Anda di halaman 1dari 8

1.

Metafisika

A. Pengertian Metafisika

Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat. Konsepsi
metafisika berasal dari bahansa Inggris : metaphysics, Latin : metaphysica dari Yunani
metaphysica (sesudah fisika); dari kata meta (setelah, melebihi) dan physikos
(menyangkut alam) atau physis (alam). Metafisika berasal dari kata meta (di balik,
tersembunyi) dan fisika (dunia yang tampak). Metafisika adalah bagian dari filsafat ilmu
yang memperlajari di balik realitas. Salah satu buku filsafat menyebutkan bahwa
metafisika berarti “di balik yang ada”. Kedudukan metafisika dalam filsafat ilmu sangat
kuat. Metafisika sudah merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan
filosofis. Setiap telaah filosofis terdapat unsur metafisik.
Metafisika merupakan bagian falsafah tentang hakikat yang ada di balik fisika
(yang nampak). Hakikat tersebut biasanya bersifat abstrak dan di luar jangkauan
pengalaman manusia biasa. Matafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang
sesuatu yang bersifat rohani dan tidak dapat diterangkan dengan kaidah penjelasan yang
ditemukan dalam ilmu yang lain.
Metafisika merupakan cabang filsafat umum yang bertugas mencari jawaban
tentang yang “ada”, yaitu filsafat yang memburu hakikat sesuatu yang ada, atau
menyelidiki prinsip-prinsip utama. Yang dimaksud dengan “yang ada” atau “being” ialah
segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Adapun mengenai yang ada itu dibedakan
menjadi tiga macam :
 Ada dalam objektif atau ada dalam kenyataan, artinya dapat diketahui dengan
panca indra manusia;
 Ada dalam angan-angan atau ada dalam pikiran; dan
 Ada dalam kemungkinan.
Metafisika secara tradisional didefinisikan sebagai pengetahuan tentang pengada
(being). Di sini metafisika merupakan upaya untuk menjawab problem tentang realitas
yang lebih umum, komprehensif, atau lebih fundamental daripada ilmu dengan cara
merumuskan fakta yang paling umum dan luas tentang dunia termasuk penyebutan
katagori yang paling dasar dan hubungan di antara kategori tersebut.
Metafisika sebagai ilmu mempunyai objeknya tersendiri. Hal ini yang
membedakannya dari pendekatan rasional yang lain. Objek telaahan metafisika berbeda
dari ilmu alam, matematika, atau ilmu kedokteran. Metafisika berbeda pula dari cabang
filsafat lain, seperti filsafat alam, epistemology, etika, dan filsafat ketuhanan.
Nama metafisika yang diberikan pada karya Aristoteles dapat dilihat dari
beberapa segi :
a. Metafisika sebagai etiket bibliografis atas karya Aristoteles,
b. Metafisika dari segi pedagonis, dalam tanggapan ini, metafisika adalah ilmu
yang sulit dan wajar diajarkan sesudah fisika (tentu saja fisika dalam arti yang
diberikan oleh Aristoteles)
c. Metafisika dalam arti filosofis. Pada abad pertengahan, istilah metafisika
mempunyai arti filosofis. Metafisika oleh para filsuf Skolastik diberi arti
filosofis dengan mengatakan bahwa metafisika ialah ilmu tentang yang ada,
karena mencul sesudah dan melebihi yang fisika (physicam et supra
physicam). Istilah sesudah yang dimaksudkan di sini ialah bahwa objek
metafisika sendiri berada pada abstraksi ketiga. Metafisika sebagai abstraksi
datang sesudah fisika dan matematika. Kata melebihi tidak menunjukkan unsur
special, ruang. Kata melebihi berarti metafisika melebihi abtraksi yang lain,
menempati posisi tertinggi dari semua kegiatan abstraksi, karena menempati
jenjang abstraksi paling akhir.
Metafisika berasal dari bahasa Yunani ta meta ta physica yang artinya “yang
datang setelah fisika”. Metafisika yang sering disebut sebagai disiplin filsafat terumit dan
memerlukan daya abstraksi sangat tinggi (ibarat seorang mahasiswa untuk
mempelajarinya menghabiskan beribu-ribu ton beras), bermetafisika membutuhkan
energi intelektual yang sangat besar sehingga membuat tidak semua orang berminat
menekuninya. Hubungannya dengan teori kemunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-
hal sebagai berikut :
 Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan
realita dalam alam semesta;
 Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab dan aturan;
 Problem pilihan, khususnya bebebasan versus determinase pada prilaku
manusia.
Metafisika adalah sebuah kekuatan yang terletak pada kekuatan mental, akal
pikiran, hati, jiwa serta semua fisik tubuh manusia, yang mana manusia bisa
membangkitkan kinerja semua unsur tubuh mereka, maka mereka memiliki kekuatan
yang sangat dahsyat.
B. Hubungan antara Filsafat Ilmu dan Metafisika

Kedudukan metafisika dalam dunia filsafat sangat kuat. Pertama, metafisika


merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan filosofis. Kedua, telaah
filosofis terdapat unsur metafisik merupakan hal yang signifikan dalam kajian filsafat. Ini
tentu sejajar dengan signifikannya yang menyebut bahwa filsafat adalah induk dari
segala ilmu. Metafisika termasuk salah satu dari cabang-cabang filsafat yaitu hal-hal
yang terdapat sesudah fisika, hal yang terdapat d balik yang nampak. Metafisika oleh
Aristoteles disebut sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang ada, yang
dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang
dijumlahkan. Kita dapat mendefinisikan metafisika sebagai bagian pengetahuan manusia
yang berkaitan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang terdalam. Secara
singkat, dapat dinyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan ini menyangkut persoalan
kenyataan sebagai kenyataan, dan berasal dari perbedaan yang cepat disadari oleh setiap
orang, yakni perbedaan antara yang tampak (apprence) dengan yang nyata (reality).
Dalam dimensi kajian filsafat ilmu dibagi menjadi dimensi ontologi, dimensi
epistemologi, dan dimensi aksiologis. Metafisika termasuk dalam objek kajian pada
dimensi ontologi. Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-
hal yang sangat mendasar yang berada di luar pengalaman manusia. Metafisika mengkaji
segala sesuatu secara komprehensif.
C. Objek Kajian Metafisika

Metafisika adalah cabang tertua dari filsafat, umurnya sama tuanya dengan
filsafat itu sendiri. Kelahirannya diawali oleh suatu ketertarikan untuk mengungkap
misteri dibalik realitas ini,sama dengan maksud istilahnya yaitu :meta berarti dibalik,dan
fisika yang berarti alam fisik . Yang dalam bahasa arab dimengerti sebagai (apa yang ada
dibalik fisik). Maka metafisika adalah pengetahuan spekulatif filosofis tentang
realitas,dimana pengetahuan spekulatif filosofis itu dimaksudkan sebagai menjangkau
sesuatu dibalik yang fisik.
Persoalannya apakah pengetahuan spekulatif filosofis itu merupakan gambaran
yang benar dari sesuatu yang ada dibalik yang fisik?. Terhadap pertanyaan ini setidaknya
ditemukan 2 pandangan : Pandangan pertama melihat bahwa berbagai peristiwa yang
terjadi pada alam nyata ini adalah wujud belaka dari apa yang terjadi dialam yang lebih
hakiki yang tempatnya berada jauh disana. Dalam sejarah filsafat Plato disebut sebagai
filsuf pertama yang berpandangan demikian. Dalam skema pemikiran Plato ditemukan
bahwa ia membagi dunia menjadi 2 yaitu: Dunia intelegible sebagai dunia hakiki, dan
dunia sensible sebagai dunia yang nyata yang sifatnya sementara dan tidak hakiki.
Pandangan kedua menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sesuatu dibalik yang fisik
tidak lain merupakan alam pikiran manusia tentang suatu alam yang dianggapnya
sebagai alam lain itu. Alam pikiran yang demikian inilah yang disebut Metafisika. Kedua
pandangan diatas memang sulit didamaikan dan akan tetap bertahan pada pendiriannya
masing-masing. Hanya saja dalam kajian filsafat pandangan yang pertama biasa disebut
metafisika in the old fashion (metafisika klasik), sedangkan pandangan yang kedua
disebut metafisika in the new fashion yakni metafisika dalam maknanya yang baru (Edi
Subkhan, 2008).

Metafisika mengandung klasifikasi yang meliputi, pertama Metaphysica


Generalis (ontology); ilmu tentang yang ada atau pengada. Metafisika umum membahas
mengenai yang ada sebagai yang ada artinya prinsip-prinsip umum yang menata realitas.
Metafisika umum untuk seterusnya digunakan istilah ontologi mengakaji realitas sejauh
dapat diserap oleh indra. Cabang utama metafisika adalah ontology, studi mengenai
kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika
juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia termasuk
keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat dan kemungkinan.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal
dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologism ialah seperti Thales, Plato,
dan Aristoteles. Pada masanya kebanyakan orang belum membedakan antara
penampakan dengan kenyataan.
Kedua, Metaphysica Specialis atau metafisika khusus yaitu membahas penerapan
prinsip-prinsip kedalam bidang-bidang khusus teologi, kosmologi, dan antropologi.
Metafisika khusus mengkaji realitas yang tidak dapat diserap oleh indra. Adapun
metafisika khusus terdiri atas :
1. Teologi.
Teologi adalah cabang filsafat yang merupakan bagian dari kajian metafisika.
Teologi merupakan pemikiran filosifis tentang persoalan ketuhanan. Hal ini
sesuai dengan makna dasarnya yang berasal dari 2 kata, yaitu Theo yang berarti
tuhan dan logy yang berarti ilmu .Jadi theology adalah ilmu yang mempelajari
hal-hal yang dikaitkan dengan ketuhanan. Maka dalam perjalanannya kajian
teologi membahas secara filosofis pokok-pokok agama sebagai hal-hal yang
dikaitkan dengan tuhan.
2. Cosmologi
Cosmologi merupakan bagian dari kajian metefisika, terkait dengan pokok yang
dibicarakan cosmologi biasa disebut fisafat alam. Dilihat dari kata dasarnya
cosmology bersal dari kata cosmos yang berarti aturan atau keseluruhan yang
teratur,sebagai lawan kata dari chaos yang berarti kekacau-balauan. Maka
sebenarnya cosmologi adalah pengetahuan filosofis tentang keteraturan alam.
3. Antropologi
Antropologi merupakan salah satu bagian dari kajian metafisika. Berasal dari kata
yunani yaitu Anthropos yang berarti manusia. Antropologi merupakan bagian dari
kajian metafisika yang membicarakan soal hakikat manusia. Sepanjang sejarah
filsafat persoalan manusia terus menerus dicoba untuk diungkapkan. Telah
banyak karya mengenai apa sebenarnya yang disebut manusia itu, semakin digali
dan diperdalam persoalan manusia semakin menarik perhatian.Namun masih
banyak teka-teki mengenai manusia yang belum bisa terjawab juga bahkan
sampai hari ini.

Jadi, Metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada, artinya
prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Sedangkan metafisika khusus membahas
penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam bidang-bidang khusus : teologi, kosmologi
dan antropologi. Pemilahan tersebut didasarkan pada ada dapat tidaknya diserap melalui
perangkat indrawi suatu objek filsafat pertama. Metafisika umum mengkaji realitas
sejauh dapat diserap melalui indra sedang metafisika khusus (metafisika) mengkaji
realitas yang tidak dapat diserap indra, apakah itu realitas ketuhanan (teologi), semesta
sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun hakekat manusia (antropologi).

Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua, yakni :


 Ada sebagai yang ada; ilmu pengetahuan mengkaji yang ada itu dalam bentuk
semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti kata
tidak terkena perubahan, atau dapat diserapnya oleh pancaindra. Metafisika
disebut juga ontologi.
 Ada sebagai yang Illahi; keberadaan yang mutlak yang tiada bergantung pada
yang lain, yakni Tuhan (Illahi berarti yang tidak dapat ditangkap oleh
pancaindra). Epistemologi; merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal,
sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that
investigates the origin, nature, methods ans limits of human knowledge)
Dengan membincangkan metafisika member pemahaman bahwa filsafat
mencakup “segalanya”. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan. Disebut
“sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian dari filsafat dan
disebut “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan tentan
batas-batas dari kekhususannya. Maka metafisika memiliki ruang lingkup pokok bahasan
yang mencakup :
 Pertama tentang kajian ikuiri keapa yang ada (exist), atau apa yang betul-betul
ada,
 Kedua tentang, ilmu pengetahuan tentang realitas, sebagai lawan dari yang
tampak (appearance),
 Ketiga, studi tentang dunia secara menyeluruh dengan segala teori tentang asas
pertama (first principle); prima causa yang wujud di alam (kosmos).

D. Pengaruh Tentang Kajian Metafisika dalam kehidupan dan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan

1. Metafisika dan Pengalaman Hidup


Filsafat termasuk metafisika, merupakan ilmu yang menentang arus,
dalam arti cara kerjanya lumayan berbeda dari cara kerja ilmu pengetahuan
yang lainnya. Dengan filsafat (metafisika) orang dapat menunjukkan bahwa
manusia tidak hanya sekedar makhluk yang bisa makan, menikmati kenakan
dunia dan alam semesta. Filsafat bertugas tidak lain menggemakan kenyataan.
Dengan berfilsafat, manusia menggemakan lagi nada metafisik kenyataanya
yang sudah pudar oleh hingar-bingarnya perjuangan memenuhi kebutuhan
fisik belaka. Filsafat terus dan tidak bosan-bosannya menggemakan suara
kebenaran dan kebaikan, yang hamper sirna oleh pertarungan kepentingan
sesaat manusia dan usaha menipulasi yang sering tidak terkendali.
Sebagai manusia yang dari kodratnya berakal budi kita semua
mempunyai kemampuan filosofis. Dengan akalnya, manusia mencari rumusan
baru tentang kenyataan fisik dan metafisik. Dalam perumusan sudah tersirat
tanda bahwa manusia tidak terikat oleh apa yang kini dipegangnya, karena
perumusan merupakan kegiatan abstraksi dari kenyataan. Filsafat dalam
kedudukannya sebagai salah satu ilmu, bertugas mengeksplisitkan prinsip
hidup yang sedikit banyak masih implisit adanya dalam diri setiap orang.
Filsafat ingin mengangkat ke permukaan kebijaksanaan hidup yang lebih
sering didominasi oleh keputusan kepentingan tertentu. Metafisika akan
menemukan jawaban dari ketidakpastian hidup, yang mungkin ada.
Filsafat (metafisika) tidak pernah berangkat dari dunia awang-awang
atau khayalan. Titik tolaknya selalu pengalaman nyata inderawi. Pengalaman
itu disistematisasi. Kemudian berdasarkan pengalaman itu, dibangun refleksi
yang spesifik. Filsafat mengangkat pengalaman hidup untuk mencari prinsip-
prinsip dasar. Dengan demikian diharapkan bahwa kita sampai pada Sang
Illahi yang disbut Allah oleh orang yang beragama. Selain itu, dengan
mendasari keterbatasan daya piker manusia, metafisika mengajarkan pada kita
kebijaksanaan hidup. Hidup perlu ditangkap dalam keseluruhannya, tetapi
tidak berarti kita memahami kehidupan itu secara tuntas.
Dari segi bahasa, metafisika bersifat integratif dan indikatif. Dengan
metafisika kita berusaha menyatakan semua pengalaman kita dengan
mengangkat dasarnya yang paling dalam.
Dunia metafisik kadang-kadang tidak terjangkau oleh nalar orang
biasa. Pengalaman metafisik merupakan wilayah batin yang dikongkretkan
ide-ide yang lahir dari indrawi manusia, selanjutnya diaktualisasi lewat kata-
kata. Kata yang bersifat metafisik, akan mengantarkan manusia berpikir di
balik realitas.
2. Metafisika dalam Pengembangan Ilmu
Manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika.
Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini
adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supranatural) dan hal-hal tersebut bersifat
lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata.Pemikiran
seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme.Dari sini lahir tafsiran-tafsiran
cabang misalnya animisme.Selain faham diatas, ada juga paham yang disebut
paham naturalisme. Paham ini amat bertentangan dengan paham
supernaturalisme. Paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam
tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan
yang terdapat dalam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan diketahui. Orang
orang yang menganut paham naturalisme ini beranggapan seperti itu karena
standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata,
sehingga mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu.Dari
paham naturalism ini juga muncul paham materialisme yang menganggap
bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi.Salah satu yang menggap
bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi.Salah satu pencetusnya
ialah Democritus (460 – 370 SM) (Delfgaauw,B., 1988).

Metafisika ternyata dapat penentangan dari beberapa ilmuan, antara


lain adalah yang menganut paham positivism dari paham positivism logis
dengan menyatakan bahwa metafisika tidak bermakna, Alfred, J. Ayer
menyatakan bahwa sebagian besar perbincangan yang dilakukan oleh para
filosof sejak dahulu sesungguhnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan
juga tidak ada gunanya, problem yang diajukan dalam bidang metafisika
adalah problem semu, artinya permasalahan yang tidak memungkinkan untuk
dijawab, berkaitan dengan pendapat ayer tersebut, agaknya ayer berupaya
untuk menunjukan bahwa naturalism, materialism, dan lainnya merupakan
pandangan yang sesat, ayer menunjang argumentasinya dengan membuat
criterion of verifiability atau keadaan dapat diverifikasi, penentang lain Luwig
Winttgenstien menyatakan bahwa metafisika bersifat the mystically, hal-hal
yang tak dapat diungkapkan ke dalam bahasa yang bersifat logis. Wittgenstien
menyatakan terdapat tiga persoalan dalam metafisika, yaitu :
a. Subjek, dikatakanya bukan merupakan dunia atau bagian dari dunia,
melainkan lebih dapat dikatakan sebagaibatas dari dunia
b. Kematian,kematinan bukanlah sebuah peristiwa dalam kehidupan,
manusia tidak hidup untuk mengalami pengalaman kematian
c. Tuhan, ia tidak menampakkan diri-Nya di dunia dengan demikian
Wittgenstein menyimpulkan, bahwa sesuatu yang tidak dapat
diungkapkan secara logis sebaiknya didiamkan saja. (Bagus, Lorens.
1991)

Sumbangan metafisika terhadap ilmu pengetahuan tidak dapat


disangkal lagi adalah pada fundamental ontologisnya, sumbangan metafisika
pada ilmu pengetahuan adalah persinggunggan antara metafisika dan ontology
dengan epistimologi. Dalam metafisika yang mempertanyakan apakah hakikat
terdalam dari kenyataan yang diantaranya dijawab bahwa hakikat terdalam
dari kenyataan adalah materi, maka munculah paham materialism, sedangkan
dalam epistimologi yang dimulai dari pertanyaan bagaimanakah cara kita
memperoleh pengetahuan? yang dijawab salah satunya oleh Descartes, bahwa
kita memperoleh pengetahuan melalui akal, maka munculah rasionalisme,
John Locke yang menjawab pertanyaan tersebut bahwa pengetahuan diperoleh
dari pengalaman, maka ia telah melahirkan aliran empirisme dan lainya
berbagai perdebatan dalam metafisika mengenai realitas, ada tidak dan lainya
sebagaimana telah dikemukan di dalamyang telah melahirkan berbagai
pandangan yang berbeda satu sama lain secara otomatis juga melahirkan
berbagai aliran pemahaman yang lazim dinyatakan sebagai aliran-aliran
filsafat awal, ketika pemahaman-pemahaman aliran-aliran filsafat tersebut
dipertemukan dengan ranah epistimologi atau dihadapkan pada fenomena
dinamika perkembangan ilmu pengetahuan (Mustofa, A. 2007).

Beberapa ahli kemudian merumuskan beberapa manfaat filsafat ilmu


dan metafisika dalam pengembangan ilmu (Fakhry, Majid,1987) :

a. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma


ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan
faktanya, maka ia harus dipasok dari luar, antara lain : metafisika, sains
yang lain, kejadian personal dan historis. (Kuhn)
b. Metafisika mengajarkan cara berfikir yang serius, terutama dalam
menjawab promlem yang bersifat enigmatif (teka-teki), sehingga
melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam.(Kennick)
c. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu
selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas baru.(Kuhn)
d. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran, mainstream
seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme, sehingga memicu proses
ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu (Kennick)
e. Metafisika menuntut orisinalitas berfikir, karena setiap metafisikus
menyodorkan cara berfikir yang cenderung subjektif dan menciptakan
terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan untuk
pengembangan ilmu dalamrangka menerapkan heuristika.(Van
Peursen)
f. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip
pertama (First Principle) sebagai kebenaran yang paling akhir.
Kepastian ilmiah dalam metode skeptic Descartes hanya dapat
diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi yang bertitik tolak
dari premis yang paling kuat (Cogito ergo sum) Skeptis-Metodis Rene
Descartes
g. Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir pengada, artinya manusia
memiliki kebebasan untuk merealisasikan dirinya sekaligus
bertanggungjawab bagi diri, sesame, dan dunia. Penghayatan atas
kebebasan di satu pihak dan tanggungjawab di pihak lain merupakan
sebuah kontribusi penting bagi pengembangan ilmu yang sarat dengan
nilai (not value-free). (Bakker)
h. Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara
pengada yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dalam ilmu
berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya
antar ilmuwan sejenis, tetepi juga antar disiplin ilmu, sehingga
memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan.

(Rumusan masalah)

1. Apakah yang dimaksud dengan metafisika ?


2. Bagaimanakah hubungan antara filsafat ilmu dan metafisika ?
3. Apa saja yang menjadi objek kajian dalam metafisika ?
4. Bagaimanakah pengaruh tentang kajian metafisika dalam kehidupan dan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan ?

Bagus, Lorens. 1991. Metafisika. Jakarta : Gramedia.

Delfgaauw,B, 1988. Ontologi dan Metafisika dalam Soejono Soemargono (Ed) Berpikir

Secara Kefilsafatan Yogyakarta : Nur Cahaya.

Edi Subkhan. 2008. Metafisika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas negeri Jakarta.

Fakhry, Majid,1987,A History of Islamic Philsopy alih bahasa R. Mulyadi Kartanegara.

Sejarah Filsafat Islam. Jakarta : Pustaka Jaya,.

Mustofa, A. 2007. filsafat islam. Bandung : Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai