Anda di halaman 1dari 3

Pesan Moral dari cerita Malin Kundang - Agak aneh rasanya bila kamu adalah penduduk asli

Indonesia, namun tidak tahu ataupun pernah mendengar cerita Malin Kundang ini.

Sebab sejak kecil, banyak cerita anak-anak dalam bentuk buku cetak, sinetron hingga
pementasan drama yang mendeskripsikan kisah Malin Kundang secara lengkap.

Singkatnya, Malin Kundang adalah seorang anak muda yang durhaka kepada ibunya.
Kedurhakaannya akhirnya membuat hati sang ibu hancur dan Tuhan murka, sehingga dia diberi
hukuman berupa kutukan menjadi Batu, beserta kepingan kapal yang digunakan untuk berlayar.

Sejak saat itu, batu yang konon adalah sosok si-Malin telah menjadi salah satu Ikon Kota
Padang, serta destinasi favorit di Sumatera Barat yang populer selain Jam Gadang, Danau
Maninjau, Istano Basa dan yang lainnya.

Berkaca dari kepingan cerita rakyat Malin Kundang di atas, tentu sangat layak rasanya bila kita
menarik makna dan pesan moral yang ada pada cerita tersebut, bagi kita, dan terutama bagi anak-
anak untuk dijadikan salah satu pedoman dalam menjalani hidup.

Sebelum lanjut, bagi kamu yang belum terlalu memahami cerita lengkapnya dari awal hingga
akhir, silakan baca terlebih dahulu Cerita Malin Kundang ini.

Pesan Moral dalam Cerita Rakyat Malin Kundang

Oke, saya anggap kamu sudah selesai membacanya. Di bawah ini, saya telah merangkum
beberapa Pesan Moral dalam cerita Malin Kundang yang penuh pelajaran dan hikmah berharga
untuk kita petik :

1. Hormati Orangtua hingga akhir hayat

Orangtua, terutama ibu yang punya tingkatan lebih tinggi dari Ayah, merupakan orang yang
wajib untuk dihormati, dihargai dan disayangi, dalam keadaan hidup maupun telah wafat.

Dia adalah seorang wanita yang dengan sukarela dan ikhlas membesarkan kita, merawat,
menyusui dan memberi kasih sayang seumur hidup, tanpa meminta pamrih maupun imbalan.

Bahkan, bagaimanapun kita mencoba untuk membalas jasanya, tidak akan pernah sebanding
dengan apa yang telah ia berikan kepada kita. Karena ketika ia murka, maka Allah SWT juga
akan murka.

Hal ini terjadi pada Malin Kundang yang telah Durhaka kepada ibunya, sehingga dia diberikan
hukuman yang amat sangat pedih, yakni menjadi Batu, tanpa sempat meminta maaf dan
mengucapkan selamat tinggal.
2. Jangan Lupa Diri dalam Kemewahan

Pada penggalan cerita Malin Kundang, ketika di perantauan, dia berhasil menjadi orang yang
kaya raya, bergelimang harta, tahta yang tinggi dan istri yang cantik serta keturunan bangsawan.

Namun, keadaan hidup yang seperti itu ternyata membuat dia melupakan siapa dia dan dari mana
dia berasal. Parahnya, dia tidak mengakui ibu kandungnya sendiri, karena merasa malu dengan
harta yang melimpah, namun memiliki seorang ibu yang miskin dan kotor.

Dalam kehidupan sehari-hari, harusnya kita senantiasa menyadari bahwa segala yang kita punya
hari ini, hanyalah titipan semata yang bisa lenyap dalam sekejap. Yang akan kita bawa hingga ke
Akhirat hanyalah Amal dan ibadah semata.

Untuk itu, pergunakanlah harta yang dimiliki untuk ajang beramal dan mendekatkan diri kepada
Yang Maha Kuasa, bukan malah menjadikan kita pribadi yang sombong, angkuh dan terlalu
memburu harta dunia secara membabi buta.

3. Berbohong hanya Menyelamatkan Sementara

Pada kisah Malin Kundang, saat Malin hendak menyunting Wanita pujaan yang menjadi istrinya
tersebut, dia berbohong dengan mengatakan bahwa dia berasal dari keluarga yang kaya dan
golongan bangsawan.

Lalu, ketika dia bertemu dengan ibunya, istrinya kecewa dan menuntut pernyataan si-Malin yang
dikatakannya dulu sebelum menikah. Sehingga, Malin menutupi kebohongannya dengan
mengatakan bahwa wanita tua renta bukankah menjadi ibunya.

Sehingga apa yang dia dapat ? Sehuah hukuman berat yang akhirnya merenggut semuanya
darinya. Dari sini mulailah menyadari, bahwa berbohong tidak akan memberikan keselamatan
apapun dalam hidup.

4. Untuk sang Wanita, kalian harus tahu ini !

Dalam sebuah Riwayat, Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW : "Siapakah yang berhak
terhadap seorang laki-laki?" Rasulullah SAW menjawab, "Ibunya." (HR. Muslim).

Ibu adalah satu-satunya orang yang akan tetap memiliki putra / anak laki-lakinya, meskipun
nantu dia mempunyai istri, anak maupun cucu, statusnya tetaplah masih milik ibunya.

Istri adalah milik suaminya, namun suami tersebut tetaplah milik ibunya. Pernyataan ini tidak
akan pernah bisa dipungkiri. Untuk itu, jangan pernah membatasi hal baik yang hendak
dilakukan sang suami kepada ibunya.
Andai sajawaktu itu istri Malin menerima bahwa wanita tua tersebut adalah ibu Malin, mungkin
Malin Kundang akan mengakuinya senang hati, maka tidak akan terjadi ending yang seperti di
ceritanya.

Penutup

Nah, demikianlah Hikmah dari Cerita Rakyat Malin Kundang yang sangat fenomenal dan
tersohor di Indonesia. Mulai kini hingga nanti, tetaplah sayangi dan hormati ibu kita,
bagaimanapun keadaannya.

Anda mungkin juga menyukai