Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

FISIOLOGI HEWAN

SISTEM LIMPA DAN IMUN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

BASNAWATI 1640603043

DORPINA JALUNG 1640603081

MIASISKA 1640603013

RECXY PERDANA SYAH PUTRA 1640603008

YULIANTI LELOMARAN 1640603074

DOSEN PENGAMPU:

ENDIK DENI NUGROHO.,M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadhirat Allah S.W.T yang telah memberikan
keluasan waktu dan kesehatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah “Fisiologi Hewan” yang dibina oleh bapat Endik Deni Nugroho, M.Pd,
Jenis tugas yang diberikan adalah penyusunan materi tentang “Sistem Limpa dan
Imun”.
Melalui penugasan ini diharapkan para mahasiswa dapat memahami tentang
sistem limpa dan imun yang pada gilirannya dapat diimplementasikan dalam
kegiatan pembelajaran. Selain itu manfaat yang dapat dirasakan adalah
meningkatnya kompetensi pembelajaran para mahasiswa.
Semoga makalah ini dapat menjadikan (kerangka pikir) dalam mengambil
suatu putusan pembelajaran, pisau pemilah dalam pemecahan masalah, dan bahkan
sebagai bagian hidup yang integrative. Kritik dan saran perbaikan sangat kami
harapkan demi kelengkapan dan penyempurnaan tugas kelompok ini.
.

Tarakan, 5 Desember 2018

TTD

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii


DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan ...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sistem Limpa...................................................................................................
B. Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi ..............................................................
C. Anti Bodi ........................................................................................................
D. Respon Imun Klasifikasi Praktis Kekebalan, Reaksialergi, Transplantasi
Dan Penolakan Jaringan, Serta Autoimun ......................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................
B. Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring Sistem limfatik (lymphatic system) atau sistem getah bening


membawa cairan dan protein yang hilang kembali ke darah .Cairan memasuki
sistem ini dengan cara berdifusi ke dalam kapiler limfa kecil yang terjalin di antara
kapiler-kapiler sistem kardiovaskuler. Apabila suda berada dalam sistem limfatik,
cairan itu disebut limfa (lymph) atau getah bening, komposisinya kira-kira sama
dengan komposisi cairan interstisial. Sistem limfatik mengalirkan isinya ke dalam
sistem sirkulasi di dekat persambungan vena cava dengan atrium kanan. Pembuluh
limfa, seperti vena , mempunyai katup yang mencegah aliran balik cairan menuju
kapiler. Kontraksi ritmik (berirama) dinding pembuluh tersebut membantu
mengalirkan cairan ke dalam kapiler limfatik. Seperti vena, pembuluh limfa juga
sangat bergantung pada pergerakan otot rangka untuk memeras cairan ke arah
jantung.

Di sepanjang pembuluh limfa terdapat organ yang disebut nodus (simpul)


limfa (lymph node) atau nodus getah bening yang menyaring limfa. Di dalam nodus
limfa terdapat jaringan ikat yang berbentuk seperti sarang lebah denagn ruang-
ruang yang penuh dengan sel darah putih. Sel-sel darah putih tersebut berfungsi
untuk menyerang virus dan bakteri. Organ-organ limfa diantanya kelenjar getah
bening (limfonodus), tonsil, tymus, limpa ( spleen atau lien) , limfonodulus. System
limfe terdiri dari pembuluh limfe, nodus limfatik, organ limfatik, nodul limfatik, sel
limfatik. Pembuluh limfe merupakan muara kapiler limfe, menyerupai vena kecil
yang terdiri atas 3 lapis dan mempunyai katup pada lumen yang mencegah cairan
limfe kembali ke jaringan. Kontraksi otot yang berdekatan juga mencegah limfe
keluar dari pembuluh. Tonsil merupakan kelompok sel limfatik dan matrix extra
seluler yang dibungkus oleh capsul jaringan pemyambung, tapi tidak
lengkap.Terdiri atas bagian tengah (germinal center) dan Crypti.Tonsil ditemukan
dipharyngeal yaitu : tonsil pharyngeal (adenoid), dibagian posterior naso pharynx,

1
tonsil palatina, posteo lateral cavum oral, tonsil lingualis, sepanjang 1/3 posterior
lidah

Nodus limfaticus terdapat di sepanjang jalur pembuluh limfe berupa benda


oval atau bulat yang kecil. Ditemukan berkelompok yang menerima limfe dari
bagian tubuh. Fungsi utama nodus limfaticus untuk menyaring antigen dari limfe
dan menginisiasi respon imun. Timus terletak di mediastinum anterior berupa 2
lobus. Pada bayi dan anak-anak, timus agak besar dan sampai ke mediastinum
superior. Timus terus berkembang sampai pubertas mencapai berat 30 -50 gr.
Kemudian mengalami regresi dan digantikan oleh jaringan lemak

Pada orang dewasa timus mengalami atrofi dan hampir tidak berfungsi.
Limpa terletak di Quadran atas kiri abdomen, di inferior diaphragma yang
memanjang dari iga 9 – 11, terletak dilateralis ginjal dan posterolateral gaster.
Fungsi limfa yaitu: Menginisiasi respon imun bila ada antigen didalam darah.
Reservoir eritrosit dan platelet. Memfagosit eritrosit dan platelet yang defectiv.
Phagosit bacteri dan benda asing lainnya. Secara garis besar, sistem limfatik
mempunyai 3 fungsi : 1. Aliran Cairan Interestial. 2. Mencegah Infeksi. 3.
Pengangkutan Lipid.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem limpa?
2. Bagaimana pertahanan bawaan (nonspesifik)?
3. Bagaimana pertahanan adaptif (spesifik)
4. Apa saja bagian-bagian dari anti bodi?
5. Bagaimana respons imun, klasifikasi praktis kekebalan, reaksialergi,
transplantasi dan penolakan jaringan, serta auto imun?
6. Bagaimana Perubahan retang hidup?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
Mengetahui mekanisme sistem limpa, pertahanan bawaan (nonspesifik, pertahanan
adaptif (spesifik). Dapat mengetahui bagian-bagian antibodi dan respon imun
klasifikasi praktis kekebalan, reaksialergi, transplantasi dan penolakan jaringan,
serta auto imun dan bagaimana Perubahan retang hidup.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Limpa
Sistem limfa tersusun atas organ-organ limfatik yang terdiri dari dua, yaitu:
Organ limfatik primer 1) Sumsum tulang, menghasilkan limfosit. 2) Timus, tempat
pematangan limfosit dari sumsum tulang. Organ limfatik sekunder 1) Nodus limfa,
adalah titik di sepanjang pembuluh limfa yang memiliki ruang (sinus) yang
mengandung limfosit dan makrofag. Nodus limfa berfungsi sebagai penyaring
mikroorganisme. 2) Limpa/ spleen , fungsinya membuang antigen dalam darah dan
menghancurkan eritrosit yang sudah tua. 3) Tonsil, fungsinya memerangi infeksi
pada saluran pernapasan bagian atas dan faring. Berdasarkan granula pada plasma,
leukosit terbagi menjadi: 1) Leukosit granulosit, yaitu leukosit yang plasmanya
bergranula, yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil. 2) Leukosit agranulosit, yaitu
leukosit yang plasmanya tidak bergranula, yaitu monosit, limfosit B dan limfosit T.

Gambar 2.1

Limpa merupakan organ dalam tubuh yang terletak di sisi kiri tubuh dan dekat
dengan punggung, tepatnya di belakang organ lambung. Limpa merupakan organ
penyusun sistem limfoid, selain timus dan juga tonsil. Fungsi limpa antara lain
adalah menyaring sel darah merah yang sudah tua dan merespon atas adanya
partikel asing yang masuk ke dalam tubuh melalui darah yang dapat menimbulkan
infeksi. Limpa bereaksi aktif terhadap partikel asing yang masuk dan terbawa pada

3
darah (Kresno, 1996). Limpa terdiri atas pulpa merah dan pulpa putih. Fungsi
degradasi eritrosit tua dilakukan di pulpa merah dan pulpa putih tersebar di dalam
pulpa merah (Ward et al., 1999). Pulpa merah terdiri atas sinus-sinus dan
menyaring material asing dan sel darah merah tua. Sinus merupakan tempat
penyimpanan platelet dan sel darah merah, dimana lebih dari 30% platelet
tersimpan disini. Makrofag juga berperan dalam penghancuran sel darah merah
yang tua maupun rusak di dalam sinus (Flaherty, 2011) Selain masuk melalui darah,
antigen juga dapat melalui aliran pembuluh getah bening. Antigen yang masuk
melalui pembuluh getah bening akan disaring oleh kelenjar getah bening (Abbas &
Lichtman, 2005).
Sistem limfatik (limfobik) adalah kumpulan besar sel dan biokimia yang
berjalan di pembuluh limfatik, serta organ dan kelenjar yang menghasilkannya.
Sistem limfatik termasuk jaringan pembuluh yang membantu sirkulasi cairan tubuh,
sehingga sangat erat kaitannya dengan sistem kardiovaskular. Pembuluh limfatik
mengangkut kelebihan cairan dari ruang interstisial di sebagian besar jaringan dan
mengembalikannya ke aliran darah (Gambar 2.2). Tanpa sistem limfatik, cairan ini
akan menumpuk di ruang jaringan. Organ-organ sistem limfatik juga membantu
mempertahankan tubuh terhadap infeksi oleh agen penyebab penyakit, atau
patogen.

Gambar 2.2 representasi skematik pembulu limfatik mengangkut cairan dari ruangan interstitsial
ke aliran darah

4
1. Jalur Limfatik

Jalur limfatik dimulai sebagai kapiler limfatik yang bergabung untuk


membentuk pembuluh limfatik yang lebih besar. Ini, pada gilirannya, menyebabkan
pembuluh yang lebih besar yang bersatu dengan pembuluh darah di thorax.

a. Kapiler limfatik

Kapiler limfatik adalah mikroskopis, tabung tertutup. Mereka memanjang ke


ruang interstisial, membentuk jaringan kompleks yang sejajar dengan jaringan
kapiler darah (Gambar 2.3). Dinding kapiler limfatik mirip dengan kapiler darah.
Masing-masing terdiri dari satu lapisan sel epitel skuamosa yang disebut
endotelium. Dinding tipis ini memungkinkan cairan cairan jaringan (cairan
interstisial) dari ruang interstisial memasuki kapiler limfatik. Cairan di dalam
kapiler limfatik disebut limfon (limf). Kapiler limfatik khusus (lakteal) di lapisan
usus kecil menyerap lemak yang dicerna, kemudian mengangkut lemak ke sirkulasi
vena.

Gambar 2.3 Kapiler limfatik adalah mikroskopis, tabung tertutup yang berasal dari ruangan
interstisial sebagian besar jaringan

b. Pembuluh Limfatik

Dinding pembuluh limfatik mirip dengan pembuluh vena, tetapi lebih tipis.
Masing-masing terdiri dari tiga lapisan: lapisan endotel, lapisan tengah otot polos

5
dan serat elastis, dan lapisan luar jaringan ikat. Juga seperti vena-vena di bawah
jantung, pembuluh limfatik memiliki katup semilunar, yang membantu mencegah
aliran balik limpa. Gambar 2.4 menunjukkan salah satu dari katup ini. Pembuluh
limfatik yang lebih besar menyebabkan organ khusus yang disebut kelenjar getah
bening (limf no. Dz). Setelah meninggalkan nodus, pembuluh bergabung menjadi
batang limfatik yang lebih besar.

.
Gambar 2.4 Mikrofag ringan dari katup aplike (panah) di dalam pembulu linfatik (60x)

c. Trunkus limfatik dan Saluran Pengumpulan

Batang-batang limfatik, yang mengalirkan getah bening dari pembuluh-


pembuluh limfatik, diberi nama untuk daerah-daerah yang mereka layani.
Misalnya, batang lumbal mengeluarkan getah bening dari tungkai bawah, dinding
perut bagian bawah, dan organ panggul; batang usus mengeringkan visera perut;
batang interkostal dan bronkomediastinum mengalirkan getah bening dari bagian-
bagian toraks; batang subklavia menguras ekstremitas atas; dan batang jugularis
mengeringkan bagian leher dan kepala. Ini batang limfatik kemudian bergabung
dengan salah satu dari dua saluran pengumpul — yang saluran toraks atau saluran
limfatik kanan. Gambar 2.5 menunjukkan lokasi batang besar limfatik dan
mengumpulkan saluran, dan Gambar 2.6 menunjukkan lymphangiogram, atau
radiografi, beberapa pembuluh limfatik dan kelenjar getah bening.

6
Gambar 2.5 Pembuluh limfatik bergabung menjadi batang limfatik yang lebih besar yang pada
gilirannya mengalir ke saluran pengumpul

Gambar 2.6. Limfangioram (radiografi) pembuluh limfatik dan kelenjar getah bening di daerah
pelvis

7
Duktus torakik adalah yang lebih besar dan lebih panjang dari dua
pengumpulan saluran. Itu berasal dari perut, lewat ke atas melalui diafragma di
samping aorta, naik ke anterior kolom vertebral melalui mediastinum, dan
mengosongkan ke vena subklavia kiri dekat persimpangan jugularis kiri pembuluh
darah. Saluran ini mengalirkan getah bening dari usus, lumbar, dan batang
interkostal, serta dari subklavia kiri, meninggalkan jugularis, dan meninggalkan
batang bronkomediastinal. Saluran limfatik kanan berasal dari toraks kanan pada
penyatuan hak jugularis kanan, subklavia kanan, dan kanan batang
bronkomediastinal. Itu mengosongkan ke subklavia kanan vena dekat
persimpangan vena jugularis kanan. Getah bening meninggalkan dua duktus
pengumpul, lalu memasuki sistem vena dan menjadi bagian dari plasma sebelum
darah kembali ke atrium kanan. Jadi, getah bening dari bagian bawah tubuh,
ekstremitas kiri atas, dan sisi kiri kepala dan leher memasuki saluran toraks; getah
bening dari sisi kanan kepala dan leher, ekstremitas kanan atas, dan thorax kanan
memasuki duktus limfatik kanan (g. 2.7). Gambar 2.8 merangkum jalur limfatik.

2. Cairan Jaringan dan Limfa

Getah bening pada dasarnya adalah cairan jaringan yang telah memasuki
kapiler limfatik. Dengan demikian, pembentukan kelenjar getah bening tergantung
pada pembentukan cairan jaringan.

a. Formasi cairan jaringan

Tekanan darah kapiler menyaring air dan molekul kecil dari plasma. Cairan
yang dihasilkan memiliki banyak komposisi yang sama seperti plasma (termasuk
nutrisi, gas, dan hormon), dengan pengecualian penting dari protein plasma, yang
umumnya terlalu besar untuk melewati dinding kapiler. Efek osmotik dari protein-
protein ini (disebut tekanan osmotik koloid plasma) membantu menarik fluida
kembali ke kapiler melalui osmosis.

b. Pembentukan Limfosit

Filtrasi dari plasma biasanya melebihi reabsorpsi, yang mengarah ke


pembentukan jaringan cairan bersih. Hal ini meningkatkan jaringan cairan fluida

8
yang mengalir ke dalam kapiler limfatik, membentuk getah bening. Dengan
demikian, pembentukan kelenjar getah bening mencegah akumulasi kelebihan
cairan jaringan, atau edema.

Gambar 2.7 Jalur limfatik. (a) saluran limfatik kanan mengalirkan getah bening dari sisi kanan atas
tubuh, duktus thoraks mengalirkan getah bening dari bagian tubuh lainnya. (b) drainase getah
bening dari payudara kanan menggambarkan fungsi lokal dari sistem limfatik. Oprasi mengangkat
payudara yang kangker dapat mengganggu drainase ini, menyebabkan pembengkakan
menyakitkan

Gambar 2.8 Jalur limfatik. (a) saluran kanan limfatik mengalir getah dari sisi kanan atas dari
tubuh, sedangkan pembuluh toraks menguras getah dari seluruh tubuh. (b) Getah Drainase
payudara tepat menggambarkan fungsi lokal dari sistem limfatik. Pembedahan untuk mengangkat
kanker payudara dapat mengganggu drainase ini, menyebabkan sakit pembengkakan.

9
Cairan hidrostatik mengalir cairan jaringan yang bergerak ke kapiler limfatik,
membentuk getah bening. Dengan demikian pembentukan kelenjar getah bening
mencegah akumulasi kelebihan cairan jaringan, atau edema.

c. Fungsi getah bening

Pembuluh limfatik di usus kecil memainkan peran utama dalam penyerapan


lemak makanan. Getah bening juga kembali ke aliran darah sebagian besar protein
kecil yang kapiler darahnya disaring. Pada saat yang sama, getah bening
mengangkut partikel asing, seperti bakteri dan virus, ke kelenjar getah bening.
Kapiler limfatik disesuaikan untuk menerima protein dan partikel asing dengan cara
yang tidak kapiler darah. Sel-sel epitel yang membentuk dinding pembuluh limfatik
tumpang tindih tetapi tidak melekat satu sama lain. Konfigurasi ini, ditunjukkan
pada Gambar 2.9, menciptakan katup ap aplike di dinding kapiler limfatik. Katup
didorong ke dalam ketika tekanan lebih besar di bagian luar kapiler tetapi dekat
ketika tekanan lebih besar di bagian dalam. Sel-sel epitel dari dinding kapiler
limfatik juga melekat pada sel-sel jaringan ikat di sekitarnya oleh pelapis protein
tipis. Akibatnya, lumen kapiler limfatik tetap terbuka bahkan ketika tekanan luar
lebih besar dari tekanan di dalam kapiler limfa.

Gambar 2.9 Cairan jaringan memasuki kapiler limfatik melalui katup berlaku antara sel-sel epitel

3. Gerakan Getah Bening

Tekanan hidrostatik dari cairan jaringan mendorong limfe ke kapiler limfatik.


Namun, aktivitas otot sangat mempengaruhi pergerakan getah bening melalui
pembuluh limfatik.

10
a. Aliran getah bening

Getah bening, seperti darah vena, berada di bawah tekanan hidrostatik yang
relatif rendah. Mungkin tidak mengalir cepat melalui pembuluh limfatik tanpa
bantuan dari kontraksi otot rangka di tungkai, perubahan tekanan dari aksi otot
skeletal yang digunakan dalam pernapasan, dan kontraksi otot polos di dinding
batang limfatik yang lebih besar. Limfonfl ow puncak selama latihan fisik, karena
tindakan otot skeletal dan perubahan tekanan yang terkait dengan pernapasan.
Kontraksi otot rangka mengkompres pembuluh limfatik. Tindakan menekan ini
menggerakkan getah bening di dalam bejana, tetapi karena pembuluh limfatik
memiliki katup yang mencegah aliran balik, getah bening dapat bergerak hanya
menuju saluran pengumpul. Selain itu, otot-otot halus di dinding-dinding batang
limfatik yang lebih besar dapat berkontraksi dan menekan getah bening di dalam,
sehingga memaksa cairan mengalir ke depan. Bernapas membantu sirkulasi getah
bening dengan menciptakan tekanan yang relatif rendah di dada selama inhalasi.
Pada saat yang sama, diafragma berkontraksi meningkatkan tekanan di rongga
perut. Akibatnya, getah bening diperas keluar dari pembuluh perut dan dipaksa
masuk ke pembuluh torakalis. Sekali lagi, katup pembuluh limfatik mencegah
aliran balik limfa.

b. Obstruksi Gerakan Limfa

Gerakan terus menerus cairan dari ruang interstitial ke kapiler darah dan
kapiler limfatik menstabilkan volume cairan di ruang-ruang ini. Kondisi yang
mengganggu gerakan limfa menyebabkan cairan jaringan menumpuk di ruang
interstisial, menghasilkan edema. Sebagai contoh, seorang ahli bedah yang
mengangkat tumor payudara kanker juga biasanya mengangkat kelenjar getah
bening aksila terdekat untuk mencegah pembuluh limfatik yang terkait mengangkut
sel kanker ke tempat lain (metastasis). Menghapus jaringan limfatik dapat
menghalangi drainase dari ekstremitas atas, menyebabkan edema (lihat g. 2.7b).

4. Kelenjar Getah Bening

11
Kelenjar getah bening (kelenjar limfe) terletak di sepanjang jalur limfatik.
Mereka mengandung banyak limfosit dan makrofag (histiocytes) yang melawan
invasi patogen.

a. Struktur nodus getah bening

Kelenjar getah bening bervariasi dalam ukuran dan bentuk tetapi biasanya
kurang dari 2,5 sentimeter panjang dan agak berbentuk kacang (g. 2.10). Gambar
16.10 mengilustrasikan bagian dari kelenjar getah bening yang khas. Pembuluh
darah dan saraf bergabung dengan kelenjar getah bening melalui daerah indentasi
dari nodus, yang disebut hilus. Pembuluh limfatik menuju nodus (pembuluh aferen)
masuk secara terpisah di berbagai titik pada permukaan cembungnya, tetapi
pembuluh limfatik meninggalkan nodus (pembuluh eferen) keluar dari hilus.
Sebuah kapsul jaringan ikat dengan banyak serat membungkus setiap kelenjar getah
bening. Kapsul meluas ke dalam simpul dan membagi sebagian ke dalam
kompartemen. Massa limfosit (sel B) dan makrofag di korteks, yang disebut nodul
limfatikus, (folikel limfa) adalah unit fungsional dari nodus limfa.

Nodul limfatik ditemukan secara tunggal atau dalam kelompok yang


berhubungan dengan membran mukosa saluran pernapasan dan pencernaan.
Amandel adalah nodul limfatik yang sebagian dikapsulasi. Agregat nodul disebut
patch Peyer meliputi lapisan mukosa usus kecil distal. Di dalam petak Peyer
tersebar sel M, melalui mana molekul tertelan tertentu lewat transcytosis, kemudian
menghadapi limfosit dan sistem kekebalan lainnya sel-sel yang kemudian dapat
memulai respon imun. Itu jaringan limfoid di apendiks, patch Peyer, amandel,
kelenjar gondok, dan kelenjar getah bening mesenterika secara kolektif disebut
jaringan limfoid terkait-mukosa (MALT). Ruang di kelenjar getah bening, yang
disebut sinus limfa, menyediakan jaringan kamar dan saluran yang rumit getah
bening bersirkulasi. Getah bening memasuki kelenjar getah bening melalui aferen
pembuluh limfatik, bergerak perlahan melalui sinus getah bening, dan daun melalui
pembuluh limfatik eferen (g. 2.11a).

12
Gambar 2.10 Getah bening masuk dan meninggalkan kelenjar getah bening melalui pembulu
limfatik.

Gambar 2.11 Kelenjar getah bening. (a) bagian dari kelenjar getah bening. (b) mikrofag ringan dari
kelenjar getah bening.

b. Lokasi kelenjar getah bening

13
Kelenjar getah bening ditemukan dalam kelompok atau rantai sepanjang jalur
pembuluh limfatik yang lebih besar di seluruh tubuh, tetapi mereka tidak dalam
sistem saraf pusat. Lokasi utama dari kelenjar getah bening, ditunjukkan pada
Gambar 2.12, adalah sebagai berikut:

1) Wilayah serviks. Kelenjar getah bening ini mengikuti batas bawah


mandibula, anterior ke dan posterior ke telinga, dan jauh di leher sepanjang
jalur pembuluh darah yang lebih besar. Simpul-nodus ini berhubungan
dengan pembuluh limfatik yang menguras kulit kulit kepala dan wajah, serta
jaringan rongga hidung dan faring.
2) Daerah aksila. Kelenjar getah bening di daerah ketiak menerima getah
bening dari pembuluh yang menguras tungkai atas, dinding thorax, kelenjar
susu (payudara), dan dinding bagian atas perut.
3) Wilayah supratroklear. Kelenjar getah bening ini terletak di luar pada sisi
medial siku. Mereka sering membesar pada anak-anak sebagai respons
terhadap infeksi yang didapat melalui luka dan goresan di tangan.
4) Wilayah Inguinal. Kelenjar getah bening di wilayah inguinal menerima
getah bening dari tungkai bawah, genitalia eksternal, dan dinding perut
bagian bawah.
5) Rongga panggul. Di sini kelenjar getah bening terutama mengikuti
pembuluh darah iliaka. Mereka menerima getah bening dari pembuluh
limfatik dari visus visus. Rongga perut. Kelenjar getah bening ini
membentuk rantai sepanjang cabang utama dari arteri mesenterika dan aorta
perut. Kelenjar getah bening ini menerima getah bening dari visera perut.
6) Rongga dada. Kelenjar getah bening ini berada di dalam mediastinum dan
sepanjang trakea dan bronkus. Mereka menerima getah bening dari visera
toraks dan dari dinding internal thorax.

14
Gambar 2.12 Lokasi utama kelenjar getah bening

c. Fungsi kelenjar getah bening

Kelenjar getah bening memiliki dua fungsi utama: memfilter partikel yang
berpotensi berbahaya dari getah bening sebelum mengembalikannya ke aliran
darah, dan memantau cairan tubuh (pengawasan kekebalan) yang disediakan oleh
limfosit dan makrofag. Seiring dengan sumsum tulang merah, kelenjar getah bening
adalah pusat produksi limfosit. Sel-sel ini menyerang virus, bakteri, dan sel parasit
lainnya yang membawa pembuluh limfatik ke kelenjar getah bening. Makrofag di
kelenjar getah bening menelan dan menghancurkan substansi asing, merusak sel,
dan puing-puing seluler.

5. Timus dan Limpa

Dua organ limfatik lainnya, yang fungsinya mirip dengan kelenjar getah bening,
adalah thymus dan limpa.

a. Timus

Thymus (thi′mus) adalah struktur, bilobed lembut tertutup dalam kapsul


jaringan ikat. Ini ada di mediastinum, anterior ke lengkungan aorta dan posterior ke
bagian atas tubuh sternum, dan memanjang dari akar leher ke perikardium (g.
2.14a). Thymus bervariasi dalam ukuran dan biasanya secara proporsional lebih
besar selama masa bayi dan anak usia dini. Setelah pubertas, thymus menyusut, dan
pada orang dewasa, mungkin kecil (g. 2.14). Pada orang tua, adiposa dan jaringan
ikat menggantikan jaringan limfatik di timus. Jaringan ikat memanjang ke dalam

15
dari permukaan timus, membaginya menjadi lobulus (lihat g. 2.13b). Lobulus
rumah banyak limfosit yang berkembang dari sel-sel progenitor di sumsum tulang.
Sebagian besar sel-sel ini (thymocytes) tidak aktif; Namun, beberapa dewasa
menjadi limfosit T, atau (sel T) yang meninggalkan thymus dan memberikan
kekebalan. Sel epitel di timus mengeluarkan hormon protein yang disebut
thymosins, yang menstimulasi pematangan limfosit T.

b. Limpa

Limpa (splein) adalah organ limfatik terbesar. Itu ada di dalam bagian kiri
atas rongga perut, hanya inferior diafragma, posterior dan lateral lambung (lihat g.
2.13a dan pelat nomor 4, 5, dan 6). Limpa menyerupai kelenjar getah bening besar
dalam hal itu tertutup dalam jaringan ikat yang memanjang ke dalam dari
permukaan dan sebagian lagi membagi organ menjadi bilik, atau lobulus. Organ
juga memiliki hilus pada satu permukaan pembuluh darah dan saraf yang masuk.
Namun, tidak seperti itu sinus dari kelenjar getah bening yang penuh dengan getah
bening, ruang (sinus vena) di kamar limpa penuh dengan darah.

Jaringan di lobulus limpa ada dua jenis. Bubur putih didistribusikan ke


seluruh limpa kecil pulau-pulau. Jaringan ini terdiri dari nodul (nodul limpa), mirip
dengan yang ada di kelenjar getah bening dan dikemas dengan limfosit. Bubur
merah, yang mengisi sisa ruang lobulus, mengelilingi sinus vena. Pulp ini
mengandung sel darah merah yang melimpah, yang memberi warna, plus banyak
limfosit dan makrofag (contoh 2.15). Kapiler darah dalam pulpa merah dapat
permeabel. Sel darah merah dapat menembus pori-pori di dinding kapiler dan
memasuki sinus vena. Yang lebih tua, lebih Sel-sel darah merah yang rapuh dapat
pecah selama bagian ini. Makrofag dalam sinus limpa menghilangkan debris sel
yang dihasilkan. Makrofag menelan dan menghancurkan partikel asing, seperti
bakteri, yang dapat terbawa dalam darah saat mengalir melalui sinus limpa.
Limfosit limpa, seperti yang ada di thymus, kelenjar getah bening, dan nodul, juga
membantu mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Jadi, limpa mengeluarkan
darah sebanyak kelenjar getah bening menyaring getah bening. Tabel 2.1
merangkum ciri-ciri organ utama sistem limfatik.

16
Gambar 2.14. Dibandingkan dengan organ toraks lainnya, timus pada janis besar, tetapi pada orang
dewasa kecil. Angka bukan untuk skala.

Gambar 2.15. Limpa. (a) limpa menyerupai nodus limpa besar.(b) mikrofag ringan dari limpa
(40x)

Organ Lokasi Fungsi

Kelenjar getah bening Dalam kelompok atau Filter partikel asing dan
rantai di sepanjang jalur puing-puing dari getah
pembuluh limfatik yang bening; menghasilkan dan
lebih besar rumah limfosit yang
menghancurkan partikel
asing di getah bening;
makrofag rumah yang
menelan dan
menghancurkan partikel
asing dan puing-puing sel

17
yang dibawa dalam getah
bening

Timus Di posterior Rumah limfosit;


mediastinum ke bagian membedakan thymocytes
atas tubuh sternum menjadi limfosit T

Limpa Di bagian kiri atas Reservoir darah rumah


rongga perut, inferior ke makrofag yang
diafragma, posterior dan menghilangkan partikel
lateral ke lambung asing, kerusakan sel darah
merah, dan puing-puing
sel dari darah;
mengandung limfosit

Tabel 2.1. ciri-ciri organ utama sistem limfatik.

B. Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi

Kehadiran dan perbanyakan patogen dalam tubuh dapat menyebabkan


infeksi. Patogen termasuk mikroorganisme sederhana seperti bakteri,
mikroorganisme kompleks seperti protozoa, dan bahkan spora organisme multisel
seperti jamur. Virus adalah patogen, tetapi mereka tidak dianggap organisme karena
strukturnya jauh lebih sederhana daripada sel hidup dan mereka harus menginfeksi
sel hidup untuk bereproduksi. Infeksi mungkin hadir meskipun seseorang merasa
baik. Orang yang terinfeksi dengan Immunodeficiency Human virus (HIV), yang
menyebabkan AIDS, sering hidup selama bertahun-tahun di kesehatan yang baik
sebelum menjadi sakit. Namun, penurunan nilai sistem kekebalan dimulai segera
setelah virus memasuki sel T. Tubuh manusia dapat mencegah masuknya patogen
atau hancurkan mereka jika mereka masuk. Beberapa mekanisme bersifat umum
dan melindungi terhadap banyak jenis patogen, menyediakan pertahanan bawaan
(nonspecific). Mereka berfungsi dengan cara yang sama terlepas dari patogen atau
jumlah eksposur. Ini mekanisme termasuk resistensi spesies, hambatan mekanis,
hambatan kimia (aksi enzim, interferon, dan pelengkap), sel pembunuh alami,
inflamasi, fagositosis, dan demam. Mekanisme pertahanan lainnya sangat tepat,
penargetan patogen spesifik dengan pertahanan adaptif (khusus), atau kekebalan.
Tanggapan yang lebih terarah ini dilakukan oleh limfosit khusus yang mengenali
molekul asing (Antigen non-bebas) di dalam tubuh dan bertindak melawan mereka.

18
Mekanisme pertahanan bawaan dan adaptif bekerja bersama melindungi tubuh
terhadap infeksi. Sementara pertahanan bawaan merespons dengan cepat,
pertahanan adaptif yang lambat dan responsif dimulai demikian juga.

1. Pertahana Bawaan (Nonspesifik)

Sistem imun non spesifik respon imun non spesifik bekerja dengan memberi
respon pada antigen meskipun tidak ada ingatan mengenai antigen tersebut. Sistem
ini bersifat alami dengan pengertian bahwa sistem ini didapatkan sejak lahir dan
tidak diakibatkan oleh kontak terdahulu dengan agen penular penyakit (Delves et
al., 2011). Sistem imun non spesifik bekerja dengan memberikan respon langsung,
dan biasanya cepat, apabila terjadi infeksi oleh patogen potensial yang banyak
terdapat di lingkungan tanpa menunjukkan spesifisitas terhadap patogen tertentu.

a. Ketahanan spesies

Resistensi spesies mengacu pada fakta bahwa suatu spesies mungkin tahan
terhadap penyakit yang mempengaruhi spesies lain karena sel-selnya tidak
memiliki reseptor untuk patogen atau jaringannya tidak memberikan suhu atau
lingkungan kimia yang diperlukan oleh patogen tertentu. Misalnya, manusia
terinfeksi oleh agen infeksi yang menyebabkan campak, gondok, kencing nanah,
dan sifilis, tetapi spesies hewan lain tidak. Demikian pula, manusia tahan terhadap
bentuk-bentuk tertentu dari malaria dan tuberkulosis yang menyerang burung.
Namun, strain influenza baru yang mempengaruhi manusia dapat berasal dari
burung, terutama unggas.

b. Hambatan mekanis

Kulit dan selaput lendir yang melapisi saluran pencernaan, saluran


pencernaan, saluran kemih, dan sistem reproduksi menciptakan hambatan mekanis
yang mencegah masuknya beberapa agen infeksi. Selama penghalang ini tetap utuh,
banyak patogen tidak dapat menembusnya. Perlindungan lain adalah bahwa
epidermis mengelupas, menghilangkan bakteri superfisial dengan itu. Selain itu,
epitel bersilia berlapis lendir yang melapisi saluran pernafasan menjebak partikel
dan menyapu mereka keluar dari saluran udara dan masuk ke pharynx, di mana

19
mereka tertelan. Agen penular perangkap rambut yang terkait dengan kulit dan
selaput lendir dan keringat dan lendir membilas mikroorganisme. Air mata, air liur,
dan air kencing juga membersihkan organisme sebelum mereka menjadi terikat
kuat. Hambatan-hambatan ini memberikan garis pertahanan pertama. Sisa dari
pertahanan nonspesifik yang dibahas dalam bagian ini adalah bagian dari garis
pertahanan kedua.

c. Hambatan Kimia

Enzim dalam cairan tubuh menyediakan penghalang kimia untuk patogen. Jus
lambung, misalnya, mengandung enzim pepsin yang memecah protein dan
memiliki pH rendah karena asam hidroklorik di lambung. Efek gabungan pepsin
dan asam hidroklorida membunuh banyak patogen yang masuk ke perut. Demikian
pula, air mata mengandung enzim lisozim, yang menghancurkan bakteri tertentu
pada mata. Akumulasi garam dari keringat juga membunuh bakteri tertentu di kulit.
Interferon adalah peptida seperti hormon yang dihasilkan oleh limfosit dan
fibroblas sebagai respons terhadap virus atau sel tumor. Setelah dilepaskan dari sel
yang terinfeksi virus, interferon berikatan dengan reseptor pada sel yang tidak
terinfeksi, merangsang mereka untuk mensintesis protein yang menghambat
replikasi berbagai virus. Dengan demikian, efek interferon tidak spesifik. Interferon
juga menstimulasi fagositosis dan meningkatkan aktivitas sel lain yang membantu
melawan infeksi dan pertumbuhan tumor. Biokimia antimikroba lainnya adalah
defensin dan kolektin. Defensin adalah peptida yang dihasilkan oleh neutrofil dan
jenis lain dari sel darah putih granular di epitel usus, saluran urogenital, ginjal, dan
kulit. Pengakuan permukaan sel non-sel atau partikel virus memicu ekspresi gen
yang menyandikan defensin. Beberapa defensin membuat lubang di dinding sel
bakteri dan membran, melumpuhkan mikroba. Kumpulkan adalah protein itu
memberikan perlindungan luas terhadap bakteri, ragi, dan beberapa virus lainnya.
Protein-protein ini memberikan sedikit perbedaan struktur dan pengaturan gula
yang menonjol dari permukaan patogen. Collectin tidak hanya mendeteksi gula
molekul, tetapi pola di mana mereka terkelompok, meraih pada banyak seperti
velcro menempel pada kain, sehingga membuat patogen lebih mudah difagosit.
Complement adalah sekelompok protein (sistem pelengkap), dalam plasma dan

20
cairan tubuh lainnya, itu berinteraksi dalam serangkaian reaksi atau kaskade.
Aktivasi komplemen dapat dengan cepat terjadi oleh jalur klasik ketika a protein
pelengkap mengikat ke antibodi yang melekat pada spesifikasinya antigen c, atau
lebih perlahan-lahan oleh jalur alternatif yang dipicu oleh paparan antigen asing,
tanpa adanya antibodi. Aktivasi dari komplemen menstimulasi inflmasi, menarik
fagosit, dan meningkatkan fagositosis.

d. Sel Natural Killer (NK)

Sel Natural killer (NK) adalah populasi kecil limfosit yang jelas berbeda dari
limfosit yang menyediakan mekanisme pertahanan adaptif. Sel NK
mempertahankan tubuh terhadap berbagai virus dan sel kanker dengan mensekresi
zat cytolytic ("sel-cutting") yang disebut perforin yang melisiskan membran sel,
menghancurkan sel yang terinfeksi. Sel NK juga mengeluarkan bahan kimia yang
meningkatkan peradangan.

e. Inflamasi

Peradangan menghasilkan kemerahan lokal, pembengkakan, panas, dan rasa


sakit. Kemerahan adalah hasil pelebaran pembuluh darah itu meningkatkan aliran
darah dan volume di jaringan yang terkena (hiperemia). Efek ini, ditambah dengan
peningkatan permeabilitas kapiler terdekat dan kebocoran cairan kaya protein
berikutnya ke dalam ruang jaringan, membengkak jaringan (edema). Panas datang
sebagai darah masuk dari bagian tubuh yang lebih dalam, yang lebih hangat dari
permukaan. Nyeri disebabkan oleh stimulasi reseptor rasa sakit di dekatnya.
Kebanyakan inflamasi adalah respon jaringan terhadap invasi patogen, tetapi faktor
fisik (panas, sinar ultraviolet) atau kimia faktor (asam, basa) juga bisa
menyebabkannya. Sel darah putih menumpuk di tempat-tempat inflmasi, di mana
beberapa dari mereka membantu mengendalikan patogen oleh fagositosis. Neutrofil
adalah yang pertama tiba di situs, diikuti oleh monosit. Monosit melewati dinding
kapiler (diapedesis), menjadi makrofag yang menghilangkan pathogen dari jaringan
sekitarnya. Pada infeksi bakteri, hasilnya massa sel darah putih, sel bakteri, dan
rusak jaringan dapat membentuk cairan kental yang disebut nanah. Cairan jaringan
(exudate) juga terkumpul dalam jaringan inflamasi. Cairan ini mengandung

21
fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya yang dapat menstimulasi pembentukan
jaringan benang benang beku di wilayah yang terkena dampak. Kemudian, brobut
datang dan mensekresikan berseragam di sekitar area, melampirinya dalam kantung
jaringan ikat. Ini dinding dari area yang terinfeksi membantu menghambat
penyebaran patogen dan racun ke jaringan yang berdekatan. Setelah infeksi
dikendalikan, sel-sel fagositik akan hilang sel mati dan puing-puing lainnya dari
situs inflmasi. Pembelahan sel menggantikan sel yang hilang. Tabel 2.2 merangkum
proses infalmasi.

Aksi Hasil

Pembuluh darah membesar. Jaringan menjadi merah, bengkak,


Permeabilitas kapiler meningkat hangat, dan menyakitkan.
dan kebocoran cairan ke ruang
jaringan.

Sel darah putih menyerang wilayah Nanah dapat terbentuk seperti sel
tersebut. darah putih, sel bakteri, dan debris sel
menumpuk

Cairan jaringan yang mengandung Bekuan yang mengandung benang


faktor pembekuan meresap ke fibrin dapat terbentuk.
dalam area tersebut.

Fibroblast tiba. Kantung jaringan ikat dapat terbentuk


di sekitar jaringan yang cedera.

Phagocytes aktif. Bakteri, sel-sel mati, dan sisa-sisa


lainnya dihilangkan.

Sel membagi. Sel yang baru terbentuk menggantikan


yang terluka.

Tabel 2.2. proses inflamasi.

f. Fagositosis

Phagocytosis menghilangkan partikel asing dari getah bening saat bergerak


dari ruang interstisial ke aliran darah. Phagocytes di pembuluh darah dan di jaringan
limpa, hati, atau sumsum tulang biasanya menghilangkan partikel yang mencapai
darah. Sel fagositosis yang paling aktif dari darah adalah neutrofil dan monosit.

22
Bahan kimia yang dilepaskan dari jaringan yang terluka menarik sel-sel ini
(chemotaxis). Neutrofil menelan dan mencerna partikel yang lebih kecil;
monocytes phagocytize yang lebih besar. Monosit yang meninggalkan darah
menjadi makrofag, yang mungkin bebas atau tetap di berbagai jaringan termasuk
kelenjar getah bening, limpa, hati, dan paru-paru, atau melekat pada dinding bagian
dalam darah dan pembuluh limfatik. Makrofag dapat menelan hingga 100 bakteri,
dibandingkan dengan dua puluh atau lebih bakteri yang dapat menelan neutrofil.
Monosit, makrofag, dan neutrofil merupakan sistem fagositik mononuklear (sistem
retikuloendotelial).

g. Demam

Demam adalah pertahanan nonspesifik yang menawarkan perlindungan kuat.


Demam dimulai ketika infeksi virus atau bakteri merangsang limfosit untuk
berproliferasi, menghasilkan sel-sel yang mensekresikan suatu zat yang disebut
interleukin-1 (IL-1), yang lebih berwarna dikenal sebagai pirogen endogen
(“pembuat fi dari dalam”). IL-1 meningkatkan titik set termoregulasi di hipotalamus
otak untuk mempertahankan suhu tubuh yang lebih tinggi. Demam secara tidak
langsung menahan pertumbuhan mikroba karena suhu tubuh yang lebih tinggi
menyebabkan hati dan limpa menyita zat besi, yang mengurangi tingkat zat besi
dalam darah. Bakteri dan jamur memerlukan zat besi untuk metabolisme normal,
sehingga pertumbuhan dan reproduksi mereka dalam tubuh yang demam dan
melambat dapat berhenti. Juga, sel-sel fagositik menyerang lebih keras ketika suhu
naik. Untuk alasan ini, demam ringan dengan durasi pendek mungkin merupakan
respons alami yang diinginkan, bukan gejala yang harus ditangani secara agresif
dengan obat-obatan. Tabel 2.3 merangkum tipe-tipe pertahanan bawaan (tidak
spesifik).

Tipe Deskripsi

Resistensi spesies Spesies tahan terhadap penyakit


tertentu yang rentan spesies lain.

Hambatan mekanis Kulit yang tidak terputus dan selaput


lendir mencegah masuknya beberapa
agen infeksi. Cairan membersihkan

23
mikroorganisme sebelum mereka
melekat kuat ke jaringan.

Hambatan kimia Enzim dalam berbagai cairan tubuh


membunuh patogen. pH ekstrim dan
konsentrasi garam tinggi juga
membahayakan patogen. Interferon
menginduksi produksi protein lain
yang menghalangi reproduksi virus,
merangsang fagositosis, dan
meningkatkan aktivitas sel sehingga
mereka melawan infeksi dan
pertumbuhan tumor. Defensin merusak
dinding dan membran sel bakteri.
Kumpulkan kolektor ke mikroba.
Pelengkap menstimulasi inflmasi,
menarik fagosit, dan meningkatkan
fagositosis.

Sel pembunuh alami Berbeda jenis limfosit yang


mengeluarkan perforins yang
melisiskan sel yang terinfeksi virus
dan sel kanker.

Peradangan Respons jaringan terhadap cedera yang


membantu mencegah penyebaran agen
infeksius ke jaringan di dekatnya.

Fagositosis Neutrofil, monosit, dan makrofag


menelan dan menghancurkan partikel
dan sel asing.

Demam Peningkatan suhu tubuh menghambat


pertumbuhan mikroba dan
meningkatkan aktivitas fagositik.

Tabel 2.3. tipe-tipe pertahanan bawaan (tidak spesifik).

2. Pertahanan Adaptif (spesifik) atau Kekebalan

Garis pertahanan ketiga, kekebalan adalah resistensi terhadap patogen


spesifik atau toksin atau produk samping metabolik. Tanggapan kekebalan
didasarkan pada kemampuan untuk membedakan molekul yang merupakan bagian

24
dari tubuh ("diri") dari mereka yang tidak ("bukan-diri," atau asing). Molekul
semacam itu yang dapat menimbulkan respons imun disebut antigen. Limfosit dan
makrofag yang mengenali antigen bukan-diri spesifik melakukan respons imun
adaptif.

a. Antigen

Sebelum lahir, sel-sel menginventarisasi protein dan molekul besar lainnya di


dalam tubuh, belajar untuk mengidentifikasi ini sebagai diri. Sistem limfatik
merespons non-independen, atau asing, antigen, tetapi tidak biasanya untuk antigen
diri. Reseptor pada permukaan limfosit memungkinkan sel-sel ini mengenali
antigen asing. Antigen bisa berupa protein, polisakarida, glikoprotein, atau
glikolipid. Antigen paling efektif dalam memunculkan respon imun yang besar dan
kompleks, dengan beberapa bagian yang berulang. Kadang-kadang, molekul yang
lebih kecil yang tidak bisa dengan sendirinya merangsang respon imun bergabung
dengan yang lebih besar, yang membuatnya mampu melakukannya (antigenik).
Molekul kecil seperti itu disebut hapten. Limfosit dirangsang bereaksi baik ke
hapten atau ke molekul yang lebih besar dari kombinasi. Molekul Hapten berada
dalam obat, seperti penicillin; dalam rumah tangga dan bahan kimia industri; dalam
partikel debu; dan dalam produk kulit binatang (ketombe).

b. Asal usul limfosit

Selama perkembangan janin, sumsum tulang merah melepaskan yang tidak


terspesialisasi prekursor limfosit ke dalam sirkulasi. Tentang setengah dari sel-sel
ini mencapai thymus, di mana mereka tetapsebuah waktu. Di sini, thymocytes ini
mengkhususkan diri ke sel T. ("T" mengacu pada limfosit timus.) Kemudian,
beberapa di antaranya Sel T merupakan 70% hingga 80% limfosit yang beredar
dalam darah (gg. 16.15). Sel T lainnya berada di organ limfatik dan sangat
melimpah di kelenjar getah bening, toraks saluran, dan pulpa putih limpa. Limfosit
lainnya tetap berada di sumsum tulang merah sampai mereka berdiferensiasi
sepenuhnya menjadi limfosit B, atau sel B. (Secara historis, "B" berarti bursa
Fabricius, organ di dalam ayam tempat sel-sel ini ditemukan.) Darah
mendistribusikan sel B, yang merupakan 20% hingga 30% dari sirkulasi limfosit.

25
Sel B menetap di organ limfatik bersama dengan sel T dan melimpah di kelenjar
getah bening, limpa, sumsum tulang, dan lapisan usus (g. 2.17). Setiap orang
memiliki jutaan variasi sel T dan B. Para anggota setiap varietas berasal dari satu
awal sel, sehingga mereka semua sama, membentuk klon (kloin) sel (sel-sel yang
identik secara genetik yang berasal dari pembagian tunggal sel). Para anggota setiap
varietas memiliki tipe tertentu reseptor antigen pada membran sel mereka yang
dapat merespon hanya untuk antigen tertentu. Tabel 2.4 membandingkan
karakteristik sel T dan sel B.

Karakteristik Sel T Sel B

Asal sel yang tidak Sumsum tulang merah Sumsum tulang merah
berdiferensiasi

Situs diferensiasi Timus Sumsum tulang merah

Lokasi utama Jaringan limfatik, 70% Jaringan limfatik, 20%


hingga 80% dari limfosit hingga 30% dari
yang bersirkulasi dalam limfosit yang
darah bersirkulasi dalam darah

Fungsi utama Berikan respons imun Berikan respons imun


seluler di mana sel T humoral di mana sel B
berinteraksi langsung berinteraksi secara tidak
dengan antigen atau agen langsung, menghasilkan
antigen-bearing untuk antibodi yang
menghancurkannya menghancurkan antigen
atau agen pembawa
antigen

Tabel 2.4. membandingkan karakteristik sel T dan sel B.

26
Gambar 2.16 Mikrofag elektron pemindaian berwarna keliru dari limfosit yang beredar
(8600x)

Gambar 2.17 Sumsum tulang melepaskan prekursor limfosit relatif tidak terspesialisasi, yang
setelah pengolahan mengkhususkan diri sebagai sel T (limfosit T) atau sel B (limfosit B). pada
janin, rongga menduler mengandung sumsum merah.

c. Sel T dan respon imun seluler

Limfosit harus diaktifkan sebelum dapat merespon antigen. Aktivasi sel T


membutuhkan fragmen olahan antigen yang menempel pada permukaan sel jenis
lain, yang disebut sel antigen-presenting (sel aksesori). Makrofag, Sel B, dan
beberapa jenis sel lainnya dapat menjadi antigen-presentasi sel. Aktivasi sel T
dimulai ketika macrophage phagocytizes bakteri, mencernanya dalam lisosomnya.
Beberapa antigen bakteri keluar dari lisosom dan pindah ke makrofag permukaan.
Di sini, mereka ditampilkan pada membran sel dekat molekul protein tertentu yang
merupakan bagian dari suatu kelompok protein yang disebut kompleks
histocompatibility utama (MHC) atau antigen leukosit manusia (HLA) karena
mereka pertama kali diidentifikasi pada sel darah putih. Antigen MHC membantu
Sel T mengenali bahwa antigen itu asing, bukan diri. Kelas I Antigen MHC berada
di membran sel dari semua sel tubuh kecuali sel darah merah. Kelas II MHC antigen
berada di permukaan sel yang menyajikan antigen, sel timus, dan sel T yang

27
diaktifkan. Sel T yang diaktifkan berinteraksi langsung dengan antigen yang ada
sel. Kontak sel-ke-sel seperti itu disebut seluler respon imun, atau imunitas
seluler.Sel T (dan beberapa makrofag) juga mensintesis dan mensekresi polipeptida
yang disebut sitokin yang meningkatkan tertentu tanggapan seluler terhadap
antigen. Misalnya, interleukin-1 dan interleukin-2 merangsang sintesis beberapa
sitokin dari sel T lainnya. Selain itu, interleukin-1 membantu mengaktifkan Sel T,
sedangkan interleukin-2 menyebabkan sel T berproliferasi. Sitokin lain yang
disebut colony-stimulating factors (CSFs) menstimulasiproduksi leukosit di
sumsum tulang merah, penyebab Sel B tumbuh dan matang, dan mengaktifkan
makrofag. Tertentu Kombinasi sitokin mematikan respon imun. Tabel 2.5
merangkum beberapa tipe cytokine. Sel T juga dapat mengeluarkan racun yang
membunuh antigenbearing mereka sel target, faktor penghambat pertumbuhan yang
mencegah pertumbuhan sel target, atau interferon yang menghambat proliferasi
virus dan sel tumor. Beberapa jenis sel T memiliki perbedaan fungsi. Tipe khusus
dari sel T, yang disebut sel T penolong, menjadi aktif ketika reseptor antigennya
bergabung dengan ditampilkan antigen asing (g. 2.18). Setelah diaktifkan, helper T
cell menstimulasi sel B untuk menghasilkan antibodi yang spesifik untuk antigen
yang ditampilkan. Jenis sel T penolong yang disebut sel CD4 adalah target utama
HIV, virus yang menyebabkan AIDS. (CD4 singkatan dari "clusterof- diferensiasi
"antigen yang disandangnya yang memungkinkannya untuk mengenali makrofag
yang menampilkan antigen asing.) Menimbang peran sel T pembantu CD4 sebagai
pemain kunci dalam membangun kekebalan — mereka menstimulasi sel B dan
mengeluarkan sitokin — itu adalah tidak mengherankan bahwa melukai mereka
menghancurkan kekebalan. Tipe lain dari sel T adalah sel T sitotoksik, yang
mengenali dan menggabungkan dengan antigen non-selektif yang bersifat kanker
sel atau sel yang terinfeksi virus ditampilkan pada permukaannya di dekat protein
MHC tertentu. Sitokin dari sel T penolong diaktifkan sel T sitotoksik (lihat 2.18a).
Selanjutnya T sitotoksik sel berproliferasi, memperbesar tiruan selnya. Sel T
sitotoksik kemudian ikat ke permukaan sel pembawa antigen, di mana mereka
lepaskan protein perforin yang memotong bukaan yang porel, menghancurkan sel-
sel ini. Dengan cara ini, sel T sitotoksik terus meneruspantau sel-sel tubuh,
mengenali dan menghilangkan tumor sel dan sel yang terinfeksi virus. Sel T

28
sitotoksik tertentu, yang disebut sel T CD8, muncul ke memori sel T yang
menyediakan perlindungan kekebalan masa depan. Ketika sel T CD8 kontak sel
antigen-presenting, itu berubah menjadi bentuk halter. Sisi dumbbell bahwa kontak
sel yang menyajikan antigen terakumulasi berbeda reseptor dan protein lain dari sisi
yang menghadap terjauh dari antigen memprovokasi. Ketika sel T CD8 terbagi, sel
anak perempuan yang merupakan bagian dari sel asli terdekat ke antigen menjadi
sel T sitotoksik yang aktif. Itu sel anak jauh dari antigen menjadi memori T sel.
Seperti namanya, sel T memori tidak merespons ke paparan awal antigen, tetapi
setelahnya paparan segera membagi dan berdiferensiasi menjadi sitotoksik Sel T.
Respon ini biasanya menghancurkan pathogen sebelum dapat menyebabkan tubuh
menghasilkan tanda dan gejala penyakit.

Sitokinin Fungsi

Faktor-faktor penstimulasi koloni Merangsang sumsum tulang untuk


menghasilkan limfosit

Interferon Blokir replikasi virus, merangsang


makrofag untuk menelan virus,
menstimulasi sel B untuk
menghasilkan antibodi, menyerang sel
kanker

Interleukin Kontrol diferensiasi limfosit dan


pertumbuhan

Faktor nekrosis tumor Menghentikan pertumbuhan tumor,


melepaskan faktor pertumbuhan,
menyebabkan demam yang menyertai
infeksi bakteri, menstimulasi
diferensiasi limfosit

Tabel 2.5. tipe cytokine

29
Gambar 2.18 Aktivitas sel T dan B. (a) selama infeksi makrofag mengikat sel T penolong,
mengaktifkan mereka untuk memicu pertahanan tubuh lainnya. (b) dalam foto itu, sel bulat adalah
sel T penolong, dan sel bantalan proyeksi adalah makrofag (1.040x)

d. Sel B dan respon imun humoral

Kadang-kadang sel B dapat menjadi aktif ketika bertemu antigen yang bentuk
molekulnya sesuai dengan bentuk reseptor antigen sel B. Menanggapi kombinasi
reseptor-antigen, sel B membelah berulang kali, memperluas klonnya. Namun,
sebagian besar waktu aktivasi sel B membutuhkan "bantuan" sel T. Ketika sel T
penolong yang diaktifkan bertemu dengan sel B yang sudah dikombinasikan
dengan antigen asing identik, sel penolong melepaskan sitokin tertentu. Sitokin-
sitokin ini menstimulasi sel B untuk berproliferasi, sehingga memperbesar klonnya
dari sel-sel yang memproduksi antibodi (Gambar 2.19). Sitokin juga menarik
makrofag dan leukosit ke jaringan yang radang dan membantu menjaga mereka di
sana. Beberapa anggota klon sel B yang diaktifkan membedakan lebih lanjut ke
dalam sel memori (Figur 2.20). Seperti sel-sel T memori, sel-sel B memori ini
merespon dengan cepat paparan berikutnya terhadap antigen spesifik. Anggota lain

30
dari klon sel B yang diaktifkan berdiferensiasi lebih jauh ke dalam sel plasma, yang
memproduksi dan mengeluarkan protein globular besar yang disebut antibodi atau
imunoglobulin serupa dalam struktur molekul antigen-reseptor pada permukaan sel
B asli (Figur. 2.20). Antibodi ini dapat bergabung dengan antigen pada patogen dan
bereaksi melawannya. Sel plasma adalah pabrik antibodi, sebagaimana dibuktikan
oleh aparat Golgi yang sangat besar. Pada puncak infeksi, sel plasma dapat
memproduksi dan mengeluarkan 2.000 molekul antibodi per detik! Cairan tubuh
membawa antibodi, yang kemudian bereaksi dengan berbagai cara untuk
menghancurkan antigen spesifik atau partikel pembawa antigen. Respon imun yang
dimediasi antibodi ini disebut respon imun humoral ("humoral" mengacu pada
cairan). Tabel 2.6 merangkum langkah-langkah yang mengarah ke produksi
antibodi sebagai akibat dari aktivitas sel B dan T. Sel T dapat menekan
pembentukan antibodi dengan melepaskan sitokin yang menghambat fungsi sel B.
Satu jenis sel B membawa informasi untuk menghasilkan satu jenis antibodi.
Namun, sel B berbeda menanggapi antigen yang berbeda pada permukaan patogen.
Oleh karena itu, respon imun mungkin termasuk beberapa jenis antibodi yang
dibuat melawan mikroba tunggal atau virus. Ini disebut respons poliklonal.

Gambar 2.19 Klon sel B. 1. Ketika sel B bertemu dengan antigen yang menghubungkan
reseptor antigennya, ia menjadi aktif. 2. Di rangsang oleh sel T helpersitokin, sel B berproliferasi.
3. Proliferasi memperbesar klos sel B. semua sel dalam klon memiliki reseptor antigen yang sama.

31
Gambar 2.10 Sebuah sel B aktif berproliferasi setelah stimulasi oleh sitokinin 7yang
dilepaskan oleh sel T pembantu. Klon sel B membesar. Beberapa sel klon memunculkan sel
plasma yang mensekresi antibodi dan sel-sel lainnya yang tidak aktif.

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal partikel,


molekul atau benda yang dianggap asing oleh tubuh. Hal yang membedakan antara
sistem imun spesifik dan non spesifik antara lain adalah dalam hal spesifitas dan
pembentukan memori terhadap antigen tertentu. Sistem imun spesifik akan segera
“mengingat” benda/partikel yang dianggap asing yang masuk ke tubuh dan
menimbulkan sensitisasi. Dari ingatan tersebut, apabila terdapat antigen yang sama
kembali masuk ke dalam tubuh, sistem imun spesifik akan mengenali dan segera
menghancurkannya (Baratawidjaja & Rengganis, 2009). Dalam hal spesifisitas,
sistem imun spesifik mampu membedakan antara 1 molekul dengan molekul
lainnya. Perbedaan antar molekul ini terkadang hanya disebabkan perbedaan satu
asam amino saja. Selain spesifisitas, kemampuan mengingat dan kemampuan
mengenali ribuan struktur berbeda, sistem imun spesifik juga mampu membedakan
antara antigen self dengan nonself (Kindt et al., 2006). Sistem imun spesifik terdiri
atas sistem humoral dan sistem selular:

32
Gambar 2.21 tipe dan fungsi sistem imun spesifik (Abbas e al., 2011)

Secara umum, sistem imun spesifik terdiri dari sistem imun humoral dan
selular. Sistem imun humoral bekerja dengan sekresi antibodi oleh sel B. Sementara
sistem imun seluler bekerja dengan aktivasi makrofag oleh sel Th dan degradasi sel
oleh Tc.
C. Anti Bodi

Antibodi merupakan bagian dari sistem imun humoral. Antibodi dikenal juga
sebagai immunoglobulin. Antibodi merupakan salah satu penentu kemampuan
tubuh untuk mempertahankan imunitas. Antibodi dihasilkan untuk melawan
antigen asing, yang masuk ke dalam tubuh melalui proses peradangan. Antibodi
memiliki 2 fungsi utama: 1) antibodi secara spesifik berikatan dengan patogen yang
akan menginisiasi respon imun dan 2) antibodi “mengundang” sel-sel imun yang
lain akan menghancurkan patogen segera setelah terjadi ikatan antara antibodi
dengan antigen. Molekul antibodi sangat bervariasi sehingga dengan adanya variasi
dimungkinkan antibodi berinteraksi dengan banyak antigen. Variasi ini muncul
karena masing-masing sel B menghasilkan antibodi dengan spesifisitas yang

33
berbeda-beda. Antibodi berinteraksi dengan antigen melalui bagian kecil dari
antigen yang disebut epitop. Antibodi memiliki struktur berupa empat rantai
polipeptida dengan 2 rantai berat dan 2 rantai ringan. Kedua jenis rantai
dihubungkan oleh suatu jembatan disulfida untuk membentuk suatu molekul yang
berbentuk Y. Pada kedua ujung molekul yang berbentuk Y terdapat daerah yang
disebut daerah variabel (V). Daerah V rantai berat dan ringan membentuk suatu
kontur yang berfungsi sebagai tempat pengikatan antigen. Selain daerah variable,
terdapat pula daerah konstan (C). Daerah C bertanggung jawab atas persebarannya
dalam tubuh dan mekanisme pembuangan antigen yang dikenalinya. Perbedaan
daerah konstan merupakan dasar dari pengelompokan kelas-kelas utama antibodi:
IgG, IgA, IgM, IgE, dan IgD (Janeway, 2001). Antibodi memiliki peran berbeda
dan berada pada tempat yang berbeda. IgA banyak ditemukan di saluran pernafasan
dan pencernaan, utamanya di lambung untuk menetralkan mikroba. IgG banyak
ditemukan di sekitar plasenta untuk melindungi janin. IgG memiliki periode hidup
cukup panjang (± 3 minggu). (Abbas et al., 2011).

1. Molekul Antibodi

Antibodi adalah protein globular yang larut yang merupakan fraksi gamma
globulin protein plasma. Setiap molekul antibodi terdiri dari empat rantai asam
amino yang dihubungkan oleh pasangan atom belerang yang menarik oleh ikatan
disulfida. Keempat rantai membentuk struktur berbentuk Y (Figur 2.21). Dua dari
rantai asam amino ini adalah rantai ringan identik (rantai-L), dan dua rantai berat
identik (rantai-H). Rantai berat memiliki sekitar dua kali lebih banyak asam amino
sebagai rantai ringan. Lima jenis utama molekul antibodi dibedakan oleh jenis
rantai berat tertentu. Sebagian besar jenis molekul antibodi terdiri dari struktur
berbentuk Y tunggal, tetapi beberapa memiliki sebanyak lima. Seperti protein
lainnya, rangkaian asam amino dari rantai berat dan ringan memberikan struktur
tiga dimensi (konformasi) unik dari masing-masing antibodi. Konformasi khusus
ini, pada gilirannya, menanamkan sifat fisiologis molekul. Sebagai contoh, satu
ujung dari setiap rantai berat dan ringan terdiri dari urutan variabel asam amino
(daerah variabel). Daerah-daerah ini khusus untuk menyesuaikan bentuk molekul
antigen spesifik. Antibodi dapat berikatan dengan antigen tertentu karena

34
konformasi dari daerah variabel. Antibodi berkontak membentuk kantong di sekitar
antigen. Ujung khusus dari molekul antibodi ini disebut tempat pengikatan antigen,
dan bagian yang mengikat antigen disebut idiotypes. Bagian-bagian yang tersisa
dari rantai disebut daerah konstan karena urutan asam amino mereka serupa. Daerah
konstan memberikan sifat lain dari molekul antibodi, seperti kemampuannya untuk
mengikat struktur seluler atau untuk bergabung dengan bahan kimia tertentu (Figur
2.21).

Gambar 2.21 anti bodi

2. Jenis Imunoglobulin

Dari lima jenis utama imunoglobulin, tiga membentuk sebagian besar


antibodi yang bersirkulasi. Mereka adalah immunoglobulin G, yang menyumbang
sekitar 80% dari antibodi; imunoglobulin A, yang mencapai sekitar 13%; dan
imunoglobulin M, bertanggung jawab untuk sekitar 6%. Sisa dari antibodi adalah
imunoglobulin D atau imunoglobulin E. Immunoglobulin G (IgG) dalam plasma
dan cairan jaringan dan efektif terhadap bakteri, virus, dan racun. IgG juga
mengaktifkan protein komplemen yang diperkenalkan pada bagian 16.7 dan
dijelaskan lebih lanjut di bagian "Tindakan Antibodi" berikut. Antibodi anti-Rh
adalah contoh IgG dan, seperti yang dijelaskan dalam bab 14 (hal. 547), dapat
melintasi plasenta. Immunoglobulin A (IgA) berada dalam sekresi kelenjar

35
eksokrin. Dalam ASI, air mata, cairan hidung, jus lambung, jus usus, empedu, dan
urin. Immunoglobulin M (IgM) adalah jenis antibodi yang diproduksi dalam plasma
sebagai respons terhadap kontak dengan antigen tertentu dalam makanan atau
bakteri. Contoh-contoh IgM adalah antibodi anti-A dan anti-B, yang dijelaskan
dalam bab 14 (hal. 544). IgM juga mengaktifkan komplemen. Immunoglobulin D
(IgD) berada di permukaan sebagian besar sel B, terutama bayi. IgD bertindak
sebagai reseptor antigen dan penting dalam mengaktifkan sel B (lihat Gambar
16.18). Immunoglobulin E (IgE) muncul dalam sekresi eksokrin dengan IgA. Hal
ini terkait dengan reaksi alergi, dijelaskan kemudian dalam bab ini di bagian
"Reaksi alergi." Tabel 2.7 merangkum imunoglobulin utama dan fungsinya.

Tipe Kejadian Fungsi Utama

IgG Plasma dan cairan Bertahan melawan


jaringan bakteri, virus, dan racun;
mengaktifkan pelengkap

IgA Sekresi kelenjar eksokrin Bertahan melawan bakteri


dan virus

IgM Plasma Bereaksi dengan antigen


pada beberapa membran
sel darah merah setelah
transfusi darah yang tidak
cocok; mengaktifkan
pelengkap

IgD Permukaan kebanyakan Aktivasi sel B


limfosit B

IgE Sekresi kelenjar eksokrin Meningkatkan


peradangan dan reaksi
alergi

Tabel 2.7. imunoglobulin utama dan fungsinya

3. Tindakan Antibodi

Secara umum, antibodi bereaksi terhadap antigen dengan tiga cara.


Antibodi menyerang antigen secara langsung, mengaktifkan komplemen, atau
menstimulasi perubahan lokal (peradangan) yang membantu mencegah penyebaran

36
patogen. Dalam serangan langsung, antibodi bergabung dengan antigen dan
menyebabkan mereka menggumpal (agglutinate) atau membentuk zat yang tidak
larut (pengendapan). Tindakan semacam itu mempermudah sel fagositik untuk
menelan patogen pembawa-antigen dan menghilangkannya. Dalam contoh lain,
antibodi menutupi bagian beracun dari molekul antigen dan menetralkan efeknya
(netralisasi). Namun, dalam kondisi normal, aktivasi komplemen lebih penting
dalam melindungi terhadap infeksi daripada serangan antibodi langsung. Ketika
antibodi IgG atau IgM tertentu bergabung dengan antigen, mereka mengekspos
situs reaktif pada daerah konstan antibodi. Hal ini memicu serangkaian reaksi yang
mengarah pada aktivasi protein komplemen, yang, pada gilirannya, menghasilkan
berbagai efek, termasuk melapisi kompleks antigen-antibodi (opsonisasi), membuat
kompleks lebih rentan terhadap fagositosis; menarik makrofag dan neutrofil ke
dalam wilayah (chemotaxis); sel-sel pembawa antigen yang menggumpal; ruptur
membran sel asing (lisis); dan mengubah struktur molekul virus, membuatnya tidak
berbahaya. Protein lain mempromosikan peradangan, yang membantu mencegah
penyebaran agen infeksi. Immunoglobulin E meningkatkan peradangan yang
mungkin begitu hebat sehingga merusak jaringan. Antibodi ini biasanya melekat
pada membran sel mast yang terdistribusi luas. Ketika antigen bergabung dengan
antibodi, kompleks antigen-antibodi yang dihasilkan merangsang sel mast untuk
melepaskan biokimia, seperti histamin, yang menyebabkan perubahan yang terkait
dengan peradangan, seperti vasodilasi dan edema. Tabel 2.8 merangkum aksi
antibodi.

Tindakan Umum Jenis Pengaruh Deskripsi

Serangan Lansung Aglutinasi Antigen mengumpul

Pengendapan Antigen menjadi tidak


larut

Penetralan Antigen kehilangan sifat


beracun

37
Aktivasi Komplemen Opsonisasi Mengubah membran sel
antigen sehingga sel
(Antibodi yang lebih rentan terhadap
dikombinasikan dengan fagositosis
antigen)

Chemotaxis Menarik makrofag dan


neutrofil ke dalam
wilayah tersebut

Aglutinasi Menggumpal sel-sel


pembawa antigen

Lisis Memungkinkan
pergerakan cepat air dan
ion ke dalam sel asing
yang menyebabkan
ruptur osmotik sel asing

Penetralan Mengubah struktur


molekul virus,
membuatnya tidak
berbahaya Mengubah
membran sel antigen
sehingga sel lebih rentan
terhadap fagositosis

Perubahan yang Peradangan Membantu mencegah


dilokalkan penyebaran antigen

Tabel 2.8. aksi antibodi.

D. Respons Imun, Klasifikasi Praktis Kekebalan, ReaksiAlergi,


Transplantasi dan Penolakan Jaringan, serta Auto Imun
1. Respon imun

38
Ketika sel B atau sel T menjadi aktif setelah pertama menghadapi antigen
yang mereka khususkan untuk bereaksi, tindakan mereka merupakan respon imun
primer. Selama respons seperti itu, sel-sel plasma melepaskan antibodi (IgM, diikuti
oleh IgG) ke dalam getah bening. Antibodi diangkut ke darah dan kemudian ke
seluruh tubuh, di mana mereka membantu menghancurkan agen antigen-bearing.
Produksi dan pelepasan antibodi terus berlangsung selama beberapa minggu.
Setelah respon imun primer, beberapa sel B yang dihasilkan selama proliferasi klon
tetap aktif dan berfungsi sebagai sel memori (lihat Gambar 2.20). Jika antigen
identik ditemui di masa depan, klon dari sel-sel memori ini membesar, dan mereka
dapat merespon dengan cepat dengan IgG ke antigen yang sebelumnya mereka
peka. Ini sel B memori chorionic dengan memori Sel T menghasilkan respons imun
sekunder. Di kelenjar getah bening, sel dendritik folikel dapat membantu ingatan
dengan menyimpan dan secara perlahan melepaskan antigen virus setelah infeksi
awal. Ini secara konstan menstimulasi sel-sel B memori, yang menyajikan antigen
ke memori sel T, mempertahankan kekebalan. Sebagai hasil dari respon imun
primer, konsentrasi antibodi yang terdeteksi biasanya muncul dalam plasma dalam
lima hingga sepuluh hari setelah terpapar antigen. Jika antigen identik ditemukan
kemudian, respon imun sekunder dapat menghasilkan antibodi tambahan dalam
satu atau dua hari (Gambar 2.22). Meskipun antibodi yang baru terbentuk dapat
bertahan di dalam tubuh hanya selama beberapa bulan atau tahun, sel-sel memori
hidup lebih lama. Respons imun sekunder mungkin sangat tahan lama.

Gambar 2.22. Respon imun primer menyebabkan produksi antibodi yang


kurang kuat daripada respon imun sekunder.

39
2. Klasifikasi Praktis Kekebalan

Sebelum vaksin melawan "penyakit masa kanak-kanak" mulai dikembangkan


pada tahun 1960, menderita melalui campak, gondok, rubella, dan cacar adalah
bagian dari menghadiri sekolah dasar. Namun, setiap anak biasanya hanya memiliki
satu penyakit sekali, berkat kekebalan aktif yang didapat secara alami. Bentuk
kekebalan ini berkembang setelah respon imun primer dan merupakan respon
terhadap paparan patogen hidup. Saat ini, sebagian besar anak-anak di negara maju
tidak mengidap campak, gondong, rubela, atau cacar karena mereka
mengembangkan jenis kekebalan aktif lainnya, yang diproduksi sebagai respons
terhadap penerimaan vaksin (vak′se¯n). Vaksin adalah persiapan yang mencakup
antigen yang dapat menstimulasi respon imun primer terhadap patogen tertentu
tetapi tidak menghasilkan gejala penyakit itu. Vaksin mungkin termasuk bakteri
atau virus yang telah dibunuh atau dilemahkan (dilemahkan) sehingga mereka tidak
dapat menyebabkan infeksi serius, atau toksoid, racun dari organisme infeksi yang
telah diubah secara kimia untuk menghancurkan efek berbahaya. Vaksin “subunit”
terdiri dari glikoprotein tunggal atau molekul besar serupa dari permukaan patogen,
yang menyediakan cukup banyak antigen asing untuk mengingatkan sistem
kekebalan. Vaksin menyebabkan seseorang untuk mengembangkan kekebalan aktif
yang didapat secara aktif. Meskipun seseorang menerima vaksin, efek utamanya
adalah pada tingkat populasi. Artinya, jika sejumlah orang kritis divaksinasi,
menjadi kebal, agen infeksi tidak dapat dengan mudah berpindah dari orang ke
orang. Perlindungan ini yang dihasilkan dari vaksinasi luas disebut kekebalan
kelompok. Virus yang materi genetiknya cepat bermutasi menghadirkan tantangan
besar bagi pengembangan vaksin karena permukaannya, yang berfungsi sebagai
antigen, berubah. Ini sedikit seperti melawan musuh yang terus berubah
penyamaran. Untuk alasan ini, perusahaan farmasi harus mengembangkan vaksin
baru melawan influenza setiap tahun. HIV sangat mudah berubah, yang sangat
menghambat upaya untuk menghasilkan vaksin. Kadang-kadang seseorang yang
terpajan terhadap infeksi membutuhkan perlindungan terhadap patogen tetapi tidak
memiliki waktu untuk mengembangkan kekebalan aktif dari vaksin. Ini terjadi
dengan hepatitis A, infeksi virus pada hati. Dalam kasus seperti itu, dimungkinkan
untuk menyuntikkan orang dengan antiserum, yang memiliki antibodi yang sudah

40
jadi dari gamma globulin yang dipisahkan dari plasma darah orang-orang yang telah
mengembangkan kekebalan terhadap penyakit. Injeksi antibodi atau antitoksin
(antibodi terhadap toksin) memberikan kekebalan pasif yang didapat secara formal.
Ini disebut pasif karena sel penerima tidak menghasilkan antibodi. Imunitas
semacam itu berjangka pendek, jarang berlangsung lebih dari beberapa minggu.
Lebih lanjut, karena limfosit penerima mungkin tidak punya waktu untuk bereaksi
terhadap patogen yang dibutuhkan perlindungan, kerentanan terhadap infeksi dapat
bertahan. Selama kehamilan, antibodi tertentu (IgG) berpindah dari darah ibu ke
dalam aliran darah janin. Endositosis receptormediated menggunakan situs reseptor
pada sel-sel kantung kuning telur janin menyelesaikan transfer. Situs reseptor ini
berikatan dengan daerah yang sama dengan struktur molekul IgG. Setelah
memasuki sel janin, antibodi disekresikan ke dalam darah janin. Janin memperoleh
kekebalan terbatas terhadap patogen yang mana ibu hamil telah mengembangkan
kekebalan aktif. Dengan demikian, janin secara alami memperoleh kekebalan pasif,
yang dapat bertahan selama enam bulan hingga satu tahun setelah kelahiran. Bayi
yang baru lahir secara alami dapat memperoleh kekebalan pasif melalui ASI juga.
Tabel 2.9 merangkum jenis-jenis imunitas.

Tipe Mekanisme Hasil

Imunitas aktif yang Paparan patogen hidup Stimulasi respon imun


diperoleh secara alami dengan gejala penyakit

Buatan kekebalan Paparan pada vaksin Stimulasi respon imun


aktif diperoleh yang mengandung tanpa gejala penyakit
patogen yang lemah atau
mati atau komponennya

Imunitas pasif yang Injeksi gamma globulin Imunitas jangka pendek


didapat secara yang mengandung tanpa merangsang
artifikan. antibodi atau antitoksin respon imun

Kekebalan pasif yang Antibodi yang diberikan Imunitas jangka pendek


diperoleh secara alami kepada janin dari ibu untuk bayi baru lahir
hamil dengan kekebalan tanpa merangsang
aktif atau bayi baru lahir respon imun
melalui ASI dari seorang

41
wanita dengan kekebalan
aktif.

Tabel 2.9. jenis-jenis imunitas.

3. Reaksi Alergi

Kedua reaksi alergi dan respon imun memerlukan sensitisasi limfosit atau
penggabungan antigen dengan antibodi. Reaksi alergi, bagaimanapun, adalah
respon imun terhadap zat yang tidak berbahaya dan dapat merusak jaringan. Alergi
juga disebut reaksi hipersensitivitas. Salah satu bentuk reaksi alergi dapat terjadi
pada hampir semua orang, tetapi yang lain hanya mempengaruhi orang-orang
dengan kecenderungan yang diwariskan ke arah tanggapan kekebalan yang
berlebihan. Antigen yang memicu respons alergi disebut alergen (al′er-jenz). Reaksi
reaksi langsung (tipe I atau anaphylactic) terjadi dalam beberapa menit setelah
kontak dengan alergen. Orang dengan jenis alergi ini mewarisi kecenderungan
untuk memproduksi antibodi IgE berlebihan dalam menanggapi antigen tertentu.
IgE biasanya terdiri dari sebagian kecil protein plasma. Alergi reaksi-segera
mengaktifkan sel B, yang menjadi peka saat alergen pertama kali ditemukan.
Eksposur selanjutnya ke alergen memicu reaksi alergi. Dalam paparan awal, IgE
menempel pada sel mast dan basofil yang didistribusikan secara luas. Ketika reaksi
alergen-antibodi berikutnya terjadi, sel-sel ini melepaskan mediator alergi seperti
histamin, prostaglandin D2, dan leukotrien (figur 1. 2.23). Zat-zat ini
mempengaruhi fisiologi dengan melebarkan arteriol dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, yang keduanya menyebabkan edema. Mereka juga
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus dan usus, dan peningkatan produksi
lendir. Hasilnya adalah reaksi peradangan hebat yang bertanggung jawab atas
gejala-gejala alergi, seperti gatal-gatal, demam, asma, eksim, atau gangguan
lambung. Anaphylactic shock adalah bentuk parah dari alergi reaksi langsung di
mana sel mast melepaskan mediator alergi di seluruh tubuh. Orang itu mungkin
pada awalnya merasakan ketakutan yang tak dapat dijelaskan, dan kemudian tiba-
tiba, seluruh tubuh gatal dan pecah dalam sarang merah. Muntah dan diare bisa
terjadi. Wajah, lidah, dan laring mulai membengkak, dan pernapasan menjadi sulit.
Kecuali orang tersebut menerima suntikan epinefrin (adrenalin) dan kadang-kadang
trakeostomi (sayatan ke tenggorokan untuk memulihkan pernapasan), dia akan

42
kehilangan kesadaran dan dapat meninggal dalam waktu lima menit. Syok
anafilaktik paling sering disebabkan oleh alergi terhadap penisilin atau sengatan
serangga. Untungnya, berkat perhatian medis segera dan menghindari alergen oleh
orang-orang yang tahu mereka memiliki alergi, kurang dari 100 orang per tahun
meninggal karena syok anafilaksis. Alergi kacang tanah yang dijelaskan dalam bab
pembukaan sketsa menyebabkan banyak gejala syok anafilaksis, tetapi biasanya
bukan sensasi penutupan tenggorokan. Hipersensitivitas yang memerlukan waktu
satu sampai tiga jam untuk berkembang termasuk reaksi sitotoksik yang bergantung
pada antibodi (tipe II) dan reaksi kompleks imun (tipe III). Dalam reaksi sitotoksik
yang bergantung pada antibodi, suatu antigen berikatan dengan sel tertentu,
merangsang fagositosis dan lisis antigen yang komplementer. Reaksi transfusi
terhadap darah yang tidak cocok adalah reaksi hipersensitivitas tipe II. Pada reaksi
imun kompleks atau tipe III, fagositosis dan lisis tidak dapat membersihkan
kompleks antigen-antibodi yang tersebar luas dari sirkulasi. Kompleks ini dapat
memblokir pembuluh kecil, yang merusak jaringan yang mereka capai.
Autoimunitas, hilangnya kemampuan untuk mentolerir self-antigen,
menggambarkan jenis reaksi hipersensitivitas ini. Ini akan dibahas nanti di bab di
bagian "Autoimmunity." Alergi reaksi tertunda (tipe IV) dapat menyerang siapa
saja. Ini hasil dari paparan berulang pada kulit untuk bahan kimia tertentu —
umumnya, bahan kimia rumah tangga atau industri atau kosmetik. Akhirnya zat
asing mengaktifkan sel T, banyak yang mengumpulkan di kulit. Sel T dan makrofag
mereka menarik pelepasan faktor kimia, yang, pada gilirannya, menyebabkan
letusan dan peradangan kulit (dermatitis). Reaksi ini disebut tertunda karena
biasanya membutuhkan waktu sekitar 48 jam untuk terjadi.

43
Gambar 2.23. Saya memediasi reaksi alergi. (a) 1. Sel B diaktifkan ketika mereka
menghubungi alergen. 2. Sebuah sel b yang aktif berdiferensiasi lebih jauh menjadi sel plasma
yang mensekresi antibodi. 3. Antibodi menempel pada sel mast. 4. Ketika aalergen ditemui,
mereka bergabung dengan antibodi pada sel mast. 5. Sel mast melepaskan mediator alergi, yang
menyebabkan gejala serangan alergi (b) sel mast melepaskan butiran histamin (3000x)

4. Transplantasi dan Penolakan Jaringan

Ketika sebuah mobil rusak, mengganti bagian yang rusak atau tidak
berfungsi sering memperbaiki masalah. Hal yang sama kadang berlaku untuk tubuh
manusia. Transplantasi jaringan dan organ termasuk kornea, ginjal, paru-paru,
pankreas, sumsum tulang, potongan kulit, hati, dan hati. Transplantasi berisiko. Sel
penerima dapat mengenali jaringan donor sebagai benda asing dan berusaha
menghancurkan jaringan yang ditransplantasi dalam reaksi penolakan jaringan.
Jaringan yang ditransplantasikan juga dapat menghasilkan molekul yang merusak
jaringan penerima, respon yang disebut penyakit graft-versus-host (GVHD).
Penolakan jaringan menyerupai respon imun seluler terhadap antigen asing.
Semakin besar perbedaan antigenik antara molekul permukaan sel (antigen MHC,
dibahas sebelumnya dalam bab ini pada halaman 630) dari jaringan penerima dan

44
jaringan donor, reaksi penolakan yang lebih cepat dan parah. Mencocokkan
molekul permukaan sel dari donor dan jaringan penerima dapat meminimalkan
reaksi penolakan. Ini berarti menemukan donor yang jaringannya secara antigen
mirip dengan orang yang membutuhkan transplantasi. Empat jenis utama
cangkokan (jaringan transplantasi) termasuk Isograft.

a) Jaringan berasal dari saudara kembar identik. Autograft.


b) Jaringan diambil dari tempat lain di tubuh seseorang. (Secara teknis, ini bukan
transplantasi karena berada di dalam individu.) Allograft.
c) Jaringan berasal dari orang lain yang bukan kembar identik. Xenograft.
d) Jarngan berasal dari spesies yang berbeda, seperti babi dan babun.

Obat imunosupresif digunakan untuk mengurangi penolakan sistem


kekebalan tubuh terhadap jaringan transplantasi penerima. Obat-obatan ini
menekan produksi sel T atau antibodi, sehingga meredam respon imun seluler dan
humoral, tetapi sering memiliki efek samping yang parah, termasuk infeksi,
kerusakan ginjal, dan kanker. Sejak penggunaannya dimulai pada tahun 1980-an,
obat imunosupresif biasanya diberikan selama sisa hidup penerima. Pandangan itu
berubah, karena kasus-kasus menumpuk pasien yang menerima transplantasi yang
cocok dan bertahan hidup tanpa terapi imunosupresif lanjutan. Pasien-pasien ini
menerima, bersama dengan transplantasi standar seperti ginjal, sel induk sumsum
tulang dari donor. Rupanya sel-sel donor yang berkembang membentuk
"koeksistensi stabil" dengan sel-sel penerima — mereka saling menerima. Ketika
keseimbangan ini terganggu, penolakan jaringan atau penyakit graft-versus-host
adalah hasilnya. Peneliti berhipotesis bahwa membombardir tubuh penerima
dengan obat imunosupresif segera setelah transplantasi dapat mengganggu proses
ini. Pandangan baru yang muncul adalah memberikan obat sebelum transplantasi,
dan dalam beberapa kasus meminimalkan penggunaannya setelahnya.

Tipe Donor Contoh

Isograft Kembar identik Transplantasi sumsum


tulang dari yang sehat

45
kembar ke kembar yang
menderita leukemia

Autograft Cangkok kulit dari satu


bagian tubuh ke
Diri
ganti kulit yang terbakar

Allograft Spesies yang sama Transplantasi ginjal dari


saudara atau dekat donor
yang cocok

Xenograft Spesies yang berbeda Katup jantung dari babi

Tabel 2.10. Empat jenis utama cangkokan (jaringan transplantasi)

5. Autoimunitas

Sistem kekebalan tubuh dapat gagal membedakan diri dari bukan-diri,


menghasilkan antibodi, yang disebut autoantibodi, dan sel T sitotoksik yang
menyerang dan merusak jaringan dan organ tubuh. Serangan terhadap diri ini
disebut autoimunitas. Tanda dan gejala gangguan autoimun mencerminkan tipe sel
yang terkena. Pada anemia hemolitik autoimun, autoantibodi menghancurkan sel
darah merah. Kolitis ulseratif autoimun merusak sel-sel kolon dan hasil nyeri perut
yang parah. Tabel 2.11 mendaftar beberapa gangguan autoimun. Mengapa sistem
kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh? Mungkin virus, ketika bereplikasi di
sel manusia, "meminjam" protein dari permukaan sel induk dan
menggabungkannya ke permukaannya sendiri. Ketika sistem kekebalan "belajar"
permukaan virus untuk menghancurkannya, ia juga belajar menyerang sel-sel
manusia yang biasanya mengandung protein tertentu. Penjelasan lain tentang
autoimunitas adalah bahwa sel T tidak pernah belajar di timus untuk membedakan
diri dari bukan-diri. Rute kemungkinan ketiga dari autoimunitas adalah ketika
antigen bukan-diri secara kebetulan menyerupai antigen diri. Sebagai contoh,
kerusakan sel-sel katup jantung pada demam rematik akut adalah karena serangan
oleh antibodi yang ada dari infeksi tenggorokan baru-baru ini dengan bakteri
streptokokus grup A. Permukaan sel yang membentuk katup jantung mirip dengan
bakteri. Beberapa gangguan dianggap autoimun mungkin memiliki penyebab

46
asing-sel janin bertahan dalam sirkulasi wanita selama beberapa dekade. Sebagai
respons terhadap pemicu yang belum diketahui, sel-sel janin, mungkin
"bersembunyi" di jaringan seperti kulit, muncul, merangsang produksi antibodi.
Antibodi dan gejala yang muncul tampaknya merupakan gangguan autoimun.
Kehadiran lebih dari satu populasi sel yang berbeda secara genetik dalam individu
disebut microchimerism ("mosaik kecil"). Mikrochimerisme yang mencerminkan
retensi sel dari janin dapat menjelaskan prevalensi gangguan autoimun yang lebih
tinggi di kalangan wanita. Hal ini terlihat pada gangguan yang disebut scleroderma,
yang berarti "kulit keras." Scleroderma, yang biasanya dimulai antara usia empat
puluh lima dan lima puluh lima, digambarkan sebagai "tubuh berubah menjadi
batu." Gejala termasuk kelelahan, sendi bengkak, jari-jari kaku, dan wajah seperti
topeng. Pengerasan dapat mempengaruhi pembuluh darah, paru-paru, dan esofagus.
Petunjuk bahwa skleroderma merupakan respons yang tertunda terhadap sel janin
yang terus-menerus meliputi pengamatan berikut:

a) Itu lebih umum di antara wanita.


b) Gejala mirip dengan penyakit graft-versus-host (GVHD), di mana jaringan
transplantasi menghasilkan chemcals yang menghancurkan jaringan penerima.
Antigen pada sel di lesi scleroderma cocok dengan yang menyebabkan GVHD.
c) Orang yang memiliki skleroderma dan putra mereka memiliki selpermukaan
lebih mirip daripada ibu yang tidak terpengaruh dan putra mereka. Mungkin
kesamaan permukaan sel memungkinkan sel-sel janin untuk melarikan diri dari
kehancuran oleh sistem kekebalan wanita. Sel janin perempuan mungkin
memiliki efek yang sama, tetapi sel-sel ini tidak dapat dibedakan dari sel-sel ibu
oleh kehadiran kromosom Y. Mungkin gangguan lain yang dianggap autoimun
mencerminkan respons sistem kekebalan terhadap sel-sel janin yang tersisa.
Kekacauan Gejala Antibodi Terhadap

Glomerulonefritis Nyeri punggung bawah Antigen sel ginjal yang


menyerupai antigen
bakteri streptokokus

Penyakit kuburan Gelisah, berat badan, Antigen kelenjar tiroid


iritabilitas, peningkatan dekat reseptor hormon

47
denyut jantung dan perangsang tiroid,
tekanan darah menyebabkan
overaktivitas

Diabetes mellitus tipe I Haus, lapar, lemah, Sel beta pankreas


kekurusan

Anemia hemolitik Kelelahan dan sel darah merah


kelemahan
Multiple sclerosis Myelin dalam masalah
Kelemahan, putih sistem saraf pusat
inkoordinasi, gangguan
bicara, penglihatan
visual

Myasthenia gravis Kelemahan otot Reseptor untuk


neurotransmitter pada
otot skeletal

Anemia pernisiosa Kelelahan dan Mengikat situs untuk


kelemahan vitamin B pada sel-sel
yang melapisi perut

Demam rematik Kelemahan, nafas Antigen sel katup


pendek jantung yang
menyerupai antigen
bakteri streptokokus

Radang sendi Nyeri dan deformitas Sendi lining sel


sendi

Systemic lupus Ruam merah di wajah, Jaringan ikat


erythematosus demam berkepanjangan,
kelemahan, kerusakan
ginjal, nyeri sendi

Kolitis ulseratif Nyeri perut bagian Sel-sel usus


bawah

Tabel 2.11. beberapa gangguan autoimun

E. Perubahan Rentang Hidup

48
Dalam arti, penuaan sistem kekebalan tubuh dimulai sebelum kelahiran,
ketika sel T non-selektif dipilih untuk kehancuran, melalui kematian sel terprogram
(apoptosis), di timus. Sistem kekebalan tubuh mulai menurun di awal kehidupan.
Thymus mencapai ukuran maksimal pada masa remaja dan kemudian perlahan-
lahan menyusut. Pada usia tujuh puluh tahun, thymus sepersepuluh ukurannya pada
usia sepuluh tahun, dan sistem kekebalan tubuh hanya 25% kuat. Menurunnya
kekuatan respon imun adalah mengapa orang lanjut usia memiliki risiko lebih tinggi
terkena kanker dan lebih mudah terserang infeksi yang mudah mereka perjuangkan
pada usia dini, seperti influenza, tuberkulosis, dan pneumonia.

Ensefalitis karena infeksi oleh virus West Nile dapat menyebabkan gejala
yang sangat kecil pada orang muda, tetapi dapat membunuh orang tua. Infeksi HIV
berkembang menjadi AIDS lebih cepat pada orang yang lebih tua dari empat puluh.
AIDS lebih sulit didiagnosis pada orang yang lebih tua, kadang-kadang karena
dokter pada awalnya tidak mencurigai kondisi tersebut, malah menghubungkan
kelelahan, kebingungan, kehilangan nafsu makan, dan kelenjar bengkak dengan
penyebab lain. Namun, 11% kasus AIDS baru terjadi pada mereka yang berusia di
atas lima puluh tahun. Menariknya, jumlah sel T berkurang hanya sedikit dengan
bertambahnya usia, dan jumlah sel B tidak sama sekali. Namun, tingkat aktivitas
berubah untuk kedua jenis limfosit. Fungsi sel T mengontrol produksi sel B,
sehingga efek pada sel B bersifat sekunder. Respon antibodi terhadap antigen lebih
lambat, dan sebagai hasilnya, vaksin yang biasanya efektif dalam satu dosis
mungkin memerlukan dosis tambahan. Proporsi dari kelas antibodi yang berbeda
bergeser, dengan IgA dan IgG meningkat, dan IgM dan IgE menurun.

Seseorang dapat menghasilkan lebih banyak autoantibodi daripada pada usia


yang lebih muda, meningkatkan risiko mengembangkan gangguan autoimun.
Orang tua mungkin bukan kandidat untuk perawatan medis tertentu yang menekan
kekebalan, seperti kemoterapi kanker dan steroid untuk mengobati gangguan
peradangan, karena menurunnya fungsi sistem kekebalan tubuh. Secara
keseluruhan, sistem kekebalan memungkinkan kita bertahan hidup di dunia yang
merupakan rumah bagi banyak mikroorganisme.

49
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seiring Sistem limfatik (lymphatic system) atau sistem getah bening


membawa cairan dan protein yang hilang kembali ke darah .Cairan memasuki
sistem ini dengan cara berdifusi ke dalam kapiler limfa kecil yang terjalin di antara
kapiler-kapiler sistem kardiovaskuler.

Pertahanan tubuh manusia ada dua yaitu pertahanan tumbuh


bawaan/nonspesifik dan pertahanan tubuh adaptif/spesifik. Sistem imun non
spesifik respon imun non spesifik bekerja dengan memberi respon pada antigen
meskipun tidak ada ingatan mengenai antigen tersebut. Sistem ini bersifat alami
dengan pengertian bahwa sistem ini didapatkan sejak lahir dan tidak diakibatkan
oleh kontak terdahulu dengan agen penular penyakit. Dan Sistem imun spesifik
mempunyai kemampuan untuk mengenal partikel, molekul atau benda yang
dianggap asing oleh tubuh.

Antibodi merupakan bagian dari sistem imun humoral. Antibodi dikenal juga
sebagai immunoglobulin. Antibodi merupakan salah satu penentu kemampuan
tubuh untuk mempertahankan imunitas. Antibodi dihasilkan untuk melawan
antigen asing, yang masuk ke dalam tubuh melalui proses peradangan. Antibodi
memiliki 2 fungsi utama: 1) antibodi secara spesifik berikatan dengan patogen yang

50
akan menginisiasi respon imun dan 2) antibodi “mengundang” sel-sel imun yang
lain akan menghancurkan patogen segera setelah terjadi ikatan antara antibodi
dengan antigen.

B. Saran

Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kritik dan saran diperlukan untuk kedepannya agar kami dapat melakukan lebih
baik lagi dan lebih detail dalam menjelaskan makalah ini dan untuk meningkatkan
kualitas diri, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca
agar lebih paham mengenai sistem limfa dan imun.
DAFTAR PUSTAKA

Shier,David. Jackie Butler. Riki Lewis. 2017. Hole’s Human Anatomy &
Physiology. New York: Higher Education.

Kresno, B. 1996. Imunologi: Diadnosis dan Prosedur Laboratorium, Fakultas


kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 25-26.

Abbas & Lichtman, 2005. Cellular and molecular immunology 5 edition, Else –
ETD UGM

Janeway, et al. 2001. Immunobiolohy. Edisi 5: New York: Garland


Publishing.

Abbas et al., 2011. Basicimmunology Functions and Disorders Of The


Immune System. China: Elsevier

51

Anda mungkin juga menyukai