com
Konten ini diunduh dari alamat IP 103.10.107.181 pada 04/08/2022 pukul 14:52
InCITE 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP Seri: Ilmu dan Teknik Material1g23247536(72809107) 012009 doi:10.1088/1757-899X/273/1/012009
Email: natalia.hartono@uph.edu
Abstrak. Menurut salah satu laporan PBB, kelangkaan air telah terjadi di seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Sektor irigasi mengambil 70% dari konsumsi air dunia dan berpotensi
meningkat 20% karena ledakan penduduk. Beras menyumbang 69% dari kontribusi produk
pertanian di jejak air Indonesia. Oleh karena itu, evaluasi siklus air sangat penting untuk
meningkatkan kesadaran di kalangan praktisi. Pengambilan data dilakukan di unit fungsional
sawah seluas satu hektar yang berlokasi di Tangerang. Penelitian ini menggunakan software
CropWat 8.0 dan SimaPro. Identifikasi melibatkan data seperti iklim, tanaman, dan tanah.
Pembibitan menjadi fase konsumsi air tertinggi, membutuhkan ketinggian 419 mm.
Pengukuran melalui jejak air menghasilkan konsumsi jejak air hijau sebesar 8.183.618,5 liter
(62,9%), diikuti abu-abu sebesar 4.805.733. 2 liter (36,9%) dan biru untuk 23.902,36 liter (0,2%).
Konsumsi abu-abu melebihi rata-rata, yang menunjukkan pestisida dosis tinggi. Penilaian Siklus
Hidup menunjukkan dampak negatif dari pupuk yang menyebabkan kerusakan seperti
penipisan fosil, kesehatan pernapasan, dan eutrofikasi.
Kata kunci: Fase pertanian; Penilaian siklus hidup; sawah; air; jejak air
1. Perkenalan
Karena perannya yang signifikan dalam setiap aspek kehidupan, air tawar telah langka selama beberapa tahun di banyak
daerah. Kelangkaan air merupakan salah satu masalah lingkungan yang paling krusial [1]. Ini sebagian karena
perubahan iklim dan strategi pengelolaan air yang buruk, dan sebagian dari masalah kelangkaan menemukan
penjelasannya dalam faktor alam [2]. Kelangkaan air tawar juga terjadi di Indonesia.
Konsumsi air yang tinggi disumbang oleh beberapa sektor, namun konsumsi tertinggi berasal dari sektor
pertanian dalam kaitannya dengan praktik irigasi. Dibutuhkan 70% dari konsumsi air dunia dan berpotensi
meningkat 20% tanpa perbaikan lebih lanjut dalam manajemen [3]. Penelitian lain mengatakan bahwa pertanian
bertanggung jawab atas 85% dari konsumsi air tawar global secara keseluruhan [4] dan menyebabkan kerusakan
lingkungan yang signifikan [5]. Potensi negatif ini juga disebabkan oleh ledakan penduduk seperti yang diprediksi
oleh PBB. Pada tahun 2050, penduduk dunia akan menjadi 9,8 miliar orang, dimana dari tahun 2017 hingga 2050
diperkirakan setengah dari pertumbuhan penduduk dunia akan terkonsentrasi hanya di sembilan negara,
termasuk Indonesia. Indonesia dianggap akan menjadi 9thnegara yang berkontribusi terhadap total pertumbuhan
penduduk dunia menurut laporan PBB. Ledakan ini akan mengarah ke yang lebih tinggi
Konten dari karya ini dapat digunakan di bawah ketentuanLisensi Creative Commons Attribution 3.0. Distribusi lebih lanjut dari karya
ini harus mempertahankan atribusi kepada penulis dan judul karya, kutipan jurnal dan DOI.
Diterbitkan di bawah lisensi oleh IOP Publishing Ltd 1
InCITE 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP Seri: Ilmu dan Teknik Material1g23247536(72809107) 012009 doi:10.1088/1757-899X/273/1/012009
jumlah konsumsi air. Sebagai negara agraris, Indonesia menghasilkan beberapa produk tanaman, seperti beras,
jagung, ubi kayu, kedelai, kacang tanah, dan masih banyak lagi. Di antara produk-produk tersebut, beras
menyumbang konsumsi air tertinggi dengan 69% [7]. Berdasarkan fakta-fakta sebelumnya, penting untuk
mengevaluasi aliran air saat ini pada fase pertanian padi terutama di sawah.
Penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia terutama tentang berapa banyak air yang
dibutuhkan untuk irigasi sawah seperti Fuadi dkk [8] dan Pusat Penelitian Padi Indonesia,
Kementerian Pertanian [9]. Perlu adanya penelitian untuk mengatasi kelangkaan air. Penelitian
tentang water footprint diperkenalkan oleh Hoekstra pada tahun 2003. Water footprint suatu produk
didefinisikan sebagai total volume air tawar yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut
[10]. Bulsink pada tahun 2009 mempelajari jejak air provinsi-provinsi di Indonesia. Dia melaporkan
bahwa Jawa adalah pulau yang paling langka air [7]. Studi ini mencoba mengidentifikasi, mengukur
dan menilai dalam skala yang lebih kecil untuk meningkatkan kesadaran di kalangan petani lokal.
Oleh karena itu, studi ini mengevaluasi jejak air dan LCA dengan identifikasi, pengukuran, dan
penilaian fase pertanian di lahan sawah, studi kasus di Bojong Indah,
2. Metodologi
Penelitian ini hanya berfokus pada fase pertanian gabah sebagai objek utama. Beras gabah diperoleh
langsung dari panen tanpa proses lebih lanjut, masih tertutup sekam. Data tentang objek ini
berdasarkan proses terakhir yang terjadi di sawah yang terletak di Bojong Indah, Desa Kemuning,
Tangerang. Produktivitas terakhir sawah adalah 5,6 ton per hektar. Luas sawah keseluruhan sekitar
25 hektar dan dipimpin oleh Pak Diding, seorang petani setempat.
Untuk mencapai tujuan penelitian ini disusun beberapa tahapan, mulai dari penelitian pendahuluan,
identifikasi masalah, latar belakang teori, observasi langsung, pengumpulan dan pengolahan data, analisis dan
pembahasan data, dan penarikan kesimpulan. Langkah-langkah dalam pengumpulan dan pengolahan data
ditunjukkan pada Gambar 1. Analisis data penilaian dampak terukur dan evaluasi siklus air.
Penelitian ini memiliki tiga kegiatan utama: identifikasi, pengukuran, dan penilaian. Identifikasi digunakan
CropWat 8.0 untuk menghitung kebutuhan air pada setiap fase pertanian. Data ini menggunakan satuan
fungsional lahan sawah seluas satu hektar. Pengukuran dan penilaian siklus air diperiksa melalui LCA
menggunakan SimaPro.Life Cycle Assessment (LCA) adalah alat yang dikembangkan untuk membantu proses
pengambilan keputusan yang berkelanjutan [2], yang dalam penelitian ini, untuk mengevaluasi siklus air.
2
InCITE 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP Seri: Ilmu dan Teknik Material1g23247536(72809107) 012009 doi:10.1088/1757-899X/273/1/012009
BMKG [12]. Stasiun cuaca yang disebutkan di sini adalah stasiun terdekat yang mengukur beberapa statistik iklim
di sawah yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelusuran, stasiun cuaca terletak di Curug, Tangerang, secara
geografis 6,29 LS (lintang) dan 106,6 BT (bujur) dengan ketinggian 42 meter di atas permukaan laut. Statistik iklim
yang dibutuhkan software CropWat adalah suhu, kelembaban relatif, kecepatan angin, matahari, dan hujan,
dengan satuan yang berbeda. Data dikonversi setiap bulan dari Oktober 2015 hingga September 2016. Data
lengkap tentang suhu dikumpulkan dari AccuWeather. Sedangkan kecepatan angin diambil dari Weather Online.
Sisanya diambil dari BMKG (Stasiun Curug) meskipun tidak semua data harian tersedia [13]. Semua statistik
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam menu Climate/E To CropWat. Untuk menu Pangkas, beberapa statistik
berasal dari fase pertanian berdasarkan wawancara dengan petani lokal, terutama untuk durasi setiap fase.
Sisanya diambil dari database CropWat. Terakhir, menu Soil diambil sepenuhnya dari database CropWat. Jenis
tanah yang dipilih adalah tanah lempung hitam berdasarkan pengamatan langsung dan wawancara.
Setelah semua data statistik dimasukkan, kebutuhan air tanaman dihitung secara otomatis.
Hasilnya, total kebutuhan air adalah 820,1 mm (tinggi). Fase pertama (fase pembibitan) merupakan
fase kebutuhan air tertinggi.
Hasil kebutuhan air operasional disajikan pada Tabel 1. Enam fase pertama adalah
konsumsi langsung melalui fase pertanian gabah dan dua aspek terakhir adalah konsumsi
overhead.
Tabel 1. Kebutuhan air operasional.
Fase/ Jejak air operasional (liter)
aspek Hijau Biru Abu-abu Total
Pembibitan 4.189.000 1.000 0 4.190.000
Persiapan lahan 0 0 0 0
Perkebunan 382.000 0 0 382.000
Pertumbuhan cepat 1.062.000 0 0 1.062.000
3
InCITE 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP Seri: Ilmu dan Teknik Material1g23247536(72809107) 012009 doi:10.1088/1757-899X/273/1/012009
Dengan cara yang sama, konsumsi air dalam rantai pasokan juga dihitung. Ini termasuk kain yang digunakan dalam
fase pembibitan, traktor untuk mengolah, pupuk, pestisida, dan bahan bakar untuk mengoperasikan traktor (overhead).
Beberapa asumsi dikemukakan untuk menyesuaikan perhitungan sehingga dapat mencerminkan kondisi nyata. Hasil
perhitungan kebutuhan air rantai pasok dapat dilihat pada Tabel 2. Kedua perhitungan kebutuhan air tersebut
digabungkan untuk mendapatkan nilai total tapak air seperti yang disajikan pada Tabel 3.
Pupuk 0 0 0 0
Pestisida 0 1.58 0 1.58
Bahan bakar 0 0 12 12
Total 2.618.5 303,98 4.761 7.683,48
Dari hasil perhitungan total tapak air terlihat bahwa kebutuhan air yang paling tinggi adalah
tapak air hijau (62,9%), disusul tapak air abu-abu (36,9%) dan tapak air biru (0,2%). Total jejak air
adalah 13.013.254,06 liter.
3. Hasil
Hasil CropWat 8.0 menunjukkan bahwa fase pembibitan merupakan kebutuhan air tertinggi yang terjadi
bersamaan dengan penyiapan lahan. Total tinggi air yang dibutuhkan pada fase pembibitan adalah 419
mm (selama 2 dekade, setiap dekade berisi 10 hari). Jauh berbeda dengan dekade-dekade berikutnya yang
berkisar antara 34,6 mm sampai 44 mm, kecuali dekade terakhir yang hanya 7,3 mm karena hanya berisi 2
hari.
4
InCITE 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP Seri: Ilmu dan Teknik Material1g23247536(72809107) 012009 doi:10.1088/1757-899X/273/1/012009
Hasil ini menunjukkan bahwa fase pembibitan penting untuk memastikan keberhasilan seluruh proses.
Kebutuhan air yang tinggi untuk fase ini adalah normal karena pentingnya fase ini untuk memastikan hasil
panen yang baik. Selain peran vitalnya, hujan efektif pada fase ini juga minimal, 0,4 mm (untuk dekade
pertama) dan 0,5 (untuk dekade kedua). Nilai ini mendorong ke pasokan air yang lebih tinggi.
Kontribusi spesifik dari kebutuhan air yang tinggi dapat dinilai melalui hasil perhitungan tapak air. Berdasarkan total
kebutuhan air, kebutuhan air operasional mencapai 13.005.570,58 liter (99,94%), dibandingkan dengan rantai pasok
yang hanya 7.683,48 liter (0,06%). Hal ini menunjukkan bahwa fase pertanian sebagian besar mengkonsumsi air dalam
operasi, bukan dari bahan atau input lainnya. Konsumsi hijau terjadi di setiap proses operasional. Itu berasal dari proses
irigasi yang sepenuhnya menggunakan air hujan. Konsumsi operasional yang relatif tinggi terjadi pada fase pematangan
karena pestisida. Ini mengkonsumsi 4.707.222,2 liter air untuk mengasimilasi zat berbahaya. Konsumsi tertinggi masih
hijau (62,9%), tetapi nilai abnormal abu-abu (36,9%) harus diantisipasi. Indikasi penggunaan pestisida dosis tinggi sangat
memprihatinkan. Untuk membuktikan indikasi ini, nilai keseluruhan kebutuhan air dibandingkan dengan rata-rata. Nilai
rata-rata diambil dari rata-rata jejak air beras di Provinsi Banten. Selisihnya diubah menjadi meter kubik per ton seperti
disajikan pada Tabel 4. Baik jejak air hijau dan biru di bawah rata-rata, tetapi abu-abunya melebihi. Meskipun total jejak
air di bawah rata-rata, nilai jejak air abu-abu menunjukkan penggunaan pestisida tingkat tinggi. tapi abu-abu itu
melebihi. Meskipun total jejak air di bawah rata-rata, nilai jejak air abu-abu menunjukkan penggunaan pestisida tingkat
tinggi. tapi abu-abu itu melebihi. Meskipun total jejak air di bawah rata-rata, nilai jejak air abu-abu menunjukkan
penggunaan pestisida tingkat tinggi.
Pestisida dapat terpapar ke manusia melalui media yang berbeda. Tanpa alat pelindung, pestisida
dapat masuk ke dalam tubuh melalui paparan langsung ke kulit, serta saluran pernapasan dan
pencernaan. Pestisida yang menyentuh kulit dapat menyerap ke dalam tubuh dan menyebabkan
keracunan. Pestisida juga bisa masuk ke saluran pernapasan. Partikel gas dan semprotan yang
berukuran kurang dari 10 mikron masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar terjebak
di selaput lendir atau tenggorokan. Terakhir, paparan juga bisa melalui saluran pencernaan saat
makan makanan yang mengandung pestisida atau saat pestisida terbawa angin ke dalam mulut.
Apalagi pestisida yang digunakan dalam fase pertanian ini berbahaya. Itu berisi jenis karbamat dan
piretroid. Jenis karbamat yang disebut carbofuran (pestisida terlarang berdasarkan US EPA sejak
2008) digunakan. Juga,
Untuk mengeksplorasi dampak lain dari fase pertanian, langkah Life Cycle Assessment selanjutnya adalah
penilaian dampak. Benih yang tumbuh lebih lanjut memainkan peran penting karena ini merupakan input utama
pada fase terakhir (pematangan). Benih yang tumbuh lebih lanjut adalah akumulasi dari proses sebelumnya.
Menurut normalisasi kerusakan ReCiPe, kerusakan sumber daya menjadi yang tertinggi, diikuti oleh kesehatan
manusia dan ekosistem.
Kerusakan sumber daya terutama disebabkan oleh menipisnya fosil karena gas alam yang digunakan
dalam pengolahan pupuk dan solar yang digunakan untuk menghasilkan energi untuk melakukan
penyiapan lahan. Kerusakan kesehatan manusia akibat emisi CO2 pada proses produksi pupuk, yaitu
sekitar 304,5 kg per ton produksi. Proses pembakaran solar juga menghasilkan zat berbahaya seperti
partikulat, CO2, CO, NO, metana, dan masih banyak lagi. Sedangkan kerusakan ekosistem disebabkan oleh
penggunaan pupuk yang menghasilkan amonia dan asam nitrat. Konsentrasi pupuk nitrogen dan fosfor
yang berlebihan akan menyebabkan eutrofikasi air dan pengasaman tanah.
Menurut Pfister dkk. [5] metode, setiap kerusakan dihitung dengan unit yang berbeda. Kerusakan sumber
daya mengukur konsumsi air terkait dengan tingkat kelangkaan. Kerusakan kesehatan manusia dan ekosistem
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi air, semakin tinggi kontribusinya terhadap kerusakan. Di dalam
5
InCITE 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP Seri: Ilmu dan Teknik Material1g23247536(72809107) 012009 doi:10.1088/1757-899X/273/1/012009
Sedangkan konsumsi air tertinggi terjadi pada benih siap tanam yang merupakan keluaran
utama dari fase pembibitan, diikuti benih lanjut, gabah, dan benih cepat tumbuh.
Secara keseluruhan, petani di sekitar persawahan harus memperhatikan dan melakukan evaluasi terhadap
praktik pertanian mereka. Indikasi penggunaan pestisida yang berbahaya harus diperhatikan karena hasil panen
akan dikonsumsi. Penetapan standar, penegakan hukum, dan sosialisasi langsung diperlukan untuk mengedukasi
petani. Di sisi lain, pupuk terutama berkontribusi pada beberapa kerusakan. Jumlah pupuk yang digunakan harus
dipertimbangkan karena potensi kerusakan seperti penipisan fosil, kesehatan pernapasan manusia, eutrofikasi
air, dan banyak lagi.
4. Kesimpulan
Identifikasi siklus air menunjukkan pentingnya fase pembibitan yang mengkonsumsi air hingga 419
mm (tinggi) dalam periode 20 hari. Kebutuhan air sebagian besar disumbangkan dari kebutuhan
operasional. Konsumsi hijau adalah 8.183.618,5 liter (62,9%), diikuti abu-abu 4.805.733,2 liter (36,9%)
dan biru 23.902,36 liter (0,2%). Konsumsi abu-abu melebihi rata-rata Provinsi Banten, yang
menunjukkan tingginya dosis pestisida yang digunakan, termasuk jenis karbamat dan piretroid yang
sangat beracun. Sementara itu, penilaian menyimpulkan bahwa pupuk berperan penting dalam
menyebabkan kerusakan seperti penipisan sumber daya dari gas alam yang digunakan, masalah
kesehatan manusia dari emisi dalam proses produksi, juga eutrofikasi air dari zat pupuk seperti
nitrogen dan fosfor.
Referensi
[1]UN-Water, United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) 2006 Air:
Tanggung Jawab Bersama. Laporan Pembangunan Air Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa 2
bab 1 hal 3http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001444/144409E.pdf (diakses 8 Oktober
2016)
[2] Arnøy S 2012Pendekatan jejak air dalam Life Cycle Assessment: State-of-the-art dan sebuah kasus
studi pembangkit listrik tenaga air di daerah Høyanger(Norwegia: Universitas Ilmu Hayati
Norwegia, s) p 1
[3] UN-Water: Detail statistikhttp://www.unwater.org/statistics/statistics-detail/ar/c/246663/
(diakses 8 Oktober 2016)
[4] Rodda, JC dan Shiklomanov IA 2004Sumber daya air dunia pada awal Dua Puluh-
Abad Pertama(New York: Cambridge University Press)
[5] Pfister S, Koehler A dan Hellweg S 2009 Menilai dampak lingkungan dari air tawar
konsumsi di LCAMengepung. Sci. teknologi.4311 hal 4098–4104
[6] UN DESA. https://www.un.org/development/desa/en/news/population/world-population-
prospek-2017.html (diakses pada 21 September 2017)
[7] Bulsink F, Hoekstra AY, dan Booij MJ 2009 Jejak Air Provinsi Indonesia
Terkait dengan Konsumsi Hasil TanamanNilai Seri Laporan Penelitian Air37
(Belanda: UNESCO IHE)
[8] Fuadi NA, Purwanto MYJ, Tarigan SD 2016 Kajian Kebutuhan Air dan Air
Produktivitas Sawah dengan SRI dan Sistem Penyediaan Air Minum Konvensional Dengan Menggunakan
Irigasi PipaJurnal Irigasi111hal 23–32
[9]Sentra Beras Indonesia Riset, Kementerian dari Pertanian
http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/en/tahukah-anda/357-kebutuhan-air-
untukmenghasilkan-1-kg-gabah (diakses 8 Oktober 2016)
[10] Hoekstra AY, Chapagain A, Martinez-Aldaya M, dan Mekonnen M 2009 Water Footprint
Manual: state of the art 2009 (Enschede, Belanda: Water Footprint Network 127p)
[11] FAOhttp://www.fao.org/land-water/databases-and-software/cropwat/en/ (diambil 8 Oktober
2016)
[12] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisikahttp://dataonline.bmkg.go.id/data_iklim
(diakses 8 Oktober 2016)
6
InCITE 2017 Penerbitan IOP
Konferensi IOP Seri: Ilmu dan Teknik Material1g23247536(72809107) 012009 doi:10.1088/1757-899X/273/1/012009