A. JUDUL FENOMENA
B. LATAR BELAKANG
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang suci dan sakral bagi umat Islam.
Umat Islam diseluruh dunia selalu menantikan datangnya bulan Ramadhan
dengan penuh suka cita. Pada bulan yang suci ini, umat Islam diseluruh dunia
diwajibkan untuk menjalankan puasa Ramadhan sesuai anjuran Nabi Muhammad
SAW selama 30 hari berturut-turut tanpa jeda.
Padusan berasal dari kata dasar adus yang berarti mandi. Dalam
pengertian budaya, padusan merupakan tradisi masyarakat membersihkan diri
atau mandi besar dengan maksud dan tujuan untuk mensucikan raga dan jiwa
dalam rangka menyambut datangnya hari-hari atau bulan istimewa, seperti bulan
Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha.
Tradisi padusan diyakini telah diwariskan secara turun menurun dari para
leluhur. Mensucikan diri dengan cara mandi besar memang disunnahkan oleh
Nabi Muhammad SAW dalam menyambut datangnya bulan suci, namun memang
tidak ada aturan baku tentang bagaimana harus melakukan proses padusan.
Kendati demikian, masyarakat Jawa Tengah terkhusus daerah Boyolali dan
Klaten biasanya melaksanakan tradisi ini dengan cara mandi beramai-ramai di
sumur atau sumber mata air.
Tradisi padusan ini dilakukan dengan cara berendam atau mandi di sumur-
sumur atau sumber mata air. Dengan membersihkan raga kita dari ujung rambut
sampai ujung kaki dipercaya dapat menyingkirkan noda-noda serta kotoran-
kotoran pada diri kita sehingga kita dapat menyambut bulan suci dengan bersih
secara lahir dan batin.
Di beberapa tempat, padusan memang masih menyimpan kesakralanya,
meskipun beramai-ramai mendatangi sumber mata air, masyarakat melakukan
ritual padusan dengan sangat khusuk. Masyarakat Klaten dan Boyolali melakukan
ritual sehari sebelum dimulainya puasa atau sehari sebelum tanggal 1 Ramadhan.
Bagi para masyarakat umum, biasanya memulai ritual dengan niat yang
diucapkan didalam hati untuk membersihkan jiwa dan raga agar siap
menyongsong bulan suci, membasuh tubuh dimulai dari ujung kepala hingga
ujung kaki dengan seksama, sambil berterimakasih kepada Allah SWT karena
memberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan,
berdoa dengan sungguh-sungguh agar diampuni dosa-dosa serta kesalahan
dibulan-bulan sebelumnya dan meminta kepada Allah SWT agar diberi
kelancaran dalam menjalankan puasa selama 30 hari berturut-turut, dijauhkan
dari godaan dan hasutan setan untuk berbuat tidak baik, serta memohon agar
diberi umur panjang untuk dapat merayakan hari kemenangan bersama keluarga
pada akhir bulan Ramadhan nanti. Setelah membasuh seluruh tubuh dengan
seksama, ritual diakhiri dengan mengambil air wudhu.
Namun di sejumlah tempat lain, terutama diderah perkotaan, ritual padusan
kini telah menjadi komoditi pariwisata. Masyarakat lupa bahwa padusan itu bukan
sekedar mandi dan keramas menjelang puasa. Namun lebih kepada pembersihan
raga dan jiwa sehingga benar-benar bersih, suci, dan siap untuk berpuasa.
Begitulah kata kanjeng Raden Tumenggung, seorang budayawan di Solo, Jawa
Tengah. Tradisi padusan di perkotaan tampak sudah kehilangan ruhnya. Apalagi
belakangan ini ritual padusan mulai dijual demi kepentingan pariwisata. Bahkan
banyak tempat-tempat padusan yang dilengkapi dengan panggung dangdut. Nilai
sakral mulai ditinggalkan, tetapi lebih mengejar pada jumlah pengunjung.
Semakin banyak orang datang, maka semakin banyak pula tiket yang terjual.
D. PEMBAHASAN
Kebudayaan asli yang tumbuh subur dan lestari di suatu daerah, menurut
penulis merupakan hasil dari kecocokan tradisi dengan budaya yang telah ada
sebelumnya di masyarakat tersebut. Tradisi padusan, merupakan cara umat Islam
berusaha menyucikan diri untuk menyambut bulan Ramadhan yang kemudian
dicocokkan dengan ritme kehidupan masyarakat daerah Klaten dan Boyolali,
dimana mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk agama Islam, serta topografi
daerahnya memungkinkan untuk melakukan ritual. Hal ini kemudian yang
menggerakkan hati dan pikiran masyarakat, menjadi motivasi masyarakat untuk
tetap menjalankan ritual, melestarikan ritual, menjadi sebuah tradisi yang asli,
unik, dan satu-satunya yang hanya dimiliki oleh daerah tersebut.
Tradisi padusan dengan serangkaian ritual yang sakral, yang tidak ditemukan
dimanapun selain di daerah ini, menjadi nilai budaya tersendiri bagi masyarakat
Klaten dan Boyolali. Hal yang unik ini kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat luas. Terbukti dengan banyaknya wisatawan dari luar daerah, yang
sengaja datang untuk mengikuti tradisi padusan ini, baik dengan hanya
menyaksikan serangkaian ritual maupun ikut berpartisipasi meramaikan tradisi
padusan.
Akan sangat tidak bijaksana rasanya apabila kita mencampur tradisi asli suatu
daerah dengan hal-hal yang dapat merusaknya. Maka hal yang dapat kita lakukan
apabila kita menjadi turis dan berkesempatan mengenal tradisi asli suatu daerah
secara langsung adalah berusaha untuk mengenal. Ketika kita berusaha untuk
mengenal dan mendalami suatu tradisi, maka otomatis kita akan menghargai asal
usul, perkembangan, serta jalannya tradisi tersebut. Dalam tradisi padusan ini,
telah disampaikan diatas bahwa kini tradisi padusan menjadi komoditi wisata yang
membaurkan tradisi-tradisi lain (seperti adanya panggung dangdut di wilayah
ritual) dan berusaha membaurkannya dengan ritual yang sakral. Apabila kita
dapat menghargai suatu tradisi, maka kita tidak dengan mudah mengikuti hal-hal
yang dinilai melawan arus. Kita dapat memilah hal mana yang bijak untuk
dilakukan ketika kita berada pada situasi tradisi tersebut.
E. KESIMPULAN
Tradisi padusan merupakan tradisi yang masih sangat alami serta sakral bagi
masyarakat Jawa Tengah terkhusus daerah Klaten dan Boyolali. Tradisi ini
haruslah selalu dihidupkan hingga anak cucu kita nanti, maka tugas kita adalah
mendukung agar budaya ini tetp hidup ditengah gempuran budaya global.
Saran saya bagi mayarakat setempat, tetap lakukan ritual padusan setiap
tahun menjelang bulan Ramadhan, sehingga tradisi ini tidak hilang dan dapat
mengajarkan nilai budaya bagi masyarakat setempat. Karena uniknya ritual ini,
sehingga kemungkinan menarik wisatawan luar daerah sangatlah besar, maka
manfaatkan momen ini untuk menunjukkan nilai budaya asli kalian. Sehingga
tertanam dalam benak wisatawan bahwa tradisi padusan merupakan budaya asli
milik masyarakat Klaten dan Boyolali, jangan merusak penilaian masyarakat luas
akan sakralnya tradisi padusan dengan hal-hal yang tidak berelasi dengan tradisi
tersebut. Janganlah menggunakan kesempatan ini untuk kepentingan pribadi,
namun gunakanlah sebaik-baiknya untuk melestarikan tradisi dan budaya daerah.
F. DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/putriocta/59398686e3f7bc64664aa3e2/tradisi-
padusan-menyambut-bulan-ramadan
https://jateng.bps.go.id/statictable/2016/08/19/1272/jumlah-penduduk-menurut-
kabupaten-kota-dan-agama-yang-dianut-di-provinsi-jawa-tengah-2015.html
https://klatenkab.go.id/geografi-dan-topografi-kabupaten-klaten/
https://boyolalikab.bps.go.id/subject/153/geografi.html