor psikososial yang dialami terutama yang
paling berdampak sebelum munculnya keluhan ; ditinggal
pasangan, ditinggal anak/orang tua, masalah ekonomi, dll
Autoanamnesis
10 Melakukan Autoanamnesis ; identitas, keluhan, stressor
psikososial, harapan, keinginan, dll
Pemeriksaan Status Mental
11 Menilai Keadaan Umum (Penampilan, Aktivitas
Psikomotor, Sikap Terhadap Pemeriksa)

93
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
12 Menilai Mood dan Afek
13 Menilai Pembicaraan
14 Menilai ada tidaknya gangguan persepsi (halusinasi, ilusi,
depersonalisasi ataupun derealisasi)
15 Menilai Proses Pikir dan Isi Pikir (ada tidaknya waham)
16 Menilai Kesadaran dan Kognisi (Kesadaran, Orientasi, Daya
Ingat, Konsentrasi dan Perhatian)
17 Menilai Pengendalian Impuls
18 Daya Nilai dan Tilikan (Insight)
19 Taraf Dapat Dipercaya
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
20 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
21 Pemeriksaan Penunjang* (jika diperlukan)
Diagnosis
22 Mengidentifikasi3kelompokgejala―SELALUINGAT‖
23 Menentukan gejala paling menonjol dari ketiga kelompok
gejala tersebut
24 Mengikuti skema diagnosis yang benar sesuai dengan
temuan gejala
25 Menentukan dugaan diagnosis pasien (sesuai kriteria
diagnosis)
26 Menyesuaikan gejala dan kelengkapan kriteria diagnosis
PPDGJ III
27 Membuat Diagnosis Aksis I-V
PROFESSIONALISM
28 Melakukan dengan penuh percaya diri
29 Melakukan dengan kesalahan minimal

94
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Lampiran 1. Contoh AutoanamnesisPsikiatrik

T : Perkenalkan pak/bu, saya dokter A, J : ...... (menilai orientasi situasi pasien


namanya siapa? baik/tidak)
J : ....... (Nilai apakah pasien T : sekarang pagi siang atau malam
benar/tidak menjawabnamanya) mas?
T : Umurnya berapa? J : ..... (menilai orientasi waktu pasien
J : ..... (menilai daya ingat jangka baik/tidak)
panjang pasienbaik/tidak) T : Kira - kira jam berapa?
T : Mas lahir tanggal berapa? J : ..... (menilai orientasi waktu
J : ...... (menilai daya ingat jangka baik/tidak)
panjangbaik/tidak) T : pernah ngedenger ada suara atau
T : Rumahnya dimana? bisikan tapi gak ada orangnya?
J : ..... (menilai daya ingat jangka J : .....( menilai ada / tidak halusinasi
pendekbaik/tidak) auditorik)
T : Terakhir sekolah sampai apa? T : pernah liat bayangan lewat-lewat
J : ..... (menilai daya ingat jangka tapi gak adaorangnya?
panjangbaik/tidak). J : ...... (menilai halusinasi visual
T : Tau gak sekarang kita lagi dimana? ada/tidak)
J : ....(menilai orientasi tempat T : ada nyium bau-bau wangi atau
terganggu/tidak) busuk gak mas?
T : Mas tau gak saya (dokter –red) J : ..... (menilai halusinasi olfaktorik
siapa? ada/tidak)
J : ..... (menilai orientasi T : kalo menelan ludah rasanya apa?
orangterganggu/tidak) Manis, asin, apa pahit?
T : yang di sebelah mas ini siapa? J : ..... (menilai halusinasi gustatorik
(misal: penanya menunjuk ke sebelah ada/tidak)
kananpasien) T : pernah merasa ada yang memegang-
J : .... (menilai orientasi orang megang atau raba-raba?
terganggu/tidak) J : ..... (menilai halusinasi taktil
T : Mas tau gak kenapa di bawa kesini? ada/tidak)
J : .... (menilai insight pasien T : mas tau gak ini apa? (misal: dokter
baik/tidak) menunjuk pulpen)
T : Sekarang kita lagi ngapain mas? J : ... (menilai adanyailusi)
T : gunanya untuk apa ?
95
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL6 |2018
J : ..... (menilai daya nilai pasien dikembalikan  skala diferensiasi
baik/tidak) luas).
T : mas merasa punya kelebihan T : mas kalo punya sodara yang sakit
gak dibanding orang lain, misalnya gimana rasanya?
lebih kebal atau bisa nyembuhin sakit J : .... (amati jawaban pasien dan
gitu? ekspresi mukanya sesuai atau tidak 
J : ..... (menilai waham kebesaran menilai afek pasien)
ada/tidak, waham rendah diri T : trus kalo mas dapet hadiah gimana
ada/tidak) rasanya?
T : ada gak yang benci sama mas? J : .... (amati jawaban pasien dan
J : .... (menilai waham curiga ekspresi mukanya sesuai atau tidak 
ada/tidak). menilai afek pasien)
T : mas ngerasa di badan mas ada T : mas kan sekolah ya, tau gak 100-7
penyakit? berapa?
J : ....(menilai hipokondri/tidak) J : ... (menilai daya konsentrasi)
T : mas agamanya apa? T : kalo 93-7?
J : .... J : ... (menilai daya konsentrasi)
T : kalo dalam agama mencuri itu boleh T : kalo 86-7?
gak? J : ... (menilai daya konsentrasi)
J : ..... (menilai daya nilai baik/tidak). T : sekarang saya kasih nomer telpon,
T : ngerasa gak ada dosa yang mas diinget-inget ya, 161871?
punya trus gak di ampuni? J : .....
J : ..... (menilai waham berdosa T : tadi pagi makan apa?
ada/tidak) J : ... (menilai daya ingat jangka
T : kalau menemukan dompet di jalan, pendek)
trus ada uang sama KTP nya mau mas T : tadi nomer telpon yang saya kasih
apain? berapa ya?
J : .... (menilai skala diferensiasi luas/ J : .... ( menilai daya ingat segera
sempit. Misal: pasien menjawab baik/tidak)

95
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2017
CSL 6 | 2018
Lampiran 2 : Contoh RM Psikiatrik

I. IDENTITASPASIEN
Nama : Ny. E
JenisKelamin : perempuan
Usia : 44tahun
Alamat: Kramat Sawah, Jakarta
Status :menikah
Pendidikan :SMP
Pekerjaan :pedagang
Suku : Makassar
Agama :Islam
DatangkeRS : 3 Februari 2017
NRM :293-20-30

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari: autoanamnesis dan alloanamnesis dari rekam medis (tanggal 3 Februari
2017)
A. KeluhanUtama
Pasien merasa lemas dan tidak nafsu makan tiga hari sebelum kontrol ke poli jiwa RSCM
B. Riwayat GangguanSekarang
Sejak kontrol poli terakhir (3 Februari 2017), pasien sudah merasa baikan. Ketakutan, rasa
sedih, emosi, gelisah dan suara-suara yang menggangu mulai berkurang dan dapat
dikendalikan. Dua hari setelah setelah kontrol poli, saat bangun pagi pasien merasa lupa siapa
dirinya dan keluarganya. Hal ini dirasakan selama + 30 menit setelah itu pasien kembali ingat.
Seminggu sebelum kontrol, pasien merasa senang dan mentraktir tetangganya
dengan uang keuntungan dagangannya (Rp.100.000,-). Pasien merasa senang karena
tetangganya yang berkata ‖Wah, senangnya Bu Eripah, dagangannya laris‖. Setelah uangnya
habis, pasien baru tersadar benar kalau uangnya sudah habis untuk mentraktir yang seharusnya
ditabung untuk membeli sepeda anak bungsunya.
Dalam sebulan terakhir, pasien terkadang masih merasakan ketakutan terutama
tentang keadaan anaknya di sekolah, pasien takut kalau anak bungsunya jatuh saat main di
tangga sekolah. Selain itu, pasien juga merasa khawatir akan nasib ke-4 anaknya nanti bila
pasien sudah tidak ada (meninggal dunia). Ketakutan pun dirasakan saat pasien akan
memegang pisau dapur untuk memasak, hal ini mengingatkan pasien saat dulu pernah
menyakiti dirinya dengan pisau. Bila ketakutan muncul pasien biasanya merasa sedih. Tak
lama rasa sedih ini ada, mulailah timbul suara-suara yang menyuruhnya melakukan hal yang
negatif. Suara-suara itu terdengar saat pasien sedang wudhu dan menjelang sholat. Suara
tersebut terdengar biasanya seminggu sekali. Suara tersebut awalnya terasa seperti hembusan
angin, kemudian terdengar suara lelaki tua yang berkata ‖buat apa sholat, tidak ada gunanya
kamusholat‖.Saatpasienakanminumobat,suara-suaraterkadangterdengarpuladanberkata
‖buat apa minum obat, itu tidak ada manfaatnya buat kamu, tidak akan buat kamu sembuh‖.

96
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Untuk mengatasi ketakutan, rasa sedih, dan suara-suara yang mengganggu itu,
selain minum obat teratur, pasien juga melakukan relaksasi yang telah diajarkan oleh dokter
dan menjalankan CBT (cognitive behaviour theraphy) dengan menuliskan hal-hal yang ia
resahkan dalam diari dan berpikir positif. Relaksasi biasanya dilakukan selama + 30 menit.
Setelah melakukan relaksasi maupun CBT, perasaan takut, sedih, dan suara-suara yang
menggangu itu hilang. Tiga hari sebelum kontrol, pasien merasakan kesedihan lagi, pasien
merasa lemas dan tidak nafsu makan. Tidak ada suara-suara yang mengganggu. Pasien masih
dapat berdagang dengan lancar. Saat hari kontrol poli, pasien sudah merasa baikan walaupun
masih ada rasa cemas terhadap anak bungsunya.

C. Riwayat GangguanSebelumnya
1. Riwayat PenyakitDahulu
Pasien belum pernah mengalami trauma kepala, kecelakaan, serta kejang. Pasien juga
menyangkal adanya riwayat sering sakit kepala maupun sering demam tinggi.
2. Riwayat Penggunaan ZatPsikoaktif
Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol, obat-obatan terlarang, dan rokok.
3. Riwayat Gangguan PsikiatriSebelumnya
 Tahun 1986, setelah melahirkan anak pertama pasien merasa sedih hingga 25 hari. Saat
itu pasien merasa tidak nafsu makan, sering terbangun malam hari, tidak bisa
mengerjakan apa-apa, tidak bisa berkonsentrasi, merasa hampa, dan tidak bergairah
untukhidup.
 Dua puluh tahun yang lalu (1988), suami pasien berhenti bekerja. Sebelumnya
suaminyalah yang menanggung biaya kehidupan keluarganya. Pasien berhenti bekerja
setelah kejadian kebakaran di tempat kerjanya (pom bensin) yang disangkut pautkan
dengan suaminya. Perasaan pasien sangat sedih dan kecewa karena pasien merasa
suaminya tidak bersalah atas kejadian itu. Pasien pun mulai berpikir bagaimana
kebutuhan anak-anaknya dapat terpenuhi. Pasien juga merasa pesimis untuk
mengharapkan pekerjaan yang lebih baik pada suaminya karena suaminya hanyalah
lulusan SMP. Pasien akhirnya memutuskan untuk menggunakan uang simpanannya
untuk usaha buka warung kecil-kecilan. Namun, usaha ini tak berdiri lama. Kentungan
yang tidak seberapa tak sebanding dengan pengeluaran untuk membenuhi kebutuhan
keluarga terutama anaknya. Pasien merasa kecewa dan sedih karena usahanya ini harus
gulungtikar.
Di tahun yang sama, pasien dituduh tidak becus mengurus mertuanya yang
mengidap diabetes melitus. Pasien merasa tidak dihargai dan berguna. Tubuhnya terasa
lemas dan dia cenderung banyak diam. Pasien juga sering mengeluh sakit kepala. Saat
malam hari, pasien mendengar suara-suara yang ia tidak ketahui sumbernya, suara itu
menyuruhnya membunuh anaknya. Pasien awalnya ia tidak mengiraukan suara gaib itu.
Akan tetapi, intensitasnya semakin kuat dan mengganggu tidurnya. Pasien akan diam
bila suara itu terdengar. Hal ini juga membuat pasien menjadi malas makan, mandi, dan
mengurus dirinya dan anaknya. Hal ini terus terjadi hampir setiap hari dan untuk
mengatasinya pasien hanya berdiam diri. Setelah diam dan tenang, suara-suara itu
menghilang.

97
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Pasien memutuskan untuk berobat ke puskesmas. Dokter mengatakan bahwa ia
harus dirawat di RS Grogol. Pasien tidak menerima karena ia merasa badannya sehat
bugar dan hanya suara-suara saja yang mengganggunya. Pasien memutuskan tidak ke RS
Grogol dan meminum obat tidur dari dokter puskesmas bila sulit tidur.
 Sebelas tahun yang lalu (1997) pasien mulai merasa gelisah. Ia dituduh adik iparnya
tidak mengurusi mertuanya yang sakit kencing manis dengan baik hingga akhirnya
meninggal dunia. Pasien jadi merasa bersalah karena merasa tidak becus dalam merawat
mertuanya selama ini. Selain itu, adik iparnya juga mantii bunuh diri karena
ketergantuang obat. Pasien kembali merasa bersalah karena tidak dapat mencegah hal ini
terjadi. Kedua kejadian ini semakin membuatnya pikiran dan perasaanya kacau hingga ia
sulit tidur selama + 2 minggu. Sejak itu ia mulai mendengar suara-suara lelaki tak
dikenal, yang mengatakan, ‖Kalau begini terus supaya tidak disalahkan lebih baik kamu
akhiri hidup saja‖. Pasien tidak dapat mengendalikan suara tersebut sehingga ia merasa
kepalanya bergerak hingga membentur tembok. Suara tersebut muncul seminggu dua
kali. Selain itu pasien juga sering mendengar bisikan yang mengatakan, ‖Kalau kamu
keluar akan ada yang melukai kamu‖. Akibatnya pasien jadi merasa takut bila akan
keluarrumah.
 Suara-suara tersebut terus terdengar walau intensitasnya semakin jarang. Namun pada
tahun 1999 dan 2002 pasien merasa sangat emosi. Saat itu, pasien sedang menyetrika
baju suami dan anaknya. Tiba-tiba kakak iparnya memarahinya dan memukul pasien.
Tiba-tiba, terdengar suara-suara yang menyuruhnya untuk kabur dari rumah dan
mengikuti jalannya suara itu. Tanpa sadar pasien sudah tiduran di jalan raya dan
mencoba terjun dari gedung KenariMas.
Pasien juga pernah dituduh oleh saudara iparnya mencuri uang Rp.5000,-. Pasien
merasa kesal sekali dan suara-suara itu terdengar kembali yang menyuruhnya mengakhiri
hidupnya. Kebetulan ada pisau dapur didekat pasien, lalu pasien menggoreskan pisau itu
ke tangan kirinya hingga berdarah. Untung saja, ibu pasien melihatnya lalu
menamparnya sehingga usaha bunuh diri ituterhenti.
Pasien menyatakan bila sedang ketakutan pasien mencium bau-bauan bunga,
kemenyan dan juga bau busuk. Ia juga mengatakan jika ketakutan itu bercampur dengan
emosi (marah, perasaan ingin menghancurkan atau memukul sesuatu), bisikan untuk
mengakhiri hidup semakin kencang. Setiap bisikan selalu diawali dengan bunyi seperti
angin lewat kemudian tiupan, kata-kata mati, dan perintah untuh mengakhiri hidup. Bila
suara-suara untuk bunuh diri sangat kuat pasien jadi merasa lemas, tidak berdaya, malas
mengerjakan sesuatu, dan sulit tidur karena ketakutan.
 Lima tahun yang lalu (Agustus 2012) saat melihat lomba 17 Agustusan, pasien tiba-tiba
merasa gelisah dan ketakutan. Pasien merasa orang-orang di sekitarnya mau melempar
pasien dengan batu. Ia yakin karena melihat tangan diacung-acungkan seperti orang yang
akan melihat barang. Karena merasa sangat ketakutan pasien menjerit-jerit, lari ke
rumah, danbersembunyi.
 Tiga tahun yang lalu (Mei 2014) anak pasien dituduh mencuri burung. Pasien merasa
emosi (marah) dan muncul bisikan untuk mencari tahu penjelasan masalah ini. Karena
sangatemosiiaterjatuhditrotoar.Pasienmerasalemasseluruhtubuhdantidak

98
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
bersemangat. Pasien pun dibawa ke poli saraf. Saat diperiksa, pasien bercerita bahwa ia
merasa emosi, gelisah, ketakutan, sedih, dan tidak bersemangat. Pasien kemudian dirujuk
ke poli psikiatri dan dikatakan sedang mengalami depresi berat. Pasien
direkomendasikan untuk dirawat namun menolak. Beberapa hari kemudian, terdengar
suara-suara pria tua yang mengatakan ‖Apa gunanya hidup, lebih baik akhiri saja hidup
mu!‖ semakin sering dan keras. Akibatnya pasien semakin ketakutan sehingga
mengamuk. Ia kemudian dibawa ke IGD oleh kakak pasien dan akhirnya dirawat di
PKW.
Saat di PKW, pasien melihat orang-orang di sekelilingnya seperti binatang dan
makhluk aneh. Ia sampai protes dan mengatakan kenapa ia dimasukkan ke kandang
binatang. Selain itu, pasien juga melihat orang besar bertaring dan bertanduk di pintu.
Saat dirawat, pasien takut untuk tidur di atas ranjang karena ada makhluk hitam besar
bertaring yang mengawasinya terus dan hal ini membuat pasien sampai menjerit-jerit
hingga akhirnya diikat. Selama dirawat, pasien mendengar bisikan ‖kenapa minum obat,
tidak ada gunanya, kamu tidak akan sembuh juga‖. Pasien jadi sering tidak minum obat
dan menyembunyikannya di bawah lidah. Setelah tidak dilihat oleh suster pasien
membuang obat tersebut. Saat perawatan pasien meminum Haloperidol dan THP. Pasien
mengeluh kaku-kaku setelahnya. Pasien hanya dirawat selama 4 minggu dan cuti pulang
di tengah-tengah perawatan karena ingin mengurus anaknya yang akan masuk sekolah.
Sebenarnya, Pasien masih merasa depresi dan suara-suara yang mengganggu itu. Namun,
agar dapat diizinkan pulang, pasien berkata bahwa pasien sudah tenang dan nyaman.
Setelah keluar dari perawatan pasien merasa lebih baik. Pasien masih sering merasa
ketakutan namun tidak seperti dulu. Bisikan-bisikan untuk mengakhiri hidup masih ada
namun dapat dikontrol. Ia rutin periksa di poli dan sering mengeluhkan badannya kaku
seprti robot sehingga mengganggu aktivitasnya. Sejak itu obat haloperidol tidak
diresepkan lagi dan diganti dengan Risperidone.
 Pada tahun 2006-2007 pasien mengikuti penelitian obat Seroquel (Quetianapin) dan
selama menggunakan obat itu, pasien merasa enak dan tidak ada gejala-gejala yang
muncul. Pasien diresepkan pula obat Calsetin. Segera sesudah makan obat ini, pasien
merasakan rasa bahagia, lebih banyak senyum, dan tidak mudah lelah walaupun sudah
banyak kerjaaan yang ia lakukan. Hal ini terus dirasakan selama pasien meminum obat
dalam 2 tahun ini. Setelah tahun 2007, pasien sudah tidak diberikan Calsetin oleh dokter.
Pasien tidak lagi merasakan perasaan senang sepertisebelumnya.
 Setelah mengikuti penelitian tersebut, pasien sempat putus obat selama 3 hari dan gejala
depresi dan suara-suara yang mengganggu itu terdengar kembali. Bahkan pasien hampir
melukai diri sendiri karena suruhan suara-suara itu. Namun, hal ini tidak bertahan lama
karena pasien sudah kembali minum obat teratur dan pasien merasatenang.
 Enam bulan yang lalu (Juli 2016) rumah pasien terbakar. Pasien merasa tidak berdaya
lagi, barang-barangnya, alat-alat masak, dan semua perlengkapan dagangnya musnah
dimakan si jago api. Pasien sungguh sedih sekali, merasa usahanya yang selama ini
dirintis telah musnah berakhir. Bahkan pasien hingga mengurung diri selama 2 hari di
kamar rumah ibunya, tidak makan dan mandi. Saat itu, pasien mendengarbisikan,

99
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
‖Kalau begini kenapa gak ikut bakar diri aja‖. Pasien pun menjadi semakin tidak
semangat hidup, susah tidur, dan merasa serbasalah.
 Empat bulan yang lalu (September 2016) pasien sempat putus obat selama 3 hari.
Sebelum ke poli pasien merasa gelisah dan takut tidak mendapatkan obat (obat di apotik
habis, sulit menebus resep). Saat di poli dan diwawancara, pasien melihat pulpen yang
dipegang dokter yang memeriksanya berubah menjadi sebatang kayu. Pasien merasa
ketakutan dan ingin cepat-cepat pulang. Ketika pulang pasien merasa dokter yang
memeriksanya tadi ada di belakangnya dan mengejar-ngejarnya. Ia menjadi sangat
ketakutan. Besoknya pasien kembali ke poli untuk meminta stempel agar dapat menebus
obat. Saat mau ke apotik pasien mendengar juga bisikan ,‖Kalau obat tidak ada lebih
baik bunuh dirisaja‖.
 Tiga bulan yang lalu (Oktober 2016) pasien putus obat 4 hari. Ia merasa gelisah dan
ketakutan. Suara di telinga yang menyuruh untuk bunuh diri masih terdengar walau
pelan. Semakin hari suara tersebut semakin kencang. Karena ketakutan pasien merasa
susah tidur (suka terbangun), jadi malas, berpikir hidup ini tidak ada gunanya (lebih enak
ngelamun dan bengong), dan makan jadi lebih sedikit dari biasanya. Pasien jadi mudah
emosi bila ada masalah sedikit. Pasien juga merasa suka lupa (bertengkar karena merasa
sudah memberi uang jajan pada anak, padahal belum). Setelah mendapat obat, suara-
suara tersebut terdengar lebih pelan. Ia juga bercerita kalau selama ini bila sudah merasa
baikan obat tidak diminum lagi (bila sehari harusnya 2 kali hanya diminum sekali atau
pernah pula 2 hari sekali). Hal ini dilakukan untuk menghemat obat karena harga obat
yang mahal dan pasien kesulitanbiaya.
 Dua bulan yang lalu (November 2016), dalam satu hari pasien kembali merasakan rasa
bahagia. Rasa bahagia ini timbul setelah ia bangun tidur. Setelah sarapan, pasien sangat
giat dalam merapihkan rumah. Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan hal tersebut.
Pasien merasa energinya tidak habis, nyanyi-nyanyi, dan serasa harga dirinya
membumbung. Pasien tidak ada minum obatcalsetin.
 Satu bulan yang lalu (Desember 2016) pasien mengatakan rasa sedihnya berkurang dan
justru lebih merasa takut dan cemas. Rasa cemas muncul jika anak-anaknya tidak ada
yang menjaga atau pergi bermain dan ke sekolah. Pasien khawatir terjadi sesuatu pada
anaknya jika anak pergi sekolah. Suara-suara tidak terdengarlagi.

D. Riwayat KehidupanPribadi
1. Riwayat Prenatal danPerinatal
Pasien lahir spontan ditolong bidan, cukup bulan, dengan berat lahir cukup (3,4 kg).
Riwayat trauma, infeksi, dan kejang selama hamil disangkal.
2. Riwayat Masa KanakAwal
Pasien diasuh oleh orang tua pasien. Ibu pasien memberikan ASI eksklusif Pertumbuhan
dan perkembangan pasien sesuai dengan teman-teman sebayanya.
3. Riwayat Masa KanakPertengahan
Pasien tinggal bersama orang tua pasien. Orang tua pasien sering memukul pasien bila
berlaku salah. Pasien jadi sering ketakutan. Ia menyatakan tidak mempunyai banyak teman
karena mudah tersinggung (sering diejek bertubuh besar).

100
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
4. Riwayat Masa Kanak Akhir danRemaja
Pasien menyatakan tidak memiliki banyak teman. Pasien lebih senang menyendiri.
5. Riwayat MasaDewasa
a. RiwayatPendidikan
Pasien hanya bersekolah hingga kelas 2 SMP. Alasan tidak melanjutkan pendidikan
karena biaya dan kemampuan otak kurang (merasa tidak mampu). Saat kelas 5 SD
pernah tidak naik kelas.
b. RiwayatPekerjaan
Setelah tidak bersekolah pasien bekerja sebagai pramuniaga kosmetik. Pasien
kemudian mencari nafkah dengan berjualan makanan setelah menikah.
c. RiwayatPernikahan
Pasien sudah menikah dan memiliki 4 orang anak
Anak I : perempuan, sudah menikah, baru saja melahirkan anak pertama
Anak II : laki-laki, tamat SMA, saat ini sedang mencari pekerjaan
Anak III: laki-laki, sudah selesai SMP dan kini ingin melanjutkan ke STM
Anak IV: perempuan, meninggal usia 7 bulan setelah laparotomi
Anak V: laki-laki, saat ini di bangku SD
d. Riwayat KehidupanBeragama
Pasien beragama Islam. Pasien menyatakan rajin dalam beribadah dan rutin mengikuti
kegiatan pengajian baik di lingkungan tempat tinggal maupun di Masjid Istiqlal.
e. RiwayatMiliter
Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer.
f. Riwayat PelanggaranHukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.
g. RiwayatPsikoseksual
Pasien mulai menyukai lawan jenis ketika berusia 20 tahun. Ia kemudian berpacaran
dan menikah pada usia 24 tahun. Pasien hanya berhubungan seksual dengan suaminya.
h. AktivitasSosial
Pasien jarang mengikuti aktivitas yang bersifat sosial di lingkungan sekitar rumahnya.
i. Situasi KehidupanSekarang
Sejak cucu pertamanya lahir 3 bulan yang lalu, pasien mondar-mandir dari rumahnya
ke rumah orang tuanya. Pagi hari ia ke rumahnya untuk menyiapkan makanan untuk
suami dan anak keduanya serta berjualan makanan. Siangnya ia ke rumah orang
tuanya untuk mengurus cucunya. Pada dasarnya ia lebih senang tinggal di rumah
orang tuanya karena rumahnya gelap (tidak memakai listrik). Situasi yang gelap
membuat ia sering ketakutan. Selain itu, di rumahnya (Kramat Sawah) tinggal pula
kakak ipar dan adik ipar (saudara suaminya) dengan keluarganya. Hubungannya
dengan adik ipar tidak baik (seringbertengkar).
Suami pasien sudah tidak bekerja lagi sejak 20 tahun yang lalu sehingga kini
dia yang menjadi tulang punggung keluarga. Jika emosi itu muncul pasien menjadi
sulit berdagang karena takut mendengar bisikan-bisikan untuk melukai dirinya lagi.
Namun, sejak bisa minum obat teratur, relaksasi, dan CBT, pasien bisa mengendalikan
dirinya dan keluhannya terus berkurang.

101
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
6. RiwayatKeluarga
Pasien adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Ayah pasien meninggal karena sakit
jantung. Anak-anak pasien tumbuh dengan normal dan tidak ada yang menampilkan gejala
yang serupa dengan pasien.
7. Persepsi Pasien tentang Diri danKehidupannya
Pasien rutin kontrol ke poli karena merasa butuh obat untuk penyakitnya. Jika minum obat
ketakutan, emosi, serta suara-suara di telinga berkurang. Namun pasien tidak ingin
keluarganya mengetahui bahwa ia mempunyai gangguan jiwa. Orang yang mengetahui
bahwa ia mempunyai gangguan jiwa hanya kakak ke-3 yang mengantarkannya ketika
dirawat di PKW tahun 2005. Selain itu pada anggota keluarga yang lain ia mengatakan
alasan ia dirawat adalah karena sakit jantung. Hal ini dilakukan karena sejak merasa
ketakutan pasien sering menjerit-jerit sehingga dijuluki ―Si Stress‖.Ia merasa tidak
nyaman dan tetangga-tetangga juga mulai menjauhinya. Pasien jadi lebih senang
menyendiri dan segan berbicara dengan keluarganya.
Genogram

Keterangan :
: anggota keluarga laki-laki
: anggota keluarga perempuan
: anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa
: pasien tinggal satu rumah
/ : sudah meninggal

8. Persepsi Keluarga tentang DiriPasien


Keluarga pasien tidak mengetahui bahwa pasien mengalami gangguan jiwa hanya kakak
no 3 yang tahu. Keluarga hanya melihat ada waktu-waktu tertentu pasien terlihat gelisah,
marah-marah, melamun, menjerit-jerit, dan mencoba bunuh diri. Namun keluarga tetap
mendukung pasien untuk memeriksakandiri.
9. Impian, Fantasi, dan Cita-citaPasien
102
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Pasien ingin menabung untuk biaya sekolah anaknya yang ingin melanjutkan ke STM.
Selain itu pasien juga ingin mencari tempat yang permanen untuk berjualan makanan.

III. PEMERIKSAAN STATUSMENTAL


(Dilakukan pada tanggal 4 Februari 2017)
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang wanita, berpenampilan sesuai usianya, berpakaian kemeja, celana
panjang dan berjilbab. Secara umum, penampilan pasien menunjukkan
pasien dapat merawat diri denganbaik
2. Perilaku dan AktivitasPsikomotor
Pasien terlihat tenang saat diwawancara. Kontak mata baik
3. Sikap TerhadapPemeriksa
Pasien memberikan keterangan secara jelas, terbuka, dan tidak berbelit-belit.
Sikap pasien terhadap pemeriksa kooperatif.
B. Mood danAfek
1. Mood :euthym
2. Afek :luas
3. Keserasian :serasi
C. Pembicaraan
Pasien berbicara dengan lancar dan spontan saat ditanya. Jumlah kata-kata yang
dikeluarkan pasien banyak (produktivitas baik). Kontak mata dengan pemeriksa
baik.
D. GangguanPersepsi
Tidak ada gangguan persepsi
E. Pikiran
1. Proses Pikir/BentukPikir
Tidak ditemukan gangguan proses pikir
2. Isi Pikir
Terdapat ide-ide paranoid terhadap keadaan anak bungsunya.
F. Kesadaran danKognisi
1. Taraf Kesadaran danKesigapan
Kompos Mentis. Pasien memiliki kesan sigap bila ada bahaya yang akan
datang pada pasien.
2. Orientasi
 Waktu:baik (pasien dapat menyebutkan hari, tanggal,bulan)
 Tempat: baik (pasien mengetahui tempat pasien berada saat wawancara
dan letak rumah pasien)
 Orang: baik (pasien dapat menyebutkan nama orang-orang di sekitar
pasien
3. Daya Ingat

103
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
 Jangka panjang:Baik(pasienmasihingatmasakecilnyaketikaSD
sampai SMP, pasien juga ingat pengalaman-
pengalamannya semasa kanak-kanak)
 Jangka sedang : Baik (pasien masih ingat hal-hal yangmembawa
pasien datang ke rumah sakit dan orang-orang yang
mengantar pasien ke rumah sakit)
 Jangka pendek : baik (pasien ingat akan menu makan paginyadan
nama pewawancara)
 Segera : Baik (pasien dapat menyebutkan empatmacam
benda yang disebutkan oleh pemeriksa)
4. Konsentrasi danPerhatian
Baik. Pasien dapat mempertahankan konsentrasinya saat diwawancarai .
5. Kemampuan Membaca danMenulis
Baik. Pasien dapat membaca dan menulis sesuai permintaan.
6. KemampuanVisuospasial
Baik. Pasien dapat menggambar jam dinding .Selain itu pasien juga dapat
menggambar segitiga dan persegi yang diminta pewawancara dengan baik
7. PikiranAbstrak
Cukup baik. Pasien dapat menyebutkan persamaan bis dan sepeda motor
serta mengerti beberapa arti kiasan panjang tangan dan setali tigauang
8. Inteligensi dan KemampuanInformasi
Cukup. Pasien dapat menyebutkan kabar terbaru yang sedang hangat
dibicarakan di media massa
9. Kemampuan Menolong DiriSendiri
Baik (pasien dapat makan, minum, mandi, dan mencuci baju sendiri).
G. PengendalianImpuls
Baik. Pasien tidak menujukkan agresivitas selama diwawancara.
H. Daya Nilai danTilikan
1. Daya Nilai Sosial: baik (pasien mengatakan tidak pernah ingin
menyusahkan oranglain).
2. Uji Daya Nilai: baik, pasien akan mengembalikan barang yang tertinggal
pada pemiliknya jika tersedia keterangan yangjelas.
3. Penilaian Realita: baik (pasien menyadari kenyataan yang sesungguhnya
pada diri dan lingkungannya, tidak ada waham maupun halusinasilagi)
4. Tilikan: Derajat 6. Pasien sadar sepenuhnya bahwa dirinya sakit, bahwa
sakitnya adalah mendengar suara-suara tersebut, dan ketakutan serta gelisah.
Maka, pasien berobat ke Poli Psikiatri, mau minum obat, melakukan
relaksasi danCBT.
I. Taraf DapatDipercaya
Secara umum dapat dipercaya meskipun keterangan pasien suka berubah-rubah.

IV. PEMERIKSAANFISIK
A. StatusGeneralis

104
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Frekuensi nadi : 88x / menit
Frekuensi napas : 24x / menit
Suhu :afebris
Kepala : deformitas (-), rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, reflekspupil
baik
THT : deformitas (-), serumen(-/-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening(-)
Mulut : oral higiene cukup, tampak gigi pasien yang ompong
Jantung : BJ I/II normal, murmur (-), gallop(-)
Paru : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Abdomen : datar lemas, nyeri tekan (-), bising usus (+)normal
Ekstremitas : simetris, akral hangat, edema -/-, perfusi perifer cukup, needle
tract (-), scar di tungkai distal dekstra(+)
B. StatusNeurologikus
a. Gejala rangsang selaput otak(-)
b. Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm, RCL +/+ dan RCTL+/+
c. Refleks fisiologisnormal
d. Nervus kranialis: kesan paresis (-), nistagmus(-)
e. Refleks patologis (-)
e. Pemeriksaan Motorik : 55555555
5555 5555
f. Gejala ekstrapiramidal:
- gaya berjalan dan postur tubuhnormal
- stabilitas postur tubuhnormal
- rigiditas ekstremitas tidakada
- gangguan keseimbangan dan tremor(-)
g. Pemeriksaan Sensorik
Sensibilitas : parestesia di kaki-tangan kiri dan kanan(-)
h. Pemeriksaan SarafOtonom
Inkontinensia alvi dan urin(-), anhidrosis(-)

V. IKHTISAR PENEMUANBERMAKNA
Telah diperiksa seorang wanita, Ny. E, 44 tahun, bertempat tinggal di Kramat Sawah, suku
Makassar, agama Islam, status menikah dengan 4 orang anak, pendidikan terakhir SMP kelas
II.
Dua puluh tahun yang lalu (1988), suami pasien berhenti bekerja. Pasien sedih, dan
pesimis yang semakin memberat setelah ia gagal dalam usaha warungnya. Pasien merasa tidak
dihargai, tidak berguna, lemas dan banyak diam. Pasien juga sering mengeluh sakit kepala.
Saat malam hari, pasien mendengar suara-suara yang ia tidak ketahui sumbernya,suara itu

105
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
menyuruhnya membunuh anaknya. Pasien akan diam bila suara itu terdengar. Hal ini juga
membuat pasien menjadi malas makan, mandi, dan mengurus dirinya dan anaknya.
Pasien telah mendengar suara-suara yang mengganggu seperti mengomentari
tindakannya maupun menyuruhnya melukai dirinya bahkan menyuruhnya bunuh diri sejak 20
tahun yang lalu (1988). Awalnya pasien merasa gelisah, ketakutan, rasa bersalah yang
mendalam, dan kesulitan tidur selama + 2 minggu sejak mertua dan adik iparnya meninggal.
Lalu pasien mendengar suara-suara untuk mengakhiri hidupnya. Bila suara-suara tersebut
semakin kencang dan tanpa sadar menuruti perintah tersebut. Percobaan bunuh diri pernah
dilakukan beberapa kali dengan membentur-benturkan kepala ke dinding (1997), tiduran di
jalan raya (1999), dan loncat dari gedung bertingkat (Kenari Mas) pada tahun 2002.
Suara-suara tersebut terus ada walau tidak sesering dan sekencang tahun
1997,1999, dan 2002. Bila pasien merasa ketakutan, ia juga mencium bau-bau yang tidak
dicium oleh orangsekitarnya.
Pada bulan Agustus 2003, pasien merasa orang-orang ingin menyakitinya karena ia
melihat tangan diacung-acungkan sehingga ia lari ketakutan, menjerit-jerit, dan bersembunyi
di rumah.
Dua tahun setelahnya (tahun 2005) pasien dirujuk dari poli saraf paska trauma
kepala, ke poli psikiatri dan dikatakan mengalami depresi berat. Pasien kemudian dirawat
selama 4 minggu. Selama perawatan pasien melihat orang-orang di sekelilingnya menjadi
binatang. Selain itu ia juga melihat orang besar bertaring dan bertanduk sehingga pasien
menjerit-jerit ketakutan. Saat dirawat ia juga sering mendengar bisikan bahwa minum obat itu
tidak berguna sehingga tidak jarang ia membuang obat tersebut. Setelah keluar dari perawatan
pasien kontrol rutin ke poli. Ia merasa gelisah, ketakutan, dan suara-suara yang mengganggu
cenderung berkurang. Pasien rutin minum obat walau tidak jarang bila merasa sudah enakan ia
tidak minum obat lagi. Hal itu ia lakukan untuk menghemat biaya beli obat.
Enam bulan yang lalu (Juli 2016) rumah pasien terbakar. Pasien merasa tidak
berdaya lagi. Alat-alat masak dan semua perlengkapan dagangnya telah musnah. Pasien
merasa sedih sekali hingga mengurung diri selama 2 hari, tidak makan dan mandi. Saat itu,
pasien mendengar suara-suara yang menyuruhnya membakar diri. Pasien pun menjadi semakin
tidak semangat hidup, susah tidur, dan merasa serbasalah.
Empat bulan yang lalu (September 2016), saat kontrol ke poli, pasien tiba-tiba
melihat pulpen yang dipegang oleh dokter yang memeriksanya berubah menjadi kayu. Pasien
jadi ketakutan sehingga cepat-cepat pulang. Saat pulang ia merasa dokter yang memeriksanya
mengikutinya sehingga ia semakin ketakutan.
Tiga bulan yang lalu (Oktober 2016) pasien putus obat 4 hari. Ia kembali merasa
gelisah dan ketakutan. Suara di telinga yang menyuruh untuk bunuh diri masih terdengar
walau pelan. Semakin hari suara tersebut semakin kencang. Karena ketakutan pasien merasa
susah tidur (suka terbangun), jadi malas, berpikir hidup ini tidak ada gunanya (lebih enak
ngelamun dan bengong), dan makan jadi lebih sedikit dari biasanya. Pasien jadi mudah emosi
bila ada masalah sedikit. Pasien juga merasa suka lupa. Setelah mendapat obat, suara-suara
tersebut terdengar lebih pelan. Ia juga bercerita kalau selama ini bila sudah merasa baikan obat
tidak diminum lagi Hal ini dilakukan untuk menghemat obat karena harga obat yang mahal
dan pasien kesulitanbiaya.

106
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Dua bulan yang lalu (November 2016) Pasien merasa energinya tidak habis,
nyanyi-nyanyi, dan serasa harga dirinya membumbung.
Satu bulan yang lalu (Desember 2016) pasien mengatakan rasa sedihnya berkurang
dan justru lebih merasa takut dan cemas. Rasa cemas masih berkaitan dengan anaknya. Suara-
suara tidak terdengar lagi.
Saat kontrol poli psikiatri (3 Februari 2017) pasien sudah merasa baikan.
Ketakutan, rasa sedih, emosi, dan suara-suara yang menggangu mulai berkurang dan dapat
dikendalikan. Pasien sempat mengalami selama + 30 menit. Pasien juga pernah merasa senang
yang amat hingga mentraktir tetangganya dengan uang keuntungan dagangannya. Dalam
sebulan terakhir, pasien terkadang masih merasakan ketakutan terutama tentang keadaan
anaknya dan masa depannya. Ketakutan pun dirasakan saat pasien akan memegang pisau
dapur untuk memasak. Bila ketakutan muncul pasien biasanya merasa sedih. Tak lama rasa
sedih ini ada, mulailah timbul suara-suara yang menyatakan ataupun menyuruhnya melakukan
hal yang negatif. Untuk mengatasi ketakutan, rasa sedih, dan suara-suara yang mengganggu
itu, selain minum obat teratur, pasien juga melakukan relaksasi yang telah diajarkan oleh
dokter dan menjalankan CBT. Keadaan keluarganya sekarang, suami pasien tidak bekerja
sejak 20 tahun yang lalu. Hubungannya dengan adik ipar tidak baik (seringbertengkar).
Dari pemeriksaan status mental (saat kontrol poli 3 Februari 2017) ditemukan
sudah tidak ditemukan halusinasi auditori, halusinasi olfaktorius, visual, maupun taktil. Pada
pasien didapat ide-ide paranoid. Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya
hipertensi, nistagmus, parestesia di kaki kiri dan telapak kaki kanan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipertensi grade 1. Tidak ada nistagmus dan parastesia kaki dan tangan kiri dan
kanan.

VI. FORMULASIDIAGNOSTIK
Pada pasien ditemukan sindrom atau pola perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis
dan menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan
aktivitas sehari-hari pasien. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami suatu
gangguan jiwa sesuai dengan definisi yang tercantum dalam PPDGJ III.

Diagnosis Aksis I
Berdasarkan anamnesis tidak ditemukan adanya riwayat trauma kepala yang dapat
menyebabkan gangguan intrakranial. Sakit kepala yang berputar pada pasien dan adanya
nistagmus menunjukkan adanya penyakit vertigo. Namun, kelainan ini tidak menjadi sebab
gangguan yang dialami pasien. Selain itu, tidak ditemukan riwayat kejang yang mengarah pada
kelainan organik di otak. Pada pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda
yang mengarah pada gangguan intrakranial sehingga adanya gangguan organik (F0) pada
pasien dapatdisingkirkan.
Gejala yang ditemukan pada pasien dapat terjadi pada penggunaan zat psikoaktif.
Namun, tidak didapatkan adanya riwayat penggunaan zat psikoaktif berupa konsumsi alkohol
maupun obat-obat yang dapat menstimulasi maupun mendepresi susunan saraf pusat. Dari

107
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan adanya needle tract. Pasien juga tidak mengkonsumsi
rokok. Kemungkinan gangguan mental akibat penggunaan zat psikoaktif (F1) sejauh ini dapat
disingkirkan.
Pada pasien didapatkan hendaya dalam menilai realita, oleh sebab itu gangguan
jiwa pada pasien dimasukkan ke dalam golongan besar psikotik. Selain itu, pasien juga
ditemukan hendaya pada moodnya. Hendaya moodnya ini dapat muncul mendahului ataupun
bersamaan dengan gejala psikotiknya pada hampir setiap episodenya. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan status mental, ditemukan beberapa gejala psikopatologiyaitu:
1. Adanyariwayathalusinasiauditorikyangbersifatcommentingdancommanding
(menyuruh pasien bunuh diri dan mengatakan obat itu tidak berguna).
2. Adanya riwayat waham kejar (pasien merasa ada orang yang ingin menyakiti
dirinya, misal :ada orang yang inginmemukulnya)
3. Adanya riwayat halusinasi visual (melihat monyet,dll), taktil (merasa didorong
orang) dan halusinasi olfaktorius (bau-bauan bunga, kemenyan,busuk).
4. Riwayat waham rujukan (merasa orang-orangmembicarakannya)
5. Riwayat gejala depresi yakni susah tidur (suka terbangun), jadi malas, berpikir
hidup ini tidak ada gunanya (lebih enak ngelamun dan bengong), dan makan jadi
lebih sedikit daribiasanya.
6. Riwayat gejala manik (perasaan senang yang amat , mentraktir tetangganya,
irritable, dangelisah).
7. Adanya ide-ide paranoid tentang keadaan anakbungsunya.
8. Gejala tersebut sudah muncul lebih dari satu bulan (sudah sejak 11 tahun yanglalu)
9. Setiap episode gangguan mood, terjadi kurang dari 2 minggu untuk depresi dan 1
minggu untukmanik.
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan saat ini, diagnosis pada pasien adalah
skizoafektif tipe campuran (F25.2) yang sedang terkontrol pengobatan. Skizofrenia paranoid
dan gangguan afektif bipolar dengan gejala psikotik merupakan diagnosis banding pada kasus
ini.
Dipikirkannya skizofrenia paranoid terkontrol sebagai diagnosis banding karena
gejala psikotik seperti waham kejar serta halusinasi terutama auditorik yang bersifat
commenting dan commanding yang pernah ada cukup menonjol dalam mewarnai setiap
episode yang ada. Namun, pada skizofrenia paranoia tidak terjadi penonjolan gejala-gejala
afek dan mood yang cukup jelas pada pasien walaupun terjadi secara rapid cycling. Atas dasar
adanya gangguan afektif yang meramaikan perjalanan penyakitnya, perlu dipikirkan diagnosis
banding gangguan afektif bipolar dengan gejala psikotik episode kiniremisi.
Diagnosis Aksis II
Tidak ada diagnosis.
Diagnosis Aksis III
Saat ini pasien menderita penyakit jantung, hipertensi, carpal tunnel syndrome, dan
tarsal tunnel syndrome. Pasien sering merasa nyeri seperti ditekan pada dadanya, bila tidur
harus memakai 2 bantal (orthopnea), dan sering capai jika berjalan jauh (exercise intolerance).
Pasien rutin kontrol ke poli jantung dan meminum ISDN dan adalat. Pasien memiliki riwayat

108
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
vertigo dan dulu meminum obat Mertigo, Flexor, dan Renadinac. Untuk hipertensi, CTS, dan
TTS pasien lupa nama obatnya.
Diagnosis Aksis IV
Pasien mengalami masalah ekonomi. Suami pasien tidak bekerja lagi sehingga
pasien menjadi tulang punggung keluarga. Bila ada keuntungan berjualan makanan baru pasien
bisa membeli obat. Akibat kesulitan ekonomi itu pula yang membuat pasien tidak minum obat
dengan teratur. Alasannya agar uang bisa dihemat untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Namun saat ini, masalah ekonomi menjadi beban pikiran bagi pasien. Pasien mencoba untuk
menerima dan berusaha sebaik mungkin pekerjaannya sekarang walaupun masih menjadi
masalah.
Selain itu, pasien juga mengalami masalah dengan keluarga terutama saudara ipar
sehingga membuat pasien tidak betah tinggal di rumah. Ia juga menyembunyikan penyakitnya
dari keluarganya sehingga kurang ada yang mendukung pengobatan pasien, dan hubungan
dengan keluarga menjadi renggang. Pasien juga mulai merasa terasing dari lingkungannya
karena sering dijuluki ―Si Stress‖.
Kedua masalah ini tidaklah jelas sebagai stressor untuk diagnosis. Tetapi stressor
yang berpengaruh dalam pengobatan dan prognosis.
Diagnosis Aksis V
Pada aksis V, dinilai kemampuan penyesuaian diri pasien dengan menggunakan
GAF (Global Assessment of Functioning). GAF saat dilakukan pemeriksaan adalah 90
(beberapa gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, dan gangguan yang ada tidak lebih dari
masalah harian biasa). Hal ini ditetapkan karena pasien tetap bisa berdagang untuk mencari
nafkah walaupun terkadang masih ada halusinasi auditorik dalam kuantitas dan kualitas
minimal (saat pemeriksaan tidak ada) maupun ide-ide paranoid. Kedua gangguan ini sudah
menjadi biasa bagi pasien dan dengan mudah ia tangani dengan relaksasi dan CBT. Sedangkan
nilai tertinggi GAF tahun lalu adalah 55 (gejala sedang, disabilitas sedang dalam fungsi). Hal
ini berdasarkan riwayat gangguan tahun 2008, dimana saat itu terjadi peristiwa terbakarnya
rumah pasien serta riwayat beberapa kali putus obat (hanya beberapa hari) yang membuat
gejala depresi dan psikotik muncul kembali bahkan hingga fungsi pasien mengalami disabilitas
sedang.

VII. DAFTARMASALAH
1. Organobiologis: Jantung, vaskular (hipertensi grade 1), dan saraf tepi (CTS dan
TTS)
2. Psikologis:
 Ide-ideparanoid
 Riwayat halusinasi auditorik yang bersifat commanding dan
commenting, halusinasi visual, olfaktori, dantaktil.
 Riwayat wahamkejar
 Riwayat gejala depresi dan manik
3. Lingkungan dan sosialekonomi:
 Masalah ekonomi: pasien menjadi tulang pungggung perekonomiankeluarga

109
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
 Masalah keluarga: tidak akur dengan adik iparnya sehingga pasien tidak betah
di rumah dan lebih senang tinggal di rumah orang tuanya. Selain itu pasien
juga ingin menyembunyikan penyakitnya dari keluarganya (hanya kakak no 3
yang tahu) sehingga dukungan keluarga terhadap penyakit pasienkurang
 Masalah dengan lingkungan: karena sering terlihat ketakutan dan menjerit-
jerit pasien dijuluki si stress olehkeluarganya.

VIII. EVALUASIMULTIAKSIAL
Aksis I : Skizoafektif tipe campuran terkontrolobat
DD/ Gangguan Afektif bipolar dengan gejala psikotik episode kini
Remisi (dalam pengobatan)
Skizofrenia paranoid terkontrol obat
Aksis II : tidak adadiagnosis.
AksisIII :penyakitjantung,hipertensi,CTS,TTS,riwayatvertigo
Aksis IV : masalah ekonomi, keluarga, danlingkungan
AksisV : GAF Current :90
GAF Highest Level Past Year : 55
IX. PROGNOSIS
 Quoad vitam :bonam
 Quoadfunctionam :bonam
 Quo ad sanactionam : dubia adbonam
Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap perjalanan penyakit pasien:
 Wanita
 Onset pada usiadewasa
 Adanya pengetahuan pasien untukberobat
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita kelainan yangsama
 Adanya gejala gangguan mood (diagnosis skizoafektif)
 Pasien sudah menikah
 Respon terhadap pengobatanbaik
 Lama setiap episode kurang dari sebulan (karenapengobatan)
 Sikap pasien yangkooperatif
Faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap perjalanan penyakit pasien :
 Gangguanberulang
 Onsetnya tersembunyi (insidious)
 Dukungan yang kurang dari keluarga (hanya ibu dan kakakkandungnya)
 Masalah ekonomi yang dapat membuat pasien tidak teratur minumobat

X. FORMULASIPSIKODINAMIK
Gangguan psikiatri dapat terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan adaptasi
antara faktor biologis, sosiokultural, dan psikologis. Psikodinamika adalah suatu pendekatan
konseptual yang memandang proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi energi psikis,
yang berlangsung intra- maupuninter-individual.

110
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
Berdasarkan definisi tersebut, psikodinamika berusaha mempelajari struktur
(kepribadian), kekuatan (dorongan), gerakan (aksi), pertumbuhan dan perkembangan, serta
maksud dan tujuan dari fenomena patologik yang ada pada seseorang. Psikodinamika
menganggap bahwa gejala-gejala psikosis yang dialami pasien terjadi akibat konflik yang
dialaminya.
Freud berpendapat bahwa skizofrenia terjadi akibat fiksasi dalam perkembangan
kepribadian dan adanya defek ego. Karena kedua hal tersebut, seseorang akan mengalami
regresi ke tingkat di mana terjadi fiksasi apabila ia mengalami konflik atau kejadian yang
signifikan dalam hidupnya.
Skizofrenia digambarkan oleh Freud sebagai keadaan pecahnya objek dari emosi
dari pikiran, ide, atau seseorang, dan sebuah regresi yang merupakan respon terhadap frustasi
atau konflik terhadap orang lain. Pada berulangnya kasus pasien ini karena tidak ada pekerjaan
sehingga pasien merasa putus asa.
Onset dari gejala-gejala skizofrenia biasanya mulai muncul pada fase kehidupan
adolesence, di mana pada saat ini seorang remaja membutuhkan ego yang kuat untuk berfungsi
secara bebas, terlepas dari orang tua, untuk mengidentifikasi tugas, untuk mengkontrol insting-
insting dasar, dan untuk menyeimbangkan diri dengan stimulasi eksternal yang intense. Gejala
psikotik muncul pada pasien ketika usia dewasa tepat setelah masa adolescense.
Teori psikoanalisis lain mengatakan bahwa setiap gejala psikosis memiliki makna
simbolik bagi pasien. Halusinasi timbul akibat ketidakmampuan pasien dalam menghadapi
kenyataan objektif dan menggambarkan ketakutan atau keinginan pasien yang terpendam.
Sedangkan waham merupakan upaya-upaya regresif untuk menciptakan suatu realita yang baru
atau untuk mengekspresikan ketakutan atau impuls yang tersembunyi.
Pada kasus ini, gejala-gejala psikosis yang dialami pasien (dalam hal ini berupa
antara lain halusinasi anditorik yang bersifat commanding dan commenting, halusinasi visual,
taktil, dan olfaktori serta adanya waham kejar. Pada pasien dengan gangguan psikotik,
mekanisme pertahanan yang digunakan biasanya berupa penyangkalan, proyeksi, regresi dan
distorsi (semuanya merupakan mekanisme pertahanan yang imatur).
Pasien dengan gangguan skizofrenia paranoid tidak pernah mendapatkan objek
secara konstan yang dicirikan sebagai suatu perasaan yang aman. Pasien skizofrenia
menemukan kesulitan untuk menangkap berbagai macam stimulus dan memfokuskan pada
satu stimulus pada saat yangbersamaan.
Pemahaman psikodinamik tentang depresi yang digambarkan oleh Sigmund Freud
dan telah diperluas oleh Karl Abraham dikenal sebagai pandangan yang klasik tentang depresi.
teori tersebut terdiri dari empat, yaitu: (1) gangguan pada hubungan ibu-anak pada usia 10-18
bulan pertama kehidupan menjadikan seseorang lebih mudah untuk jatuh ke dalam depresi; (2)
depresi dapat merupakan perwujudan kehilangan suatu obyek; (3) introjeksi dari obyek yang
hilang tersebut adalah suatu mekanisme pertahanan yang dihubungkan dengan kehilangan
obyek tersebut; dan (4) sebab kehilangan obyek yang hilang tersebut merupakan campuran
dari rasa cinta dan rasa benci, sehingga kemarahan diarahkan pada dirisendiri.
Edward Bibring melihat depresi sebagai fenomena dimana seseorang menyadari
pertentangan antara ide-ide yang tinggi dan ketidakmampuan untuk mencapai tujuan-tujuan.
Edith Jacobson melihat depresi sebagai sesuatu yang tidak berbeda dengan anak yang lemah

111
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
dan tanpa pertolongan yang merupakan korban dari orangtuanya. Silvano Arieti
mengobservasi bahwa orang yang menderita depresi telah menjalani hidup mereka lebih
banyak untuk orang lain dibandingkan dengan dirinya sendiri. Depresi muncul ketika pasien
menyadari bahwa seseorang atau tempat dimana pasien tersebut hidup tidak akan pernah
memberikan respon atas apa yang telah mereka kerjakan. Hal ini terlihat pada pasien, saat ia
dituduh tidak merawat mertuanya dan akhirnya meninggal pada tahun 1997 bersamaan dengan
kematian adik iparnya. Konsep depresi dari Heinz Kohut, diambil dari teorinya tentang self-
psychological, dimana suatu pribadi yang berkembang memiliki kebutuhan yang spesifik yang
harus disadari oleh orang tua untuk memberikan kepercayaan diri yang positif kepada
anaknya. Ketika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, akan terjadi kehilangan
kepercayaan diri yang sangat besar yang bermanifestasi sebagai depresi. John Bowlby
meyakini bahwa perpisahan yang traumatik pada masa kanak-kanak merupakan predisposisi
untuk menjadidepresi.
Etiologi depresi pada pasien ini belum jelas. Namun beberapa faktor diduga
berpengaruh terhadap etiologi depresi. Faktor yang pertama yaitu faktor genetik. Meskipun
penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran
terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila
suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat
dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam
perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Tetapi pada pasien ini tidak
ditemukan riwayat gangguan yang sama dengan yang dialamipasien.
Faktor yang kedua adalah faktor sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status
perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua,
perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya
gangguan depresi. Suami pasien sudah tidak bekerja lagi sejak 20 tahun yang lalu dan sebagai
kompensasinya pasien harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri.
Sedangkan dalam fungsi keluarga yang, suami sebagai kepala keluarga yang berperan utama
sebagai tulang punggung keluarga bukan istri. Hal ini dapat menjadi faktor terjadinya depresi
pada pasien karena harus menanggung beban berat sendiri.
Faktor yang terakhir diduga berpengaruh dalam terjadinya gangguan depresi yaitu
faktor biologis. Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan
terfokus pada: terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk
norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi
yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang
ditandai dengan meningkatnya kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.
Banyak teori psikodinamik tentang manik menyatakan bahwa manik merupakan
sebuah defensi melawan depresi. Karl Abraham percaya bahwa manik terjadi sebagai refleksi
dari ketidakmampuan untuk mentoleransi suatu tragedi yang sedang berkembang. Manik juga
dikatakan sebagai hasil dari superego triannikal, yang tidak dapat menerima kritikan padanya
dan digantikan dengan kepuasan euforianya. Klein juga menyatakan hal yang serupa dengan
Karl dimana pada seseorang dengan manik akan berkembang waham kebesaran. Pasien
mengetahui betul bahwa sedang sulit dalam masalah keuangan dan setiap ada keuntungan
pasien harus memikirkan alokasi pemanfaatan uang yang didapat. Untuk kebutuhan makan

112
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
sekeluarga, memenuhi permintaan anak bungsunya untuk dibelikan sepeda, dan menambah
modal usahanya. Tekanan pemikiran ini diduga menyebabkan depresi pada pasien dan ternyata
defensi pasien justru timbul manik dengan mentraktir tetangganya.

XI. RENCANATERAPI
A. Psikofarmaka
 Risperidon (per oral) 2x3mg
 Asam valproat (per oral) 3x 250 mg, setelahmakan
B. Psikoterapi
Dilakukan melalui:
a. Psikoterapi suportif
Psikoterapi ini dapat dilakukan dengan bimbingan, reassurance, serta terapi kelompok
b. Psikoterapi reedukatif
TerhadapPasien
 Memberikan informasi kepada pasien dan edukasi mengenai penyakit yang
dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-faktor penyebab, pengobatan,
komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat meminum
obat dan segera datang ke dokter bila timbul gejala serupa di kemudianhari
 Memotivasi pasien untuk berobatteratur
 Mengajarkan terapi relaksasi pada pasien saat pasien marah ataupun akan marah
sehingga diharapkan pasien dapat mengontrol marahnya dan mengemukakan
amarahnya dengan cara yang lebihhalus.
Terhadap Keluarga
 Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien, gejala, faktor-faktor
pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan di kemudian
hari.
 Menjelaskan kepada keluarga bahwa salah satu faktor pemicu penyakit pasien saat
ini adalah keluarga pasien yang mengabaikanpasien
 Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat setelah sakit agar pasien
dapat mengalami remisi.
c. Terapi kognitifperilaku
Dilakukan untuk merubah keyakinan yang salah dari pasien dan memperbaiki distorsi
kognitif.

XII. DISKUSI
Menurut DSM IV diagnosis Skizoafektif dapat ditegakkan apabila terdapat:
1. Pada saat episode yang sama, terdapat episode depresi dan atau manik yang bersamaan
engan gejala pada kriteria A untuk skizofreniayakni:
Gejala karakteristik : 2 atau lebih dari gejala muncul dalam waktu yang signifikan selama
1 bulan (atau kurang bila berhasil diobati)
a. Waham
b. Halusinasi
c. Disorganisasi dalam berbicara (inkoherensi,dll)

113
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
d. Perilaku disorganized,katatonik
e. Gejala negatif yaitu afek yangmendatar,dll
Bila waham yang terdapat pada pasien adalah waham aneh atau halusinasi yang bersifat
commenting maka 1 gejala sudah dapat memenuhi.
2. Selama periode sakit (episode), terdapat waham atau halusinasi setidaknya minimal 2
minggu dimana tidak ada gejala gangguan mood/afektif yangberarti
3. Gejala yang memenuhi kriteria episode gangguan mood jelas terjadi pada bagian dari
total durasi periode aktif dan residual daripenyakit
4. Gangguan ini terjadi bukan karena efek langsung dari zat psikoatif ataupun penyakit
sistemiktertentu.
Pada pasien ditemukan halusinasi auditori yang bersifat commenting, commanding,
dan waham kejar selama lebih dari satu bulan (gejala yang mereda bila mengkonsumsi obat)..
Gejala gangguan mood/afektif pada pasien ditemukan gejala depresi dan manik dengan sifat
rapid cycling yakni terjadi perubahan dari manik dan depresi dari hari ke hari bahkan jam ke
jam. Gejala depresi pasien terlihat jelas dari episode-episode yang ada, dimana hampir setiap
gejala depresi akan diikuti dengan gejala psikotik. Untuk manik, tidak seperti gejala
depresinya, manik yang terjadi tidak selalu diikuti oleh gejala psikotik. Terkadang gejala
psikotik saja yang jelas dalam satu episode tanpa ada gejala depresi maupun manik. Dari
anamnesis juga tidak didapatkan keterangan penggunaan zat psikoaktif, alkohol, rokok,
maupun penyakit sistemik yang berkaitan dengan gangguan psikiatri. Dengan demikian gejala-
gejala pada pasien sudah memenuhi kriteria skizoafektif menurut DSM IV. Karena didapatkan
gejala depresi dan manik pada perjalanan penyakitnya dan pada saat kunjungan poli terakhir
(anamnesis dan pemeriksaan status mental) tidak ada keluhan lagi sehingga diagnosis
lengkapnya menjadi skizoafektif tipe campuran terkontrol obat. Untuk kasus (terutama riwayat
perjalan penyakitnya, bukan keadaan sekarang) ini perlu didiagnosis banding dengan
gangguan afektif bipolar disertai gejala psikotik dan skizofreniaparanoid.
Untuk skizofrenia paranoid, dapat disingkirkan dengan adanya gejala afek yang
menonjol pada pasien. Namun masih perlu dipikirkan terjadi superimposed atau concomitant
antara skizofrenia paranoid dengan gejala depresi. Hal ini dapat dipikirkan karena terdapat
beberapa episode depresif terjadi setelah gejala psikotik halusinasi auditorik yang
menyuruhnya bunuh diri ataupun commenting pasien.
Gangguan afektif bipolar dengan gejala psikotik merupakan diagnosis banding
terkuat, terutama gangguan afektif bipolar tipe II. Gejala depresi pada pasien bervariasi dari
depresi ringan, sedang, hingga berat. Hal ini terlihat jelas pada perjalanan penyakit depresinya
yang dari sekedar membuat disabilitas fungsi ringan hingga adanya perasaan ingin mengakhiri
hidupnya (berat). Akan tetapi, efek dari depresi yang banyak terjadi cenderung ringan-sedang
dan adanya usaha bunuh diri lebih disebabkan gejala psikotik halusinasi auditoriknya bukan
langsung dari depresinya.
Untuk gejala manik yang segera timbul setelah minum calsetin, tidaklah suatu
manik karena antidepresan. Hal ini kemungkinan suatu episode manik murni. Dalam
kepustaakaan, efek primer dari antidepresan baru ada setelah 2-4 minggu pemakaian. Dari
keterangan pasien, selama ia minum obat calsetin pasien merasakan gejala manik. Diduga

114
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018
manik saat 2 minggu pertama pemakaian calsetin adalah manik murni sedangkan minggu-
minggu selanjutnya manik murni tersalut oleh efek samping antidepresan.
Dalam awal perjalanan penyakitnya pasien kemungkinan mengalami depresi berat
dengan gejala psikotik. Namun, depresi yang tidak berat terkadang diikuti dengan gejala
psikotik. Gejala psikotik tidak selalu bersama gejala depresi dan saat itu pasien mengalami
skizoafektif tipe depresif. Dalam 2 tahun ini, pasien juga mengalami episode manik selain
gejala depresi dan psikotiknya. Sehingga diagnosis pasien menjadi skizoafektif tipe campuran.
Terapi pada pasien terdiri dari psikofarmaka dan psikoterapi. Psikofarmaka yang
diberikan berupa risperidon obat anti psikosis atipikal dari golongan benzisoxazole. Obat ini
mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah
terhadap reseptor dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Dengan demikian obat
ini efektif baik untuk gejala positif (waham, halusinasi), maupun gejala negatif (upaya pasien
yang menarik diri dari lingkungan). Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin.
Dengan demikian perlu diadakan pengawan terhadap fungsi hati. Secara umum risperidon
ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal
dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini
diberikan dosis 2x3 mg/hari karena pada dosis yang lebih rendah 2x2 mg pasien tidak
merasakan manfaatnya.
Pemberian asam valproat ditujukan untuk mengatasi gangguan mood/afektifnya
pasien yakni depresi dan manik. Asam valproat diindikasikan pada gangguan afektif bipolar
(kombinasi dengan litium) dan skizoafektif. Obat ini lebih efektif pada rapid cycling yang
terjadi pada pasien dibandingkan litium sehingga dijadikan pilihan utama pada gangguan
afektif dengan ciri rapid cycling . Pembuktian terakhir menndapatkan bahwa asam valproat
lebih efektif menangani episode depresi dibandingkan litium dan karbamazepin. Mekanisme
keefektivitasannya dalam gangguan psikiatri masih belum diketahui. Obat ini dimetabolisme
oleh hati melalui sistim beta-oksidasi, glukuronidasi, dan sitokrom P450. Adapun efek
samping yang sering terjadi antara lain gangguan gastrointestinal, hati (hepatitis), darah
(trombositopenia), dan saraf (ataksia, tremor). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan
fungsi hati dan hematologi secaraberkala.
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi
reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku. Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat
mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres. Hal ini dilakukan mengingat toleransi
(kemampuan) pasien mengahadapi stres (tekanan, kecewa, frustasi) rendah. Selain itu pasien
mudah marah (merasa emosi, ingin memukul, menghancurkan barang) bila ada masalah.
Adanya percobaan bunuh diri beberapa kali juga semakin memprkuat kenyataan bahwa perlu
diadakannya terapi untuk meningkatkan kemampuan pengendalian diri dan menghadapi
masalah.
Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan insight (pengetahuan pasien)
terhadap penyakitnya serta mengembangkan kemampuannya untuk menunjang penyembuhan
dirinya. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan
pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan edukasi baik terhadap pasien maupun
keluarga.

115
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018
CSL 6 | 2018

Keluarga pasien saat ini belum mengetahui penyakit pasien. Adalah hak pasien untuk tidak
memberitahukan keadaan ini terhadap keluarga. Namun sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai dokter untuk
memberikan informasi apa saja keuntungan yang didapat bila keluarga turut berperan serta sebagai care giver
yang menunjang kesembuhan pasien. Adapun materi yang dapat diberikan pada keluarga adalah informasi
mengenai penyakit pasien, gejala, faktor-faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko
kekambuhan di kemudian hari. Perlu pula dijelaskan bahwa dukungan moral sangat dibutuhkan oleh pasien.
Dengan demikian sebaiknya keluarga tidak mengucilkan dan menjatuhkan mental pasien dengan menganggapnya
‖orang yang stress‖.
Selain psikoterapi di atas dapat dilakukan pula terapi kognitif perilaku. Terapi ini bertujuan untuk
merubah keyakinan yang salah dari pasien dan memperbaiki distorsi kognitif.
Prognosis Quo ad vitam pasien adalah bonam. Karena pasien sudah tidak lagi merasakan halusinasi yang
pernah menyuruhnya untuk bunuh diri. Quo ad functionam bonam karena pasien masih dapat menjalankan
fungsinya misal merawat diri, mengurus rumah tangga, dan berdagang dengan baik. Quo ad sanactionam dubia
ad bonam. Gangguan yang ada beberapa waktu terakhir ini sudah cenderung berkurang dari segi kualitas maupun
kuantitias dan pasien sudah dapat mengatasinya dengan relaksasi dan CBT).

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa III (PPDGJ III). Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 1993.
2. Kaplan HI, Saddock BJ, Greb JA. Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 9 th ed.
USA : Lippincott Williams & Wilkins.2003.
3. Maslim R. Paduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Jakarta : PT Nuh Jaya. 1996.
4. Birnkrant J, Carlsen A. Crash course Psychiatry: The Psychotic Disorders and The Mood disorders. In:
Horton-Szar D, editor. U.K ed. China: Mosby ElsevierInc.2007.
5. Albers J L, Hahn RK, Reist C. Handbook of Psychiatric Drugs. 2005 edition. Current Clinical Strategies
Publishing. Diunduh dari:www.ccspublishing.com/ccspada tanggal 30 Januari2009.

116
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2018

Anda mungkin juga menyukai