PEMBAHASAN
Teori liberal pada dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan,
teori liberal tetap berjalan seperti sebelumnya yakni mengukuti asumsi-asumsi
bahwa modal dan investasi adalah masalah utama dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi. Kritik terhadap teori liberal pada umumnya berkisar pada ketajaman
definisi dari teori ketergantungan. Definisi yang ada dianggap terlalu kabur, sulit
dijadikan sesuatu yang operasional. Tanpa kejelasan dan ketajaman konsep-konsep
dasarnya, teori ketergantungan lebih merupakan sebuah retorika belaka. Agar
konsep ketergantungan dapat di pakai untuk menyusun teori, maka ada dua kriteria
yang harus dipenuhinya, yaitu:
Teori liberal pada dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan.
Teori liberal tetap berjalan seperti sebelumnya, yakni mengikuti asumsi-asumsi
bahwa modal dan investasi adalah masalah utama dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi. Teori yang dianut oleh para ahli ekonomi ini lebih mengembangkan diri
pada keterampilan teknisnya, yakni bagaimana membuat table input-output yang
baik, bagaimana mengukur keterkaitan diantara berbagai sector ekonomi dan
sebagainya. Tentu saja bukan tidak berguna. Tetapi, yang kurang dipersoalkan
adalah bagaimana faktor politik bisa dimasukkan ke dalam model mereka.
2.3 BILL WARREN
Warren membantah inti teori ketergantungan, yakni bahwa perkembangan
kapitalisme di negara-negara pusat dan pinggiran berbeda. Kapitalisme di negara
mana pun sama. Oleh karena itu, tesis Warren cenderung menjadi ahistoris dan
dekat dengan teori para ahli ilmu sosial liberal.
Inti dari kritik Warren adalah bahwa dalam kenyataannya, negara-negara yang
tergantung menunjukkan kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi dan proses
industrialisasinya. Bahkan kemajuan ini menunjukkan bahwa negara-negara yang
tergantung ini sedang mengarah pada pembangunan yang mandiri.
Dari data statistik yang dikumpulkannya, Warren membuktikan bahwa apa yang
diramalkan oleh teori ketergantungan ternyata tidak benar. Oleh karena itu, dia
menyimpulkan : “Jadi, berlawanan dengan pendapat umum yang ada, dunia ketiga
tidak mengalami kemandekan secara relatif maupun absolut setelah perang dunia
ke dua. Sebaliknya, kemajuan yang berarti dalam hal kemakmuran material dan
pembangunan kekuatan produksi telah tercapai, dengan kecepatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan keadaan sebelum perang. Kenyataan ini juga berlawanan
dengan pandangan kaum Marxis yang menyatakan bahwa pembangunan nasional
yang mengikuti jalan kapitalis bisa terjadi di dunia ketiga”.
Bagi Warren, tidak bisa dicegah lagi bahwa kapitalisme akan berkembang dan
menggejala di semua negara di dunia ini. Baru setelah kapitalisme berkembang
sampai mencapai titik jenuhnya, perubahan ke sosialisme dimungkinkan. Karena itu,
memaksakan perubahan ke sosialisme sekarang juga merupakan hal yang sia-sia,
karena pada saat ini perkembangan kapitalisme belum mencapai titik jenuhnya.
Karena itu, perkembanngan kapitalisme di Negara-negara pinggiran masih
dimungkinkan. Pembangunan yang berhasil di Negara-negara Asia Timur ( Korea
Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura) dianggap sebagai salah satu bukti
bahwa kapitalisme memang masih tumbuh subur, masih terus bisa mengembangkan
dirinya.
2.4 Teori Artikulasi
Teori artikulasi bertitik tolak dari konsep Formasi Sosial. Dalam Marxisme dikenal
konsep cara produksi (mode of production), misalnya cara produksi feodal, cara
produksi kapitalis, dan cara produksi sosialis, yang ketiganya memiliki perbedaan.
Misal dalam kapitalisme terdapat pasar bebas, akumulasi modal yang cepat dan
sebagainya. Namun, kenyataan yang sesungguhnya dalam masyarakat tidak hitam
putih seperti itu. Adanya cara peralihan seperti dari cara produksi feodal ke kapitalis
bukan terjadi pada hitungan hari, tetapi memakan waktu yang lama dan pada waktu
peralihan yang lama inilah terjadi percampuran dari dua atau lebih cara produksi.
Oleh karena itu, gejala di mana beberapa cara produksi ada bersama disebut
dengan formasi sosial.
Teori Artikulasi bertitik tolak dari konsep formasi sosial. Dalam Marxisme dikenal
konsep cara produksi. Masing-masing cara produksi mempunyai ciri yang berlainan
dengan cara produksi lainnya. Namun dalam kenyataannya di dalam masyarakat
selalu terdapat lebih dari satu cara produksi secara bersama-sama. Inilah yang
disebut formasi sosial, yaitu gejala dimana beberapa cara berproduksi ada bersama.
Teori Sistem Dunia dari Wallerstein, misalnya, terdapat persamaan dengan Teori
Ketergantungan A.G. Frank. Keduanya melihat negara tidak bisa dianalisis secara
mandiri, terpisah dari totalitas sistem dunia. Bedanya, Frank melihat hubungan
antara negara pinggiran dan negara pusat sebagai hubungan yang selalu merugikan
negara yang pertama, Wallerstein tidak sepesimis itu. Bagi Wallerstein, dinamika
sistem dunia, yakni kapitalisme global, selalu memberikan peluang bagi negara-
negara yang ada untuk naik atau turun klas. Sistem dunia yang dulu memberi
keunggulan pada negara-negara yang bisa menghasilkan komoditi primer, pada saat
lain keunggulan ini beralih kepada negara-negara yang mengembangkan
industrinya. Sistem dunia ini juga yang kemudian memberi kesempatan kepada
negara-negara pinggiran yang sudah siap mengambil alih kesempatan untuk
melakukan produksi barang-barang yang sudah tidak menguntungkan lagi di
negara-negara pusat, karena upah buruh yang meningkat (Budiman, 2000:111-112).
Teori Sistem Dunia sebenarnya sangat sederhana. Menurut Wallerstein, dulu dunia
dikuasai oleh sistem-sistem kecil dalam bentuk kerajaan-kerajaan mini. Masing-
masing tidak saling berhubungan, kemudian terjadi penggabungan, baik melalui
penaklukan maupun secara sukarela. Meskipun kerajaan besar itu tidak sampai
menguasai seluruh dunia, tetapi karena besarnya mampu mengendalikan
kawasannya melalui sebuah sistem politik. Tetapi sekarang, telah muncul sistem
perekonomian dunia, maka sistem politik tak lagi menjadi alat untuk menguasai
dunia, melainkan melalui pertukaran di pasar, atau yang disebut oleh Wallerstein
sebagai kapitalisme global. Kemudian ia membagi tiga kelompok negara: Pusat,
setengah-pinggiran dan pinggiran. Tetapi dinamika dari ketiga kelompok negara ini
ditentukan oleh sistem dunia. Bagi Wallerstein, semua sistem sosial harus dilihat
sebagai sebuah keseluruhan. Negara kebangsaan dalam sebuah dunia yang
modern, bukan lagi sebuah sistem yang tertutup dan karena itu tidak bisa dianalisis
seakan-akan mereka berdiri sendiri (Budiman, 2000:109). Tetapi kritik yang
diberikan kepada Teori Sistem Dunia dari Wallerstein adalah perhatiannya yang
kurang terhadap struktur internal dari negara-negara yang ada. Dinamika utama
diberikan kepada faktor-faktor eksternal. Kalau pada Teori Ketergantungan, faktor
eksternal ini adalah negara-negara pusat yang lebih kuat, pada Teori Sistem Dunia
faktor eksternal ini adalah sistem dunia yang merupakan hasil interaksi dari negara-
negara yang ada (Budiman, 2000:112).
Dengan demikian Teori Sistem Dunia dari Wallerstein berlainan dengan Teori
Artikulasi yang lebih menekankan analisisnya pada kondisi internal yang ada di
dalam negeri negara-negara yang diteliti. Teori Artikulasi yang mula-mula
dikembangkan oleh para antropolog Perancis seperti Claude Meillassoux dan Pierre
Philippe Rey, disebut juga sebagai teori yang memakai pendekatan cara produksi.
Pada teori ini, persoalan keterbelakangan dilihat dalam lingkungan proses produksi.
Menurut Teori Artikulasi, keterbelakangan di negara-negara Dunia Ketiga harus
dilihat sebagai kegagalan dari kapitalisme untuk berfungsi secara murni, sebagai
akibat dari adanya cara produksi lain di negara-negara tersebut. Tiap-tiap negara
tentunya mempunyai kombinasi cara-cara produksi yang unik, yang satu berbeda
dari yang lainnya, sebagai akibat dari perbedaan proses perjalanan sejarah masing-
masing. Karena itu, keterbelakangan harus dipelajari secara kasus demi kasus.
Dengan prinsip inilah Teori Artikulasi menjadi lebih luwes daripada Teori
Ketergantungan. Teori Artikulasi bukan saja bisa menjelaskan gejala
keterbelakangan di Dunia Ketiga, tetapi juga mengapa bisa terjadi pembangunan di
bagian dunia tersebut (Budiman, 2000:106-107).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini yang telah kami buat mudah-mudahan pembaca
dapat mengambil hikmah dari meteri tentang Teori Pasca Ketergantungan, kami
harap kritik yang membangun demi menyempurnakannya makalah ini. Terimakasih