JURNAL
DINAMIKA PENELITIAN
INDUSTRI
(Journal of The Dynamics of Industrial Research)
JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol. 25 No. 1 Hal. 1-78 Palembang, Juni 2014 ISSN 2088 –8996
DEWAN REDAKSI
Mitra Bestari
1. Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P. (Teknologi Hasil Pertanian; Universitas Sriwijaya)
2. Dr. Ir. R. Gatot Ibnu Santosa (Teknik Kimia; Sekolah Tinggi Manajemen Industri)
3. Dr. Ir. Didin Suwardin, M.Si. (Teknologi Hasil Pertanian; Balai Penelitian Karet Sembawa)
4. Dr. Ir. Dadi R. Maspanger, MT. (Teknologi Pertanian; Pusat Penelitian Karet Bogor)
5. Dr. Ir. H. M. Faizal, DEA. (Teknik Kimia; Universitas Sriwijaya)
6. Ir. H. A. R. Fachry, M.Eng. (Teknik Kimia; Universitas Sriwijaya)
Keuangan
Ade Faradilla, S.E. (Ekonomi; Baristand Industri Palembang)
Diterbitkan 2 (dua) kali per tahun oleh Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
Alamat : Jalan Perindustrian II No. 12 KM. 9 Palembang 30152
Telp/Fax : (0711) 412482
e-mail : jurnaldpi@gmail.com
ISSN 2088-8996
(Journal of The Dynamics of Industrial Research)
Vol. 25 No. 1 Tahun 2014
DAFTAR ISI
hal
Dewan Redaksi ............................................................................................................................i
Daftar Isi ...................................................................................................................................... ii
Kata Pengantar .......................................................................................................................... iii
Lembar Abstrak .......................................................................................................................... iv
Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet Remah Sebagai Media Pertumbuhan
Chlorella Vulgaris untuk Pakan Alami Ikan
Eli Yulita .............................................................................................................................. 1–11
Profil Gelatinisasi Formula Pempek “Lenjer”
Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Rindit Pambayun ............................... 13-22
Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Reaksi Hidrolisis pada Pra-Pembuatan Biogas dari
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Siti Masriani Rambe, Iriany dan Irvan ............................................................................ 23-30
Teknologi Mutu Tepung Pisang dengan Sistem Spray Drying untuk Biskuit
Chasri Nurhayati dan Oktavia Andayani ....................................................................... 31-41
Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Karakteristik Kompon Karet dengan
Bahan Pengisi Arang Aktif Tempurung Kelapa dan Nano Silika Sekam Padi
Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah dan Rindit Pambayun ........................... 43-51
Model Pengembangan Formula Kompon Vulkanisir Ban Luar Dump Truck dengan
Filler Fly Ash
Nasruddin, Sudirman, A. Mahendra dan A. Haryono ................................................... 53-61
Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap Kualitas Pemucatan Minyak Inti Sawit
Syamsul Bahri ................................................................................................................... 63-69
Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang, Kunyit dan Kulit Manggis untuk Kompon
Karet
Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Basuni Hamzah ....................................... 71-78
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat
dan rahmat-Nya Jurnal Dinamika Penelitian Industri (JDPI) terakreditasi LIPI dengan
Nomor: 500/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 Volume 25, Nomor 1, Tahun 2014 Balai Riset dan
Standardisasi Industri Palembang dapat diterbitkan.
JDPI pada penerbitan Volume 25, Nomor 1, Tahun 2014 ini, menyajikan 8
artikel yang berasal dari hasil penelitian yang berkaitan dengan industri hilir barang jadi
karet, pakan alami ikan, pempek lenjer, tepung pisang, biogas dan minyak inti sawit.
Dewan Redaksi menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
mitra bestari: Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P. (Universitas Sriwijaya), Dr. Ir. Didin
Suwardin, Msi. (Pusat Penelitian Karet Sembawa); Dr. Ir. H. M. Faizal, DEA
(Universitas Sriwjaya) dan Ir. Agus Sudibyo, M.P. (Balai Besar Industri Agro Bogor)
yang telah berkenan menelaah, me-review dan memberikan masukan untuk
pengembangan serta peningkatan kualitas ilmiah karya tulis ilmiah JDPI.
JDPI diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata untuk pengembangan
industri nasional, khususnya di bidang agro industri dan mampu menjadi motivasi bagi
para peneliti, perekayasa, dosen, mahasiswa program magister dan doktor baik di
dalam maupun di luar lingkungan Kementerian Perindustrian untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dewan redaksi dalam kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang terlibat dalam penerbitan
JDPI pada volume 25 Nomor 1 tahun 2014 ini.
Dewan Redaksi
iii
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014
Eli Yulita
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail: pradanaputri.8@gmail.com
Chlorella vulgaris dapat memanfaatkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah karet
yang berfungsi sebagai media pertumbuhan C. vulgaris. C. vulgaris adalah salah satu jenis mikroalga
yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan dan pakan alami ikan. Penelitian ini bertujuan
memanfaatkan limbah cair industri karet remah sebagai media pertumbuhan C. vulgaris untuk pakan
alami ikan. Tahap awal penelitian yaitu penyiapan isolat murni C. vulgaris, selanjutnya dilakukan
peremajaan sampai fase log, dilakukan scale up sampai diperoleh biomassa dari kultur C. vulgaris
yang dapat digunakan sebagai pakan alami. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap mutu pakan
alami yang dihasilkan meliputi beta karoten, asam folat, minyak dan lemak, kadar lemak, lemak tak
jenuh, protein, kadar air, kadar abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe), Mangan (Mn), Kalium dan Vitamin
dan limbah sisa dari media yang digunakan. Hasil pengujian kadar protein dan kadar air pakan ikan C.
vulgaris dengan memanfaatkan limbah cair industri karet remah berturut-turut yaitu 2,3% dan 95,46%.
Sedangkan mutu pakan alami yang dihasilkan yaitu lemak tak jenuh 0,44 mg/kg; protein 2,3%; minyak
lemak 141 mg/L; khlorofil a 2,7094 mg/L; khlorofil b, 0,8424 mg/L dan vitamin B1 3,99 mg/Kg; Vitamin
D 2,52 mg/100 g dan Vitamin E 1,09 mg/100 g.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil gelatinisasi adonan pempek lenjer dari beberapa
formula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. Selama pemanasan terjadi
peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula pati yang irreversible dalam air,
karena energi kinetik molekul air lebih kuat dari daya tarik molekul pati sehingga air dapat masuk ke
dalam granula pati. Hasil profil gelatinisasi menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung
tapioka pada adonan pempek maka suhu awal gelatinisasi semakin rendah (63°C), viskositas
maksimum semakin rendah (100 BU) gel lebih kompak, stabilitas pasta relatif rendah (41 BU) dan
viskositas balik semakin tinggi (31 BU) pengembangan granula lebih besar, tetapi kemungkinan
retrogradasi semakin besar.
iv
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu tinggal terhadap reaksi hidrolisis yang
merupakan tahapan awal pada proses pembuatan biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit
(LCPKS). Penelitian ini dilakukan dalam reaktor bersekat anaerob yang terdiri dari 4 ruang dengan
jarak sekat dari dasar reaktor (clearance baffle reactor, CBR) divariasikan 1,5 dan 3 cm. Percobaan
diawali oleh proses aklimatisasi dan start up secara semi batch. Waktu tinggal divariasikan dari 18, 12
dan 6 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju dekomposisi Total Solid (TS), COD dan
parameter lainnya dipengaruhi oleh waktu tinggal. Hasil terbaik diperoleh pada waktu tinggal 18 hari
dan CBR 1,5 cm dengan laju dekomposisi COD sebesar 60,92% dan 60,92%. Reaktor dengan sistem
Anaerobic Baffle Reactor dapat digunakan sebagai reaktor penampungan sekaligus reaktor hidrolisis
pada pra-pembuatan biogas dari LCPKS.
Kata kunci : LCPKS, Hidrolisis, Reaktor Bersekat, Total Solid, Waktu Tinggal
Pisang merupakan komoditi bersifat mudah rusak, sehingga diperlukan pengolahan lanjutan. Tepung
pisang merupakan produk olahan digunakan sebagai diversifikasi bahan baku biskuit. Cara hygiene
dalam pembuatan tepung dapat dilakukan dengan spray drying yaitu memanfaatkan suhu panas
blower. Penelitian ini menggunakan pisang kepok (A1) dan pisang gedah (A2). Mempunyai enam
variasi komposisi perbandingan tepung pisang, tepung kacang hijau dan tepung ikan pada substitusi
biskuit (P) yaitu P1 (1:1,5 :1,5), P2 (1:1:1), P3 (1:0,5:0,5), P4 (2:0,5 :0,5), P5 (3:0,5:0,5), P0 (4:0:0).
Pengujian tepung pisang berdasarkan standar mutu SNI 01-3841-1995 dan biskuit SNI 01-7111.2-
2005. Hasil penelitian menunjukkan pengeringan tepung pisang menghasilkan kadar air 3,62% untuk
tepung pisang kepok dan 3,73% untuk tepung pisang gedah, memenuhi standar mutu SNI 01-3841-
1995 kategori mutu A. Kandungan gizi biskuit terbaik diperoleh pada perlakuan A1P1 dengan
perbandingan 1:1,5 :1,5. Semua perlakuan biskuit dengan substitusi tepung pisang , tepung ikan dan
tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali untuk kadar air biskuit
tepung pisang gedah.
v
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap karakteristik
kompon karet dengan menggunakan bahan pengisi arang aktif tempurung kelapa dan nano silika
sekam padi. Kompon karet yang digunakan dalam penelitian ini bahan pengisi dari arang aktif
tempurung kelapa 10 phr dan nano silika sekam padi 40 phr. Rancangan percobaan meliputi variasi
suhu 60°C, 70°C, 80°C dan lama penyimpanan kompon karet, yaitu 1 hari, 3 hari, 5 hari dan 7 hari.
Percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan
lama penyimpanan kompon karet berpengaruh terhadap karakteristik kompon karet, pada parameter
kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis. Karakteristik kompon karet
untuk kekerasan, tegangan putus dan perpanjangan putus setelah pengusangan untuk semua
perlakuan memenuhi syarat mutu kompon karet bantalan dermaga, sesuai SNI 06-3568-2006.
Ketahanan kikis untuk semua perlakuan kompon karet setelah pengusangan memenuhi karakteristik
kompon karet di pasaran, kisaran 400 – 600 cm3.
Vulkanisir ban luar dump truck impor dan lokal telah dilakukan karakterisasi sebagai dasar untuk
membuat model pengembangan formula vulkanisir ban luar dump truck. Bahan yang digunakan
antara lain karet alam SIR 20, Elastomer Termoplastik (inserting ETP), carbon black, silica dan fly
ash. Hasil pengujian menunjukkan, penambahan ETP pada karet alam SIR 20 untuk vulkanisir ban
luar dump truck dapat meningkatkan kekerasan 3,03%, kuat tarik 3,87%, kuat sobek 15,46%,
modulus 100% dengan nilai 36,28%, modulus 300% dengan nilai 27,71% dan abrasi = 52,46%.
Pengujian sifat mekanik pada kondisi segar setelah proses penuaan (aging) dan setelah diberi
paparan ozon 25 pphm selama 3x24 jam pada suhu 40°C menunjukan, penambahan ETP
memberikan efek positif pada beberapa sifat mekanik. Hasil pengujian SEM-EDS menunjukan
penambahan ETP dapat melindungi karet alam dari serangan ozon. Fly ash yang ditambahkan pada
formula kompon memiliki kecenderungan berikatan satu sama lain, sehingga pada proses
pembuatan formula dikembangkan suatu inovasi pencampuran dengan coupling agent jenis PEG
400 dan Si 69.
Kata kunci : karet alam, ETP, carbon black, fly ash, kompon ban luar dump truck.
vi
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014
Syamsul Bahri
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail : esbe89@yahoo.co.id
Telah dilakukan penelitian pengaruh adsorben bentonit pada proses pemucatan minyak inti sawit.
Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktorial dimana faktor pertama
yaitu persentase bentonit w/v (1%, 2% dan 3%) dan faktor kedua yaitu volume minyak inti sawit (100
ml, 200 ml dan 300 ml). Percobaan dilakukan dengan pembuatan minyak inti sawit melalui pressing
pada 10 g/cm2 dan dilanjutkan dengan proses perendaman minyak dengan adsorben pada suhu
105°C selama 1 jam. Produk minyak diuji kualitasnya meliputi parameter warna, bau, rasa, kadar air,
kadar asam lemak sesuai dengan standar uji SNI 01-2901-2006, sedangkan parameter minyak pelikan
diuji dengan safonifikasi alkohol-KOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bentonit
berpengaruh signifikan terhadap kualitas minyak untuk warna saja, sedangkan parameter lain tidak
dipengaruhi oleh adanya bentonit sebagai adsorben. Kondisi optimum yaitu 2% bentonit pada volume
minyak 200 ml, dimana hasil warnanya mendekati kuning sesuai dengan yang dipersyaratkan Standar
Nasional Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimal variasi bahan pewarna alami dan
mengkaji karakteristik kompon karet yang dihasilkan. Penelitian dan pengujian laboratorium
dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang dan PT. Kobe Internasional Mandiri
Bandung. Penelitian ini menggunakan konsentrasi pewarna 5 phr dan 4 (empat) variasi pewarna yaitu
Formula A : Tepung kulit manggis, Formula B : Tepung kunyit, Formula C : Tepung kayu secang dan
Formula D : Pewarna sintetis sebagai kontrol. Parameter yang diamati Kekerasan, Shore A (ASTM D.
2240-1997), tegangan putus, kg/cm2 (ISO 37, 1994), Perpanjangan Putus (%), ketahanan ozon 50
pphm, 20%, 24 jam, 40°C dan total perbedaan warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Perlakuan yang baik adalah formula C : Tepung kayu secang dengan hasil uji Kekerasan sebesar 44
shore A, Tegangan putus sebesar 129 kg/cm2, Perpanjangan putus sebesar 845 %, ketahanan ozon
menunjukkan kompon karet tidak retak dan total perbedaan warna yaitu 26,74.
Kata kunci : kompon karet, pewarna, kayu secang, kunyit, kulit manggis.
vii
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014
Eli Yulita
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail: pradanaputri.8@gmail.com
Chlorella vulgaris can utilize organic substances contained in waste rubber which serves as a medium
for its growth. C. vulgaris is one of the types of microalgae that can be used as raw material forage
and natural forage fish. This research aims to utilize crumb rubber industry wastewater as a medium
for the growth of C. vulgaris natural forage fish. The initial phase of the research, namely the
preparation of pure isolates of C. vulgaris, followed by the rejuvenation to log phase, carried out to
scale up biomass obtained from cultures of C. vulgaris which could be used as a natural forage. The
next was testing the quality of natural forage product including beta carotene, folic acid, oils and fats,
fat, unsaturated fat, protein, moisture content, ash content, chlorophyll, crude fiber, iron (Fe),
manganese (Mn), potassium and vitamin and the wasted residual of the media used. The results of the
test for protein content and moisture content of C. vulgaris fish forage by utilizing the waste water of
crumb rubber industry respectively were 2.3% and 95.46%. While the quality of the natural forage
product produced were unsaturated fatty 0.44 mg / kg; 2.3% protein; fatty oils 141 mg / L; chlorophyll a
2.7094 mg / L; chlorophyll b, 0.8424 mg / L and vitamin B1 3.99 mg / kg; Vitamin D 2.52 mg / 100 g
and Vitamin E 1.09 mg / 100 g
This research aims to determine the gelatinization profiles of pempek lenjer dough from several
formulas, with comparising fish with tapioca flour treatment. During the heating occured an increase in
viscosity caused by the swelling of the irreversible starch granules in the water caused by the kinetic
energy of water molecules which is stronger than the attraction of starch molecules so that the water
could get into the starch granules. Gelatinization profile result showed that the higher the addition of
tapioca flour on the pempek dough the lower the initial gelatinization temperature (63°C), the lower the
maximum viscosity (100 BU) is more compact the gel, paste stability was relatively low (41 BU) and the
higher the reverse viscosity (31 BU), the development of the granules became larger, but the greater
the the possibility of retrogradation.
viii
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014
This research aims to study the effect of residence time on hydrolysis reaction which is an initial stage
in the process of making biogas from palm oil mil effuentl (POME). This research was done in an
anaerobic baffle reactor consisting of 4 compartments (baffle clearance reactor CBR) varied on 1.5 and
3 cm. Experiments preceded by acclimatization process and semi-batch start up. The residence time
was varied from 18, 12 and 6 days. The results showed that the rate of decomposition of Total Solid
(TS), COD and other parameters influenced by the residence time. The best results were obtained at a
residence time of 18 days and a CBR of 1.5 cm with COD decomposition rate of 60.92% and 60.92%.
Reactor with Anaerobic Baffle system could be used as a shelter at the same reactor on pre-hydrolysis
reactor biogas production from POME.
Keywords : anaerobic baffle reactor, hydraulic retention time (HRT), hydrolysis, POME, total solid
Bananas are a perishable commodity, necessitating further processing fluor substitution flour is a
refined products used as a biscuits raw material diversification treatment. The hygienic way in the
manufacture of bananas could be done by spray drying were utilize the hot temperatures of a blower
This study used a fluor substitution kepok (A1) and fluor substitution. (A2) Having six variations of
composition ratio of banana gedah flour, mung bean flour and fish fluor on treatment (P) were P1 (1:
1.5: 1.5), P2 (1: 1: 1), P3 (1: 0.5 : 0.5), P4 (2: 0.5: 0.5), P5 (3: 0.5: 0.5), P0 (4: 0: 0) Testing the quality
standards of SNI 01-3841-1995 of banana gedah flour based treatment and 01-7111.2-2005 The
results showed that drying of banana gedah flour produced 3.62% water content for kepok fluor
substitution bananas and 3.73% for fluor substitution bananas, met the the quality standards of SNI 01-
3841-1995 with category A for quality. The best treatment on occured on A1P1 obtained by
comparison 1: 1.5: 1.5 All biscuits treatment with bananas fluor substitution, fish flour and green bean
flour met the quality requirements 01-7111.2-2005 except for the water content of banana gedah flour.
ix
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014
The objectives research is to examines the effect of temperature and storage time to characteristics of
rubber compound that was added with the fillers of activated coconut shell carbon and nano silica from
rice husks. Rubber compound in this study is the use of a filler treatment activated coconut shell
carbon 10 phr and nano silica from rice husks 40 phr. Experimental design include variations in
temperature 600C, 700C and 800C and storage time 1 day, 3 days, 5 days and 7 days, with three (3 )
repetition. The results showed temperature and storage time affects the characteristics of the rubber
compound rubber compound , for the parameters of hardness , tensile strength , elongation at break
and abrasion resistance. Characteristics rubber compound for hardness, tensile strength, elongation at
break after ageing met the requirements of the Indonesian National Standards for pads dock rubber
compound SNI 06-3568-2006. Abrasion resistance rubber compound for all treatments after ageing
the characteristics of rubber compound on the market , the range of 400-600 cm3.
Retread tire dump trucks imported and local characterization has been performed as a basis for
modeling the development of a formula dump truck tire retreading. Materials used include natural
rubber SIR 20, Thermoplastic Elastomer (inserting ETP), carbon black, silica and fly ash. The test
results showed that the addition of the ETP on natural rubber SIR 20 for retread tire dump trucks can
increase the hardness of 3.03%, 3.87% tensile strength, tear strong 15.46%, 100% modulus with a
value of 36.28%, the modulus 300% with a value of 27.71% and 52.46% abrasion value. Testing of
mechanical properties in fresh condition after aging (aging) and after ozone exposure given PPHM
25 for 3x24 hours at a temperature of 40°C shows, the addition of ETP a positive effect on some
mechanical properties. The test results showed the addition of SEM-EDS ETP can protect natural
rubber from ozone attack. Fly ash is added to the compound of formula has a tendency to bind to one
another, so that the process of making the formula developed an innovative mixing with coupling
agent Si type of PEG 400 and 69.
Keywords : natural rubber, ETP, carbon black, fly ash, dump truck tire compound.
x
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014
Syamsul Bahri
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail : esbe89@yahoo.co.id
Research on the effect of bentonite as adsorbent in the bleaching process of palm kernel oil was
conducted. The study was designed using complete randomized design with 2 factors; the first factor
was the percentage of bentonite as weight of volume: 1%, 2% and 3%, and the second factor was the
volume of palm kernel oil: 100 ml, 200 ml and 300 ml. Firstly, experiment started by producing kernel
oil by pressing the raw material at 10 g/cm2 and continued with the process of immersion with
adsorbent at a temperature of 105°C for 1 hour. Oil products was tested according to the procedures of
Coconut Palm Oil qualities include color, odor, taste, moisture content, free fatty acid levels in based
on SNI 01-2901-2006 test standards, while pelicans oil parameter was tested by alcohol-KOH
saponification process. The results showed that the percentage of the bentonite significantly effect on
oil quality for color only, while the other parameters were not affected by the presence of the bentonite
as an adsorbent. The processing optimum condition was 2% bentonite soaked 200 ml oil volume,
which resulted yellow color as close as required in accordance with SNI.
This research aims to obtain the optimal concentration in the variations of natural dyes and examines
the characteristics of the resulting rubber compound. Research and laboratory testing conducted at
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang and PT. Kobe Internasional Mandiri Bandung. This
study used dye concentration in 5 phr and 4 (four) color variation that were Formula A: Flour
mangosteen peel, Formula B: Meal turmeric, Formula C: Flour wooden cup and Formula D: Synthetic
dyes as the control. Parameters observed were Hardness, Shore A (ASTM D 2240-1997), tensile
strength, kg / cm 2 (ISO 37, 1994), elongation at break (%), 50 PPHM ozone resistance, 20%, 24 h, 40
° C and total color difference. The results showed that the best treatments was formula C: Flour
wooden cup with Hardness test results of 44 shore A, the voltage dropped by 129 kg / cm 2, Elongation
at break of 845%, the ozone resistance of rubber compounds showed no cracks and the total color
difference was 26,74.
xi
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11
Eli Yulita
Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
e-mail : pradanaputri.8@gmail.com
Diterima: 10 Februari 2014; Direvisi: 17 Februari 2014 – 4 April 2014; Disetujui: 30 Mei 2014
Abstrak
Chlorella vulgaris dapat memanfaatkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam
limbah karet yang berfungsi sebagai media pertumbuhan C. vulgaris. C. vulgaris adalah
salah satu jenis mikroalga yang dapat digunakan sabagai bahan baku pakan dan pakan
alami ikan. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah cair industri karet remah
sebagai media pertumbuhan C. vulgaris untuk pakan alami ikan. Tahap awal penelitian
yaitu penyiapan isolat murni C. vulgaris, selanjutnya dilakukan peremajaan sampai fase
log, dilakukan scale up sampai diperoleh biomassa dari kultur C. vulgaris yang dapat
digunakan sebagai pakan alami. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap mutu pakan
alami yang dihasilkan meliputi beta karoten, asam folat, minyak dan lemak, kadar lemak,
lemak tak jenuh, protein, kadar air, kadar abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe), Mangan
(Mn), kalium, vitamin dan limbah sisa dari media yang digunakan. Hasil pengujian kadar
protein dan kadar air pakan ikan C. vulgaris dengan memanfaatkan limbah cair industri
karet remah berturut-turut yaitu 2,3% dan 95,46%. Sedangkan mutu pakan alami yang
dihasilkan yaitu lemak tak jenuh 0,44 mg/kg; protein 2,3%; minyak lemak 141 mg/L;
khlorofil a 2,7094 mg/L; khlorofil b, 0,8424 mg/L dan vitamin B1 3,99 mg/Kg; Vitamin D
2,52 mg/100 g dan Vitamin E 1,09 mg/100 g.
Kata Kunci : limbah cair, C. vulgaris, pakan alami ikan
Abstract
Chlorella vulgaris can utilize organic substances contained in waste rubber which serves
as a medium for its growth. C. vulgaris is one of the types of microalgae that can be used
as raw material forage and natural forage fish. This research aims to utilize crumb rubber
industry wastewater as a medium for the growth of C. vulgaris natural forage fish. The
initial phase of the research, namely the preparation of pure isolates of C. vulgaris,
followed by the rejuvenation to log phase, carried out to scale up biomass obtained from
cultures of C. vulgaris which could be used as a natural forage. The next was testing the
quality of natural forage product including beta carotene, folic acid, oils and fats, fat,
unsaturated fat, protein, moisture content, ash content, chlorophyll, crude fiber, iron (Fe),
manganese (Mn), potassium and vitamin and the wasted residual of the media used. The
results of the test for protein content and moisture content of C. vulgaris fish forage by
utilizing the waste water of crumb rubber industry respectively were 2.3% and 95.46%.
While the quality of the natural forage product produced were unsaturated fatty 0.44 mg /
kg; 2.3% protein; fatty oils 141 mg / L; chlorophyll a 2.7094 mg / L; chlorophyll b, 0.8424
mg / L and vitamin B1 3.99 mg / kg; Vitamin D 2.52 mg / 100 g and Vitamin E 1.09 mg /
100 g
1
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...
2
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11
Basal Medium (BBM) cair dan BBM agar, Tahap awal penelitian yaitu
pupuk NPK, agar bacteriological, isolat penyiapan isolat murni C. vulgaris hasil
murni C. vulgaris hasil isolasi Alat-alat isolasi, selanjutnya dilakukan
pembuatan pakan alami ikan dari C. peremajaan sampai fase log, dilakukan
vulgaris yang digunakan yaitu gallon 20 scale up sampai diperoleh biomassa dari
L, erlenmeyer 250 ml; 500 ml; 1 L; 5 L, kultur C. vulgaris yang dapat
lampu neon, selang, seperangkat aerator digunakan sebagai pakan alami.
sedangkan alat-alat uji yang digunakan Selanjutnya dilakukan pengujian
yaitu bunsen, aluminium foil, micropipet, terhadap mutu pakan alami yang
AAS, HPLC, tabung reaksi dan alat-alat dihasilkan meliputi beta karoten, asam
yang biasa digunakan untuk analisa folat, minyak dan lemak, kadar lemak,
mikrobiologi. lemak tak jenuh, protein, kadar air, kadar
abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe),
B. Metode Penelitian Mangan (Mn), Kalium dan Vitamin.
Diagram alir pembuatan pakan Limbah sisa dari media yang digunakan
alami ikan C. vulgaris pada penelitian ini juga dilakukan pengujian untuk
dapat dilihat pada Gambar 1. mengetahui kualitas limbah.
Kegiatan penelitian dilaksanakan
pada skala laboratorium untuk Prosedur Pembuatan Pakan Alami
memanfaatkan limbah cair industri karet Ikan dari C. vulgaris pada Limbah Cair
remah sebagai media pertumbuhan C. Industri Karet Remah
vulgaris untuk pakan alami ikan. Tahap awal penelitian ini yaitu
penyiapan isolat murni C. vulgaris hasil
Isolat Murni isolasi sebanyak 6 ose, selanjutnya
C. vulgaris dilakukan peremajaan sampai fase log
Peremajaan
24 jam suhu 370C dengan menggunakan modifikasi BBM
cair dan limbah cair industri karet remah
C. vulgaris pada erlenmeyer 250 ml dengan
Fase log penambahan cahaya lampu TL 36 watt
selama 24 jam. Setelah mencapai fase
log C. vulgaris dilanjutkan ke tahap scale
Bioreaktor up dengan menggunakan limbah cair
Closed Pond Penambahan industri karet remah di dalam erlenmeyer
aerasi, Pupuk 500 ml, 1000 ml, 5000 ml dan Gallon 20
NPK, cahaya Liter dengan penambahan lampu TL 36
lampu TL selama
7 hari
watt selama 24 jam dan penambahan
Pemanenan
pupuk NPK dengan dosis 0,09 mg/L
pada hari ketiga, kelima dan ketujuh,
selanjutnya dilakukan pemanenan
Single Cell Protein dengan menggunakan plankton net
C. vulgaris ukuran 10 mikron atau dapat
menggunakan kain yang terbuat dari
bahan nilon.
Pengemasan Botol steril Setelah pakan alami C. vulgaris
C. vulgaris disimpan diperoleh selanjutnya biomassa C.
dalam lemari vulgaris dimasukkan ke dalam botol
es yang telah disterilisasi dan disimpan di
dalam lemari pendingin. Untuk
Pakan Ikan Alami
dan Bahan Baku mengetahui kualitas dari pakan alami
Pakan Buatan yang dihasilkan dilakukan pengujian
terhadap mutu pakan alami C. vulgaris
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Pakan meliputi beta karoten, minyak dan lemak,
Alami Ikan dari C. vulgaris kadar lemak, lemak tak jenuh, protein,
dengan Memanfaatkan Limbah kadar air, kadar abu, khlorofil, serat
Cair Industri Karet Remah
3
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...
kasar, Besi (Fe), Mangan (Mn), Kalium dengan HCl 0,01 N. Hitung dengan
dan Vitamin. rumus :
% Protein = (d-b) x c x 0,014 x 6,25 x fp x 100% ........(1)
Penentuan Beta Karoten dan Kadar
a
Khlorofil Metoda Spektrofotometer
Disiapkan sampel dan aseton Keterangan :
dengan perbandingan 1:1 ke dalam a : bobot sampel
tabung 10 ml, kemudian ditambahkan b : volume HCl 0,01 N yang
glassbead, disonifikasi selama 45 menit, dibutuhkan pada penitraan
disentrifuge selama 30 menit, diukur blanko, dalam ml
kadar beta karoten dan kadar khlorofil c : normalitas HCl
dengan spektrofotometer pada masing- d : volume HCl 0,01 N yang
masing panjang gelombang 450 nm dan dibutuhkan pada panitaran
645 nm. contoh, dalam ml
fp : faktor pengenceran
Penentuan Minyak Lemak (SNI 06-
6989.10-2004) Penentuan Kadar Air (SNI 01-3136-
Disiapkan contoh uji sebanyak 1000 1992)
ml dan dimasukkan ke dalam corong Ditimbang sampel 2 g pada botol
pemisah selanjutnya ditambahkan HCl 1 timbang yang sudah diketahui bobotnya,
ml, homogenisasi dengan cara dikocok. kemudian dikeringkan pada oven pada
Kemudian botol contoh uji dibilas dengan suhu 105°C selama 3 jam. Selanjutnya
30 ml freon, air bilasan dimasukkan ke didinginkan ke dalam desikator,
dalam corong pemisah tadi kemudian kemudian ditimbang sampai diperoleh
dilakukan homogenisasi. Selanjutnya bobot tetap. Dihitung kadar air dengan
sampel yang sudah diketahui berat rumus :
tetapnya dimasukkan ke dalam labu Kadar Air : (b / a) x 100%.....................................(2)
destilasi, sisa sampel yang terdapat di
dalam corong pemisah dibilas dengan 30
ml freon. Kemudian larutan disuling di Keterangan :
atas pemanas air pada suhu 70 ± 2°C. a: bobot sampel sebelum dikeringkan, g
Hasil dari destilasi ditimbang dengan b: bobot sampel sesudah dikeringkan, g
neraca analitik.
Penentuan Kadar Abu (SNI 01-3136-
Penentuan Kadar Protein (SNI 01- 1992)
3136-1992) Ditimbang sampel sebanyak 2 gr ke
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dalam cawan porselen atau platina yang
ke dalam labu kjeldhal, kemudian sudah diketahui bobotnya. Kemudian
ditambahkan 2 g campuran selen dan 15 diarangkan di atas nyala api, lalu
ml H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan di diabukan di dalam tanur pada suhu
atas nyala api atau pemanas listrik maksium 500°C sampai dengan
sampai mendidih dan larutan menjadi pengabuan sempurna. Kemudian
jernih kehijau-hijauan selama 2 jam. didinginkan di dalam eksikator, lalu
Selanjutnya didinginkan dan diencerkan ditimbang sampai diketahui bobot
ke dalam labu takar sampai 100 ml. tetapnya dan dihitung dengan rumus :
Kemudian larutan dipipet sebanyak 5 ml
dan dimasukkan ke dalam alat Kadar Abu : ((b – c ) / a) x 100%..........................(3)
penyuling, selanjutnya ditambahkan 5 ml
NaOH 30% dan beberapa tetes indikator Keterangan :
pp. a : bobot sampel sebelum diabukan, gr
Kemudian suling lagi selama 10 b : bobot sampel dan cawan sesudah
menit, sebagai penampung gunakan diabukan, gr
erlenmeyer yang telah berisi 10 ml c : bobot cawan kosong, gr
larutan asam borat 2%. Kemudian titrasi
4
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11
5
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...
6
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11
7
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...
8
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11
9
Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...
biomassa yang cukup besar. Selain itu, Del Campo, A.J., Gonzales, G.,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut Guererro, M.G. (2007). Outdoor
kemasan untuk penanganan pasca Cultivication of Microalgae for
panen produk pakan alami ikan yang Carotenoids Production: Current
dihasilkan. State and Perspektif. Appl. Microb.
Biotechnol. 74: 1163-1174.
DAFTAR PUSTAKA Erlina, A., Sri, A., Endrawati, H., Zainuri,
M. (2004). Kajian Nutritif
Amini, S., dan Syamdidi. (2006). Phytoplankton Pakan Alami pada
Konsentrasi Unsur Hara pada Sistem Kultivasi Massal. Jurnal
Media dan Pertumbuhan C. Ilmu Kelautan. 9(4): 206-210.
vulgaris dengan pupuk Anorganik Greene, B.M., McPherson, R., Henzi, M.,
Teknis dan Analis. Jurnal Alexander, M.D., dan Darnall, D.W.
Perikanan (Journal of Fisheries (1986). Interaction of Gold (I) and
Sciences). VIII(2): 201-2006. Gold (III) Complexes with Algal
Andersen, R.A. (2005). Alga Culturing Biomass. Environ. Sci. Technol.
Technique. UK: Elsevier Academic (20)6.
Press. Gross, J. (1991). Pigment in vegetables:
Badan Standardisasi Nasional. (1992), Chlorophylls and Caretonoids. New
Protein Sel Tunggal untu Pakan. York: Van Nostrand Reinhold.
Standar Nasional Indonesia Nomor Haryoto, dan Wibowo, A. (2004).
01-3136-1992. Jakarta: Dewan Kinetika Bioakumulasi Logam
Standaridisasi Nasional. Berat Kadmium oleh Fitoplankton
Badan Standardisasi Nasional. (1992), C. vulgarisLingkungan Perairan
Air dan Air Limbah. Standar Laut. Jurnal Penelitian Sains dan
Nasional Indonesia Nomor 06- Teknologi. (5)2.
6989.10-2004. Jakarta: Dewan Isnantyo, A., dan Kurniastuty, (1995),
Standaridisasi Nasional. Teknik Kultur Fitoplankton dan
Bold, H.C., and Michael J.W., (1985). Zooplankton. Yogyakarta: Kanisius.
Introduction to The Algae Structure Iwamoto, H. (2004). Industrial Production
and Reproduction. Second Edition. of Microalgae Cell Mass and
New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Secondary Products Major
Upper Saddle River. Industrial Species: Chlorella dalam
Becker, E.W. (1994). Microalgae Richmond, H. (2004). Handbook of
Biotechnology and Microbiology. Microalgae Culture : Biotechnology
Cambridge: Cambridge University and Applied Phycology. New
Press. Jersey: Blackwell Publishing.
Becker, E.W. (2005). Microalgae Jutono. (1973). Pedoman Praktikum
Biotechnology and Microbiology. Mikrobiologi Umum untuk
Cambridge: Cambridge University Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Press. Departemen Mikrobiologi Fakultas
Cha, K.H., Koo, S.Y., Lee, D.U. (2008). Pertanian UGM.
Antiproliferative effeects of Kabinawa, I.N.K. (2001). Mikroalga
Carotenoids extracted from sebagai Sumber Daya Hayati
Chlorella ellipsoidea and C. (SDH) perairan dalam Perspektif
vulgaris on Human Colon Cancer. Bioteknologi. Bogor: Puslitbang
J. Agrifood Chem. 56. Bioteknologi LIPI.
Chen. C.Y., (2001). Immobilized Kusmiati, Agustini, N.W.S., Tamat, S.R.,
Microalga scenedeszmus Irawati, M. (2010). Ekstraksi dan
quadricauda (Chloropyta, Purifikasi Senyawa Lutein dari
Chlorococcales) for long term Mikroalga Chlorella pyrenoidesa
storage and for application in fish Galur Lokal Ink. Jurnal Kimia
culture water quality control. Indonesia. (5).
Aquaculture. 195(1-2). Muchlisin, Z.A., Ahmad, D., Rina, F.,
Muhammadar, dan Musri, M.
10
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11
11
12
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil gelatinisasi adonan pempek lenjer dari
beberapa formula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. Selama
pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula
pati yang irreversible dalam air, karena energi kinetik molekul air lebih kuat dari daya tarik
molekul pati sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Hasil profil gelatinisasi
menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka pada adonan pempek
maka suhu awal gelatinisasi semakin rendah (63°C), viskositas maksimum semakin
rendah (100 BU) gel lebih kompak, stabilitas pasta relatif rendah (41 BU) dan viskositas
balik semakin tinggi (31 BU) pengembangan granula lebih besar, tetapi kemungkinan
retrogradasi semakin besar.
Kata kunci: adonan, formula, gelatinisasi, sifat amilografi, pempek
Abstract
This research aims to determine the gelatinization profiles of pempek lenjer dough from
several formulas, with comparising fish with tapioca flour treatment. During the heating
occured an increase in viscosity caused by the swelling of the irreversible starch granules
in the water caused by the kinetic energy of water molecules which is stronger than the
attraction of starch molecules so that the water could get into the starch granules.
Gelatinization profile result showed that the higher the addition of tapioca flour on the
pempek dough the lower the initial gelatinization temperature (63°C), the lower the
maximum viscosity (100 BU) is more compact the gel, paste stability was relatively low
(41 BU) and the higher the reverse viscosity (31 BU), the development of the granules
became larger, but the greater the the possibility of retrogradation.
13
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.
pemasakan pempek dan tingkat suhu menyebabkan warna gel menjadi buram
yang dihasilkan tidak menurunkan (Haryadi, 1995).
massa, warna dan kualitas pempek. Masalah utama pengembangan
Data amilografi adonan pempek sangat industri pempek di Sumatera Selatan
diperlukan oleh industri pempek adalah mutu yang tidak konsisten dan
terutama untuk mengidentifikasi daya tahan simpan yang rendah, karena
perubahan respon, akibat perubahan industri pempek skala kecil sering
formulasi adonan, dapat menduga suhu mengubah formula dan cara pengolahan
yang dibutuhkan selama pengolahan, terutama lama dan suhu pemasakan
dan dapat mengidentifikasi data awal yang tidak terkontrol, sehingga
untuk keperluan rancang bangun serta konsistensi mutu pempek sulit
operasi proses panas pengolahan dipertahankaan. Industri pempek sulit
pempek, dan ahirnya dapat pula di susun dikembangkan ke skala industri yang
standarisasi pempek untuk tujuan lebih besar tanpa konsistensi mutu yang
perdagangan, baik untuk keperluan baik (Karneta, 2010). Negara negara
domestik maupun internasional. yang sukses dalam perdagangan luar
Profil gelatinisasi adonan pempek negeri, pada umumnya ditunjang oleh
(sifat amilografi) berdasarkan system jaminan mutu yang baik dan
peningkatan viskositas mensimulasikan bersifat proaktif terhadap persyaratan
proses pemasakan. Selama pemasakan mutu yang diminta, dengan
(perebusan) akan mempengaruhi melaksanakan pemasyarakatan mutu
granula pati dan protein ikan. Pada (quality promotion) yang terprogram
granula pati terjadi pembengkakan yang dengan baik (Kadarisman, 2000).
irreversible dalam air, karena energi Industri pempek Sumatera Selatan
kinetik molekul air lebih kuat dari pada diharapkan dapat menyongsong era
daya tarik molekul pati sehingga air perdagangan bebas, dengan produk
dapat masuk ke dalam granula pati. yang bermutu, sanitasi, hygiene dan
Proses kenaikan suhu bahan yang keamanan pangan.
direbus dipengaruhi oleh kecepatan Masalah mutu pempek dipengaruhi oleh
transfer panas dari air perebusan ke beberapa faktor, yaitu :
bahan yang terjadi secara konveksi, dan 1. Apakah suhu dan waktu awal
transfer panas dalam bahan terjadi gelatinisasi dapat diketahui secara
secara konduksi (Huang and Liu, 2009). kuantitatif untuk setiap formula
Menurut Alam et al., 2007, semakin lama pempek
pemanasan semakin banyak granula pati 2. Apakah suhu dan waktu saat granula
yang mengalami pengembangan dan pecah berpengaruh terhadap
tidak dapat kembali pada kondisi semula viskositas maksimum
(tergelatinisasi), sehingga jumlah granula 3. Apakah formula pempek
pati dan senyawa lainnya yang larut berpengaruh terhadap viskositas
dalam air seperti protein, vitamin dan pendinginan
mineral akan berkurang, sebaliknya 4. Apakah formula pempek
waktu pemasakan yang lebih singkat berpengaruh terhadap viskositas
memungkinkan granula pati tidak balik
tergelatinisasi secara sempurna. 5. Apakah formula pempek
Pemasakan pati yang berlebihan berpengaruh terhadap stabilitas
mengakibatkan lebih banyak amilosa pempek
yang terdifusi dalam suspensi pati Penelitian ini bertujuan untuk
sehingga viskositasnya menurun dan mengetahui profil gelatinisasi adonan
penyusutan bahan meningkat, karena pempek lenjer dari beberapa formula.
sebagian besar penyusun bahan yang meliputi suhu awal gelatinisasi,
terutama amilosa telah lepas keluar, dan waktu awal gelatinisasi, suhu gelatinisasi
molekul amilosa yang berantai lurus (saat granula pecah), waktu gelatinisasi
dapat mengelompok melalui ikatan (granula pecah), viskositas maksimum,
hidrogen intermolekuler yang
14
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22
15
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara sampai batas yang akan mengembang
lain ukuran molekul amilosa, amilopektin secara lambat, dimana air secara
dan keadaan media pemanasan. perlahan-lahan dan bolak- balik
berimbibisi ke dalam granula sehingga
Tabel 1. Profil Gelatinisasi Pempek Formula 1 terjadi pemutusan ikatan hydrogen
antara molekul-molekul granula, (b)
Point Nama Waktu Viskositas Temp
(menit) (BU) (°C)
pengembangan granula secara cepat
A Awal proses 6:00 19 69,9 yang dikarenakan menyerap air secara
gelatinisasi cepat sampai kehilangan sifat
B Viskositas 7:30 304 89,6
maksimum birefriengence (sifat merefleksikan
C Viskositas pada 9:20 112 98,6 cahaya terpolarisasi), (c) granula pecah
suhu 95°C jika cukup air dan suhu terus naik
(holding period)
D Viskositas 14:20 44 100 sehingga molekul amilosa keluar dari
setelah granula (Kusnandar, 2010).
pendinginan
E Viskositas pada 21:00 30 66,7
Formula 1 mempunyai suhu dan
suhu 50°C waktu awal gelatinisasi yang tinggi yaitu
F Viskositas akhir 22:00 31 62,6 69,9°C pada waktu menit ke 6
pendinginan
B-D Stabilitas pasta 260 pemanasan. Pada suhu dibawah 69,9°C
E-D Viskositas balik -14 tidak menyebabkan perubahan
viskositas pada formula 1, tetapi pada
suhu 69,9°C mulai terjadi peningkatan
viskositas. Pemanasan lebih lanjut
menyebabkan terjadinya viskositas
puncak (maksimum) pada suhu 89,6°C
sebesar 304 BU.
Formula 1 lebih banyak
mengandung ikan dibandingkan formula
yang lain, sehingga pada waktu
pemanasan menyebabkan terjadinya
hidrolisis molekul amilosa atau
amilopektin menjadi rantai yang lebih
pendek, misalnya dekstrin (Lidiasari et
al., 2006). Hal ini dapat menyebabkan
pati menurun kemampuan gelatinisasi
secara keseluruhan sehingga waktu awal
gelatinisasi menjadi lama. Pada formula
1, mengandung kadar lemak dan protein
yang tinggi yang mampu membentuk
Gambar 2. Amilografi Adonan Pempek kompleks dengan amilosa, sehingga
Formula 1 membentuk endapan yang tidak larut
dan menghambat pengeluaran amilosa
Gelatinisasi merupakan proses dari granula. Dengan demikian,
pengembangan granula diikuti diperlukan energi yang lebih besar untuk
berubahnya struktur granula dan melepas amilosa sehingga suhu awal
hilangnya sifat kristalin. Sebelum gelatinisasi yang dicapai akan lebih
granula berubah, beberapa bahan tinggi (Richana dan Titi, 2004).
terutama amilosa mulai terpisah dari Keberadaan lemak dan protein
granula, tetapi tidak semua amilosa dapat membentuk lapisan pada
terpisah selama gelatinisasi. Perubahan permukaan granula pati (Awuah et al.,
morfologis granula pati selama 2007). Hal ini dapat menyebabkan
pengembangan tergantung pada sifat penundaan proses gelatinisasi, karena
alami pati. Mekanisme gelatinisasi pada menghambat adsorbsi air oleh granula
dasarnya terjadi dalam tiga tahap yaitu : pati. Proses penundaan gelatinisasi
(a) penyerapan air oleh granula pati dapat diamati dari peningkatan suhu
16
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22
gelatinisasi dan profil gelatinisasi pati pada formula 3, tetapi pada suhu 63,7°C
yang lebih landai (Kusnandar, 2010). mulai terjadi peningkatan viskositas.
Formula 2 mempunyai suhu dan waktu Pemanasan lebih lanjut menyebabkan
awal gelatinisasi yaitu 65,9°C pada terjadinya viskositas puncak (maksimum)
waktu menit ke 5,50 pemanasan. Pada pada suhu 84,5°C sebesar 114 BU.
suhu dibawah 65,9°C tidak
menyebabkan perubahan viskositas Tabel 3. Profil Gelatinisasi Pempek
pada formula 2, tetapi pada suhu 65,9°C Formula 3
mulai terjadi peningkatan viskositas.
Point Nama Waktu Viskositas Temp
Pemanasan lebih lanjut menyebabkan (menit) (BU) (°C)
terjadinya viskositas puncak (maksimum) A Awal proses 4:35 18 63,7
pada suhu 89,1°C sebesar 302 BU. gelatinisasi
B Viskositas 6:05 114 84,5
maksimum
Tabel 2. Profil Gelatinisasi Pempek C Viskositas pada 9:20 89 94,7
Formula 2 suhu 95°C
(holding
Point Nama Waktu Viskositas Temp period)
(menit) (BU) (°C) D Viskositas 14:20 87 99,8
A Awal proses 5:50 19 65,9 setelah
gelatinisasi pendinginan
B Viskositas 6:10 302 89,1 E Viskositas pada 21:00 110 54,9
maksimum suhu 50°C
C Viskositas pada 9:20 157 94,8 F Viskositas akhir 22:00 113 49,2
suhu 95°C pendinginan
(holding period) B-D Stabilitas pasta 27
D Viskositas 14:20 50 100 E-D Viskositas balik 23
setelah
pendinginan
E Viskositas pada 21:00 72 63,4
suhu 50°C
F Viskositas akhir 22:00 75 59,4
pendinginan
B-D Stabilitas pasta 252
E-D Viskositas balik 22
17
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.
puncak (maksimum) pada suhu 81,2°C karena banyaknya gugus hidroksil bebas
sebesar 100 BU. pada suhu yang lebih rendah (Winarno,
1997), dan ketika terjadi peningkatan
Tabel 4. Profil Gelatinisasi Pempek suhu maka proses pembengkakan dan
Formula 4 pecahnya granula lebih cepat terjadi. Hal
ini diduga karena granula pati pada
Point Nama Waktu Viskositas Temp
(menit) (BU) (°C)
perlakuan ini masih banyak mengandung
proporsi yang berbentuk amorf sehingga
A Awal proses 4:10 15 63
gelatinisasi mudah mengalami pengembangan, dan
B Viskositas 6:00 100 81,2 mempercepat terjadinya proses
maksimum
C Viskositas pada 9:20 89 93,8
gelatinisasi. Pada formula 1 lebih sedikit
suhu 95°C mengandung tepung tapioka, sehingga
(holding proporsi amorf pada granula pati juga
period) sedikit, dan lebih banyak proporsi ikan,
D Viskositas 14:20 59 99.8
setelah yang mudah mengalami penurunan mutu
pendinginan akibat aktivitas bakteri sehingga dapat
E Viskositas pada 21:00 90 51,4
suhu 50°C
menurunkan pH adonan (Kang et al,
F Viskositas akhir 22:00 95 48,6 2007). Kondisi asam dapat
pendinginan menghidrolisa bagian amorf granula pati,
B-D Stabilitas pasta 41
sehingga meningkatkan proporsi bagian
E-D Viskositas balik 31 kristalin yang kompak. Daerah kristalin
pada granula pati yang bangunannya
sukar ditembus oleh pengaruh dari luar,
misalnya air, enzim dan bahan kimia.
Hal ini dapat mengakibatkan kenaikan
suhu gelatinisasi. Menurut Opaku et al.,
(2006), suhu awal gelatinisasi meningkat
pada pati yang mempunyai ukuran
granula yang lebih kecil, karena sulit
dimasuki air, sehingga lebih sulit
mengalami proses gelatinisasi. Suhu
gelatinisasi adalah suhu pecahnya
granula pati karena pembengkakan
granula setelah melewati titik maksimum.
Semakin rendah suhu gelatinisasi
semakin singkat waktu gelatinisasi.
Secara umum semakin banyak tepung
tapioka pada adonan pempek maka
akan menurunkan suhu dan waktu
Gambar 5. Amilografi Adonan Pempek
gelatinisasi. Formula 1 mempunyai suhu
Formula 4 (1 bagian ikan: 2 dan waktu gelatinisasi tertinggi yaitu
bagian tepung) 69,9°C dan waktu 6 menit dan formula 4
mempunyai suhu dan waktu gelatinisasi
Semakin rendah suhu gelatinisasi terendah yaitu 63,0°C dan waktu 4,10
semakin singkat waktu gelatinisasi. Sifat menit.
ini berkaitan dengan energi dan biaya Suhu gelatinisasi mempunyai
yang dibutuhkan dalam proses produksi, hubungan dengan kekompakan granula,
karena pati akan terhidrolisa bila telah serta kadar amilosa dan amilopektin.
melewati suhu gelatinisasi. Kondisi ini Gelatinisasi mengakibatkan dehidrasi
menunjukkan pada suhu tersebut dan konversi dari bentuk amorphous
adonan pempek mulai menyerap air dan amilosa ke bentuk helik. Bentuk helik
semakin banyak tepung tapioka pada menjadi bagian yang lemah dari kristal
adonan pempek, maka memiliki granula pati. Temperatur gelatinisasi
kemampuan menyerap air lebih banyak dipengaruhi oleh kuat lemahnya ikatan di
18
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22
19
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.
menunjukkan bahwa adonan memiliki dan 41 BU. Hal ini menunjukkan bahwa
pengikatan air (water binding) yang semakin sedikit jumlah tepung tapioka
sangat tinggi (Kubota et al., 2003). pada adonan pempek maka, semakin
Semakin tinggi tepung tapioka pada tidak stabil. Tingkat stabilitas pasta ini
adonan maka viskositas maksimum dipengaruhi oleh ikatan silang yang
semakin rendah, sehingga pempek dapat memperkuat struktur granula,
semakin kompak. Industri pempek dapat sehingga granula menjadi kompak.
menentukan suhu viskositas maksimum Dengan demikian granula akan lebih
tiap adonan yang di produksi, agar stabil selama proses pemanasan
terhindar dari susut masak, sehingga (Nurdjanah, 2009).
volume pempek dapat maksimal. Penurunan vikositas pada saat
holding (suhu 95°C) menunjukkan pasta
C. Viskositas fase pendinginan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada
Koefisien viskositas fase formula 1 dan formula 2, viskositas pada
pendinginan yang rendah menunjukkan saat holding menurun secara drastis,
bahan memilki kemampuan membentuk sedangkan pada pada formula 3 dan
gel yang kurang kuat (Alam et al., 2007). formula 4 penurunan viskositas yang
Viskositas fase pendinginan formula 1 rendah, sehingga relatif lebih stabil.
paling rendah dari formula yang lain
yaitu 31 BU. Hal ini disebabkan formula E. Viskositas Balik
1 mengandung pati terutama amilosa Viskositas balik adonan pempek
relatif rendah sehingga memilki berkisar antara -14 sampai 31 BU.
kemampuan membentuk gel yang Viskositas balik tertinggi terdapat pada
kurang kuat dibandingkan formula yang adonan formula 4 dan yang terendah
lain. Sebaliknya koefisien viskositas fase pada adonan formula 1. Semakin sedikit
pendinginan formula 3 paling tinggi yaitu jumlah tepung tapioka pada adonan
113 BU, sehingga mampu membentuk maka viskositas balik semakin kecil.
gel yang lebih kompak karena adanya Viskositas balik mencerminkan
ikatan hidrogen dari molekul pati juga kemampuan asosiasi atau retrogradasi
ikatan ionik dan disulfida dari protein molekul pati pada proses pendinginan (
ikan. Koefisien viskositas fase Richana dan Titi, 2004). Semakin
pendinginan formula 4 yaitu 95 BU lebih rendah nilai viskositas balik,
rendah dari formula 3, karena pada kecenderungan beretrogradasi semakin
formula 4 lebih dominan tepung (pati) rendah demikian sebaliknya. Selama
sehingga hanya dominan ikatan hidrogen pemanasan terjadi pemecahan granula,
pada bahan. Ikatan hidrogen pada pati maka jumlah amilosa yang keluar dari
menyebabkan molekul-molekul amilosa granula semakin banyak, sehingga
dan amilopektin cenderung membentuk kecenderungan untuk terjadi retrogradasi
ikatan hidrogen sesama sendiri sehingga meningkat. Retrogradasi adalah proses
terjadi retrogradasi. kristalisasi kembali pati yang telah
mengalami gelatinisasi.
D. Stabilitas Pasta Pempek dominan tepung tapioka,
Stabilitas pasta dihitung dari selisih mempunyai kecenderungan terjadinya
viskositas pasta pada awal pendinginan retrogradasi, sehingga selama
dengan viskositas maksimum. Stabilitas penyimpanan pempek menjadi lebih
pasta adonan pempek berkisar antara keruh dan terbentuk endapan yang tidak
27-260. Semakin tinggi tingkat selisih larut. Hal ini disebabkan oleh
viskositas pasta selama proses tersebut rekristalisasi molekul pati. Pada awalnya
menunjukkan bahwa adonan tersebut amilosa membentuk rantai double helix
semakin tidak stabil. Pada formula 1 yang diikuti pengumpulan helix-helix.
angka stabilitas pastanya adalah 260 Retrogradasi terjadi ketika molekul-
BU,dan formula 2 angka stabilitas molekul pati tergelatinisasi mulai
pastanya 252, sedangkan formula 3 bergabung kembali membentuk suatu
dan 4, angka stabilitas pastanya 27 BU struktur tertentu yang merupakan proses
20
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22
21
Railia Karneta Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...
Amin Rejo, dkk.
22
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu tinggal terhadap reaksi
hidrolisis yang merupakan tahapan awal pada proses pembuatan biogas dari limbah cair
pabrik kelapa sawit (LCPKS). Penelitian ini dilakukan dalam reaktor bersekat anaerob
yang terdiri dari 4 ruang dengan jarak sekat dari dasar reaktor (clearance baffle reactor,
CBR) divariasikan 1,5 dan 3 cm. Percobaan diawali oleh proses aklimatisasi dan start up
secara semi batch. Waktu tinggal divariasikan dari 18, 12 dan 6 hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa laju dekomposisi Total Solid (TS), COD dan parameter lainnya
dipengaruhi oleh waktu tinggal. Hasil terbaik diperoleh pada waktu tinggal 18 hari dan
CBR 1,5 cm dengan laju dekomposisi COD sebesar 60,92% dan 60,92%. Reaktor
dengan sistem Anaerobic Baffle Reactor dapat digunakan sebagai reaktor penampungan
sekaligus reaktor hidrolisis pada pra-pembuatan biogas dari LCPKS.
Kata kunci: LCPKS, hidrolisis, reaktor bersekat, total solid, waktu tinggal
Abstract
This research aims to study the effect of residence time on hydrolysis reaction which is an
initial stage in the process of making biogas from palm oil mil effuentl (POME). This
research was done in an anaerobic baffle reactor consisting of 4 compartments (baffle
clearance reactor CBR) varied on 1.5 and 3 cm. Experiments preceded by acclimatization
process and semi-batch start up. The residence time was varied from 18, 12 and 6 days.
The results showed that the rate of decomposition of Total Solid (TS), COD and other
parameters influenced by the residence time. The best results were obtained at a
residence time of 18 days and a CBR of 1.5 cm with COD decomposition rate of 60.92%
and 60.92%. Reactor with Anaerobic Baffle system could be used as a shelter at the
same reactor on pre-hydrolysis reactor biogas production from POME.
Keywords: anaerobic baffle reactor, hydraulic retention time (HRT), hydrolysis,
POME, total solid
23
Siti Masriani Rambe Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...
Iriany dan Irvan
24
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30
B. Metode Penelitian
Prosedur Penelitian
Penelitian dimulai dengan tahap
aklimatisasi agar bibit mikroorganisme
dapat beradaptasi dengan LCPKS yang
baru, lalu dilanjutkan dengan tahap start- Gambar 2. Konsentrasi COD dalam reaktor
up yang dimulai dari waktu tinggal (HRT) pada berbagai variasi HRT pada
53 hari hingga mencapai HRT variasi CBR 1,5 cm
penelitian yaitu pada HRT (18, 12 dan 6
hari) dan variasi jarak dasar reaktor Gambar 2 memperlihatkan bahwa
secara umum, diperoleh penurunan COD
25
Siti Masriani Rambe Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...
Iriany dan Irvan
berbeda di setiap ruang dan HRT. peningkatan reaksi hidrolisis apabila nilai
Adanya penurunan nilai COD dari ruang COD telah menurun dalam limbah
I hingga IV, dimana semakin banyak (Broughton, 2009). Substrat hasil reaksi
ruang yang dilalui oleh substrat maka hidrolisis tersebut meliputi asam lemak
semakin besar penurunan nilai COD bebas, asam amino, glukosa yang
artinya semakin banyak partikel organik sangat bermanfaat untuk pertumbuhan
yang terdegradasi oleh mikroorganisme. bakteri anaerob dan pembentukan
Pada ruang IV dengan HRT 18 hari nilai produk lanjut (VFA) karena substrat ini
COD turun dari 10.640 mg/l (COD inlet) dapat masuk melalui membran sel
menjadi 5.760 mg/l (COD outlet), bakteri anaerob (Ahmad et al, 2000).
sedangkan pada HRT 12 hari diperoleh Bakteri jenis hidrolase yang sangat
penurunan dari 12.890 mg/L menjadi berperan dalam proses penguraian
6.830 mg/L dan pada HRT 6 hari dari senyawa polimer yang ada dalam
14.630 mg/L menjadi 7.960 mg/L. Proses limbah/substrat menjadi monomer-
pengambilan sampel dilakukan setiap monomer.
hari namun hanya untuk analisa pH dan Dalam reaktor bersekat anaerobik,
TS sedangkan untuk pengukuran COD dengan adanya aliran substrat (LCPKS),
dilakukan secara periodik yaitu pada sedimen yang terbentuk di ruang
awal variasi HRT dan akhir HRT degan pertama akan terdorong menuju ruang
tujuan untuk mengetahui penurunan berikutnya, demikian seterusnya hingga
partikel organik (COD) setaip variasi pada ruang terakhir dari reaktor (Foxon
HRT yang dilakukan. et al., 2006), tetapi CBR yang kecil akan
Penurunan nilai COD pada ketiga memperlama sebaran kontak limbah
HRT tepatnya di ruang 2-3 diperoleh dengan substrat. Dengan demikian
lebih kecil daripada ruang 1-2 dan 3-4. reaksi hidrolisis terus berlangsung,
Hal ini disebabkan oleh pada ruang 2-3 karena jutaan mikroorganisme anaerob
adalah fase statis dan decline (grafik ada dalam limbah yang sangat
pertumbuhan mikroorganisme) kompleks.
sedangkan pada ruang 1-2 dan 3-4 Untuk mengetahui pengaruh CBR
adalah tahap proses pertumbuhan. Laju pada reaksi hidrolisis yang terbentuk
pertumbuhan mikroorganisme berlaku dalam reaktor, dilakukan pendekatan
seperti siklus lingkaran dimulai dengan dengan pengukuran total solid (TS) yang
adanya fase pertumbuhan statis – terbentuk (Herawati et al., 2010).
decline/kematian (Angelidaki et al., Gambar 3 menunjukkan nilai TS yang
2004). Barber et al., (1999) cenderung berbeda pada setiap ruang
mengemukakan bahwa tidak ada namun perbedaan tersebut tidak begitu
perubahan secara substansi terhadap signifikan untuk kedua variasi CBR.
populasi mikroorganisme penghasil zat Secara umum untuk kedua variasi CBR,
asam turun sepanjang reaktor dalam laju penurunan TS pada HRT 18, 12 dan
limbah, dimana indikasinya dapat dilihat 6 hari berbeda sangat signifikan. Laju
dari penurunan konsentrasi COD nya. dekomposisi nilai TS untuk kedua CBR,
Waktu tinggal substrat dalam reaktor pada HRT 18 hari lebih tinggi daripada
juga sangat berpengaruh pada HRT 12 hari. Demikian juga dengan laju
penurunan nilai COD, dimana semakin dekomposisi nilai TS yang diperoleh
lama waktu tinggal (HRT) substrat maka pada HRT 12 hari lebih tinggi daripada
nilai COD akan semakin rendah, hal ini HRT 6 hari. Hal ini disebabkan oleh
disebabkan waktu yang diperlukan lamanya waktu mikroorganisme dalam
mikroorganisme dalam mendegradasi menguraikan senyawa organik dalam
partikel organik semakin lama sehingga limbah. Perubahan nilai TS pada HRT 18
nilai COD akan menurun. hari di ruang I dan II cenderung hampir
Pengamatan parameter COD sama dengan nilai TS pada HRT 12 dan
dilakukan untuk melihat hasil 6 hari, akan tetapi pada ruang III dan IV
intermediate reaction biogas yaitu reaksi hal tersebut berbeda.
hidrolisis. Indikator terjadinya
26
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30
27
Siti Masriani Rambe Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...
Iriany dan Irvan
28
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30
29
Siti Masriani Rambe Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...
Iriany dan Irvan
30
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41
Abstrak
Abstract
Bananas are a perishable commodity, necessitating further processing fluor substitution
flour is a refined products used as a biscuits raw material diversification treatment. The
hygienic way in the manufacture of bananas could be done by spray drying were utilize
the hot temperatures of a blower This study used a fluor substitution kepok (A1) and fluor
substitution. (A2) Having six variations of composition ratio of banana gedah flour, mung
bean flour and fish fluor on treatment (P) were P1 (1: 1.5: 1.5), P2 (1: 1: 1), P3 (1: 0.5 :
0.5), P4 (2: 0.5: 0.5), P5 (3: 0.5: 0.5), P0 (4: 0: 0) Testing the quality standards of SNI 01-
3841-1995 of banana gedah flour based treatment and 01-7111.2-2005 The results
showed that drying of banana gedah flour produced 3.62% water content for kepok fluor
substitution bananas and 3.73% for fluor substitution bananas, met the the quality
standards of SNI 01-3841-1995 with category A for quality. The best treatment on occured
on A1P1 obtained by comparison 1: 1.5: 1.5 All biscuits treatment with bananas fluor
substitution, fish flour and green bean flour met the quality requirements 01-7111.2-2005
except for the water content of banana gedah flour.
31
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani
32
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41
B. Metode Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan
dengan dua tahap. Tahap penelitian
awal adalah proses pembuatan tepung
pisang dari pisang kepok dan pisang
gedah. Masing-masing dari jenis pisang
ini dibuat tepung pisang dengan proses
sistem spray drying. Tahap kedua adalah
Gambar 1. Diagram alir alat pengering pembuatan biskuit. Tepung pisang
semprot (Spray dryer) dengan substitusi tepung kacang hijau
dan ikan sebagai sumber protein
Prinsip/proses spray drying :
dilakukan pembuatan biskuit.
- Penyemprotan, sambil mengaduk
Penelitian ini dilakukan dengan
cairan dengan gaya sentrifugal, dari
menggunakan variasi jenis pisang dan
tepi pinggiran yang berputar dengan
variasi komposisi bahan biskuit. Variasi
cepat atau dengan cara
adalah jenis pisang A1 : Pisang Kepok
memompanya dibawah tekanan,
dan A2 : pisang gedah dengan Faktor P
melalui suatu nozzle.
adalah perbandingan tepung pisang,
- Partikel-partikel kering jatuh ke dasar
tepung kacang hijau dan tepung ikan
ruang pengering.
yaitu P1 (1:1,5:1,5); P2 (1:1:1); P3
- Udara panas menguapkan kandungan
(1:0,5:0,5); P4 (2:0,5:0,5); P5 (3:0,5:0,5);
air bahan , sehingga terbentuk tepung
dan P0 (4:0:0) dengan ulangan satu kali.
butiran berongga kecil.
Penelitian ini bertujuan untuk
Proses Kerja Tahapan Penelitian
menghasilkan teknologi pengolahan
1. Proses Pembuatan Tepung Pisang
tepung pisang dengan sistem spray
- Buah pisang kepok dan gedah
drying dan paket teknologi pengolahan
mengkal (tua) ditimbang sesuai
biskuit dengan penambahan tepung
keperluan dan selanjutnya dilakukan
pisang dan beberapa bahan tambahan
penghilangan getah dengan cara
lainnya.
perendaman dalam larutan garam
0,3% selama 20 menit, kemudian
BAHAN DAN METODE
pisang dikupas dan direndam dalam
larutan asam sitrat 0,5% selama 15
A. Bahan dan Alat
menit.
Bahan kimia yang digunakan pada
- Pisang selanjutnya dikupas dan
penelitian ini adalah sodium metabisulfit,
dipotong-potong, kemudian
asam askorbat, asam sitrat, alkohol 70%,
direndam dalam campuran larutan
aquades dan garam. Bahan utama yang
Na-Metabisulfit 2 g/l, kapur sirih 2 g/l
digunakan pada penelitian ini adalah
dan air selama 10 menit dengan
pisang mentah 2 jenis yaitu pisang kepok
kondisi terendam.
(Musa paradisiaca L) dan pisang gedah
- Potongan pisang ditambahkan air
(Musa padadica L), tepung kacang hijau,
dengan perbandingan 1kg : 2 liter air
tepung ikan patin, telur, gula, mentega,
dihancurkan dengan blender
tepung maizena.
menjadi bubur pisang, bubur pisang
Alat utama yang digunakan pada
ditambahkan 0,4% asam askorbat
penelitian ini adalah spray dryer, stirrer
dan disaring.
dan oven pemanggang. Sedangkan alat
- Bubur pisang dimasukkan ke dalam
lain yang diperlukan adalah gas elpiji,
alat spray dryer. Teknik spray drying
alumunium foil, lap tangan, pisau
adalah suatu proses dengan cara
stainless, panci stainless, drum stainless,
menyemprotkan larutan tekanan
33
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani
melalui aliran udara panas lebih menghasilkan pisang yang lebih mudah
kurang pada suhu 65ºC. Tepung pengupasannya dan daging yang
pisang yang telah terbentuk dan dihasilkan masih terlihat segar.
kering, dikemas dalam plastik, siap Sedangkan untuk perendaman
untuk di analisa sesuai SNI 01-3841- dalam larutan air kapur berdasarkan
1995. penelitian bahwa pada waktu proses
- Tepung pisang yang dihasilkan pengeringan pembuatan tepung
dipergunakan sebagai bahan baku pisang, bubur pisang yang digunakan
untuk pembuatan biskuit. tidak menggumpal (Suprapto, 2006)
- Analisa tepung pisang meliputi bau, sedang perendaman dalam larutan Na-
rasa, warna, kadar air, timbal, zink, metabisulfit (2 g/l) akan menghasilkan
angka lempeng total, Echerichia coli, warna tepung pisang yang lebih baik
Salmonella, kapang dan khamir. serta perendaman dengan sulfit akan
menghambat terjadinya reaksi
2. Proses Pembuatan Biskuit pencoklatan baik secara enzimatis
- Bahan utama pembuatan biskuit maupun non enzimatis (Hudaida, 2003).
adalah tepung pisang pengganti dari Menurut Suprapto (2006) juga, perlakuan
tepung beras dengan substitusi perendaman dalam larutan natrium
tepung kacang hijau dan tepung ikan metabisulfit pada pengolahan tepung
patin. pisang akan menghasilkan gas SO 2 yang
- Bahan tambahan lainnya adalah dapat mencegah reaksi pencoklatan atau
margarin, gula halus, kuning telur dapat menjadikan bahan mempunyai
dan tepung maizena. warna lebih putih.
- Proses pembuatan biskuit dilakukan Pada Tabel 1 dapat terlihat bahwa
pengadukan margarin, gula halus, tepung pisang dilakukan pengujian untuk
kuning telur, tepung maizena, parameter uji sesuai dengan syarat
tepung pisang, dan campuran mutu tepung pisang SNI 01-3841-1995
tepung kacang hijau dan tepung kategori mutu A. Proses pembuatan
ikan, sampai terbentuk adonan. tepung pisang adalah dengan proses
Kemudian adonan dicetak dengan pengeringan yang dilakukan
cetakan biskuit dan di masak menggunakan alat spray dryer. Hasil
dengan oven pemanggang selama pengujian rasa, warna dan benda asing
15 menit dengan suhu ± 150ºC menghasilkan nilai yang sesuai standar.
sampai matang. Pada dasarnya baik tepung pisang
- Biskuit yang dihasilkan dilakukan yang terbuat dari pisang kepok atau
pengujian sesuai syarat mutu biskuit pisang gedah mempunyai syarat mutu
makanan pendamping ASI bagian 2: sama yaitu sesuai SNI 01-3841-1995.
Biskuit yang dipersyaratkan SNI 01- Pada tabel 1 terlihat bahwa mutu kadar
7111.2-2005. air tepung pisang kepok lebih besar
yaitu sebesar 3,72% dibandingkan mutu
HASIL DAN PEMBAHASAN kadar air pisang gedah yaitu sebesar
3,62%. Begitupun dengan warna yang
A. Tepung Pisang dihasilkan oleh pisang kepok berwarna
Tahap awal pembuatan tepung putih dibandingkan pisang gedah yang
pisang adalah pengupasan kulit pisang agak kecoklatan. Warna putih tersebut
dengan cara perendaman menggunakan diharapkan pada proses pembuatan
larutan garam (NaCl). Hal ini dilakukan biskuit akan menghasilkan warna biskuit
karena menurut penelitian Hadi Suprapto yang disukai. Dengan hasil pengujian
(2006), bahwa pengelupasan kulit pisang tersebut dapat disimpulkan bahwa
dengan cara perendaman jauh lebih baik pisang kepok lebih baik bila
dibandingkan pengelupasan pada dibandingkan dengan pisang gedah
umumnya yang sudah dilakukan. Proses untuk pembuatan tepung pisang.
pengelupasan kulit pisang dengan Pada pengujian serangga dan
perendaman dalam air garam benda asing menghasilkan hasil tidak
34
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41
35
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani
Kadar air pisang kepok untuk terbuat dari tepung pisang gedah (A1P0)
perlakuan lain A1.P5 (4,5%), A1.P4 sebesar 1,49% . Kadar abu yang tinggi
(4,57%), A1.P3 (4,68%), A1.P0 (4,75%) ini dapat meningkatkan kadar abu pada
dan A1.P2 (4,76%). Hasil analisa kadar biskuit yang dihasilkan. Dari hasil uji
air secara keseluruhan dapat dilihat pada lanjut menunjukkan bahwa biskuit yang
Gambar 2. terbuat dari pisang kepok dengan
perlakuan 1: 0,5 :0,5 (A2.P1) yang
mempunyai kadar abu rendah yaitu
sebesar 2,26% hal ini dikarenakan kadar
abu pada tepung pisang kepok lebih
kecil daripada tepung pisang gedah.
2. Kadar abu
Kadar abu dikenal sebagai unsur
mineral atau zat organik. Abu merupakan
salah satu komponen dalam bahan
makanan. Komponen ini terdiri dari
mineral-mineral seperti kalium, fosfor,
natrium, dan tembaga. Dalam tubuh Gambar 3. Hasil analisa kadar abu biskuit
unsur-unsur mineral ada yang
bergabung dengan zat organik atau ion- 3. Kadar protein
ion bebas, di dalam tubuh unsur mineral Protein digunakan untuk
berfungsi sebagai zat pembangun dan pertumbuhan dan pemeliharaan sel
pengatur. Jumlah mineral dalam tubuh tubuh. Pada anak-anak, pertumbuhan
harus dalam batas optimal. Hal ini berlangsung secara bertahap dan yang
disebabkan karena kelebihan dan paling penting terlihat jelas adalah
kekurangan mineral dapat mengganggu pertumbuhan ukuran badan (berat dan
kesehatan. tinggi badan). Pemenuhan kebutuhan
Dari Gambar 3 terlihat bahwa kadar protein bagi anak-anak sebaiknya
abu biskuit berkisar antara 2,26 - 2,46% disediakan protein yang bermutu tinggi
untuk biskuit yang terbuat dari tepung (kelengkapan asam amino).
pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit Anak-anak membutuhkan protein
yang terbuat dari tepung pisang gedah sekitar 2-4 g/kg berat badan pada
berkisar antara 2,30-2,69%. Berdasarkan awalnya. Pemberian di atas kisaran yang
persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dipersyaratkan dapat membuat beban
dimana kadar abu maksimal yang ginjal bertambah berat sedangkan
dipersyaratkan adalah maksimum 3,5%, pemberian dibawah 2 g/kg berat badan
maka semua perlakuan biskuit yang dapat berdampak pada malnutrisi
terbuat dari tepung pisang kepok protein. Berdasarkan AKG (angka
maupun tepung pisang gedah memenuhi kecukupan gizi) kebutuhan protein untuk
persyaratan tersebut hal ini dikarenakan usia 1 tahun sebesar 25 g/hari. Untuk
kandungan kadar abu pada tepung mendapatkan biskuit dengan mutu
pisang relatif kecil, dapat terlihat pada protein tinggi yang dianalogikan setara
perlakuan P0. mutu protein ASI, dapat dilakukan
Kadar abu biskuit yang terbuat dari dengan menambahkan sumber protein
tepung pisang kepok (A1P0) sebesar hewani dan nabati dalam formula biskuit
1,40% sedangkan kadar abu biskuit yang (Nurhidayati, 2011).
36
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41
4. Kadar lemak
Lemak merupakan sumber energi
yang efisien. Dengan melihat anatomi
lambung anak-anak yang kecil
(kapasitas terbatas), kepadatan energi
dapat tercapai dengan menambahkan
lemak atau minyak. Dengan demikian
jumlah asupan terbatas, kebutuhan
energi dapat terpenuhi. Lemak
memberikan asam lemak esensial yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan
Gambar 4. Hasil analisa kadar protein biskuit perkembangan otak serta organ penting
lain. Komposisi lemak atau minyak perlu
Dari Gambar 4 terlihat bahwa kadar diperhatikan jumlah maupun mutunya
protein biskuit dengan berbagai pada saat akan melakukan formulasi
perlakuan berkisar antara 3,82-14,7% biskuit.
untuk biskuit yang terbuat dari tepung Lemak menyumbangkan energi
pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit sekitar 30% dari total energi, bahkan
yang terbuat dari tepung pisang gedah untuk bayi bisa sampai 35% dalam
berkisar antara 3,76-14,5%. Berdasarkan kondisi komposisi asam lemak
persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 seimbang. Apabila jumlah lemak lebih
dimana kadar protein yang kecil dari 22% dari total energi maka
dipersyaratkan adalah minimum 6%, akan terlihat adanya kecenderungan
maka semua perlakuan biskuit yang defisiensi vitamin larut lemak (vitamin A,
terbuat dari tepung pisang kepok D, E, dan K) dimana vitamin-vitamin ini
maupun tepung pisang gedah memenuhi berfungsi sebagai antioksidan. Untuk
persyaratan tersebut kecuali untuk mendapatkan mutu lemak tinggi yang
biskuit yang tanpa perlakuan (P0). dianalogikan setara mutu lemak ASI,
Kadar protein biskuit yang terbuat dapat diupayakan dengan melakukan
dari tepung pisang kepok (A1.P0) komplementasi sumber lemak hewani
sebesar 3,82% sedangkan kadar protein dan nabati dalam formulasi biskuit.
biskuit yang terbuat dari tepung pisang Lemak memiliki efek shortening pada
gedah sebesar 3,76%, hal ini makanan yang dipanggang seperti
dikarenakan tepung pisang memiliki biskuit, kue kering, dan roti sehingga
kadar protein yang rendah. Hasil ini menjadi lebih lezat dan renyah. Lemak
didukung oleh pendapat Rochajatien dan nantinya akan memecah strukturnya
Wibowotomo (2001), tepung pisang kemudian melapisi pati dan gluten,
memiliki kadar protein 4,40% sehingga dihasilkan biskuit yang renyah.
dibandingkan dengan tepung kacang Lemak dapat memperbaiki struktur fisik
hijau yang memiliki kadar protein 18,19% seperti pengembangan, kelembutan,
dan kandungan protein pada ikan cukup tekstur, dan aroma.
tinggi yaitu sebesar 68,12% (Tarigan, Dari Gambar 5 terlihat bahwa kadar
2003). Kadar protein yang tinggi ini dapat lemak biskuit dengan berbagai perlakuan
meningkatkan kadar protein pada biskuit berkisar antara 27,6-35,3% untuk biskuit
yang dihasilkan. Dengan demikian yang terbuat dari tepung pisang kepok.
semakin banyak substitusi tepung ikan Sedangkan untuk biskuit yang terbuat
dan tepung kacang hijau maka kadar dari tepung pisang gedah berkisar antara
protein semakin tinggi. Dari hasil 30,5- 38,6%. Berdasarkan persyaratan
pengujian menunjukkan bahwa biskuit biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana
yang terbuat dari tepung pisang kepok kadar lemak yang dipersyaratkan adalah
dengan perlakuan A1.P1 (1:0,5:0,5) yang minimum 6%, maka semua perlakuan
biskuit yang terbuat dari tepung pisang
37
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani
kepok maupun tepung pisang gedah vitamin A, E dan D serta sebagai flavor
memenuhi persyaratan tersebut. Dari adalah diasetil, lakton, butirat dan laktat.
hasil pengujian menunjukkan bahwa Tujuan penambahan lemak bahan
biskuit yang terbuat dari tepung pisang pangan ialah untuk memperbaiki rupa
gedah dengan perlakuan A2.P3 (1: 0,5 dan struktur fisik bahan pangan,
:0,5) yang mempunyai kadar lemak menambah nilai gizi dan kalori serta
tinggi yaitu sebesar 38,6%. memberikan cita rasa yang gurih .
5. Kadar karbohidrat
Karbohidrat mempunyai peranan
penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan seperti warna, rasan
dan tekstur. Fungsi utama karbohidrat
adalah menyediakan energi bagi tubuh,
karbohidrat merupakan sumber utama
energi dalam tubuh. Karbohidrat
membantu pengeluaran feses dengan
cara mengatur peristaltik usus dan
memberi bentuk pada feses. Selulosa
Gambar 5. Hasil analisa kadar lemak biskuit dalam serat makanan mengatur
peristaltik usus, sedangkan hemiselulosa
Kadar lemak yang tinggi pada dan pektin mampu menyerap banyak air
perlakuan penambahan tepung dalam usus besar sehingga memberi
pisang:tepung kacang hijau:tepung ikan bentuk pada sisa makanan yang akan
disebabkan karena perbandingan antara dikeluarkan. Serat makanan berfungsi
tepung ikan yang mendekati tepung mencegah konstipasi, dengan demikian
pisang sehingga kadar lemak yang kadar karbohidrat yang rendah dapat
terkandung pada biskuit tinggi. Selain itu mengakibatkan terjadinya konstipasi
juga lemak dapat dihasilkan dari pada anak-anak.
penambahan mentega dan telur pada
proses pembuatan biskuit. Setiap 100 g
daging buah pisang masak menghasil-
kan kalori sebesar 68-127 kcal. Ditinjau
dari nilai gizinya, daging buah pisang
mengandung lemak 0,3%. (Soemarni M.
S, 2011). Selain itu penambahan kadar
lemak berasal dari telur. Telur
merupakan salah satu bahan pangan
yang paling lengkap gizinya.
Komposisinya terdiri dari lemak 5 gram,
vitamin dan mineral di dalam 50 gram
telur. Disamping tepung dan telur, Gambar 6. Hasil analisa karbohidrat biskuit
mentega juga meningkatkan kadar lemak
pada biskuit. Dari Gambar 6 terlihat bahwa kadar
Mentega dianggap sebagai lemak karbohidrat biskuit pada berbagai
yang paling baik diantara lainnya karena perlakuan berkisar antara 47,8 - 62,4%
rasanya yang menyakinkan serta aroma untuk biskuit yang terbuat dari tepung
yang begitu tajam, karena lemak pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit
mentega berasal dari lemak susu hewan. yang terbuat dari tepung pisang gedah
Lemak mentega sebagian besar terdiri berkisar antara 43,2 - 58,1%.
dari asam palmitat, oleat dan stearat Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-
serta sejumlah kecil asam butirat dan 7111.2-2005 dimana kadar karbohidrat
asam lemak jenis lainnya. Bahan lain yang dipersyaratkan adalah minimum
yang terdapat dalam jumlah kecil adalah 30%, maka semua perlakuan biskuit
38
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41
39
Chasri Nurhayati Teknologi Mutu Tepung Pisang ...
Oktavia Andayani
40
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41
41
42
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap
karakteristik kompon karet dengan menggunakan bahan pengisi arang aktif tempurung
kelapa dan nano silika sekam padi. Kompon karet yang digunakan dalam penelitian ini
bahan pengisi dari arang aktif tempurung kelapa 10 phr dan nano silika sekam padi 40
phr. Rancangan percobaan meliputi variasi suhu 60°C, 70°C dan 80°C dan lama
penyimpanan kompon karet, yaitu 1 hari, 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Percobaan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan lama
penyimpanan kompon karet berpengaruh terhadap karakteristik kompon karet, pada
parameter kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis.
Karakteristik kompon karet untuk kekerasan, tegangan putus dan perpanjangan putus
setelah pengusangan untuk semua perlakuan memenuhi syarat mutu kompon karet
bantalan dermaga, sesuai SNI06-3568-2006. Ketahanan kikis untuk semua perlakuan
kompon karet setelah pengusangan memenuhi karakteristik kompon karet di pasaran,
kisaran 400 – 600 cm3.
Kata kunci : karakteristik kompon karet, lama penyimpanan, suhu
Abstract
The objectives research is to examines the effect of temperature and storage time to
characteristics ofrubber compoundthat was added with the fillers of activated coconut
shell carbon and nano silica from rice husks. Rubber compound in this study is the use of
a filler treatment activated coconut shell carbon 10 phr and nano silica from rice husks 40
phr. Experimental design include variations in temperature 60°C, 70°C and 80°C and
storage time 1 day, 3 days, 5 days and 7 days, with three (3 ) repetition. The results
showed temperature and storage time affects the characteristics of the rubber compound
rubber compound , for the parameters of hardness , tensile strength , elongation at break
and abrasion resistance. Characteristics rubber compound for hardness, tensile strength,
elongation at break after ageing met the requirements of the Indonesian National
Standards for pads dock rubber compound SNI06-3568-2006. Abrasion resistance rubber
compound for all treatments after ageing the characteristics of rubber compound on the
market , the range of 400-600 cm3.
Keywords : rubber compound characteristics, storage time, temperature
43
Popy Marlina Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...
Filli Pratama, dkk
44
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51
45
Popy Marlina Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...
Filli Pratama, dkk
46
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51
Hasil pengujian kekerasan kompon karet ukuran partikel yang lebih kecil, yaitu 350
setelah pengusangan dapat dilihat pada – 400 nm. Semakin kecil ukuran partikel,
Gambar 2. pori-pori nano silika sekam padi akan
semakin besar, maka luas permukaan
65 63
64 nano silika semakin bertambah.
63
Kekerasan (Shore A)
47
Popy Marlina Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...
Filli Pratama, dkk
S3W2
S1W1
S1W2
S1W3
S1W4
S2W1
S2W2
S2W3
S3W1
S3W3
S3W4
S1W4
S2W1
S2W2
S2W3
S2W4
S3W1
S3W2
S3W3
S3W4
Kombinasi Perlakuan
428 427425 427 426 426
Ketahanan Kikis (cm3)
426 424
Gambar 5. Perpanjangan Putus (N/mm2) 422 423
424
Kompon Karet Setelah 421
422 420
Pengusangan 419
420
418 417
Nilai kemunduran perpanjangan
416
putus setelah pengusangan tidak
414
signifikan dengan nilai perpanjangan
412
putus sebelum pengusangan. Hal ini
S1W4
S1W1
S1W2
S1W3
S2W1
S2W2
S2W3
S2W4
S3W1
S3W2
S3W3
S3W4
49
Popy Marlina Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...
Filli Pratama, dkk
50
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51
51
52
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61
Abstrak
Vulkanisir ban luar dump truck impor dan lokal telah dilakukan karakterisasi sebagai
dasar untuk membuat model pengembangan formula vulkanisir ban luar dump truck.
Bahan yang digunakan antara lain karet alam SIR 20, Elastomer Termoplastik (inserting
ETP), carbon black, silica dan fly ash. Hasil pengujian menunjukkan, penambahan ETP
pada karet alam SIR 20 untuk vulkanisir ban luar dump truck dapat meningkatkan
kekerasan 3,03%, kuat tarik 3,87%, kuat sobek 15,46%, modulus 100% dengan nilai
36,28%, modulus 300% dengan nilai 27,71% dan abrasi = 52,46%. Pengujian sifat
mekanik pada kondisi segar setelah proses penuaan (aging) dan setelah diberi paparan
ozon 25 pphm selama 3x24 jam pada suhu 40°C menunjukan, penambahan ETP
memberikan efek positif pada beberapa sifat mekanik. Hasil pengujian SEM-EDS
menunjukan penambahan ETP dapat melindungi karet alam dari serangan ozon. Fly
ash yang ditambahkan pada formula kompon memiliki kecenderungan berikatan satu
sama lain, sehingga pada proses pembuatan formula dikembangkan suatu inovasi
pencampuran dengan coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69.
Kata Kunci : karet alam, ETP, carbon black, fly ash, kompon ban luar dump truck.
Abstract
Retread tire dump trucks imported and local characterization has been performed as a
basis for modeling the development of a formula dump truck tire retreading. Materials
used include natural rubber SIR 20, Thermoplastic Elastomer (inserting ETP), carbon
black, silica and fly ash. The test results showed that the addition of the ETP on natural
rubber SIR 20 for retread tire dump trucks can increase the hardness of 3.03%, 3.87%
tensile strength, tear strong 15.46%, 100% modulus with a value of 36.28%, the
modulus 300% with a value of 27.71% and 52.46% abrasion value. Testing of
mechanical properties in fresh condition after aging (aging) and after ozone exposure
given PPHM 25 for 3x24 hours at a temperature of 40°C shows, the addition of ETP a
positive effect on some mechanical properties. The test results showed the addition of
SEM-EDS ETP can protect natural rubber from ozone attack. Fly ash is added to the
compound of formula has a tendency to bind to one another, so that the process of
making the formula developed an innovative mixing with coupling agent Si type of PEG
400 and 69.
Keywords: natural rubber, ETP, carbon black, fly ash, dump truck tire compound.
53
Nasruddin Model Pengembangan Formula Kompon ...
Sudirman, dkk.
54
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61
55
Nasruddin Model Pengembangan Formula Kompon ...
Sudirman, dkk.
56
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61
penambahan silika dan carbon black 5 Modulus 100% D 412 28,1 30,5
6 Modulus 300% D 412 87,8 108,4
pada compund ban truck berdampak 7 Compretion
% D 395 45,2
Set
pada peningkatan hardness, tensile 8 Berat Jenis g/ ml D 297 1,19
strenght, alongation at break, 9 Abrasi DIN D 2228 201,4
10 Ozon (25 pphm, No
compretion set dan abration. Setruktur o
40 C, 76h) Crack
carbon black seperti terlihat pada
(Gambar 3) dari hasil pengujian Hasil pengujian sampel B dan
mempunyai bentuk morfologi dengan sampel T dibandingkan dengan hasil
ukuran aggregate yang berbeda sangat pengujian formula CF-1 terhadap sifat
signifikan (Tabel 3). mekaniknya (Gambar 4) berdasarkan
Hasil pengujian sifat mekanik hasil uji, sampel formula CF-1
sampel T dan sampel B serta hasil mempunyai sifat mekanik yang lebih baik
karakterisasi ukuran aggregate carbon jika dibandingkan dengan sampel B dan
black dijadikan permodelan untuk sampel T.
menyusun formula kompon vulkanisir
ban luar dump truck (Tabel 4).
Tabel 4. Formula Fly Ash
57
Nasruddin Model Pengembangan Formula Kompon ...
Sudirman, dkk.
58
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61
59
Nasruddin Model Pengembangan Formula Kompon ...
Sudirman, dkk.
dengan fly ash dan bahan pembentuk penelitian melalui program Insentif
kompon dengan rasio pengembangan Riset Sistem Inovasi Nasional
formula (Tabel 6). Tahun 2013 (INSINas – 2013).
Hasil pengujian sifat mekanik (Tabel 2. Kepala Balai Riset dan
7) dengan memperhatikan sifat kuat Standardisasi Industri Palembang.
tarik, kuat sobek dan abrasi, karena 3. Kepala Pusat Teknologi Bahan
sampel yang dibuat ditujukan untuk Industri Nuklir (PTBIN-BATAN).
produk vulkanisir ban, maka secara garis 4. Kepala Pusat Teknologi Industri
besar formula yang dihasilkan memiliki Proses (PTIP-BPPT).
nilai sifat mekanik (mechanical 5. Kepala Pusat Penelitian Kimia (P2K-
properties) yang paling baik. LIPI).
Penambahan fly ash sebagai bahan 6. Direktur PT. Agronesia – Inkaba
pengisi pada proses selanjutnya Bandung. Fasilitas Penelitian.
berpengaruh terhadap hasil uji dari
kompon vulkanisir yang dibuat. Struktur DAFTAR PUSTAKA
carbon black dan fly ash menentukan
komposisi optimal filler di dalam Balberg, I. (2002). A comprehensive
komposit kompon bermatriks polimer. picture of the electrical phenomena
in carbon black–polymer
KESIMPULAN composites. Carbon. 40: 139-143.
Bhuana, K.S. (1990). Teori Vulkanisasi
Penambahan ETP pada karet alam Karet. Pusat Penelitian Perkebunan
SIR 20 dapat meningkatkan sifat Bogor. Di dalam Indriati, T. (2004).
mekanik (hardness 3,03%, tensile Pengaruh Kadar Karet Kering dan
strenght 3,87%, tear srengh 15,46%, Umur Pemeraman RMFP Lateks
modulus 100% dengan nilai 36,28%, Sentrifusi terhadap Karakteristik
modulus 300% dengan nilai 27,71%). Serat Sabut Kelapa Berkaret.
Pengujian sifat mekanik pada kondisi (Skripsi). Bogor: IPB.
segar, setelah proses penuaan (aging) Coran, A.Y., dan Patel, R. (1981).
dan setelah diberi paparan ozon 25 Elastoplastic Compositions of Cured
pphm selama 3x24 jam suhu 40°C Diene Rubber and Polypropylene, U.
menunjukan penambahan ETP S. Patent No. 4,271,049.
memberikan efek positif pada beberapa Diah, D.L, Muhayatun, dan Adventini, N.
sifat mekanik. (2010). Karakteristik Unsur Pada
Fly ash yang ditambahkan pada Abu Dasar dan Abu Terbang
formula kompon vulkanisir ban memiliki Batubara Menggunakan Analisis
kecenderungan berikatan satu sama lain. Aktivasi Neutron Instrumental. Jurnal
Pengembangan formula dengan coupling Sains dan Teknologi Nuklir. XI(1):
agent jenis PEG 400 dan Si 69 terjadi 27-34.
percepatan distribusi fly ash yang Li, Z. H., Zhang, J., dan Chen, S.J.
ditambahkan lebih sempurna pada (2008). Effects of carbon blacks with
vulkanisat yang dihasilkan. Hasil inovasi various structures on vulcanization
proses, terjadinya peningkatkan interaksi and reinforcement of filled ethylene-
antara fly ash dan polimer karet alam. propylene-diene rubber. Express
Hasil pengujian sifat mekanik dengan Polymer Letters. 2(10): 695–704.
memperhatikan sifat kuat tarik dan kuat Lu, Y., Zhang, J., Chang, P., Quan, Y.,
sobek sampel dengan penambahan fly dan Chen, Q. (2010). Effect of filler
ash murni memiliki nilai sifat mekanik on compression set, compression
yang paling baik. stress strain behaviour, and
mechanical properties of polysulfide
UCAPAN TERIMA KASIH sealants. J.Appl.Polym.Sci. 120:
2001-2007.
1. Kementerian Riset dan Teknologi Manoj, K.C., Kumari, P., dan Unnikrish
sebagai penyandang dana kegiatan nan, G. (2011). Cure Properties,
60
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61
61
62
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69
Abstrak
Telah dilakukan penelitian pengaruh adsorben bentonit pada proses pemucatan minyak
inti sawit. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktorial
dimana faktor pertama yaitu persentase bentonit w/v (1%, 2% dan 3%) dan faktor kedua
yaitu volume minyak inti sawit (100 ml, 200 ml dan 300 ml). Percobaan dilakukan dengan
pembuatan minyak inti sawit melalui pressing pada 10 g/cm2 dan dilanjutkan dengan
proses perendaman minyak dengan adsorben pada suhu 105°C selama 1 jam. Produk
minyak diuji kualitasnya meliputi parameter warna, bau, rasa, kadar air, kadar asam
lemak sesuai dengan standar uji SNI 01-2901-2006, sedangkan parameter minyak
pelikan diuji dengan saponifikasi alkohol-KOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase bentonit berpengaruh signifikan terhadap kualitas minyak untuk warna saja,
sedangkan parameter lain tidak dipengaruhi oleh adanya bentonit sebagai adsorbent.
Kondisi optimum yaitu 2% bentonit pada volume minyak 200 ml, dimana hasil warnanya
mendekati kuning sesuai dengan yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia.
Kata kunci: bentonit, minyak inti sawit, pemucatan, warna
Abstract
Research on the effect of bentonite as adsorbent in the bleaching process of palm kernel
oil was conducted. The study was designed using complete randomized design with 2
factors; the first factor was the percentage of bentonite as weight of volume: 1%, 2% and
3%, and the second factor was the volume of palm kernel oil: 100 ml, 200 ml and 300 ml.
Firstly, experiment started by producing kernel oil by pressing the raw material at 10
g/cm2 and continued with the process of immersion with adsorbent at a temperature of
105°C for 1 hour. Oil products was tested according to the procedures of Coconut Palm
Oil qualities include color, odor, taste, moisture content, free fatty acid levels in based on
SNI 01-2901-2006 test standards, while pelicans oil parameter was tested by alcohol-
KOH saponification process. The results showed that the percentage of the bentonite
significantly effect on oil quality for color only, while the other parameters were not
affected by the presence of the bentonite as an adsorbent. The processing optimum
condition was 2% bentonite soaked 200 ml oil volume, which resulted yellow color as
close as required in accordance with SNI.
Keywords: bentonite, bleaching, palm kernel oil, color
63
Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...
cokelat hitam. Inti sawit mengandung produk yang dapat diterima oleh
lemak, protein, serat dan air. Pada pengguna minyak inti sawit.
pemakaiannya lemak yang terkandung
didalamnya disebut minyak inti sawit BAHAN DAN METODE
dan ampas atau bungkilnya yang kaya
protein digunakan sebagai bahan A. Bahan dan Alat
makanan ternak. Kadar minyak dalam Bahan yang digunakan dalam
inti kering adalah 44 – 53%. (Brahmana, penelitian ini antara lain minyak inti
1999). sawit, bentonit, etanol 96%, n-heksane,
Penggunaan minyak sawit dan inti phenolptalen (PP), KOH, HCl, gliserol,
sawit melalui industri oleo kimia, NaOH, Na2SO4, kloroform, anilin,
sebagian besar sebagai bahan aluminium foil, kertas saring.
pembuatan sabun, detergen dan Peralatan yang digunakan dalam
surfaktan dan lain-lain. penelitian ini adalah antara lain, digester
Kualitas minyak inti sawit salah yang dilengkapi agitator, blade, heating
satunya diindikasikan melalui warna coil dan biuret.
produk. Zat warna alami minyak sawit
adalah alfa dan beta karoten, zat warna B. Metode Penelitian
lain yang terdapat dalam minyak inti Pembuatan Minyak Inti Sawit
sawit kasar dapat berasal dari hasil Biji inti sawit dikeringkan selama 1
degradasi zat warna alami yang hari. Selanjutnya biji inti sawit dipress
dihasilkan selama pengolahan dan pada tekanan 10 kg/cm untuk
penyimpanan sumber minyak yang tidak mengeluarkan minyak dari inti sawit.
baik. Minyak inti sawit yang dihasilkan berupa
Untuk menghilangkan adanya cairan keruh berwarna kuning kehitaman
berbagai warna yang tidak disukai maka didiamkan.
pada minyak inti sawit kasar harus Proses Pemucatan.
dilakukan pemucatan. Hal ini biasanya 1. Penyaringan minyak inti sawit
dilakukan dengan proses hidrogenasi, dilakukan dengan kertas saring
penambahan suatu pelarut, pemanasan, whatman 40.
adsorpsi (biasanya dilakukan dengan 2. Dilakukan variasi pencampuran
adsorben bentonit dan zeolit). minyak inti sawit sebanyak 100 ml,
Bentonit merupakan mineral alumina 200 ml dan 300 ml dengan bentonit 1
silikat hidrat yang termasuk dalam %,2 % dan 3% (Desain Rancangan
pilosilikat, atau silikat berlapis yang Acak Lengkap dengan 2 faktor yaitu
terdiri dari jaringan tetrahedral (SiO4)2- volume minyak dan persentase
yang terjalin dalam bidang tak hingga bentonit, percobaan dilakukan 3
membentuk jaringan anion (SiO3)2- pengulangan untuk masing-masing
dengan perbandingan Si/O sebesar 2/5. perlakuan)
Rumus kimia umum bentonit adalah 3. Campuran tersebut dipanaskan pada
Al2O3.4SiO2.H2O. Kandungan montmori suhu 105°C sambil diaduk selama 30
lonit dalam bentonit sebesar 85% menit. Sampel uji diambil pada menit
(Endang, 1996). ke 20 sebanyak 3 contoh.
Pemucatan ini dilakukan dengan 4. Preparasi sampel dilakukan terlebih
memanfaatkan bentonit sebagai dahulu dengan penyaringan
pengganti zeolit alam teraktivasi yang pemisahan dari bentonit
selama ini lazim digunakan sebagai menggunakan kertas saring yang
bleaching. sama.
Penelitian ini bertujuan untuk 5. Pengujian warna, bau dan rasa, kadar
mengetahui keadaan optimum air, asam lemak bebas dilakukan
penggunaan bentonit sebagai pemucat sesuai dengan prosedur uji SNI 01-
minyak inti kelapa sawit sehingga akan 2901-2006 I Minyak Kelapa Sawit,
didapatkan kondisi proses pemucatan sedangkan untuk uji minyak pelikan
yang dapat menghasilkan kualitas
64
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69
dilakukan dengan uji alkohol-KOH Karoten bersifat tidak stabil pada asam,
seperti proses penyabunan. dan suhu tinggi dan jika minyak dialiri
uap panas, maka warna kuning akan
HASIL DAN PEMBAHASAN hilang, dan karoten juga bersifat aseptor
proton.
Tabel 1 menunjukkan hasil uji
kualitas minyak sawit hasil
pengepressan yang dilakukan pada
10psi menggunakan variasi persentase
bentonit (w/v) 1%, 2% dan 3% serta
volume minyak inti sawit 100 ml, 200 ml
dan 300 ml.
65
Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...
100 ml
peluang ketengikan terjadi lebih awal
200 ml
dibandingkan dengan setelah beberapa
10 300 ml
waktu penyimpanan.
C. Kadar Air
0 Kadar air menjadi peran penting
0 jumlah
1 pemucat
2 (%) 3 4 dalam Ketengikan minyak merupakan
Gambar 2. Hubungan antara Persentase salah satu bentuk kerusakan yang
Pemucat dengan warna yang disebabkan oleh aksi oksigen terhadap
dihasilkan lemak bebas dalam produk. Walaupun
ketengikan juga dapat disebabkan oleh
B. Bau dan Rasa aktivitas enzim, proses hidrolisis dan
Deteksi awal kerusakan minyak reversi. Air dalam produk minyak
dapat dicirikan dengan bau dan rasa biasanya terdapat dalam berbagai
yang ada, hal ini berhubungan erat bentuk diantaranya air bebas sebagai
dengan kandungan asam lemak tak molekul yang bergerak aktif dan air yang
jenuh dalam produk yang nantinya akan terikat secara lemah akibat hidrolisis, air
memicu terjadinya oksidasi dan berujung teradsorpsi pada permukaan
pada rancidity minyak, kualitas minyak makromolekuler seperti zat warna,
akan menurun (Susanto, 2013). protein, pectin, selulosa pada pengotor
Proses oksidasi dapat berlangsung minyak (Susanto, 2012).
jika terjadi kontak langsung antara Pemanasan pada suhu 105°C
minyak dengan oksigen. Pada proses ini menyebabkan air bebas yang tidak
terikat pada molekul akan dapat
66
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69
67
Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...
68
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69
69
70
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimal variasi bahan pewarna
alami dan mengkaji karakteristik kompon karet yang dihasilkan. Penelitian dan pengujian
laboratorium dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang dan PT.
Kobe Internasional Mandiri Bandung. Penelitian ini menggunakan konsentrasi pewarna 5
phr dan 4 (empat) variasi pewarna yaitu Formula A : Tepung kulit manggis, Formula B :
Tepung kunyit, Formula C : Tepung kayu secang dan Formula D : Pewarna sintetis
sebagai kontrol. Parameter yang diamati Kekerasan, Shore A (ASTM D. 2240-1997),
tegangan putus, kg/cm 2 (ISO 37, 1994), Perpanjangan Putus (%), ketahanan ozon 50
pphm, 20%, 24 jam, 40°C dan total perbedaan warna. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Perlakuan yang baik adalah formula C : Tepung kayu secang dengan hasil uji
Kekerasan sebesar 44 shore A, Tegangan putus sebesar 129 kg/cm2, Perpanjangan
putus sebesar 845 %, ketahanan ozon menunjukkan kompon karet tidak retak dan total
perbedaan warna yaitu 26,74.
Kata kunci : kompon karet, pewarna, kayu secang, kunyit, kulit manggis.
Abstract
This research aims to obtain the optimal concentration in the variations of natural dyes
and examines the characteristics of the resulting rubber compound. Research and
laboratory testing conducted at Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang and PT.
Kobe Internasional Mandiri Bandung. This study used dye concentration in 5 phr and 4
(four) color variation that were Formula A: Flour mangosteen peel, Formula B: Meal
turmeric, Formula C: Flour wooden cup and Formula D: Synthetic dyes as the control.
Parameters observed were Hardness, Shore A (ASTM D 2240-1997), tensile strength, kg
/ cm 2 (ISO 37, 1994), elongation at break (%), 50 PPHM ozone resistance, 20%, 24 h, 40
° C and total color difference. The results showed that the best treatments was formula C:
Flour wooden cup with Hardness test results of 44 shore A, the voltage dropped by 129 kg
/ cm 2, Elongation at break of 845%, the ozone resistance of rubber compounds showed
no cracks and the total color difference was 26,74.
Key word : rubber compound, dyes, wooden cup, turmeric, mangosteen rind.
dari karet alam dan bahan kimia. antara lain tidak ramah lingkungan,
Tahapan yang paling penting dalam menyebabkan iritasi, korosif dan bersifat
pembuatan kompon karet adalah karsinogenik. Oleh karena itu perlu
vulkanisasi, dimana pada tahapan ini adanya alternatif penggunaan bahan
terjadi reaksi crosslinking antara molekul pewarna yang lain yang dapat diperbarui
karet dengan bahan pemvulkanisasi yaitu pewarna yang berasal dari bahan
belerang (Pujiastuti, 2007). Bahan kimia nabati. Indonesia kaya akan sumber
yang digunakan dalam kompon karet daya alam seperti pewarna dari kulit
diantaranya bahan pewarna yang buah manggis (Garcinia mangostana),
umumnya dipakai berasal dari pewarna kunyit (Curcuma domestica val) dan
sintetis yang berasal dari minyak bumi kayu secang (Caesalpina Sappan L).
Kualitas barang jadi karet sangat Pewarna yang menggunakan bahan-
ditentukan oleh bahan baku dan bahan bahan tersebut mempunyai keunggulan
tambahan yang digunakan serta yaitu kulit buah manggis mempunyai sifat
teknologi cara pembuatannya. Karet sebagai anti-aging, antibakteri dan
dalam keadaan mentah tidak dapat antioksidan. Pigmen kayu secang tidak
dibentuk menjadi barang jadi karet yang begitu terpengaruh dengan adanya
layak digunakan karena tidak elastis dan oksidator dan reduktor. Kayu secang
mempunyai banyak kelemahan. Agar (Caesalpinia Sappan L) menghasilkan
dihasilka barang jadi karet yang layak pigmen berwarna merah bernama
digunakan, terlebih dahulu dibuat brazilein. Pigmen ini memiliki warna
kompon dengan cara mencampurkan merah tajam dan cerah pada pH netral
karet dengan bahan kimia lain lalu (pH 6-7) dan bergeser kearah merah
divulkanisasi (Wahyudi, 2005). keunguan dengan semakin
Pewarna ditambahkan ke dalam meningkatnya pH. Pada pH rendah (pH
kompon karet untuk memberi warna 2-5) brazilein memiliki warna kuning
pada barang jadi karet selain hitam. (Adawiyah dan Indriyati, 2003).
Telah dikenal beragam bahan pewarna Sedangkan pewarna kunyit menurut
khusus karet yang termasuk golongan Krisnamurthy et al., (1976) mengandung
senyawa organik dan anorganik. 2.5-6% pigmen kurkumin. Selain sebagai
Pewarna merupakan suatu bahan baik sumber zat warna, kurkumin juga
alami maupun sintetik yang dapat memberikan fungsi sebagai antioksidan,
memberikan warna (Elbe and Schwartz, anti inflamasi, efek pencegah kanker
1996). serta menurunkan risiko serangan
Zat warna terdiri dari pewarna alami, jantung.
zat warna identik dan zat pewarna Pemanfaatan pewarna alami belum
sintetik (Burfield et al., 2003). Zat begitu maksimal. Pewarna alami ini
pewarna alami disebut juga certified dapat dijadikan sebagai bahan pewarna
color, contoh pewarna alami yaitu tambahan pada industri, salah satunya
curcumin, riboflavin, klorofil, antosianin dapat digunakan sebagai bahan
dan brazilein. Pewarna sintetis pewarna dalam pembuatan kompon
merupakan bahan pewarna yang berasal karet. Tujuan penelitian ini untuk
dari minyak bumi, pemakaian minyak menganalisis karakteristik dan
bumi secara terus menerus mendapatkan suatu formulasi dengan
menyebabkan penipisan cadangan menambahkan bahan pewarna alami
minyak bumi di Indonesia. Tahun 2004 dalam pembuatan kompon karet yang
Indonesia sudah menjadi negara memenuhi Standar Nasional Indonesia
pengimpor minyak netto (net oil importer) (SNI).
karena kemampuan produksi dalam
negeri tidak dapat mengimbangi BAHAN DAN METODE
pertumbuhan konsumsi (Firdaus et al.,
A. Bahan dan Alat
2013).
Bahan-bahan yang digunakan dalam
Bahan pewarna yang berasal dari
penelitian ini adalah karet alam White
pewarna sintetik mempunyai kelemahan,
crepe, SBR, kalsium, zink oksida, asam
72
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78
stearat, sulfur, BHT, parafine oil, MBTS, Tabel 1. Formula Kompon Karet (Lanjutan)
CBS, TiO2, parafine wax, penetral,
vulkalent A, tepung secang, tepung NAMA BAHAN Formula C Formula D
kunyit dan tepung kulit manggis. phr g phr g
Peralatan yang digunakan dalam White Crepe/Pale
Crepe 80.0 602.9 80.0 602.9
penelitian ini adalah open mill L 140 cm
D18 cm kapasitas 1 kg, pressing rubber, SBR 20.0 150.7 20.0 150.7
moulding, cutting scrub, neraca analitis, Kalsium 10.0 75.4 10.0 75.4
timbangan metler p120 kapasitas 1200 ZnO 5.0 37.7 5.0 37.7
g, glassware, timbangan duduk merek Asam stearate 2.0 15.1 2.0 15.1
Berkel kapasitas 15 kg, cutting scraf
BHT 0.5 3.8 0.5 3.8
besar, alat press, cetakan sheet,
autoclave, furnace, glassware dan Parafine oil 5.0 37.7 5.0 37.7
73
Rahmaniar, Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....
Amin Rejo, dkk
2).Tambahkan bahan - bahan kimia pengisi dan jumlah bahan pelunak yang
sesuai dengan urutan pencampuran digunakan dalam kompon (Thomas,
bahan. (2003). Prinsip dari pengukuran
3) Vulkanisasi proses yang merupakan kekerasan dengan alat shore A adalah
proses akhir yakni pencampuran pengukuran penetrasi dari jumlah
belerang, sehingga mencapai dengan beban tetap, terhadap vulkanisat
kematangan yang diinginkan. karet pada kondisi tertentu. Uji
4) Kompon dikeluarkan dari open mill kekerasan dilakukan untuk mengetahui
dan tentukan ukuran ketebalan besarnya kekerasan vulkanisat karet
lembaran kompon dan letakkan diatas dengan kekuatan penekanan tertentu.
plastik transparan, potong kompon Pada Gambar 2 dapat dilihat hasil uji
disesuaikan dengan barang jadi yang kekerasan kompon karet dari pewarna
akan dibuat. Diagram alir proses alami yang menggunakan beberapa
pembuatan kompon seperti pada variasi warna, dimana Formula A=
Gambar 1. tepung kulit manggis, Formula B=
tepung kunyit, Formula C= tepung kayu
SBR secang dan Formula D= warna sintetis.
White crepe
MASTIKASI
Aktivator Pelunak
ZnO, Asam (parafine
stearat) oil,)
Pewarna Antioksidan
Bahan COMPOUNDING
(BHT
pewarna
sesuai
rancangan
Bahan
percobaan) Vulkanisator
pengisi (Sulfur)
CONDITIONING
(Pemeraman)
Gambar 3. Hasil uji tegangan putus pewarna Gambar 4. Hasil uji perpanjangan putus
alami sebagai bahan pembuatan pewarna alami sebagai bahan
kompon karet pembuatan kompon karet
75
Rahmaniar, Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....
Amin Rejo, dkk
76
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78
77
Rahmaniar, Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....
Amin Rejo, dkk
78
INDEKS PENULIS
JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI 25 (1) 2014
A
Andayani, O. 31[1]
B
Bahri, S 63[1]
H
Hamzah, B. 43[1], 71[1]
Haryono, A. 53[1]
I
Iriany 23[1]
Irvan 23[1]
K
Karneta, R. 13[1],
M
Mahendra, A. 53[1]
Marlina, P. 43[1]
N
Nasruddin 53[1]
Nurhayati, C. 31[1]
P
Pambayun, R 13[1], 43[1]
Pratama, F 43[1]
Priyanto, G. 13[1], 71[1]
R
Rahmaniar 71[1]
Rambe, S.M. 23[1]
Rejo, A. 13[1], 71[1]
S
Sudirman 53[1]
Y
Yulita, E. 1[1]
INDEKS KATA KUNCI
JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI 25 (1) 2014
A S
- Adonan 3[1] - Sifat amilografi 13[1]
- Spray drying 32[1]
B - Suhu 45[1]
- Bentonit 64[1]
- Biskuit 31[1] T
- Tepung pisang 31[1]
C - Total solid 26[1]
- Carbon black 54[1]
- Chlorella vulgaris 2[1] W
- Waktu tinggal 27[1]
E - Warna 64[1]
- ETP 54[1]
F
- Fly ash 55[1]
- Formula 14[1]
G
- Gelatinisasi 14[1]
H
- Hidrolisis 23[1]
K
- Karakteristik kompon karet 44[1]
- Karet alam 53[1]
- Kayu secang 72[1]
- Kompon karet 71[1]
- Kompon ban luar dump truck 56[1]
- Kulit manggis 73[1]
- Kunyit 72[1]
L
- Lama penyimpanan 44[1]
- LCPKS 23[1]
- Limbah cair 2[1]
M
- Minyak inti sawit 64[1]
P
- Pakan alami ikan 3[1]
- Pempek 13[1]
- Pemucatan 64[1]
- Pewarna 72[1]
R
- Reaktor bersekat 26[1]
PETUNJUK PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI