Anda di halaman 1dari 39

MODUL PRAKTIKUM

MATERIAL TEKNIK

1. Pengujian Logam
Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk
diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk
struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Adapun proses
pengujiannya dikelompokkan ke dalam tiga kelompok metode pengujian, yaitu :
1. Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat menimbulkan
kerusakan logam yang diuji.
2. Non Destructive Test (NDT), yaitu proses pengujian logam yang tidak dapat
menimbulkan kerusakan logam atau benda yang diuji.
3. Metallography, yaitu proses pemeriksaan logam tentang komposisi kimianya,
unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, dan bentuk strukturnya.
Penjelasan mengenai pengujian logam akan dijelaskan lebih lanjut pada
subbab-subbab berikutnya. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai ketiga
metode pengujian logam [6].

¾ Uji Kekerasan (Hardness Test)


Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain,
ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh
pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis
seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang
diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut [6].
Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih
bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan
benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam
keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun

2
demikian, logam yang keras biasanya cenderung lebih rapuh dan sebaliknya,
logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis [6].

¾ Dasar-Dasar Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan
logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan untuk melihat
apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat kekerasan logam berdasarkan pada
standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian kekerasan pun diatur
dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku. Satuan yang
baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu penekanan,
goresan, dan dinamik [6].
Tabel 2.1 Logam Ferro Dan Pemakaiannya
Nama Komposisi Sifat Pemakaian
Baja lunak Campuran ferro dan karbon Ulet dan dapat ditempa Pipa, mur, baut,
(Mild Steel) (0,1%-0,3%) dingin dan sekrup
Baja karbon Campuran ferro dan karbon Lebih ulet Poros, rel baja, dan
sedang (0,4%-0,6%) peron
(medium
carbon steel)
Baja karbon Campuran ferro dan karbon Dapat ditempa dan Perlengkapan
tinggi (high (0,7%-1,5%) disepuh mesin perkakas,
carbon steel) kikir, gergaji,
pahat, tap, penitik,
dan stempel
Baja kecepatan Baja karbon tinggi ditambah Getas, dapat disepuh Alat potong yang
tinggi (high dengan keras, dimudakan, dan digunakan ialah
speed steel) nikel/krom/kobalt/tungsten/ tahan terhadap suhu pahat bubut, pisau
vanadium tinggi fris, mata bor, dan
perlengkapan
mesin perkakas

Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh


industri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat
dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan dengan
metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan cara ini terdiri
dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode Rockwell, Brinell, dan
Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing, serta perbedaan dalam menentukan angka kekerasannya. Metode
Brinell dan Vickers misalnya, memiliki prinsip dasar yang sama dalam
3
menentukan angka kekerasannya, yaitu menitikberatkan pada perhitungan
kekuatan bahan terhadap setiap daya luas penampang bidang yang menerima
pembebanan tersebut. Sedangkan metode Rockwell menitikberatkan pada
pengukuran kedalaman hasil penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk
berkasnya (indentasi) pada benda uji [6].
Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga berbeda.
Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing sesuai dengan
proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar internasional. Perbedaan
satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka hasil pengujiannya. Berikut ini
merupakan uraian terperinci mengenai masing-masing metode pengujian.

¾ Metode Pengujian Rockwell


Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan
standar DIN 50103. Adapun standar kekerasan metode pengujian Rockwell
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2.2 Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell
Skala Penekan Beban Skala Warna
Awal Utama Jumlah Kekerasan Angka
A Kerucut intan 120º 10 50 60 100 Hitam
B Bola baja 1,558 10 90 100 130 Merah
mm (1/16”)
C Kerucut intan 120º 10 140 150 100 Hitam
D Kerucut intan 120º 10 90 100 100 Hitam
E Bola baja 3,175 10 90 100 130 Merah
mm (1/8”)
F Bola baja 1,558 10 50 60 130 Merah
mm
G Bola baja 1,558 10 140 150 130 Merah
mm
H Bola baja 3,175 10 50 60 130 Merah
mm
K Bola baja 3,175 10 140 150 130 Merah
mm
L Bola baja 6,35 mm 10 50 60 130 Merah
(1/4”)
M Bola baja 6,35 mm 10 90 100 130 Merah
P Bola baja 6,35 mm 10 140 150 130 Merah
R Bola baja 12,7 mm 10 50 60 130 Merah
(1/2”)
S Bola baja 12,7 mm 10 90 100 130 Merah
V Bola baja 12,7 mm 10 140 150 130 Merah

4
Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat
dikelompokkan menurut jenis indentor yang digunakan pada masing-masing
skala. Dalam metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya
bervariasi, yaitu :
1. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan
memilih ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala
tertentu. Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akuran,
maka kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan
yang jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan,
dimana acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui
melalui tabel sebagai berikut :
Tabel 2.3 Skala Kekerasan Dan Pemakaiannya
Skala Pemakaiannya
A Untuk carbide cementite, baja tipis, dan baja dengan lapisan keras yang tipis
B Untuk paduan tembaga, baja lunak, paduan alumunium, dan besi tempa
C Untuk baja, besi tuang keras, besi tempa peritik, titanium, baja dengan lapisan keras
yang dalam, dan bahan-bahan lain yang lebih keras daripada skala B-100
D Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras yang sedang, dan besi tempa peritik
E Untuk besi tuang, paduan alumunium, magnesium, dan logam-logam bantalan
F Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis
G Untuk besi tempa, paduan tembaga, nikel-seng, dan tembaga-nikel
H Untuk alumunium, seng, dan timbal
K Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis
L Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis
M Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis
P Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis
R Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis
S Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis
V Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis

Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell


diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut beban minor dan tahap kedua
(beban utama) disebut beban mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg
sedangkan beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang digunakan [6].

5
Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan dengan
menggunakan metode pengujian Rockwell, yaitu :
1. Cara pengujian kekerasan Rockwell
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor
dengan suatu gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu
logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya
minor, maka yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan
Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan,
tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode
Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA,
HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell
atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf
R saja [4].
2. Cara penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih
dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola
baja atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan
specimen yang akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel
beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai
kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur
berupa dial indicator pointer [4].
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain :
1. Benda uji.
2. Operator.
3. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
6
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Tingkat ketelitian rendah.
2. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
3. Penekanan bebannya tidak praktis.

¾ Metode Pengujian Brinell


Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja
yang terbuat dari baja krom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu oleh
suatu gaya tekan secara statis ke dalam permukaan logam yang diuji tanpa
sentakan. Permukaan logam yang diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan
ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari bekas lekukan, maka diameter paling
atas dari lekukan tersebut diukur secara teliti, yang kemudian dipakai untuk
menentukan kekerasan logam yang diuji dengan menggunakan rumus (1) :

2P
BHN =
πD[D − (D 2
)
− d2 ] …………………...(1)
dimana :
P = beban yang diberikan (KP atau Kgf)
D = diameter indentor yang digunakan
d = diameter bekas lekukan
Kekerasan ini disebut kekerasan Brinell, yang biasa disingkat dengan HB
atau BHN (Brinell Hardness Number). Semakin keras logam yang diuji, maka
semakin tinggi nilai HB. Bahan-bahan atau perlengkapan yang digunakan untuk
uji kekerasan Brinell adalah sebagai berikut [4]:
1. Mesin uji kekerasan Brinell. 4. Stopwatch.
2. Bola baja untuk Brinell (Brinell 5. Mesin gerinda.
Ball). 6. Ampelas kasar dan halus.
3. Mikroskop pengukur. 7. Benda uji (test specimen).
Apabila kita memakai bola baja untuk uji Brinell, biasanya yang terbuat
dari baja krom yang telah disepuh atau cermentite carbide. Bola Brinell ini tidak
boleh berdeformasi sama sekali di saat proses penekanan ke permukaan logam uji.
7
Standar dari bola Brinell yaitu mempunyai Ø 10 mm atau 0,3937 in, dengan
penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang telah distandarkan
di atas, terdapat juga bola-bola Brinell dengan diameter lebih kecil (Ø 5 mm, Ø
2,5 mm, Ø 2 mm, Ø 1,25 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai
toleransi-toleransi tersendiri. Misalnya, untuk diameter 1 sampai dengan 3 mm
adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 sampai dengan 6 mm adalah 0,004 mm,
dan antara 6 sampai dengan 10 mm adalah 0,005 mm. Penggunaannya bergantung
pada gaya tekan P dan jenis logam yang diuji, maka penguji harus dapat memilih
diameter bola yang paling sesuai [4].
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji kekerasan
logam dengan metode Brinell, yaitu :
1. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji.
2. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.
3. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang
digunakan, dan alat pengukur waktu.
4. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu
memasang alat optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur diameter
bekas sebelumnya secara teliti dengan mikrometer pada mikroskop.
Pangukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan dua kali secara
bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai diameter yang diperoleh, diambil
rata-ratanya. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus Brinell untuk
memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).
5. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai rata-
rata dari uji kekerasan Brinell tersebut.
6. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi
specimen maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter
lekukannya [4].

¾ Metode Pengujian Vickers


Metode Vickers ini berdasarkan pada penekanan oleh suatu gaya tekan
tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik dengan sudut

8
puncak 136º ke permukaan logam yang akan diuji kekerasannya, dimana
permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih [4].
Setelah gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid
diamond dikeluarkan dari bekas yang terjad, maka diagonal segi empat bekas
teratas diukur secara teliti, yang digunakan sebagai kekerasan logam yang akan
diuji. Permukaan bekas merupakan segi empat karena pyramid merupakan
piramida sama sisi. Nilai kekerasan yang diperoleh disebut sebagai kekerasan
Vickers, yang biasa disingkat dengan Hv atau HVN (Vickers Hardness Number).
Untuk memperoleh nilai kekerasan Vickers, maka hasil penekanan yang diperoleh
dimasukkan ke dalam rumus berikut ini :

2 F sin θ 2 1,8554 F
Hv = =
D2 D2 ………………..(2)

Bahan-bahan atau perlengkapan yang biasa digunakan untuk uji kekerasan Vickers
adalah sebagai berikut :
1. Mesin percobaan kekerasan Vickers. 5. Mesin gerinda.
2. Indentor pyramid diamond. 6. Ampelas kasar dan halus.
3. Mikroskop pengukur diagonal bekas. 7. Benda uji (test specimen).
4. Stopwatch.
Hal terpenting yang harus dipelajari dalam pengujian Vickers adalah bagaimana
menggunakan alat uji kekerasan Vickers dalam hal memasang indentor pyramid
diamond, meletakkan specimen di tempatnya, menyetel beban yang akan dipakai,
melihat dan mengukur diagonal persegi empat teratas dari bekas yang terjadi
seteliti mungkin [4].

¾ Spesifikasi Alat Uji Kekerasan


Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji kekerasan yang dimiliki oleh
Laboratorium Material Teknik & Pengecoran Logam, Jurusan Teknik Mesin,
Universitas Gunadarma, yaitu [4]:
Nama alat : Rockwell Hardness Tester
Merk : AFFRI Seri 206.RT – 206.RTS

9
Loading : Maximum 150 KP
Minimum 60 KP
Spesifikasi :
™ HRC Load : 150 KP ™ HRD Load : 100 KP
™ Indentor : Kerucut intan 120º ™ Indentor : Kerucut intan 120º
™ HRB Load : 100 KP ™ HRF Load : 60 KP
™ Indentor : Steel Ball Ø 1/16” ™ Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
™ HRA Load : 60 KP ™ HRG Load : 150 KP
™ Indentor : Kerucut intan 120º ™ Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
Berikut ini merupakan gambar dari alat uji kekerasan Rockwell.

Keterangan Gambar:
1. Wrench to select tested loads
(kunci).
2. Tested loads mobile selector.
3. Loads scale.
4. Test Lever (handle).
5. Scale Indicator Pointer.
- Small pointer.
- Larger pointer.
- Red dot.
- Outer rings.
6. Ring nuts to fix the penetrator.
7. Penetrator (indentor)
8. Anvil (dudukan).
9. Anvil holder screw (capstan).
10. Handwheel to regulate the
Gambar 2.1 Alat Uji Kekerasan Rockwell rising screw.

10
¾ Uji Metalografi
Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metalurgi dan
metalografi. Metalurgi adalah ilmu yang menguraikan tentang cara pemisahan
logam dari ikatan unsur-unsur lain. Metalurgi dapat dikatakan pula sebagai cara
pengolahan logam secara teknis untuk memperoleh jenis logam atau logam
paduan yang memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan metalografi adalah ilmu
yang mempelajari tentang cara pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat,
struktur, temperatur, dan persentase campuran logam tersebut [3].
Dalam proses pengujian metalografi, pengujian logam dibagi lagi menjadi
dua jenis, yaitu :
1. Pengujian makro (Macroscope Test)
Pengujian makro ialah proses pengujian bahan yang menggunakan
mata terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam
permukaan bahan. Angka kevalidan pengujian makro berkisar antara 0,5
hingga 50 kali [3].
2. Pengujian mikro (Microscope Test)
Pengujian mikro ialah proses pengujian terhadap bahan logam yang
bentuk kristal logamnya tergolong sangat halus. Sedemikian halusnya
sehingga pengujiannya memerlukan kaca pembesar lensa mikroskop yang
memiliki kualitas perbesaran antara 50 hingga 3000 kali [3].

¾ Langkah-Langkah Pengujian Metalografi


Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk melakukan pengujian
metalografi. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Pemotongan
Pemotongan specimen cukup dalam dimensi yang tidak terlalu besar (<
10 × 10 × 10) mm dan tidak boleh menjadi panas berlebihan dalam proses
pemotongan untuk menghindari rusaknya struktur specimen tersebut akibat
panas [3].

11
2. Penyalutan (Mounting)
Benda kerja yang kecil sukar dipegang pada proses penggerindaan dan
pemolesan, maka perlu disalut terlebih dahulu. Bahan penyalutan yang
digunakan adalah termoplastik seperti resin, yang mencair pada temperatur
150º C. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang digunakan pada proses
penyalutan, yaitu :
Tabel 2.4 Bahan-Bahan Mounting
NO Plastik Tipe Catatan
1 Phenolic (contohnya Thermosetting Memerlukan pengontrolan panas dan
bakelit) tekanan dengan secukupnya
memberikan bahan pelarut secara
perlahan-lahan.
2 Diall phthalete Thermosetting Memerlukan pengontrolan suhu panas
(prepolimer) antara 130º C - 140º C tekanan,
penyusutan rendah, dan karakteristik
polishing yang baik.
3 Phenolic varnish Thermosetting Untuk pengisian vakum oxide film
4 Epoxy resin (contohnya Liquid various Araltide grade ialah suatu cairan
Araldite) tuangan resin yang memberikan
penyalutan yang baik tanpa panas dan
tekanan, perlahan-lahan waktu proses
mounting.
5 Plyvinyl chloride Thermosetting Penyusutan rendah, lamban biasa
pelarut, tetapi penyelesaian dengan
glacialacetic acai.

3. Penggerindaan atau pengampelasan


Proses ini menggunakan kertas ampelas yang berjenjang dimulai dari
ampelas yang kasar sampai dengan yang halus. Tingkat kehalusan kertas
ampelas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silikon karbida yang menempel
pada kertas tersebut [3].
Misalnya, terdapat ampelas yang memiliki tingkat kehalusan hingga
220, angka 220 menunjukkan bahwa serbuk silikon karbida pada kertas
ampelas itu bisa lolos dari ayakan hingga mencapai 220 lubang pada luas 1
inchi2 (sekitar 625 mm2) [3].
4. Pemolesan (polishing)
Benda uji yang sudah melewati proses penggerindaan, dieteruskan ke
proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles metalografi.
Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar dengan kain beludru (selvyt) [3].

12
Cara pemolesannya, benda uji diletakkan di atas piringan yang
berputar, kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang biasa digunakan
adalah alumina (Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi nama autosol atau
gama alumina. Bila garis-garis bekas pengampelasan masih terlihat,
pemolesan diteruskan. Apabila terlihat sudah rata, maka specimen dibersihkan
dan dilanjutkan dengan pengetsaan [3].
5. Pengetsaan
Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu lapisan yang
menutupi permukaan struktur logam. Struktur mikro dapat terlihat dengan
jelas di bawah mikroskop dengan menghilangkan lapisan tersebut dengan cara
mengetsa [3].
Mengetsa dalam kamus, dapat diartikan sebagai proses pembuatan
gambar atau ukuran pada pelat tembaga, yang dilapisi lilin dengan benda
tajam kemudian membiarkan garis-garis yang diperoleh itu terkena korosi
cairan asam. Hasil proses itu ialah etsa, yaitu berupa gambar atau ukiran.
Berikut ini merupakan penjelasan beberapa larutan etsa untuk pengujian
makro dan mikro yang biasa dipakai dalam metalografi [3].
a) Adapun bahan-bahan larutan pada etsa makro adalah sebagai berikut :
(1) Hydrochloric, yang memiliki komposisi 50% asam hydrochloric dalam
air dengan suhu antara 70º C - 80º C dan waktu yang dibutuhkan 1
jam, serta digunakan untuk bahan baja dan besi.
(2) Sulphuric, yang memiliki komposisi 20% asam sulphuric dalam air
dengan suhu 80º C dan waktu yang diperlukan antara 10 sampai 20
detik, serta digunakan untuk bahan besi dan baja.
(3) Nitric, yang memiliki komposisi 20% asam nitric dalam air dan boleh
dalam keadaan dingin jika cocok, serta digunakan untuk bahan besi
dan baja.
(4) Alcoholic ferric chloride, yang memiliki komposisi 96 cm3 ethyl
alcohol, 59 gram ferric chloride, dan 2 cm3 asam hydrochloric.

13
(5) Bahan etsa, yang memiliki komposisi copper ammonium chloride 9
gram dan air 91 ml specimen untuk baja. Waktu etsa lebih lama
daripada etsa mikro struktur.
(6) Untuk mengetsa baja agar didapat hasil etsa yang dalam dan tebal
lapisannya, digunakan bahan etsa yang baik, yaitu hydrochloric acil
(HCl) 140 ml, sulphuric acid (H2SO4) 3 ml dan air 50 ml dengan
waktu etsa antara 15 sampai 30 menit.
(7) Specimen alumunium atau campuran alumunium bahan etsa ialah
hydrofloride acid (HF) 10 ml, nitrid acid (HNO3) 1 ml, dan air 200 ml.
Waktu pengetsaannya sangat singkat dan karena itu, jika terjadi lapisan
hitam yang tebal dapat dihilangkan dengan cara merendam pada asam
nitrat (HNO3). Waktu pengetsaan itu lebih l daripada etsa untuk mikro
struktur.
Setelah kita mengetsa, kita langsung dapat melihat bagian mana yang
bengkok atau mengambang dari serat (alur) benda kerja tersebut. Macro test
ini biasanya dilakukan pada benda yang pembuatannya ditempa, dituang, dan
hasil pengerolan.
b) Adapun bahan-bahan larutan pada etsa mikro adalah sebagai berikut :
(1) Asam nitrat, yang memiliki komposisi asam nitrat 2 ml dan alkohol
95% atau 98 ml. Pemakaiannya untuk bahan karbon, baja paduan
rendah, dan baja paduan sedang. Waktu yang diperlukan beberapa
detik sampai 1 menit.
(2) Asam pikrat, yang memiliki komposisi 4 gram asam pikrat, alkohol
95% atau 98 ml. Pemakaiannya untuk baja karbon dalam keadaan
normal, dilunakkan, dikeraskan (hardening) dan ditemper (tempering).
Waktu pengetsannya beberapa detik sampai 1 menit.
(3) NH4OH.H2O2, yang memiliki komposisi NH4OH sebagai dasar dan
H2O2 beberapa tetes. Pemakaiannya untuk bahan tembaga dan
paduannya dengan waktu pengetsaan sampai bahan uji berwarna biru.
(4) Bahan etsa adalah nital 2%, yaitu 2 ml asam nitrat (HNO3) dan 98 ml
methyl alcohol dalam waktu 10 sampai 30 detik.
14
(5) Bahan etsa menggunakan asam yang terdiri dari 10% ammonium ferri
sulfat, 2,5% ammonium acrocide NH4(OH), dan 65% larutan asam
krom dalam waktu 10 sampai 30 detik, yang digunakan untuk tembaga
dan campurannya [3].
c) Cara mengetsa
Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat
langsung dietsa. Pengetsaan dilakukan dengan cara menempatkan asam
yang akan digunakan pada sebuah cawan kemudian mencelupkan
permukaan benda uji pada asam tersebut sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Setelah itu, benda dicuci dengan air hangat atau alcohol untuk
menghentikan reaksi dan mengeringkan dengan udara dari mesin
kompresor [3].
d) Pengaruh etsa
Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan benda
uji. Dengan kata lain, baik atau tidaknya hasil pengetsaan dapat
dipengaruhi oleh larutan kimia yang digunakan untuk mengetsa [3].
Setelah bahan uji dietsa, di atas seluruh permukaan benda uji akan
tampak garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis yang tampak itu
menunjukkan adanya batas antar butir kristal logam tersebut [3].
Untuk memperjelas bentuk dan corak butir-butir kristal yang
berbeda jenisnya itu, dapat diamati pada mikroskop. Dengan mikroskop,
kita dapat menunjukkan adanya perbedaan beberapa elemen yang
terkandung dalam bahan uji tersebut. Meskipun demikian, tidak semua
proses pengetsaan menghasilkan hasil etsa yang memuaskan. Dengan kata
lain, dalam satu proses pengetsaan terkadang kita tidak berhasil mengetsa
benda yang diuji. Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya
kegagalan dalam mengetsa, yaitu :
(1) Benda kerja terlalu kotor karena terlalu lunak atau berminyak.
(2) Benda kerja tidak bersih pada waktu dicuci.
(3) Kurangnya waktu pengetsaan.
(4) Terlalu lama waktu yang digunakan dalam pengetsaan.
15
(5) Salah memilih dan menggunakan cairan etsa (etching reagent) [3].
6. Mikroskop
Pada dasarnya, mikroskop terdiri dari dua buah lensa positif, yaitu
lensa yang menerima sinar langsung dari bendanya atau lensa dekat dengan
benda yang akan dilihat, yang disebut lensa obyektif, sedangkan lensa yang
berada dekat dengan mata disebut lensa okuler [3].
Perbesaran total oleh mikroskop ini didefinisikan dengan perbandingan
antara tangen sudut buka baying akhir dengan sudut buka tanpa menggunakan
alat. Perbesaran sebuah mikroskop biasanya berkisar 50, 100, 200, 400, dan
1000 kali lebih besar dari benda uji [3].
Perbesaran struktur mikro dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

LOK × LOB × FK × UKURAN FOTO


.….…………..(3)
dimana :
LOK = lensa okuler (nilai 2,5)
LOB = lensa obyektif/lensa yang dipakai pada mikroskop
FK = faktor kamera (nilai 1)
Ukuran foto 3R nilai 4 [3].

¾ Spesifikasi Alat Uji Metalografi


Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji metalografi (Mettalurgical
Microscope) yang dimiliki oleh Laboratorium Material Teknik & Pengecoran
Logam, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gunadarma, yaitu :
Tyepiece : NWF 10 X
Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X
Viewing head : Binocular body complete with interpupillary distance
Illuminator : Koehler-type illuminator complete with aperture and field
diaphragms, filter slots, and bulb cord. Uses EL-38 (8 V,
15 W) tungsten filamen bulb.

16
Mechanical stage : Graduated 150 × 160 mm in size 30 × 30 mm cross
motion, reading to 0,1 mm by vernier. Provided with low
position stage controls.
Focusing control : Stage height is adjustable by the control knob and fixed
by locking knob. Fine controls are workable in arrange of
2 mm.
Photo mechanic : Optical path selector for visual observation and
photography, built in reflecting mirror and camera port.
Polarizing filters : Built-in slideway, complete with analyzer, rotatable
through 0-9º, and polarizer filter.
Microscope stand : Inverted stand, complete with built-in plane glass
reflector, built in power supply transformer, variable
light intensity control, out put sockets.
Color filters : Green filter for visual observation and monochromatic
film photography, and blue filter for color photography
[4].
Berikut ini merupakan gambar dari mikroskop untuk mengetahui struktur dari
benda uji.

Gambar 2.2 Mettalurgical Microscope


17
Uji Impact Charpy
Uji impact charpy digunakan untuk mengetahui kegetasan atau keuletan
suatu bahan (specimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan secara tiba-tiba
terhadap benda yang akan diuji secara statik. Benda uji dibuat takikan terlebih
dahulu sesuai dengan standar JIS Z2202 dan hasil pengujian benda tersebut akan
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk seperti bengkokan atau patahan
sesuai dengan keuletan atau kegetasan terhadap benda uji tersebut [5].

¾ Mesin Uji Impact


Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu
beban yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk
konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional
sampai dengan sistem digital yang lebih maju [5].
Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi
kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar
deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan
laju regangan beberapa kali lipat [5].
Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi. Pengujian
impact charpy banyak dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji
takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai.
Mesin uji impact charpy dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini [5].

Gambar 2.3 Mesin Uji Impact Charpy


18
Gambar 2.4 Benda Uji Impact Charpy Bentuk “V”

¾ Dasar Pengujian
Pada pengujian ini adalah suatu bahan uji yang ditakik, dipukul oleh
pendulum (godam) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui sifat
kegetasan suatu bahan. Cara ini dapat dilakukan dengan charpy atau cara izod [5].

¾ Pengujian Charpy dan Izod


Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulum
diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan pada pengujian
impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari
penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum [5].
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus takik.
Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan yaitu JIS Z 2202 [5].

Gambar 2.5 Sistem Uji Impact Charpy Dan Izod

19
Gambar 2.6 Benda Uji Standar JIS Z 2202

¾ Prinsip Dasar Mesin Uji Impact


Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,
maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2 yang
juga hampir sama dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum mengayun bebas.
Pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram
meter (kg m) pada saat pendulum mencapai kedudukan 4 [5].
Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum
dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum
akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan
pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai
patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut :

W1 = G × h1 (kg m)
………………………..(4)
Atau dapat juga diselesaikan dengan menggunakan rumus berikut ini :

W1 = G × λ(1 - cos α) (kg m)


.…………………….(5)
dimana :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum

20
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut :

W2 = G × h2 (kg m)
…..…………………….(6)
Sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

W2 = G × λ(1 - cos β) (kg m)


.……………………..(7)
dimana :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut :

W = W1 - W2 (kg m)
……………………...(8)
Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai berikut :

W = G × λ(cos β - cos λ) (kg m)


…..……………...(9)
dimana :
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
cos β = sudut posisi akhir pendulum

21
Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini :

W
K=
Ao
…….…………………….(10)
dimana :
K = nilai impact (kg m/mm2)
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
Ao = luas penampang di bawah takikan (mm2)

Gambar 2.7 Prinsip Dasar Mesin Uji Impact

¾ Spesifikasi dan Bagian Utama Alat Uji Impact Charpy


Adapun spesifikasi alat uji impact tipe charpy adalah sebagai berikut [5] :
Tipe alat uji : charpy
Kapasitas : 85 Joule
Berat pendulum (godam) : 8 kg
Jarak titik ayun dengan titik pukul : 600 mm
Posisi awal pemukulan : 140º
Sudut pisau pemukul : 30º
22
Dimensi alat uji : 750 mm × 400 mm × 1000 mm
Standar bahan uji : alumunium

Tampak Depan Tampak Samping Kiri Tampak Belakang

Gambar 2.8 Alat Uji Impact Tipe Charpy Kapasitas 85 Joule

Gambar 2.9 Bagian-Bagian Utama Alat Uji Impact Tipe Charpy

Sedangkan bagian-bagian utama dari alat uji impact tipe charpy terdiri atas :
1. Badan alat uji impact
Badan alat uji impact terbuat dari baja profil U 70 mm × 40 mm
dengan tebal baja 5 mm. Sedangkan dimensi dari badan alat uji impact ini
adalah 750 mm × 400 mm × 1000 mm. Proses pengerjaan yang dilakukan
dalam pembuatan badan alat uji impact ini adalah proses penyambungan atau
proses pengelasan. Badan alat uji impact berfungsi sebagai tempat dudukan
23
dari bearing dan tempat benda uji. Berikut ini merupakan gambar alat uji
impact tipe charpy [5].

Gambar 2.10 Badan Alat Uji Impact Tipe Charpy

2. Pendulum
Pendulum berfungsi sebagai beban yang akan diayunkan ke benda uji
dan juga terdapat pisau pemukul untuk mematahkan benda uji. Pendulum
terbuat dari baja pelat silinder Ø 230 × 30 mm dengan berat 8 kg. Pada bagian
atas pendulum dihubungkan ke bagian lengan pengayun dengan cara dilas [5].
3. Lengan pengayun
Lengan pengayun berfungsi untuk menentukan gerakan ayunan dari
poros ke pendulum. Lengan pengayun ini terbuat dari baja silinder Ø 20 × 600
mm dan pada bagian atasnya dihubungkan ke poros dengan dilas, serta pada
bagian bawahnya dihubungkan ke pendulum dengan cara dilas [5].
4. Poros pengayun
Poros pengayun berfungsi sebagai penerus ayunan dari bearing ke
lengan pengayun dan pendulum. Poros pengayun terbuat dari baja silinder Ø
25 × 450 mm. Pada bagian ujung kanan dan kirinya dihubungkan ke bearing
dan pada bagian tengahnya dihubungkan ke lengan pengayun dengan cara
dilas [5].

24
5. Bearing
Bearing berfungsi sebagai pengayun poros dan bearing yang
digunakan adalah bearing dengan ukuran diameter dalam atau diameter poros
25 mm. Bearing ditempatkan pada bagian kanan atas dan kiri atas pada badan
alat uji impact dengan cara dibaut [5].

Gambar 2.11 Bearing

6. Tempat benda uji


Tempat benda uji berfungsi sebagai tempat diletakkannya benda uji
yang akan dilakukan pengujian. Tempat benda uji ini terbuat dari baja profil U
70 × 40 mm dengan tebal 5 mm. Tempat benda uji dilas menyatu dengan
badan alat uji impact [5].
7. Busur derajat dan jarum penunjuk
Busur derajat berfungsi sebagai alat pengukur atau alat baca dari hasil
pengujian. Jarum penunjuk berfungsi untuk menunjukkan angka pada busur
derajat yang merupakan hasil dari pengujian. Jarum penunjuk dihubungkan ke
poros pengayun dengan dibaut sehingga arah ayunannya sesuai dengan arah
ayunan poros pengayun [5].

Jarum penunjuk
Busur derajat

Gambar 2.12 Busur Derajat Dan Jarum Penunjuk

25
8. Pisau pemukul
Pisau pemukul berfungsi untuk memukul benda uji yang telah dibuat
takikan. Posisi pisau pada saat akan memukul adalah di belakang takikan
benda uji. Bahan pisau pemukul ini harus lebih keras dari benda yang akan
diuji dan sudut pisau pemukul adalah 30º [5].

Gambar 2.13 Pisau Pemukul

Berikut ini merupakan dimensi dari alat uji impact yang ditunjukkan dari
berbagai tampak.

Gambar 2.14 Dimensi Alat Uji Impact Gambar 2.15 Dimensi Alat Uji Impact
Tampak Samping Tampak Depan

26
Besar energi (W1) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada tabel
berikut ini.
Tabel 2.5 Besar Energi (W1) Pada Setiap Ayun
Besar Sudut (α) Energi (W1) (kg m) Energi (W1) (Joule)
10º 0,0768 0,768
20º 0,292 2,92
30º 0,6432 6,432
40º 1,1232 11,232
50º 1,7184 17,184
60º 2,4 24
70º 3,1584 31,584
80º 3,9667 39,667
90º 4,8 48
100º 5,6332 56,332
110º 6,4416 64,416
120º 7,2 72
130º 7,8816 78,816
140º 8,4768 84,768
Sedangkan sisa usaha (W2) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.6 Sisa Usaha (W2) Pada Setiap Ayun
Besar Sudut (β) Sisa Usaha (W2) (kg m) Sisa Usaha (W2) (Joule)
10º 0,0768 0,768
15º 0,168 1,68
20º 0,292 2,92
25º 0,4512 4,512
30º 0,6432 6,432
35º 0,8688 8,688
40º 1,1232 11,232
45º 1,4064 14,064
50º 1,7184 17,184
55º 2,0496 20,496
60º 2,4 24
65º 2,7744 27,744
70º 3,1584 31,584
75º 3,5616 35,616
80º 3,9667 39,667
85º 4,3824 43,824
90º 4,8 48
95º 5,2176 52,176
100º 5,6332 56,332
105º 6,0384 60,384
110º 6,4416 64,416
115º 6,8256 68,256
120º 7,2 72
125º 7,5504 75,504
130º 7,8816 78,816
135º 8,1936 81,936
137º 8,3088 83,088

27
¾ Langkah-Langkah Uji Impact Charpy
Adapun langkah-langkah pengujian impact tipe charpy ini adalah sebagai
berikut :
1. Meletakkan benda uji di tempat benda uji pada alat uji impact. Penempatan
benda uji harus benar-benar berada pada posisi tengah dimana pisau pada
pendulum berada sejajar dengan takikan benda tersebut.
2. Menyetel posisi jarum penunjuk pada 0º.
3. Mengangkat pendulum sejauh 140º dengan cara memutar berlawanan arah
jarum jam secara perlahan-lahan.
4. Melepaskan pendulum untuk mengayun dan mematahkan benda uji.
5. Melihat dan mencatat hasil data yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada
busur derajat.
6. Melakukan perhitungan dari data pengujian yang telah diperoleh, yaitu
menghitung besarnya usaha (W) dan harga impact (K) [5].
Berikut ini merupakan gambar dari dimensi benda uji dan cara menempatkan
benda uji.

Gambar 2.16 Dimensi Benda Uji

Gambar 2.17 Cara Menempatkan Benda Uji

28
¾ Logam
Logam adalah unsur kimia yang mempunyai sifat-sifat kuat, liat, keras,
penghantar listrik dan panas, serta mempunyai titik cair tinggi. Bijih logam
ditemukan dengan cara penambangan yang terdapat dalam keadaan murni atau
bercampur. Bijih logam yang ditemukan dalam keadaan murni yaitu emas, perak,
bismut, platina, dan ada yang bercampur dengan unsur-unsur seperti karbon,
sulfur, fosfor, silikon, serta kotoran seperti tanah liat, pasir, dan tanah [2].
Bijih logam yang ditemukan dengan cara penambangan terlebih dahulu
dilakukan proses pendahuluan sebelum diolah dalam dapur pengolahan logam
dengan cara dipecah sebesar kepalan tangan, dipilih yang mengandung unsur
logam, dicuci dengan air untuk mengeluarkan kotoran, dan terakhir dikeringkan
dengan cara dipanggang untuk mengeluarkan uap yang mengandung air [2].
Selain logam ada yang disebut dengan istilah bukan logam dan unsur
metaloid, yang menyerupai logam, yaitu :
1. Logam berat : besi, nikel, krom, tembaga, timah putih, timah hitam, dan
seng.
2. Logam ringan : alumunium, magnesium, titanium, kalsium, kalium,
natrium, dan barium.
3. Logam mulia : emas, perak, dan platina.
4. Logam tahan api : wolfram, molibden, titanium, dan zirkonium.
Dalam penggunaan serta pemakaiannya, logam pada umumnya tidak
merupakan senyawa logam, tetapi merupakan paduan. Logam dan paduannya
merupakan bahan teknik yang penting, dipakai untuk konstruksi mesin,
kendaraan, jembatan, bangunan, dan pesawat terbang [2].

¾ Bahan Logam
Logam dapat dibagi dalam dua golongan yaitu logam besi (ferro) dan
bukan besi (non ferro). Berikut ini merupakan pembagiannya, yaitu :
1. Logam besi (ferro)
Logam besi adalah suatu logam paduan yang terdiri dari campuran
unsur karbon dengan besi. Untuk menghasilkan suatu logam paduan yang
29
mempunyai sifat yang berbeda dengan besi dan karbon maka dicampur
dengan bermacam-macam logam lainnya. Logam besi terdiri dari komposisi
kimia yang sederhana antara besi dengan karbon. Masuknya unsur kimia ke
dalam besi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adapun jenis-jenis logam
besi antara lain :
a. Besi tuang
Komposisinya yaitu campuran besi dan karbon. Kadar karbon sekitar 4%,
sifatnya rapuh tidak dapat ditempa, baik untuk dituang, liat dalam
pemadatan, lemah dalam tegangan. Digunakan untuk membuat alas mesin,
meja perata, badan ragum, bagian-bagian mesin bubut, blok silinder, dan
cincin torak [2].
b. Besi tempa
Komposisi besi tempa terdiri dari 99% besi murni, sifat dapat ditempa,
liat, dan tidak dapat dituang. Besi tempa antara lain dapat digunakan untuk
membuat rantai jangkar, kait keran, dan landasan kerja pelat [2].
c. Baja lunak
Komposisi campuran besi dan karbon, kadar karbon 0,1%-0,3%,
mempunyai sifat dapat ditempa dan liat. Digunakan untuk membuat mur,
sekrup, pipa, dan keperluan umum dalam pembangunan [2].
d. Baja karbon sedang
Komposisi campuran besi dan karbon, kadar karbon 0,4%-0,6%. Sifat
lebih kenyal daripada yang keras. Digunakan untuk membuat benda kerja
tempa berat, poros, dan rel baja [2].
e. Baja karbon tinggi
Komposisi campuran besi dan karbon, kadar karbon 0,7%-1,5%. Sifat
dapat ditempa, dapat disepuh keras, dan dimudakan. Digunakan untuk
membuat kikir, pahat, gergaji, tap, stempel, dan alat mesin bubut [2].
f. Baja karbon tinggi dengan campuran
Komposisi baja karbon tinggi ditambah nikel atau kobalt, khrom, atau
tungsten. Sifat rapuh, tahan suhu tinggi tanpa kehilangan kekerasan, dapat

30
disepuh keras, dan dimudakan. Digunakan untuk membuat mesin bubut
dan alat-alat mesin [2].
2. Logam bukan besi (non ferro)
Logam bukan besi yaitu logam yang tidak mengandung unsur besi
(Fe). Adapun yang termasuk logam bukan besi antara lain :
a. Tembaga (Cu)
Warna cokelat kemerah-merahan, sifatnya dapat ditempa, liat, baik untuk
penghantar panas, listrik, dan kukuh. Tembaga digunakan untuk membuat
suku cadang bagian listrik, radio penerangan, dan alat-alat dekorasi [2].
b. Alumunium (Al)
Warna biru putih, sifatnya dapat ditempa, liat, bobot ringan, penghantar
panas dan listrik yang baik, mampu dituang. Alumunium digunakan untuk
membuat peralatan masak, elektronik, industri mobil, dan pesawat terbang
[2].
c. Timbel (Pb)
Warna biru kelabu, sifatnya dapat ditempa, sangat liat, tahan korosi, air
asam, dan bobot sangat berat. Timbel digunakan sebagai bahan pembuat
kabel, baterai, bubungan atap, dan bahan pengisi [2].
d. Timah (Sn)
Warna bening keperak-perakan, sifatnya dapat ditempa, liat, dan tahan
korosi. Timah digunakan sebagai pelapis lembaran baja lunak (pelat
timah) dan industri pengawetan [2].

¾ Faktor Penentu Kualitas Bahan


Adapun beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas suatu jenis bahan
adalah sebagai berikut :
1. Sifat mekanik
Untuk memperoleh kualitas bahan yang baik dan sesuai dengan mutu
yang disyaratkan sifat mekaniknya, perlu dipahami lebih dahulu berbagai
aspek kekuatan bahan terhadap pembebanan. Aspek kekuatan ini harus
dikendalikan sedemikian rupa agar dapat memberikan jaminan ketahanan, usia
31
penggunaan (nilai teknis) yang layak, dan jaminan keamanan selama
pemakaian.
Karena itu, kita perlu melakukan analisis terhadap bentuk, arah,
besarnya gaya, dan posisi dimana konsentrasi tegangan itu bekerja. Untuk itu,
proses pengujiannya bisa menggunakan pengujian kekerasan, tarik, lengkung,
geser, pukul tarik (impact test), puntir, dan kelelahan.
Dalam proses pelaksanaannya, bentuk-bentuk pengujian tersebut
dimaksudkan untuk merusak (destructive test). Dengan demikian, specimen
atau benda ujinya harus dipilih dari bagian bahan kerja yang ada sebelum
proses pembentukan dilakukan [6].
2. Sifat fisik
Kondisi fisik bahan berpengaruh besar terhadap kekuatan dan
ketahanan ketika bahan tersebut digunakan berdasarkan sifat fisik ini. Kita
dapat menganalisis kemungkinan terjadinya cacat sehingga dapat memilih
metode pengujian yang tepat. Beberapa jenis cacat bahan berikut metode
pengujiannya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Cacat luar dengan metode pengujian yang tepat adalah menggunakan die
penetrant dan spectromagnetic.
b. Cacat dalam dengan metode pengujian yang tepat adalah menggunakan
radiografi dan ultrasonik [6].
3. Sifat geometri
Sifat ini merupakan bagian dari persyaratan kualiatas bahan yang harus
dipenuhi. Nilai kualitas geometris bahan kerja diperoleh dari hasil analisis
gaya yang akan diberikan dan sifat mekanik bahan yang berhubungan dengan
fungsi bahan tersebut [6].
4. Sifat kimia
Pada dasarnya, dalam setiap bahan logam dipastikan memiliki unsur
kimia. Unsur kimia logam yang satu dengan logam lainnya mudah bersenyawa
dan beroksidasi. Hal ini dilakukan mengingat susunan kristal dari unsur kimia
logam, sangat besar pengaruhnya terhadap sifat mekanik logam tersebut di
samping jenis yang berbeda dengan komposisi tertentu, susunan kristal unsur
32
kimia logam tersebut sering pula digunakan untuk memperbaiki sifat mekanik
dari logam tersebut [6].

¾ Karakteristik Bahan Logam


Bahan logam memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik
tersebut digolongkan menjadi empat sifat, yaitu :
1. Sifat mekanis
Sifat mekanis suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam
untuk menahan beban yang diberikan, baik beban statis maupun dinamis pada
suhu biasa, suhu tinggi, ataupun suhu di bawah 0º C. Beban statis adalah
beban yang tetap, baik besar maupun arahnya pada setiap saat, sedangkan
beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya berubah menurut waktu.
Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser, dan
kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu, beban dinamis dapat berupa
beban tiba-tiba, berubah-ubah, dan beban jalar. Sifat mekanis logam meliputi
kekuatan kekenyalan, keliatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, tahan aus,
batas penjalaran, dan kekuatan stress rupture. Berikut ini merupakan
pembagian dari sifat mekanis, yaitu [2] :
a. Sifat logam pada pembeban tarik
Bila suatu logam dibebani beban tarik, maka akan mengalami deformasi,
yaitu perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang
dikenakan padanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan plastis.
Deformasi elastis yaitu suatu perubahan yang segera hilang kembali
apabila beban ditiadakan. Sedangkan deformasi plastis yaitu suatu
perubahan bentuk yang tetap ada meskipun beban yang menyebabkan
deformasi ditiadakan [2].
b. Sifat logam pada pembeban dinamis
Bahan yang dibebani secara dinamis akan lelah dan patah meskipun
dibebani di bawah kekuatan statis. Kelelahan adalah gejala patah dari
bahan disebabkan oleh beban yang berubah-ubah. Kekuatan kelelahan
suatu logam adalah tegangan bolak-balik tertentu yang dapat ditahan oleh
33
logam itu sampai banyak balikan tertentu. Sementara itu, batas kelelahan
adalah tegangan bolak-balik tertinggi yang dapat ditahan oleh logam itu
sampai banyak balikan tak terhingga [2].
c. Penjalaran
Penjalaran adalah pertambahan panjang yang terus-menerus pada beban
yang konstan. Bila suatu bahan mengalami pembebanan tarik tertentu dan
tetap, maka pertambahan panjangnya mungkin tidak berhenti sampai ia
patah atau mungkin berhenti bergantung pada besarnya beban tarik
tersebut [2].
d. Sifat logam terhadap beban tiba-tiba
Bila deformasi mempunyai kecepatan regangan yang tinggi, maka bahan
umumnya akan mengalami patah getas, akibat bahan dikenai beban tiba-
tiba. Untuk melihat sifat tersebut dilakukan percobaan pukul, yang
dilakukan pada batang uji dan diberi tarikan menurut standar yang telah
ditentukan [2].
e. Sifat kekerasan logam
Kekerasan adalah ketahanan bahan terhadap deformasi plastis karena
pembebanan setempat pada permukaan berupa goresan atau penekanan.
Sifat ini banyak hubungannya dengan sifat kekuatan, daya tahan aus, dan
kemampuan dikerjakan dengan mesin (mampu mesin). Cara pengujian
kekerasan terdiri dari tiga macam, yaitu goresan, menjatuhkan bola baja,
dan penekanan [2].
f. Sifat penekanan
Sifat ini hampir sama dengan sifat tarikan. Untuk bahan getas, besaran
sifat tekanannya cenderung lebih tinggi daripada sifat tariknya. Sebagai
contoh, besi cor kelabu, yang sifat tekanannya kira-kira empat kali lebih
besar daripada sifat tariknya [2].
g. Sifat logam terhadap geser dan puntir
Pengujian geser suatu bahan akan sulit dilakukan dengan cara memberi
beban berlawanan pada titik yang berlainan (tidak terletak pada suatu garis
lurus dan salah satu arah beban), karena akan terjadi pembengkokan. Yang
34
lebih praktis adalah memberikan beban puntir pada sumbu suatu bahan
yang berbentuk tabung. Pada pengujian ini, besarnya tegangan geser tidak
sama dari permukaan ke pusat, tegangan geser di permukaan maksimum
dan di sumbu nol [2].
h. Sifat redaman logam
Apabila suatu logam ditarik atau ditekan sehingga terjadi deformasi elastis
kemudian beban tersebut dihilangkan. Dengan demikian, energi yang
dibutuhkan untuk mengubah bentuk asal selalu lebih rendah daripada
energi untuk deformasi elastis, karena penekanan atau tarikan tersebut. Hal
ini terjadi karena adanya tahanan dalam. Tahanan dalam adalah
kemampuan logam untuk meredam beban atau getaran tiba-tiba. Sebagai
contoh, besi cor kelabu walaupun memiliki kekuatan dan tahanan kejut
yang rendah, tetapi mempunyai tahanan redam yang tinggi sehingga untuk
memegang perkakas, mesin besi cor kelabu tersebut akan memperoleh
hasil yang lebih baik karena dapat meredam getaran [2].
i. Sifat plastis
Sifat plastis adalah kemampuan suatu logam atau bahan dalam keadaan
padat untuk dapat diubah bentuk yang tetap tanpa pecah. Sifat itu penting
untuk dipertimbangkan dalam pengolahan bentuk suatu logam.
Kebanyakan logam pada suhu tinggi mempunyai sifat plastis yang baik
dan cenderung bertambah dengan kenaikan suhu. Logam yang tidak plastis
pada suhu tinggi disebut getas panas, yaitu mudah retak karena deformasi
disebabkan adanya suatu beban pada suhu tersebut. Bila gejala ini terjadi
pada suhu kamar biasa disebut getas dingin [2].
2. Sifat fisik
Sifat fisik adalah sifat bahan karena mengalami peristiwa fisika seperti
adanya pengaruh panas dan listrik.
a. Sifat karena pengaruh panas antara lain mencair, perubahan ukuran, dan
struktur karena proses pemanasan.
b. Sifat listrik yang terkenal adalah tahanan dari suatu bahan terhadap aliran
listrik atau sebaliknya sebagai daya hantar listrik [2].
35
3. Sifat pengerjaan atau teknologis
Sifat pengerjaan logam adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam
proses pengolahannya. Sifat itu harus diketahui lebih dahulu sebelum
pengolahan bahan dilakukan. Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian
mampu las, mampu mesin, mampu cor, dan mampu keras [2].
4. Sifat kimia
Sifat kimia dari suatu bahan mencakup kelarutan bahan tersebut pada
larutan basa atau garam, dan pengoksidasian bahan tersebut. Hampir semua
sifat kimia erat hubungannya dengan kerusakan (deterisasi) secara kimia.
Kerusakan tersebut berupa gejala korosi dan ketahanan bahan terhadap
serangan korosi. Hal ini sangat penting dalam praktik [2].

¾ Besi dan Baja


Besi dan baja paling banyak dipakai sebagai bahan industri yang
merupakan sumber sangat besar, dimana sebagian ditentukan oleh nilai
ekonomisnya tetapi yang paling penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi.
Bahan tersebut mempunyai berbagai sifat yang paling lunak dan mudah dibuat
sampai yang paling keras dan tajam pun untuk pisau pemotong dapat dibuat, atau
apa saja dengan bentuk apapun dapat dibuat dengan pengecoran. Dari unsur besi
berbagai bentuk struktur logam dapat dibuat. Itulah sebabnya mengapa besi dan
baja disebut bahan yang kaya dengan sifat-sifat. Pembahasan dimulai dengan
struktur mikro dari besi dan baja, dimana unsur paduan utamanya adalah karbon.
Adapun penggolongan baja dibandingkan dengan kadar C dari komposisi
eutektoid adalah sebagai berikut :
1. Baja yang berkadar C = komposisi eutektoid dinamakan baja eutektoid.
2. Baja yang berkadar C < komposisi eutektoid dinamakan baja hipoeutektoid.
3. Baja yang berkadar C > komposisi eutektoid dinamakan baja hipereutektoid.
Berikut ini merupakan istilah-istilah yang terdapat pada diagram besi baja, yaitu :
1. Austenit : larutan padat karbon di dalam Fe γ dengan kelarutan
maksimal 2,14% C pada suhu 1.147° C.

36
2. Besi α (ferit) : larutan padat karbon di dalam besi α (fcc) dengan kelarutan
maksimal 0,02% C pada suhu 727° C (titik eutektoid).
3. Besi δ (delta) : larutan padat karbon di dalam besi δ dengan kelarutan
maksimal 0,1% C pada suhu 1.499° C.
4. Ledeburit : campuran mekanis yang homogen antara kristal-kristal
halus austenit (γ) dengan kadar 2,14% C dan kristal-kristal
halus sementit (Fe3C) dengan kadar 6,687% C, yang rapat
terletak bersebelahan, serta terjadi pada suhu tetap 1.147° C
(suhu eltektikuin).
5. Pearlit (Pt) : campuran mekanis yang homogen antara kristal-kristal
halus ferit (α) dengan kadar 0,02% C dan kristal-kristal
halus sementit (Fe3C) dengan kadar 6,687% C, yang rapat
terletak bersebelahan, serta terjadi pada suhu 727° C (suhu
eutektoid). Hal ini terjadi bukan dari larutan cair tetapi dari
larutan pada austenit (ke kiri pearlit berkurang).
6. Sementit (Fe3C) : ikatan kimia besi karbon (Fe3C) yang terbentuk pada
konsentrasi 6,687% C melalui reaksi 3 Fe + C → Fe3C,
yang disebut sebagai karbid besi berwarna terang/keputih-
putihan.
7. Grafit : kristal karbon dengan elemen kristal berwarna gelap dan
bersifat stabil (Pt + Ld + Fe3C) [3].
Fase-fase tersebut memiliki sifat-sifat khas. Ferit mempunyai sel satuan
kubus pusat badan atau body centered tetragonal (bcc), yang menunjukkan titik
mulur yang jelas dan menjadi getas pada temperatur rendah. Austenit mempunyai
sel satuan kubus pusat muka atau face centered cubic (fcc), yang menunjukkan
titik mulur yang jelas tanpa kegetasan pada keadaan dingin. Akan tetapi, kalau
berupa fase metastabil dapat berubah menjadi α’ pada temperatur rendah dengan
pengerjaan. Martensit adalah fase larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel
satuan tetragonal pusat badan atau body centered tetragonal (bct). Semakin tinggi
derajat kelewatjenuhan karbon, semakin besar pula perbandingan satuan sumbu

37
sel satuannya dan semakin keras, serta semakin getas martensit tersebut.
Sedangkan bainit mempunyai sifat-sifat antara martensit dengan ferit [7].
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon, dan unsur lainnya.
Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaian, atau penempaan. Karbon
merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan
kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam
teknik, bentuk pelat, lembaran, pipa, batang, profil, dan sebagainya. Berdasarkan
unsur paduannya, klasifikasi baja mengikuti SAE (Society of Automotive
Engineers) dan AISI (American Iron and Steel Institute). Baja paduan yang
meliputi ± 15% dari seluruh produksi baja mempunyai kegunaan khusus karena
sifatnya yang unggul dibandingkan dengan baja karbon. Pada umumnya baja
paduan memiliki :
1. Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik.
2. Kemampukerasan sewaktu dicelup dalam minyak atau udara dan dengan
demikian kemungkinan retak atau distrosinya kurang.
3. Tahan terhadap korosi dan keausan yang bergantung pada jenis paduannya.
4. Tahan terhadap perubahan suhu, yang berarti bahwa sifat fisisnya tidak
banyak berubah.
5. Memiliki kelebihan dalam sifat-sifat metalurgi seperti butir yang halus [1].
Berikut ini merupakan pengaruh unsur kimia terhadap besi cor, yang
terdiri dari :
1. Karbon
Besi yang mengandung > 2% karbon termasuk kelompok besi cor, besi
cor kelabu mengandung 3-4% karbon. Kadar karbon bergantung pada jenis
besi kasar, besi bekas, dan karbon yang diserap, yang berasal dari kokas
selama proses peleburan. Sifat fisis logam selain bergantung pada jumlah
kadar karbon, bergantung pula pada bentuk karbon tersebut. Morfologi grafit
bergantung pada laju pendinginan dan kadar silikon. Kadar silikon yang tinggi
memperbesar kemungkinan pembentukan grafit. Grafit meningkatkan
kemampuan permesinan. Kekerasan dan kekuatan besi meningkat dengan

38
bertambahnya kadar karbon. Sifat besi cor tersebut dapat diubah melalui
perlakuan panas [1].
2. Silikon
Silikon sampai kadar 3,25% bersifat menurunkan kekerasan besi.
Kadar silikon menentukan berapa bagian dari karbon terikat dengan besi dan
berapa bagian berbentuk grafit atau karbon bebas setelah tercapai keadaan
seimbang. Kelebihan silikon membentuk ikatan yang keras dengan besi
sehingga dapat dikatakan bahwa silikon di atas 3,25% akan meningkatkan
kekerasan [1].
3. Mangan
Dalam jumlah rendah tidak seberapa pengaruhnya, dalam jumlah di
atas 0,5% mangan bereaksi dengan belerang membentuk sulfida mangan.
Ikatan ini rendah bobot jenisnya dan dapat larut dalam terak. Mangan
merupakan unsur deoksidasi, pemurni sekaligus meningkatkan fluiditas,
kekuatan, dan kekerasan besi. Bila kadar ditingkatkan, kemungkinan
terbentuknya ikatan kompleks dengan karbon meningkat dan kekerasan besi
cor akan naik. Mangan yang hilang selama proses peleburan berkisar antara 10
sampai 20% [1].
4. Belerang
Belerang sangat merugikan, oleh karena itu selama proses peleburan
selalu diusahakan untuk mengikat belerang tersebut, antara lain dengan
menambahkan ferro mangan. Belerang yang menyebabkan terjadinya lubang-
lubang (blow holes) membentuk ikatan dengan karbon dan menurunkan
fluiditas sehingga mengurangi kemampuan tuang besi cor. Setiap kali kita
melebur besi cor, kadar belerang meningkat sebesar 0,03%, yang berasal dari
bahan bakar [1].
5. Fosfor
Fosfor dapat meningkatkan fluiditas logam cair dan menurunkan titik
cair. Oleh karena itu, biasa digunakan fosfor sampai 1% dalam benda cor kecil
dan benda cor yang mempunyai bagian-bagian yang tipis. Benda cor yang
besar tidak memerlukan kadar fosfor yang tinggi karena tidak diperlukan
39
fluiditas tambahan. Sewaktu peleburan umumnya terjadi penungkatan kadar
fosfor sampai 0,02%. Unsur fosfor sulit beroksidasi, kecuali bila dipenuhi
beberapa persyaratan tertentu. Untuk mengendalikan kadar fosfor, perlu
dipilih grade besi bekas yang tepat. Fosfor juga membentuk ikatan yang
dikenal dengan nama steadit, yaitu campuran besi dengan fosfida. Ikatan ini
keras, rapuh, dan mempunyai titik cair yang lebih rendah. Steadit mengandung
fosfor sebanyak 10%. Dengan demikian, besi dengan 0,5% fosfor akan
mengandung sekitar 5% steadit [1].

40

Anda mungkin juga menyukai