WARMBLOOD
Disusun oleh:
Kelompok D PPDH Semester Ganjil 2019/2020
Latar Belakang
METODE
Alat yang digunakan pada operasi enterolith dan sectio caesarea adalah meja
operasi, lampu operasi, alat pencukur rambut, endotracheal tube (ETT), IV catheter 14
G, infusion set, mesin anestesi inhalasi, pasien monitoring, termometer, stetoskop,
syringe, dua set alat bedah minor yang setiap satu setnya terdiri dari 4 towel clamp, 2
gagang scapel no 3 dan 4 serta 2 blade, 1 rat tooth thumb tissue forceps, 1 dressing
thumb tissue forceps, 1 straight sharp- sharp scissors, 1 straight sharp-blunt scissor, 1
straight blunt-blunt scissor, 1 curved sharp-sharp scissors, 1 curved sharp-blunt
scissors, 1 curved blunt-blunt scissor, 4 straight dressing haemostat forceps, 2 straight
rat tooth haemostat forceps, 2 curved dressing haemostat forceps, 2 curved rat tooth
haemostat forceps, 1 needle holder, dan 1 bandage scissors. Serta dua set perlengkapan
operator dan asisten operator (2 pasang gloves, 2 pasang baju operasi, 2 masker, 2 hair
cap, 4 sikat, dan 2 handuk kecil). Bahan yang digunakan adalah acepromazine
konsentrasi 15 mg/100 mL (dosis 0.5–1 mL/100 kg), ketamin konsentrasi 100 mg/ml
(dosis 2.2 mg/kg), xylazine konsentrasi 100 mg/mL (dosis 1.1 mg/kg), lidokain
5mg/ml, isofluran, medetomidine (dosis 0.005 mg/kgBB), dexamethasone konsentrasi
2 mg/mL (dosis 5–15 mg/kgBB), flunixin (dosis 1.1 mg/kg), gentamycin, penicillin
streptomycin, NaCl 0.9% alkohol 70%, povidone iodine, benang catgut chromic 3
USP, benang silk 3 USP, benang silk 2 USP, blade ukuran 22, needle 18G, needle 21G,
tampon persegi, tampon bulat, kapas, kassa, dan sabun desinfektan.
Dilakukan palpasi pada dan ditemukan adanya benda asing pada kolon kuda.
Bagian usus besar tersebut kemudian dikeluarkan dari rongga perut menuju operator.
Sayatan transverse sekitar 13 cm dilakukan dengan menggunakan pisau scalpel
sebelah dengan benda asing. Feses kemudian dikeluarkan dan diikuti oleh 4 benda
asing berdiameter sekitar 7 - 14 cm. Air digunakan untuk flushing sisa feses dan di
ikuti oleh irigasi di sekitar daerah usus besar yang telah di insisi menggunakan NaCl
0,9%. Jahitan simple continuous dilakukan dengan menggunakan Vicryl jahitan 2-0
yang ditempatkan melalui semua lapisan dinding usus. Selanjutnya, jahitan Lembert
dilakukan di atas jahitan simple continuous. Setiap jahitan diikat dengan hati-hati tanpa
memotong lapisan serosa usus.
PRE OPERASI
Anamnesis
Kuda tidak mau makan dan tidak defekasi selama beberapa hari, kuda
terkadang nakur dan tampak gelisah. Kuda dalam keadaan bunting, usia kebuntingan
kuda sudah 10 bulan.
Signalement Hewan
Nama : Charlotte
Jenis hewan/ spesies : Kuda
Ras/ breed : Warmblood
Warna bulu & kulit : Coklat
Jenis kelamin : Betina
Umur : 17 tahun
Berat badan : 500 kg
Tanda Khusus : Tidak ada
Status Present
Keadaan Umum
Perawatan : Baik
Habitus : Tulang punggung lurus
Tingkah laku : Jinak
Gizi : Baik
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak pada 4 kaki
Suhu tubuh : 38.2°C
Frekuensi nadi : 56x/ menit
Frekuensi napas : 28x/ menit
Nasogastric Tube
Nasogastric tube sering digunakan untuk menghisap isi lambung dan juga
digunakan untuk memasukkan obat-obatan dan makanan (Metheny & Titler 2001).
Pemasangan nasogastric tube atau dikenal sebagai selang nasogastrik yaitu suatu
prosedur yang sering dilakukan untuk mendapatkan akses ke lambung. Tujuan
pemasangan nasogastric tube adalah diagnostik dan terapeutik. Pemasangan
nasogastric tube biasa dilakukan secara blind (dipasang tanpa melihat langsung)
menggunakan prosedur yang bersih (tidak steril) namun jika terdapat kontraindikasi
relatif. Dokter hewan perlu berhati- hati dalam melakukan pemasangan nasogastric
tube untuk menghindari risiko komplikasi. Komplikasi yang parah yang mungkin
ditimbulkan oleh prosedur ini (Walley & Wong 2000). Prosedur pemasangan
nasogastric yang pertama yaitu membersihkan daerah sekitar hidung hewan.
Menyiapkan selang nasogastric dan selang dilumasi dengan cairan parafin. kemudian
selang nasogastrik dimasukkan kedalam hidung hingga mencapai lambung hewan
dengan cara mendengarkan dari ujung selang bagian luar apakah sudah mencapai
lambung. Setelah itu selang di pompa menggunakan pompa air. Setelah terpompa air
dikeluarkan dalam bak penampung dan isi lambung hewan ikut keluar.
Kolik
Kolik adalah istilah umum yang menyebabkan sakit perut dan merupakan salah
satu penyebab utama kematian pada kuda. Ini paling sering mempengaruhi kuda hewan
peliharaan. Kolik terjadi terutama dari kondisi yang mempengaruhi saluran pencernaan
tetapi kadang-kadang bisa disebabkan oleh kondisi yang melibatkan organ dari sistem
lain dalam rongga perut (Gitari 2017). Pemberian pakan pada kuda yang tinggi gula
dan pati (ditemukan dalam jumlah besar di biji-bijian tradisional) perlu dicerna di
lambung dan usus kecil kuda melalui pencernaan enzimatik. Jika pakan berpindah
tidak tercerna ke dalam sekum (yang terjadi ketika kuda mengkonsumsi sejumlah besar
konsentrat), mikroba akan memfermentasi gula dan pati dan menghasilkan asam laktat
berlebih. Produksi asam laktat yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan yang
tajam dalam pH, yang menyebabkan kematian populasi mikroba di sekum yang lebih
memilih pH yang lebih tinggi (terutama serat mencerna bakteri selulolitik) dan
proliferasi bakteri yang lebih menyukai pH rendah (termasuk beberapa patogen
bakteri).
Flora alami hindgut kuda terganggu, dan banyak bakteri selulolitik mati dan
terdegradasi. Kerusakan bakteri ini menghasilkan produksi endotoksin, yang memasuki
sirkulasi kuda sistem karena peningkatan permeabilitas membran usus yang
disebabkan oleh penurunan pH. Jumlah besar endotoksin yang beredar menimbulkan
masalah bagi kuda termasuk laminitis. Bahkan jika fermentasi gula atau gula pati tidak
cukup untuk menyebabkan pelepasan endotoksin dan laminitis, dan iritasi pada lapisan
usus (Little dan Blikslager 2002). Disposisi anatomi saluran pencernaan kuda, sifat
pencernaan, dan praktik manajemen yang dipaksakan oleh manusia adalah salah satu
faktor predisposisi multifaktorial utama untuk kolik. Kolik yang berasal dari dampak
atau perpindahan usus, terutama dengan strangulasi, selalu berakibat fatal jika
intervensi bedah tidak dilakukan (Gitari 2017).
Hematologi
Kuda juga mengalami penurunan nilai ALP. Pengurangan ALP mungkin karena
kekurangan zink atau kekurangan gizi. Hal ini juga bisa disebabkan oleh kerusakan
pada gen yang mengkode isozim non-spesifik jaringan ALP (Deeb dan Elfatih 2018).
Selain itu kuda juga terlihat mengalami peningkatan nilai GPT. Sebagian besar SGPT
dapat ditemukan di hati dan sedikit berada di ginjal, jantung, dan otot. SGPT
dilepaskan ke pembuluh darah sebagai akibat dari adanya peradangan atau perlukaan di
hati. Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat
Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat
di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati (Ronald 2004).
OPERASI
Monitoring Operasi
39
38.5
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165
Temperatur
Data monitoring suhu tubuh menunjukkan angka yang tinggi. Hal ini dapat
disebabkan karena kuda dalam keadaan sedang bunting dan mengalami kolik sehingga
terjadi peningkatan suhu tubuh akibat rasa sakit. Kenaikan suhu ini juga bisa
disebabkan karena pemberian anestetikum ketamin. Ketamin memiliki efek
meningkatkan metabolisme dan kerja jantung. Metabolisme tubuh yang meningkat
menyebabkan peningkatan produksi panas tubuh dan pemindahan panas tubuh akan
berlangsung baik dengan meningkatnya kerja jantung (Hellyer 1996).
Enterolith
Gejala klinis yang ditunjukkan kuda Charlotte sebelum dilakukan operasi yaitu
kolik, tidak nafsu makan, minum dan tidak defekasi. Menurut Hassel (2002), gejala
klinis kuda yang mengalami enterolitiasis yaitu kolik dan gangguan saluran pencernaan
lainnya. Setelah operasi sesar selesai dilakukan, operator melakukan pemeriksaan pada
rongga abdomen untuk menemukan kelainan yang terjadi. Kuda Charlotte diketahui
mengalami obstruksi setelah dilakukan pemeriksaan. Hal tersebut dibuktikan pada
bagian colonnya ditemukan suatu massa yang keras seperti batu. Massa tersebut
menyebabkan bagian usus Charlotte mengalami obstruksi sehingga bagian saluran
pencernaan tidak dapat bekerja maksimal. Setelah itu dilakukan enterotomi pada usus
untuk mengeluarkan corpus alineum dari colon. Hasil yang didapatkan adalah berupa
batuan yang berukuran sangat besar sebanyak 4 buah. Hal tersebut membuat dugaan
bahwa kuda megalami enterolitiasis.
Enterolitiasis merupakan suatu kejadian terbentuknya massa seperti batu pada
bagian saluran pencernaan. Penyebab enterolitiasis terdiri dari beberapa faktor seperti
faktor lingkungan, faktor manajamen pakan, faktor manajemen pemeliharaan, breed,
pH usus, dan terdapatnya nidus (Cohen et al. 2000). Batuan pada usus tersebut
biasanya disebabkan oleh pakan yang kurang serat, dan pakan yang memiliki kadar
magnesium amonium fosfat yang tinggi sehingga menghasilkan pH basa. Keadaan
basa akan membuat terbentuknya kristal yang kemudian lama kelamaan menjadi batu.
Ras seperti Arabian, Arabian crosses, Morgans, dan American Saddlebred merupakan
ras yang lebih sering terkena kasus enterolitiasis (Hassel et al. 1999). Lokasi terjadinya
enterolit tidak berada pada colon descenden karena saat dilakukan palpasi sebelumnya
tidak dapat teraba. Menurut Blue (1979), sedikit kejadian enterolit yang dapat
terdeteksi saat dilakukan palpasi per rektum. Diagnosa penunjang untuk enterolitiasis
biasanya radiografi perut, eksplorasi celiotomi, nekropsi atau melalui palpasi per
rektum (Pierce 2009).
POST-OPERASI
Monitoring Post-Operasi
Berdasarkan Grafik 3, dapat dilihat bahwa kuda memiliki detak jantung dan
laju pernapasan yang lebih tinggi dari biasanya. Bagi kebanyakan kuda dewasa, denyut
nadi istirahat normal atau denyut jantung (HR) adalah 28 hingga 44 denyut per menit.
Denyut nadi meningkat ketika seekor kuda sakit, di bawah tekanan ekstrim atau
kesakitan. Tingkat respirasi kuda yang normal adalah 8 hingga 16 kali per menit. Kuda
saat istirahat dengan respirasi abnormal atau laju respirasi dapat mengindikasikan
bahwa mereka tidak enak badan. Mereka mungkin mengalami rasa sakit atau mungkin
mengalami kesulitan menghirup udara (Pavia dan Running-Gentry 2011). Dalam hal
ini, Charlotte baru saja menjalani operasi dan mengalami kesakitan yang
mempengaruhi tingkat pernapasan dan detak jantungnya.
120
100
80
60
40
20
0
Grafik 3 Monitoring post operasi kuda Charlotte (Heart rate dan respiration rate).
Suhu kuda normal berkisar antara 99,5 hingga 101,4 ˚F yaitu 37,5 hingga
38,6˚C. Berdasarkan hasil, suhu Charlotte tetap dalam kisaran optimal kecuali untuk
hari pertama di mana suhu tubuhnya 39,2 ˚C. Ini karena pada saat ini (6.30 p.m.),
Charlotte baru saja menjalani operasi yang berakhir pada 6.22 p.m. Peningkatan suhu
mungkin disebabkan oleh stres dan rasa sakit yang ekstrem selama operasi atau efek
dari ketamin yang dapat meningkatkan laju metabolisme yang akan meningkatkan
produksi panas (Hellyer 1996).
Gusi atau mukosa dapat menjadi indikator kesehatan pencernaan dan aliran
darah yang baik. Kuda yang sehat harus memiliki gusi berwarna merah muda yang
juga dapat dilihat melalui selaput lender (mukosa). Ini menandakan bahwa kuda
memiliki aliran darah yang baik di tubuhnya. Namun, gusi Charlotte dan selaput lendir
berwarna pucat sebagian besar waktu. Menurut Pavia dan Running-Gentry (2011),
kuda yang menderita kolik, syok atau sakit mungkin memiliki gusi pucat yang hampir
putih.
Keadaan normal, kuda harus tenang dan tidak khawatir atau gelisah (Pavia dan
Running-Gentry 2011). Namun, Charlotte terlihat cemas kadang-kadang ketika
pemeriksaan fisik dilakukan. Ini mungkin karena dia kesakitan dan baru saja
kehilangan anak kuda. Ini juga dapat terjadi karena konsumsi makanan dan airnya
dikendalikan oleh dokter.
40.5
40
39.5
39
38.5
38
37.5
37
36.5
Temperatur
Terapi Post-Operasi
Obat harian yang diterima oleh Charlotte adalah seperti berikut: 15ml
Rheindexa dua kali sehari, 5 botol metronidazole dua kali sehari, 20ml genta-ject 10%
dua kali sehari, 20ml penstrep-400 dua kali sehari, dan 20ml phenylject dua kali sehari.
Bahan aktif untuk Rheindexa adalah deksametason dengan konsentrasi 2.0 mg / mL.
Dexamethasone adalah hormon kortikosteroid sintetik yang digunakan untuk
pengobatan penyakit inflamasi dan penyakit immune-mediated (Papich 2011).
Metronidazole memiliki spektrum aktivitas terbatas, yang meliputi bakteri
anaerob dan beberapa protozoa. Dalam pengobatan kuda, ia biasa digunakan untuk
mengobati infeksi anaerob yang disebabkan oleh Clostridium sp. dan Bacteroides
fragilis. Ia sangat efektif terhadap C. difficile (Reeder et. al 2009). Karena ia hanya
efektif pada bakteri anaerob; metronidazole biasa diberikan dengan antibiotik lain yang
memiliki aktivitas melawan bakteri aerob. Inilah sebabnya mengapa Genta-ject 10%
diberikan kepada kuda juga. Bahan aktif genta-ject 10% adalah gentamisin 100 mg /
mL sulfat. Gentamisin dapat digunakan untuk melawan bakteri gram negatif aerob dan
fakultatif, namun aktivitasnya terhadap bakteri Gram-positif terbatas (Cameron et. al
2015). Antibiotik lain yang diberikan adalah Penstrep-400. Bahan aktifnya adalah
prokain penisilin G dan dihidrostreptomisin sulfat. Penisilin G efektif terhadap bakteri
aerob seperti streptokokus beta-hemolitik, stafilokokus negatif beta-laktamase dan
Corynebacterium spp. Ini juga efektif terhadap beberapa bakteri anaerob (Reed et.
2018). 30 mL Penstrep-400 juga dimasukkan ke saluran reproduksi kuda setiap hari
menggunakan selang.
Fenilbutazone adalah NSAID yang paling banyak digunakan di kuda, untuk
peradangan jaringan lunak dan berbagai gangguan muskuloskeletal. Namun, flunixin
meglumine umumnya merupakan pengobatan yang banyak digunakan untuk kolik pada
kuda, walaupun fenilbutazon juga antagonis terhadap efek gangguan endotoksin pada
motilitas usus (Reed et. al 2018). Fenilbutazon secara signifikan mengurangi
pembengkakan prostanoid-dependent, edema, eritema, dan hipersensitif terhadap nyeri
pada jaringan yang meradang (Tobin et. al 1986).
Infus 20L - 40L NaCl 0.9% dan Ringer Lactate diberikan kepada kuda melalui
infuse setiap hari. Volume cairan yang diberikan tergantung pada tingkat dehidrasi
kuda. Mulai dari hari ke-3, dekstrosa 5% juga diberikan melalui infus. Dekstrosa
adalah bentuk glukosa. Ini digunakan untuk menggantikan cairan yang hilang dan
memberikan energi melalui karbohidrat. Rumput segar diberikan kepada kuda dalam
jumlah kecil, oleh karena itu pemberian infus dekstrosa akan membantu menyediakan
lebih banyak energi.
Intubasi nasogastrik dilakukan pada kuda 3 kali sehari. Indikasi utama untuk
melakukan intubasi nasogastrik untuk Charlotte adalah mengosongkan perut dan
membolehkan hidrasi langsung utuuk isi usus (Corley dan Stephen 2008). Minyak
parafin digunakan sebagai lubricant saat memasukkan tabung nasogastrik. Palpasi
rektal juga dilakukan dua kali sehari, untuk meraba struktur intraabdominal.
Luka di perut dibersihkan dua kali sehari, dengan dilap dengan NaCl 0.9%
dicampur dengan povidone iodine. Kemudian disemprot dengan Limoxin-25. Bahan
aktif semprot Limoxin adalah oxytetracycline hidroklorida, bentuk garam hidroklorida
dari oxytetracycline. Oxytetracycline digunakan untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh spektrum bakteri yang luas, terutama yang menyebabkan infeksi kulit.
Limoxin-25 juga mengandung gentian violet. Gentian violet memiliki sifat antibakteri
dan antimikotik (Maley dan Arbiser 2013). Rumput segar diberikan kepada kuda dalam
jumlah kecil, dimulai pada hari ke-2 setelah operasi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Valle et. al (2019), waktu untuk makan pertama memiliki hubungan
positif dengan lamanya pemulihan. Penggunaan pakan berbasis serat sangat membantu
memulihkan mikrobioma gastrointestinal dan motilitas pada pasien kolik kuda setelah
laparotomi.
DAFTAR PUSTAKA
Adams RH. 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. 8nd edition. IOWA
State (US):University Press Ames.
Barrelet A, Ricketts S. 2002. Haematology and blood biochemistry in the horse: a
guide to interpretation. In Practice. 24 : 318-327.
Blakely J dan David HB. 1991. Ilmu Peternakan, Edisi Keempat. Yogyakarta (ID):
Gajah Mada University Press.
Blue MG. 1979. Enteroliths in horses-a retrospective study of 30 cases. Equine
Veterinary Journal. 11(2): 76-84.
Cameron P, Little M, Jelinek G, Kelly AM, Brown AFT. 2015. Textbook of Adult
Emergency Medicine. 4th ed. Philadelphia (USA): Elsevier.
Cohen ND, Vontur CA, Rakestraw PC. 2000. Risk factors for enterolithiasis among
horses in Texas. J.Am.Vet. Med.Assoc. 216(11): 1787-1794.
Corley K, Stephen J. 2008. The Equine Hospital Manual. West Sussex (UK):
Blackwell Publishing
Deeb A, Elfatih A. 2018. Could Alerting Physicians for Low Alkaline Phosphatase
Levels Be Helpful in Early Diagnosis of Hypophosphatasia. J Clin Res Pediatr
Endocrinol. 10(1): 19-24.
Gitari A, Nguhiu J, Varma V, dan Mogoa E. (2017). Occurrence, treatment protocols,
and outcomes of colic in horses within Nairobi County, Kenya. Veterinary
World, 10(10):1255–1263. doi:10.14202/vetworld.2017.1255-1263
Harvey, John W. 2012. Veterinary Hematology: A Diagnostic Guide and Color Atlas.
Missouri (US): Elsevier.
Hatch RC dan Ruch T. 1974. Experiment on antagonism of ketamin anesthesia in cat
given andrenergic and cholinergich stimulant alone and in combination. Am J Vet
Res. 70(6): 35-38.
Hassel DM., Langer DL, Snyder JR, Drake CM., Goodell ML, Wyle A. 1999.
Evaluation of enterolithiasis in equids: 900 cases(1973-1996). J Am Vet Med
Assoc. 214(2): 233-237.
Hassel DM. 2002. Enterolithiasis. Clini Tech in EquiPrac. 1(3): 143-147.
Hellyer PW. 1996. General anaesthesia for dog and cats. Ved Med. 91:314-325.
Kurdi MS, Kaushic AT, Radhika SD. 2014. Ketamine: current applications in
anesthesia, pain, and critical care. Anesthesia: Essays and Researches. 8(3):283-
290.
Little D, dan Blikslager A T. 2002. Factors associated with development of ileal
impaction in horses with surgical colic: 78 cases (1986-2000). Equine Veterinary
Journal. 34(5): 464-468.
Lumb MV, Jones EW. 2007. Veterinary Anesthesia dan Analgesia. Edisi ke-3. New
Jersey (US): Blackwell Publishing.
Maley AM, Arbiser JL. 2013. Gentian Violet: A 19th Century Drug Re-emerges in
the 21st Century. Exp Dermatol. 22(12): 775-780.
Metheny NA, Titler M. 2001. Assessing Placement of feeding Tubes. American
Journal of Nurshing. 101 (5).
Mikniene Z, Maslauskas K, Kerziene S, Kucinskiene J, Kucinskas A. 2014. The effect
of age and gender on blood haematological and serum biochemical parameter in
zemaitukai horses. Vet Med Zoot. 65 : 37-43.
Papich MG. 2011. Saunders Handbook of Veterinary Drugs: Small and Large
Animal. 3rd ed. Missouri (USA): Elsevier.
Parrakasi. 1983. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. Bandung (ID):
Angkasa.
Pavia A, Running-Gentry K. 2011. Horse Health and Nutrition for Dummies. London
(UK): For Dummies.
Pierce RL. 2009. Enteroliths and other foreign bodies. Vet Clin Equine. 25: 329-340
Reed SM, Bayly WM, Sellon DC. 2018. Equine Internal Medicine. 4th ed. Missouri
(USA): Elsevier.
Reeder D, Miller S, Wilfong DA, Leitch M, Zimmel D. 2009. AAEVT’s Equine
Manual for Veterinary Technicians. Iowa (USA): Wiley-Blackwell
Ricketts S. 2006. Equine Clinical Pathology. Suffolk: Rossdale & Partners Veterinary
Surgeons.
Ronald A, Sacher. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta
(ID): Gramedia Pustaka Utama.
Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamental of Veterinary Clinical Pathology Ed.
2nd. State Avenue (US): Blackwell Pub.
Tanuwiria dan Rusmana. 2006. Eksplorasi Hijauan Pakan Kuda dan Kandungan
Nutrisinya. Bandung (ID): Universitas Padjajaran Press.
Tobin T, Chay S, Kamerling S, Woods WE, Weckman TJ, Blake JW, Lees P. 1986.
Phenylbutazone in the horse: a review. J Vet Pharmacol Ther. 9(10):1-25.
Valle E, Giusto G, Penazzi L, Giribaldi M, Bergero D, Fradinho MJ, Lamas LRGP,
Gandini M. 2019. Preliminary results on the association with feeding and
recovery length in equine colic patients after laparotomy. J Anim Physio
Anim Nutr (Berl). 103(4): 1233-1241.
Walley, Wong. 2001. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta (ID): EGC.