Anda di halaman 1dari 45

i ii

DINAMIKA CURAH HUJAN DIKAITKAN DENGAN


PRODUKSI TM KELAPA SAWIT (STUDI KASUS DI PT.
SENTOSA KALIMANTAN JAYA) BERAU, KALIMANTAN
TIMUR

Bambang Gunawan Pratanu


A24130179

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
ii ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Curah


Hujan dikaitkan dengan Produksi TM Kelapa Sawit (Studi Kasus di PT. Sentosa
Kalimantan Jaya) Berau, Kalimantan Timur adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2017

Bambang Gunawan Pratanu


NIM A24130179
i

ABSTRAK
Kelapa sawit sebagai sumber penghasil minyak nabati memegang peranan
penting bagi perekonomian negara. Penanaman kelapa sawit umumnya dilakukan
di negara dengan beriklim tropis yang memiliki curah hujan tinggi (minimum
1.600 mm/tahun). Penelitian dilakukan untuk menganalisis adanya hubungan
antara curah hujan terhadap produksi TM kelapa sawit dan sex ratio. Penelitian ini
menggunakan metode percobaan Analisis yang digunakan adalah analisis regresi
dan analisis korelasi dengan bantuan software MINITAB 14. Analisis korelasi ini
dilakukan untuk melihat hubungan antara curah hujan dengan produksi kelapa
sawit apakah positif atau negatif dan analisis regresi untuk memprediksi nilai dari
curah hujan apabila nilai produksi mengalami kenaikan atau penurunan. Uji
koefisien regresi sederhana digunakan untuk mengetahui apakah curah hujan
berpengaruh secara signifikan terhadap sex ratio. Hasil penelitian menunjukkan
Curah hujan yang di analisis pada bulan ke 12 hingga 36 bulan sebelumnya
mendapatkan hasil yang berpengaruh sangat nyata terhadap produksi di tahun
2017 yaitu pada bulan ke 20, 31, 34 dan 36. Peramalan data produksi ditahun
2018, 2019 dan 2020 hanya menggunakan hasil analisis regresi dari bulan ke 36
karena pada bulan tersebut sudah mencakup dari bulan ke 20, 31 dan 34.
Persamaaan regresi yang digunakan yaitu y = 0,8665x + 773,98 maka akan
terlihat estimasi data pada bulam berikutnya. Hasil analisis regresi antara curah
hujan dengan sex ratio didapatkan hasil yang berpengaruh nyata pada bulan ke 1,
7, 14 dan 16 akan tetapi hubungan yang sangat berpengaruh terdapat pada bulan
ke 9 dan 17.
Kata kunci: Curah hujan, regresi, seks ratio.

ABSTRACT

Palm oil as a source of vegetable oils plays an important role for the
economy of the country. Oil palm planting is generally done in tropical countries
with high rainfall (minimum 1600 mm / year). The study was conducted to
analyze the relationship between rainfall on palm oil TM production and sex ratio.
This research uses experimental method The analysis used is regression analysis
and correlation analysis with the help of software MINITAB 14. Correlation
analysis is done to see the relationship between rainfall with palm oil production
is positive or negative and regression analysis to predict the value of rainfall when
the production value experienced an increase or decrease. A simple regression
coefficient test is used to determine whether rainfall significantly affects sex ratio.
The results show that the rainfall in the analysis on the 12th to the 36th month of
the previous month to get a very significant effect on production in 2017 that is in
the months to 20, 31, 34 and 36. Forecasting production data in 2018, 2019 and
2020 only use regression analysis results from month 36 because that month
already covers from month 20, 31 and 34. The equation of regression used is y =
0,8665x + 773,98 it will seen estimation of data at next month. The result of
regression analysis between rainfall and sex ratio showed significant effect on the
1st, 7th, 14th and 16th month but the most influential relationship was on the 9th
and 17th month.
Keywords: Rainfall, regression, seks ratio.
ii

DINAMIKA CURAH HUJAN DIKAITKAN DENGAN


PRODUKSI TM KELAPA SAWIT (STUDI KASUS DI PT.
SENTOSA KALIMANTAN JAYA) BERAU, KALIMANTAN
TIMUR

Bambang Gunawan Pratanu


A24130179

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Dinamika Curah Hujan dikaitkan dengan Produksi TM Kelapa Sawit
(Studi Kasus di PT. Sentosa Kalimantan Jaya) Berau, Kalimantan
Timur.
Nama : Bambang Gunawan Pratanu
NIM : A24130179

Disetujui Oleh

Dosen Pembimbing

Ta nggal Lulus: 1 0 0 C T 2017


iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2017 ini ialah
curah hujan, dengan judul Dinamika Curah Hujan dikaitkan dengan Produksi TM
Kelapa Sawit (Studi Kasus di PT. Sentosa Kalimantan Jaya) Berau, Kalimantan
Timur.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Herdhata Agusta selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan membantu penulis
dalam memperbaiki dalam setiap kegiatannya. Rasa hormat dan ucapan terima
juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan
dorongan dan motivasi, baik secara moril maupun materil.
Besar harapan penulis akan saran dan kritik yang membangun demi
tercapainya penyusunan skripsi ini secara sempurna. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2017


Bambang Gunawan Pratanu
v

DAFTAR ISI

PRAKATA iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Morfologi Kelapa Sawit 3
Bagian generatif (bunga dan buah) 4
Curah Hujan 5
Neraca Air 5
METODE 6
Tempat dan Waktu Penelitian 6
Bahan dan Alat 6
Analisis Data 6
Prosedur Percobaan 7
Pengamatan Percobaan 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi Umum 8
Hubungan Curah Hujan dengan Produksi Kelapa Sawit 8
Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Produksi 9
Gambar 1. Grafik 36 bulan sebelumnya 11
Peramalan Produksi di Bulan Berikutnya 12
Peramalan Produksi 36 Bulan Berikutnya 12
KESIMPULAN DAN SARAN 13
Kesimpulan 13
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
vi

DAFTAR TABEL

1. Data curah hujan bulanan dan produksi tahun 2014 sampai 2017 8
2. Hasil analisis regresi curah hujan dengan produksi Jan-Jun 2017 10
3. Perkiraan data produksi bulan Januari – Desember 2018, dan 2019 11
4. Perkiraan data produksi afdeling 1 - 7 bulan Januari – Juni 2020 12

DAFTAR LAMPIRAN

1. Letak ombrometer di PT. Sentosa Kalimantan Jaya 13


2. Kondisi tanaman pengamatan 13
3. Grafik hasil analisis regresi curah hujan dengan produksi 14
4. Analisis regeresi dan korelasi curah hujan dengan produksi 15

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar grafik analisis bulan ke 36 11


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan penelitian Harahap dan Darmosarkoro (1999) mengemukakan


bahwa kelapa sawit memerlukan air berkisar 1.500 - 1.700 mm setara curah hujan
per tahun untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan dan produksinya, dibanding
tanaman keras atau perkebunan lainnya kelapa sawit memang termasuk tanaman
yang memerlukan ketersediaan air relatif banyak. Kebutuhan air kelapa sawit
hampir sama dengan kebutuhan air untuk tebu yaitu 1.000 – 1.500 mm per tahun
dan pisang 700 – 1.700 mm per tahun, tetapi tidak setinggi kebutuhan air untuk
tanaman pangan berkisar 1.200 – 2.850 mm per tahun atau per 3 musim tanam,
seperti padi, jagung, dan kedelai.
Kebutuhan air sangatlah penting bagi kehidupan, terutama untuk keperluan
domestik (kehidupan sehari-hari) Maupun untuk perkebunan kelapa sawit itu
sendiri. Untuk itu perlunya diadakan suatu kajian mengenai kebutuhan air bagi
kelapa sawit dan domestik, sehingga diketahui berapa ketersediaan air dan berapa
kebutuhan air di daerah tersebut (Veranica, 2014).
Menurut Siregar et al. (1998) melaporkan akibat kekeringan yang terjadi di
Sumatera Selatan (Lampung dan Palembang) produksi minyak menurun 8 – 10%
setiap curah hujan turun 100 mm/tahun, sehingga pengembangan perkebunan
kelapa sawit memerlukan bibit yang tahan kekeringan. Persilangan untuk
mendapatkan varietas yang tahan kering terus dilakukan. Sejalan dengan itu
metode seleksi bibit tahan kering perlu dikembangkan agar seleksi bibit dapat
dilaksanakan sedini mungkin.
Menurut Hasan et al. (1998) musim kemarau yang terjadi setiap tahun
mengakibatkan berbagai tingkat kekeringan pada areal perkebunan kelapa sawit
Indonesia. Kebun kelapa sawit di Lampung dengan karakter musim hujan dan
kemarau yang cukup jelas serta mengalami berbagai tingkat kekeringan dari tahun
ke tahun menjadi kasus penelitian yang cukup representative.
Masalah penurunan produksi tandan buah segar kelapa sawit dapat terjadi
sewatu kekeringan sedang berlangsung maupun beberapa waktu setelah
kekeringan. Penurunan produksi sewaktu kekeringan terjadi karena kematangan
tandan yang kurang baik. Sedangkan beberapa waktu setelah kekeringan terjadi
disebabkan gugurnya tandan bunga yang telah mekar atau kegagalan tandan
sebelum matang panen, meningkat aborsi bakal bunga dan berpengaruh terhadap
penentuan jenis kelamin bunga kelapa sawit (Hartley, 1997). Hutomo et al. (1977)
memperkirakan total penurunan produksi kelapa sawit selama 24 bulan setelah
musim kemarau panjang di Indonesia berkisar 21 – 65 % bergantung pada tingkat
kekeringan yang terjadi,
Menurut kriteria Schmidt dan Ferguson (1975) dalam Handoko (1993),
bulan basah ditandai dengan rata-rata curah hujan > 100 mm/bulan, sedangkan
bulan kering rata-rata curah hujannya < 60 mm/bulan.
Iklim sangat berpengaruh terhadap variasi pertumbuhan kelapa sawit.
Salah satu faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit
adalah air. Ketersediaan air ini sangat dipengaruhi oleh curah hujan, irigasi yang
diberikan ke perkebunan serta kapasitas tanah dalam menahan air. Defisit air yang
2

tinggi menyebabkan produksi turun drastis dan baru normal pada tahun ketiga dan
keempat karena merusak perkembangan bunga sebelum anthesis dan pada bunga
yang telah anthesis menyebabkan kegagalan matang pandan (Lubis, 1992).
Iklim mempunyai peranan penting dalam setiap tahapan pengelolaan
perkebunan kelapa sawit, mulai pembukaan lahan, pengadaan bahan tanaman,
pembibitan, pertumbuhan dan perkembangan, pemeliharaan hingga pemanenan.
Iklim berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap waktu pelaksanaan
setiap kegiatan kultur teknis. Lebih dari itu iklim juga turut berperan dalam
mempengaruhi kebutuhan biaya tahunan termasuk kebutuhan tenaga kerja. Akan
menjadi sebuah kesalahan besar apabila dalam usaha perkebunan, khususnya
kelapa sawit, mengacuhkan peranan iklim dan cuaca. Sampai saat ini,
pemanfaatan data cuaca dan iklim hanyalah sebatas pengamatan dan pencatatan
data, bahkan tidak jarang iklim menjadi kambing hitam atas permasalahan
perkebunan (misalnya penurunan produksi). Berdasarkan uraian-uraian tersebut,
tidak bisa dipungkiri bahwa pemahaman peranan iklim untuk pengelolaan
pertanaman kelapa sawit perlu ditingkatkan, tidak sebatas penggunaan alat
instrumentasi untuk pengamatan dan pengumpulan data, tetapi juga analisis serta
aplikasinya (Siregar et al., 2007).
Berdasarkan peneltian Salmiyati et al (2014) menyatakan pemilihan lahan
(iklim, tanah, topografi), bahan tanam (kultur jaringan, varietas), teknis
manajemen (keuangan, organisasi, tenaga kerja, transportasi, hama, penyakit,
pemupukan), panen (efisiensi dalam pemanenen, mekanisasi) dan keberlanjutan
lingkungan (pengelolaan limbah) merupakan faktor penting yang mengoptimalkan
produktivitas kelapa sawit. Hartono (2006) menyatakan bahwa faktor iklim
mempengaruhi optimasi produksi kelapa sawit sehingga diusahakan tidak menjadi
faktor pengganggu maupun pembatas.
Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2011 adalah
8.992.824 ha dengan produksi CPO sebesar 23.096.541 ton. Tahun 2015 luasan
perkebunan di Indonesia menjadi 11.300.370 dengan produksi 31.284.306 ton
CPO dimana pertumbuhan sebesar 25,64%. Luas areal menurut status
pengusahaan milik rakyat (Perkebunan Rakyat) seluas 4.575.101 ha atau 40,48%
dari total luas areal, milik negara (PTPN) seluas 750.160 ha atau 6,63% dari total
luas areal, milik swasta seluas 5.975.109 ha atau 52,82% dari total luas areal
(Ditjenbun, 2014).
Kelapa sawit mampu menghasilkan sedikitnya 2,5 ton minyak kelapa
sawit mentah per hektar per tahun dengan biaya produksi US$ 300. Minyak
kedelai, pesaing utama CPO, hanya menghasilkan 1 ton minyak perhektar per
tahun dengan biaya US$ 500. Indonesia memproduksi 21,6 juta ton CPO dari
lahan seluas 7,9 juta hektar dan mengekspor 15,5 juta ton pada 2010 (Rizki et al.,
2014).
Menurut hasil penelitian Prasetyo (2009) Model fungsi transfer yang
dihasilkan menjelaskan bahwa produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh curah
hujan pada 7 bulan sebelumnya.
3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya hubungan antara curah


hujan terhadap produksi TM kelapa sawit.

Hipotesis

Curah hujan pada 7 bulan sebelumnya mempengaruhi produksi TM kelapa sawit.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kelapa Sawit

Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam
tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman
sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai
puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit
tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan. Tanamna
kelapa sawit berakar serabut, perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah
dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tersier, dan kuarter (Fauzi
et.al., 2007).
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh
pelepah daun (frond base). Batang ini berbentuk silindris berdiameter 0,5 m pada
tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang
atau bowl. Sampai umur tiga tahun batang tidak terlihat karena masih terbungkus
pelepah daun yang belum dipangkas ditunas. Tinggi tanaman kelapa sawit
berbeda-beda tergantung dari varietasnya (Lubis, 2008).
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.
Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang
yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang
kelapa sawit terletak dipucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun dan berbentuk
seperti kubis (Sunarko, 2007).
Daun merupakan pusat produksi energi dan bahan makanan bagi tanaman.
Bentuk daun, jumlah daun, dan susunannya sangat berpengaruh pada luas
tangkapan sinar matahari untuk diproses menjadi energi. Pada saat kecambah,
bakal daun pertama yang muncuk adalah plumula, lalu mulai membelah menjadi
dua helai daun pada umur satu bulan. Seiring bertambahnya daun, anak daun
mulai membelah pada umur 3 – 4 bulan sehingga terbentuk daun sempurna. Daun
ini terdiri dari kumpulan anak daun (leaflet) yang memiliki tulang anak daun
(midrib) dengan helai anak daun (lamina). Sementara itu, tangkai daun (rachis)
yang berfungsi sebagai tempat anak daun melekat akan semakin membesar
menjadi pelepah sawit.
Bagian pangkal pelepah terdapat duri (spine). Awalnya, spine merupakan
barisan seludang yang gagal membentuk daun sehingga menyempit dan
membentuk duri. Urutan daun terbentuk secara teratur dan dinomori sesuai
4

dengan kondisi daun. Daun nomor satu ditandai dengan membuka dan
mengembangnya daun secara sempurna. Daun kedua dihitung sesuai susuna spiral
atau pola susuna daun (filotaksis). Pola spiral ini dihitung dari tiitk tumbuh
mengikuti sudut divergen yang besarnya 137,50 (sudut Fibonacci). Pola spiral ini
dapat berupa spriral kanan atau spiral kiri, tergantung pada genetik tanaman. Pola
ini tidak mempengaruhi produktivitas atau kecepatan tumbuh kelapa sawit (Lubis
dan Widanarko, 2012).

Bagian generatif (bunga dan buah)

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious) artinya


bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman serta masing-masing
terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga
betina. Setiap rangkain bunga muncul dari pangkal pelepah daun (ketiak daun).
Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk).
Perkembangan infloresen dari proses inisiasi awal sampai membentuk infloresen
lengkap yang siap diserbukkan memerlukan waktu 2,5 – 3 tahun (Fauzi et.al.,
2012).
Kemunculan pelepah dan bunga merupakan fenomena yang menunjang
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Fenomena tersebut
terbentuk dari interaksi antara sifat genetik dan pengaruh lingkungan, kajian
mengenai kemunculan komponen tanaman yang dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan disebut sebagai fenologi. Perbedaan lokasi dan perubahan tahun dapat
menyebabkan perbedaan iklim ketika pelepah dan bunga dimunculkan, perbedaan
genetik diduga memberikan respons berbeda dalam memunculkan pelepah dan
bunga (Saripudin dan Putra, 2015).
Eksocarp yang selama tiga bulan setelah penyerbukan warnanya masih
putih kehijau-hijauan, tetapi 3 – 6 bulan berikutnya warnanya berubah menjadi
kuning. Mesocarp yang pada tiga bulan pertama tersusun dari air, serat, klorofil,
dan tiga bulan selanjutnya terjadi pembentukan minyak dan karoten. Endocarp
yang pada tahap awal tipis dan lembut, tetapi setelah berumur tiga bulan tebal dan
keras serta warnanya berubah dari putih menjadi coklat muda kemudian coklat.
Endosperm yang mula-mula cair, kemudian lunak dan akhirnya padat serta agak
keras (Setyamidjaja, 2006).
Pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman kelapa sawit merupakan
hasil interaksi berbagai faktor, yaitu genetis, tanah, biotik, kultur teknis, dan iklim.
Beberapa faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan daun,
pembentukan bunga jantan atau bunga betina, dan pembentukan buah adalah
ketersediaan air (curah hujan), suhu, dan radiasi surya. Perbandingan antara
jumlah bunga betina dan bunga jantan (seks rasio) yang tinggi ternyata belum
menjamin produksi kelapa sawit yang tinggi, karena belum tentu semua bunga
betina yang dihasilkan akan menjadi tandan buah yang dapat dipanen. Hal ini
disebabkan kemungkinan terjadinya aborsi bunga betina dan kegagalan tandan
(Hasan, 1998).
5

Curah Hujan

Keadaan iklim yaitu curah hujan dan hari hujan yang diperoleh dari stasiun
penakar masing-masing kebun menunjukkan bahwa persyaratan iklim yaitu
jumlah dan hari hujan di lokasi ini tidak merupakan pembatas berat bagi
kesesuaian lahan untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Jumlah curah hujan
rata-rata 2000 – 2500 mm pertahun adalah jumlah curah hujan yang optimal yang
diperlukan oleh tanaman kelapa sawit namun curah hujan kurang dari 2000 mm
pertahun masih layak untuk di tanami sebab kebutuhan efektif tanaman hanya
1300 – 1500 mm per tahun (Darmosarkoro et.al., 2007).
Pada tanaman kelapa sawit, dibutuhkan panjang penyinaran sedikitnya 4
jam/hari sehingga diharapkan hujan turun pada sore atau malam hari. Lama
penyinaran matahari yang tidak melebihi 4 jam/hari mengurangi proses asimilasi
untuk produksi karbohidrat dan bunga betina. Pengaruh radiasi matahari semakin
optimal jika curah hujan juga dalam keadaan optimal. Selain lama penyinaran,
intensitas radiasi matahari terutama dari bagian panjang gelombang 0,4-0,7
mikron juga berpengaruh terhadap laju fotosintesis. Jika intensitas radiasi
matahari menurun hingga 20%, maka laju fotosintesis turun hingga 50% (Siregar
et.al., 2006).
Produktivitas tanaman menjadi lebih baik jika unsur hara dan air tersedia
dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Selain itu, tanaman kelapa sawit
membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan
proses fotosintesis. Curah hujan mempunyai ideal sekitar 2.000 mm/tahun terbagi
merata sepanjang tahun dan tidak terdapat periode kering yang tegas. Tedapat
beberapa kondisi yang disebabkan oleh pengaruh curah hujan yaitu tingginya
curah hujan menyebabkan produksi bunga tinggi, presentase buah menjadi rendah,
penyerbukan terhambat, sebagian besar pollen terhanyut oleh air. Rendahnya
curah hujan menyebabkan pembentukan daun terhambat serta pembentukan bunga
dan buah terhambat (Lubis dan Widanarko, 2012).

Neraca Air

Kehilangan air yang besar dari lahan akan mempengaruhi ketersediaan air.
Ada dua faktor yang secara dominan menentukan ketersediaan air dalam tanah.
Pertama presipitasi melalui mekanisme infiltrasi dan perkolasi sebagai sumber
pengisian dalam sistem, Kedua evapotranspirasi sebagai pengosongan yang
menyebabkan hilangnya air dari sistem. Apabila pengosongan air lebih besar dari
pengisian air maka akan terjadi penurunan ketersediaan air tanah. Neraca masukan
dan keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air, yang bersifat dinamis
sehingga nilai neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu, kemungkinan bisa
terjadi kelebihan air ataupun kekurangan air (Harahap dan Darmosarkoro, 1999).
Pengukuran muka air tanah dilakukan dengan pemasangan sumur pantau,
yang pada prinsipnya kenaikan dan penurunan muka air tanah dapat diketahui
dengan membaca skala yang terdapat pada besi pengukur (Harahap dan
Darmosarkoro, 1999). Neraca air dapat dihitung berdasarkan masukan air pada
6

sistem tanah berupa curah hujan melalui mekanisme infiltrasi dengan keluaran air
pada sistem tanah berupa intersepsi, aliran permukaan dan evapotranspirasi.
Perbedaan landcover antara sebelum dan sesudah adanya perkebunan kelapa
sawit menunjukkan adanya penurunan nilai surplus air sebesar 50 mm per tahun.
Penurunan surplus akan mempengaruhi debit yang terjadi. Debit sebelum ada
perkebunan kelapa sawit adalah sebesar 2.708 m3/s tetapi sesudah ada perkebunan
turun menjadi 2.359 m3/s. Alih fungsi lahan dari hutan ke tanaman monokultur
seperti perkebunan kelapa sawit berpengaruh terhadap peningkatan limpasan
langsung (Teguh et.al., 2010).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Berau, Kalimantan Timur. Waktu


pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2017 sampai Juni 2017.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sample tanah dan
tanaman kelapa sawit yang diamati. Alat yang digunakan yaitu pipa PVC diameter
4 inci, besi alumunium, kayu untuk menahan tabung penakar hujan, Ombrometer
(Tabung penakar hujan), gelas ukur hujan dan haga altimeter yang digunakan
untuk mengukur tinggi tanaman kelapa sawit.

Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah analisis regresi dan analisis korelasi


dengan bantuan software MINITAB 14. Analisis korelasi ini dilakukan untuk
melihat hubungan antara curah hujan dengan produksi kelapa sawit apakah positif
atau negatif dan analisis regresi untuk memprediksi nilai dari curah hujan apabila
nilai produksi mengalami kenaikan atau penurunan.
7

Prosedur Percobaan

Pembuatan tabung ombrometer


Pembuatan ombrometer dilakukan dengan cara manual. Pelaksanaan
dimulai membuat ombrometer (tabung penakar hujan) dengan menggunakan pipa
PVC diameter 4 inci, kayu dan besi alumunium pada afdeling 1 dan 7.

Menentukan lokasi pemasangan ombrometer


Memilih lokasi untuk pemasangan ombrometer pada masing-masing
afdeling yang berada didaerah lapang dan datar. Jika ada penghalang (bangunan
atau pohon) disekeliling horizonnya, tabung penakar hujan ditaruh berjarak 2 m
dari penghalang tersebut.

Pembuatan lubang
Pembuatan lubang berukuran 1,2 m untuk meletakkan ombrometer
(tabung penakar hujan). Lubang dibuat pada afdeling 1 sampai dengan afdeling 7
yang akan diletakkan ombrometer.

Analisis regeresi dan korelasi


Analisis regresi dengan model y = ax + b, korelasi (R) dan determinasi
(R2) bertujuan untuk melihat hubungan yang erat antara variabel curah hujan
dengan variabel produksi. Analisis tersebut menggunakan Microsoft Excel 2010
dan Minitab 14 dengan melihat hasil nilai yang didapatkan. Menurut (Gomez dan
Gomez, 2010) determinasi (R2) dapat dikatakan berbeda nyata (berbeda nyata
dibanding nol) apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata
yang ditentukan. Nilai koefisien determinasi lebih besar dari 0,5 menunjukkan
variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat dengan baik atau kuat, sama
dengan 0,5 dikatakan sedang dan kurang dari 0,5 relatif kurang baik (Lind, 2002).

Analisis data curah hujan dengan produksi


Hasil data yang telah didapatkan kemudian di analisis pengaruhnya
terhadap beberapa bulan sebelumnya. Analisis data produksi dilihat pengaruhnya
mulai dari bulan ke 12 sampai bulan ke 36 sebelumnya dan dilihat pada bulan
keberapa yang memliki hubungan yang paling kuat. Kemudian hasil analisis
bulan yang paling berpengaruh digunakan untuk peramalan data pada bulan
berikutnya.

Pengamatan Percobaan

Jumlah air hujan


Ombromer (tabung penakar hujan) akan diamati setiap hari pada pukul
07.00 waktu setempat. Air yang terkumpul kemudian diukur dengan gelas ukur.
Curah hujan yang terkumpul pada hari itu merupakan nilai curah hujan hari
sebelumnya. Nilai curah hujan dicatat setiap hari, kemudian dijumlahkan setiap
8

bulan menjadi curah hujan bulanan dan dijumlahkan setiap tahun akan menjadi
curah hujan tahunan. Data dicatat dengan satuan mm.

Tanaman sample kelapa sawit


Pengamatan tanaman contoh meliputi beberapa aspek yaitu tinggi tanaman,
jumlah bunga jantan atau betina dan jumlah buah. Pengamatan diambil pada tahun
tanam 2009, 2010, 2011 karena umur tanaman yang tidak terlalu muda. Pada
masing-masing tahun tanam dilakukan tiga kali pengulangan dengan blok yang
berbeda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Pengamatan yang dilakukan yaitu tinggi tanaman, jumlah bunga jantan


atau bunga betina dan jumlah buah. Tanaman yang diamati pada tahun tanam
2009, 2010 dan 2011. Pengamatan curah hujan dilakukan setiap hari pada pukul
07.00 00 waktu setempat. Air yang terkumpul kemudian diukur dengan gelas ukur.
Curah hujan yang terkumpul pada hari itu merupakan nilai curah hujan hari
sebelumnya. Ombrometer yang tersedia dilokasi penelitian hanya terdapat satu
ombrometer berlokasi pada afdeling 1 (satu). Lokasi kebun penelitian berdekatan
dengan laut, hal tersebut mengakibatkan permukaan tanah pada keseluruhan
kebun menjadi tanah pasir.

Hubungan Curah Hujan dengan Produksi Kelapa Sawit

Produksi tanaman kelapa sawit dan curah hujan sangat erat hubungannya.
Peningkatan curah hujan menaikkan produksi karena buah merah semakin cepat
memberondol dan mendorong pembentukan bunga selanjutnya. Penyebaran curah
hujan yang merata setiap tahun menyebabkan produksi buah juga memiliki
kecenderungan merata (Prihutami, 2011).
Kondisi iklim sangat memegang peranan penting karena mempengaruhi
potensi produksi. Hujan berpengaruh besar terhadap produksi kelapa sawit.
Pertumbuhan kelapa sawit memerlukan curah hujan > 1250 mm/tahun dengan
penyebaran hujan sepanjang tahun merata (Simanjuntak et.al., 2014).
Data yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian terdiri atas dua, yaitu
data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui
pengamatan curah hujan secara langsung di lapangan. sedangkan data sekunder
yang di kumpulkan berupa data curah hujan dan produksi pada tahun 2014 sampai
2016 yang didapatkan dari perusahaan. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1
dibawah sebagai berikut :
9

Tabel 1. Data curah hujan bulanan dan produksi tahun 2014 sampai 2017
Tahun
2014 2015 2016 2017
Bulan
CH Produksi CH Produksi CH Produksi CH Produksi
(mm) (kg/ha/bln) (mm) (kg/ha/bln) (mm) (kg/ha/bln) (mm) (kg/ha/bln)
Januari 240 910,51 226 828,78 262 830,27 230 1004,82
Februari 143 955,04 540 519,86 55 496,29 235 863,92
Maret 63 1195,56 381 797,26 222 564,28 252 844,85
April 124 1017,31 132 711,51 14 512,74 169 832,44
Mei 127 1165,36 161 1034,81 145 588,43 114 942,54
Juni 205 1086,44 50 959,91 126 481,08 84 936,91
Juli 135 821,43 10 747,17 146 464,66
Agustus 98 1029,48 0 673,91 40 1247,76
September 47 1033,33 62 1061,26 404 1569,29
Oktober 140 1101,38 196 1570,31 334 1921,57
November 272 1480,42 250 1071,35 0 1677,59
Desember 285 1221,73 88 1332,67 0 1408,45
Jumlah 1.879 1.3017,99 2.096 11.308,80 1.748 11.662,40 1.084 5.425,48
BB 9 7 7 5
BK 1 3 5 0
BL 2 2 0 1

Berdasarkan penelitian Puspa dan Lubis (1983) mengemukakan bahwa


curah hujan tahunan minimal untuk tanaman kelapa sawit adalah 1500 mm/tahun
tanpa curah hujan bulanan kurang dari 60 mm. Rata-rata curah hujan tahunan
minimal kebutuhan kelapa sawit di lokasi penelitian sudah memenuhi syarat tetapi
pada curah hujan bulanan di tahun 2016 terdapat curah hujan < 60 mm selama 5
bulan yaitu pada bulan Februari, April, Agustus, November dan Desember (bulan
kering).
Pengaruh musim kering dan defisit air (water deficit) sangat besar
pengaruhnya terhadap produksi kelapa sawit. Water deficit merupakan suatu
kondisi dimana suplai air tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan air tanaman.
Water deficit pada tanaman kelapa sawit akan mempengaruhi proses kematangan
tandan bunga sehingga akan mengurangi jumlah tandan buah segar yang akan
dihasilkan (Risza, 2009).
Berdasarkan penelitian Caliman (1998) bahwa bulan kering dapat
menurunkan produksi kelapa sawit, sebagai contoh di Lampung dan Palembang
akibat dari defisit air 100 mm akan mengurangi hasil 8 – 10% pada tahun pertama
dan 3 – 4% pada tahun kedua. Pengaruh cekaman kekeringan tidak hanya terjadi
pada fase vegetatif tetapi juga pada fase generatif.

Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Produksi

Menurut Saragih (2010) menyatakan bahwa produksi juga dipengaruhi


oleh faktor biologi dari tanaman, tanah, dan alam batas. Selain itu adanya faktor
lain yang mendukung pertumbuhan yang baik atau optimum bagi tanaman seperti
keadaan tata air dan udara yang baik dan seimbang yang dapat membantu
memperlancar penyerapan unsur hara yang dapat meningkatkan produksi tanaman.
10

Peningkatan hasil produksi tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor


penentu produksi. Faktor tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu
sama lain. Kurangnya satu faktor produksi atau lebih akan berdampak pada
pencapaian produksi yang diharapkan. Faktor-faktor produksi yang diduga
berpengaruh terhadap pencapaian produksi khususnya adalah faktor jumlah pupuk,
curah hujan, tenaga kerja, umur tanaman dan kondisi lahan. Pemilihan faktor-
faktor yang dianalisa didasarkan pada asumsi dan kelengkapan data yang tersedia
di kebun (Parlindungan et.al., 2012).
Salah satu faktor penentu ketersediaan air bagi tanaman kelapa sawit yang
tidak menggunakan sistem irigasi adalah curah hujan. Ketersediaan air merupakan
faktor utama yang membatasi tingkat produksi tanaman kelapa sawit.
Ketersediaan air bagi tanaman kelapa sawit di lapangan diperoleh dari curah hujan
(Simanjuntak et.al., 2014).
Hasil analisis regresi dan korelasi antara curah hujan dengan produksi di
bulan Januari sampai Juni 2017 terdapat 4 bulan yang mempunyai hubungan
sangat berpengaruh nyata. Tabel 2 dibawah menunjukkan bahwa nilai koefisien
korelasi (R) menunjukkan besarnya hubungan variabel curah hujan terhadap
variabel produksi pada bulan ke 20,, 31, 34 dan 36 yaitu 80%, 75%, 79% dan 81%.
Koefisien determinasi (R2) menandakan bahwa 64%, 56%, 62% dan 65% variasi
produksi kelapa sawit dapat dijelaskan oleh variasi variabel curah hujan yang
terjadi dan sisanya sebesar 36%, 44%, 38% dan 35% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dimasukan ke dalam model.

Tabel 2. Hasil analisis regresi curah hujan dengan produksi Jan-Jun 2017
Korelasi
Bulan R R2 n Se Reg
+/-
12 + 0,61 0,37 tn 6 59,99 y= 0,4368x+844,26 tn
13 - 0,48 0,23 tn 6 66,60 y= -0,3333x+947,91 tn
14 + 0,30 0,09 tn 6 72,28 y= 0,1869x+876,5 tn
15 - 0,17 0,03 tn 6 74,64 y= -0,1339x+928,19 tn
16 - 0,34 0,12 tn 6 71,20 y= -0,2433x+941,27 tn
17 - 0,55 0,30 tn 6 63,25 y= -0,345x+953,58 tn
18 - 0,13 0,02 tn 6 75,16 y= -0,0837x+912,7 tn
19 + 0,45 0,20 tn 6 67,59 y= 0,2957x+876,26 tn
20 + 0,80 0,64 ** 6 43,58 y= 0,6871x+849,39 tn
21 + 0,23 0,05 tn 6 73,68 y= 0,2428x+887,45 tn
22 + 0,42 0,18 tn 6 68,78 y= 0,1996x+879,83 tn
23 + 0,31 0,10 tn 6 71,98 y= 0,1027x+882,45 tn
24 - 0,38 0,15 tn 6 70,04 y= -0,1427x+939,69 tn
25 - 0,57 0,33 tn 6 62,15 y= -0,2539x+977,24 tn
26 - 0,37 0,13 tn 6 70,49 y= -0,1767x+958,32 tn
27 + 0,07 0,00 tn 6 75,60 y= 0,0321x+894,38 tn
28 - 0,20 0,04 tn 6 74,25 y= -0,0805x+924,51tn
29 - 0,05 0,00 tn 6 75,67 y= -0,0334x+910,19 tn
30 + 0,51 0,26 tn 6 65,20 y= 0,3607x+845,51 tn
31 + 0,75 0,56 ** 6 49,98 y= 0,6411x+808,41 tn
32 - 0,24 0,06 tn 6 73,60 y= -0,3085x+942,91 tn
11

Tabel 2. Hasil analisis regresi curah hujan dengan produksi Jan-Jun 2017
(Lanjutan)
Korelasi
Bulan R R2 n Se Reg
+/-
33 - 0,53 0,28 tn 6 64,31 y= -0,695x+989,5 tn
34 - 0,79 0,62 ** 6 46,70 y= -0,1336x+1046,3 tn
35 + 0,50 0,25 tn 6 65,82 y= 0,7391x+806,07 tn
36 + 0,81 0,65 ** 6 44,67 y= 0,8665x+773,98 **
Keterangan : * berpengaruh nyata, ** berpengaruh sangat nyata, tn tidak nyata

Analisis hubungan antara curah hujan dengan produksi pada bulan Januari
sampai Juni 2017 dilihat dari beberapa bulan sebelumnya yaitu pada bulan ke 12
sampai bulan ke 36 atau sampai 3 tahun sebelumnya. Dari masing-masing bulan
tersebut dilihat pengaruhnya terhadap produksi dan dilihat pada bulan keberapa
pengaruhnya yang lebih erat. Hasil analisis yang didapat menunjukkan bahwa
pada bulan ke 36 mempunyai hubungan yang paling erat, dapat dilihat sebagai
berikut :

36 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00
800.00 y = 0,8665x + 773,98
R² = 0,6523
600.00
R = 0,81
400.00 n=6
200.00 Se = 44,67
0.00 Ket = **
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)

Gambar 1. Grafik 36 bulan sebelumnya

Hasil analisis regresi pada bulan ke 36 menunjukkan bahwa variabel curah


hujan berpengaruh sangat nyata pada alpha 5% (Sig < α 0,05) terhadap
peningkatan produksi. Nilai analisis regeresi signifikan yang didapatkan 0,04667
dan p-value pada uji ini adalah 0,0001. Nilai F hitung yang didapatkan 8,0891 dan
nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 65%. Persamaan regresi
linear yang didapatkan yaitu y = 0,8665x+773,98.
Berdasarkan hasil penelitian Yohansyah (2013) menyatakan bahwa Uji-F
dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap produktivitas secara
keseluruhan. Berdasarkan pendugaan model produktivitas diperoleh nilai F-hitung
sebesar 66.36 dengan nilai-p pada uji ini adalah 0.000. Nilai-p tersebut
menunjukan lebih kecil dari alpha 1% maka dapat dikatakan F-hitung sangat nyata
pada selang kepercayaan 99%.
12

Peramalan Produksi di Bulan Berikutnya

Berdasarkan penelitian Hadijah (2013) mengemukakan bahwa peramalan


adalah suatu usaha untuk meramalkan keadaan di masa mendatang melalui
pengujian keadaan di masa lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa –
peristiwa di waktu yang lalu dan penggunaan kebijakan terhadap proyeksi –
proyeksi dengan pola – pola di waktu yang lalu.
Peramalan data produksi bertujuan untuk melihat estimasi produksi pada
bulan atau tahun berikutnya. Data produksi yang didapatkan pada saat penelitian
hanya sampai pada bulan juni 2017. Peramalan data dilakukan dengan cara
menggunakan persamaan regresi yang telah didapatkan. Persamaan regresi yang
digunakan hanya pada bulan ke 36 untuk mengetahui data produksi pada bulan
berikutnya. Bulan ke 36 dipilih karena dari hasil di bulan tersebut sudah
mencakup dari bulan 20, 31 dan 34.

Peramalan Produksi 36 Bulan Berikutnya

Peramalan data produksi untuk 36 bulan kedepan dengan menggunakan


persamaan regresi pada bulan tersebut yaitu y = 0,8665x + 773,98. Peramalan data
pada 36 bulan berikutnya dilihat pengaruh dari curah hujan pada tahun 2015, 2016
dan 2017 berpengaruh dengan produksi dari bulan Januari sampai Desember di
tahun 2018, 2019 dan Januari sampai Juni di tahun 2020. Hasil analisis tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3. Perkiraan data produksi bulan Januari – Desember 2018, dan 2019
Tahun
Bulan 2015 2018 2016 2019
CH (mm) Produksi (kg/ha/bln) CH (mm) Produksi (kg/ha/bln)
1 226 969,81 262 1001,00
2 540 1241,89 55 821,64
3 381 1104,12 222 966,34
4 132 888,36 14 786,11
5 161 913,49 145 899,62
6 50 817,31 126 883,16
7 10 782,65 146 900,49
8 0 773,98 40 808,64
9 62 827,70 404 1124,05
10 196 943,81 334 1063,39
11 250 990,61 0 773,98
12 88 850,23 0 773,98

Hasil dari peramalan data produksi pada tahun 2018 dan 2019 terdapat
data curah hujan 0 pada beberapa bulan tetapi produksi tetap ada di bulan tersebut.
Hal tersebut dapat terjadi karena faktor penyebab produksi tinggi maupun rendah
pada tanaman kelapa sawit tidak hanya diperngaruhi oleh faktor curah hujan tetapi
dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis
13

koefisien determinasi (R2) yang menyatakan adanya sisa presentasi dari curah
hujan atau adanya pengaruh faktor lain yang mempengaruhi produksi kelapa sawit.
Hasil dari peramalan data produksi pada tahun 2020 terdapat data curah
hujan yang tegolong rendah pada beberapa bulan tetapi produksi termasuk tinggi
pada bulan tersebut. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor penyebab produksi
tinggi maupun rendah pada tanaman kelapa sawit tidak hanya diperngaruhi oleh
faktor curah hujan tetapi dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil peramalan data
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah :

Tabel 4. Perkiraan data produksi afdeling 1 - 7 bulan Januari – Juni 2020


Afdeling
Bulan CH (mm) 2017 Produksi (kg/ha/bulan) 2020
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
1 289 237 200 185 169 156 171 1024 979 946 933 919 908 921
2 261 238 242 261 236 216 209 1000 980 983 1000 978 961 955
3 247 207 199 274 176 228 256 988 952 946 1011 926 971 995
4 149 154 169 219 195 217 189 903 906 920 963 942 962 937
5 139 130 127 95 100 145 88 894 886 884 856 860 899 849
6 122 92 86 127 184 64 45 879 853 848 884 933 829 812

Peramalan data produksi pada tahun 2020 dilihat pada afdeling 1 sampai 7
dari bulan Januari sampai bulan juni 2020 karena pada saat pengamatan curah
hujan dan produksi ditahun 2017 hanya sampai bulan juni 2017 pada afdeling 1
sampai 7.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Curah hujan yang di analisis pada bulan ke 20, 31, 34 dan 36 sebelumnya
mendapatkan hasil yang berpengaruh sangat nyata terhadap produksi di tahun
2017. Hasil dari koefisien R2 didapatkan data 67%, 56%, 62% dan 65% variasi
produksi kelapa sawit dapat dijelaskan oleh variasi variabel curah hujan yang
terjadi dan sisanya sebesar 33%, 44%, 38% dan 35% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dimasukan ke dalam model. Peramalan data produksi ditahun 2018,
2019 dan 2020 hanya menggunakan hasil analisis regresi dari bulan ke 36 karena
pada bulan tersebut sudah mencakup dari bulan ke 20, 31 dan 34. Persamaaan
regresi yang digunakan yaitu y = 0,8665x + 773,98 maka akan terlihat estimasi
data pada bulam berikutnya. Hasil analisis regresi antara curah hujan dengan sex
ratio didapatkan hasil yang berpengaruh nyata pada bulan ke 1, 7, 14 dan 16 akan
tetapi hubungan yang sangat berpengaruh terdapat pada bulan ke 9 dan 17.
14

Saran

Penulis menyarankan untuk mengkaji kembali hubungan antara curah


hujan dengan produksi kelapa sawit, kemungkinan menggunakan model fungsi
musiman.

DAFTAR PUSTAKA

Caliman J.P and Southworth A. 1998. Effect of Drought and Haze on The
Performance of Oil Palm. International Oil Palm Conference. Bali.
Corley R.H.V. 2003. The Oil Palm. 4th ed. United Kingdom (GB): Blackwell
Scientific. 562 p.
Darmosarkoro W., Sutarta E.S., Winarna (Eds). 2007. Lahan dan Pemupukan
Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Statisktik Perkebunan Indonesia, Kelapa
Sawit. Ditjenbun. Jakarta.
Direktoral Jenderal Perkebunan. 2014. Statistika. http://ditjenbun.pertanian.go.id.
[21 Agustus 2017].
Djufry F., HAndoko dan Koesmaryono Y. 2000. Model Fenologi Tanaman
Kelapa Sawit. Jurnal Agromet Vol. 15 No. 1 – 2 : 33 – 42.
Ermawati T dan Saptia Y. 2013. Kinerja Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia.
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.7 No.2, Desember 2013
Fauzi Y., Widyastusti Y.E., Satyawibawa I., Hartono R. 2007. Kelapa Sawit
Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Fauzi Y., Widyastuti Y.E., Satyawibawa I., Paeru R.H. 2012. Kelapa Sawit.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Gomez K.A dan Gomez A.A. 2010. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian.
[Edisi kedua]. UI-Press. Jakarta.
Hadijah. 2013. Peramalan Operasional Reservasi dengan Program Minitab
Menggunakan Pendekatan ARIMA PT. Surindo Andalan. Journal The
Winners Vol. 14. No. 1 Maret 2013 :13-19.
Harahap I dan Darmosarkoro. 1999. Pendugaan Kebutuhan Air Untuk
Pertumbuhan Kelapa Sawit di Lapang dan Aplikasinya Dalam
Pengembangan Sistem Irigasi. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit Vol. 7 No. 2 :
87 – 104.
Hartley C.W.S. 1977. The Oil Palm. Longman Inc. New York. 806p.
Hartono R. 2006. Kelapa sawit. Penebar Swadaya, Jakarta
Hasan S dan Hasril. 1998. Model Simulasi Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan
Karakteristik Kekeringan : Kasus Kebun Kelapa Sawit di Lampung [tesis].
Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Handoko, 1993. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA.
IPB. Bogor.
Lind A.D., Marchal W.G, dan Mason R.D. 2002. Statistical Techniques in
Business and Economics. Toronto : McGraw-Hil Companies, 502-548.
15

Lubis R.E., Widanarko A. 2012. Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta


Lubis A.U. 2008. Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Parlindungan., Gunawan I., Juliani I. 2012. Faktor – faktor yang mempengaruhi
produksi tandan buah segar kelapa sawit pada PT. Hutahaean Dalu-Dalu
Kabupaten Rokan Hulu Riau. Jurnal Penelitian Sungkai Vol. 1, No.1
Prasetyo E.I. 2009. Analisis Hubungan Curah Hujan dan Produksi Kelapa Sawit
dengan Model Fungsi Transfer. FMIPA IPB. Bogor.
Prihutami N.D. 2011. Analisis Faktor Penentu Produksi Tandan Buah Segar
(TBS) Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur
Estate (SBHE), PT Bumitama Gunajaya Agro (PT BGA), Wilayah VI
Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Skripsi.
Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Riski J., Nusril., dan Asriani P.S. 2014. Analisis Penanganan Penerimaan Tandan
Buah Segar Pada Pt. Bio Nusantara Teknologi Di Kecamatan Pondok
Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah. AGRISEP Vol. 14 No. 1 Maret 2014 :
104 – 131.
Risza S. 2009. Kelapa Sawit: Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius.
Yogyakarta. 189 hal.
Salmiyati., Heryansyah A., Idayu I and Supriyanto E. 2014. Oil palm plantations
management effects on productivity fresh fruit bunch (FFB). J. Apcbee
Prosedia 8: 282-286.
Saragih R.W. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Produksi
Kelapa Sawit (Studi Kasus PTPN VI Kebun Pasir Mandoge. Skripsi.
Medan : Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.
Saripudin E dan Putra E.T.S. 2015. Fenologi Kemunculan Pelepah dan Bunga dari
Dua Genotipe Kelapa Sawit di Sumatera dan Kalimantan. Prosedia Seminar
Nasional Masy Biodiv Indonesia Vol. 1 No. 3: 621-628, Juni 2015.
Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan.
Kanisus, Yogyakarta.
Simanjuntak L.N., Sipayung R dan Irsal. 2014. Pengaruh curah hujan dan hari
hujan terhadap produksi kelapa sawit berumur 5, 10 dan 15 tahun di kebun
begerpang estate pt.pp london sumatra indonesia, tbk. Jurnal Online
Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol. 2 No. 3 : 1141 – 1151.
Siregar H.H., Darlan N.H dan Pangaribuan Y. 2006. Peranan Ferguson Ilmu Iklim
Pada Masa Kini Dan Mendatang Bagi Pertanaman Kelapa Sawit. Warta
PPKS, Vol. 14 No. 2 : 21-29.
Sunarko. 2009. Budidaya dan Pengolahan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem
Kemitraan. Agromedia, Jakarta.
Sunarko. 2007. Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Teguh I dan Dasanto D. 2010. Estimasi nilai lingkungan perkebunan kelapa sawit
ditinjau dari neraca air tanaman kelapa sawit (Studi Kasus: Perkebunan
Kelapa Sawit Di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak Provinsi Riau). Jurnal
Agromet. Vol. 24 No. 1 : 23-32.
Turner P.D. 1978. Some aspects of natural pollination in oil palm. Planter Vol. 54
No. 3 : 121 – 146. Kuala Lumpur.
16

Veranica N. 2014. Kebutuhan air kelapa sawit dan domestik pada wilayah
perkebunan kelapa sawit Binturung Estate Kecamatan Pamukan Utara
Kalimantan Selatan. Anterior Jurnal, Vol. 13 No. 2, Juni 2014, Hal 167 –
172.
Widiastuti A dan Retno A. 2008. Viabilitas serbuk sari dan pengaruhnya terhadap
keberhasilan pembentukan Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.)
Jurnal Biodiversitas. Vol. 9 No 1 : 35-38.
Yohansyah W.M. 2013. Analisis produktivitas kelapa sawit (elaeis guineensis
jacq.) di PT. Perdana Inti Sawit Perkasa I, Riau. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
18

Lampiran 1. Letak ombrometer di PT. Sentosa Kalimantan Jaya

Lampiran 2. Kondisi tanaman pengamatan


19

Lampiran 3. Grafik hasil analisis regresi curah hujan dengan produksi

12 Bulan
1200.00

1000.00
Produksi (kg/ha/bulan)

800.00
y = 0,4368x + 844,26
600.00
R² = 0,3731
400.00 R = 0,61
n=6
200.00 Se = 59,99
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)

13 Bulan
1200.00

1000.00
Produksi (kg/ha/bulan)

800.00
y = -0,3333x + 947,91
600.00 R² = 0,2272
R = 0,48
400.00
n=6
200.00 Se = 66,60
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)
20

14 Bulan
1200.00

Produksi (kg/ha/bulan) 1000.00

800.00
y = 0,1869x + 876,5
600.00
R² = 0,0899
400.00 R = 0,30
n=6
200.00 Se = 72,28
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)

15 Bulan
1200.00

1000.00
Produksi (kg/ha/bulan)

800.00
y = -0,1339x + 928,19
600.00
R² = 0,0295
400.00 R = 0,17
n=6
200.00 Se = 74,64
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)

16 Bulan
1200.00

1000.00
Produksi (kg/ha/bulan)

800.00

600.00 y = -0,2433x + 941,27


R² = 0,1167
400.00 R = 0,34
n=6
200.00 Se = 71,20
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)
21

17 Bulan
1200.00

Produkis (kg/ha/bulan) 1000.00

800.00
y = -0,345x + 953,58
600.00
R² = 0,303
400.00 R = 0,55
n=6
200.00 Se = 63,25
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)

18 Bulan
1200.00

1000.00
Produksi (kg/ha/bulan)

800.00
y = -0,0837x + 912,7
600.00 R² = 0,0157
R = 0,13
400.00
n=6
200.00 Se = 75,16
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)

19 Bulan
1200.00

1000.00
Produksi (kg/ha/bulan)

800.00
y = 0,2957x + 876,26
600.00
R² = 0,2041
400.00 R = 0,45
n=6
200.00 Se = 67,59
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)
22

20 Bulan
1200.00

Produksi (kg/ha/bulan) 1000.00

800.00
y = 0,6871x + 849,39
600.00
R² = 0,6391
400.00 R = 0,80
n=6
200.00 Se = 43,58
Ket = **
0.00
0 50 100 150 200 250
Curah Hujan (mm)

21 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00

600.00 y = 0,2428x + 887,45


R² = 0,0542
400.00 R = 0,23
n=6
200.00 Se = 73,68
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200
Curah Hujan (mm)

22 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00
y = 0,1996x + 879,83
600.00 R² = 0,1758
R = 0,42
400.00
n=6
200.00 Se = 68,78
Ket = tn
0.00
0 100 200 300 400 500
Curah Hujan (mm)
23

23 Bulan
1200.00

Produksi (kg/ha/bulan) 1000.00

800.00

600.00 y = 0,1027x + 882,45


R² = 0,0974
400.00 R = 0,31
n=6
200.00 Se = 71,98
Ket = tn
0.00
0 100 200 300 400 500 600
Curah Hujan (mm)

24 Bulan
1200.00

1000.00
Produksi (kg/ha/bulan)

800.00

600.00 y = -0,1427x + 939,69


R² = 0,1452
400.00 R = 0,38
n=6
200.00 Se = 70,04
Ket = tn
0.00
0 100 200 300 400 500 600
Curah Hujan (mm)

25 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00
y = -0,2539x + 977,24
600.00 R² = 0,327
R = 0,57
400.00 n=6
Se = 62,15
200.00 Ket = tn
0.00
0 100 200 300 400 500 600
Curah Hujan (mm)
24

26 Bulan
1200.00

Produksi (kg/ha/bulan) 1000.00

800.00
y = -0,1767x + 958,32
600.00 R² = 0,1342
R = 0,37
400.00
n=6
200.00 Se = 70,49
Ket = tn
0.00
0 100 200 300 400 500 600
Curah Hujan (mm)

27 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00
y = 0,0321x + 894,38
600.00
R² = 0,0043
400.00 R = 0,07
n=6
200.00 Se = 75,60
Ket = tn
0.00
0 100 200 300 400 500 600
Curah Hujan (mm)

28 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00
y = -0,0805x + 924,51
600.00 R² = 0,0394
R = 0,20
400.00 n=6
Se = 74,25
200.00
Ket = tn
0.00
0 100 200 300 400 500 600
Curah Hujan (mm)
25

29 Bulan
1200.00

Produksi (kg/ha/bulan) 1000.00

800.00
y = -0,0334x + 910,19
600.00 R² = 0,0023
R = 0,05
400.00
n=6
200.00 Se = 75,67
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)

30 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00
y = 0,3607x + 845,51
600.00
R² = 0,2593
400.00 R = 0,51
n=6
200.00 Se = 65,20
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)

31 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00

600.00 y = 0,6411x + 808,41


R² = 0,5647
400.00 R = 0,75
n=6
200.00 Se = 49,98
Ket = *
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)
26

32 Bulan
1200.00

Produksi (kg/ha/bulan) 1000.00

800.00
y = -0,3085x + 942,91
600.00 R² = 0,0561
R = 0,24
400.00 n=6
200.00 Se = 73,60
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250
Curah Hujan (mm)

33 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00
y = -0,695x + 989,5
600.00 R² = 0,2795
R = 0,53
400.00 n=6
Se = 64,31
200.00
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250
Curah Hujan (mm)

34 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00
y = -1,1336x + 1046,3
600.00 R² = 0,62
R = 0,79
400.00
n=6
200.00 Se = 46,70
Ket = **
0.00
0 50 100 150 200 250
Curah Hujan (mm)
27

35 Bulan
1200.00

Produksi (kg/ha/bulan) 1000.00

800.00
y = 0,7391x + 806,07
600.00
R² = 0,2452
400.00 R = 0,50
n=6
200.00 Se = 65,82
Ket = tn
0.00
0 50 100 150 200 250
Curah Hujan (mm)

36 Bulan
1200.00
Produksi (kg/ha/bulan)

1000.00

800.00
y = 0,8665x + 773,98
600.00
R² = 0,6523
400.00 R = 0,81
n=6
200.00 Se = 44,67
Ket = **
0.00
0 50 100 150 200 250 300
Curah Hujan (mm)
28

Lampiran 5. Analisis regresi dan korelasi curah hujan dengan produksi

36 bulan
Regression Statistics
Multiple R 0,818
R Square 0,652349
Adjusted R
Square 0,565436
Standard
Error 44,66965
Observations 6
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 14976,89 14976,89 8,089139 0,04667
Residual 4 7981,51 1995,377
Total 5 22958,39
Standard Upper
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95%
Intercept 773,983 50,92449 15,19864 0,00011 632,594 915,3721
X Variable 1 0,8665 0,316279 2,73967 0,04667 -0,01163 1,74463

34 bulan
Regression Statistics
Multiple R 0,787419
R Square 0,620028
Adjusted R
Square 0,525035
Standard
Error 46,69995
Observations 6
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 14234,85 14234,85 6,527099 0,062983
Residual 4 8723,541 2180,885
Total 5 22958,39
Standard Upper
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95%
Intercept 1046,324 58,78887 17,798 5,86E-05 883,1003 1209,548
X Variable 1 -1,1336 0,44371 -2,55482 0,062983 -2,36553 0,098338
29

31 bulan
Regression Statistics
Multiple R 0,751465
R Square 0,5647
Adjusted R
Square 0,455875
Standard Error 49,98446
Observations 6

ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 12964,61 12964,61 5,18907 0,084978
Residual 4 9993,783 2498,446
Total 5 22958,39
Standard Upper
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95%
Intercept 808,4056 46,76085 17,28809 6,57E-05 678,5767 938,2345
X Variable 1 0,641078 0,281427 2,277953 0,084978 -0,14029 1,422446

20 bulan
Regression Statistics
Multiple R 0,807681
R Square 0,639125
Adjusted R
Square 0,586406
Standard Error 43,57858
Observations 6
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 15362,02 15362,02 7,50579 0,05192
Residual 4 7596,37 1899,093
Total 5 22958,39
Standard Upper
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95%
Intercept 849,3946 26,23865 32,37189 5,43E-06 776,5444 922,2448
X Variable 1 0,687084 0,241579 2,844141 0,05192 0,016354 1,357814
30

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Bambang Gunawan Pratanu, dilahirkan di kota Pekanbaru,


Riau pada tanggal 26 April 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari 4
bersaudara dari pasangan Harjono dan Natalia Destriana. Pendidikan yang
ditempuh Penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak, SDN Negeri 2 Kembang
Janggut, SMP Plus Melati Samarinda, SMA 10 Melati Samarinda yang semuanya
dijalani di tempat penulis dibesarkan, Samarinda, Kalimantan Timur.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian di Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa
Utusan Daerah (BUD). Aktivitas Penulis selama menjadi mahasiswa adalah
sebagai mahasiswa aktif dan ikut bergabung di berbagai kepanitiaan. Aktivitas
penulis selanjutnya yaitu dalam bidang olahraga yaitu bermain bola basket.

Anda mungkin juga menyukai