Anda di halaman 1dari 95

VOL. 25 No.

1, Juni 2014 ISSN 2088 – 8996

JURNAL
DINAMIKA PENELITIAN
INDUSTRI
(Journal of The Dynamics of Industrial Research)

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol. 25 No. 1 Hal. 1-78 Palembang, Juni 2014 ISSN 2088 –8996

Nomor Akreditasi : 500/AU2/P2MI-LIPI/08/2012

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG


2014
ISSN 2088-8996
(Journal of The Dynamics of Industrial Research)
Vol. 25 No. 1 Tahun 2014

DEWAN REDAKSI

Penanggung Jawab/Anggota Dewan Redaksi


Dr. Ir. Hari Adi Prasetya, M.Si. (Teknik Kimia, dan Agroindustri; Baristand Industri Palembang)

Ketua Dewan Redaksi/Anggota Dewan Redaksi


Dr. Nasruddin, S.T., M.Si. (Teknik Kimia dan Agroindustri; Baristand Industri Palembang)

Anggota Dewan Redaksi


1. Dr. Ir. Gatot Priyanto, M.S. (Agroindustri; Universitas Sriwijaya)
2. Ir. Patoni A. Gafar, MBA., MT. (Teknologi Pangan; Baristand Industri Palembang)
3. Ir. Syamsul Bahri, M.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)
4. Ir. Sri Agustini, M.Si. (Teknologi Pangan; Baristand Industri Palembang)
5. Rahmaniar, S.T., M.Si. (Teknik Industri; Baristand Industri Palembang)
6. Popy Marlina, S.Si., M.Si. (Teknik Industri; Baristand Industri Palembang)
7. Drs. Raimon, Dipl. Sc., M.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)

Mitra Bestari
1. Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P. (Teknologi Hasil Pertanian; Universitas Sriwijaya)
2. Dr. Ir. R. Gatot Ibnu Santosa (Teknik Kimia; Sekolah Tinggi Manajemen Industri)
3. Dr. Ir. Didin Suwardin, M.Si. (Teknologi Hasil Pertanian; Balai Penelitian Karet Sembawa)
4. Dr. Ir. Dadi R. Maspanger, MT. (Teknologi Pertanian; Pusat Penelitian Karet Bogor)
5. Dr. Ir. H. M. Faizal, DEA. (Teknik Kimia; Universitas Sriwijaya)
6. Ir. H. A. R. Fachry, M.Eng. (Teknik Kimia; Universitas Sriwijaya)

Redaksi Pelaksana dan Lay Out


1. Luftinor, S.Teks. (Tekstil; Baristand Industri Palembang)
2. Bambang Sugiyono, S.T. (Teknik Elektro; Baristand Industri Palembang)
3. Risman Affandy, S.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)
4. Annisi Mahrita Azhari, S.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)
5. Prima Namira Ayuditia Haris, S.T., M.Si. (Komputer dan Publisistik; Baristand Industri Palembang)
6. Muchammad Mutho’, S.T. (Komputer; Baristand Industri Palembang)

Distribusi dan Promosi


1. Eni Efendri, S.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)
2. Rori Andhika, A.Md. (Teknik Mesin; Baristand Industri Palembang)

Keuangan
Ade Faradilla, S.E. (Ekonomi; Baristand Industri Palembang)

Diterbitkan 2 (dua) kali per tahun oleh Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
Alamat : Jalan Perindustrian II No. 12 KM. 9 Palembang 30152
Telp/Fax : (0711) 412482
e-mail : jurnaldpi@gmail.com
ISSN 2088-8996
(Journal of The Dynamics of Industrial Research)
Vol. 25 No. 1 Tahun 2014

DAFTAR ISI

hal
Dewan Redaksi ............................................................................................................................i
Daftar Isi ...................................................................................................................................... ii
Kata Pengantar .......................................................................................................................... iii
Lembar Abstrak .......................................................................................................................... iv
Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet Remah Sebagai Media Pertumbuhan
Chlorella Vulgaris untuk Pakan Alami Ikan
Eli Yulita .............................................................................................................................. 1–11
Profil Gelatinisasi Formula Pempek “Lenjer”
Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Rindit Pambayun ............................... 13-22
Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Reaksi Hidrolisis pada Pra-Pembuatan Biogas dari
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Siti Masriani Rambe, Iriany dan Irvan ............................................................................ 23-30
Teknologi Mutu Tepung Pisang dengan Sistem Spray Drying untuk Biskuit
Chasri Nurhayati dan Oktavia Andayani ....................................................................... 31-41
Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Karakteristik Kompon Karet dengan
Bahan Pengisi Arang Aktif Tempurung Kelapa dan Nano Silika Sekam Padi
Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah dan Rindit Pambayun ........................... 43-51
Model Pengembangan Formula Kompon Vulkanisir Ban Luar Dump Truck dengan
Filler Fly Ash
Nasruddin, Sudirman, A. Mahendra dan A. Haryono ................................................... 53-61
Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap Kualitas Pemucatan Minyak Inti Sawit
Syamsul Bahri ................................................................................................................... 63-69
Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang, Kunyit dan Kulit Manggis untuk Kompon
Karet
Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Basuni Hamzah ....................................... 71-78

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat
dan rahmat-Nya Jurnal Dinamika Penelitian Industri (JDPI) terakreditasi LIPI dengan
Nomor: 500/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 Volume 25, Nomor 1, Tahun 2014 Balai Riset dan
Standardisasi Industri Palembang dapat diterbitkan.
JDPI pada penerbitan Volume 25, Nomor 1, Tahun 2014 ini, menyajikan 8
artikel yang berasal dari hasil penelitian yang berkaitan dengan industri hilir barang jadi
karet, pakan alami ikan, pempek lenjer, tepung pisang, biogas dan minyak inti sawit.
Dewan Redaksi menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
mitra bestari: Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P. (Universitas Sriwijaya), Dr. Ir. Didin
Suwardin, Msi. (Pusat Penelitian Karet Sembawa); Dr. Ir. H. M. Faizal, DEA
(Universitas Sriwjaya) dan Ir. Agus Sudibyo, M.P. (Balai Besar Industri Agro Bogor)
yang telah berkenan menelaah, me-review dan memberikan masukan untuk
pengembangan serta peningkatan kualitas ilmiah karya tulis ilmiah JDPI.
JDPI diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata untuk pengembangan
industri nasional, khususnya di bidang agro industri dan mampu menjadi motivasi bagi
para peneliti, perekayasa, dosen, mahasiswa program magister dan doktor baik di
dalam maupun di luar lingkungan Kementerian Perindustrian untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dewan redaksi dalam kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang terlibat dalam penerbitan
JDPI pada volume 25 Nomor 1 tahun 2014 ini.

Palembang, Juni 2014

Dewan Redaksi

iii
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI


(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)
ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014
ABSTRAK
PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET REMAH SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN
CHLORELLA VULGARIS UNTUK PAKAN ALAMI IKAN

Eli Yulita
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail: pradanaputri.8@gmail.com

Chlorella vulgaris dapat memanfaatkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah karet
yang berfungsi sebagai media pertumbuhan C. vulgaris. C. vulgaris adalah salah satu jenis mikroalga
yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan dan pakan alami ikan. Penelitian ini bertujuan
memanfaatkan limbah cair industri karet remah sebagai media pertumbuhan C. vulgaris untuk pakan
alami ikan. Tahap awal penelitian yaitu penyiapan isolat murni C. vulgaris, selanjutnya dilakukan
peremajaan sampai fase log, dilakukan scale up sampai diperoleh biomassa dari kultur C. vulgaris
yang dapat digunakan sebagai pakan alami. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap mutu pakan
alami yang dihasilkan meliputi beta karoten, asam folat, minyak dan lemak, kadar lemak, lemak tak
jenuh, protein, kadar air, kadar abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe), Mangan (Mn), Kalium dan Vitamin
dan limbah sisa dari media yang digunakan. Hasil pengujian kadar protein dan kadar air pakan ikan C.
vulgaris dengan memanfaatkan limbah cair industri karet remah berturut-turut yaitu 2,3% dan 95,46%.
Sedangkan mutu pakan alami yang dihasilkan yaitu lemak tak jenuh 0,44 mg/kg; protein 2,3%; minyak
lemak 141 mg/L; khlorofil a 2,7094 mg/L; khlorofil b, 0,8424 mg/L dan vitamin B1 3,99 mg/Kg; Vitamin
D 2,52 mg/100 g dan Vitamin E 1,09 mg/100 g.

Kata kunci: Limbah Cair, C. vulgaris, Pakan Alami Ikan

PROFIL GELATINISASI FORMULA PEMPEK “LENJER”

Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Rindit Pambayun


Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sriwjaya
e-mail: railiakarneta@yahoo.com

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil gelatinisasi adonan pempek lenjer dari beberapa
formula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. Selama pemanasan terjadi
peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula pati yang irreversible dalam air,
karena energi kinetik molekul air lebih kuat dari daya tarik molekul pati sehingga air dapat masuk ke
dalam granula pati. Hasil profil gelatinisasi menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung
tapioka pada adonan pempek maka suhu awal gelatinisasi semakin rendah (63°C), viskositas
maksimum semakin rendah (100 BU) gel lebih kompak, stabilitas pasta relatif rendah (41 BU) dan
viskositas balik semakin tinggi (31 BU) pengembangan granula lebih besar, tetapi kemungkinan
retrogradasi semakin besar.

Kata kunci: adonan, formula, gelatinisasi, sifat amilografi, pempek

iv
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI


(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)
ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014
ABSTRAK
PENGARUH WAKTU TINGGAL TERHADAP REAKSI HIDROLISIS PADA
PRA-PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Siti Masriani Rambe, Iriany dan Irvan


Program Studi Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
e-mail: siti_masriani@yahoo.com

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu tinggal terhadap reaksi hidrolisis yang
merupakan tahapan awal pada proses pembuatan biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit
(LCPKS). Penelitian ini dilakukan dalam reaktor bersekat anaerob yang terdiri dari 4 ruang dengan
jarak sekat dari dasar reaktor (clearance baffle reactor, CBR) divariasikan 1,5 dan 3 cm. Percobaan
diawali oleh proses aklimatisasi dan start up secara semi batch. Waktu tinggal divariasikan dari 18, 12
dan 6 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju dekomposisi Total Solid (TS), COD dan
parameter lainnya dipengaruhi oleh waktu tinggal. Hasil terbaik diperoleh pada waktu tinggal 18 hari
dan CBR 1,5 cm dengan laju dekomposisi COD sebesar 60,92% dan 60,92%. Reaktor dengan sistem
Anaerobic Baffle Reactor dapat digunakan sebagai reaktor penampungan sekaligus reaktor hidrolisis
pada pra-pembuatan biogas dari LCPKS.

Kata kunci : LCPKS, Hidrolisis, Reaktor Bersekat, Total Solid, Waktu Tinggal

TEKNOLOGI MUTU TEPUNG PISANG DENGAN SISTEM SPRAY DRYING


UNTUK BISKUIT

Chasri Nurhayati dan Oktavia Andayani


Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail: chasrinurhayati@yahoo.com

Pisang merupakan komoditi bersifat mudah rusak, sehingga diperlukan pengolahan lanjutan. Tepung
pisang merupakan produk olahan digunakan sebagai diversifikasi bahan baku biskuit. Cara hygiene
dalam pembuatan tepung dapat dilakukan dengan spray drying yaitu memanfaatkan suhu panas
blower. Penelitian ini menggunakan pisang kepok (A1) dan pisang gedah (A2). Mempunyai enam
variasi komposisi perbandingan tepung pisang, tepung kacang hijau dan tepung ikan pada substitusi
biskuit (P) yaitu P1 (1:1,5 :1,5), P2 (1:1:1), P3 (1:0,5:0,5), P4 (2:0,5 :0,5), P5 (3:0,5:0,5), P0 (4:0:0).
Pengujian tepung pisang berdasarkan standar mutu SNI 01-3841-1995 dan biskuit SNI 01-7111.2-
2005. Hasil penelitian menunjukkan pengeringan tepung pisang menghasilkan kadar air 3,62% untuk
tepung pisang kepok dan 3,73% untuk tepung pisang gedah, memenuhi standar mutu SNI 01-3841-
1995 kategori mutu A. Kandungan gizi biskuit terbaik diperoleh pada perlakuan A1P1 dengan
perbandingan 1:1,5 :1,5. Semua perlakuan biskuit dengan substitusi tepung pisang , tepung ikan dan
tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali untuk kadar air biskuit
tepung pisang gedah.

Kata kunci : tepung pisang, spray drying, biskuit

v
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI


(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)
ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014
ABSTRAK
PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPON KARET
DENGAN BAHAN PENGISI ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA
DAN NANO SILIKA SEKAM PADI

Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah dan Rindit Pambayun


Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya
e-mail: popy_marlina@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap karakteristik
kompon karet dengan menggunakan bahan pengisi arang aktif tempurung kelapa dan nano silika
sekam padi. Kompon karet yang digunakan dalam penelitian ini bahan pengisi dari arang aktif
tempurung kelapa 10 phr dan nano silika sekam padi 40 phr. Rancangan percobaan meliputi variasi
suhu 60°C, 70°C, 80°C dan lama penyimpanan kompon karet, yaitu 1 hari, 3 hari, 5 hari dan 7 hari.
Percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan
lama penyimpanan kompon karet berpengaruh terhadap karakteristik kompon karet, pada parameter
kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis. Karakteristik kompon karet
untuk kekerasan, tegangan putus dan perpanjangan putus setelah pengusangan untuk semua
perlakuan memenuhi syarat mutu kompon karet bantalan dermaga, sesuai SNI 06-3568-2006.
Ketahanan kikis untuk semua perlakuan kompon karet setelah pengusangan memenuhi karakteristik
kompon karet di pasaran, kisaran 400 – 600 cm3.

Kata Kunci : karakteristik kompon karet, lama penyimpanan, suhu

MODEL PENGEMBANGAN FORMULA KOMPON VULKANISIR BAN LUAR


DUMP TRUCK DENGAN FILLER FLY ASH

Nasruddin1), Sudirman2), A. Mahendra3) dan A. Haryono4)


1) 2)
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang ; Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)
3) 4)
Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP) ; Pusat Penelitian Kimia LIPI
e-mail: nas.bppi@gmail.com

Vulkanisir ban luar dump truck impor dan lokal telah dilakukan karakterisasi sebagai dasar untuk
membuat model pengembangan formula vulkanisir ban luar dump truck. Bahan yang digunakan
antara lain karet alam SIR 20, Elastomer Termoplastik (inserting ETP), carbon black, silica dan fly
ash. Hasil pengujian menunjukkan, penambahan ETP pada karet alam SIR 20 untuk vulkanisir ban
luar dump truck dapat meningkatkan kekerasan 3,03%, kuat tarik 3,87%, kuat sobek 15,46%,
modulus 100% dengan nilai 36,28%, modulus 300% dengan nilai 27,71% dan abrasi = 52,46%.
Pengujian sifat mekanik pada kondisi segar setelah proses penuaan (aging) dan setelah diberi
paparan ozon 25 pphm selama 3x24 jam pada suhu 40°C menunjukan, penambahan ETP
memberikan efek positif pada beberapa sifat mekanik. Hasil pengujian SEM-EDS menunjukan
penambahan ETP dapat melindungi karet alam dari serangan ozon. Fly ash yang ditambahkan pada
formula kompon memiliki kecenderungan berikatan satu sama lain, sehingga pada proses
pembuatan formula dikembangkan suatu inovasi pencampuran dengan coupling agent jenis PEG
400 dan Si 69.

Kata kunci : karet alam, ETP, carbon black, fly ash, kompon ban luar dump truck.

vi
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI


(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)
ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014
ABSTRAK
PENGARUH ADSORBEN BENTONIT TERHADAP KUALITAS
PEMUCATAN MINYAK INTI SAWIT

Syamsul Bahri
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail : esbe89@yahoo.co.id

Telah dilakukan penelitian pengaruh adsorben bentonit pada proses pemucatan minyak inti sawit.
Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktorial dimana faktor pertama
yaitu persentase bentonit w/v (1%, 2% dan 3%) dan faktor kedua yaitu volume minyak inti sawit (100
ml, 200 ml dan 300 ml). Percobaan dilakukan dengan pembuatan minyak inti sawit melalui pressing
pada 10 g/cm2 dan dilanjutkan dengan proses perendaman minyak dengan adsorben pada suhu
105°C selama 1 jam. Produk minyak diuji kualitasnya meliputi parameter warna, bau, rasa, kadar air,
kadar asam lemak sesuai dengan standar uji SNI 01-2901-2006, sedangkan parameter minyak pelikan
diuji dengan safonifikasi alkohol-KOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bentonit
berpengaruh signifikan terhadap kualitas minyak untuk warna saja, sedangkan parameter lain tidak
dipengaruhi oleh adanya bentonit sebagai adsorben. Kondisi optimum yaitu 2% bentonit pada volume
minyak 200 ml, dimana hasil warnanya mendekati kuning sesuai dengan yang dipersyaratkan Standar
Nasional Indonesia.

Kata kunci : bentonit, minyak inti sawit, pemucatan, warna

PEMANFAATAN TEPUNG DARI KULIT SECANG, KUNYIT DAN KULIT MANGGIS


UNTUK KOMPON KARET

Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Basuni Hamzah


Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya
e-mail : rahmaniar_een@yahoo.co.id.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimal variasi bahan pewarna alami dan
mengkaji karakteristik kompon karet yang dihasilkan. Penelitian dan pengujian laboratorium
dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang dan PT. Kobe Internasional Mandiri
Bandung. Penelitian ini menggunakan konsentrasi pewarna 5 phr dan 4 (empat) variasi pewarna yaitu
Formula A : Tepung kulit manggis, Formula B : Tepung kunyit, Formula C : Tepung kayu secang dan
Formula D : Pewarna sintetis sebagai kontrol. Parameter yang diamati Kekerasan, Shore A (ASTM D.
2240-1997), tegangan putus, kg/cm2 (ISO 37, 1994), Perpanjangan Putus (%), ketahanan ozon 50
pphm, 20%, 24 jam, 40°C dan total perbedaan warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Perlakuan yang baik adalah formula C : Tepung kayu secang dengan hasil uji Kekerasan sebesar 44
shore A, Tegangan putus sebesar 129 kg/cm2, Perpanjangan putus sebesar 845 %, ketahanan ozon
menunjukkan kompon karet tidak retak dan total perbedaan warna yaitu 26,74.

Kata kunci : kompon karet, pewarna, kayu secang, kunyit, kulit manggis.

vii
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI


(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)
ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014
ABSTRACT
THE UTILIZATION OF THE WASTE OF THE CRUMB RUBBER INDUSTRY
AS A GROWING MEDIA OF CHLORELLA VULGARIS FOR A NATURAL FORAGE FISH

Eli Yulita
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail: pradanaputri.8@gmail.com

Chlorella vulgaris can utilize organic substances contained in waste rubber which serves as a medium
for its growth. C. vulgaris is one of the types of microalgae that can be used as raw material forage
and natural forage fish. This research aims to utilize crumb rubber industry wastewater as a medium
for the growth of C. vulgaris natural forage fish. The initial phase of the research, namely the
preparation of pure isolates of C. vulgaris, followed by the rejuvenation to log phase, carried out to
scale up biomass obtained from cultures of C. vulgaris which could be used as a natural forage. The
next was testing the quality of natural forage product including beta carotene, folic acid, oils and fats,
fat, unsaturated fat, protein, moisture content, ash content, chlorophyll, crude fiber, iron (Fe),
manganese (Mn), potassium and vitamin and the wasted residual of the media used. The results of the
test for protein content and moisture content of C. vulgaris fish forage by utilizing the waste water of
crumb rubber industry respectively were 2.3% and 95.46%. While the quality of the natural forage
product produced were unsaturated fatty 0.44 mg / kg; 2.3% protein; fatty oils 141 mg / L; chlorophyll a
2.7094 mg / L; chlorophyll b, 0.8424 mg / L and vitamin B1 3.99 mg / kg; Vitamin D 2.52 mg / 100 g
and Vitamin E 1.09 mg / 100 g

Keywords : the waste, C. vulgaris, natural forage fish

THE GELATINIZATION PROFILES OF THE FORMULA OF PEMPEK “LENJER”

Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto and Rindit Pambayun


Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sriwjaya
e-mail: railiakarneta@yahoo.com

This research aims to determine the gelatinization profiles of pempek lenjer dough from several
formulas, with comparising fish with tapioca flour treatment. During the heating occured an increase in
viscosity caused by the swelling of the irreversible starch granules in the water caused by the kinetic
energy of water molecules which is stronger than the attraction of starch molecules so that the water
could get into the starch granules. Gelatinization profile result showed that the higher the addition of
tapioca flour on the pempek dough the lower the initial gelatinization temperature (63°C), the lower the
maximum viscosity (100 BU) is more compact the gel, paste stability was relatively low (41 BU) and the
higher the reverse viscosity (31 BU), the development of the granules became larger, but the greater
the the possibility of retrogradation.

Keywords : dough, formula, gelatinization, amilography properties, pempek

viii
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI


(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)
ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014
ABSTRACT
THE EFFECT OF RESIDENCE TIME TO THE HYDROLYSIS REACTION
ON THE PRE-PRODUCTION OF BIOGAS FROM PALM OIL MILL EFFLUENT

Siti Masriani Rambe, Iriany and Irvan


Program Studi Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
e-mail: siti_masriani@yahoo.com

This research aims to study the effect of residence time on hydrolysis reaction which is an initial stage
in the process of making biogas from palm oil mil effuentl (POME). This research was done in an
anaerobic baffle reactor consisting of 4 compartments (baffle clearance reactor CBR) varied on 1.5 and
3 cm. Experiments preceded by acclimatization process and semi-batch start up. The residence time
was varied from 18, 12 and 6 days. The results showed that the rate of decomposition of Total Solid
(TS), COD and other parameters influenced by the residence time. The best results were obtained at a
residence time of 18 days and a CBR of 1.5 cm with COD decomposition rate of 60.92% and 60.92%.
Reactor with Anaerobic Baffle system could be used as a shelter at the same reactor on pre-hydrolysis
reactor biogas production from POME.

Keywords : anaerobic baffle reactor, hydraulic retention time (HRT), hydrolysis, POME, total solid

THE TECHNOLOGY OF BANANA FLOUR QUALITY


WITH SPRAY DRYING SYSTEM FOR BISCUITS

Chasri Nurhayati and Oktavia Andayani


Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail: chasrinurhayati@yahoo.com

Bananas are a perishable commodity, necessitating further processing fluor substitution flour is a
refined products used as a biscuits raw material diversification treatment. The hygienic way in the
manufacture of bananas could be done by spray drying were utilize the hot temperatures of a blower
This study used a fluor substitution kepok (A1) and fluor substitution. (A2) Having six variations of
composition ratio of banana gedah flour, mung bean flour and fish fluor on treatment (P) were P1 (1:
1.5: 1.5), P2 (1: 1: 1), P3 (1: 0.5 : 0.5), P4 (2: 0.5: 0.5), P5 (3: 0.5: 0.5), P0 (4: 0: 0) Testing the quality
standards of SNI 01-3841-1995 of banana gedah flour based treatment and 01-7111.2-2005 The
results showed that drying of banana gedah flour produced 3.62% water content for kepok fluor
substitution bananas and 3.73% for fluor substitution bananas, met the the quality standards of SNI 01-
3841-1995 with category A for quality. The best treatment on occured on A1P1 obtained by
comparison 1: 1.5: 1.5 All biscuits treatment with bananas fluor substitution, fish flour and green bean
flour met the quality requirements 01-7111.2-2005 except for the water content of banana gedah flour.

Keywords : banana flour, spray drying, biscuits

ix
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI


(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)
ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014
ABSTRACT
EFFECT OF TEMPERATURE AND DURATION OF STORAGE TO CHARACTERISTICS OF
RUBBER COMPOUND WITH THE FILLERS OF ACTIVATED COCONUT SHELL CARBON AND
NANO SILICA FROM RICE HUSKS.

Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah and Rindit Pambayun


Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya
e-mail: popy_marlina@yahoo.co.id

The objectives research is to examines the effect of temperature and storage time to characteristics of
rubber compound that was added with the fillers of activated coconut shell carbon and nano silica from
rice husks. Rubber compound in this study is the use of a filler treatment activated coconut shell
carbon 10 phr and nano silica from rice husks 40 phr. Experimental design include variations in
temperature 600C, 700C and 800C and storage time 1 day, 3 days, 5 days and 7 days, with three (3 )
repetition. The results showed temperature and storage time affects the characteristics of the rubber
compound rubber compound , for the parameters of hardness , tensile strength , elongation at break
and abrasion resistance. Characteristics rubber compound for hardness, tensile strength, elongation at
break after ageing met the requirements of the Indonesian National Standards for pads dock rubber
compound SNI 06-3568-2006. Abrasion resistance rubber compound for all treatments after ageing
the characteristics of rubber compound on the market , the range of 400-600 cm3.

Keywords: rubber compound characteristics, storage time, temperature

MODEL DEVELOPMENT OUTSIDE THE FORMULA COMPOUND TIRE RETREADING


DUMP TRUCK WITH FLY ASH FILLER

Nasruddin1), Sudirman2), A. Mahendra3) and A. Haryono4)


1); 2)
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)
3) 4)
Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP) ; Pusat Penelitian Kimia LIPI
e-mail: nas.bppi@gmail.com

Retread tire dump trucks imported and local characterization has been performed as a basis for
modeling the development of a formula dump truck tire retreading. Materials used include natural
rubber SIR 20, Thermoplastic Elastomer (inserting ETP), carbon black, silica and fly ash. The test
results showed that the addition of the ETP on natural rubber SIR 20 for retread tire dump trucks can
increase the hardness of 3.03%, 3.87% tensile strength, tear strong 15.46%, 100% modulus with a
value of 36.28%, the modulus 300% with a value of 27.71% and 52.46% abrasion value. Testing of
mechanical properties in fresh condition after aging (aging) and after ozone exposure given PPHM
25 for 3x24 hours at a temperature of 40°C shows, the addition of ETP a positive effect on some
mechanical properties. The test results showed the addition of SEM-EDS ETP can protect natural
rubber from ozone attack. Fly ash is added to the compound of formula has a tendency to bind to one
another, so that the process of making the formula developed an innovative mixing with coupling
agent Si type of PEG 400 and 69.

Keywords : natural rubber, ETP, carbon black, fly ash, dump truck tire compound.

x
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI


(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)
ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014
ABSTRACT
THE EFFECT OF BENTONITE ADSORBENT TO THE QUALITY
OF BLEACHING PROCESS ON THE CORE PALM OIL

Syamsul Bahri
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail : esbe89@yahoo.co.id

Research on the effect of bentonite as adsorbent in the bleaching process of palm kernel oil was
conducted. The study was designed using complete randomized design with 2 factors; the first factor
was the percentage of bentonite as weight of volume: 1%, 2% and 3%, and the second factor was the
volume of palm kernel oil: 100 ml, 200 ml and 300 ml. Firstly, experiment started by producing kernel
oil by pressing the raw material at 10 g/cm2 and continued with the process of immersion with
adsorbent at a temperature of 105°C for 1 hour. Oil products was tested according to the procedures of
Coconut Palm Oil qualities include color, odor, taste, moisture content, free fatty acid levels in based
on SNI 01-2901-2006 test standards, while pelicans oil parameter was tested by alcohol-KOH
saponification process. The results showed that the percentage of the bentonite significantly effect on
oil quality for color only, while the other parameters were not affected by the presence of the bentonite
as an adsorbent. The processing optimum condition was 2% bentonite soaked 200 ml oil volume,
which resulted yellow color as close as required in accordance with SNI.

Keywords : bentonite, bleaching, palm kernel oil, color

THE UTILIZATION OF WOODEN CUP RIND FLOUR,


TURMERIC, AND MANGOSTEEN RIND FOR RUBBER COMPOUND

Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto and Basuni Hamzah


Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya
e-mail : rahmaniar_een@yahoo.co.id.

This research aims to obtain the optimal concentration in the variations of natural dyes and examines
the characteristics of the resulting rubber compound. Research and laboratory testing conducted at
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang and PT. Kobe Internasional Mandiri Bandung. This
study used dye concentration in 5 phr and 4 (four) color variation that were Formula A: Flour
mangosteen peel, Formula B: Meal turmeric, Formula C: Flour wooden cup and Formula D: Synthetic
dyes as the control. Parameters observed were Hardness, Shore A (ASTM D 2240-1997), tensile
strength, kg / cm 2 (ISO 37, 1994), elongation at break (%), 50 PPHM ozone resistance, 20%, 24 h, 40
° C and total color difference. The results showed that the best treatments was formula C: Flour
wooden cup with Hardness test results of 44 shore A, the voltage dropped by 129 kg / cm 2, Elongation
at break of 845%, the ozone resistance of rubber compounds showed no cracks and the total color
difference was 26,74.

Keywords : rubber compound, dyes, wooden cup, turmeric, mangosteen rind.

xi
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET REMAH SEBAGAI MEDIA


PERTUMBUHAN CHLORELLA VULGARIS UNTUK PAKAN ALAMI IKAN
THE UTILIZATION OF THE WASTE OF THE CRUMB RUBBER INDUSTRY
AS A GROWING MEDIA OF CHLORELLA VULGARIS FOR A NATURAL FORAGE FISH

Eli Yulita
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail : pradanaputri.8@gmail.com
Diterima: 10 Februari 2014; Direvisi: 17 Februari 2014 – 4 April 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak
Chlorella vulgaris dapat memanfaatkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam
limbah karet yang berfungsi sebagai media pertumbuhan C. vulgaris. C. vulgaris adalah
salah satu jenis mikroalga yang dapat digunakan sabagai bahan baku pakan dan pakan
alami ikan. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah cair industri karet remah
sebagai media pertumbuhan C. vulgaris untuk pakan alami ikan. Tahap awal penelitian
yaitu penyiapan isolat murni C. vulgaris, selanjutnya dilakukan peremajaan sampai fase
log, dilakukan scale up sampai diperoleh biomassa dari kultur C. vulgaris yang dapat
digunakan sebagai pakan alami. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap mutu pakan
alami yang dihasilkan meliputi beta karoten, asam folat, minyak dan lemak, kadar lemak,
lemak tak jenuh, protein, kadar air, kadar abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe), Mangan
(Mn), kalium, vitamin dan limbah sisa dari media yang digunakan. Hasil pengujian kadar
protein dan kadar air pakan ikan C. vulgaris dengan memanfaatkan limbah cair industri
karet remah berturut-turut yaitu 2,3% dan 95,46%. Sedangkan mutu pakan alami yang
dihasilkan yaitu lemak tak jenuh 0,44 mg/kg; protein 2,3%; minyak lemak 141 mg/L;
khlorofil a 2,7094 mg/L; khlorofil b, 0,8424 mg/L dan vitamin B1 3,99 mg/Kg; Vitamin D
2,52 mg/100 g dan Vitamin E 1,09 mg/100 g.
Kata Kunci : limbah cair, C. vulgaris, pakan alami ikan

Abstract

Chlorella vulgaris can utilize organic substances contained in waste rubber which serves
as a medium for its growth. C. vulgaris is one of the types of microalgae that can be used
as raw material forage and natural forage fish. This research aims to utilize crumb rubber
industry wastewater as a medium for the growth of C. vulgaris natural forage fish. The
initial phase of the research, namely the preparation of pure isolates of C. vulgaris,
followed by the rejuvenation to log phase, carried out to scale up biomass obtained from
cultures of C. vulgaris which could be used as a natural forage. The next was testing the
quality of natural forage product including beta carotene, folic acid, oils and fats, fat,
unsaturated fat, protein, moisture content, ash content, chlorophyll, crude fiber, iron (Fe),
manganese (Mn), potassium and vitamin and the wasted residual of the media used. The
results of the test for protein content and moisture content of C. vulgaris fish forage by
utilizing the waste water of crumb rubber industry respectively were 2.3% and 95.46%.
While the quality of the natural forage product produced were unsaturated fatty 0.44 mg /
kg; 2.3% protein; fatty oils 141 mg / L; chlorophyll a 2.7094 mg / L; chlorophyll b, 0.8424
mg / L and vitamin B1 3.99 mg / kg; Vitamin D 2.52 mg / 100 g and Vitamin E 1.09 mg /
100 g

Key words : the waste, C. vulgaris, natural forage fish

1
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

PENDAHULUAN Nitrogen, Fosfor, Belerang, Kalium,


Kalsium dan kandungan nitrat optimum
Proses pengolahan bokar menjadi (0,9-3,5 mg/L) serta mikronutrien seperti
crumb rubber pada industri karet remah Besi (Fe), Molibdenum (Mo), Tembaga
yang terdapat di Palembang banyak (Cu), Kalsium (Ca), Mangan (Mn), Seng
menggunakan air yang diambil dari (Zn) dan Kobalt (Co) untuk menunjang
Sungai Musi. Air diperlukan pada proses kehidupan dan pertumbuhannya. Logam
pencucian, pembersihan bokar dari seperti Cu, Fe dan Zn merupakan
kontaminasi dan proses pencacahan serta komponen penting untuk pertumbuhan
pada proses penggilingan (creeper). Air makhluk hidup seperti C. vulgaris, logam-
yang digunakan pada proses pengolahan logam berat tersebut dimanfaatkan dalam
crumb rubber dapat berpotensi sebagai pembentukkan kompleks logam dengan
limbah industri yang dapat menimbulkan protein yang ada dalam sel. Proses
pencemaran jika tidak diolah dengan baik penyerapan logam kadmium dapat terjadi
karena masih mangandung bahan-bahan melalui pertukaran ion antara logam
organik yang tinggi. kadmium dengan dinding sel atau melalui
C.vulgaris merupakan mikroalga pembentukan ikan kovalen antara logam
berklorofil yang membutuhkan unsur hara dengan gugus aktif pada dinding sel
makronutrisi berupa nitrogen dan fosfat. (Haryoto dan Wibowo, 2004). Dinding sel
C.vulgaris mampu hidup dengan baik fitoplankton terdiri atas senyawa organik
pada lingkungan yang banyak seperti protein, polisakarida, asam alginat
mengandung unsur hara tinggi dan dan asam uronat yang dapat berikatan
memanfaatkanya untuk kelangsungan dengan logam (Greene et al., 1986). Oleh
proses fotosintesis, berkembang biak dan sebab itu C. vulgaris dapat juga
melakukan aktivitas hidup lainnya digunakan dalam proses pengolahan
(Becker, 1994). limbah industri.
C.vulgaris merupakan salah satu Menurut Chen (2001), beberapa
jenis mikroalga yang dapat digunakan mikroalga memiliki kemampuan dalam
sabagai bahan baku pakan dan pakan meningkatkan kadar oksigen terlarut dan
alami ikan (Erlina et al., 2004) menurunkan kadar ammonium dengan
Pakan ikan alami yang berasal dari menggunakan hasil oksidasi nitrogen
mikroalga C. vulgaris dapat mempercepat dalam bentuk ammonium sebagai materi
pertumbuhan ikan dan benih ikan karena organik untuk fotosintesis. C.vulgaris
C. vulgaris mempunyai nutrisi yang merupakan mikroalga berkhlorofil yang
dibutuhkan seperti protein, lemak, beta membutuhkan unsur hara makronutrisi
karoten dan vitamin, hal ini disebabkan berupa nitrogen dan fosfat. C.vulgaris
karena sebagian besar komponen dapat hidup dengan baik pada lingkungan
penyusun dinding sel dan bagian-bagian yang banyak mengandung unsur hara
sel C. vulgaris terdiri atas protein, lemak, tinggi dan memanfaatkannya untuk
beta karoten, Nitrogen, Fosfor, Belerang, kelangsungan proses fotosintesis,
Kalium, Kalsium, Besi dan Cu serta berkembang biak dan melakukan aktivas
vitamin yang terbentuk melalui proses hidup lainnya (Becker, 1994). Tujuan dari
metabolisme yang terjadi di dalam sel. Hal penelitian ini yaitu memanfaatkan limbah
ini diperkuat oleh Muchlisin et., al,. (2003), cair industri karet remah sebagai media
Pertambahan berat larva ikan lele selama pertumbuhan C.vulgaris untuk pakan
15 hari pemeliharaan dengan pemberian alami ikan.
pakan ikan alami C. vulgaris rata-rata 0,04
gr dan pertambahan panjang 0,32 cm. BAHAN DAN METODE
Sedangkan menurut Wirosaputro (2002),
Komposisi kimia C. vulgaris meliputi beta A. Bahan dan Alat
karoten, khlorofil, fikosianin, g linolenic Bahan-bahan yang digunakan dalam
acid (GLA), asam folat, asam pantotenat, penelitian ini yaitu limbah cair industri
protein, Vitamin B12, zat besi dan mineral. karet remah yang diambil dari PT.
Menurut Andersen (2005), Spirulina Hoktong Plaju Palembang, Modifikasi Bold
sp membutuhkan makronutrien seperti

2
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

Basal Medium (BBM) cair dan BBM agar, Tahap awal penelitian yaitu
pupuk NPK, agar bacteriological, isolat penyiapan isolat murni C. vulgaris hasil
murni C. vulgaris hasil isolasi Alat-alat isolasi, selanjutnya dilakukan
pembuatan pakan alami ikan dari C. peremajaan sampai fase log, dilakukan
vulgaris yang digunakan yaitu gallon 20 scale up sampai diperoleh biomassa dari
L, erlenmeyer 250 ml; 500 ml; 1 L; 5 L, kultur C. vulgaris yang dapat
lampu neon, selang, seperangkat aerator digunakan sebagai pakan alami.
sedangkan alat-alat uji yang digunakan Selanjutnya dilakukan pengujian
yaitu bunsen, aluminium foil, micropipet, terhadap mutu pakan alami yang
AAS, HPLC, tabung reaksi dan alat-alat dihasilkan meliputi beta karoten, asam
yang biasa digunakan untuk analisa folat, minyak dan lemak, kadar lemak,
mikrobiologi. lemak tak jenuh, protein, kadar air, kadar
abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe),
B. Metode Penelitian Mangan (Mn), Kalium dan Vitamin.
Diagram alir pembuatan pakan Limbah sisa dari media yang digunakan
alami ikan C. vulgaris pada penelitian ini juga dilakukan pengujian untuk
dapat dilihat pada Gambar 1. mengetahui kualitas limbah.
Kegiatan penelitian dilaksanakan
pada skala laboratorium untuk Prosedur Pembuatan Pakan Alami
memanfaatkan limbah cair industri karet Ikan dari C. vulgaris pada Limbah Cair
remah sebagai media pertumbuhan C. Industri Karet Remah
vulgaris untuk pakan alami ikan. Tahap awal penelitian ini yaitu
penyiapan isolat murni C. vulgaris hasil
Isolat Murni isolasi sebanyak 6 ose, selanjutnya
C. vulgaris dilakukan peremajaan sampai fase log
Peremajaan
24 jam suhu 370C dengan menggunakan modifikasi BBM
cair dan limbah cair industri karet remah
C. vulgaris pada erlenmeyer 250 ml dengan
Fase log penambahan cahaya lampu TL 36 watt
selama 24 jam. Setelah mencapai fase
log C. vulgaris dilanjutkan ke tahap scale
Bioreaktor up dengan menggunakan limbah cair
Closed Pond Penambahan industri karet remah di dalam erlenmeyer
aerasi, Pupuk 500 ml, 1000 ml, 5000 ml dan Gallon 20
NPK, cahaya Liter dengan penambahan lampu TL 36
lampu TL selama
7 hari
watt selama 24 jam dan penambahan
Pemanenan
pupuk NPK dengan dosis 0,09 mg/L
pada hari ketiga, kelima dan ketujuh,
selanjutnya dilakukan pemanenan
Single Cell Protein dengan menggunakan plankton net
C. vulgaris ukuran 10 mikron atau dapat
menggunakan kain yang terbuat dari
bahan nilon.
Pengemasan Botol steril Setelah pakan alami C. vulgaris
C. vulgaris disimpan diperoleh selanjutnya biomassa C.
dalam lemari vulgaris dimasukkan ke dalam botol
es yang telah disterilisasi dan disimpan di
dalam lemari pendingin. Untuk
Pakan Ikan Alami
dan Bahan Baku mengetahui kualitas dari pakan alami
Pakan Buatan yang dihasilkan dilakukan pengujian
terhadap mutu pakan alami C. vulgaris
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Pakan meliputi beta karoten, minyak dan lemak,
Alami Ikan dari C. vulgaris kadar lemak, lemak tak jenuh, protein,
dengan Memanfaatkan Limbah kadar air, kadar abu, khlorofil, serat
Cair Industri Karet Remah

3
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

kasar, Besi (Fe), Mangan (Mn), Kalium dengan HCl 0,01 N. Hitung dengan
dan Vitamin. rumus :
% Protein = (d-b) x c x 0,014 x 6,25 x fp x 100% ........(1)
Penentuan Beta Karoten dan Kadar
a
Khlorofil Metoda Spektrofotometer
Disiapkan sampel dan aseton Keterangan :
dengan perbandingan 1:1 ke dalam a : bobot sampel
tabung 10 ml, kemudian ditambahkan b : volume HCl 0,01 N yang
glassbead, disonifikasi selama 45 menit, dibutuhkan pada penitraan
disentrifuge selama 30 menit, diukur blanko, dalam ml
kadar beta karoten dan kadar khlorofil c : normalitas HCl
dengan spektrofotometer pada masing- d : volume HCl 0,01 N yang
masing panjang gelombang 450 nm dan dibutuhkan pada panitaran
645 nm. contoh, dalam ml
fp : faktor pengenceran
Penentuan Minyak Lemak (SNI 06-
6989.10-2004) Penentuan Kadar Air (SNI 01-3136-
Disiapkan contoh uji sebanyak 1000 1992)
ml dan dimasukkan ke dalam corong Ditimbang sampel 2 g pada botol
pemisah selanjutnya ditambahkan HCl 1 timbang yang sudah diketahui bobotnya,
ml, homogenisasi dengan cara dikocok. kemudian dikeringkan pada oven pada
Kemudian botol contoh uji dibilas dengan suhu 105°C selama 3 jam. Selanjutnya
30 ml freon, air bilasan dimasukkan ke didinginkan ke dalam desikator,
dalam corong pemisah tadi kemudian kemudian ditimbang sampai diperoleh
dilakukan homogenisasi. Selanjutnya bobot tetap. Dihitung kadar air dengan
sampel yang sudah diketahui berat rumus :
tetapnya dimasukkan ke dalam labu Kadar Air : (b / a) x 100%.....................................(2)
destilasi, sisa sampel yang terdapat di
dalam corong pemisah dibilas dengan 30
ml freon. Kemudian larutan disuling di Keterangan :
atas pemanas air pada suhu 70 ± 2°C. a: bobot sampel sebelum dikeringkan, g
Hasil dari destilasi ditimbang dengan b: bobot sampel sesudah dikeringkan, g
neraca analitik.
Penentuan Kadar Abu (SNI 01-3136-
Penentuan Kadar Protein (SNI 01- 1992)
3136-1992) Ditimbang sampel sebanyak 2 gr ke
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dalam cawan porselen atau platina yang
ke dalam labu kjeldhal, kemudian sudah diketahui bobotnya. Kemudian
ditambahkan 2 g campuran selen dan 15 diarangkan di atas nyala api, lalu
ml H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan di diabukan di dalam tanur pada suhu
atas nyala api atau pemanas listrik maksium 500°C sampai dengan
sampai mendidih dan larutan menjadi pengabuan sempurna. Kemudian
jernih kehijau-hijauan selama 2 jam. didinginkan di dalam eksikator, lalu
Selanjutnya didinginkan dan diencerkan ditimbang sampai diketahui bobot
ke dalam labu takar sampai 100 ml. tetapnya dan dihitung dengan rumus :
Kemudian larutan dipipet sebanyak 5 ml
dan dimasukkan ke dalam alat Kadar Abu : ((b – c ) / a) x 100%..........................(3)
penyuling, selanjutnya ditambahkan 5 ml
NaOH 30% dan beberapa tetes indikator Keterangan :
pp. a : bobot sampel sebelum diabukan, gr
Kemudian suling lagi selama 10 b : bobot sampel dan cawan sesudah
menit, sebagai penampung gunakan diabukan, gr
erlenmeyer yang telah berisi 10 ml c : bobot cawan kosong, gr
larutan asam borat 2%. Kemudian titrasi

4
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

Penentuan Serat Kasar (SNI 01-3136- Penentuan Kadar Vitamin dengan


1992) HPLC
Ditimbang 2 gr sampel, bebaskan Dipipetkan sebanyak lima ratus
lemaknya dengan cara ekstraksi dengan mikroliter contoh uji ke dalam tabung
dimasukkan ke dalam soklet, setelah gelas berukuran 12 x 75 mm. Kemudian
mengendap tuangkan contoh ke dalam ke dalam setiap tabung ditambahkan 0,5
pelarut organik sebanyak 3 kali. ml etanol dan divorteks selama 5 detik
Selanjutnya contoh dikeringkan dan untuk mendenaturasikan protein.
dimasukan ke dalam Erlenmeyer 500 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml heksan
Kemudian ditambahkan 50 ml larutan kemudian ditambahkan ke dalam setiap
H2SO4 1,25%, kemudian didihkan tabung, divorteks lagi selama 5 detik.
selama 30 menit dengan menggunakan Lapisan heksan yang terdapat di
pendingin tegak. Ditambahkan 50 ml permukaan kemudian diambil dengan
NaOH 3,25% dan dididihkan lagi selama pipet Pasteur secara perlahan-lahan dan
30 menit. Kemudian disaring dengan disaring dengan filter 0,45 mikro liter.
corong Buchner yang berisi kertas saring Larutan heksan yang telah disaring
tak berabu Whatman 54 atau 541 yang kemudian diinjeksikan ke dalam sistem
telah dikeringkan dan diketahui kromatografi. Selanjutnya sesuaikan
bobotnya. kolom yang digunakan berdasarkan jenis
Endapan yang terbentuk dicuci vitamin yang dianalisa.
berturut-turut dengan H2SO4 1,25%, air
panas dan etanol 96%. Kemudian kertas HASIL DAN PEMBAHASAN
saring ditimbang dan dikeringkan ke
dalam oven pada suhu 1050C, kemudian Hasil Panen C. vulgaris sebagai Pakan
ditimbangkan lagi sampai diperoleh Ikan
bobot tetap. Bila kadar serat kasar lebih Rendemen C. vulgaris yang
besar dari 1, kertas saring diabukan dihasilkan dari total kapasitas biorekator
beserta isinya ditimbang sampai 300 L yaitu 50 L. C. vulgaris yang
diperoleh bobot tetap. Kemudian dihitung dihasilkan selanjutnya disimpan di dalam
dengan rumus : botol steril yang selanjutnya dapat
a. Serat kasar lebih kecil sama dengan langsung digunakan sebagai sumber
1% single cell protein sebagai bahan baku
Serat kasar : (a / c) x 100%....................................... (4) pakan ikan buatan dan pakan alami.
C. vulgaris banyak mengandung
b. Serat kasar lebih besar masa nutrisi penting seperti Fe, Ca, Zn, Mn,
dengan 1 % Mg, protein, lemak, vitamin, asam lemak
Serat kasar : ((a-b) / c) x 100%...................................(5) tak jenuh, beta karoten dan khlorofil
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
Penentuan Kadar Logam Berat Besi, pakan ikan alami dan buatan. Menurut
Mangan dan Kalium dengan AAS Amini dan Syamdidi (2006), C. vulgaris
Disiapkan larutan standar logam digunakan sebagai pakan larva-larva
dengan masing-masing konsentrasi 0 biota laut seperti ikan, kerang –
µg/l; 20 µg/l; 40 µg/l; 60 µg/l dan 80 µg/l kerangan dan udang yang langsung
dari larutan baku logam 10 mg/L. diberikan bersama media cair.
Kemudian saring larutan contoh 50 ml
dengan menggunakan saring membran Pengujian Kadar Logam Fe, Mn dan
0,45 µm, selanjutnya asamkan contoh Mg terhadap Pakan Ikan C. vulgaris
sampai pH lebih kecil dari 2 dengan Pengujian logam berat terhadap
HNO3 pekat. Contoh dipindahkan ke pakan ikan (Gambar 2) menunjukkan
dalam labu ukur 100 ml, didinginkan dan bahwa terdapat tiga konsentrasi logam
ditambahkan akuades yang yang tinggi yaitu Besi (Fe), Mangan (Mn)
mengandung HNO3 sebanyak 1,5 ml/l. dan Magnesium (Mg) dengan masing-
Selanjutnya dilakukan pengujian dengan masing konsentrasi secara berturut-turut
menggunakan AAS tungku karbon yaitu 34,6 mg/L; 15,8 mg/L; dan 116
sesuai dengan logam yang diuji. mg/L. Hal ini disebabkan karena adanya

5
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

biomassa C. vulgaris yang lemak dan berbagai senyawa organik


mempengaruhi jumlah dari ketiga logam lain, pertumbuhan dan pembentukkan
berat tersebut. sel secara vegetatif. Fosfor (P), diberikan
Unsur logam Fe, Mn dan Mg dalam bentuk KH2PO4 berfungsi untuk
merupakan beberapa unsur kimia metabolisme energi, sebagai stabilitator
penyusun sel C. vulgaris. Unsur Mn membran sel, pengaturan metabolisme
merupakan penyusun ribosom yang juga alga, pengaturan produksi pati/amilum,
berfungsi untuk mengaktifkan enzim pembentukan karbohidrat, protein dan
polimerase yang berperan dalam sintesis sintesis asam amino. Unsur Belerang
protein dan juga merupakan aktivator (S), berperan dalam pembentukan asam
enzim dalam siklus krebs dan proses amino dan vitamin. Unsur Kalsium (Ca),
fotosintesis. Unsur nutrisi hara Fe, Mn, berperan dalam membantu menyusun
dan Mg yang terdapat di dalam sel C. dinding sel dan mengatur permeabelitas
vulgaris diperlukan untuk memperbaiki membran. Unsur Kalium (K) berfungsi
pertumbuhan vegetatif tanaman, untuk pemanjangan sel, memperkuat
membantu pembelahan sel, aktivator dinding sel (Becker, 1995 dan Andersen,
enzim, pembentukan stomata, 2005).
penyusunan dinding sel tanaman dan
pembelahan sel (Yadial et al, 2012). Pengujian Kadar Vitamin pada C.
Sedangkan unsur Mg dan Fe, vulgaris
merupakan penyusun khlorofil. Tiap Vitamin yang terdapat pada C.
molekul khlorofil mengandung satu 1 vulgaris yang dihasilkan (Tabel 1).
atom Mg. Unsur Mg dan Fe terdapat Vitamin yang dominan terdapat di dalam
dalam khloroplas sel C. vulgaris yang C. vulgaris yaitu vitamin B1 (Thiamin)
berfungsi sebagai penangkap dan (3,99 mg/kg), vitamin D (2,52 mg/100 gr)
penyimpan energi cahaya dan aktivator dan vitamin E (1,09 mg/100gr). Hal ini
enzim dalam mekanisme energi serta menunjukkan bahwa nutrisi yang
membantu meningkatkan kadar khlorofil. terkandung di dalam C. vulgaris dapat
Pada penambahan pupuk anorganik digunakan sebagai bahan baku dalam
yang mengandung unsur Fe dan Mg pembuatan pakan ikan.
menunjukkan pertumbuhan tertinggi
sebesar 2,62 x 107 sel/ml (log 7,4 sel/ml) Tabel 1. Komposisi Kadar Vitamin pada
yang tercapai pada kultivasi sembilan C. vulgaris
hari (Amini dan Syamdidi, 2006)
No Jenis Satuan Hasil
Vitamin
1 Vitamin B1 mg/ kg 3,99
2 Vitamin D mg/100 gr 2,52
3 Vitamin E mg/100 gr 1,09

Pengujian Kadar Beta karoten, Asam


Folat, Minyak dan Lemak, Lemak,
Lemak tak Jenuh, Protein, Kalsium
sebagai Mineral Ca, Serat Kasar dan
Klorofil dan Mikrobiologi serta kadar
Air dan Kadar abu
Kualitas komposisi nutrisi C. vulgaris
terdapat pada Tabel 2. Pada Tabel 2
Gambar 2. Grafik Kandungan Logam Fe,
Mn dan Mg yang terdapat menunjukkan bahwa kadar beta karoten
pada C. Vulgaris yaitu 437 mg/kg, Kalsium (Ca) 12,3
mg/100 g, lemak tak jenuh 0,44 mg/kl,
Mikroalga C. vulgaris dalam protein 2,3%, Minyak dan Lemak 141
pertumbuhannya sangat membutuhkan mg/L, serat kasar 1,40%, Khlorofil A
beberapa nutrisi seperti Nitrogen (N) 2,70944 mg/L, Khlorofil B 0,8424 mg/L
berfungsi untuk membentuk protein, dan Klorofil Total 3,5718 mg/l.

6
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

Karotenoid merupakan suatu Chlorella pyreniodesa dan C.


kelompok pigmen organik berwarna vulgaris merupakan penghasil beberapa
kuning orange atau merah yang terjadi jenis karotenoid seprti beta karoten,
secara alami dalam tumbuhan yang alpha karoten, lutein, zeaxantin,
melakukan fotosintesis. Karotenoid astaxantin dan neoxantin. Chlorella
merupakan senyawa poliena isoprenoid pyreniodesa menghasilkan senyawa
yang tidak larut dalam air, mudah kasar 100 µg/g berat basah selnya
mengalami isomerasi dan oksidasi, (Kusmiati et al, 2010). Ditambahkan pula
menyerap cahaya dan dapat berikatan oleh Iwamoto (2004) setiap gram massa
dengan molekul yang bersifat hidrofobik. sel kering terkandung karotenoid total 7
Pigmen karotenoid mempunyai struktur mg (3,5 mg lutein; 0,5 mg alpha karoten;
alifatik dan alisiklik. Jenis karotenoid di dan 0,6 mg beta karoten) dan 35 mg
antaranya adalah beta karotenoid khlorofil. Sedangkan karotenoid C.
(Gross, 1991). vulgaris hampir seluruhnya terdiri dari
C. vulgaris termasuk ke dalam famili lutein (cha et a.l, 2008).
Chloropyta, pada umumnya mempunyai Pada Tabel 2. Hasil pengujian
zat warna hijau walaupun ada di antara terhadap Kalsium (Ca) 12,3 mg/100.
famili Chloropyta tidak mempunyai zat Unsur Ca berfungsi untuk pembentukan
warna hijau. Zat warna hijau ini dinding sel dari C. vulgaris (Isnantyo dan
merupakan hasil dari proses fotosintesa Kurniastuty, 1995; Oh-Hama dan
yang berupa khlorofil. Miyachi, 1988) Di dalam penelitian ini
sumber Ca berasal dari limbah cair,
Tabel 2. Pengujian Kadar Beta karoten, berdasarkan hasil analisa jumlah unsur
Minyak dan Lemak, Lemak, Protein, Ca yaitu 16,6 mg/L. C. vulgaris
Kalsium sebagai Mineral Ca, Serat melakukan biodegradasi unsur Ca yang
Kasar dan Klorofil terdapat di dalam limbah dan
dipergunakan untuk pembentukan
No Parameter Satuan Hasil
dinding sel sehingga dapat memperkuat
1 Beta karoten mg / kg 437
struktur dari sel. C. vulgaris memiliki
2 Kadar abu % 0,21
3 Kalsium (Ca) mg /100 12,3 daya biosorbi yang kuat terhadap logam
gram berat sehingga dapat dimanfaatkan
4 Protein % 2,3 untuk menetralisir limbah industri
5 Serat Kasar % 1,40 (Kabinawa, 2001).
6 Minyak dan mg / L 141,0 Sedangkan hasil uji protein, minyak
Lemak lemak, khlorofil a, khlorofil b, berturut -
7 Khlorofil A mg / L 2,7094 turut pada C. vulgaris yaitu 2,3%; 141
8 Khlorofil B mg / L 0,8424 mg/L; 2,7094 mg/L dan 0,8424 mg/L.
9 Khlorofil Total mg / L 3,5718 Menurut Pranayogi (2003) mikroalga
10 Kadar Air % 95,46
mempunyai komposisi nutrisi protein 30
– 55%, Karbohidrat 10 – 30 %, lemak 10
Hasil dari pengujian (Tabel 2) – 25 %, mineral 10 – 40 % dan asam
Menunjukkan bahwa kadar beta karoten nukleat 4 – 6 %. C. vulgaris merupakan
yang terdapat pada C. vulgaris yaitu 437
salah satu mikroalga yang mempunyai
mg/kg. Menurut Del Campo et al (2007)
jumlah khlorofil yang sangat tinggi.
Mikroalga merupakan sumber alami Dengan komposisi nutrisi yang terdapat
untuk berbagai senyawa penting pada C. vulgaris dapat berpengaruh
termasuk pigmen, di antaranya besar terhadap pertumbuhan ikan dan
astaxantin, kastaxantin dan loroxantin. larva ikan.
Beta karotenoid merupakan bagian Menurut Soletto (2005), mikroalga
integral dari proses fotosintesis terdapat dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pada C. vulgaris yang berfungsi sebagai
kandungan nutrisi pakan. Kandungan
pigmen dan pelindung terhadap oksigen protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
aktif yang terbentuk dari proses mineral dan asam amino essensial,
fotooksidasi. enzim, betakaroten dan khlorofil yang
signifikan sebagai alternatif dalam

7
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

pemanfaatannya sebagai bahan baku Perbandingan Kualitas Air Limbah


pakan alami dan pakan buatan. Sebelum dan Sesudah Diolah dengan
Sedangkan menurut Becker (2005), Menggunakan Cholrella vulgaris
Karbohidrat dalam mikroalga dapat sebagai Agent Biodegradasi.
ditemukan dalam bentuk pati, glukosa C. vulgaris mempunyai struktur yang
dan polisakarida lainnya. hampir sama dengan tumbuhan, salah
Pada umumya alga mempunyai satunya adalah dinding sel. C. vulgaris
khloropyl, tetapi tidak semuanya mempunyai dinding sel yang tersusun
berwarna hijau karena tertutup oleh selulosa. Beberapa jenis C. vulgaris
warna pigmen-pigmen lainnya. Pigmen mempunyai dinding sel yang tersusun
yang terdapat dalam alga bermacam- atas selulosa dan sporopollenin yang
macam yaitu khlorophyl (a,b,c,d,e), juga terdapat di dalam spora dan serbuk
karoten (α, β, δ), flavisin, xanthofil (lutein, sari yang merupakan suatu biopolimer
zeaxatin, violaxantin dan sebagainya), dari karotenoid yang mempunyai
fikobilin (fikoeritrin r dan c, fikosianin r kemampuan resisten terhadap degradasi
dan c) (Jutono, 1973). Sedangkan enzim dan polutan. Sporopollenin juga
menurut Prescott (1993), dinding sel mempunyai kemampuan untuk
mikroalga hijau sebagian besar berupa mengadsorbsi ion logam dari suatu
selulosa. Meskipun ada beberapa yang larutan membentuk kompleks logam
tidak memiliki dinding sel. Mereka dengan ligan. Hal ini menyebabkan alga
mempunyai klorophyl a dan beberapa hijau disebut sebagai filter feeder, yaitu
karetonoid dan biasanya mereka organisme yang mampu menyaring
berwarna hijau rumput. Pada saat partikel dari suspensi di lingkungan
kondisi budidaya menjadi padat dan hidupnya (Sunarto, 2008).
cahaya terbatas, sel akan memproduksi Pada Gambar 3 terlihat C. vulgaris
lebih banyak klorophyl dan menjadi hijau dapat memanfaatkan secara signifikan
gelap. Kebanyakan mikroalga hijau unsur Fe, Ca dan Mg yang terdapat di
menyimpan zat tepung sebagai dalam limbah berturut – turut 0,53 mg/L;
cadangan makanan meskipun ada 16,6 mg/L; dan 6,5 mg/L menjadi 0,13
diantaranya menyimpan minyak atau mg/L; 1,1 mg/L dan 4,12 mg/L. Unsur –
lemak. Contoh spesies dalam kelompok unsur tersebut merupakan unsur hara
chlorophyta termasuk di antaranya mikro yang dibutuhkan oleh C. vulgaris
chlamydomonas, chlorogonium, pyrobo untuk pertumbuhan dan perkembangan
trys, scenedesmus, chlorogonium,pyrobo hidupnya.
trys, scenedesmus, Volvox, Oocytis, C.
vulgaris.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa hasil
pengujian kadar protein 2,3%, dengan
nilai kadar air 95,46% sedangkan SNI
01-3136-1992 menetapkan persyaratan
kadar protein 40% b/b dan kadar air 10%
untuk protein sel tunggal atau single cell
protein pakan terdapat perbedaan yang
sangat signifikan terhadap hasil pakan
ikan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
karena pakan ikan yang dihasilkan dan
dibutuhkan dalam fase cair sehingga
terjadi pengenceran yang sangat
signifikan sebanyak 41,50 kali
pengenceran.

Gambar 3. Penurunan Kandungan Logam


Berat Fe, Ca dan Mg pada
Limbah Sebelum dan Sesudah
Diolah

8
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

dan memperlancar metabolisme dan


penyerapan makanan (Becker, 1994 ;
Andersen, 2005).

Gambar 4. Grafik Penurunan Nilai BOD dan


COD pada Limbah Sebelum dan
Sesudah Diolah

Selain unsur logam Fe, Ca dan Mg,


parameter BOD, COD dan NH3 juga Gambar 5. Penurunan Amoniak (NH3) pada
mengalami penurunan signifikan Limbah Sebelum (1) dan
Sesudah Diolah (2)
(Gambar 4) dan (Gambar 5) nilai BOD5
dan COD secara berturut – turut dari 6,9
Perbandingan hasil uji yang
mg/L dan 45,6 menjadi 4,6 mg/L dan
dilakukan terhadap limbah sebelum dan
27,3 mg/L sedangkan NH3 mengalami
sesudah diolah (Tabel. 3)
penurunan secara signifikan dari 14,11
mg/L menjadi 0,105 mg/L.
Tabel 3. Perbandingan Air Limbah Sebelum
Di dalam limbah cair karet banyak dan Sesudah Diolah dengan
terdapat senyawa organik hal ini yang Menggunakan C. Vulgaris
menyebabkan nilai BOD, COD dan NH 3
masih relatif tinggi tetapi senyawa Parameter Limbah Limbah
organik ini dapat digunakan oleh C. (mg/l) sebelum Sesudah
vulgaris sebagai sumber hara makro Diolah Diolah
dan mikro. NH3 14,11 0,105
Unsur hara makro dan mikro BOD5 6,9 4,6
biasanya diberikan dalam bentuk COD 45,6 27,3
senyawa. Unsur makro adalah unsur Besi (Fe) 0,53 0,13
Kalsium (Ca) 16,6 1,1
hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang
Magnesium 6,5 4,12
relatif banyak. Unsur hara makro yang (Mg)
dibutuhkan oleh C. vulgaris berupa Mangan (Mn) 0,09 0,01
Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K).
Unsur N berasal dari NH3 yang
terdapat di dalam limbah dapat KESIMPULAN
digunakan oleh C. vulgaris untuk
pertumbuhan hidupnya terutama dalam Hasil pengujian kadar protein dan
pembentukkan asam amino yang kadar air pakan ikan C. vulgaris berturut-
selannjutnya akan diubah menjadi turut yaitu 2,3% dan 95,46%. Pakan ikan
protein. Protein merupakan suatu yang menggunakan C. vulgaris
komponen utama penyusun dinding sel. mempunyai nutrisi yang dibutuhkan oleh
Unsur N diberikan dalam bentuk larva ikan dan ikan untuk
NH4NO3, NH2PO4 dan NH2SO4, berfungsi pertumbuhannya seperti lemak tak jenuh
untuk protein, lemak dan pembentukan 0,44 mg/kg; protein 2,3%; minyak lemak
sel secara vegetatif. Unsur P diberikan 141 mg/L; khlorofil a 2,7094 mg/L;
dalam bentuk KH2PO4, berfungsi untuk khlorofil b, 0,8424 mg/L.
metabolisme energi, stabilitator
membran sel, pengaturan metabolisme SARAN
alga seperti sintesa protein, pengaturan
produksi pati dan amilum, pembentukan Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
protein, karbohidrat dan membentuk cara pemanenan yang tepat untuk C.
struktur sel. Sedangkan unsur K vulgaris untuk mengatasi kehilangan
berfungsi untuk memperkuat struktur sel

9
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

biomassa yang cukup besar. Selain itu, Del Campo, A.J., Gonzales, G.,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Guererro, M.G. (2007). Outdoor
kemasan untuk penanganan pasca Cultivication of Microalgae for
panen produk pakan alami ikan yang Carotenoids Production: Current
dihasilkan. State and Perspektif. Appl. Microb.
Biotechnol. 74: 1163-1174.
DAFTAR PUSTAKA Erlina, A., Sri, A., Endrawati, H., Zainuri,
M. (2004). Kajian Nutritif
Amini, S., dan Syamdidi. (2006). Phytoplankton Pakan Alami pada
Konsentrasi Unsur Hara pada Sistem Kultivasi Massal. Jurnal
Media dan Pertumbuhan C. Ilmu Kelautan. 9(4): 206-210.
vulgaris dengan pupuk Anorganik Greene, B.M., McPherson, R., Henzi, M.,
Teknis dan Analis. Jurnal Alexander, M.D., dan Darnall, D.W.
Perikanan (Journal of Fisheries (1986). Interaction of Gold (I) and
Sciences). VIII(2): 201-2006. Gold (III) Complexes with Algal
Andersen, R.A. (2005). Alga Culturing Biomass. Environ. Sci. Technol.
Technique. UK: Elsevier Academic (20)6.
Press. Gross, J. (1991). Pigment in vegetables:
Badan Standardisasi Nasional. (1992), Chlorophylls and Caretonoids. New
Protein Sel Tunggal untu Pakan. York: Van Nostrand Reinhold.
Standar Nasional Indonesia Nomor Haryoto, dan Wibowo, A. (2004).
01-3136-1992. Jakarta: Dewan Kinetika Bioakumulasi Logam
Standaridisasi Nasional. Berat Kadmium oleh Fitoplankton
Badan Standardisasi Nasional. (1992), C. vulgarisLingkungan Perairan
Air dan Air Limbah. Standar Laut. Jurnal Penelitian Sains dan
Nasional Indonesia Nomor 06- Teknologi. (5)2.
6989.10-2004. Jakarta: Dewan Isnantyo, A., dan Kurniastuty, (1995),
Standaridisasi Nasional. Teknik Kultur Fitoplankton dan
Bold, H.C., and Michael J.W., (1985). Zooplankton. Yogyakarta: Kanisius.
Introduction to The Algae Structure Iwamoto, H. (2004). Industrial Production
and Reproduction. Second Edition. of Microalgae Cell Mass and
New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Secondary Products Major
Upper Saddle River. Industrial Species: Chlorella dalam
Becker, E.W. (1994). Microalgae Richmond, H. (2004). Handbook of
Biotechnology and Microbiology. Microalgae Culture : Biotechnology
Cambridge: Cambridge University and Applied Phycology. New
Press. Jersey: Blackwell Publishing.
Becker, E.W. (2005). Microalgae Jutono. (1973). Pedoman Praktikum
Biotechnology and Microbiology. Mikrobiologi Umum untuk
Cambridge: Cambridge University Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Press. Departemen Mikrobiologi Fakultas
Cha, K.H., Koo, S.Y., Lee, D.U. (2008). Pertanian UGM.
Antiproliferative effeects of Kabinawa, I.N.K. (2001). Mikroalga
Carotenoids extracted from sebagai Sumber Daya Hayati
Chlorella ellipsoidea and C. (SDH) perairan dalam Perspektif
vulgaris on Human Colon Cancer. Bioteknologi. Bogor: Puslitbang
J. Agrifood Chem. 56. Bioteknologi LIPI.
Chen. C.Y., (2001). Immobilized Kusmiati, Agustini, N.W.S., Tamat, S.R.,
Microalga scenedeszmus Irawati, M. (2010). Ekstraksi dan
quadricauda (Chloropyta, Purifikasi Senyawa Lutein dari
Chlorococcales) for long term Mikroalga Chlorella pyrenoidesa
storage and for application in fish Galur Lokal Ink. Jurnal Kimia
culture water quality control. Indonesia. (5).
Aquaculture. 195(1-2). Muchlisin, Z.A., Ahmad, D., Rina, F.,
Muhammadar, dan Musri, M.

10
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

(2003). Pengaruh beberapa jenis


pakan alami terhadap
pertumbuhan dan kelulushidupan
larva ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus). Jurnal Biologi. 2(3).
Prescott, G.W., Jhon, P.H., and Donald,
A.K. (1993). Microbiology.
England: WCB Publisher.
Pranayogi, D. (2003). Studi Potensi
Pigmen Khlorofil dan Karotenoid
dari Mikroalga Chlorophyceae.
Lampung: Universitas Lampung.
Sunarto, (2008). Karekteristik Biologi dan
Peranan Plankton bagi Ekosistem
Laut. Bandung: Universitas
Padjajaran.
Solleto, D., Binaghi, L., Lodi, A.,
Carvalho, J.C.M., and Converti, A.
(2005) Batch dan Fed Batch
Cultivations of Spirulina planteis
using Ammonium Sulphate and
Urea as Nitrogen Sources.
Aquaculture. 243(1): 217-224.
Wirosaputro. S. (2002). Cholrella untuk
Kesehatan Global. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Yadial, S.C., Sri, A., Lestari, S.D. (2012).
Kultivasi C. vulgarispada Media
Tumbuh yang Diperkaya dengan
Pupuk Anorganik dan Soil Extract.
Jakarta: Balai Besar Riset
Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan (BBRPPBKP).

11
12
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

PROFIL GELATINISASI FORMULA PEMPEK “LENJER”


THE GELATINIZATION PROFILES OF THE FORMULA OF PEMPEK ”LENJER”
Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Rindit Pambayun
Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sriwjaya
e-mail: railiakarneta@yahoo.com
Diterima: 13 Mei 2013; Direvisi: 27 Mei 2013 – 14 November 2013; Disetujui: 28 November 2013

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil gelatinisasi adonan pempek lenjer dari
beberapa formula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. Selama
pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula
pati yang irreversible dalam air, karena energi kinetik molekul air lebih kuat dari daya tarik
molekul pati sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Hasil profil gelatinisasi
menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka pada adonan pempek
maka suhu awal gelatinisasi semakin rendah (63°C), viskositas maksimum semakin
rendah (100 BU) gel lebih kompak, stabilitas pasta relatif rendah (41 BU) dan viskositas
balik semakin tinggi (31 BU) pengembangan granula lebih besar, tetapi kemungkinan
retrogradasi semakin besar.
Kata kunci: adonan, formula, gelatinisasi, sifat amilografi, pempek

Abstract
This research aims to determine the gelatinization profiles of pempek lenjer dough from
several formulas, with comparising fish with tapioca flour treatment. During the heating
occured an increase in viscosity caused by the swelling of the irreversible starch granules
in the water caused by the kinetic energy of water molecules which is stronger than the
attraction of starch molecules so that the water could get into the starch granules.
Gelatinization profile result showed that the higher the addition of tapioca flour on the
pempek dough the lower the initial gelatinization temperature (63°C), the lower the
maximum viscosity (100 BU) is more compact the gel, paste stability was relatively low
(41 BU) and the higher the reverse viscosity (31 BU), the development of the granules
became larger, but the greater the the possibility of retrogradation.

Keywords: dough, formulation, gelatinization, amilography properties, pempek

PENDAHULUAN salah satu tahap penting pada


pembuatan pempek, karena pada tahap
Pempek merupakan makanan ini molekul pati mengalami gelatinisasi
tradisional khas Sumatera Selatan, yang dan protein terdenaturasi (Chen et al.,
berpotensi dikembangkan ke skala 1999). Lama dan suhu pemasakan
industri yang lebih besar, karena selain pempek secara optimal belum dilakukan
rasanya yang khas dan disukai oleh produsen pempek, sehingga
masyarakat, juga memiliki nilai ekonomis penurunan mutu dan kerusakan-
dan gizi yang cukup tinggi. Pempek kerusakan akibat proses pengolahan
dibuat dari daging ikan giling, tepung dengan pemberian panas yang
tapioka atau tepung sagu, air, garam, berlebihan belum diperhitungkan, yg
dan bumbu-bumbu sebagai penambah berdampak terhadap masa simpan
cita rasa. Tahapan pengolahan pempek pempek yang relatif singkat.
terdiri dari penggilingan daging ikan, Industri pempek harus mengetahui
pencampuran bahan, pembentukan secara kuantitatif data sifat amilografi
pempek dan pemasakan. Pada tahap dari adonan pempek, agar energi yang
pemasakan (perebusan) merupakan diberikan sesuai dengan kebutuhan

13
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.

pemasakan pempek dan tingkat suhu menyebabkan warna gel menjadi buram
yang dihasilkan tidak menurunkan (Haryadi, 1995).
massa, warna dan kualitas pempek. Masalah utama pengembangan
Data amilografi adonan pempek sangat industri pempek di Sumatera Selatan
diperlukan oleh industri pempek adalah mutu yang tidak konsisten dan
terutama untuk mengidentifikasi daya tahan simpan yang rendah, karena
perubahan respon, akibat perubahan industri pempek skala kecil sering
formulasi adonan, dapat menduga suhu mengubah formula dan cara pengolahan
yang dibutuhkan selama pengolahan, terutama lama dan suhu pemasakan
dan dapat mengidentifikasi data awal yang tidak terkontrol, sehingga
untuk keperluan rancang bangun serta konsistensi mutu pempek sulit
operasi proses panas pengolahan dipertahankaan. Industri pempek sulit
pempek, dan ahirnya dapat pula di susun dikembangkan ke skala industri yang
standarisasi pempek untuk tujuan lebih besar tanpa konsistensi mutu yang
perdagangan, baik untuk keperluan baik (Karneta, 2010). Negara negara
domestik maupun internasional. yang sukses dalam perdagangan luar
Profil gelatinisasi adonan pempek negeri, pada umumnya ditunjang oleh
(sifat amilografi) berdasarkan system jaminan mutu yang baik dan
peningkatan viskositas mensimulasikan bersifat proaktif terhadap persyaratan
proses pemasakan. Selama pemasakan mutu yang diminta, dengan
(perebusan) akan mempengaruhi melaksanakan pemasyarakatan mutu
granula pati dan protein ikan. Pada (quality promotion) yang terprogram
granula pati terjadi pembengkakan yang dengan baik (Kadarisman, 2000).
irreversible dalam air, karena energi Industri pempek Sumatera Selatan
kinetik molekul air lebih kuat dari pada diharapkan dapat menyongsong era
daya tarik molekul pati sehingga air perdagangan bebas, dengan produk
dapat masuk ke dalam granula pati. yang bermutu, sanitasi, hygiene dan
Proses kenaikan suhu bahan yang keamanan pangan.
direbus dipengaruhi oleh kecepatan Masalah mutu pempek dipengaruhi oleh
transfer panas dari air perebusan ke beberapa faktor, yaitu :
bahan yang terjadi secara konveksi, dan 1. Apakah suhu dan waktu awal
transfer panas dalam bahan terjadi gelatinisasi dapat diketahui secara
secara konduksi (Huang and Liu, 2009). kuantitatif untuk setiap formula
Menurut Alam et al., 2007, semakin lama pempek
pemanasan semakin banyak granula pati 2. Apakah suhu dan waktu saat granula
yang mengalami pengembangan dan pecah berpengaruh terhadap
tidak dapat kembali pada kondisi semula viskositas maksimum
(tergelatinisasi), sehingga jumlah granula 3. Apakah formula pempek
pati dan senyawa lainnya yang larut berpengaruh terhadap viskositas
dalam air seperti protein, vitamin dan pendinginan
mineral akan berkurang, sebaliknya 4. Apakah formula pempek
waktu pemasakan yang lebih singkat berpengaruh terhadap viskositas
memungkinkan granula pati tidak balik
tergelatinisasi secara sempurna. 5. Apakah formula pempek
Pemasakan pati yang berlebihan berpengaruh terhadap stabilitas
mengakibatkan lebih banyak amilosa pempek
yang terdifusi dalam suspensi pati Penelitian ini bertujuan untuk
sehingga viskositasnya menurun dan mengetahui profil gelatinisasi adonan
penyusutan bahan meningkat, karena pempek lenjer dari beberapa formula.
sebagian besar penyusun bahan yang meliputi suhu awal gelatinisasi,
terutama amilosa telah lepas keluar, dan waktu awal gelatinisasi, suhu gelatinisasi
molekul amilosa yang berantai lurus (saat granula pecah), waktu gelatinisasi
dapat mengelompok melalui ikatan (granula pecah), viskositas maksimum,
hidrogen intermolekuler yang

14
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

viskositas dingin, viskositas balik dan B. Metode Penelitian


stabilitas pempek. Penelitian ini berupa perlakuan
tunggal yaitu formulasi pempek dengan
BAHAN DAN METODE perbandingan daging ikan gabus dan
tepung tapioka sebagai berikut :
A. Bahan dan Alat Formula 1 = 2 : 1
Bahan yang digunakan dalam Formula 2 = 2 : 2
penelitian ini adalah tepung tapioka cap Formula 3 = 2 : 3
tani, garam dapur, ikan gabus Formula 4 = 2 : 4
(Ophicephallus striatus Blkr) dan air es.
Tepung tapioka dan ikan gabus Pelaksanaan Penelitian
diperoleh di Pasar Cinde Palembang. Membuat adonan pempek sesuai
Alat yang digunakan adalah alat dengan formulasinya, dengan
pengolahan yaitu ekstruder, pisau, menambahkan air dan 2,5% garam
baskom, timbangan, labu takar dan alat dapur. Penambahan air mengikuti
analisis produk yang digunakan adalah rumus : 75% berat adonan – (kadar air
Brabender Micro Visco amylograph ikan x berat ikan) – (kadar air tepung x
version 2.4.9 type 80.3203 (Gambar 1). berat tepung).
Bagian-bagian penting dari alat adalah Pengamatan utama pada penelitian
sebagai berikut: wadah mangkuk (1) ini adalah profil gelatinisasi, yang
dan pengaduk berputar (2) yang terbuat meliputi suhu gelatinisasi, viskositas
dari baja tahan karat. Pengaduk ini puncak (V max), ketidak stabilan pasta
dihubungkan dengan pegas pengukur (3) (KP), viskositas balik (VB) dan viskositas
yang sangat sensitif. Setelah diisi setelah didinginkan selama 20 menit
suspensi adonan pempek, mangkuk pada suhu 50°C (VR). Profil gelatinisasi
diputarkan pada kecepatan yang tetap dievaluasi dengan menggunakan
(4). Perputaran pengaduk tergantung brabender micro visco amylograf.
pada viskositas bahan yang diukur. Sampel adonan pempek ditimbang
Tahanan yang dihasilkan dialirkan sebanyak 10 gram yang sudah diketahui
melalui sistem pegas dan secara kadar airnya kedalam measuring bowl
kontinyu dicatat pada alat pencatat (5). kemudian ditambahkan 105 ml aquades.
Alat pencatat dilengkapi dengan kertas Suspensi dihomogenkan dengan spatula
dan pensil pencatat, dimana setiap garis dan measuring bowl ditempatkan
pada sumbu x (horizontal) menunjukkan kedalam instrument brabender micro
1 menit, sedangkan garis melengkung visco amylograph, kemudian diputar
kearah vertikal menunjukkan nilai dengan 250 putaran permenit sambil
viskositas yang dinyatakan dalam satuan dinaikkan suhunya dari 30°C sampai
brabender unit (BU). Mangkuk 95°C dengan laju kenaikan suhu 1,5°C
dipanaskan oleh sumber radiasi (7) yang per menit. Amylografi hasil pengamatan
terus dihubungkan ke bahan yang adonan pempek disajikan pada Gambar
sedang dianalisis. 2, 3, 4 dan 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Suhu Awal Gelatinisasi


Hasil analisis profil gelatinisasi
adonan pempek disajikan pada Tabel 1,
2, 3 dan 4 dan amilografi adonan
pempek pada Gambar 2, 3, 4, dan 5.
Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada
saat pertama kali viskositas mulai naik,
Gambar 1. Instrumen Brabender Micro Visco saat ikatan mulai melemah dan
Amylograph terjadinya pembengkakan granula pati.
Suhu gelatinisasi merupakan fenomena
sifat fisik pati yang kompleks yang

15
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara sampai batas yang akan mengembang
lain ukuran molekul amilosa, amilopektin secara lambat, dimana air secara
dan keadaan media pemanasan. perlahan-lahan dan bolak- balik
berimbibisi ke dalam granula sehingga
Tabel 1. Profil Gelatinisasi Pempek Formula 1 terjadi pemutusan ikatan hydrogen
antara molekul-molekul granula, (b)
Point Nama Waktu Viskositas Temp
(menit) (BU) (°C)
pengembangan granula secara cepat
A Awal proses 6:00 19 69,9 yang dikarenakan menyerap air secara
gelatinisasi cepat sampai kehilangan sifat
B Viskositas 7:30 304 89,6
maksimum birefriengence (sifat merefleksikan
C Viskositas pada 9:20 112 98,6 cahaya terpolarisasi), (c) granula pecah
suhu 95°C jika cukup air dan suhu terus naik
(holding period)
D Viskositas 14:20 44 100 sehingga molekul amilosa keluar dari
setelah granula (Kusnandar, 2010).
pendinginan
E Viskositas pada 21:00 30 66,7
Formula 1 mempunyai suhu dan
suhu 50°C waktu awal gelatinisasi yang tinggi yaitu
F Viskositas akhir 22:00 31 62,6 69,9°C pada waktu menit ke 6
pendinginan
B-D Stabilitas pasta 260 pemanasan. Pada suhu dibawah 69,9°C
E-D Viskositas balik -14 tidak menyebabkan perubahan
viskositas pada formula 1, tetapi pada
suhu 69,9°C mulai terjadi peningkatan
viskositas. Pemanasan lebih lanjut
menyebabkan terjadinya viskositas
puncak (maksimum) pada suhu 89,6°C
sebesar 304 BU.
Formula 1 lebih banyak
mengandung ikan dibandingkan formula
yang lain, sehingga pada waktu
pemanasan menyebabkan terjadinya
hidrolisis molekul amilosa atau
amilopektin menjadi rantai yang lebih
pendek, misalnya dekstrin (Lidiasari et
al., 2006). Hal ini dapat menyebabkan
pati menurun kemampuan gelatinisasi
secara keseluruhan sehingga waktu awal
gelatinisasi menjadi lama. Pada formula
1, mengandung kadar lemak dan protein
yang tinggi yang mampu membentuk
Gambar 2. Amilografi Adonan Pempek kompleks dengan amilosa, sehingga
Formula 1 membentuk endapan yang tidak larut
dan menghambat pengeluaran amilosa
Gelatinisasi merupakan proses dari granula. Dengan demikian,
pengembangan granula diikuti diperlukan energi yang lebih besar untuk
berubahnya struktur granula dan melepas amilosa sehingga suhu awal
hilangnya sifat kristalin. Sebelum gelatinisasi yang dicapai akan lebih
granula berubah, beberapa bahan tinggi (Richana dan Titi, 2004).
terutama amilosa mulai terpisah dari Keberadaan lemak dan protein
granula, tetapi tidak semua amilosa dapat membentuk lapisan pada
terpisah selama gelatinisasi. Perubahan permukaan granula pati (Awuah et al.,
morfologis granula pati selama 2007). Hal ini dapat menyebabkan
pengembangan tergantung pada sifat penundaan proses gelatinisasi, karena
alami pati. Mekanisme gelatinisasi pada menghambat adsorbsi air oleh granula
dasarnya terjadi dalam tiga tahap yaitu : pati. Proses penundaan gelatinisasi
(a) penyerapan air oleh granula pati dapat diamati dari peningkatan suhu

16
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

gelatinisasi dan profil gelatinisasi pati pada formula 3, tetapi pada suhu 63,7°C
yang lebih landai (Kusnandar, 2010). mulai terjadi peningkatan viskositas.
Formula 2 mempunyai suhu dan waktu Pemanasan lebih lanjut menyebabkan
awal gelatinisasi yaitu 65,9°C pada terjadinya viskositas puncak (maksimum)
waktu menit ke 5,50 pemanasan. Pada pada suhu 84,5°C sebesar 114 BU.
suhu dibawah 65,9°C tidak
menyebabkan perubahan viskositas Tabel 3. Profil Gelatinisasi Pempek
pada formula 2, tetapi pada suhu 65,9°C Formula 3
mulai terjadi peningkatan viskositas.
Point Nama Waktu Viskositas Temp
Pemanasan lebih lanjut menyebabkan (menit) (BU) (°C)
terjadinya viskositas puncak (maksimum) A Awal proses 4:35 18 63,7
pada suhu 89,1°C sebesar 302 BU. gelatinisasi
B Viskositas 6:05 114 84,5
maksimum
Tabel 2. Profil Gelatinisasi Pempek C Viskositas pada 9:20 89 94,7
Formula 2 suhu 95°C
(holding
Point Nama Waktu Viskositas Temp period)
(menit) (BU) (°C) D Viskositas 14:20 87 99,8
A Awal proses 5:50 19 65,9 setelah
gelatinisasi pendinginan
B Viskositas 6:10 302 89,1 E Viskositas pada 21:00 110 54,9
maksimum suhu 50°C
C Viskositas pada 9:20 157 94,8 F Viskositas akhir 22:00 113 49,2
suhu 95°C pendinginan
(holding period) B-D Stabilitas pasta 27
D Viskositas 14:20 50 100 E-D Viskositas balik 23
setelah
pendinginan
E Viskositas pada 21:00 72 63,4
suhu 50°C
F Viskositas akhir 22:00 75 59,4
pendinginan
B-D Stabilitas pasta 252
E-D Viskositas balik 22

Gambar 4. Amilografi Adonan Pempek


Formula 3

Formula 4 mempunyai suhu dan


waktu awal gelatinisasi yang rendah
Gambar 3. Amilografi Adonan Pempek yaitu 63,0°C pada waktu menit ke 4,10
Formula 2 pemanasan. Pada suhu dibawah 63,0°C
tidak menyebabkan perubahan
Formula 3 mempunyai suhu dan viskositas pada formula 4, tetapi pada
waktu awal gelatinisasi 63,7°C pada suhu 63,0°C mulai terjadi peningkatan
waktu menit ke 4,35 pemanasan. Pada viskositas. Pemanasan lebih lanjut
suhu dibawah 63,7°C tidak menyebabkan terjadinya viskositas
menyebabkan perubahan viskositas

17
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.

puncak (maksimum) pada suhu 81,2°C karena banyaknya gugus hidroksil bebas
sebesar 100 BU. pada suhu yang lebih rendah (Winarno,
1997), dan ketika terjadi peningkatan
Tabel 4. Profil Gelatinisasi Pempek suhu maka proses pembengkakan dan
Formula 4 pecahnya granula lebih cepat terjadi. Hal
ini diduga karena granula pati pada
Point Nama Waktu Viskositas Temp
(menit) (BU) (°C)
perlakuan ini masih banyak mengandung
proporsi yang berbentuk amorf sehingga
A Awal proses 4:10 15 63
gelatinisasi mudah mengalami pengembangan, dan
B Viskositas 6:00 100 81,2 mempercepat terjadinya proses
maksimum
C Viskositas pada 9:20 89 93,8
gelatinisasi. Pada formula 1 lebih sedikit
suhu 95°C mengandung tepung tapioka, sehingga
(holding proporsi amorf pada granula pati juga
period) sedikit, dan lebih banyak proporsi ikan,
D Viskositas 14:20 59 99.8
setelah yang mudah mengalami penurunan mutu
pendinginan akibat aktivitas bakteri sehingga dapat
E Viskositas pada 21:00 90 51,4
suhu 50°C
menurunkan pH adonan (Kang et al,
F Viskositas akhir 22:00 95 48,6 2007). Kondisi asam dapat
pendinginan menghidrolisa bagian amorf granula pati,
B-D Stabilitas pasta 41
sehingga meningkatkan proporsi bagian
E-D Viskositas balik 31 kristalin yang kompak. Daerah kristalin
pada granula pati yang bangunannya
sukar ditembus oleh pengaruh dari luar,
misalnya air, enzim dan bahan kimia.
Hal ini dapat mengakibatkan kenaikan
suhu gelatinisasi. Menurut Opaku et al.,
(2006), suhu awal gelatinisasi meningkat
pada pati yang mempunyai ukuran
granula yang lebih kecil, karena sulit
dimasuki air, sehingga lebih sulit
mengalami proses gelatinisasi. Suhu
gelatinisasi adalah suhu pecahnya
granula pati karena pembengkakan
granula setelah melewati titik maksimum.
Semakin rendah suhu gelatinisasi
semakin singkat waktu gelatinisasi.
Secara umum semakin banyak tepung
tapioka pada adonan pempek maka
akan menurunkan suhu dan waktu
Gambar 5. Amilografi Adonan Pempek
gelatinisasi. Formula 1 mempunyai suhu
Formula 4 (1 bagian ikan: 2 dan waktu gelatinisasi tertinggi yaitu
bagian tepung) 69,9°C dan waktu 6 menit dan formula 4
mempunyai suhu dan waktu gelatinisasi
Semakin rendah suhu gelatinisasi terendah yaitu 63,0°C dan waktu 4,10
semakin singkat waktu gelatinisasi. Sifat menit.
ini berkaitan dengan energi dan biaya Suhu gelatinisasi mempunyai
yang dibutuhkan dalam proses produksi, hubungan dengan kekompakan granula,
karena pati akan terhidrolisa bila telah serta kadar amilosa dan amilopektin.
melewati suhu gelatinisasi. Kondisi ini Gelatinisasi mengakibatkan dehidrasi
menunjukkan pada suhu tersebut dan konversi dari bentuk amorphous
adonan pempek mulai menyerap air dan amilosa ke bentuk helik. Bentuk helik
semakin banyak tepung tapioka pada menjadi bagian yang lemah dari kristal
adonan pempek, maka memiliki granula pati. Temperatur gelatinisasi
kemampuan menyerap air lebih banyak dipengaruhi oleh kuat lemahnya ikatan di

18
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

dalam granula. Menurut Collado et al Selama pemanasan terjadi peningkatan


(2001), gelatinisasi dipengaruhi oleh viskositas yang disebabkan oleh
jumlah air dan panas. Penetrasi air dan pembengkakan granula pati yang
panas secara bersamaan ke dalam irreversible dalam air. Energi kinetik
granula pati menyebabkan molekul air lebih kuat dari pada daya
pengembangan volume dari granula. tarik molekul pati sehingga air dapat
Pengembangan volume granula masuk ke dalam granula pati. Suhu
dimulai dari bagian amorfus. Energi viskositas maksimum disebut suhu akhir
yang cukup akan memutuskan ikatan gelatinisasi, pada suhu ini granula pati
hydrogen intermolekuler pada bagian telah kehilangan sifat birefringencenya
amorfus menyebabkan granula dan granula sudah tidak mempunyai
mengembang, tetapi belum sampai kristal lagi. Komponen yang
merusak susunan kristal pada bagian menyebabkan sifat kristal dan
lain dari granula. Selanjutnya birefringence adalah amilopektin.
pemanasan akan lebih merenggangkan Dengan demikian amilopektin sangat
misela, sehingga air akan lebih banyak berpengaruh terhadap viskositas.
terperangkap dalam granula, sehingga Viskositas maksimum adalah titik
granula semakin membesar sampai maksimum viskositas adonan pempek
pada suatu keadaan dimana pati selama proses pemanasan. Koefisien
kehilangan struktur kristalnya sama viskositas `maksimum adonan pempek
sekali. Kusnandar (2010) menyatakan formula 1 yaitu 304 BU, pada suhu
pula bahwa, mekanisme pengembangan 89,6°C, dengan lama pemanasan 7,30
granula pati disebabkan molekul-molekul menit. Pada formula 2 koefisien
amilosa dan amilopektin secara fisik viskositas maksimum 302 BU, pada
hanya dipertahankan oleh ikatan-ikatan suhu 89,1°C dengan lama pemanasan
hidrogen lemah. Atom hidrogen dari 6,10 menit. Pada formula 3 koefisien
gugus hidroksil akan tertarik pada viskositas maksimum 114 BU, pada
muatan negatif atom oksigen dari gugus suhu 84,5°C dengan lama pemanasan
hidroksil yang lain. Sehingga saat 6,05 menit. Pada formula 4 koefisien
naiknya suhu suspensi, maka ikatan viskositas maksimum 100 BU, pada
hidrogen makin lemah. Dilain pihak suhu 81,2°C dengan lama pemanasan 6
molekul-molekul air mempunyai energi menit.
kinetik yang lebih tinggi, sehingga lebih Pada suhu lebih tinggi dari 89,6°C
mudah berpenetrasi ke dalam granula, pada formula 1, suhu lebih tinggi dari
tetapi ikatan hidrogen antar molekul air 89,1°C pada formula 2, suhu lebih tinggi
sekaligus melemah. Ahirnya saat suhu dari 84,5°C pada formula 3, dan suhu
suspensi mulai menurun, maka air akan lebih tinggi dari 81,2°C pada formula 4,
terikat secara simultan dalam sistem menyebabkan amilosa akan terdifusi
amilosa dan amilopektin, dengan keluar, sehingga volume pempek
demikian menghasilkan ukuran granula semakin kecil (susut). Volume produk
yang makin besar (Alam et al., 2007). olahan berkorelasi negatif terhadap
Formula pempek dominan tepung viskositas maksimum. Semakin tinggi
tapioka, memiliki waktu awal gelatinisasi koefisien viskositas maksimum akan
lebih rendah dari formula pempek terjadi peristiwa yang mengikuti
dominan ikan gabus, sehingga industry gelatinisasi dalam disosiasi pati (pasting)
pempek dapat mempersingkat waktu yang ditandai dengan keluarnya
pemasakan pempek dominan tepung komponen amilosa dari dalam granula,
tapioka dibandingkan pemasakan atau terjadi kerusakan granula
pempek dominan ikan gabus. menyeluruh (Uthumporn et al., 2010),
sehingga volume bahan semakin kecil.
Viskositas maksimum menggambarkan
B. Viskositas Maksimum
kerapuhan dari granula pati yang
Viskositas maksimum merupakan
mengembang, yaitu mulai saat pertama
titik maksimum viskositas pasta yang
kali mengembang sampai granula
dihasilkan selama proses pemanasan.
tersebut pecah. Viskositas tinggi

19
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.

menunjukkan bahwa adonan memiliki dan 41 BU. Hal ini menunjukkan bahwa
pengikatan air (water binding) yang semakin sedikit jumlah tepung tapioka
sangat tinggi (Kubota et al., 2003). pada adonan pempek maka, semakin
Semakin tinggi tepung tapioka pada tidak stabil. Tingkat stabilitas pasta ini
adonan maka viskositas maksimum dipengaruhi oleh ikatan silang yang
semakin rendah, sehingga pempek dapat memperkuat struktur granula,
semakin kompak. Industri pempek dapat sehingga granula menjadi kompak.
menentukan suhu viskositas maksimum Dengan demikian granula akan lebih
tiap adonan yang di produksi, agar stabil selama proses pemanasan
terhindar dari susut masak, sehingga (Nurdjanah, 2009).
volume pempek dapat maksimal. Penurunan vikositas pada saat
holding (suhu 95°C) menunjukkan pasta
C. Viskositas fase pendinginan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada
Koefisien viskositas fase formula 1 dan formula 2, viskositas pada
pendinginan yang rendah menunjukkan saat holding menurun secara drastis,
bahan memilki kemampuan membentuk sedangkan pada pada formula 3 dan
gel yang kurang kuat (Alam et al., 2007). formula 4 penurunan viskositas yang
Viskositas fase pendinginan formula 1 rendah, sehingga relatif lebih stabil.
paling rendah dari formula yang lain
yaitu 31 BU. Hal ini disebabkan formula E. Viskositas Balik
1 mengandung pati terutama amilosa Viskositas balik adonan pempek
relatif rendah sehingga memilki berkisar antara -14 sampai 31 BU.
kemampuan membentuk gel yang Viskositas balik tertinggi terdapat pada
kurang kuat dibandingkan formula yang adonan formula 4 dan yang terendah
lain. Sebaliknya koefisien viskositas fase pada adonan formula 1. Semakin sedikit
pendinginan formula 3 paling tinggi yaitu jumlah tepung tapioka pada adonan
113 BU, sehingga mampu membentuk maka viskositas balik semakin kecil.
gel yang lebih kompak karena adanya Viskositas balik mencerminkan
ikatan hidrogen dari molekul pati juga kemampuan asosiasi atau retrogradasi
ikatan ionik dan disulfida dari protein molekul pati pada proses pendinginan (
ikan. Koefisien viskositas fase Richana dan Titi, 2004). Semakin
pendinginan formula 4 yaitu 95 BU lebih rendah nilai viskositas balik,
rendah dari formula 3, karena pada kecenderungan beretrogradasi semakin
formula 4 lebih dominan tepung (pati) rendah demikian sebaliknya. Selama
sehingga hanya dominan ikatan hidrogen pemanasan terjadi pemecahan granula,
pada bahan. Ikatan hidrogen pada pati maka jumlah amilosa yang keluar dari
menyebabkan molekul-molekul amilosa granula semakin banyak, sehingga
dan amilopektin cenderung membentuk kecenderungan untuk terjadi retrogradasi
ikatan hidrogen sesama sendiri sehingga meningkat. Retrogradasi adalah proses
terjadi retrogradasi. kristalisasi kembali pati yang telah
mengalami gelatinisasi.
D. Stabilitas Pasta Pempek dominan tepung tapioka,
Stabilitas pasta dihitung dari selisih mempunyai kecenderungan terjadinya
viskositas pasta pada awal pendinginan retrogradasi, sehingga selama
dengan viskositas maksimum. Stabilitas penyimpanan pempek menjadi lebih
pasta adonan pempek berkisar antara keruh dan terbentuk endapan yang tidak
27-260. Semakin tinggi tingkat selisih larut. Hal ini disebabkan oleh
viskositas pasta selama proses tersebut rekristalisasi molekul pati. Pada awalnya
menunjukkan bahwa adonan tersebut amilosa membentuk rantai double helix
semakin tidak stabil. Pada formula 1 yang diikuti pengumpulan helix-helix.
angka stabilitas pastanya adalah 260 Retrogradasi terjadi ketika molekul-
BU,dan formula 2 angka stabilitas molekul pati tergelatinisasi mulai
pastanya 252, sedangkan formula 3 bergabung kembali membentuk suatu
dan 4, angka stabilitas pastanya 27 BU struktur tertentu yang merupakan proses

20
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

larutnya rantai linier polisakarida dan and Overview. J.Chem.Engin and


mengurangi kelarutan molekul. Proc. 46: 584 – 602.
Fenomena retrogradasi merupakan hasil Chen, H., Bradley, Marks, and Murphy,
ikatan hidrogen antara molekul pati yang Y. (1999). Modeling Coupled Heat
mempunyai gugus hidroksil dari sisi and Mass Transfer for Convection
penerima hidrogen. Cooking of Chicken Patties. J.Food
Viskositas balik formula 4 lebih tinggi Sci. 42: 139-146.
dari formula yang lain, hal ini berarti Collado, L.S., Mabesa, L.B., Oates, C.G.
pengembangan granulanya lebih besar. and Corse, H. (2001). Bihon-Type
Granula yang semakin mengembang Noodles From Heat-Moisture-
menyebabkan semakin banyaknya Treated Sweet Potato Starch. J.
molekul linier yang berdifusi keluar Food.Sci. 66(4): 604-609.
granula sehingga kemungkinan Haryadi. (1995). Kimia dan Teknologi
retrogradasi semakin besar pula Pati. Yogyakarta: Program Pasca
(Kusnandar, 2010). Viskositas balik Sarjana Universitas Gajah Mada.
yang tinggi sangat diharapkan pada Huang, L. and Liu, L.S. (2009).
produk pempek, karena akan Simultaneous Determination of
menghasilkan produk pempek yang lebih Thermal Conductivity and Thermal
stabil dan tidak keras. Sebaliknya Diffusivity of Food and Agricultural
viskositas balik yang rendah sangat baik Materials Using a Transient Plane-
untuk produk kue dan cake, karena Source Method. J Food Engin. 95:
menyebabkan kekerasan sesudah 179-185.
produk dingin. Kadarisman, D. (2000). Peningkatan
Produk-Produk Pangan Lokal di
KESIMPULAN Indonesia Dalam Pemenuhan
Standar Internasional. Buletin
Suhu gelatinisasi, waktu awal
Teknologi dan Industri Pangan.
gelatinisasi dan saat granula pecah pada
11(1): 70-79.
pempek dominan ikan adalah lebih tinggi
Kang, G.H., Yang, H.S., Yeon, J. and
dari pempek dominan tapioka. Koefisien
Moon, S.H. (2007). Gel Color and
viskositas pendinginan pempek dominan
Texture of Surimi-like Pork from
ikan adalah lebih rendah dari pempek
Muscles at Different Rigor States
dominan tapioka. Pempek dominan ikan
Post-mortem. Asian-Aust. J. Anim.
membentuk gel yang kurang kompak
Sci. 20(7): 1127-1134.
atau kurang kenyal. Koefisien viskositas
Karneta, R. (2010). Analisis Kelayakan
balik pempek dominan ikan lebih rendah
Ekonomi dan Optimasi Formulasi
dari pempek dominan tapioka, dan
Pempek Lenjer Skala Industri. J
terjadinya retrogradasi pada pempek
Pembangunan Manusia. 4(3): 264-
dominan ikan juga rendah. Pempek
274.
dominan ikan mempunyai koefisien
Kubota, S., Tamura, Y., Morioka, K and
stabilitas yang lebih tinggi dari pempek
Itoh, Y. (2003). Variable Pressure-
dominan tapioka, dan lebih tidak stabil.
Scanning Electron Microscopic
Observation of Walleye Pollock
DAFTAR PUSTAKA
Surimi Gel. J Food Sci. 68(1) : 307-
311
Alam. N., Saleh, M.S., Haryadi dan
Kusnandar, F. (2010). Kimia Pangan
Santoso. (2007). Sifat Fisika Kimia
Komponen Makro. Jakarta: Dian
dan Sensoris Instant Starch Noodle
Rakyat.
(ISN) Pati Aren pada Berbagai Cara
Lidiasari,E., Syafutri,M. dan Syaiful.
Pembuatan. Jur. Agroland. 14 (40) :
(2006). Influence of Drying
269-274.
Temperature Difference On Physical
Awuah, G.B., Ramaswamy, H.S., and
and Chemical Qualities of Partially
Economides, A. (2007). Thermal
Fermented Cassava Flour. Jurnal
Processing And Quality: Principles
Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 8:
141-146.

21
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.

Nurdjanah, S. (2009). Karakteristik


Pasta dari Pati Jagung
Terfermentasi Secara Spontan.
Bahan Seminar Hasil Penelitian dan
Pengabdian Pada Masyarakat.
Lampung: Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
Opaku, A., Tabil, L.G., Crear, B., and
Shaw, M.D. (2006). Thermal
Conductivity and Thermal Diffusivity
of Timothy Hay. Can Biosys Engin.
48 : 31-37
Richana, N dan Candra, T. (2004).
Karakterisasi Sifat Fisikokimia
Tepung Umbi dan Tepung Pati Dari
Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa
dan Gembili. J. Pascapanen. 1(1) :
29-37.
Uthumporn, Zaidul, Karim. (2010).
Hydrolysis of Granular Starch at sub-
gelatinization Temperature Using a
Mixture of Amylolytic Enzymes. Food
and Bioproducts Processing. 88: 47
– 54.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

22
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30

PENGARUH WAKTU TINGGAL TERHADAP REAKSI HIDROLISIS PADA


PRA-PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
THE EFFECT OF RESIDENCE TIME TO THE HYDROLYSIS REACTION
ON THE PRE-PRODUCTION OF BIOGAS FROM PALM OIL MILL EFFLUENT
Siti Masriani Rambe, Iriany dan Irvan
Program Studi Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
e-mail: siti_masriani@yahoo.com
Diterima: 13 Maret 2014; Direvisi: 24 Maret 2014 – 23 Mei 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu tinggal terhadap reaksi
hidrolisis yang merupakan tahapan awal pada proses pembuatan biogas dari limbah cair
pabrik kelapa sawit (LCPKS). Penelitian ini dilakukan dalam reaktor bersekat anaerob
yang terdiri dari 4 ruang dengan jarak sekat dari dasar reaktor (clearance baffle reactor,
CBR) divariasikan 1,5 dan 3 cm. Percobaan diawali oleh proses aklimatisasi dan start up
secara semi batch. Waktu tinggal divariasikan dari 18, 12 dan 6 hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa laju dekomposisi Total Solid (TS), COD dan parameter lainnya
dipengaruhi oleh waktu tinggal. Hasil terbaik diperoleh pada waktu tinggal 18 hari dan
CBR 1,5 cm dengan laju dekomposisi COD sebesar 60,92% dan 60,92%. Reaktor
dengan sistem Anaerobic Baffle Reactor dapat digunakan sebagai reaktor penampungan
sekaligus reaktor hidrolisis pada pra-pembuatan biogas dari LCPKS.
Kata kunci: LCPKS, hidrolisis, reaktor bersekat, total solid, waktu tinggal

Abstract
This research aims to study the effect of residence time on hydrolysis reaction which is an
initial stage in the process of making biogas from palm oil mil effuentl (POME). This
research was done in an anaerobic baffle reactor consisting of 4 compartments (baffle
clearance reactor CBR) varied on 1.5 and 3 cm. Experiments preceded by acclimatization
process and semi-batch start up. The residence time was varied from 18, 12 and 6 days.
The results showed that the rate of decomposition of Total Solid (TS), COD and other
parameters influenced by the residence time. The best results were obtained at a
residence time of 18 days and a CBR of 1.5 cm with COD decomposition rate of 60.92%
and 60.92%. Reactor with Anaerobic Baffle system could be used as a shelter at the
same reactor on pre-hydrolysis reactor biogas production from POME.
Keywords: anaerobic baffle reactor, hydraulic retention time (HRT), hydrolysis,
POME, total solid

PENDAHULUAN Reaksi hidrolisis merupakan langkah


awal proses pengolahan anaerobik dari
Limbah cair pabrik kelapa sawit semua proses penguraian dimana bahan
(LCPKS) merupakan salah satu jenis organik akan berubah menjadi bentuk
buangan pabrik pengolahan kelapa sawit yang lebih sederhana sehingga dapat
yang berasal dari air kondensat pada diurai oleh mikroorganisme pada proses
proses sterilisasi, air dari proses fermentasi. Proses hidrolisis lebih sering
klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), disebut depolimerisasi karena dapat
dan air pencucian. LCPKS dapat memecah makromolekul (Broughton,
dimanfaatkan sebagai energi berupa 2009). Mikroorganisme hidrolase yang
biogas melalui tahap/reaksi yaitu reaksi tumbuh berupa mikroorganisme
hidrolisis, acidogenesis, acetogenesis anaerobik. Untuk senyawa komplek dan
dan metanogenesis. konsentrasi yang tinggi, hidrolisis
biasanya berjalan lambat.

23
Siti Masriani Rambe Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...
Iriany dan Irvan

Mikroorganisme akan mendekomposisi Kelemahan dari Sergio et al., (2008)


rantai panjang karbohidrat, protein dan memerlukan energi yang besar dan
lemak menjadi bagian yang lebih tangki yang banyak dalam proses reaksi
pendek. Proses penguraian ini hidrolisis pada pra-pembuatan biogas
melibatkan mikroorganisme hidrolase, dari LCPKS. Yusoff et al., (2010)
senyawa–senyawa organik kompleks menjelaskan bahwa waktu tinggal (HRT)
dihidrolisis menjadi monomer–monomer. sangat berpengaruh pada proses
Sebagai contoh, polisakarida diubah hidrolisis dalam pebentukan senyawa
menjadi monosakarida, protein diubah asam dan hanya sedikit berbentuk H 2
menjadi peptida dan asam amino, lemak yang masih larut dalam air belum
dihidrolisis menjadi asam–asam lemak berbentuk fase gas.
atau gliserol. Sedangkan penelitian Dengan demikian, dalam pra-
Movaheydyan et al., (2007) pembuatan biogas dari LCPKS
mengemukakan dalam penelitiannya memerlukan reaktor dengan sistem
bahwa hasil dari proses hidrolisis adalah Anaerobic Baffle Reactor (ABR) dan
Asam volatile karboksilat, asam keton, waktu tinggal limbah yang lebih lama.
asam hidroksi, keton, alkohol, gula, Kelebihan reaktor dengan sistem ABR
asam amino. adalah desain yang sederhana dan
Beberapa Pabrik Kelapa Sawit penggunaan energi lebih rendah karena
(PKS) telah mengolah LCPKS nya tidak menggunakan motor pengaduk.
menjadi biogas dengan berbagai Reaktor yang diinginkan adalah reaktor
metode. Irvan et al., (2012) melakukan berfungsi sebagai penampung bahan
pembuatan biogas melalui keempat baku sekaligus sebagai reaktor (media
reaksi diatas sekaligus dalam satu reaksi hidrolisis). Reaktor ini tidak
reaktor anaerobik. Kelemahan penelitian diharapkan terjadi reaksi metanogenesis
tersebut adalah waktu pembentukan sebab pada tahap reaksi metanogenesis
biogas yang cukup lama sekitar 3 (pembentukan biogas) akan dilanjutkan
minggu karena mikroorganisme yang pada reaktor lain dengan spesifikasi
berperan setiap tahap reaksi berbeda yang berbeda. Dalam pemenuhan
karakternya. Empat proses reaksi terjadi spesifikasi reaktor sebagai media reaksi
dalam satu reaktor yang sama hidrolisis, harus mempertimbangkan
memerlukan waktu yang lama sehingga banyak variabel seperti suhu, nutrien,
dibutuhkan reaktor yang banyak dalam hydraulic retention time (HRT) dan lain
mengolah biogas dari LCPKS. PKS sebagainya. Variabel-variabel ini perlu
sering mengalami kelebihan produksi dipertimbangkan karena karakter limbah
sehingga jumlah LCPKS yang dihasilkan cepat berubah seiring dengan waktu
cukup tinggi mencapai 52.000.000 ton tinggal limbah dalam reaktor karena
LCPKS setiap tahunnya (Irvan et al., mikroorganisme yang ada di dalam
2012) dan sebaliknya pada kondisi limbah sangat mudah bereaksi/berubah.
pabrik dalam perbaikan mesin atau Tujuan penelitian ini adalah untuk
shutdown maka LCPKS tidak dihasilkan. mengetahui pengaruh waktu tinggal
Proses produksi biogas dengan jumlah (HRT) dan jarak dasar dengan sekat
tertentu dan kontinu memerlukan bahan reaktor (CBR) terhadap reaksi hidrolisis
baku tersedia dalam jumlah tertentu pada reaktor dengan sistem ABR
secara kontinu pula. sebagai tahap awal pembentukan biogas
Sergio et al., (2008) telah melakukan dari LCPKS. Hasil penelitian ini
penelitian dengan mengkaji reaksi diharapkan dapat memberikan informasi
hidrolisis–asigonesis LCPKS dengan bagi PKS untuk menyediakan tangki
sistem Continuous Stirred Tank Reactor penyimpan sekaligus reaktor (reaksi
(CSTR) atau reaktor berpengaduk. Hasil hidrolisis) sesuai dengan karakter
penelitiannya diperoleh waktu tinggal/ LCPKS. Pada reaktor ini diharapkan
hydraulic retention time (HRT) optimum terjadi reaksi hidrolisis pada pra-
adalah pada kondisi HRT 3 dan 4 hari pembuatan biogas dari LCPKS.
untuk terjadi proses reaksi hidrolisis.

24
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30

BAHAN DAN METODE dengan sekat atau sering disebut


dengan istilah Clearance Baffle Reactor
A. Bahan dan Alat (CBR) yaitu 1,5 cm dan 3 cm.
Dalam penelitian ini bahan utama Pengumpanan substrat dilakukan pada
yang digunakan adalah limbah cair tangki penyimpan POME (1),
pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang menggunakan pompa dialirkan pada
berasal dari pabrik kelapa sawit Adolina tangki ABR secara semibatch.
milik PTPN IV Lubuk Pakam, inokulum Pengambilan sampel dilakukan setiap
dari kolam asam limbah pabrik kelapa hari dan di setiap ruang untuk
sawit Pabatu milik PTPN IV Tebing mengetahui nilai pH dan TS, karena
Tinggi dan bahan kimia untuk analisa mikroorganisme dalam LCPKS rentan
COD. berubah setiap hari dan pengambilan
Penelitian ini menggunakan reaktor contoh analisa parameter COD dilakukan
dengan tipe Anaerobic Baffle Reactor. secara periodik hanya untuk mengetahui
Reaktor tipe ini memiliki bentuk/geometri kinerja mikroorganisme dalam
yang praktis dan sederhana seperti yang mendegradasi partikel organik dalam
ditunjukkan dalam Gambar 1. Peralatan LCPKS. Penelitian ini dilakukan pada
pH meter untuk mengetahui derajat suhu kamar sebab mikroorganisme
keasaman limbah, oven dan analytical hidrolase dapat berkembang biak pada
balance untuk analisa nilai Total Solid suhu kamar (Wanna Chorit et al., 2007)
(TS).
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Waktu Tinggal (HRT)


terhadap Reaksi Hidrolisis
Parameter COD adalah salah satu
parameter kimia yang dapat diukur
dalam limbah, sedangkan parameter
fisika adalah parameter TS (Doraja et al.,
2012). Gambar 2 menunjukkan
perubahan konsentrasi COD limbah
dalam reaktor pada berbagai variasi
waktu tinggal. Broughton (2009)
menyatakan bahwa pengaruh waktu
tinggal dalam reaksi hidrolisis dapat
1 Tangki Penyimpan 5 Standing baffle reactor ditandai dengan perubahan konsentrasi
POME Sampling Port COD di dalam limbah.
2 Pompa Automatis 6 Hanging baffle reaktor
3 Alat Pengukur Gas 7 Kran Limbah
Keluar/Sampling Port
4 Pipa Gas keluar 8 Clearance Baffle Reactor

Gambar 1. Bioreaktor anaerobic baffle


reactor (McCarty, 1981)

B. Metode Penelitian

Prosedur Penelitian
Penelitian dimulai dengan tahap
aklimatisasi agar bibit mikroorganisme
dapat beradaptasi dengan LCPKS yang
baru, lalu dilanjutkan dengan tahap start- Gambar 2. Konsentrasi COD dalam reaktor
up yang dimulai dari waktu tinggal (HRT) pada berbagai variasi HRT pada
53 hari hingga mencapai HRT variasi CBR 1,5 cm
penelitian yaitu pada HRT (18, 12 dan 6
hari) dan variasi jarak dasar reaktor Gambar 2 memperlihatkan bahwa
secara umum, diperoleh penurunan COD
25
Siti Masriani Rambe Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...
Iriany dan Irvan

berbeda di setiap ruang dan HRT. peningkatan reaksi hidrolisis apabila nilai
Adanya penurunan nilai COD dari ruang COD telah menurun dalam limbah
I hingga IV, dimana semakin banyak (Broughton, 2009). Substrat hasil reaksi
ruang yang dilalui oleh substrat maka hidrolisis tersebut meliputi asam lemak
semakin besar penurunan nilai COD bebas, asam amino, glukosa yang
artinya semakin banyak partikel organik sangat bermanfaat untuk pertumbuhan
yang terdegradasi oleh mikroorganisme. bakteri anaerob dan pembentukan
Pada ruang IV dengan HRT 18 hari nilai produk lanjut (VFA) karena substrat ini
COD turun dari 10.640 mg/l (COD inlet) dapat masuk melalui membran sel
menjadi 5.760 mg/l (COD outlet), bakteri anaerob (Ahmad et al, 2000).
sedangkan pada HRT 12 hari diperoleh Bakteri jenis hidrolase yang sangat
penurunan dari 12.890 mg/L menjadi berperan dalam proses penguraian
6.830 mg/L dan pada HRT 6 hari dari senyawa polimer yang ada dalam
14.630 mg/L menjadi 7.960 mg/L. Proses limbah/substrat menjadi monomer-
pengambilan sampel dilakukan setiap monomer.
hari namun hanya untuk analisa pH dan Dalam reaktor bersekat anaerobik,
TS sedangkan untuk pengukuran COD dengan adanya aliran substrat (LCPKS),
dilakukan secara periodik yaitu pada sedimen yang terbentuk di ruang
awal variasi HRT dan akhir HRT degan pertama akan terdorong menuju ruang
tujuan untuk mengetahui penurunan berikutnya, demikian seterusnya hingga
partikel organik (COD) setaip variasi pada ruang terakhir dari reaktor (Foxon
HRT yang dilakukan. et al., 2006), tetapi CBR yang kecil akan
Penurunan nilai COD pada ketiga memperlama sebaran kontak limbah
HRT tepatnya di ruang 2-3 diperoleh dengan substrat. Dengan demikian
lebih kecil daripada ruang 1-2 dan 3-4. reaksi hidrolisis terus berlangsung,
Hal ini disebabkan oleh pada ruang 2-3 karena jutaan mikroorganisme anaerob
adalah fase statis dan decline (grafik ada dalam limbah yang sangat
pertumbuhan mikroorganisme) kompleks.
sedangkan pada ruang 1-2 dan 3-4 Untuk mengetahui pengaruh CBR
adalah tahap proses pertumbuhan. Laju pada reaksi hidrolisis yang terbentuk
pertumbuhan mikroorganisme berlaku dalam reaktor, dilakukan pendekatan
seperti siklus lingkaran dimulai dengan dengan pengukuran total solid (TS) yang
adanya fase pertumbuhan statis – terbentuk (Herawati et al., 2010).
decline/kematian (Angelidaki et al., Gambar 3 menunjukkan nilai TS yang
2004). Barber et al., (1999) cenderung berbeda pada setiap ruang
mengemukakan bahwa tidak ada namun perbedaan tersebut tidak begitu
perubahan secara substansi terhadap signifikan untuk kedua variasi CBR.
populasi mikroorganisme penghasil zat Secara umum untuk kedua variasi CBR,
asam turun sepanjang reaktor dalam laju penurunan TS pada HRT 18, 12 dan
limbah, dimana indikasinya dapat dilihat 6 hari berbeda sangat signifikan. Laju
dari penurunan konsentrasi COD nya. dekomposisi nilai TS untuk kedua CBR,
Waktu tinggal substrat dalam reaktor pada HRT 18 hari lebih tinggi daripada
juga sangat berpengaruh pada HRT 12 hari. Demikian juga dengan laju
penurunan nilai COD, dimana semakin dekomposisi nilai TS yang diperoleh
lama waktu tinggal (HRT) substrat maka pada HRT 12 hari lebih tinggi daripada
nilai COD akan semakin rendah, hal ini HRT 6 hari. Hal ini disebabkan oleh
disebabkan waktu yang diperlukan lamanya waktu mikroorganisme dalam
mikroorganisme dalam mendegradasi menguraikan senyawa organik dalam
partikel organik semakin lama sehingga limbah. Perubahan nilai TS pada HRT 18
nilai COD akan menurun. hari di ruang I dan II cenderung hampir
Pengamatan parameter COD sama dengan nilai TS pada HRT 12 dan
dilakukan untuk melihat hasil 6 hari, akan tetapi pada ruang III dan IV
intermediate reaction biogas yaitu reaksi hal tersebut berbeda.
hidrolisis. Indikator terjadinya

26
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30

waktu tertentu diperoleh nilai TS sangat


tinggi dan kemudian menurun kembali.
Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme
yang berada pada ruang III dan IV lebih
lama menerima substrat segar sehingga
substrat lama yang ada pada ruang III
dan IV yang secara terus menerus
didegradasi oleh mikroorganisme dan
mengakibatkan laju TS meningkat
(Foxon et al., 2006). Fluktuasi pada
ruang IV lebih tinggi jika dibandingkan
dengan ruang III. Seiring dengan
penambahan HRT, maka waktu tinggal
substrat sisa dan penambahan substrat
segar semakin lama karena
pengumpanan dilakukan pada ruang I
dan memerlukan waktu yang lama
sampai pada ruang IV. Foxon et al.,
(2006) mengemukakan pada sistem
ABR, mikroorganisme lebih banyak
menguraikan substrat sisa yang tertahan
pada ruang IV tanpa harus menunggu
substrat segar yang mengalir dari ruang
III. Dengan demikian, substrat sisa
banyak terurai sehingga laju penurunan
nilai TS diperoleh pada ruang IV relatif
tinggi.
Gambar 4 memperlihatkan nilai rata-
rata laju dekomposisi TS pada variasi
CBR pada berbagai HRT. Waktu tinggal
limbah dengan mikroorganisme yang
lama dapat menurunkan nilai TS substrat
misalnya pada HRT 18 hari dan ruang IV
diperoleh laju penurunan TS pada CBR
1,5 cm adalah 60,92% sedangkan untuk
CBR 3 cm diperoleh 59,34%. Demikian
juga untuk HRT 12 hari pada ruang IV
diperoleh laju penurunan TS pada CBR
1,5 cm adalah 57,02% dan CBR 3 cm
diperoleh 54,97%. Perbedaan sedikit
terhadap penurunan laju TS pada HRT
18 dan 12 hari untuk kedua variasi CBR,
Berbeda dengan HRT 18 dan 12 hari,
bahwa laju penurunan TS pada HRT 6
hari dan CBR 1,5 cm lebih kecil daripada
Keterangan:
HRT 18 hari HRT 12 hari HRT 6 hari CBR 3 cm, dengan penurunan TS pada
CBR 1,5 cm 41,25% dan pada CBR 3
cm 44,13%. Perbedaan kecil untuk nilai
dari kedua variasi CBR yaitu 2,88%.
Gambar 3. Laju dekomposisi TS pada variasi
Adanya perbedaan laju penurunan TS
CBR 1,5 dan 3 cm untuk HRT 18, 12
dan 6 hari.
untuk masing-masing HRT dan ruang
disebabkan adanya sel mikroorganisme
yang ikut tersampling dan dihitung
Perubahan nilai TS pada ruang III
sebagai total solid (Morgenroth et al,
dan IV sangat fluktuasif dimana pada
2002).

27
Siti Masriani Rambe Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...
Iriany dan Irvan

12 dan 6 hari), terlihat adanya


kecenderungan penurunan pH ketika
dilakukan penambahan waktu tinggal
limbah (HRT) dalam ruang reaktor.
Nilai pH rata-rata untuk keseluruhan
variasi adalah antara 4,00 hingga 4,81.
Nilai pH tersebut masih dalam kategori
asam, sehingga mikroorganisme yang
dapat berkembang biak adalah
mikroorganisme yang tahan asam.
Tembhurkar et al., (2007) mengemuka-
kan bahwa pH yang asam indikator
terbentuk reaksi hidrolisis dan
Gambar 4. Laju dekomposisi TS rata-rata pada
variasi CBR (1,5 cm dan 3 cm) untuk
acidogenesis. Kondisi pH asam, kecil
setiap ruang dan HRT kemungkinan mikroorganisme
metanogenik (penghasil gas metan)
Gambar 4 juga memperlihatkan laju dapat berkembang biak sebab kondisi
dekomposisi TS rata-rata pada setiap pH mikroorganisme metanogenik dapat
ruang dan HRT hampir sama, dimana hidup pada pH netral (Appels et al.,
laju dekomposisi TS pada ruang I, II dan 2008).
III di setiap HRT sama. Pada ruang IV
pada HRT 18 hari sedikit berbeda
dimana ada peningkatan laju
dekomposisi yaitu sekitar 7 % dari ruang
III. Hal ini disebabkan oleh
mikroorganisme yang ada dalam ruang
IV mengalami kekurangan substrat baru
karena aliran substrat baru harus
melewati sekat-sekat reaktor.

B. Pembentukan Biogas pada Reaktor


Proses terjadinya reaksi
metanogenesis dalam reaktor,
diindikasikan dengan terbentuknya
biogas. Reaktor anaerobik telah Gambar 5. Nilai pH pada variasi CBR dan
dihubungkan dengan gas meter untuk HRT
melihat biogas yang terbentuk. Pada
penelitian ini, Pengukuran biogas Deublein et al., 2008 juga
dengan gas meter memperlihatkan mengemukakan bahwa mikroorganisme
bahwa tidak ada biogas terbentuk non metanogenik yang dapat berperan
selama proses uji kinerja reaktor untuk dalam reaksi hidrolisis dan asidogenesis.
semua variasi, hal ini disebabkan tidak Sehingga dapat dipastikan bahwa tidak
terjadi reaksi metanogenesis terbentuk gas metan dalam reaktor.
(pembentukan gas metan). Reaksi
pembentukan gas metan atau reaksi KESIMPULAN
methanogenesis akan terjadi apabila pH
substrat telah mencapai kondisi netral Waktu tinggal limbah sangat
yaitu 6,5-7,2 (Appels et al., 2008). berpengaruh pada reaksi hidrolisis dari
Mekanisme proses dalam reaktor masih LCPKS yang ditandai dengan penurunan
meliputi reaksi hidrolisis yang memecah laju dekomposisi COD. Semakin lama
senyawa polimer menjadi monomer. waktu tinggal limbah maka semakin
Gambar 5 menunjukkan nilai pH rata- banyak partikel organik yang terurai
rata limbah dalam reaktor untuk variasi dalam reaktor. Pengaruh jarak dasar
CBR (1,5 dan 3 cm) maupun HRT (18, reaktor dengan sekat reaktor (CBR) tidak

28
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30

begitu berpengaruh secara signifikan Introduction. Weinheim: WILEY-VCH


pada penelitian ini. Verlag GmbH & Co. KgaA.
Doraja, P.H., Shovitri, M., dan
SARAN Kuswytasari, N.D. (2012).
Biodegradasi Limbah Domestik
Tangki penyimpanan sekaligus Dengan Menggunakan Inokulum
media reaksi hidrolisis dapat disarankan Alami Dari Tangki Septik. Jurnal
sebagai reaktor penampungan pada pra Sains dan Seni. 1(1): E-44 – E-47
pembuatan biogas dari LCPKS namun Foxon, K.M., Buckly, C.A., Brouckaert,
perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk C.J., Dama, P., Mtembeu, Z.,
meningkatkan waktu tinggal (HRT) dan Rodda, N., Smith, M., Pllay, S.,
pengurangan jarak dasar reaktor dengan Arjun, N., Lalbahadur, T., Bux, F.
sekat (CBR). (2006). The Evaluation of the
anaerobic baffled reactor for
UCAPAN TERIMA KASIH sanitation in dence per-urban
settlements. Report to the Water
Ucapan terimakasih kepada Bapak Research Commission. Durban:
Ir. Bambang Trisakti, MT yang ISBN No: 1-77005-371-9.
berpartisipasi dalam penyelesaian Herawati, D.A., dan Andang, A.W.
penelitian ini. (2010). Pengaruh Pretreatment
Jerami Padi pada Produksi Biogas
DAFTAR PUSTAKA dari Jerami Padi dan Sampah Sayur
Sawi Hijau Secara Batch. Jurnal
Ahmad, A., Setiadi, T., Ayafila, M., dan Rekayasa Proses. 4(1): 25-29
Liang, O.B. (2000). Model Kinetika Irvan, Trisakti, B., Wongistani, V.,
Proses Biodegradasi Anaerob Tomiuchi, Y. (2012). Methane from
Minyak Dan Lemak. Journal Digestion of Palm Oil Mill Effluent
Biosains. 5(1): 28-37. (POME) in a Thermofilic Anaerobic
Angelidaki, I., dan Sanders, W. (2004). Reactor. International Journal of
Assesment of the anaerobic Science and Engineering. 3(1): 32-
biodegradability of macropollutants. 35.
Journal Science and Bio McCarty, P.L. (1981). One hundred
Technology. 3:117-129. years of anaerobic treatment
Appels, L., Baeyens, J., Degreve, J., dan digestion 1981. In: Hughes, et al.
Dewil, R. (2008). Principles And (Ed.),. In: Anaerobic Digestion.
Potential Of The Anaerobic Elsevier Biomedical Press. 1: 3–21
Digestion Of Waste-Activated Movaheydyan, H.A., Assadi dan
Sludge. Progress in Energy and Parvaresh, A. (2007). Evaluation of
Combustion Science. 34:755-781. Performance Anaerobic Baffled
Barber, W.P., dan Stuckey, D.C. (1999). Reactor from Wheat Waste. Iran.
The Use of The Anaerobic Baffled Journal Enviromental and healt., Sci
Reactor (ABR) for Wastewater Eng. 2: 77-84.
Treatment: A Review. Water Morgenroth, E., Kommedal, R., and
Research. 33(7): 1559 -1578 Harremoes, P. (2002). Processes
Broughton, A.D. (2009). Hydrolysis and and Modelling of Hydrolysis of
Acydogenesis of Farm Dairy effluent particulate organic matter in aerobic
for Biogas Production at Ambient wastewater treatment- a Review.
Temperatures. (Thesis). New Journal Wat. Sci. Technol. 45(6): 25-
Zealand: Master of Engineering in 40
Environmental Engineering. Sergio, P., Ferrr, I., Vazquez, F., dan
Palmerston North, Massey Font, X. (2008). Optimization of the
University. Hydrolytic-acidogenic anaerobic
Deublein, D., dan Steinhauster, A. digestion stage (55°C) of sewage
(2008). Biogas from Waste and sludge: Influence of pH and solid
Renewable Resources. An

29
Siti Masriani Rambe Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...
Iriany dan Irvan

content. Water Research. 42(14):


3972-3980.
Tembhurkar, A.R., dan Mhaisalkar, V.A.
(2007). Studies on Hydrolysis and
Asidogenesis of Kitchen Waste in
Two Phase Anaerobic Digestion.
Journal of IPHE. 2007-08(2): 10-18
Wanna, C., dan Wisarnwan, P. (2007).
Effect of Temperature on the
anaerobic digestion of palm Oil Mill
Effluent. Electronic Journal of
Biotechnology. 10(3): 376-385
Yusoff, M.Z.M., Rahman, N.A., Abd-Azis,
S., Ling, C.M., Hassan, M.A., and
Shirai, Y. (2010). The Effect of
Hydraulic Retention Time and
Volatile Fatty Acid on Biohidrogen
Production from POME under Non-
Strile Condition. Australian Journal
of Basic and Applied Sciences. 4(4):
577-587.

30
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

TEKNOLOGI MUTU TEPUNG PISANG DENGAN SISTEM SPRAY DRYING


UNTUK BISKUIT
THE TECHNOLOGY OF BANANA FLOUR QUALITY
WITH SPRAY DRYING SYSTEM FOR BISCUITS

Chasri Nurhayati dan Oktavia Andayani


Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail: chasrinurhayati@yahoo.com
Diterima: 16 Januari 2014; Direvisi: 27 Januari 2014 – 17 April 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Pisang merupakan komoditi bersifat mudah rusak, sehingga diperlukan pengolahan


lanjutan. Tepung pisang merupakan produk olahan digunakan sebagai diversifikasi
bahan baku biskuit. Cara hyangiene dalam pembuatan tepung dapat dilakukan dengan
spray drying yaitu memanfaatkan suhu panas blower. Penelitian ini menggunakan pisang
kepok (A1) dan pisang gedah (A2). Mempunyai enam variasi komposisi perbandingan
tepung pisang, tepung kacang hijau dan tepung ikan pada substitusi biskuit (P) yaitu P1
(1:1,5 :1,5); P2 (1:1:1); P3 (1:0,5:0,5); P4 (2:0,5 :0,5); P5 (3:0,5:0,5); P0 (4:0:0). Pengujian
tepung pisang berdasarkan standar mutu SNI 01-3841-1995 dan biskuit SNI 01-7111.2-
2005. Hasil penelitian menunjukkan pengeringan tepung pisang menghasilkan kadar air
3,62% untuk tepung pisang kepok dan 3,73% untuk tepung pisang gedah, memenuhi
standar mutu SNI 01-3841-1995 kategori mutu A. Kandungan gizi biskuit terbaik
diperoleh pada perlakuan A1P1 dengan perbandingan 1:1,5 :1,5. Semua perlakuan biskuit
dengan substitusi tepung pisang , tepung ikan dan tepung kacang hijau memenuhi syarat
mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali untuk kadar air biskuit tepung pisang gedah.
Kata kunci: Tepung pisang, spray drying, biskuit

Abstract
Bananas are a perishable commodity, necessitating further processing fluor substitution
flour is a refined products used as a biscuits raw material diversification treatment. The
hygienic way in the manufacture of bananas could be done by spray drying were utilize
the hot temperatures of a blower This study used a fluor substitution kepok (A1) and fluor
substitution. (A2) Having six variations of composition ratio of banana gedah flour, mung
bean flour and fish fluor on treatment (P) were P1 (1: 1.5: 1.5), P2 (1: 1: 1), P3 (1: 0.5 :
0.5), P4 (2: 0.5: 0.5), P5 (3: 0.5: 0.5), P0 (4: 0: 0) Testing the quality standards of SNI 01-
3841-1995 of banana gedah flour based treatment and 01-7111.2-2005 The results
showed that drying of banana gedah flour produced 3.62% water content for kepok fluor
substitution bananas and 3.73% for fluor substitution bananas, met the the quality
standards of SNI 01-3841-1995 with category A for quality. The best treatment on occured
on A1P1 obtained by comparison 1: 1.5: 1.5 All biscuits treatment with bananas fluor
substitution, fish flour and green bean flour met the quality requirements 01-7111.2-2005
except for the water content of banana gedah flour.

Keywords: banana flour, spray drying, biscuits

PENDAHULUAN produk makanan yang lebih


meningkatkan nilai tambah dan
Buah pisang merupakan komoditi memperpanjang daya tahannya. Tepung
hasil pertanian yang bersifat mudah pisang merupakan salah satu bahan
rusak. Umur simpan buah pisang juga dalam diversifikasi olahan buah pisang
sangat terbatas, sehingga diperlukan yang digunakan sebagai bahan baku
penggunaan teknologi yang tepat guna pembuatan biskuit. Selama ini mutu
untuk mengolah buah pisang menjadi tepung pisang yang diolah secara

31
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani

tradisional mempunyai beberapa Biskuit memerlukan sumber protein,


kelemahan dari segi keamanan pangan salah satunya berasal dari penambahan
dan higienitas diantaranya adalah proses tepung kacang hijau dan tepung ikan.
yang panjang akan menambah waktu Salah satu bahan pangan yang dapat
paparan dengan mikroba baik dari segi dijadikan sebagai sumber protein dalam
peralatan maupun kontak dengan udara. biskuit adalah ikan patin. Ikan ini
Proses pengeringan yang dilakukan mempunyai nilai protein yang tinggi yaitu
dengan pemanasan berpotensi sebesar 68,6%. Ketersediaan ikan patin
menurunkan kadar betakaroten karena cukup tinggi karena sudah berhasil
suhu tinggi (degradasi thermal) disertai dibudidayakan dengan baik. Salah satu
kemungkinan adanya paparan oksigen bentuk pengolahan ikan patin yang dapat
akan memicu oksidasi enzimatis dilakukan adalah penepungan. Tepung
terhadap betakaroten oleh enzim ikan patin dengan kandungan protein
lipoksigenase yang akan mengoksidasi yang tinggi dapat menjadi sumber
betakaroten sehingga menjadi bentuk alternatif pemenuhan kebutuhan akan
hidroksi betakaroten, semikaroten, protein (Nurhidayati, 2011). Biskuit diolah
betakarotenon, aldehid, dan hidroksi melalui proses pemanggangan yang
betaneokaroten yang menyebabkan dapat dikonsumsi setelah dilumatkan
kerusakan molekul betakaroten all trans dengan penambahan air, susu atau
(Zaki, 2012). cairan lain.
Pembuatan biksuit memerlukan Pada umumnya pembuatan tepung
mutu dan higienitas tinggi. Oleh karena pisang ini, pada saat pengeringan bubur
itu untuk menghasilkan mutu tepung pisang (pisang yang telah dihancurkan)
pisang yang tinggi, pisang diolah menggunakan pengeringan radiasi sinar
menggunakan teknik spray drying yaitu matahari. Pengeringan seperti ini
pengolahan tepung pisang dari bahan merupakan proses pengeringan yang
kental dengan tambahan bahan pengisi lambat dan tidak cocok untuk mutu baik.
yang disemprotkan tekanan melalui Paparan terhadap sinar matahari dan
aliran udara panas lebih kurang pada panas menyebabkan penurunan nilai gizi
suhu 65oC pada alat pengering. Tepung dan komponen penting lainnya. Oleh
pisang yang dihasilkan digunakan karena itu teknik pengeringan pada
sebagai bahan baku biskuit sesuai SNI penelitian ini dilakukan menggunakan
01-7111.2-2005 Makanan Pendamping teknik pengeringan semprot (spray
ASI- bagian 2: Biskuit. dryer).
Tepung pisang mempunyai sifat Ada dua tipe pengeringan semprot
mudah dicerna dan cocok digunakan (spray dyer) yaitu pengeringan horizontal
sebagai makanan bayi, makanan orang dan vertikal. Keuntungan pengeringan
sakit dan lansia. Kandungan karbohidrat semprot ini adalah waktu
tepung pisang berupa pati, glukosa, pengeringannya sangat singkat,
dekstrosa, fruktosa dan sakarosa. sebagian besar cita, rasa, warna, dan
Kandungan protein tepung pisang relatif nilai gizi bahan pangan dapat
sedikit yaitu sekitar 1%, kandungan dipertahankan. Tujuan pengeringan
lemak rendah, tetapi kandungan vitamin adalah mengurangi resiko kerusakan
dan nilai energinya tinggi. Energi yang karena kegiatan mikroba, menghemat
terkandung dalam tepung pisang yaitu ruang penyimpanan/pengangkutan,
340 kal/100 g dan kandungan mengurangi berat dan volume bahan dan
karbohidrat tepung pisang yaitu 88,60 g untuk mendapatkan produk yang lebih
menggunakan pengeringan oven sesuai dengan penggunaannya.
(Rochajatien dan Wibowotomo, 2001). Adapun Diagram alir suatu alat
pengering semprot (spray dryer) yaitu :

32
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

stopwatch, termos plastik 10L, kertas


kue, mixer, kain saring, timbangan,
sarung tangan, cetakan kue kecil,
pengaduk dan panci.

B. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan
dengan dua tahap. Tahap penelitian
awal adalah proses pembuatan tepung
pisang dari pisang kepok dan pisang
gedah. Masing-masing dari jenis pisang
ini dibuat tepung pisang dengan proses
sistem spray drying. Tahap kedua adalah
Gambar 1. Diagram alir alat pengering pembuatan biskuit. Tepung pisang
semprot (Spray dryer) dengan substitusi tepung kacang hijau
dan ikan sebagai sumber protein
Prinsip/proses spray drying :
dilakukan pembuatan biskuit.
- Penyemprotan, sambil mengaduk
Penelitian ini dilakukan dengan
cairan dengan gaya sentrifugal, dari
menggunakan variasi jenis pisang dan
tepi pinggiran yang berputar dengan
variasi komposisi bahan biskuit. Variasi
cepat atau dengan cara
adalah jenis pisang A1 : Pisang Kepok
memompanya dibawah tekanan,
dan A2 : pisang gedah dengan Faktor P
melalui suatu nozzle.
adalah perbandingan tepung pisang,
- Partikel-partikel kering jatuh ke dasar
tepung kacang hijau dan tepung ikan
ruang pengering.
yaitu P1 (1:1,5:1,5); P2 (1:1:1); P3
- Udara panas menguapkan kandungan
(1:0,5:0,5); P4 (2:0,5:0,5); P5 (3:0,5:0,5);
air bahan , sehingga terbentuk tepung
dan P0 (4:0:0) dengan ulangan satu kali.
butiran berongga kecil.
Penelitian ini bertujuan untuk
Proses Kerja Tahapan Penelitian
menghasilkan teknologi pengolahan
1. Proses Pembuatan Tepung Pisang
tepung pisang dengan sistem spray
- Buah pisang kepok dan gedah
drying dan paket teknologi pengolahan
mengkal (tua) ditimbang sesuai
biskuit dengan penambahan tepung
keperluan dan selanjutnya dilakukan
pisang dan beberapa bahan tambahan
penghilangan getah dengan cara
lainnya.
perendaman dalam larutan garam
0,3% selama 20 menit, kemudian
BAHAN DAN METODE
pisang dikupas dan direndam dalam
larutan asam sitrat 0,5% selama 15
A. Bahan dan Alat
menit.
Bahan kimia yang digunakan pada
- Pisang selanjutnya dikupas dan
penelitian ini adalah sodium metabisulfit,
dipotong-potong, kemudian
asam askorbat, asam sitrat, alkohol 70%,
direndam dalam campuran larutan
aquades dan garam. Bahan utama yang
Na-Metabisulfit 2 g/l, kapur sirih 2 g/l
digunakan pada penelitian ini adalah
dan air selama 10 menit dengan
pisang mentah 2 jenis yaitu pisang kepok
kondisi terendam.
(Musa paradisiaca L) dan pisang gedah
- Potongan pisang ditambahkan air
(Musa padadica L), tepung kacang hijau,
dengan perbandingan 1kg : 2 liter air
tepung ikan patin, telur, gula, mentega,
dihancurkan dengan blender
tepung maizena.
menjadi bubur pisang, bubur pisang
Alat utama yang digunakan pada
ditambahkan 0,4% asam askorbat
penelitian ini adalah spray dryer, stirrer
dan disaring.
dan oven pemanggang. Sedangkan alat
- Bubur pisang dimasukkan ke dalam
lain yang diperlukan adalah gas elpiji,
alat spray dryer. Teknik spray drying
alumunium foil, lap tangan, pisau
adalah suatu proses dengan cara
stainless, panci stainless, drum stainless,
menyemprotkan larutan tekanan

33
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani

melalui aliran udara panas lebih menghasilkan pisang yang lebih mudah
kurang pada suhu 65ºC. Tepung pengupasannya dan daging yang
pisang yang telah terbentuk dan dihasilkan masih terlihat segar.
kering, dikemas dalam plastik, siap Sedangkan untuk perendaman
untuk di analisa sesuai SNI 01-3841- dalam larutan air kapur berdasarkan
1995. penelitian bahwa pada waktu proses
- Tepung pisang yang dihasilkan pengeringan pembuatan tepung
dipergunakan sebagai bahan baku pisang, bubur pisang yang digunakan
untuk pembuatan biskuit. tidak menggumpal (Suprapto, 2006)
- Analisa tepung pisang meliputi bau, sedang perendaman dalam larutan Na-
rasa, warna, kadar air, timbal, zink, metabisulfit (2 g/l) akan menghasilkan
angka lempeng total, Echerichia coli, warna tepung pisang yang lebih baik
Salmonella, kapang dan khamir. serta perendaman dengan sulfit akan
menghambat terjadinya reaksi
2. Proses Pembuatan Biskuit pencoklatan baik secara enzimatis
- Bahan utama pembuatan biskuit maupun non enzimatis (Hudaida, 2003).
adalah tepung pisang pengganti dari Menurut Suprapto (2006) juga, perlakuan
tepung beras dengan substitusi perendaman dalam larutan natrium
tepung kacang hijau dan tepung ikan metabisulfit pada pengolahan tepung
patin. pisang akan menghasilkan gas SO 2 yang
- Bahan tambahan lainnya adalah dapat mencegah reaksi pencoklatan atau
margarin, gula halus, kuning telur dapat menjadikan bahan mempunyai
dan tepung maizena. warna lebih putih.
- Proses pembuatan biskuit dilakukan Pada Tabel 1 dapat terlihat bahwa
pengadukan margarin, gula halus, tepung pisang dilakukan pengujian untuk
kuning telur, tepung maizena, parameter uji sesuai dengan syarat
tepung pisang, dan campuran mutu tepung pisang SNI 01-3841-1995
tepung kacang hijau dan tepung kategori mutu A. Proses pembuatan
ikan, sampai terbentuk adonan. tepung pisang adalah dengan proses
Kemudian adonan dicetak dengan pengeringan yang dilakukan
cetakan biskuit dan di masak menggunakan alat spray dryer. Hasil
dengan oven pemanggang selama pengujian rasa, warna dan benda asing
15 menit dengan suhu ± 150ºC menghasilkan nilai yang sesuai standar.
sampai matang. Pada dasarnya baik tepung pisang
- Biskuit yang dihasilkan dilakukan yang terbuat dari pisang kepok atau
pengujian sesuai syarat mutu biskuit pisang gedah mempunyai syarat mutu
makanan pendamping ASI bagian 2: sama yaitu sesuai SNI 01-3841-1995.
Biskuit yang dipersyaratkan SNI 01- Pada tabel 1 terlihat bahwa mutu kadar
7111.2-2005. air tepung pisang kepok lebih besar
yaitu sebesar 3,72% dibandingkan mutu
HASIL DAN PEMBAHASAN kadar air pisang gedah yaitu sebesar
3,62%. Begitupun dengan warna yang
A. Tepung Pisang dihasilkan oleh pisang kepok berwarna
Tahap awal pembuatan tepung putih dibandingkan pisang gedah yang
pisang adalah pengupasan kulit pisang agak kecoklatan. Warna putih tersebut
dengan cara perendaman menggunakan diharapkan pada proses pembuatan
larutan garam (NaCl). Hal ini dilakukan biskuit akan menghasilkan warna biskuit
karena menurut penelitian Hadi Suprapto yang disukai. Dengan hasil pengujian
(2006), bahwa pengelupasan kulit pisang tersebut dapat disimpulkan bahwa
dengan cara perendaman jauh lebih baik pisang kepok lebih baik bila
dibandingkan pengelupasan pada dibandingkan dengan pisang gedah
umumnya yang sudah dilakukan. Proses untuk pembuatan tepung pisang.
pengelupasan kulit pisang dengan Pada pengujian serangga dan
perendaman dalam air garam benda asing menghasilkan hasil tidak

34
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

ada. Hasil ini dikarenakan tepung yang menggunakan spray dyring


dihasilkan langsung dilakukan pengujian menghasilkan produk dengan tingkat
tanpa mengalami penyimpanan terlebih higienie tinggi. Pada syarat mutu tepung
dahulu sehingga kadar serangga dan terigu pada proses pembuatan tepung
benda asing pada tepung pisang tidak pisang dengan pengeringan secara
ada. alami dengan sinar matahari
diperbolehkan dengan kandungan angka
Tabel 1. Hasil uji tepung pisang kepok (A1) lempeng total untuk mutu A dengan
dan tepung pisang gedah (A2) kandungan maksimal 104 dan mutu B
adalah maksimal 106. Hasil pengujian
No Parameter uji Sa Pisang Pisang
/standar (SNI-01- tu kepok gedah
angka lempeng total dengan spray
7111,2-2005) an (A1) (A2) drying negatif. Pengujian secara
1 Keadaan : - lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
A Bau - Normal Normal
/normal
B Rasa - Normal Normal B. Biskuit
/normal 1. Kadar air
C Warna - Putih Agak
/normal ,tepung kecokla
Air merupakan komponen penting
tan dalam bahan makanan karena dapat
2. Benda Asing - Tidak Tidak mempengaruhi tekstur, penampakan
/tidak ada Ada ada
3. Serangga (dalam - Tidak Tidak
dan cita rasa makanan. Kadar air juga
segala bentuk Ada ada sangat berpengaruh terhadap mutu
stadia) bahan pangan, sangat penting dalam
/tidak ada
4. Kadar Air %, 3,62 3,73 menentukan daya awet dari bahan
(A.Maks 5) b/ makanan karena mempengaruhi sifat
(B maks.12) b fisik, kimia, perubahan mikrobiologi dan
5 Cemaran Logam : perubahan enzimatis.
A Seng (Zn) m < 0,003 < 0,003 Dari Gambar 2 terlihat bahwa kadar
(A. maks 1,0) g/ air biskuit dengan perlakuan variasi
(B. maks.1,0) kg
B Raksa (Hg) m < 0,005 < 0,005 tepung pisang, tepung kacang hijau,
(A.Maks 0,05) g/ tepung ikan berkisar antara 3,82-4,76%
(B.Maks0,05) kg
7 Cemaran Mikroba :
untuk biskuit yang terbuat dari tepung
A Angka Lempeng Ko < 10 < 10 pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit
Total lo yang terbuat dari tepung pisang gedah
(A.maks 104) ni/
(B.maks106) g
berkisar antara 5,14-6,11%. Berdasarkan
B Bakteri Bentuk Coli A 0 0 persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005
(A.Maks 0) P dimana kadar air yang dipersyaratkan
(A.maks.0) M/
g adalah maksimum 5f%, maka semua
C Escherichia coli Ko 0 0 perlakuan biskuit yang terbuat dari
(A.maks.0) lo tepung pisang kepok memenuhi
(B.maks 104) ni/
g persyaratan tersebut sedangkan kadar
D Kapang Khamir - Negatif Negatif air biskuit untuk pisang gedah tidak
(A.Negatif) memenuhi syarat mutu biskuit.
(B.Negatif)
E Salmonella/25 gram - Negatif Negatif Hasil ini dikarenakan tepung pisang
(A.Negatif) yang dihasilkan pada perlakuan awal
(B.Negatif) untuk variabel P6 biskuit tepung pisang
kepok menghasilkan kadar air lebih kecil
Pengujian terhadap angkap lempeng dibandingkan biskuit yang terbuat dari
total menunjukkan nilai <10 untuk tepung pisang gedah yaitu 5,14%
tepung pisang kepok dan tepung pisang (A2.P1), 5,50% (A2.P4), 5,97% (A2.P5),
gedah sedangkan pengujian escherechia 6,0% (A2.P3) 6,3% (A2P2), 6,11% (A2.P0).
coli, salmonella, kapang dan kamir Dari hasil pengujian menunjukkan
menghasilkan nilai negatif untuk ke dua bahwa biskuit yang terbuat dari pisang
tepung pisang. Nilai pengujian mikroba kepok dengan perlakuan variasi 1:0,5:0,5
ini menunjukkan bahwa proses (A1.P3) mempunyai kadar air terendah
pengolahan tepung pisang yaitu sebesar 3,82%.

35
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani

Kadar air pisang kepok untuk terbuat dari tepung pisang gedah (A1P0)
perlakuan lain A1.P5 (4,5%), A1.P4 sebesar 1,49% . Kadar abu yang tinggi
(4,57%), A1.P3 (4,68%), A1.P0 (4,75%) ini dapat meningkatkan kadar abu pada
dan A1.P2 (4,76%). Hasil analisa kadar biskuit yang dihasilkan. Dari hasil uji
air secara keseluruhan dapat dilihat pada lanjut menunjukkan bahwa biskuit yang
Gambar 2. terbuat dari pisang kepok dengan
perlakuan 1: 0,5 :0,5 (A2.P1) yang
mempunyai kadar abu rendah yaitu
sebesar 2,26% hal ini dikarenakan kadar
abu pada tepung pisang kepok lebih
kecil daripada tepung pisang gedah.

Gambar 2. Hasil analisa kadar air biskuit

2. Kadar abu
Kadar abu dikenal sebagai unsur
mineral atau zat organik. Abu merupakan
salah satu komponen dalam bahan
makanan. Komponen ini terdiri dari
mineral-mineral seperti kalium, fosfor,
natrium, dan tembaga. Dalam tubuh Gambar 3. Hasil analisa kadar abu biskuit
unsur-unsur mineral ada yang
bergabung dengan zat organik atau ion- 3. Kadar protein
ion bebas, di dalam tubuh unsur mineral Protein digunakan untuk
berfungsi sebagai zat pembangun dan pertumbuhan dan pemeliharaan sel
pengatur. Jumlah mineral dalam tubuh tubuh. Pada anak-anak, pertumbuhan
harus dalam batas optimal. Hal ini berlangsung secara bertahap dan yang
disebabkan karena kelebihan dan paling penting terlihat jelas adalah
kekurangan mineral dapat mengganggu pertumbuhan ukuran badan (berat dan
kesehatan. tinggi badan). Pemenuhan kebutuhan
Dari Gambar 3 terlihat bahwa kadar protein bagi anak-anak sebaiknya
abu biskuit berkisar antara 2,26 - 2,46% disediakan protein yang bermutu tinggi
untuk biskuit yang terbuat dari tepung (kelengkapan asam amino).
pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit Anak-anak membutuhkan protein
yang terbuat dari tepung pisang gedah sekitar 2-4 g/kg berat badan pada
berkisar antara 2,30-2,69%. Berdasarkan awalnya. Pemberian di atas kisaran yang
persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dipersyaratkan dapat membuat beban
dimana kadar abu maksimal yang ginjal bertambah berat sedangkan
dipersyaratkan adalah maksimum 3,5%, pemberian dibawah 2 g/kg berat badan
maka semua perlakuan biskuit yang dapat berdampak pada malnutrisi
terbuat dari tepung pisang kepok protein. Berdasarkan AKG (angka
maupun tepung pisang gedah memenuhi kecukupan gizi) kebutuhan protein untuk
persyaratan tersebut hal ini dikarenakan usia 1 tahun sebesar 25 g/hari. Untuk
kandungan kadar abu pada tepung mendapatkan biskuit dengan mutu
pisang relatif kecil, dapat terlihat pada protein tinggi yang dianalogikan setara
perlakuan P0. mutu protein ASI, dapat dilakukan
Kadar abu biskuit yang terbuat dari dengan menambahkan sumber protein
tepung pisang kepok (A1P0) sebesar hewani dan nabati dalam formula biskuit
1,40% sedangkan kadar abu biskuit yang (Nurhidayati, 2011).

36
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

mempunyai kadar protein tinggi yaitu


sebesar 14,7%.

4. Kadar lemak
Lemak merupakan sumber energi
yang efisien. Dengan melihat anatomi
lambung anak-anak yang kecil
(kapasitas terbatas), kepadatan energi
dapat tercapai dengan menambahkan
lemak atau minyak. Dengan demikian
jumlah asupan terbatas, kebutuhan
energi dapat terpenuhi. Lemak
memberikan asam lemak esensial yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan
Gambar 4. Hasil analisa kadar protein biskuit perkembangan otak serta organ penting
lain. Komposisi lemak atau minyak perlu
Dari Gambar 4 terlihat bahwa kadar diperhatikan jumlah maupun mutunya
protein biskuit dengan berbagai pada saat akan melakukan formulasi
perlakuan berkisar antara 3,82-14,7% biskuit.
untuk biskuit yang terbuat dari tepung Lemak menyumbangkan energi
pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit sekitar 30% dari total energi, bahkan
yang terbuat dari tepung pisang gedah untuk bayi bisa sampai 35% dalam
berkisar antara 3,76-14,5%. Berdasarkan kondisi komposisi asam lemak
persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 seimbang. Apabila jumlah lemak lebih
dimana kadar protein yang kecil dari 22% dari total energi maka
dipersyaratkan adalah minimum 6%, akan terlihat adanya kecenderungan
maka semua perlakuan biskuit yang defisiensi vitamin larut lemak (vitamin A,
terbuat dari tepung pisang kepok D, E, dan K) dimana vitamin-vitamin ini
maupun tepung pisang gedah memenuhi berfungsi sebagai antioksidan. Untuk
persyaratan tersebut kecuali untuk mendapatkan mutu lemak tinggi yang
biskuit yang tanpa perlakuan (P0). dianalogikan setara mutu lemak ASI,
Kadar protein biskuit yang terbuat dapat diupayakan dengan melakukan
dari tepung pisang kepok (A1.P0) komplementasi sumber lemak hewani
sebesar 3,82% sedangkan kadar protein dan nabati dalam formulasi biskuit.
biskuit yang terbuat dari tepung pisang Lemak memiliki efek shortening pada
gedah sebesar 3,76%, hal ini makanan yang dipanggang seperti
dikarenakan tepung pisang memiliki biskuit, kue kering, dan roti sehingga
kadar protein yang rendah. Hasil ini menjadi lebih lezat dan renyah. Lemak
didukung oleh pendapat Rochajatien dan nantinya akan memecah strukturnya
Wibowotomo (2001), tepung pisang kemudian melapisi pati dan gluten,
memiliki kadar protein 4,40% sehingga dihasilkan biskuit yang renyah.
dibandingkan dengan tepung kacang Lemak dapat memperbaiki struktur fisik
hijau yang memiliki kadar protein 18,19% seperti pengembangan, kelembutan,
dan kandungan protein pada ikan cukup tekstur, dan aroma.
tinggi yaitu sebesar 68,12% (Tarigan, Dari Gambar 5 terlihat bahwa kadar
2003). Kadar protein yang tinggi ini dapat lemak biskuit dengan berbagai perlakuan
meningkatkan kadar protein pada biskuit berkisar antara 27,6-35,3% untuk biskuit
yang dihasilkan. Dengan demikian yang terbuat dari tepung pisang kepok.
semakin banyak substitusi tepung ikan Sedangkan untuk biskuit yang terbuat
dan tepung kacang hijau maka kadar dari tepung pisang gedah berkisar antara
protein semakin tinggi. Dari hasil 30,5- 38,6%. Berdasarkan persyaratan
pengujian menunjukkan bahwa biskuit biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana
yang terbuat dari tepung pisang kepok kadar lemak yang dipersyaratkan adalah
dengan perlakuan A1.P1 (1:0,5:0,5) yang minimum 6%, maka semua perlakuan
biskuit yang terbuat dari tepung pisang

37
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani

kepok maupun tepung pisang gedah vitamin A, E dan D serta sebagai flavor
memenuhi persyaratan tersebut. Dari adalah diasetil, lakton, butirat dan laktat.
hasil pengujian menunjukkan bahwa Tujuan penambahan lemak bahan
biskuit yang terbuat dari tepung pisang pangan ialah untuk memperbaiki rupa
gedah dengan perlakuan A2.P3 (1: 0,5 dan struktur fisik bahan pangan,
:0,5) yang mempunyai kadar lemak menambah nilai gizi dan kalori serta
tinggi yaitu sebesar 38,6%. memberikan cita rasa yang gurih .

5. Kadar karbohidrat
Karbohidrat mempunyai peranan
penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan seperti warna, rasan
dan tekstur. Fungsi utama karbohidrat
adalah menyediakan energi bagi tubuh,
karbohidrat merupakan sumber utama
energi dalam tubuh. Karbohidrat
membantu pengeluaran feses dengan
cara mengatur peristaltik usus dan
memberi bentuk pada feses. Selulosa
Gambar 5. Hasil analisa kadar lemak biskuit dalam serat makanan mengatur
peristaltik usus, sedangkan hemiselulosa
Kadar lemak yang tinggi pada dan pektin mampu menyerap banyak air
perlakuan penambahan tepung dalam usus besar sehingga memberi
pisang:tepung kacang hijau:tepung ikan bentuk pada sisa makanan yang akan
disebabkan karena perbandingan antara dikeluarkan. Serat makanan berfungsi
tepung ikan yang mendekati tepung mencegah konstipasi, dengan demikian
pisang sehingga kadar lemak yang kadar karbohidrat yang rendah dapat
terkandung pada biskuit tinggi. Selain itu mengakibatkan terjadinya konstipasi
juga lemak dapat dihasilkan dari pada anak-anak.
penambahan mentega dan telur pada
proses pembuatan biskuit. Setiap 100 g
daging buah pisang masak menghasil-
kan kalori sebesar 68-127 kcal. Ditinjau
dari nilai gizinya, daging buah pisang
mengandung lemak 0,3%. (Soemarni M.
S, 2011). Selain itu penambahan kadar
lemak berasal dari telur. Telur
merupakan salah satu bahan pangan
yang paling lengkap gizinya.
Komposisinya terdiri dari lemak 5 gram,
vitamin dan mineral di dalam 50 gram
telur. Disamping tepung dan telur, Gambar 6. Hasil analisa karbohidrat biskuit
mentega juga meningkatkan kadar lemak
pada biskuit. Dari Gambar 6 terlihat bahwa kadar
Mentega dianggap sebagai lemak karbohidrat biskuit pada berbagai
yang paling baik diantara lainnya karena perlakuan berkisar antara 47,8 - 62,4%
rasanya yang menyakinkan serta aroma untuk biskuit yang terbuat dari tepung
yang begitu tajam, karena lemak pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit
mentega berasal dari lemak susu hewan. yang terbuat dari tepung pisang gedah
Lemak mentega sebagian besar terdiri berkisar antara 43,2 - 58,1%.
dari asam palmitat, oleat dan stearat Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-
serta sejumlah kecil asam butirat dan 7111.2-2005 dimana kadar karbohidrat
asam lemak jenis lainnya. Bahan lain yang dipersyaratkan adalah minimum
yang terdapat dalam jumlah kecil adalah 30%, maka semua perlakuan biskuit

38
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

yang terbuat dari tepung pisang kepok


maupun tepung pisang gedah memenuhi
persyaratan tersebut. Hal ini dikarenakan
tepung pisang P0 memiliki kadar
karbohidrat yang tinggi yaitu 62,4%
untuk tepung pisang kepok dan 58,1%
untuk tepung pisang gedah sehingga
substitusi tepung pisang paling banyak
akan meningkatkan kadar karbohidrat
pada biskuit. Dari hasil pengujian
menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat
dari tepung pisang kepok dengan
perlakuan A1P3 (1:0,5:0,5) yang
mempunyai kadar karbohidrat tinggi yaitu Gambar 7. Hasil analisa kadar
betakaroten biskuit MP-ASI
sebesar 53,3%.
7. Kadar serat kasar
6. Kadar betakaroten
Serat sebagian besar terkandung
Pengeringan dan pengovenan
dalam sayur-sayuran, buah-buahan,
biskuit mempengaruhi kadar betakaroten
serealia dan biji-bijian Kandungan serat
karena pada proses ini terjadi
kasar dalam makanan anak-anak harus
pengolahan dengan suhu tinggi dan
rendah, tidak boleh lebih dari 5 g per 100
adanya kontak dengan udara bebas
g makanan. Jika suatu produk pangan
yang memungkinkan terjadinya oksidasi
mengandung serat kasar tinggi, maka
kembali. Betakaroten merupakan
produk pangan tersebut relatif sangat
antioksidan yang berperan dalam fungsi
merugikan karena serat kasar berpotensi
sistem kekebalan, melindungi sel-sel
mengganggu dalam penyerapan zat-zat
epitel lapisan kulit, sistem penglihatan,
gizi protein, lemak, vitamin dan mineral
membantu pertumbuhan, serta
yang dibutuhkan tubuh. Kadar serat
pembentukan tulang dan gigi.
tinggi dapat menyebabkan perut cepat
Dari Gambar 7 terlihat bahwa kadar
kenyang karena serat mempunyai daya
betakaroten biskuit dengan perlakuan
penyerapan air yang tinggi.
variasi tepung pisang, tepung kacang
hijau dan tepung ikan berkisar antara
6,75-9,65% untuk biskuit yang terbuat
dari tepung pisang kepok. Sedangkan
untuk biskuit yang terbuat dari tepung
pisang gedah berkisar antara 7,23-8,66
mg/100mg. Berdasarkan persyaratan
biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana
kadar betakaroten yang dipersyaratkan
adalah minimum 3 mg/100mg (setara
dengan vitamin A 250 RE), maka semua
perlakuan biskuit yang terbuat dari
tepung pisang kepok maupun tepung
Gambar 8. Hasil analisa kadar serat kasar
pisang gedah memenuhi persyaratan biskuit
tersebut. Dari hasil uji lanjut
menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat Dari Gambar 8 terlihat bahwa kadar
dari tepung pisang kepok dengan serat kasar biskuit dengan perlakuan
perlakuan A1.P1 (1:1,5 :1,5) yang variasi tepung pisang, tepung kacang
mempunyai kadar betakaroten tinggi hijau dan tepung ikan berkisar antara
yaitu sebesar 9,65 mg/100mg. 3,67-5,39% untuk biskuit yang terbuat
dari tepung pisang kepok. Sedangkan
untuk biskuit yang terbuat dari tepung
pisang gedah berkisar antara 3,98-

39
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani

5,72%. Berdasarkan persyaratan biskuit Coliform, E.coli dan Salmonella .


(SNI 01-7111.2-2005), kadar serat kasar merupakan cemaran mikroba yang
yang dipersyaratkan adalah maksimum dipersyaratkan pada syarat mutu biskuit.
5%, maka perlakuan biskuit yang terbuat Untuk Coliform dipersyaratkan <20
dari tepung pisang kepok maupun sedang E.coli dan Salmonella
tepung pisang gedah yang memenuhi dipersyaratkan negatif. Hasil uji coliform
persyaratan tersebut adalah perlakuan untuk semua perlakuan <20 per gram
P1 dan P2. sedangkan E.coli negative kol /g contoh
Dimana penambahan variabel dan Salmonella mempunyai cemaran
tepung kacang hijau, tepung ikan yang negatif per 25 g/contoh untuk semua
lebih tinggi daripada penambahan perlakuan. Nilai yang sama ini
tepung pisang hal ini dikarenakan mengindikasikan bahwa semua biskuit
penambahan tepung pisang yang lebih tidak tercemar mikroba dan dengan
tinggi menghasilkan kadar serat yang demikian semua perlakuan memenuhi
tinggi juga. Hasil pengujian persyaratan mutu biskuit.
menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat
dari tepung pisang kepok dengan KESIMPULAN
perlakuan A1.P1 (1:1,5:1,5) yang
mempunyai kadar serat paling rendah Hasil penelitian yang dilakukan
sebesar 3,67%. dapat disimpulkan bahwa pengeringan
tepung pisang menggunakan spray dryer
8. Kadar raksa, angka lempeng total, dapat menghasilkan kadar air 3,62%
coliform. Echerechia coli dan untuk tepung pisang kepok dan 3,73%
Salmonella untuk tepung pisang gedah dan semua
Raksa merupakan kadar logam yang parameter uji memenuhi standar mutu
dipersyaratkan pada syarat mutu biskuit. SNI 01-3841-1995 kategori mutu A.
Untuk kadar raksa dipersyaratkan Perlakuan terbaik biskuit dengan
maksimal 0,03 mg/kg. Hasil uji terhadap substitusi tepung pisang kepok, tepung
semua perlakuan biskuit menghasilkan kacang hijau dan tepung ikan adalah
kadar raksa sebesar <0.005 mg/kg. Nilai perlakuan A1:P1 dengan perbandingan 1:
yang sama ini merupakan nilai batas limit 1,5 :1,5 dengan kandungan protein dan
deteksi peralatan uji pengujian kadar betakaroten tinggi sedangkan kadar
raksa. Dengan demikian semua serat kasar, abu dan air rendah.
perlakuan mempunyai kadar raksa Biskuit dengan substitusi tepung
dibawah persyaratan sehingga semua pisang, tepung ikan dan tepung kacang
perlakuan memenuhi syarat mutu biskuit. hijau memenuhi SNI 01-7111.2-2005
Pengujian mikroba dilakukan syarat mutu biskuit kecuali kadar air
terhadap angka lempeng total, coliform. yang terbuat dari tepung pisang gedah.
Echerechia coli dan Salmonella. Hasil BEP dengan produksi sebanyak 10000
Pengujian angka lempeng total untuk biskuit, titik balik modal tercapai jika
semua perlakuan menghasilkan nilai harga biskuit adalah Rp. 714 per biskuit.
sama yaitu < 10 kol/g. Angka lempeng Setiap penambahan biaya RP. 1 untuk
total merupakan kadar logam yang memproduksi biskuit, maka akan
dipersyaratkan pada syarat mutu biskuit. diperoleh penerimaan Rp. 2,5.
Untuk ALT dipersyaratkan maksimal
1x104 kol/g. Hasil uji terhadap semua DAFTAR PUSTAKA
perlakuan biskuit menghasilkan ALT
sebesar <10 kol/g. Nilai yang sama ini Hudaida, S. (2003). Pengaruh blanching
merupakan nilai yang dihasilkan dengan dan lamanya perendaman irisan
asumsi negatif. Dengan demikian semua buah pisang dalam larutan
perlakuan mempunyai hasil cemaran Metabisulphite terhadap mutu
ALT dibawah persyaratan sehingga tepung pisang. Buletin Bimada.
semua perlakuan memenuhi syarat mutu 12(17): 7-11.
biskuit.

40
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

Nurhidayati. (2011). Kontribusi MP-ASI Ikan Patin ( Pangasius Spp).


Biskuit Bayi dengan Substitusi Diakses tanggal 08 Maret 2013.
Tepung Labu Kuning dan Tepung
Ikan Patin Terhadap Kecukupan
Protein dan Vitamin A. (Skripsi).
Semarang: Program Studi Ilmu Gizi
Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Rochajatien, U., dan Wibowotomo.
(2001). Pengaruh Proporsi Tepung
Pisang dan Tepung Terigu terhadap
Sifat Fisik dan Organoleptik Kue
Semprit. Seminar Nasional Makanan
Tradisional. Surabaya: Unesa
University Press.
SNI 01-7111.2-2005. Makanan
Pendamping ASI bagian 2: Biskuit.
Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
SNI 01-3841-1995. Tepung Pisang.
Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
Soemarni, M.S. (2011). Model SPAKU
Pisang, Sentra Pengembangan
Agribisnis Komoditas Unggulan
(SPAKU) Pisang. Bahan Kajian
dalam MK. Metode Perencanaan
Wilayah.
Suprapto, H. (2006). Pengaruh
Perendaman Pisang Kepok (Musa
acuminax balbisiana Calla) dalam
Larutan Garam terhadap Mutu
Tepung yang Dihasilkan. Jurnal
Teknologi Pertanian. 1(2): 74-80
Tarigan, R. (2003). Pengaruh
Perbandingan Tepung Kacang Hijau
dan Tepung Terigu ` Terhadap
Komponen Mutu Roti Tawar.
(Skripsi). Mataram: Fakultas
Pertanian, Universitas Mataram.
Zakaria, F.R. (1999). Produksi MP-ASI
Lokal sebagai Terobosan untuk
Menanggulangi Masalah
Kekurangan Gizi. Seminar Nasional
Teknologi Pangan Perhimpunan Ahli
Pangan Indonesia. Bogor: IPB
Zaki, I. (2012). Biskuit Bayi dengan
Substitusi Tepung Labu Kuning
(Cucurbita Moschata) dan Tepung

41
42
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK


KOMPON KARET DENGAN BAHAN PENGISI ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA
DAN NANO SILIKA SEKAM PADI
EFFECT OF TEMPERATURE AND DURATION OF STORAGE TO CHARACTERISTICS
OF RUBBER COMPOUND WITH THE FILLERS OF ACTIVATED COCONUT SHELL
CARBON AND NANO SILICA FROM RICE HUSKS.
Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah dan Rindit Pambayun
Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sriwjaya
e-mail : popy_marlina@yahoo.co.id
Diterima: 25 Maret 2014; Direvisi: 1 April 2014 – 5 Mei 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap
karakteristik kompon karet dengan menggunakan bahan pengisi arang aktif tempurung
kelapa dan nano silika sekam padi. Kompon karet yang digunakan dalam penelitian ini
bahan pengisi dari arang aktif tempurung kelapa 10 phr dan nano silika sekam padi 40
phr. Rancangan percobaan meliputi variasi suhu 60°C, 70°C dan 80°C dan lama
penyimpanan kompon karet, yaitu 1 hari, 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Percobaan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan lama
penyimpanan kompon karet berpengaruh terhadap karakteristik kompon karet, pada
parameter kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis.
Karakteristik kompon karet untuk kekerasan, tegangan putus dan perpanjangan putus
setelah pengusangan untuk semua perlakuan memenuhi syarat mutu kompon karet
bantalan dermaga, sesuai SNI06-3568-2006. Ketahanan kikis untuk semua perlakuan
kompon karet setelah pengusangan memenuhi karakteristik kompon karet di pasaran,
kisaran 400 – 600 cm3.
Kata kunci : karakteristik kompon karet, lama penyimpanan, suhu

Abstract
The objectives research is to examines the effect of temperature and storage time to
characteristics ofrubber compoundthat was added with the fillers of activated coconut
shell carbon and nano silica from rice husks. Rubber compound in this study is the use of
a filler treatment activated coconut shell carbon 10 phr and nano silica from rice husks 40
phr. Experimental design include variations in temperature 60°C, 70°C and 80°C and
storage time 1 day, 3 days, 5 days and 7 days, with three (3 ) repetition. The results
showed temperature and storage time affects the characteristics of the rubber compound
rubber compound , for the parameters of hardness , tensile strength , elongation at break
and abrasion resistance. Characteristics rubber compound for hardness, tensile strength,
elongation at break after ageing met the requirements of the Indonesian National
Standards for pads dock rubber compound SNI06-3568-2006. Abrasion resistance rubber
compound for all treatments after ageing the characteristics of rubber compound on the
market , the range of 400-600 cm3.
Keywords : rubber compound characteristics, storage time, temperature

PENDAHULUAN penggilingan pada suhu 70°C + 5°C.


Komposisi kompon karet berbeda-beda
Kompon karet adalah campuran tergantung pada barang jadi karet yang
antara karet alam dengan bahan-bahan akan dibuat. Sebelum bahan baku karet
kimia yang ditentukan komposisinya dan alam dicampur dengan bahan pembantu,
pencampurannya dilakukan dengan cara terlebih dahulu bahan baku karet

43
Popy Marlina Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...
Filli Pratama, dkk

tersebut dilunakan (mastikasi) atau mengunakan bahan kimia. Arang aktif


diplastisasi dengan cara digiling (Blow, tempurung kelapa mengandung gugus
2001). aktif hidroksil (OH) yang akan
Carbon black adalah jenis bahan berinteraksi dengan molekul yang ada
pengisi yang paling umum digunakan dalam karet.
dalam pembuatan kompon karet. Bahan Sekam padi yang dimanfaatkan
pengisi carbon black memberikan efek sebagai bahan pengisi kompon karet
penguatan terhadap sifat fisik vulkanisat berupa silika. Untuk membentuk
terutama yang ukuran butirannya kecil kompon karet yang elastis dan kuat
(Omafumaet al., 2011). Penambahan maka diperlukan silika selain arang aktif.
carbon black akan mempengaruhi sifat Silika yang ditambahkan berukuran
kompon, viskositas dan kekuatan nano, diharapkan dapat mengisi rongga
kompon akan bertambah, namun kosong setelah arang aktif tempurung
penggunaan carbon black mempunyai kelapa berikatan dengan kompon karet.
kelemahan, yaitu daya lekat kompon Interaksi bahan pengisi dan karet
akan berkurang. Hal ini membuat dijelaskan oleh kesesuaian bahan
carbon black tidak kompak dengan pengisi dengan karet, atraksi bahan
bahan penyusun lainnya pada saat pengisi sendiri dan kemampuan
pencampuran. membentuk sebuah jaringan (Haghigat
Seiring dengan keterbatasan minyak et al., 2007).
bumi dan isu pentingnya pengurangan Penggunaan arang aktif tempurung
efek emisi karbondioksida yang timbul kelapa dan nano silika sekam padi
dalam proses pembuatan kompon karet sebagai bahan pengisi merupakan salah
berbahan turunan dari minyak bumi satu usaha untuk meningkatkan mutu
(Rahardjo, 2009), maka dalam penelitian barang jadi karet. Tujuan penelitian ini
ini dilakukan untuk pembuatan kompon untuk mengetahui pengaruh suhu dan
dengan bahan pengisi dari unsur non lama penyimpanan terhadap karakteristik
minyak bumi. Salah satu cara untuk kompon karet dengan bahan pengisi
mengatasi ketergantungan pada bahan arang aktif tempurung kelapa dan nano
turunan minyak bumi pada kebutuhan silika sekam padi.
bahan pengisi penguat untuk pembuatan Kualitas barang jadi karet sangat
kompon karet adalah bahan pengisi yang ditentukan oleh bahan baku dan bahan-
berasal dari limbah pertanian, yaitu bahan tambahan yang digunakan serta
menggunakan arang aktif tempurung teknologi cara pembuatannya. Kompon
kelapa dan silika dari sekam padi, yang karet merupakan bagian yang sangat
didapat dari sumber terbarukan yang penting dari sebuah barang jadi karet.
mempunyai potensi besar, biaya Barang jadi karet sering rusak akibat
produksi murah, ketersediaan melimpah, pengerasan pada saat
dan ramah lingkungan. Tempurung penyimpananpengangkutan dan
kelapa memiliki komposisi kimiawi yang penggunaannya serta kerusakan akibat
tersusun dari lignin, selulosa, dan panas, suhu tinggi dan sinar matahari,
hemiselulosa, dengan komposisi yang kerusakan karena oksigen dan ozon di
berbeda-beda (Hamid, 2008; Sapuan et udara, keretakan dan kelenturan, serta
al., 2003; Hussenisyah and Zakaria, ion-ion prooksidan, yaitu ion tembaga,
2011). Selulosa mempunyai struktur ion mangan atau ion besi (Haris, 2004).
rantai yang mirip dengan hidrokarbon Pengerasan mengakibatkan kualitas
dalam minyak bumi (Herminiwati et al., produk barang jadi karet menurun.
2003). Rantai yang panjang dalam Pengerasan tersebut merupakan salah
selulosa ini dimungkinkan dapat dipecah satu faktor kelemahan dari karet, dimana
menjadi agregat karbon dan senyawa- terjadi penurunan nilai elastisitas karet
senyawa kimia dengan berat molekul akibat pengaruh lama penyimpanan,
rendah. Arang aktif tempurung kelapa pengangkutan dan penggunaannya.
diperoleh dari proses pirolisis tempurung Salah satu akibat dari pengerasan
kelapa dan diaktivasi dengan tersebut, barang jadi karet sering

44
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

mengalami retak (pecah) akibat panas S1 = 60°C


matahari dan ozon sehingga terjadi S2 = 70°C
pengusangan (Refrizon, 2003; Haris, S3 = 80°C
2004).
Pengusangan akan mempengaruhi Variasi lama pengusangan terdiri dari 4
ketahanan fisik, akibatnya pemakaian taraf, yaitu :
barang jadi karet tidak bertahan lama. W1 = 1 hari
Pengusangan mengakibatkan turunnya W2 = 3 hari
sifat fisik barang karet seperti tegangan W3 = 5 hari
putus, perpanjangan putus dan W4 = 7 hari
kekerasan selama masa penyimpanan. Masing-masing perlakuan diulang 3
Karet menjadi keras dan retak, lunak dan (tiga) kali.
lekat-lekat. Penurunan sifat fisik
disebabkan terjadinya degradasi karet Prosedur Pembuatan Kompon Karet
karena oksidasi oleh oksigen dan ozon. 1. Penimbangan
Oksidasi dipercepat dengan adanya Bahan yang diperlukan
panas, sinar ultraviolet, dan logam-logam untukpembuatan kompon ditimbang
yang mengkatalisa oksidasi karet. sesuai perlakuan. Jumlah dari setiap
Faktor lingkungan terutama suhu akan bahan di dalam formulasi kompon
mempengaruhi daya usang kompon dinyatakan dalam PHR (berat per
karet selama penyimpanan dan seratus karet).
pemakaian. Sehubungan dengan hal
tersebut, pada penelitian ini digunakan 2. Mixing (pencampuran)
variasi suhu dan waktu pengusangan Pencampuran dilakukan dalam
untuk mengetahui karakteristik kompon gilingan terbuka (open mill), yang telah
karet setelah pengusangan. dibersihkan. Selanjutnya dilakukan
proses :
BAHAN DAN METODE Crumb rubber (SIR 20) dimastikasi
selama 1 hingga 3 menit, dilanjutkan
A. Bahan dan Alat mastikasi NitroButadiena Rubber (NBR)
Bahan penelitian yang digunakan selama 1 hingga 3 menit, dilanjutkan
terdiri dari tempurung kelapa, sekam penambahan vulkanisator (sulfur)
padi, karet alam (SIR 20) dan karet ditambahkan dan giling selama 2-3
sintetis (Nitro Butadiena Rubber (NBR), menit, nahan penggiat/activator, ZnO
minyak minarek, sulfur, trimethyl quinon dan asam stearat ditambahkan, dipotong
(TMQ), asam stearat, ZnO, Butyl setiap sisi satu sampai tiga kali selama
Hydroxy Toluena (BHT), N-Cyclohexyl-2- 2-3 menit. Pencampuran antioksidanTri
benzothiazylsulfenamide (CBS), dan Methyl Quinon (TMQ), resin dan bahan
cumaron resin. bantu lain ditambahkan, dipotong setiap
Peralatan yang digunakan sisi sampai 3 kali selama 2–3
timbangan (Metler P1210), open mill L menit.Sebagian filler (pengisi) (arang
40 cm D18 cm kapasitas 1 kg, cutting aktif tempurung kelapa dan silika sekam
scraft besar, alat press, cetakan sheet, padi, bahan pelunak (softener) minyak
autoclave,dan gunting. minarek ditambahkan, setiap sisi
dipotong sampai dua atau tiga kali
B. Metode Penelitian selama 3 hingga 8 menit.Sisa filler
Rancangan Percobaan ditambahkan dan dipotong setiap sisi
Perlakuan kompon karet yang dua atau tiga kali selama 3 hingga 8
digunakan dalam penelitian ini adalah menit.Accelerator CBSditambahkan,
perlakuan jumlah arang aktif tempurung setiap sisi dipotong dua atau tiga kali
kelapa 10 phr dan nano silika sekam selama 1 hingga 3 menit.Kompon
padi 40 phr. Variasi suhu dan lama dikeluarkan dari open mill dan ditentukan
penyimpanan kompon karet, yaitu : ukuran ketebalan lembaran kompon
Variasi suhu pengusangan terdiri dari 3 dengan menyetel jarak roll pada cetakan
taraf, yaitu : sheet, dikeluarkan dan diletakkan diatas

45
Popy Marlina Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...
Filli Pratama, dkk

plastik transfaran dan kompon dipotong


disesuaikan dengan barang jadi yang Tabel 2.Persyaratan Mutu Kompon Karet
akan dibuat.
Syarat Mutu
Kompon
No. Pengujian Bantalan Kompon
Dermaga Pasaran
SNI06-3568-
2006
1. Kekerasan 50-58 55-75
(Shore A)
2. Tegangan Putus Min 15 Min 20
2
(N/mm )
3. Perpanjangan Min 300 Min 245
Putus (%)
4. Ketahanan Kikis - 400-600
3
(cm )

Hasil pengujian kompon karet pada


Tabel 1, menunjukkan masing-masing
parameter memenuhi syarat mutu
kompon karet bantalan dermaga
sesuaiSNI06-3568-2006 dan kompon
karet pasaran. Syarat mutu kompon
karetsesuai Standard Nasional Indonesia
(SNI) bantalan dermaga dan kompon
karet pasaran, dapat dilihat pada Tabel
2.
Gambar 1. Tahapan Proses Pembuatan
kompon karet
Karakteristik Kompon Karet Setelah
Peubah yang diamati Pengusangan
Peubah yang diamati dalam Pengusangan mengakibatkan
penelitian ini untuk kompon karet turunnya sifat fisik barang karet seperti
sebelum dan setelah pengusangan, kekerasan, tegangan putus,
meliputi parameterkekerasan (hardness), perpanjangan putus dan ketahanan kikis
tegangan putus (tensile strength), selama masa penyimpanan. Karet
Perpanjangan Putus (elongation at menjadi keras dan retak, lunak dan lekat-
break)danketahanan kikis (abrassion lekat. Perubahan sifat fisik disebabkan
recistance). terjadinya degradasi karet karena
oksidasi oleh oksigen dan ozon.
HASIL DAN PEMBAHASAN Oksidasi dipercepat dengan adanya
panas, sinar ultraviolet, dan logam-logam
Pengujian karakteristik kompon karet yang mengkatalisa oksidasi karet.
sebelum pengusangan meliputi Ketahanan usang kompon karet
parameter kekerasan, tegangan putus, dinyatakan dengan kemunduran
perpanjangan putus dan ketahanan kikis. tegangan putus, kemunduran
Karakteristik kompon karet sebelum perpanjangan putus, dan kekerasan.
pengusangan, dapat dilihat pada tabel 1.
A. Kekerasan (Shore A)
Tabel 1. Karakteristik Kompon Karet Uji kekerasan dilakukan untuk
mengetahui besarnya kekerasan
No. Parameter Nilai vulkanisat karet, dilakukan dengan
1. Kekerasan 58 Shore A kekuatan penekanan tertentu.Nilai
2. Tegangan Putus 21 N/mm2 kekerasan kompon karet semakin besar
3. Perpanjangan Putus 354% menunjukkan bahwa kompon karet
4. Ketahanan Kikis 427 cm3 semakin keras (semakin tidak elastis).

46
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

Hasil pengujian kekerasan kompon karet ukuran partikel yang lebih kecil, yaitu 350
setelah pengusangan dapat dilihat pada – 400 nm. Semakin kecil ukuran partikel,
Gambar 2. pori-pori nano silika sekam padi akan
semakin besar, maka luas permukaan
65 63
64 nano silika semakin bertambah.
63
Kekerasan (Shore A)

64 62 62 Bertambahnya luas permukaan


63 inimengakibatkan semakin meningkatnya
61 61
62 60
61
60 60 kemampuan berinteraksi dengan molekul
59
60 karet lebih baik, sehingga kompon lebih
59 58
58 kaku dan keras.Kekerasan kompon karet
57 akan meningkat biasanya pada
56 penggabungan bahan pengisi, terutama
55
ketika ukuran partikel bahan pengisi
S1W1
S1W2
S1W3
S1W4
S2W1
S2W2
S2W3
S2W4
S3W1
S3W2
S3W3
S3W4
besar. Ukuran partikel arang aktif yang
Kombinasi Perlakuan lebih besar (400 mesh) dari ukuran
partikel nano silika sekampadi (350-400
Gambar 2. Kekerasan(ShoreA) Kompon nm) pada interaksi tersebut,
Karet Setelah Pengusangan menghasilkan kekerasan yang lebih
besar. Ukuran partikel yang besar akan
Berdasarkan Gambar 2, Hasil menghalangi gerakan matriks karet
pengujian kekerasan kompon karet ketika matriks dikenakan lekukan,
setelah pengusangan dengan nilai akibatnya lekukan karet meningkat
tertinggi pada perlakuan S3W 4 (variasi (Chuayjuljitet al., 2001; Omofumaet al.,
suhu 80°C dan lama pengusangan 7 2011).
hari), yaitu 64 Shore A dan terendah Selain itu, pada waktu pemanasan
pada perlakuanS1W 1 (variasi suhu 60°C akan terjadi reaksi ikatan silang gugus
dan lama pengusangan 1 hari) yaitu 58 aldehida yang berasal dari bahan karet
Shore A . dengan reaksi oksidasi yang
Semakin tinggi suhu dan lama memutuskan rantai molekul karet
pengusangan akan menaikkan nilai (Refrizon, 2003). Reaksi ikatan silang
kekerasan kompon karet setelah antara gugus aldehida berjalan lamban
pengusangan. Nilai kekerasan kompon dan sangat dipengaruhi oleh tingkat
karet semakin besar setelah kadar air yang terdapat dalam karet
pengusangan dibanding sebelum tersebut. Semakin kering akan semakin
pengusangan. Hal ini disebabkan panas dipercepat terjadinya reaksi ikatan silang
akan mempercepat proses oksidasi dan gugus aldehida tersebut (Burfield, 2003).
degradasi pada vulkanisat karet. Selain Reaksi terjadi pada pengerasan kompon
itu, bahwa penambahan bahan pengisi karet disajikan pada Gambar 3.
karet dapat mempertahankan sifat
elastisitas setelah pengusangan. Bahan
pengisi arang aktif tempurung kelapa
dan nano silika sekam padi yang
ditambahkan akan berpengaruh
terhadap kekerasan kompon karet,
dengan kata lain kompon karet akan
semakin kuat dan elastis. Arang aktif
tempurung kelapa memiliki gugus aktif Sumber : Refrizon (2003)
hidroksil (OH) (Budionoet al., 2009),
sehingga akan terjadi interaksi antara Gambar 3. Reaksi Pengerasan Kompon
gugus hidroksil pada permukaan arang Karet
dengan molekul karet.
Nilai kekerasan dipengaruhi juga Kecepatan reaksi kondensasi ikatan
oleh banyaknya bahan pengisi, ukuran silang aldehida lebih cepat dibandingkan
partikel dan struktur molekul (Peng, kecepatan pemutusan ikatan rantai oleh
2007). Silika sekam padi mempunyai reaksi oksidasi. Sehingga karet akan

47
Popy Marlina Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...
Filli Pratama, dkk

mengalami pengerasan setelah kompon karet setelah pengusangan,


pengusangan dengan suhu 70°C. Waktu dapat dilihat pada Gambar 4.
pemanasan terjadi reaksi oksidasi yang Semakin tinggi suhu dan semakin
memutuskan rantai molekul karet. Suhu lama penyimpanan kompon karet
yang tinggi dan waktu yang lama kemunduran tegangan putus semakin
terjadinya pemutusan molekul karet akan kecil. Hal ini disebabkan panas akan
lebih cepat dibandingkan dengan reaksi mempercepat terjadinya oksidasi pada
ikatan silang gugus aldehida. kompon karet. Kemunduran tegangan
Kekerasan kompon karet setelah putus pada penelitian ini, masih
pengusangan untuk semua perlakuan menunjukkan daya elastis kompon karet
memenuhi syarat mutu kekerasan yang masih besar, ini ditunjukkan
kompon karet bantalan dermaga sesuai dengan nilai kemunduran tegangan
Standard Nasional Indonesia (SNI)06- putus yang masih memenuhi syarat mutu
3568-2006, yaitu 50-80 Shore A dan kompon karet bantalan dermaga sesuai
kekerasan kompon karet pasaran, yaitu SNI06-3568-2006 minimal 15%. Ini
55-75 Shore A. disebabkan kemampuan bahan pengisi
arang aktif tempurung kelapa yang
B. Tegangan Putus (N/mm2) mengandung gugus hidroksi (OH)
Tegangan putus merupakan bereaksi dengan gugus aktif pada
pengujian fisika karet yang terpenting molekul karet untuk membentuk ikatan
dan paling sering dilakukan dengan silang baru antar molekul yang
pengujian ini pula dapat ditetapkan mempunyai efek antioksidan mencapai.
waktu vulkanisasi optimum suatu Ikatan silang baru mempunyai ketahanan
kompon dan pengaruh pengusangan oksidasi yang lebih baik. Secara kimia
pada suatu vulkanisasi, selain itu juga terbentuk ikatan antara karet dengan
pengujian ini menggambarkan kekuatan gugus fungsional arang aktif tempurung
dan kekenyalan karet. Nilai tegangan kelapa.
putus semakin besar, menunjukkan Polimer karet terdiri dari unit
bahwa kompon karet semakin elastis monomer isoprene (C5H8) dengan satu
(Basseri, 2005). ikatan rangkap tiap monomernya.
Adanya ikatan rangkap dan gugus
25 21 20 20 20 metilen merupakan gugus reaktif untuk
19 19
Tegangan Putus (N/mm2)

17 17 18 terjadinya ikatan kimia (Supraptiningsih,


20 16 16
15 2005). Terbentuknya ikatan-ikatan
15 mengakibatkan karet menjadi kaku dan
kuat sehingga tegangan putusnya tetap
10
tinggi setelah pengusangan. Selain itu,
5 adanya pengaruh penambahan nano
0
silika sekam padi yang mengandung
gugus aktif fenol yang mempunyai sifat
S2W4

S3W2
S1W1
S1W2
S1W3
S1W4
S2W1
S2W2
S2W3

S3W1

S3W3
S3W4

sebagai antioksidan yang kuat


Kombinasi Perlakuan (Kuriakose et al, 2000). Antioksidan
fenol sekam padi merupakan
Gambar 4. Tegangan Putus (N/mm2) antioksidan yang mengandung gugus
Kompon Karet Setelah aktif hidroksi (OH) dan merupakan salah
Pengusangan satu bahan tambahan yang digunakan
dalam pembuatan kompon karet.
Hasil pengujian tegangan putus Antioksidan berfungsi untuk melindungi
kompon karet setelah pengusangan komponen-komponen molekul karet
dengan nilai tertinggi pada perlakuan yang mempunyai ikatan rangkap
S1W 1 (variasi suhu 60°C dan lama (bersifat tak jenuh). Kemampuan fenol
penyimpanan 1 hari), yaitu 21 N/mm 2dan sebagai antioksidan akan memberikan
terendah S3W 4 (variasi suhu 80°C dan perlindungan yang baik terhadap
lama pengusangan 7 hari), yaitu 15 oksidasi ikatan rangkap molekul karet,
N/mm2. Hasil pengujian tegangan putus
48
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

sehingga reaksi pemutusan ikatan Penurunan perpanjangan putus


rangkap molekul karet oleh gugus fenol disebabkan karena terbentuknya ikatan-
akan berlangsung dengan baik (Prasad, ikatan antara molekul karet dengan
2006). gugus hidroksi pada permukaan arang
aktif tempurung kelapa. Banyaknya
C. Perpanjangan Putus (%) ikatan yang terbentuk akan mengurangi
Perpanjangan putus keleluasaan gerak rantai polimer,
merupakanpertambahan panjang suatu menyebabkan viskositas kompon
potongan uji kompon karetbila meningkat, kompon menjadi kaku, keras
diregangkan sampai putus, dinyatakan dan elastisitasnya turun (Chuayjuljit et
dengan persentase dari panjang al., 2001; Phrommedetch dan
potongan uji sebelum diregangkan. Hasil Pattamaprom, 2010). Nilai perpanjangan
pengujian perpanjangan putus kompon putus kompon karet setelah
karet setelah pengusangan dengan nilai pengusangan untuk semua perlakuan
tertinggi pada perlakuan S1W 1 (variasi sesuai syarat mutu perpanjangan putus
suhu 60°C dan lama pengusangan 1 kompon karet bantalan dermaga SNI06-
hari), yaitu 354% dan terendah pada 3568-2006 (minimal 300%) dan kompon
perlakuan S3W 4 (variasi suhu 80°C dan karet pasaran minimal 245%.
lama pengusangan 7 hari), yaitu 347%.
Hasil pengujian perpanjangan putus D. Ketahanan Kikis
kompon karet setelah pengusangan, Kesanggupan karet bertahan
dapat dilihat pada Gambar 5. terhadap gesekan dengan benda lain
pada pemakaiannya, disebut ketahanan
356 354 353 kikis. Pengujian ketahanan kikis
352 353
Perpanjangan Putus (%)

354 dilakukan dengan cara penggesekan


350 351
352 349 350 karet pada suatu permukaan pengikis
350 348 348 atau pengikis digosokan pada
348 346 347 permukaan karet. Ketahanan kikis dari
346 vulkanisat karet yang di gesekkan pada
344 sebuah ampelas kikis dengan mutu
342 tertentu, dengan tekanan dan area
S1W3
S1W1
S1W2

S1W4
S2W1
S2W2
S2W3
S2W4
S3W1
S3W2
S3W3
S3W4

tertentu (Basseri, 2005).

Kombinasi Perlakuan
428 427425 427 426 426
Ketahanan Kikis (cm3)

426 424
Gambar 5. Perpanjangan Putus (N/mm2) 422 423
424
Kompon Karet Setelah 421
422 420
Pengusangan 419
420
418 417
Nilai kemunduran perpanjangan
416
putus setelah pengusangan tidak
414
signifikan dengan nilai perpanjangan
412
putus sebelum pengusangan. Hal ini
S1W4
S1W1
S1W2
S1W3

S2W1
S2W2
S2W3
S2W4
S3W1
S3W2
S3W3
S3W4

disebabkan adanya kemampuan arang


aktif tempurung kelapa, nano silika Kombinasi Perlakuan
sekam padi dan interaksi keduanya
dengan gugus aktif molekul karet, Gambar 6. Ketahanan Kikis (cm3)Kompon
sehingga interaksi tersebut tidak Karet Setelah Pengusangan
merubah struktur ruang dari molekul
karet (Surya, 2002). Selain itu, adanya Hasil pengujian perpanjangan putus
antioksidan golongan fenol yang terdapat kompon karet setelah pengusangan,
pada sekam padi yang mempunyai sifat dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil
yang kuat melindungi karet terhadap pengujian ketahanan kikis kompon karet
suhu tinggi dan sinar matahari. setelah pengusangan dengan nilai
tertinggi pada perlakuan S1W 1 (variasi

49
Popy Marlina Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...
Filli Pratama, dkk

suhu 60°C dan lama penyimpanan 1 Interaksi arang aktif tempurung


hari), yaitu 427 cm3dan terendah pada kelapa dan nano silika sekam padi untuk
perlakuan S3W 4 (variasi suhu 80°C dan semua perlakuan, menghasilkan kompon
lama pengusangan 7 hari), yaitu 417 karet sesuai dengan nilai ketahanan kikis
cm3. kompon karet dipasaran, sekitar 400-600
Semakin tinggi suhu dan lama cm3.
penyimpanan kompon karet,
menghasilkan penurunan nilai ketahanan KESIMPULAN
kikis kompon karet. Namun, penurunan
tersebut tidak signifikan dibandingkan Suhu dan lama pengusangan
dengan ketahanan kikis sebelum kompon karet berpengaruh terhadap
pengusangan. Adanya partikel bahan karakteristik kompon karet, untuk
pengisi yang semakin kecil maka makin parameter kekerasan, tegangan putus,
luas permukaan, menunjukkan makin perpanjangan putus dan ketahanan kikis.
banyak gugus fungsional bahan pengisi Karakteristik kompon karet untuk
yang berikatan dengan molekul karet, kekerasan, tegangan putus dan
sehingga interaksi yang terjadi baik perpanjangan putus setelah
secara fisika dan kimia akan semakin pengusangan untuk semua perlakuan
baik (Sereda et al, 2003; Vichitcholchai memenuhi syarat mutu kompon karet
et al., 2012). Interaksi senyawa arang bantalan dermaga, sesuai SNI06-3568-
aktif tempurung kelapa dan nano silika 2006. Ketahanan kikis untuk semua
sekam padi menghasilkan perlakuan kompon karet setelah
karakteristikkompon karet yang dapat pengusangan memenuhi karakteristik
bertahan terhadap beberapa kondisi kompon karet di pasaran, kisaran 400 –
seperti abrasi, temperatur tinggi, 600 cm3.
tekanan. Penambahan bahan pengisi
penguat dalam jumlah optimum, akan DAFTAR PUSTAKA
meningkatkan ketahanan kikis kompon
karet(Alfa, 2005). Alfa, A.A. (2005). Bahan Kimia untuk
Selain itu, adanya pengaruh Kompon Karet. Kursus Teknologi
penambahan nano silika sekam padi Barang Jadi Karet Padat.Bogor:
yang mengandung gugus fenol yang Balai Penelitian Teknologi Karet.
mempunyai sifat sebagai antioksidan Basseri, A. (2005). Teori Praktek Barang
yang kuat, melindungi karet dari Jadi Karet. Bogor: Balai Penelitian
kerusakan akibat oksidasi (Alfa, 2005). Teknologi Karet Bogor.
Ukuran partikel silika yang semakin kecil, Blow, C.M. (2001). Rubber Technology
memungkinkan semakin mudah untuk and Manufacture, 2nd Edition.
berinteraksi dengan senyawa fenol London: Butterworth Scientifics.
sekam padi, sehingga meningkatkan Budiono, Suhartana dan Gunawan.
ketahanannya terhadap pengusangan. (2009). Pengaruh Aktivasi Arang
Fungsi antioksidan untuk melindungi Tempurung Kelapa Dengan Asam
karet dari kerusakan karena pengaruh Sulfat Dan Asam Fosfat Untuk
oksigen maupun ozon yang terdapat di Adsorpsi Fenol.(Skripsi).Semarang:
udara, karena unsur-unsur yang Universitas Diponegoro.
terkandung dalam udara tersebut dapat Burfield, D.R., Lim, K.L., and Law, K.S.
menurunkan sifat fisik atau bahkan (2003). Epoxidation of Natural
menimbulkan retak-retak dipermukaan Rubber Latices Methods of
kompon karet (Phrommedetch, 2010). Preparation and Properties of
Antioksidan juga melindungi barang dari Modified Rubbers. Journal of
karet terhadap ion-ion peroksida yaitu Applied Polymer Science. 29(5):
ion tembaga, ion mangan atau ion besi, 1661-1673.
serta terhadap suhu tinggi, sinar Chuayjuljit, S., Eiumnoh, S., and
matahari, keretakan dan kelenturan. Potiyaraj, P. (2001). Using Silica
From Rice Husk As A Reinforcing

50
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

Filler In Natural Rubber.Journal of Prasad C.S., Maiti, K.N., Venugopal, R.


Science.26(2): 127-138. (2006). Effect of Rice Husk Ash In
Haghighat, M.A., Khorasani, S.N.M., Whiteware Compositions. Ceramic
Zadhoush. (2007). Filler–Rubber International. 27: 629-635.
Interactions In A Cellulose-Filled Raharjo, P. (2009). Karet, Material
Styrene Butadiene Rubber Andalan Ekspor di Bawah Harapan
Composites. Journal of Applied dan Ancaman, diakses pada tanggal
Polymer Science. 10 :748 – 754. 2 Desember 2009.
Hamid, T.F.Z. (2008). Pengaruh Refrizon. (2003). Viscositas Mooney
Modifikasi Kimia Terhadap Sifat- Karet Alam. Medan: Fakultas
Sifat Komposit Polietilena Densitas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Rendah (LDPE) Terisi Tempurung Alam Universitas Sumatera Utara.
Kelapa. (Tesis). Medan: Universitas Sapuan, S.M., Harimi, M., dan Maleque,
Sumatera Utara. M.A. (2003). Mechanical Properties
Haris, U. (2004). Karet Alam Hevea dan of Epoxy/Coconut Shell Filler
Industri Pengolahannya.Bogor: Balai Particle Composites. The Arabian
Penelitian Teknologi Karet Bogor, Journal for Science and
Pusat Penelitian Karet, Lembaga Engineering. 28(2B): 173 – 181.
Riset Perkebunan Indonesia. Sereda, L., Mar Lo´pez-Gonza´leza,
Herminiwati, Purnomo, D., dan Supranto. Leila, L., Visconte, L., Regina Ce´lia,
(2003). Sifat Fiiler Kayu Kering R., Nunes, Furtado, C., Russi.G.,
terhadap Vulkanisat Karet. Majalah Riande, E. (2003). Influence of Silica
Barang Kulit, Karet dan Plastik. and Black Rice Husk Ash Fillers on
19(1): 32-39. The Diffusivity And Solubility of
Husseinsyah, S., and Zakaria, M.M. Gases In Silicone Rubbers.
(2011). The Efect of Filler Content Polymer. 44: 3085–3093.
On Properties of Coconut Shell Supraptiningsih, A. (2005). Pengaruh
Filled Polyester.Malaysian Polymer RSS/SBR dan Filler CaCO3
Journal. 6(1): 87-97. terhadap Sifat Fisis Kompon Karpet
Kuriakose, A.P., and Karet. Majalah Kulit, Karet dan
Rajendran,G.(2000). Use of Rice Plastik. 21(1): 34-40.
Husk and Phenols Extracted from it Surya, I. (2002). Pengaruh Penambahan
as Filler and Antioxidant Pengisi Penguat terhadap Sifat Uji
Respectively in, Vulcanization Tarik Karet Alam Terepoksida.
Studies of NR. Iranian Polymer Jurnal Teknik Simetrika. 1: 68-74.
Journal. 9(2): 89-96. Vichitcholchai, N., Na-ranong, N.,
Omafuma, F.E., Adeniye, S.A., and Noisuwan, W., and Arayapranee,
Adeleke, A.E. (2001). The Effect of W.(2012). Using Rice Husk Ash as
Particle Sizes on the Performance of Filler in Rubber Industry. Rubber
Filler: A Case Study of Rice Husk Thai J. 1:48-55
and Wood Flour. World Appl. Sci. J.,
14(9): 1347-1352.
Peng, Y.K. (2007). The Effect of Carbon
Black And Silica Fillers on Cure
Characteristics and Mechanical
Properties of Breaker Compounds.
(Thesis). Pulau Penang: Universiti
Sains Malaysia.
Phrommedetch, S., and Pattamaprom,
C. (2010).Compatibility Improvement
Of Rice Husk And Bagasse Ashes
With Natural Rubber by Molten-
State Maleation.European Journal of
Scientific Research. 43(3): 411-416.

51
52
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

MODEL PENGEMBANGAN FORMULA KOMPON VULKANISIR BAN LUAR


DUMP TRUCK DENGAN FILLER FLY ASH
MODEL DEVELOPMENT OUTSIDE THE FORMULA COMPOUND TIRE RETREADING
DUMP TRUCK WITH FLY ASH FILLER

Nasruddin1), Sudirman2), A. Mahendra3) dan A. Haryono4)


1) 2)
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang ; Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) ;
3) 4)
Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP) ; Pusat Penelitian Kimia LIPI
e-mail: nas.bppi@gmail.com
Diterima: 6 September 2013; Direvisi: 30 September 2013 – 7 April 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak
Vulkanisir ban luar dump truck impor dan lokal telah dilakukan karakterisasi sebagai
dasar untuk membuat model pengembangan formula vulkanisir ban luar dump truck.
Bahan yang digunakan antara lain karet alam SIR 20, Elastomer Termoplastik (inserting
ETP), carbon black, silica dan fly ash. Hasil pengujian menunjukkan, penambahan ETP
pada karet alam SIR 20 untuk vulkanisir ban luar dump truck dapat meningkatkan
kekerasan 3,03%, kuat tarik 3,87%, kuat sobek 15,46%, modulus 100% dengan nilai
36,28%, modulus 300% dengan nilai 27,71% dan abrasi = 52,46%. Pengujian sifat
mekanik pada kondisi segar setelah proses penuaan (aging) dan setelah diberi paparan
ozon 25 pphm selama 3x24 jam pada suhu 40°C menunjukan, penambahan ETP
memberikan efek positif pada beberapa sifat mekanik. Hasil pengujian SEM-EDS
menunjukan penambahan ETP dapat melindungi karet alam dari serangan ozon. Fly
ash yang ditambahkan pada formula kompon memiliki kecenderungan berikatan satu
sama lain, sehingga pada proses pembuatan formula dikembangkan suatu inovasi
pencampuran dengan coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69.
Kata Kunci : karet alam, ETP, carbon black, fly ash, kompon ban luar dump truck.

Abstract
Retread tire dump trucks imported and local characterization has been performed as a
basis for modeling the development of a formula dump truck tire retreading. Materials
used include natural rubber SIR 20, Thermoplastic Elastomer (inserting ETP), carbon
black, silica and fly ash. The test results showed that the addition of the ETP on natural
rubber SIR 20 for retread tire dump trucks can increase the hardness of 3.03%, 3.87%
tensile strength, tear strong 15.46%, 100% modulus with a value of 36.28%, the
modulus 300% with a value of 27.71% and 52.46% abrasion value. Testing of
mechanical properties in fresh condition after aging (aging) and after ozone exposure
given PPHM 25 for 3x24 hours at a temperature of 40°C shows, the addition of ETP a
positive effect on some mechanical properties. The test results showed the addition of
SEM-EDS ETP can protect natural rubber from ozone attack. Fly ash is added to the
compound of formula has a tendency to bind to one another, so that the process of
making the formula developed an innovative mixing with coupling agent Si type of PEG
400 and 69.
Keywords: natural rubber, ETP, carbon black, fly ash, dump truck tire compound.

PENDAHULUAN olah (processing aid). Persyaratan mutu


vulkanisir ban luar dump truck yang
Kompon vulkanisir ban luar dump harus di perhatikan antara lain adalah
truck telah banyak dikembangkan hardness (kekerasan), tensile strenght
melalui proses vulkanisasi. karet alam, (kuat tarik), elongation at break
karet sintetis, bahan pencepat (perpanjangan putus), modulus 100%,
(accelerator), bahan penggiat (activator), modulus 300%, compression set, tear
bahan pengisi (filler) dan bahan bantu strenght (kekuatan sobek), specific

53
Nasruddin Model Pengembangan Formula Kompon ...
Sudirman, dkk.

gravity (densitas) dan abration (kekuatan Rubber-Carbon Composite yang


kikis). Persyaratan mutu vulkanisir ban selanjutnya akan diproses untuk
luar dump truck dipengaruhi oleh bahan pembuatan kompon ban luar dump truck.
yang digunakan, urutan mastikasi dan
waktu pencampuran pada two roll mixing BAHAN DAN METODE
mill. Menurut Wang (2005), urutan
mastikasi dan waktu penggilingan karet A. Bahan dan Alat
berpengaruh terhadap sifat mekanik Bahan yang digunakan antara lain
terutama pada ketahanan kikis terdiri dari SIR 20, ETP M 10, ETP M 30,
vulkanisat kompon karet yang dihasilkan. ETP S 30, struktol 40MS, comaron resin,
Sifat vulkanisat kompon karet ultrasil VN-3/chemisil, PEG 4000, SI –
merupakan kunci utama dalam 69, asam stearat, ZnO, Wax/R-3,
memformulakan kompon untuk barang santoflex/6 PPD, TMQ, GPF N660,
jadi karet. minarek Oil, dispergatol FL, oricel CBS
Pengembangan formula kompon dan Sulfur.
vulkanisir ban luar dump truck pada Peralatan yang digunakan antara
penelitian ini menggunakan abu terbang lain neraca analitis dan open mill.
batubara (fly ash) sebagai filler yang
berasal dari PLTU Tanjung Enim, ETP B. Metode Penelitian
dan coupling agent jenis PEG 400 dan Si Metode pendekatan pembuatan
69. Fly Ash merupakan material oksida kompon vulkanisir ban luar dump truck
anorganik berwarna abu-abu kehitaman pada tahap awal dilakukan karakterisasi
yang mengandung silika dan alumina vulkanisir sampel T (impor) dan
aktif dari proses pembakaran pada suhu vulkanisir sampel B (lokal). Sampel T
tinggi di dalam tanur (Senny et al., 2011 dan B dipreparasi untuk pengujian sifat
dan Diah et al., 2010). mekanik. Bahan lain yang dikarakterisasi
Fly ash masih digunakan dalam adalah carbon black dan abu terbang
jumlah yang sedikit dalam berbagai batubara. Gambar 1 Model
bidang industri. Fly ash sebagai pengembangan ban luar dump truck).
adsorben sudah dipergunakan untuk
mengadsorbsi ion-ion logam (Singh,
2005) dan zat warna (Wang 2005). Fly
ash pada model pengembangan formula
vulkanisir ban luar dump truck diduga
akan memiliki kecenderungan
membentuk ikatan yang lebih kokoh
antar molekul pembentuk vulkanisat.
Pembuatan kompon vulkanisir ban
pada penelitian ini ditambahkan coupling
agent jenis PEG 400 dan Si 69 dengan
tujuan untuk meningkatkan interaksi
Gambar 1. Flow Chart Model Pengembangan
antara fly ash dan polimer karet alam.
Formula Kompon Ban Luar Dump
ETP yang ditambahkan pada pembuatan truck
kompon vulkanisir ban luar dump truck
mempunyai keunggulan antara lain Parameter uji untuk sampel T dan B
proses pengerjaan lebih sederhana meliputi hardness, tensile strenght,
karena tidak perlu proses pencampuran. elongation at break, modulus 100%,
tidak memerlukan crosslink agent, modulus 300%, compresion set, tear
Penambahan ETP untuk mempercepat strength, specific gravity dan abration.
reaksi crosslinking, prosesnya lebih Parameter uji untuk carbon black dan
cepat, dapat didaur ulang dan proses abu terbang batubara meliputi ukuran
cetak dapat digunakan mesin cetak partikel dan ukuran aggregate. Hasil
sehingga teknologi tersebut dapat karakterisasi sampel T dan sampel B
dimanfaatkan sebagai bahan baku

54
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

dijadikan acuan penyusunan formula perpanjangan putusnya lebih besar dari


kompon vulkanisir ban luar dump truck. sampel T.
Nilai perpanjangan putus vulkanisir
Prosedur Pembuatan Vulkanisir ban disebabkan antara lain oleh filler dan
a. Karet NR–SBR dimastikasi selama 3– ZnO yang ditambahkan. Perpanjangan
5 menit, selanjutnya asam stearat, putus dapat dijadikan sebagai salah satu
ZnO, TMQ dan karbon hitam digiling parameter penentu untuk membuat
pada keneader selama 30 menit. formula vulkanisir ban.
Penambahan sweep pada campuran Hasil pengujian sifat mekanik
tersebut setelah 30 menit, lalu digiling menunjukkan, sampel B dapat dijadikan
lagi selama 3 menit. sebagai acuan untuk penyusunan
b. Kompon Formula II pada Open Mill formula kompon vulkanisir ban luar dump
Kompon formula I tambahkan TMTM truck. Hasil pengujian gugus fungsi
dan Sulfur lalu digiling dengan oven sampel T dan B dengan FT-IR metode
mill selama 10 menit pada suhu 70°C. ATR (Gambar 2) menunjukkan, kedua
c. Proses callander (Kompon Karet Aktif) sampel (T dan B) tidak mempunyai
Pencetakan dilakukan sesuai ukuran perbedaan signifikan. Hasil uji kedua
yang diinginkan pada suhu 70°C sampel tersebut dapat dikembangkan
selama 10 menit. model formula baru kompon vulkanisir
d. Persiapan Vulkanisasi ban luar dump truck dengan
Proses vulkanisasi kompon karet aktif penambahan filler fly ash.
dilakukan selama 28 menit.
e. Pengepresan kompon karet aktif B. Pengujian Gugus Fungsi
dilakukan pada suhu 140°C selama Hasil pengujian terhadap sampel T
120 menit. dan sampel B dengan FT-IR metode
f. Vulkanisir Ban ATR memperlihatkan gugus fungsi
(Gambar 2) yang berasal dari puncak-
HASIL DAN PEMBAHASAN puncak yang muncul memiliki polimer
dasar karet alam dan EPM (etilen proilen
A. Uji Sifat Mekanik monomer) atau etilen propilendiene
Hasil pengujian sifat mekanik monomer (EPDM) (Gambar 2 dan Tabel
vulkanisir ban luar dump truck sampel T 2).
dan sampel B pada Tabel 1.
Tabel 2. Analisis FT-IR dari Sampel T dan
Sampel B
Tabel 1. Hasil Pengujian Sifat Merkanik
Sampel T dan Sampel B No
Wave number
Analisa Gugus Fungsi
(cm-1)
Parameter Uji Satuan Sampel Sampel 1 647 – 744 C-H : Aromatik dari carbon black
T B 2 833 – 874 =C-H bending (isoprene)
Hardness A 23,33 60,33 31.016 – 1.082 C-O-C vibration
2 C-O stretching of benzoate ester
Tensile strenght Kg/cm 118,98 122,25 4 1.261
Alongation at % 261,50 324,83 dan C-O-C of epoxide groups
break 5 1.375 CH3 Symetrical
Amide groups dari CBS (N-
Modulus young 100 35,33 27,89 6 1.442 cyclohexylbenzothiazole-2-
Modulus young 300 (-) 96,76 sulphenamide)
Compretion set % 16,85 28,25 C=O stretching vibration dari
Specifik grafity 7 1.500
g/mL 1,10 1,10 ZnO
Abration DIN 111,22 122,33 C=O stretching vibration
polycyclic quionone dari carbon
black atau
Hasil pengujian sampel B memiliki 8 1.597
C=C stretching vibration of
sifat mekanik yang lebih baik isoprene unit pada molekul karet
alam
dibandingkan dengan sampel T (Tabel 9 2.849 Aldehid
1). Komposisi masing-masing formula 0 2.917 CH groups [C-CH3 dan -CH2- ]
sampel T dan sampel B untuk 1 C-H Antisymmetrical stretching
2.957
1 vibration
perpanjangan putus mempunyai 1
perbedaan cukup signifikan. Sampel B 2 3394-3423 Gugus fungsi C-O akibat oksidasi

55
Nasruddin Model Pengembangan Formula Kompon ...
Sudirman, dkk.

Ikatan Van der Walls dan elektrostatik,


tetapi dalam proses produksi yang
melibatkan gaya mekanik menyebabkan
aglomerat tersebut pecah membentuk
aggregate.
Penguatan (reinforcement) kompon
karet oleh carbon black dapat
menghambat pergerakan makromolekul
dan meningkatkan kerapatan ikatan
silang pembentuk kompon. Ikatan silang
dapat menghambat elongation at break
yang diinduksi oleh swelling. Swelling
dapat kurangi dengan cara
meningkatkan jaringan molekul karet
Gambar 2. Hasil Pengujian FT-IR Sampel T
dan B
(Mostafa et al., 2009; Lu et al., 2010 dan
Manoj et al., 2011). Tabel 3
Hasil pengujian dari Gambar 2 memperlihatkan hasil pengukuran
terlihat puncak yang bukan puncak dari aggregate carbon black.
karet EPM dengan intensitas puncaknya
Tabel 3. Ukuran Aggregate Carbon Black
cukup tinggi pada bilangan gelombang
833 cm-1; 1030 cm-1, 1090 cm-1 dan Jenis Nama Dagang
Ukuran Ukuran
1261 cm . -1 Partikel Aggragate
A Intermediate 32 103
Super Abrasion
C. Pengujian Carbon Black Furnace (ISAF)
Uji krakteristik carbon black dengan B High Abrasion 46 146
SEM terhadap Intermediate Super Furnace (HAF)
Abrasion, High Abrasion Furnace, Fast Fast
C Extruding 93 240
Extruding Furnace dan General Purpose Furnace (FEF)
Furnace dengan perbesaran 5.000 kali General
terlihat pada Gambar 3 berikut ini. D Purpose 109 252
Furnace (GPF)

Carbon black merupakan bahan


a b karbon mendekati murni dari hasil
pembakaran yang dikondisikan berasal
dari produk hidrokarbon atau dari
c d biomassa. Ukuran aggregate carbon
black disebabkan oleh suhu
pembakaran, lamanya waktu
pembakaran dan bahan yang digunakan.
Pembuatan kompon ban luar dump
truck dengan carbon black sebagai filler
bertujuan untuk memperkuat ikatan antar
(a). ISAF (b). HAF molekul pembentuk kompon. Carbon
(c) FEF (d) GPF
black sebagai filler aktif mempunyai
Gambar 3. SEM Berbagai Jenis Carbon gugus fungsi yang mempunyai peranan
black penting untuk memperkuat ikatan atar
molekul pembentuk produk karet.
Hasil krakteristik carbon black Menurut Balberg (2002), struktur carbon
dengan SEM (Gambar 3) terlihat, carbon black menentukan komposisi optimal
black dengan ukuran yang semakin kecil, filler di dalam komposit bermatriks
maka kecenderungan untuk terjadinya polimer. Menurut Li et al., (2008)
aglomerasi semakin besar. Proses campuran karbon hitam jika
algomerasi terjadi disebabkan oleh dibandingkan dengan karbon hitam

56
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

tanpa campuran, memiliki kekerasan Tabel 5. Hasil Pengujian CF- 1


yang tinggi, Kekuatan tarik, tensile Pengujian Standa Hasil Pengujian
modulus at 300% yang permanen No
Jenis
Satua r
ASTM
Langsun
Aging
n g
Carbon black disisi lain sebagai filler 1 Hardness Tipe A D 2240 66,0 68,0
aktif dapat meningkatkan performa karet 2 Tensile Kg/
2 D 412 144,4 178,0
Strength cm
tervulkanisasi (Rattanasom et all., 2007; 3 Elongation
% D 412 520,2 515,3
Nukaga et all., 2006 dan Omnes et all., at Break
4 Tear Kg/
2008). Menurut Ramin et al., (2012), Strength cm
D 412 100,4 86,3

penambahan silika dan carbon black 5 Modulus 100% D 412 28,1 30,5
6 Modulus 300% D 412 87,8 108,4
pada compund ban truck berdampak 7 Compretion
% D 395 45,2
Set
pada peningkatan hardness, tensile 8 Berat Jenis g/ ml D 297 1,19
strenght, alongation at break, 9 Abrasi DIN D 2228 201,4
10 Ozon (25 pphm, No
compretion set dan abration. Setruktur o
40 C, 76h) Crack
carbon black seperti terlihat pada
(Gambar 3) dari hasil pengujian Hasil pengujian sampel B dan
mempunyai bentuk morfologi dengan sampel T dibandingkan dengan hasil
ukuran aggregate yang berbeda sangat pengujian formula CF-1 terhadap sifat
signifikan (Tabel 3). mekaniknya (Gambar 4) berdasarkan
Hasil pengujian sifat mekanik hasil uji, sampel formula CF-1
sampel T dan sampel B serta hasil mempunyai sifat mekanik yang lebih baik
karakterisasi ukuran aggregate carbon jika dibandingkan dengan sampel B dan
black dijadikan permodelan untuk sampel T.
menyusun formula kompon vulkanisir
ban luar dump truck (Tabel 4).
Tabel 4. Formula Fly Ash

No Nama Bahan CF-1 CF-2 CF-3 CF-4


1 SIR 20 70.00 70.00 70.00 70.00
2 ETP M 30 30.00 30.00 30.00 30.00
Processing
3 1.50 1.50 1.50 1.50
Aids
4 Plasticizers 3.00 3.00 3.00 3.00
5 Chemisil 15.00 15.00 15.00 15.00
Coupling
6 Agent for 1.50 1.50
Silica
7 SI – 69 1.00 1.00
8 Activator-1 1.50 1.50 1.50 1.50 Keterangan:
9 Activator-2 4.00 4.00 4.00 4.00 F1-L : Sampel formula F-1, pada kondisi
10 RP3 3.00 3.00 3.00 3.00 segar (24 jam setelah dipress)
11 Antioksidan – F1-A : Sampel formula F-1, setelah proses
2.00 2.00 2.00 2.00 o
aging pada suhu 70 C selama 24 jam
Carbon
12 Accelerator 3.00 3.00 3.00 3.00 Sampel T : Sampel dipasaran (impor)
Sampel B : Sampel dipasaran (lokal)
13 Fly ash 40.00
14 Fly ash +
41.50
PEG Gambar 4. Perbandingan Hasil Uji F1
15 Fly ash +
Si69
41.00 dengan Sampel B dan T
Fly ash + Hasil pengujian seperti terlihat pada
16 42.50
PEG + SI69
17 Softener 3.00 3.00 3.00 3.00
Gambar 4, formula CF-1 dijadikan
18 Dispergatol
3.00 3.00 3.00 3.00
sebagai acuan dasar untuk melakukan
FL
19 Accelerator- penelitian lebih lanjut dengan melakukan
1.50 1.50 1.50 1.50
Fast penambahan ETP dengan variasi jenis
20 Vulcanizator 1.70 1.70 1.70 1.70
carbon black. Hasil pengujian
Hasil pengembangan untuk formula
diupayakan untuk pengembangan jenis
sampel T dan sampel B (Tabel 4)
selanjutnya dilakukan pengujian dengan produk karet lainnya dengan formula
tujuan untuk mengetahui kualitas yang baku.
kompon yang dihasilkan (Tabel 5).

57
Nasruddin Model Pengembangan Formula Kompon ...
Sudirman, dkk.

D. Penyisipan ETP Hasil pengembangan formula pada


Hasil karakterisasi sampel CF-1, Tabel 6 dilakukan pengujian dengan
selanjutnya disebut sampel CC-1, maka hasil seperti terlihat pada Tabel 7 dan
tahap selanjutnya melakukan penyisipan Gambar 5. Data hasil pengujian Tabel 7
(inserting ETP) kedalam formula yang dan Gambar 5, terlihat dengan adanya
telah dihasilkan. Penambahan ETP pada penambahan ETP dapat memberikan
formula CC-1 dari hasil pengujian dapat efek positif pada beberapa sifat mekanik
meningkatkan sifat mekanik dari dari sampel yang dihasilkan.
vulkanisat yang dihasilkan. Penyusunan Produk vulkanisir pada saat
formula baru CC-2, CC-3 dan CC-4 aplikasinya akan mengalami proses
seperti terlihat pada Tabel 6. aging dan kerusakan akibat oksidasi,
Formula yang dibuat (Tabel 6) maka pada sampel CC-2, CC-3 dan CC-
dengan mencampurkan 30 phr ETP dari 4, juga dilakukan pengujian sifat mekanik
jenis metilmetakrilat dan stiren, ke dalam setelah aging dan ozone. Pembuatan
formula dasar CC-1. Sampel yang kompon vulkanisir ban dengan
dihasilkan dilakukan pengujian sifat penambahan anti oksidan untuk
mekanik pada kondisi segar setelah mengurangi proses aging dan kerusakan
proses aging dan setelah diberi paparan akibat oksidasi. Hasil pengujian sampel
ozon 25 pphm selama 3x24 jam pada setelah diberi paparan ozone 25 pphm
suhu 40°C. Menurut Sae et al., (2007) selama 3 x 24 jam suhu 40 °C, disajikan
vulcanizates karet yang telah diberi pada Tabel 7.
paparan ozon pada konsentrasi 50 pphm
selama 70 jam secara visual tidak Tabel 7. Hasil Uji Sifat Mekanik Sampel :
ditemukan terjadinya keretakan pada CC-2, CC-3 dan CC-4
permukaan specimen. Pengujian Standar
Hasil Pengujian

Model pengembangan formula No


ASTM
CC-2 CC-3 CC-4

kompon vukanisir ban luar dump truck Jenis Satuan O O O

(CC-1, CC-2, CC-3 dan CC-4) seperti 1 Tensile


Kg/ cm
2
D 412 194.41 189.10 176.77
terlihat pada Tabel 6. Strength
2 Elongation
% D 412 551.17 513.67 514.67
Tabel 6. Model Pengembangan Formula at Break
Kompon Vulkanisir Ban Luar Dump 3 Tear
Kg/ cm D 412 97.53 90.10 76.60
Truck dengan Penambahan ETP Strength
(CC-2, CC-3 dan CC-4) 4 Modulus 100% D 412 25.83 31.64 28.95

5 Modulus 300% D 412 89.17 98.40 92.71


No Bahan CC1 CC-2 CC-3 CC-4
6 Ozon (25 pphm, No No No
1 SIR 20 100.0 70.0 -
o
2 ETP M 10 30.0 40 C, 76h) Crack Crack Crack
3 ETP M 30 30.0
4 ETP S 30 30.0
5 Struktol
1.5 1.5 1.5 1.5
40MS E. Analisis FT-IR Hasil Penyisipan
6 Comaron
Resin
3.0 3.0 3.0 3.0 ETP
7 Ultrasil VN-
15.0 15.0 15.0 15.0
Hasil pengujian vulkanisir ban luar
3/Chemisil dump truck dengan FT-IR terlihat, ETP
8 PEG 4000 1.5 1.5 1.5 1.5
9 SI – 69 1.0 1.0 1.0 1.0 yang disisipkan dapat bereaksi
10 AS Stearat 1.5 1.5 1.5 1.5 sempurna dengan karet alam SIR 20.
11 Zn0 4.0 4.0 4.0 4.0
12 Wax/R-3 3.0 3.0 3.0 3.0
Pengujian dengan FT-IR untuk
13 Santoflex/6 mengidentifikasi senyawa organik
2.0 2.0 2.0 2.0
PPD berdasarkan spektrum pada panjang
14 TMQ 3.0 3.0 3.0 3.0
15 GPF N660 40.0 40.0 40.0 40.0 gelombang tertentu dan untuk
16 Minarek Oil 3.0 3.0 3.0 3.0 mengindikasi adanya gugus fungsi dari
17 Dispergatol ETP yang disisipkan (Gambar 5).
3.0 3.0 3.0 3.0
FL
18 Oricel CBS 1.5 1.5 1.5 1.5
19 Sulfur 1.7 1.7 1.7 1.7

58
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

membuat kompon vulkanisir ban luar


dump truk.
Coupling agent yang ditambahkan
pada kompon vulkanisir ban luar dump
truck dapat meningkatkan interaksi
antara fly ash dan polimer karet alam
dan dapat memperkuat ikatan rangkap
antar molekul pembentuk vulkanisir.
Penambahan coupling agent dapat
meningkatkan interaksi antara fly ash
dengan polimer karet alam pada saat
Gambar 5. Spektrum FT-IR Sampel CC-1 proses vulkanisasi.
Proses vulkanisasi merupakan
Hasil pengujian dengan FT-IR reaksi kimia antara karet dengan
(Gambar 5) terlihat spektrum FT-IR dari belerang untuk membentuk ikatan silang
sampel-sampel yang ditambahkan ETP dan menghasilkan struktur tiga dimensi
menunjukkan ada puncak-puncak baru (Bhuana, 1990). Ikatan silang yang
pada panjang gelombang 1100 cm-1 terbentuk secara fisik akan menghambat
hingga 1300 cm -1. Puncak-puncak baru mobilitas rantai molekul dan menahan
mengindikasikan adanya gugus fungsi deformasi karet.
CO dan munculnya puncak baru pada ZnO yang ditambahkan dapat
kisaran panjang gelombang 3437 cm -1 meningkatkan nilai tegangan putus pada
yang dikaitkan dengan OH peregangan kompon yang dihasilkan. Hasil uji
(–OH stretching) yang berasal dari ETP. formula kompon (Tabel 6) menghasilkan
nilai sifat mekanik seperti terlihat pada
F. Fly Ash
Tabel 7 yang menggambarkan adanya
Fly ash dari hasil penelitian
hubungan antara morfologi carbon black
menunjukan dapat digunakan menjadi dengan komposisi fly ash dan bahan
filler aktif dalam campuran karet untuk
pembentuk kompon lainnya.
menggantikan carbon black ataupun
Penambahan ZnO, carbon black dan fly
silica. Penggunaan fly ash, disusun
ash dari hasil uji berpengaruh terhadap
berdasarkan hasil uji dan analisis
nilai kekerasan, kuat tarik, perpanjangan
terhadap formula yang telah disisipkan putus, modulus 100%, modulus 300%,
ETP (CC-2 hingga CC-3). Formula
kekuatan sobek, densitas dan kekuatan
dengan penambahan ETP jenis M-30 kikis. Ukuran partikel aggregate (fly ash
berdasarkan data hasil pengujian dan carbon black) terlihat menentukan
memiliki sifat mekanik yang paling baik, kerapatan dan ikatan silang molekul
selanjutnya disebut dengan CF-1 hingga pembentuk kompon. Menurut Li et al.,
CF-4, merupakan pengembangan dari (2008) dan Manoj, et al., (2011) luas
formula CC-3. permukaan carbon black berperan
Fly ash memiliki bahan dasar karbon sangat significan untuk menentukan
dan silica, yang memiliki kecenderungan
kerapatan ikatan rangkap dan kerapatan
berikatan satu sama lain, sehingga
ikatan silang yang terbentuk. Jika luas
dalam pembuatan formula ini permukaan carbon black bertambah,
dikembangkan suatu inovasi proses maka jumlah rantai yang terperangkap
pencampuran dengan memanfaatkan pada aggregate carbon black juga
coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69.
bertambah, demikian juga dengan ikatan
Fly ash telah digunakan sebagai bahan
silangnya.
penambah semen dengan kadar 5%-
Luas permukaan partikel yang
20% dengan tujuan menambah
semakin kecil dengan penyebaran yang
plastisitas (Surya, 2010 dan Udin, 1994).
homogen dari fasa terdistribusi
Fly ash yang butirannya berbentuk bulat
menghasilkan sifat tensil campuran
dengan permukaannya halus (Ryan,
semakin meningkat (Coran dan Patel,
1992). Fly ash dari hasil karakterisasi
1981). Karbon sebagai aggregate dari
dapat juga digunakan sebagai filler untuk
hasil karakterisasi Tabel 3 berinteraksi

59
Nasruddin Model Pengembangan Formula Kompon ...
Sudirman, dkk.

dengan fly ash dan bahan pembentuk penelitian melalui program Insentif
kompon dengan rasio pengembangan Riset Sistem Inovasi Nasional
formula (Tabel 6). Tahun 2013 (INSINas – 2013).
Hasil pengujian sifat mekanik (Tabel 2. Kepala Balai Riset dan
7) dengan memperhatikan sifat kuat Standardisasi Industri Palembang.
tarik, kuat sobek dan abrasi, karena 3. Kepala Pusat Teknologi Bahan
sampel yang dibuat ditujukan untuk Industri Nuklir (PTBIN-BATAN).
produk vulkanisir ban, maka secara garis 4. Kepala Pusat Teknologi Industri
besar formula yang dihasilkan memiliki Proses (PTIP-BPPT).
nilai sifat mekanik (mechanical 5. Kepala Pusat Penelitian Kimia (P2K-
properties) yang paling baik. LIPI).
Penambahan fly ash sebagai bahan 6. Direktur PT. Agronesia – Inkaba
pengisi pada proses selanjutnya Bandung. Fasilitas Penelitian.
berpengaruh terhadap hasil uji dari
kompon vulkanisir yang dibuat. Struktur DAFTAR PUSTAKA
carbon black dan fly ash menentukan
komposisi optimal filler di dalam Balberg, I. (2002). A comprehensive
komposit kompon bermatriks polimer. picture of the electrical phenomena
in carbon black–polymer
KESIMPULAN composites. Carbon. 40: 139-143.
Bhuana, K.S. (1990). Teori Vulkanisasi
Penambahan ETP pada karet alam Karet. Pusat Penelitian Perkebunan
SIR 20 dapat meningkatkan sifat Bogor. Di dalam Indriati, T. (2004).
mekanik (hardness 3,03%, tensile Pengaruh Kadar Karet Kering dan
strenght 3,87%, tear srengh 15,46%, Umur Pemeraman RMFP Lateks
modulus 100% dengan nilai 36,28%, Sentrifusi terhadap Karakteristik
modulus 300% dengan nilai 27,71%). Serat Sabut Kelapa Berkaret.
Pengujian sifat mekanik pada kondisi (Skripsi). Bogor: IPB.
segar, setelah proses penuaan (aging) Coran, A.Y., dan Patel, R. (1981).
dan setelah diberi paparan ozon 25 Elastoplastic Compositions of Cured
pphm selama 3x24 jam suhu 40°C Diene Rubber and Polypropylene, U.
menunjukan penambahan ETP S. Patent No. 4,271,049.
memberikan efek positif pada beberapa Diah, D.L, Muhayatun, dan Adventini, N.
sifat mekanik. (2010). Karakteristik Unsur Pada
Fly ash yang ditambahkan pada Abu Dasar dan Abu Terbang
formula kompon vulkanisir ban memiliki Batubara Menggunakan Analisis
kecenderungan berikatan satu sama lain. Aktivasi Neutron Instrumental. Jurnal
Pengembangan formula dengan coupling Sains dan Teknologi Nuklir. XI(1):
agent jenis PEG 400 dan Si 69 terjadi 27-34.
percepatan distribusi fly ash yang Li, Z. H., Zhang, J., dan Chen, S.J.
ditambahkan lebih sempurna pada (2008). Effects of carbon blacks with
vulkanisat yang dihasilkan. Hasil inovasi various structures on vulcanization
proses, terjadinya peningkatkan interaksi and reinforcement of filled ethylene-
antara fly ash dan polimer karet alam. propylene-diene rubber. Express
Hasil pengujian sifat mekanik dengan Polymer Letters. 2(10): 695–704.
memperhatikan sifat kuat tarik dan kuat Lu, Y., Zhang, J., Chang, P., Quan, Y.,
sobek sampel dengan penambahan fly dan Chen, Q. (2010). Effect of filler
ash murni memiliki nilai sifat mekanik on compression set, compression
yang paling baik. stress strain behaviour, and
mechanical properties of polysulfide
UCAPAN TERIMA KASIH sealants. J.Appl.Polym.Sci. 120:
2001-2007.
1. Kementerian Riset dan Teknologi Manoj, K.C., Kumari, P., dan Unnikrish
sebagai penyandang dana kegiatan nan, G. (2011). Cure Properties,

60
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

swelling behaviors and mechanical barang, Kabupaten Banyumas.


properties of carbon black filler Molekul. 6(1): 35 – 39.
reinforced EPDM/NBR blend Singh, V.V., (2005). Studies on Natural
system. J.Appl.Polym.Sci. 120: Adsorbents for The Isolation of
2654-2662. Industrial Pollutans from Waste
Mostafa, A., Aboel-Kasem, A., Bayoumi, Samples Around Delhi. Sumber:
M.R., dan El-Sebaie. (2009). Effect http://www.jmi.nic.in/research.
of carbon black loading on the Diakses tanggal 6 Juli 2009.
swelling and compression set Surya, S. (2010). Pengaruh Kadar Abu
behavior of SBR and NBR rubber Terbang Batubara Sebagai
compound. J.Mater.Des. 30: 1561- Pengganti Sejumlah Semen Pada
1568. Beton Alir Mutu Tinggi. Jurnal
Nukaga, H., Fujinami, S., Watanabe, H., Rekayasa Nol. 14(1).
Nakajima, K., dan Nishi, T. (2006). Udin. (1994). Korelasi antara Sifat-sifat
Evaluation of the Mechanical Beton Terhadap Kadar Abu Terbang
Properties of Carbon Black Sebagai Pengganti Semen. (Tesis).
Reinforced Natural Rubber by Bandung: Institut Teknologi
Atomic Force Microscopy. Bandung.
International Polymer Science and Wang, S., Boyjoo, Y., Choueib, A., dan
Technology. 34(4): 509-515. Zhu, Z.H. (2005). Removal of Dyes
Omnes, B., Thuillier, S., Pilvin, P., from Aqueous Solution Using Fly
Grohens, Y., dan Gillet, S. (2008). Ash and Red Mud. Journal of
Effective Properties of Carbon Black Water Research. 39:129 – 138.
Filled Natural Rubber: Experiments
and Modelling, Composite Part A.
Applied Science and Manufacturing.
39(7): 1141-1149.
Ramin, Z., dan Gangali, S.T., Ghoreishy,
M.H.R., dan Davallu, M. (2012). The
Effects of Silica/Carbon Black Ratio
on the Dynamic Properties of the
Tread compounds in Truck Tires. E-
Journal of Chemistry. 9(3): 1102-
1112.
Rattanasom, N., Saowapark, T., dan
Deeprasertkul, C. (2007). Reinforce
ment of Natural Rubber with
Silica/Carbon Black Hybride Filler.
Polymer Testing. 26(3): 369-377.
Ryan, W.G. (1992). Australian Concrete
Technology. Melbourne: Logman
Cheshire
Sae-oui, P., Sirisinha, C., dan
Hatthapanit, K. (2007). Effect of
blend ratio on aging, oil and ozone
resistance of silica-filled chloroprene
rubber/natural rubber (CR/NR)
blends. Express Polymer Letters.
1(1) : 8–14.
Senny, W., Setiawan, E., dan Setyaning
tyas, T. (2011). Karakterisasi Abu
Terbang Pltu Cilacap Untuk
Menurunkan Kesadahan Air di Desa
Darmakradenan, Kecamatan Aji

61
62
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69

PENGARUH ADSORBEN BENTONIT TERHADAP KUALITAS


PEMUCATAN MINYAK INTI SAWIT

THE EFFECT OF BENTONIT ADSORBENT TOWARDS THE QUALITY OF BLEACHING


PROCESS OF PALM KERNEL OIL
Syamsul Bahri
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail: esbe89@yahoo.co.id
Diterima: 10 April 2014; Direvisi: 17 April 2014 – 26 Mei 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Telah dilakukan penelitian pengaruh adsorben bentonit pada proses pemucatan minyak
inti sawit. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktorial
dimana faktor pertama yaitu persentase bentonit w/v (1%, 2% dan 3%) dan faktor kedua
yaitu volume minyak inti sawit (100 ml, 200 ml dan 300 ml). Percobaan dilakukan dengan
pembuatan minyak inti sawit melalui pressing pada 10 g/cm2 dan dilanjutkan dengan
proses perendaman minyak dengan adsorben pada suhu 105°C selama 1 jam. Produk
minyak diuji kualitasnya meliputi parameter warna, bau, rasa, kadar air, kadar asam
lemak sesuai dengan standar uji SNI 01-2901-2006, sedangkan parameter minyak
pelikan diuji dengan saponifikasi alkohol-KOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase bentonit berpengaruh signifikan terhadap kualitas minyak untuk warna saja,
sedangkan parameter lain tidak dipengaruhi oleh adanya bentonit sebagai adsorbent.
Kondisi optimum yaitu 2% bentonit pada volume minyak 200 ml, dimana hasil warnanya
mendekati kuning sesuai dengan yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia.
Kata kunci: bentonit, minyak inti sawit, pemucatan, warna

Abstract
Research on the effect of bentonite as adsorbent in the bleaching process of palm kernel
oil was conducted. The study was designed using complete randomized design with 2
factors; the first factor was the percentage of bentonite as weight of volume: 1%, 2% and
3%, and the second factor was the volume of palm kernel oil: 100 ml, 200 ml and 300 ml.
Firstly, experiment started by producing kernel oil by pressing the raw material at 10
g/cm2 and continued with the process of immersion with adsorbent at a temperature of
105°C for 1 hour. Oil products was tested according to the procedures of Coconut Palm
Oil qualities include color, odor, taste, moisture content, free fatty acid levels in based on
SNI 01-2901-2006 test standards, while pelicans oil parameter was tested by alcohol-
KOH saponification process. The results showed that the percentage of the bentonite
significantly effect on oil quality for color only, while the other parameters were not
affected by the presence of the bentonite as an adsorbent. The processing optimum
condition was 2% bentonite soaked 200 ml oil volume, which resulted yellow color as
close as required in accordance with SNI.
Keywords: bentonite, bleaching, palm kernel oil, color

PENDAHULUAN kedua jenis minyak ini disamping laurat


(C12) juga mengandung kaplirat (C8),
Minyak inti sawit merupakan bagian kaprat (C10), miristat (C14), palmitat
dari minyak kelapa sawit, akan tetapi (C16) dan 0leat (C18:1) (Winarno, 1992).
mempunyai kadar asam lemak yang Proses pengolahan inti sawit
rendah dan berwarna lebih kuning terang menjadi minyak inti sawit tidak terlalu
serta mudah untuk dipucatkan. rumit bila dibandingkan dengan proses
Komposisi asam lemak minyak inti sawit pengolahan buah sawit. Bentuk inti sawit
mirip dengan minyak kelapa, dimana bulat padat atau agak gepeng berwarna

63
Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...

cokelat hitam. Inti sawit mengandung produk yang dapat diterima oleh
lemak, protein, serat dan air. Pada pengguna minyak inti sawit.
pemakaiannya lemak yang terkandung
didalamnya disebut minyak inti sawit BAHAN DAN METODE
dan ampas atau bungkilnya yang kaya
protein digunakan sebagai bahan A. Bahan dan Alat
makanan ternak. Kadar minyak dalam Bahan yang digunakan dalam
inti kering adalah 44 – 53%. (Brahmana, penelitian ini antara lain minyak inti
1999). sawit, bentonit, etanol 96%, n-heksane,
Penggunaan minyak sawit dan inti phenolptalen (PP), KOH, HCl, gliserol,
sawit melalui industri oleo kimia, NaOH, Na2SO4, kloroform, anilin,
sebagian besar sebagai bahan aluminium foil, kertas saring.
pembuatan sabun, detergen dan Peralatan yang digunakan dalam
surfaktan dan lain-lain. penelitian ini adalah antara lain, digester
Kualitas minyak inti sawit salah yang dilengkapi agitator, blade, heating
satunya diindikasikan melalui warna coil dan biuret.
produk. Zat warna alami minyak sawit
adalah alfa dan beta karoten, zat warna B. Metode Penelitian
lain yang terdapat dalam minyak inti Pembuatan Minyak Inti Sawit
sawit kasar dapat berasal dari hasil Biji inti sawit dikeringkan selama 1
degradasi zat warna alami yang hari. Selanjutnya biji inti sawit dipress
dihasilkan selama pengolahan dan pada tekanan 10 kg/cm untuk
penyimpanan sumber minyak yang tidak mengeluarkan minyak dari inti sawit.
baik. Minyak inti sawit yang dihasilkan berupa
Untuk menghilangkan adanya cairan keruh berwarna kuning kehitaman
berbagai warna yang tidak disukai maka didiamkan.
pada minyak inti sawit kasar harus Proses Pemucatan.
dilakukan pemucatan. Hal ini biasanya 1. Penyaringan minyak inti sawit
dilakukan dengan proses hidrogenasi, dilakukan dengan kertas saring
penambahan suatu pelarut, pemanasan, whatman 40.
adsorpsi (biasanya dilakukan dengan 2. Dilakukan variasi pencampuran
adsorben bentonit dan zeolit). minyak inti sawit sebanyak 100 ml,
Bentonit merupakan mineral alumina 200 ml dan 300 ml dengan bentonit 1
silikat hidrat yang termasuk dalam %,2 % dan 3% (Desain Rancangan
pilosilikat, atau silikat berlapis yang Acak Lengkap dengan 2 faktor yaitu
terdiri dari jaringan tetrahedral (SiO4)2- volume minyak dan persentase
yang terjalin dalam bidang tak hingga bentonit, percobaan dilakukan 3
membentuk jaringan anion (SiO3)2- pengulangan untuk masing-masing
dengan perbandingan Si/O sebesar 2/5. perlakuan)
Rumus kimia umum bentonit adalah 3. Campuran tersebut dipanaskan pada
Al2O3.4SiO2.H2O. Kandungan montmori suhu 105°C sambil diaduk selama 30
lonit dalam bentonit sebesar 85% menit. Sampel uji diambil pada menit
(Endang, 1996). ke 20 sebanyak 3 contoh.
Pemucatan ini dilakukan dengan 4. Preparasi sampel dilakukan terlebih
memanfaatkan bentonit sebagai dahulu dengan penyaringan
pengganti zeolit alam teraktivasi yang pemisahan dari bentonit
selama ini lazim digunakan sebagai menggunakan kertas saring yang
bleaching. sama.
Penelitian ini bertujuan untuk 5. Pengujian warna, bau dan rasa, kadar
mengetahui keadaan optimum air, asam lemak bebas dilakukan
penggunaan bentonit sebagai pemucat sesuai dengan prosedur uji SNI 01-
minyak inti kelapa sawit sehingga akan 2901-2006 I Minyak Kelapa Sawit,
didapatkan kondisi proses pemucatan sedangkan untuk uji minyak pelikan
yang dapat menghasilkan kualitas

64
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69

dilakukan dengan uji alkohol-KOH Karoten bersifat tidak stabil pada asam,
seperti proses penyabunan. dan suhu tinggi dan jika minyak dialiri
uap panas, maka warna kuning akan
HASIL DAN PEMBAHASAN hilang, dan karoten juga bersifat aseptor
proton.
Tabel 1 menunjukkan hasil uji
kualitas minyak sawit hasil
pengepressan yang dilakukan pada
10psi menggunakan variasi persentase
bentonit (w/v) 1%, 2% dan 3% serta
volume minyak inti sawit 100 ml, 200 ml
dan 300 ml.

Tabel 1. Hasil Uji Kualitas Minyak Inti Sawit

Volume Minyak Inti Sawit

100 ml 200 ml 300 ml


No Parameter
Bentonit (% w/v) Gambar 1. Struktur Alumina Silika
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Mekanisme pemucatan adalah
1 Warna 13 15 17 21 23 25 27 29 29 terjadinya adsorpsi senyawa pengotor,
2
Bau dan
N N N N N N N N N
beta karoten oleh permukaan bentonite
Rasa yang sesuai dengan rongga dan pori
3
Kadar Air
1,7 1,4 1,4 1,2 1,4 0,2 0,3 0,2 0,2
alumina silica pada Gambar 1. Adsorpsi
(%) yaitu peristiwa yang terjadi pada
Asam permukaan suatu padatan karena
4
Lemak
0,4 0,3 0,3 0,4 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1
adanya gaya tarik-menarik antara ion
Bebas atau molekul yang tak seimbang dengan
(%) permukaan padatan tersebut.
5
Minyak
tt tt tt tt tt tt tt tt tt
Berdasarkan mekanisme adsorpsi
Pelikan ada 2 macam yaitu adsorpsi kimia dan
adsorpsi fisika. Adsorpsi fisika, dicirikan
molekul-molekul teradsorpsi pada
A. Warna permukaan adsorben dengan ikatan
Bentonit digunakan sebagai agen yang lemah gaya van der waals dan
pemucat pada proses pemurnian minyak ikatan hydrogen. Ini bersifat reversibel
inti sawit berfungsi sebagai adsorbent sehingga molekul-molekul yang
zat warna yang terikut selama proses teradsorpsi mudah dilepaskan kembali
pengepresan. Zat warna tersebut antara dengan cara menurunkan tekanan gas
lain terdiri dari α-karoten, β-karoten, atau konsentrasi zat terlarut (Endang,
xanthopil, kloropil dan antosianin. Zat- 1996). Adsorpsi kimia dicirikan
zat warna tersebut menyebabkan minyak melibatkan ikatan kovalen dimana terjadi
berwarna kuning, kuning kecoklatan, pemutusan dan pembentukan ikatan,
kehijau-hijauan dan kemerah - merahan. harga panas adsorpsi mempunyai
Pigmen berwarna kuning kisaran nilai yang sama dengan energi
disebabkan oleh karoten yang larut untuk berlangsungnya reaksi kimia.
didalam minyak. Karoten Teori adsorpsi Langmuir adalah teori
(C40H56,Mr=236,9) adalah senyawa situs terlokalisasi (localized site theory)
hidrokarbon tidak jenuh, larut dalam yang menjelaskan bahwa molekul-
minyak, polimer warna jingga kuning, molekul zat teradsorpsi hanya dapat
akan terhidrogenasi bersama minyak bila diadsorpsi pada tempat-tempat tertentu
dilakukan hidrogenasi. Betta-Karoten sehingga lapisan teradsorpsi hanya
akan menyerap cahaya pada panjang dapat setebal satu molekul (monolayer).
gelombang 400-460nm (Pitoyo,1998). Apabila di cermati maka proses adsorpsi

65
Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...

warna akan sebanding dengan jumlah molekul-molekul oksigen akan terikat


adsorben yang ditambahkan pada suhu pada ikatan rangkap dari asam-asam
105°C dan lama pengadukan kurang lemak bebas tidak jenuh (Thieme, 1968).
lebih satu jam. Secara sekilas tercirikan Ikatan rangkap dari asam-asam lemak
bahwa monolayer menjadi komponen tidak jenuh yang telah mengalami proses
utama proses adsorpsi pada proses oksidasi akan pecah membentuk ikatan
pemucatan menggunakan bentonit. asam lemak berantai pendek seperti
Dapat terlihat jelas bahwa aldehid dan keton (Lehninger, 1993).
persentase bentonit dalam proses Proses ketengikan (rancidity)
pemucatan berpengaruh signifikan merupakan problem utama yang
terhadap kualitas warna dari minyak inti dijumpai pada minyak, lemak dan bahan
sawit, dimana semakin besar massa pangan mengandung lemak. Ketengikan
bentonit dalam volume minyak yang dapat disebabkan oleh aktivitas enzim,
sama akan semakin besar pula skor proses hidrolisis, maupun proses
kenaikan warna berdasarkan persamaan oksidasi (Chen, 2003).
lovibond teruji. Sementara, Dalam Berdasarkan hasil percobaan dapat
persentase bentonit yang sama, maka dilihat bahwa hampir semua perlakuan
semakin besar volume minyak dalam pada proses pengepressan dan
proses akan menghasilkan pemucatan minyak inti sawit
kecenderungan yang sama terhadap menghasilkan minyak dengan bau dan
peningkatan skor warna, dimana skor 20 rasa yang normal, yaitu sesuai dengan
adalah mendekati warna preferensi minyak inti sawit standar. Ada beberapa
konsumen yaitu kuning, untuk lebih kejanggalan yaitu pada beberapa item
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. penambahan 2% dan 3% bentonit pada
volume minyak 200 ml, dimana
ditemukan bau dan rasa yang tidak
30 normal. Proses pemanasan yang tidak
stabil atau overheating akan memicu
pecahnya asam lemak tidak jenuh yang
20 akan menginisiasi oksidasi pada asam
lemak yang ada di minyak, sehingga ada
warna

100 ml
peluang ketengikan terjadi lebih awal
200 ml
dibandingkan dengan setelah beberapa
10 300 ml
waktu penyimpanan.

C. Kadar Air
0 Kadar air menjadi peran penting
0 jumlah
1 pemucat
2 (%) 3 4 dalam Ketengikan minyak merupakan
Gambar 2. Hubungan antara Persentase salah satu bentuk kerusakan yang
Pemucat dengan warna yang disebabkan oleh aksi oksigen terhadap
dihasilkan lemak bebas dalam produk. Walaupun
ketengikan juga dapat disebabkan oleh
B. Bau dan Rasa aktivitas enzim, proses hidrolisis dan
Deteksi awal kerusakan minyak reversi. Air dalam produk minyak
dapat dicirikan dengan bau dan rasa biasanya terdapat dalam berbagai
yang ada, hal ini berhubungan erat bentuk diantaranya air bebas sebagai
dengan kandungan asam lemak tak molekul yang bergerak aktif dan air yang
jenuh dalam produk yang nantinya akan terikat secara lemah akibat hidrolisis, air
memicu terjadinya oksidasi dan berujung teradsorpsi pada permukaan
pada rancidity minyak, kualitas minyak makromolekuler seperti zat warna,
akan menurun (Susanto, 2013). protein, pectin, selulosa pada pengotor
Proses oksidasi dapat berlangsung minyak (Susanto, 2012).
jika terjadi kontak langsung antara Pemanasan pada suhu 105°C
minyak dengan oksigen. Pada proses ini menyebabkan air bebas yang tidak
terikat pada molekul akan dapat

66
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69

teruapkan dan keluar dari produk Apabila dibandingkan dengan


minyak. Disisi lain, ukuran pori dan minyak kelapa murni, maka minyak inti
rongga bentonit akan mampu menyerap sawit dapat digolongkan ke dalam
air bebas maupun terikat pada senyawa minyak laurat. Dimana kandungan asam
lain. Air merupakan senyawa polar yang laurat pada minyak kelapa adalah sekitar
dapat dengan mudah berikatan hydrogen 51,7%, dengan total kandungan asam
dengan permukaan bentonit selama lemak rantai sedang sebesar 67,7%
proses adsorpsi zat warna, jadi ada (Susanto, 2013).
kecenderungan kompetisi antara zat Asam lemak yang terdapat pada
warna dan air dalam proses isotherm minyak kelapa terdiri dari 90% asam
Langmuir selama proses pemucatan. lemak jenuh dan 10% sisanya adalah
Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar asam lemak tak jenuh berupa oleat dan
air tetap tinggi pada volume minyak yang linoleat. Kandungan asam lemak jenuh
besar, hal ini dapat dipahami dalam minyak kelapa murni yang dibuat
bahwasanya persentase massa bentonit didominasi oleh laurat (51,7%) dan
tidak berpengaruh signifikan secara miristat (17,4%). Tingginya asam lemak
langsung terhadap perubahan kadar air jenuh ini menyebabkan minyak kelapa
dalam produk minyak. Perlu murni tahan terhadap proses ketengikan
digarisbawahi bahwasanya air yang akibat oksidasi (Alam Syah, 2005).
hilang dikarenakan proses pemanasan, Free Fatty Acid (FFA) adalah
proses adsorpsi air oleh bentonit tidak persentase banyaknya asam lemak
dapat dikatakan berpengaruh secara bebas (dalam bentuk asam laurat) untuk
signifikan dikarenakan ikatan hidrogen setiap 100 gram minyak dalam setiap 1
yang terjadi lebih lemah dibanding mg KOH, dihitung dalam bentuk asam
dengan pendesakan makromolekuler lain laurat karena di dalam minyak inti sawit
pada sisi aktif permukaan bentonit. banyak terkandung asam laurat, yang
berdasarkan tingkat kejenuhannya, maka
2 minyak inti sawit memiliki derajat
ketidakjenuhan rendah yang
1.5
kadar air (%)

menyebabkan minyak kelapa tidak


mudah tengik.
1 100 ml
200 ml
Lemak dengan kadar asam lemak
300 ml
bebas lebih besar 1%, jika dicicipi akan
0.5
terasa membentuk film pada permukaan
lidah dan tidak berbau tengik, namun
0
0 1 2 3 4
intensitasnya tidak bertambah dengan
jumlah pemucat (%) bertambahnya jumlah asam lemak
bebas.
Dari Gambar 4 dapat dilihat
Gambar 3. Hubungan antara jumlah bahwasannya semakin tinggi massa
pemucat dengan kadar air bentonit dalam proses pemucatan maka
kadar asam lemak bebas akan semakin
D. Asam Lemak Bebas turun, pada perlakuan semakin besar
Minyak inti sawit sangat berbeda volume minyak kelapa pada massa
dalam hal kandungan asam lemak yang bentonit yang sama maka kadar asam
ada di dalamnya, sekitar 46-52% adalah lemak bebas terukur dari produk
asam laurat sedangkan minyak sawit mempunyai kecenderungan semakin
mengandung hampir 50% adalah asam naik. Tidak dapat dikatakan secara
palmitat.. kandungan asam miristat langsung dan signifikan bahwa bentonit
adalah kedua terbesar setelah asam berpengaruh terhadap kadar asam
laurat dalam inti sawit, sedangkan asam lemak bebas, walaupun sisi aktif
palmitat hanya 6-9% saja (Ketaren, permukaan bentonit bersifat sebagai
1996). Hal ini menjadi bukti kuat bahwa adsorben yang juga mampu untuk
sifat fisika kimia minyak inti sawit mirip mengikat asam asam lemak bebas
dengan minyak kelapa murni. dalam produk bukan melalui adsorpsi

67
Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...

kimia melainkan hanya mengisi ruang untuk meningkatkan kualitas warna


kosong rongga bentonit yang dapat produk.
dengan mudah terusir apabila ada
senyawa lain seperti beta karoten, air DAFTAR PUSTAKA
yang lebih aktif untuk berikatan secara
kimia dengan sisi alumina silica dalam Alam Syah, A.N. (2005). Virgin Coconut
clay bentonit. Oil Minyak Penakluk Aneka
Penyakit. Jakarta: Agromedia
0.5
Pustaka.
100 ml
Brahmana, H.R. (1999). A Volatile
0.4 200 ml Reaction To Synthesize Related
asam lemak bebas

300 ml Aldehides From Palm Kernel Oil


0.3
For Perfuming Via Esterification,
0.2 Amilation And Selective Reduction.
Proc of P.O dev conference
0.1
chemistry. Kuala Lumpur:
0 Technology and Marketing, PORIM
0 2 4 Kuala Lumpur.
jumlah pemucat (%) Chen, B.K., and Diosady, L.L. (2003).
Enzymatic Aqueous Processing of
Gambar 4. Hubungan antara jumlah pemucat
Coconut. International Journal of
dengan asam lemak bebas
Applied Science and Engineering.
1:55-51.
E. Minyak Pelikan
Endang, W. (1996). Daya Adsorpsi Zeolit
Uji ini dilakukan untuk mengetahui
dan bentonit terhadap alkil
adanya minyak yang tidak dikehendaki
benzena sulfonat dalam deterjen.
dalam produk minyak inti sawit.
Jurnal Penelitian Iptek dan
Pengujian dilakukan dengan metode
Humaniora. 1(1).
standard penyabunan alkohol-KOH,
Ketaren. (1996). Pengantar Minyak dan
dimana minyak yang tak tersabunkan
Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
akan tersisa setelah proses uji. Dari hasil
Lehninger, A.L. (1993). Dasar-Dasar
uji pada tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak
Biokimia. Cetakan Kedua. (alih
ditemukan minyak pelikan dalam produk
bahasa Maggy Thaenawidjaja).
inti sawit. Dengan kata lain bentonit tidak
Jakarta: Erlangga.
berpengaruh terhadap adanya minyak
Pitoyo. (1998). Kemungkinan ekstraksi
pelikan hasil proses pemucatan.
beta-karotena dari tanah pemucat
limbah proses pemurnian minyak
KESIMPULAN
kelapa sawit. Yogyakarta: UGM.
Proses pemucatan menggunakan Susanto, T. (2012). Kajian Metode
bentonit sebagai adsorben dapat Pengasaman Dalam Proses
dilakukan untuk mendapatkan kualitas Produksi Minyak kelapa Ditinjau
minyak inti sawit yang lebih bagus. dari Mutu Produk dan Komposisi
Persentase bentonit yang digunakan Asam Amino Blondo. Jurnal
berpengaruh terhadap parameter warna Dinamika Penelitian Industri. 23(2):
minyak minyak produk, sedangkan untuk 124-130.
parameter lain, seperti kadar air bau, Susanto, T. (2013). Perbandingan Mutu
rasa, asam lemak bebas dan minyak Minyak Kelapa yang Diproses
pelikan bentonit tidak berpengaruh Melalui Pengasaman dan
signifikan. Pemanasan Sesuai SNI 2902-
2011. Jurnal Hasil Penelitian
SARAN Industri. 26(1): 1-9
Thieme, J.G. (1968). Coconut Oil
Proses pemucatan minyak inti
Processing. Rome: FAO of United
sawit dapat dilakukan menggunakan
bentonit teraktivasi asam maupun basa Nation.

68
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan


Gizi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

69
70
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78

PEMANFAATAN TEPUNG DARI KULIT SECANG, KUNYIT DAN KULIT MANGGIS


UNTUK KOMPON KARET

THE UTILIZATION OF WOODEN CUP RIND FLOUR,


TURMERIC, AND MANGOSTEEN RIND FOR RUBBER COMPOUND

Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Basuni Hamzah


Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya
e-mail : rahmaniar_een@yahoo.co.id.
Diterima: 4 April 2014; Direvisi: 14 April 2014 – 26 Mei 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimal variasi bahan pewarna
alami dan mengkaji karakteristik kompon karet yang dihasilkan. Penelitian dan pengujian
laboratorium dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang dan PT.
Kobe Internasional Mandiri Bandung. Penelitian ini menggunakan konsentrasi pewarna 5
phr dan 4 (empat) variasi pewarna yaitu Formula A : Tepung kulit manggis, Formula B :
Tepung kunyit, Formula C : Tepung kayu secang dan Formula D : Pewarna sintetis
sebagai kontrol. Parameter yang diamati Kekerasan, Shore A (ASTM D. 2240-1997),
tegangan putus, kg/cm 2 (ISO 37, 1994), Perpanjangan Putus (%), ketahanan ozon 50
pphm, 20%, 24 jam, 40°C dan total perbedaan warna. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Perlakuan yang baik adalah formula C : Tepung kayu secang dengan hasil uji
Kekerasan sebesar 44 shore A, Tegangan putus sebesar 129 kg/cm2, Perpanjangan
putus sebesar 845 %, ketahanan ozon menunjukkan kompon karet tidak retak dan total
perbedaan warna yaitu 26,74.
Kata kunci : kompon karet, pewarna, kayu secang, kunyit, kulit manggis.

Abstract
This research aims to obtain the optimal concentration in the variations of natural dyes
and examines the characteristics of the resulting rubber compound. Research and
laboratory testing conducted at Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang and PT.
Kobe Internasional Mandiri Bandung. This study used dye concentration in 5 phr and 4
(four) color variation that were Formula A: Flour mangosteen peel, Formula B: Meal
turmeric, Formula C: Flour wooden cup and Formula D: Synthetic dyes as the control.
Parameters observed were Hardness, Shore A (ASTM D 2240-1997), tensile strength, kg
/ cm 2 (ISO 37, 1994), elongation at break (%), 50 PPHM ozone resistance, 20%, 24 h, 40
° C and total color difference. The results showed that the best treatments was formula C:
Flour wooden cup with Hardness test results of 44 shore A, the voltage dropped by 129 kg
/ cm 2, Elongation at break of 845%, the ozone resistance of rubber compounds showed
no cracks and the total color difference was 26,74.
Key word : rubber compound, dyes, wooden cup, turmeric, mangosteen rind.

PENDAHULUAN sifat umum yaitu memilki warna agak


kecokelat – cokelatan, dengan berat
Karet alam merupakan polimer jenis 0,91 – 0,93. Karet merupakan
isoprene (C5H8) yang mempunyai bobot polimer yang bersifat elastis, sehingga
molekul besar. Struktur dasar karet alam sering disebut sebagai elastomer.
adalah cis-1,4 poli isoprene yang Sebagian besar areal perkebunan karet
disintesis secara alami melalui Indonesia terletak di Sumatera (70%),
polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat, Kalimantan (24%) dan Jawa (4%).
dimana isoprene merupakan produk (Damanik, 2012).
degradasi utama senyawa karet Kompon karet merupakan campuran
(Rahman, 2005). Karet alam memilki
71
Rahmaniar, Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....
Amin Rejo, dkk

dari karet alam dan bahan kimia. antara lain tidak ramah lingkungan,
Tahapan yang paling penting dalam menyebabkan iritasi, korosif dan bersifat
pembuatan kompon karet adalah karsinogenik. Oleh karena itu perlu
vulkanisasi, dimana pada tahapan ini adanya alternatif penggunaan bahan
terjadi reaksi crosslinking antara molekul pewarna yang lain yang dapat diperbarui
karet dengan bahan pemvulkanisasi yaitu pewarna yang berasal dari bahan
belerang (Pujiastuti, 2007). Bahan kimia nabati. Indonesia kaya akan sumber
yang digunakan dalam kompon karet daya alam seperti pewarna dari kulit
diantaranya bahan pewarna yang buah manggis (Garcinia mangostana),
umumnya dipakai berasal dari pewarna kunyit (Curcuma domestica val) dan
sintetis yang berasal dari minyak bumi kayu secang (Caesalpina Sappan L).
Kualitas barang jadi karet sangat Pewarna yang menggunakan bahan-
ditentukan oleh bahan baku dan bahan bahan tersebut mempunyai keunggulan
tambahan yang digunakan serta yaitu kulit buah manggis mempunyai sifat
teknologi cara pembuatannya. Karet sebagai anti-aging, antibakteri dan
dalam keadaan mentah tidak dapat antioksidan. Pigmen kayu secang tidak
dibentuk menjadi barang jadi karet yang begitu terpengaruh dengan adanya
layak digunakan karena tidak elastis dan oksidator dan reduktor. Kayu secang
mempunyai banyak kelemahan. Agar (Caesalpinia Sappan L) menghasilkan
dihasilka barang jadi karet yang layak pigmen berwarna merah bernama
digunakan, terlebih dahulu dibuat brazilein. Pigmen ini memiliki warna
kompon dengan cara mencampurkan merah tajam dan cerah pada pH netral
karet dengan bahan kimia lain lalu (pH 6-7) dan bergeser kearah merah
divulkanisasi (Wahyudi, 2005). keunguan dengan semakin
Pewarna ditambahkan ke dalam meningkatnya pH. Pada pH rendah (pH
kompon karet untuk memberi warna 2-5) brazilein memiliki warna kuning
pada barang jadi karet selain hitam. (Adawiyah dan Indriyati, 2003).
Telah dikenal beragam bahan pewarna Sedangkan pewarna kunyit menurut
khusus karet yang termasuk golongan Krisnamurthy et al., (1976) mengandung
senyawa organik dan anorganik. 2.5-6% pigmen kurkumin. Selain sebagai
Pewarna merupakan suatu bahan baik sumber zat warna, kurkumin juga
alami maupun sintetik yang dapat memberikan fungsi sebagai antioksidan,
memberikan warna (Elbe and Schwartz, anti inflamasi, efek pencegah kanker
1996). serta menurunkan risiko serangan
Zat warna terdiri dari pewarna alami, jantung.
zat warna identik dan zat pewarna Pemanfaatan pewarna alami belum
sintetik (Burfield et al., 2003). Zat begitu maksimal. Pewarna alami ini
pewarna alami disebut juga certified dapat dijadikan sebagai bahan pewarna
color, contoh pewarna alami yaitu tambahan pada industri, salah satunya
curcumin, riboflavin, klorofil, antosianin dapat digunakan sebagai bahan
dan brazilein. Pewarna sintetis pewarna dalam pembuatan kompon
merupakan bahan pewarna yang berasal karet. Tujuan penelitian ini untuk
dari minyak bumi, pemakaian minyak menganalisis karakteristik dan
bumi secara terus menerus mendapatkan suatu formulasi dengan
menyebabkan penipisan cadangan menambahkan bahan pewarna alami
minyak bumi di Indonesia. Tahun 2004 dalam pembuatan kompon karet yang
Indonesia sudah menjadi negara memenuhi Standar Nasional Indonesia
pengimpor minyak netto (net oil importer) (SNI).
karena kemampuan produksi dalam
negeri tidak dapat mengimbangi BAHAN DAN METODE
pertumbuhan konsumsi (Firdaus et al.,
A. Bahan dan Alat
2013).
Bahan-bahan yang digunakan dalam
Bahan pewarna yang berasal dari
penelitian ini adalah karet alam White
pewarna sintetik mempunyai kelemahan,
crepe, SBR, kalsium, zink oksida, asam

72
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78

stearat, sulfur, BHT, parafine oil, MBTS, Tabel 1. Formula Kompon Karet (Lanjutan)
CBS, TiO2, parafine wax, penetral,
vulkalent A, tepung secang, tepung NAMA BAHAN Formula C Formula D
kunyit dan tepung kulit manggis. phr g phr g
Peralatan yang digunakan dalam White Crepe/Pale
Crepe 80.0 602.9 80.0 602.9
penelitian ini adalah open mill L 140 cm
D18 cm kapasitas 1 kg, pressing rubber, SBR 20.0 150.7 20.0 150.7
moulding, cutting scrub, neraca analitis, Kalsium 10.0 75.4 10.0 75.4
timbangan metler p120 kapasitas 1200 ZnO 5.0 37.7 5.0 37.7
g, glassware, timbangan duduk merek Asam stearate 2.0 15.1 2.0 15.1
Berkel kapasitas 15 kg, cutting scraf
BHT 0.5 3.8 0.5 3.8
besar, alat press, cetakan sheet,
autoclave, furnace, glassware dan Parafine oil 5.0 37.7 5.0 37.7

gunting. MBTS 1.0 7.5 1.0 7.5


CBS 0.5 3.8 0.5 3.8
B. Metode Penelitian
TiO2 1.0 7.5 1.0 7.5
Rancangan Percobaan
1. Penelitian dilakukan dengan beberapa Parafine wax 0.5 3.8 0.5 3.8
percobaan di laboratorium meliputi Sulphur 2.0 15.1 2.0 15.1
pengadaan bahan baku dan bahan Penetral 0.1 0.8 0.1 0.8
kimia, penimbangan bahan baku dan Pigmen Warna
(sesuai Rancangan
bahan kimia. percobaan) 5.0 37.7 5.0 37.7
2. Pembuatan tepung dari bahan-bahan
Vulkalent A 0.10 1 0.10 1
pewarna alami yaitu kulit buah
manggis, kunyit dan kayu secang. Total 132.7 1,000 132.7 1,000
3. Pembuatan kompon karet
4. Pengujian kompon karet. Penelitian menggunakan variasi bahan
Formula pembuatan kompon karet pewarna dengan 4 variasi dan 3 kali
dengan menggunakan pewarna alami ulangan. Bahan pewarna, yaitu formula :
dapat dilihat pada Tabel 1. A : Tepung kulit manggis
B : Tepung kunyit
Tabel 1. Formula Kompon Karet C : Tepung kayu secang
D : Warna sintetis
NAMA BAHAN Formula A Formula B
Prosedur Kerja
phr g Phr g
White Crepe/Pale Prosedur kerja penelitian ini adalah
Crepe 80.0 602.9 80.0 602.9 sebagai berikut:
SBR 20.0 150.7 20.0 150.7 1. Proses pengekstrasian kulit buah
Kalsium 10.0 75.4 10.0 75.4 manggis, kunyit dan kayu secang.
2. Prosedur kerja pembuatan kompon
ZnO 5.0 37.7 5.0 37.7
karet
Asam stearate 2.0 15.1 2.0 15.1 a. Persiapan bahan
BHT 0.5 3.8 0.5 3.8 Bahan kimia dari masing-masing
Parafine oil 5.0 37.7 5.0 37.7 formula kompon ditimbang sesuai
MBTS 1.0 7.5 1.0 7.5 dengan yang telah ditentukan. Jumlah
dari setiap bahan didalam formula
CBS 0.5 3.8 0.5 3.8
kompon dinyatakan dalam PHR (berat
TiO2 1.0 7.5 1.0 7.5
per seratus karet) dengan
Parafine wax 0.5 3.8 0.5 3.8 memperhatikan faktor konversinya.
Sulphur 2.0 15.1 2.0 15.1
b. Mixing ( pencampuran )
Penetral 0.1 0.8 0.1 0.8 Proses pencampuran dilakukan dalam
Pigmen Warna
(sesuai Rancangan gilingan terbuka (open mill), yang
percobaan) 5.0 37.7 5.0 37.7 telah dibersihkan. Selanjutnya
Vulkalent A 0.10 1 0.10 1 dilakukan proses :
Total 132.7 1,000 132.7 1,000 1). Mastikasi SIR 20 selama 1-3 menit

73
Rahmaniar, Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....
Amin Rejo, dkk

2).Tambahkan bahan - bahan kimia pengisi dan jumlah bahan pelunak yang
sesuai dengan urutan pencampuran digunakan dalam kompon (Thomas,
bahan. (2003). Prinsip dari pengukuran
3) Vulkanisasi proses yang merupakan kekerasan dengan alat shore A adalah
proses akhir yakni pencampuran pengukuran penetrasi dari jumlah
belerang, sehingga mencapai dengan beban tetap, terhadap vulkanisat
kematangan yang diinginkan. karet pada kondisi tertentu. Uji
4) Kompon dikeluarkan dari open mill kekerasan dilakukan untuk mengetahui
dan tentukan ukuran ketebalan besarnya kekerasan vulkanisat karet
lembaran kompon dan letakkan diatas dengan kekuatan penekanan tertentu.
plastik transparan, potong kompon Pada Gambar 2 dapat dilihat hasil uji
disesuaikan dengan barang jadi yang kekerasan kompon karet dari pewarna
akan dibuat. Diagram alir proses alami yang menggunakan beberapa
pembuatan kompon seperti pada variasi warna, dimana Formula A=
Gambar 1. tepung kulit manggis, Formula B=
tepung kunyit, Formula C= tepung kayu
SBR secang dan Formula D= warna sintetis.
White crepe

MASTIKASI
Aktivator Pelunak
ZnO, Asam (parafine
stearat) oil,)

Pewarna Antioksidan
Bahan COMPOUNDING
(BHT
pewarna
sesuai
rancangan
Bahan
percobaan) Vulkanisator
pengisi (Sulfur)
CONDITIONING
(Pemeraman)

Gambar 2. Hasil uji kekerasan pewarna


alami sebagai bahan
pembuatan kompon karet
Kompon
karet
Hasil pengujian kekerasan kompon
Gambar 1. Tahapan Proses Pembuatan karet dengan menggunakan pewarna
Kompon karet (Thomas,2003) alami yaitu sebesar 44 shore A terdapat
pada formula A, formula B dan formula
Kompon karet yang dihasilkan akan C, sedangkan formula D yaitu 43 shore
diuji mutunya sehingga dapat diketahui A. Dari hasil penelitian dimana pewarna
kelemahan maupun kelebihannya. dalam pembuatan kompon karet tidak
Parameter yang diuji meliputi : begitu signifikan pengaruhnya hal ini
Kekerasan, Shore A, (ASTM D. 2240), dikarenakan pewarna yang digunakan
Tegangan putus ,kg/cm 2 , ASTM D 412, hanya ± 4% dari bahan yang digunakan
Perpanjangan putus, %, ASTM D 412, dalam pembuatan kompon karet.
ketahanan ozon, 50 pphm, 20%, 24 jam, Kekerasan dipengaruhi oleh
40oC dan Total perbedaan warna. besarnya pergerakan jarum skala
penunjuk ukuran, akibat besarnya
HASIL DAN PEMBAHASAN tekanan balik dari vulkanisat karet
terhadap jarum penekan yang melalui
1. Kekerasan, Shore A (Hardness) suatu mekanisme alat dihubungkan
Kekerasan dari vulkanisat berbeda- dengan pegas yang akan menggerakkan
beda, bergantung pada jumlah bahan jarum penunjuk ukuran kekerasan
(Maspanger, 2005). Hasil uji antar
74
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78

perlakuan untuk parameter kekerasan Gambar 3 dapat dilihat hasil uji


dalam penelitian ini tidak signifikan. tegangan putus pewarna alami sebagai
Dari ke 4 formula diatas, nilai kekerasan bahan pembuatan kompon karet yang
tidak memenuhi syarat mutu karet menggunakan beberapa variasi warna.
bantalan kaki SNI 06-7032-2004 dimana Hasil pengujian tegangan putus
syarat minimal kekerasan 55 shore. pewarna alami sebagai bahan
Karet alam cenderung menurunkan nilai pembuatan kompon karet nilai tertinggi
kekerasan barang jadi karet, hal ini terdapat pada Formula A dari kulit
disebabkan karet alam bersifat lentur manggis yaitu 167 kg/cm2, nilai Formula
dan mempunyai friksi yang baik pada B tepung kunyit yaitu 29 kg/cm2 dan
suhu normal, sehingga pemakaian karet Formula C yaitu 129 kg/cm2. Formula A
alam akan membuat kompon karet memberikan nilai tegangan putus yang
menjadi lunak. Kekerasan kompon karet baik jika dibandingkan dengan formula B,
terjadi, karena adanya reaksi ikatan C dan formula D. Dari ke 4 formula
silang antara gugus aldehida pada rantai diatas, formula A, C dan D memenuhi
poliisoprene (1-6 per rantai) dengan syarat mutu karet bantalan kaki SNI 06-
gugus aldehida terkondensasi yang ada 7032-2004, sedangkan formula B tidak
didalam bahan bukan karet (Refrizon, memenuhi, dimana syarat minimal
2003). tegangan putus min 100 kg/cm 2.

2. Tegangan putus (Tensile strength), 3. Perpanjangan Putus (%)


kg/cm2 , ASTM D 412. Perpanjangan putus adalah
Tegangan putus adalah besarnya pertambahan panjang suatu potongan uji
beban yang diperlukan untuk bila diregangkan sampai putus,
meregangkan potongan uji sampai dinyatakan dengan persentase dari
putus, dinyatakan dengan kg tiap cm 2 panjang potongan uji sebelum
luas penampang potongan uji sebelum diregangkan. Pengujian perpanjangan
diregangkan. Dengan pengujian ini dapat putus (elongation at break) bertujuan
ditetapkan waktu vulkanisasi optimum untuk mengetahui sifat-sifat tegangan
suatu kompon dan pengaruh dan regangan dari karet vulkanisat dan
pengusangan pada waktu vulkanisasi. thermoplastik dan termasuk penentuan
Vulkanisasi merupakan suatu proses yield point melalui kekuatan dan
pembentukan jaringan tiga dimensi pada pertambahan panjang vulkanisat karet
struktur molekul karet sehingga karet ketika mengalami penarikan sampai
berubah sifat dan thermoplastik menjadi perpanjangan tertentu dan sampai putus.
stabil terhadap panas dengan perbaikan Gambar 4 dapat dilihat hasil uji
pada sifat-sifat elastisitasnya. Perpanjangan Putus kompon karet dari
pewarna alami.

Gambar 3. Hasil uji tegangan putus pewarna Gambar 4. Hasil uji perpanjangan putus
alami sebagai bahan pembuatan pewarna alami sebagai bahan
kompon karet pembuatan kompon karet

75
Rahmaniar, Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....
Amin Rejo, dkk

Hasil pengujian perpanjangan karet ini mengunakan pewarna alami


putus kompon karet dari pewarna alami yaitu dari tepung dari kulit manggis,
nilai tertinggi terdapat pada formula A kunyit dan secang. Bahan pewarna alami
yaitu sebesar 863 %, nilai terendah pada meliputi pigmen yang sudah terdapat
formula B yaitu sebesar 359 %. Nilai dalam bahan atau terbentuk pada
perpanjangan putus dipengaruhi oleh proses pemanasan, penyimpana atau
penambahan filler. Penambahan filler pemprosesan. Pigmen alami terdiri dari
yang tidak tepat akan mempengaruhi tanin, antosianin, klorofil dan karatenoid.
sifat fisika yang lain dari kompon karet. Umumnya pigmen tidak cukup stabil
Sesuai dengan pendapat Herminiwati et (Kwartiningsih et al., 2009). Hasil uji
al., (2003) yang mengatakan bahwa, ketahanan ozon pada kompon karet
perpanjangan putus dipengaruhi kadar scara visual tidak retak hal ini
bahan pengisi dan bahan pelunak. Nilai dikarenakan pewarna pada bahan alami
perpanjangan putus berbanding lurus berfungsi juga sebagai antioksidan
dengan tegangan putus. sehingga kompon karet yang dihasilkan
Dari ke 4 formula diatas, formula A, tidak retak.
B, C dan D memenuhi syarat mutu karet Dari ke 4 formula diatas, formula A,
bantalan kaki SNI 06-7032-2004, B, C dan D memenuhi syarat mutu karet
dimana syarat minimal perpanjangan bantalan kaki SNI 06-7032-2004,
putus min 350%. dimana syarat ketahanan terhadap ozon
adalah tidak retak.
4. Ketahanan Ozon (Ozone
Resistance) 5. Analisa Warna
Hasil pengujian ketahanan ozon Pengukuran warna menggunakan
secara visual dinyatakan dengan retak Digital Hunter Color menghasilkan data
atau tidak retak (cracks atau no cracks) L*, a*, b*. Dimana nilai L (lightness)
selama periode waktu 24 jam. Hasil berhubungan dengan derajat kecerahan,
pengujian ketahanan ozon untuk semua yang berkisar antara nol sampai seratus.
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai L yang mendekati 100 menunjukkan
sampel yang dianalisis memiliki
Tabel 2. Pengaruh variasi pewarna alami kecerahan tinggi (terang) sedangkan
terhadap ketahanan ozon kompon nilai L yang mendekati nol menunjukkan
karet. sampel memiliki kecerahan rendah
(gelap). Warna kromatis merupakan
Formula Pengamatan Keterangan warna-warna yang terlihat seperti merah,
A Tidak retak Suhu 400C kuning, hijau dan sebagainya. Warna
B Tidak retak Waktu 24 jam akromatis diperoleh bila sampel yang
dianalisis memiliki nilai warna a yang
C Tidak retak pphm 50 rendah (<10).
D Tidak retak Hasil analisa warna yang belum
mendapat perlakuan untuk sampel A
adalah nilai L* (kecerahan) sebesar 30,3,
Antioksidan yang digunakan dalam nilai a*(dominan merah) sebesar 24,9,
pembuatan kompon karet berfungsi nilai b*(dominan kuning) sebesar 7,1.
melindungi karet terhadap kerusakan Sampel B adalah nilai L* (kecerahan)
yang ditimbulkan oleh oksigen, ozon, sebesar 53,3, nilai a*(dominan merah)
cahaya matahari. Faktor yang dapat sebesar 31,4, nilai b*(dominan kuning)
meningkatkan ketahanan kompon karet sebesar 27,3. Sampel C adalah nilai L*
terhadap ozon diantaranya adalah (kecerahan) sebesar 52,6, nilai
pemilihan dan pemberian antidegradan a*(dominan merah) sebesar 25,9, nilai
yang sesuai dan aktivitasnya tinggi. b*(dominan kuning) sebesar 25,00.
Antioksidan dari senyawa amina banyak Hasil pengukuran perubahan warna
digunakan didalam karet sebagai bahan ∆L*, ∆a*, ∆b* dari pewarna kulit manggis
antiozon (Thomas, 2003). Formula yang (Sampel A), pewarna kunyit (Sampel B)
digunakan dalam penelitian kompon

76
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78

dan pewarna secang (Sampel C). Hasil KESIMPULAN


pengukuran perubahan warna dapat
dilihat pada Tabel 3. Hasil uji kompon yang baik yaitu
formula C dengan pewarna secang
Tabel 3. Hasil Analisa warna pengaruh jenis mempunyai nilai Kekerasan sebesar 44
warna alami yang digunakan shore A, Tegangan putus sebesar 129
terhadap perubahan warna selama kg/cm2, Perpanjangan putus sebesar
pengolahan kompon karet. 845%, ketahanan terhadap ozon
menunjukkan kompon karet tidak retak
WARNA
dan hasil analisa warna sampel C
ΔE
Perlakuan ∆L* ∆a* ∆b* menghasilkan total perbedaan warna
yaitu 26,74.
A 33,5 -22,4 -0,5 40,30
B 7,3 -14,6 -0,3 16,33 DAFTAR PUSTAKA
C 15,0 -15,9 -15,4 26,74
Adawiyah, D.R. dan Indriati. (2003).
Colour stability of natural pigment
Total perbedaan (∆E*) merupakan from secang woods (Caesalpinia
total perbedaan warna antara sampel Sappan l). Proceeding of the 8th
dengan warna standar. Berdasarkan nilai Asean Food Conference, Hanoi 8-11
CIE L*a*b* perbedaan warna dapat October 2003. Hanoi: Agriculture
dihitung dan dinyatakan dalam sebuah Publishing House.
nilai ∆E. Nilai ∆L* yang menunjukkan Burfield, D.R., Lim, K.L., and Law, K.S.
nilai positif untuk ketiga sampel diatas, (2003). Epoxidation of Natural
sedangkan nilai ∆a* negatif berarti Rubber Latices Methods of
warna merah menurun dan nilai ∆b* Preparation and Properties of
menunjukkan nilai negatif yang berarti Modified Rubbers. Journal of
warna kuning menurun. Dari tabel diatas Applied Polymer Science. 29(5):
dimana terdapat nilai yaitu sampel A 1661-1673.
menghasilkan total perbedaan warna Damanik, S. (2012). Pengembangan
yaitu 40,30, sampel B menghasilkan total Karet (Hevea brasiliensis)
perbedaan warna yang kecil yaitu 16,33, Berkelanjutan di Indonesia.
sedangkan sampel C menghasilkan total Perspektif. 11(1): 91-102.
perbedaan warna yaitu 26,74. Dari ketiga Elbe, J.H.V., dan Schwartz, S.J., Di
sampel yang dilakukan sampel A yang dalam: Fennema, Owen. R. (1996).
mengalami banyak perubahan warna Food Chemistry. New York: Marcell
yaitu 40,30 hal ini dikarenakan sampel Dekker.
terdegradasi sehinga kecerahan sampel Firdaus, L.H., Wicaksono, A.R., Widayat.
A menurun. Sedangkan sampel B yang (2013). Pembuatan katalis H-Zeolit
mengalami sedikit perubahan warna dengan Impregnasi KI/KIO3 dan Uji
yaitu 16,33 dibandingkan dengan sampel Kinerja Katalis untuk produksi
C. sampel B yaitu tepung kunyit. biodiesel. Jurnal Teknologi Kimia
Komponen terpenting pada kunyit yaitu dan Industri. 2(2): 148-154.
zat warna kurkumin yang berwarna Harjanti, R.S., (2008). Pemungutan
kuning orange, kurkumin memberikan kurkumin dari kunyit (curcuma
perubahan warna yang jelas dan cepat domestica val) dan pemakaiannya
(Harjanti, 2008). Dengan adanya sebagai indikator analisis volumetric.
perubahan parameter L, a, b dan nilai ∆E Jurnal Rekayasa Proses. 2(2): 49-54
dapat diketahui stabilitas warna relatif Herminiwati, Purnomo, D., dan Supranto.
tidak stabil selama proses warna suhu (2003). Sifat Fiiler Kayu Kering
dan waktu pemanasan serta sinar terhadap Vulkanisat Karet. Majalah
matahari (Holinesti, 2009). Barang Kulit, Karet dan Plastik.
19(1): 32-39.
Holinesti, R. (2009). Studi pemanfaatan
pigmen brazilien kayu secang

77
Rahmaniar, Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....
Amin Rejo, dkk

Caesalpinia Sappan, L) sebagai


pewarna alami serta stabilitasnya
pada model pangan. Jurnal
Pendidikan dan Keluarga UNP. 1(2):
11-21
Krisnamurthy, N., Mathew, A.G.,
Nambudiri, E.S., Shivashanker, S.,
Lewis, Y.S., and Natarajan, C.P.
(1976). Oil and oleoresin of Turmeric
Tropical Science. 18(1): 37
Kwartiningsih, E., Setyawardhani, D.A.,
Wiyatno, A., dan Triyono, A. (2009).
Zat Pewarna Alam Tekstil Dari Kulit
Buah Manggis. Ekuilibrium. 8(1): 41-
47.
Maspanger, D.R. (2005). Sifat Fisik Karet
Teknologi Barang Jadi Karet Padat.
Bogor: Balai Penelitian Teknologi
Karet Bogor.
Pujiastuti, l, (2007). Pengaruh Waktu
Dan Suhu Vulkanisasi Pada
Pembuatan Kasur Dari Serat Sabut
Kelapa Berkaret. (Skripsi). Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rahman, N. (2005). Pengetahuan dasar
elastomer. Bogor: Balai Penelitian
Teknologi Karet Bogor.
Refrizon. (2003). Viscositas Mooney
Karet Alam. Medan: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara.
SNI 06-7032-2004. (2004). Karet
Bantalan Kaki (Rubber Step)
Sepeda Motor. BSN: Jakarta.
Thomas, (2003). Desain Kompon.
Bogor: Balai Penelitian Teknologi
Karet Bogor.
Wahyudi, T. (2005). Teknologi Barang
Jadi Karet. Bogor: Balai Penelitian
Teknologi Karet Bogor

78
INDEKS PENULIS
JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI 25 (1) 2014

A
Andayani, O. 31[1]

B
Bahri, S 63[1]

H
Hamzah, B. 43[1], 71[1]
Haryono, A. 53[1]

I
Iriany 23[1]
Irvan 23[1]

K
Karneta, R. 13[1],

M
Mahendra, A. 53[1]
Marlina, P. 43[1]

N
Nasruddin 53[1]
Nurhayati, C. 31[1]

P
Pambayun, R 13[1], 43[1]
Pratama, F 43[1]
Priyanto, G. 13[1], 71[1]

R
Rahmaniar 71[1]
Rambe, S.M. 23[1]
Rejo, A. 13[1], 71[1]

S
Sudirman 53[1]

Y
Yulita, E. 1[1]
INDEKS KATA KUNCI
JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI 25 (1) 2014

A S
- Adonan 3[1] - Sifat amilografi 13[1]
- Spray drying 32[1]
B - Suhu 45[1]
- Bentonit 64[1]
- Biskuit 31[1] T
- Tepung pisang 31[1]
C - Total solid 26[1]
- Carbon black 54[1]
- Chlorella vulgaris 2[1] W
- Waktu tinggal 27[1]
E - Warna 64[1]
- ETP 54[1]

F
- Fly ash 55[1]
- Formula 14[1]

G
- Gelatinisasi 14[1]

H
- Hidrolisis 23[1]

K
- Karakteristik kompon karet 44[1]
- Karet alam 53[1]
- Kayu secang 72[1]
- Kompon karet 71[1]
- Kompon ban luar dump truck 56[1]
- Kulit manggis 73[1]
- Kunyit 72[1]

L
- Lama penyimpanan 44[1]
- LCPKS 23[1]
- Limbah cair 2[1]

M
- Minyak inti sawit 64[1]

P
- Pakan alami ikan 3[1]
- Pempek 13[1]
- Pemucatan 64[1]
- Pewarna 72[1]

R
- Reaktor bersekat 26[1]
PETUNJUK PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

Dewan Redaksi menerima naskah dari kegiatan hasil penelitian dan


pengembangan bidang teknologi industri dan perekayasaan yang mencakup sektor
karet, pangan, lingkungan, energi, tekstil, kimia industri dan prototipe, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Penulis harus menjamin naskah yang dikirimkan asli dan tidak pernah
dipublikasikan di majalah ilmiah terakreditasi lainnya atau dibawakan dalam
seminar/pertemuan ilmiah dan tidak direncanakan untuk diterbitkan di tempat
lain.
2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris, berupa
ketikan (print out) dalam 2 (dua) kolom (kecuali Judul, Nama Penulis dan
Abstrak), direkam dalam format digital (MS Word), spasi tunggal, tipe huruf Arial
ukuran 11, jumlah halaman 7 - 9 halaman kertas ukuran A4 (termasuk gambar
dan tabel). Gambar menggunakan JPEG atau TIFF, jika ada grafik dilampirkan
juga file masternya/MS Excel.
3. Sistematika penulisan untuk artikel ilmiah adalah sebagai berikut:
Judul, ditulis singkat, informatif dalam bahasa Indonesia dan Inggris, jumlah
kata berkisar antara 10-15 kata.
Nama penulis, disajikan lengkap tanpa gelar, disertai nama lembaga asal
penulis dan e-mail penulis utama.
Abstrak,
 ditulis dalam 1 (satu) paragraf,
 dalam bahasa Indonesia sebanyak maksimal 250 kata.
 dalam bahasa Inggris (cetak miring) maksimal 150 kata
 kata kunci antara 3 – 5 kata yang disusun secara abjad.
 menggambarkan esensi isi tulisan dan pada umumnya tidak memuat latar
belakang dan kesimpulan penelitian.
Pendahuluan
 sekurang-kurangnya memuat latar belakang, rumusan masalah dan tujuan
penelitian, dilengkapi dengan sitasi kepustakaan
Bahan dan Metode
 bahan dan alat yang digunakan jelas spesifikasi dan sumbernya,
 alat sederhana seperti alat gelas tidak perlu ditulis,
 metode yang digunakan harus reproducable dan bila diambil dari sumber
lain dilengkapi dengan sitasi.
Hasil dan Pembahasan
 apabila terdapat tabel, gambar dan foto harus diberi judul, berspasi
tunggal dalam format tegak (portrait), nomor dan sumber yang jelas,
 pembahasan hasil penelitian sebaiknya disertai dukungan pustaka yang
terkait,
 untuk penulisan rujukan pustaka dalam teks, berdasarkan nama keluarga
penulis pustaka dan tahun penerbitannya dalam kurung biasa seperti
contoh (Susanto, 2008),
 apabila penulis pustaka lebih dari 2 (dua) orang maka hanya nama penulis
pertama yang ditulis diikuti dengan kata et al., seperti contoh (Burmawi et
al., 2009)
Kesimpulan
 ditarik dari hasil dan pembahasan dengan mengacu pada tujuan penelitian
 kesimpulan dibuat dalam bentuk naratif
Saran
 bagian ini berkaitan dengan kesimpulan yang diambil dan bersifat optional
(pilihan).
Ucapan Terima Kasih
 bagian ini tidak diharuskan, dapat digunakan untuk memberikan apresiasi
terhadap personal, penyandang dana serta institusi yang membantu
selama penelitian.
Daftar Pustaka.
 Jumlah daftar pustaka minimal 10 pustaka, 80% mengacu ke pustaka
primer.
 Daftar pustaka disusun berdasarkan abjad nama akhir penulis pertama
 Pedoman penulisan daftar pustaka ditulis menurut APA (American
Psychological Association).
 Contoh penulisan dari Jurnal
Supraptiningsih, A. (2005). Pengaruh RSS/SBR dan Filler CaCO 3
terhadap Sifat Fisis Kompon Karpet Karet. Majalah Kulit, Karet
dan Plastik. 21(1): 34-40.
Walter, W.M., Purcel, A.E., and Nelson, A.M. (2002). Effects of
Amyolitic Enzymes on Moistness and Carbohydrate Change of
Baked Sweet Potato Cultivars. Journal Food Sci. 40(4): 793-796.
 Contoh penulisan dari Buku
Winarno, F.G. (2008). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Luyben, William L., and Chien, I.L. (2010). Design and Control of
Distillation System for Separating Azeotropes. New Jersey: John
Willey & Sons,Inc.
 Contoh penulisan dari Prosiding
Fatimah, I., dan Putra, H. P. (2013). Material Berbasis TiO2-Clay
sebagai Bahan Nano Ceramic Membran untuk Desinfeksi Air
Minum. Prosiding Seminar Nasional Insentif Riset Sinas 2013-
Membangun Sinergi Riset Nasional untuk Kemandirian Teknologi
(pp.99-104). Jakarta: Kementerian Riset dan Teknologi.
 Contoh penulisan dari Skripsi, Thesis, Disertasi
Mo, B. (2004). A Finitive Difference Model for Heat and Mass Transfer
in Products with Internal Heat Generation and Transpiration
(Dissertasion). Queensland: University of Queensland.
Yuliasih, I. (2007). Fraksinasi dan Asetilasi Pati Sagu serta Aplikasinya
sebagai Campuran Plastik Sintetik. (Disertasi). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
 Contoh penulisan dari Jurnal Online
Sanches, O.T. (2008). Biopulping and Biobleaching: An Energy and
Environment Saving Technology for Indian Pulp and Paper
Industry. EnviroNews. 2(10): 77-78. Retrieved from http://isebin
dia.com /01_04/04 -04-03.html

7. Naskah/artikel disampaikan sebanyak 3 eksemplar disertai dengan softcopy


(naskah dalam Microsoft Word, gambar/ grafik dalam Microsoft Excel) di dalam
CD ke Redaksi Jurnal Dinamika Penelitian Industri, Baristand Industri
Palembang, Jl. Perindustrian 2 No. 12 KM. 9 Palembang 30152, atau via e-
mail ke jurnaldpi@gmail.com. Penulis wajib mengisi surat pernyataan
orisinalitas naskah sesuai format yang sudah ditentukan. Redaksi berhak
menolak, mengembalikan untuk diperbaiki atau mengedit kembali artikel tanpa
merubah isi dan maksud tulisan.
ISSN 2088-8996

BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG


Jl. Perindustrian II No. 12 KM. 9 Palembang 30152
Telp/Fax. (0711) 412482
e-mail : jurnaldpi@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai