Anda di halaman 1dari 16

OPERASI ENTEROTOMY DAN SECTIO CAESARIA PADA KUDA

WARMBLOOD

Disusun oleh:
Kelompok D PPDH Semester Ganjil 2019/2020

S.M. Leluala, SKH B94191003


Muhammad Aulia Bagaskara, SKH B94191007
Resti Indana, SKH B94191011
Ahmad Munawar Rangkuti, SKH B94191027
Shabrina Zakira Zafarina, SKH B94191032
Annisa Yohanes, SKH B94191033
Nike Choo Lee Ann, SKH B94191038
Fadhilah Amaliyah Haq, SKH B94191045
Aswan Amirudin, SKH B94191057
Naufal Haddam Maulana, SKH B94191058
Sutisno, SKH B94191061
Suci Kharisma, SKH B94191062
Arif Sofyan Aziz, SKH B94191065
Siti Sarah Nurhaliza, SKH B94191068
Kintan Juliawati, SKH B94191069
Gita Angelica Utama, SKH B94191072
Rahmitha Tria Amanda, SKH B94191082
Jaclyn Dass Mahima Dass, SKH B94191803
Ang Jia Leng, SKH B94191811
Lydia Pow Kar Men, SKH B94191813

DIVISI BEDAH DAN RADIOLOGI


DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kuda merupakan salah satu ternak yang mengalami penurunan populasi.


Tingginya angka permintaan kuda sebagai sumber pangan dan sumber daging di
Indonesia juga dapat menyebabkan penurunan populasi kuda, namun setelah terjadi
peningkatan kegiatan olahraga dan rekreasi menggunakan kuda maka populasi kuda
mengalami kenaikan (Blakely dan David 1991). Menurut Kementan (2014), populasi
kuda di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 43.6098 ekor, sedangkan produksi daging
kuda di Indonesia berada diperingkat 11 dari seluruh sumber daging. Produksi daging
kuda di Indonesia pada tahun 2015 yaitu sebanyak 2449 ton. Ternak kuda selain
mempunyai potensi destinasi wisata seperti kegiatan olahraga dan rekreasi, juga
mempunyai potensi cukup besar sebagai salah satu sumber makanan. Potensi tersebut
dapat dilihat dari populasi ternak, produksi daging, serta susu yang dihasilkan. Ternak
kuda dapat menjadi alternatif penyedia daging dan mempunyai potensi yang cukup
besar sebagai salah satu sumber pangan yang mempunyai kandungan protein yang
sangat tinggi. Ternak kuda juga menghasilkan susu yang mengandung senyawa
antimikroba alami (menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri), oleh karena itu
perlu dilakukan peningkatan produktivitas ternak kuda. Salah satu faktor yang dapat
meningkatkan produktivitas ternak adalah masalah kesehatan hewan dan pengendalian
penyakit ternak. Oleh karena itu status dan kondisi kesehatan hewan harusnya dapat
dikendalikan (Blakely dan David 1991).
Pencernaan adalah proses pemecahan pakan secara mekanis dan kimia menjadi
struktur kimia sederhana yang sebagian besar larut dalam air dan siapdiabsorpsi
melalui membran mukosa yang membatasi saluran usus (Tanuwiria dan Rusmana.
2006.). Selanjutnya, protein dipecah menjadi asam-asam amino dan karbohidrat
menjadi gula sederhana dan volatile fatty acids. Sistem pencernaan kuda merupakan
kombinasi fungsi pencernaan ruminan dan non ruminan, yaitu mempunyai lambung
relatif kecil tetapi efisien pada biji-bijian seperti pada babi, dan mempunyai sekum dan
kolon besar untuk pakan kasar (roughage) dibantu mikroorganisme untuk produksi
energi danv itamin B, jadi fungsinya mirip seperti rumen pada sapi (Tanuwiria dan
Rusmana. 2006). Selanjutnya mitokondria yang ada di semua sel menghasilkan energi
dari gula sederhana sebagai hasil akhir pencernaan biji-bijian, rumput, atau bahkan
kulit kayu (Parrakasi. 1983.). Saluran pencernaan adalah pipa lebih dari 100 feet atau
30,48 mulai mulut dan berakhir di anus. Selanjutnya, otot pipa tersebut membentuk
lingkaran beberapa kali dan bervariasi ukurannya antara diameter 1inch (1 inch = 2,54
cm) pada usus kecil hingga 8 inches (20,32 cm) pada sekum dan kolon besar. Saluran
pencernaan (mulut, pharynx, esofagus, lambung, usus kecil, usus besar yang terdiri dari
sekum, kolon, dan rektum, dan anus dibantu organ pelengkap (gigi, lidah, kelenjar
saliva, hati, dan pankreas) mempersiapkan pakan untuk absorpsi dan mengeliminasi
sisa-sisanya (residu). Sebagian besar pakan kuda memerlukan perubahan substansi
dengan aksimekanis, sekresi, kimia, dan biologi. Selanjutnya, aksi mekanis berupa
mastikasi atau mengunyah, penelanan, gerakan usus, dan defekasi (berak)atau
eleminasi residu
Tujuan

Operasi enterotomy bertujuan mengangkat enterolith yang ada di kolon dan


operasi sectio caesarea betujuan membantu kelahiran kuda.

METODE

Waktu dan Tempat

Operasi enterotomy dan sectio caesarea pada kuda warmblood bernama


Charlotte dilakukan pada hari Senin, 28 Oktober 2019 di Ruang Bedah Hewan Besar,
Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan (RSHP FKH), Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Setelah operasi dilakukan hewan dirawat di kandang
pemulihan hewan besar RSHP FKH IPB selama kurang lebih 24 jam selanjutnya
dipindahkan ke kandang pemulihan untuk dilakukan perawatan pasca bedah.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada operasi enterolith dan sectio caesarea adalah meja
operasi, lampu operasi, alat pencukur rambut, endotracheal tube (ETT), IV catheter 14
G, infusion set, mesin anestesi inhalasi, pasien monitoring, termometer, stetoskop,
syringe, dua set alat bedah minor yang setiap satu setnya terdiri dari 4 towel clamp, 2
gagang scapel no 3 dan 4 serta 2 blade, 1 rat tooth thumb tissue forceps, 1 dressing
thumb tissue forceps, 1 straight sharp- sharp scissors, 1 straight sharp-blunt scissor, 1
straight blunt-blunt scissor, 1 curved sharp-sharp scissors, 1 curved sharp-blunt
scissors, 1 curved blunt-blunt scissor, 4 straight dressing haemostat forceps, 2 straight
rat tooth haemostat forceps, 2 curved dressing haemostat forceps, 2 curved rat tooth
haemostat forceps, 1 needle holder, dan 1 bandage scissors. Serta dua set perlengkapan
operator dan asisten operator (2 pasang gloves, 2 pasang baju operasi, 2 masker, 2 hair
cap, 4 sikat, dan 2 handuk kecil). Bahan yang digunakan adalah acepromazine
konsentrasi 15 mg/100 mL (dosis 0.5–1 mL/100 kg), ketamin konsentrasi 100 mg/ml
(dosis 2.2 mg/kg), xylazine konsentrasi 100 mg/mL (dosis 1.1 mg/kg), lidokain
5mg/ml, isofluran, medetomidine (dosis 0.005 mg/kgBB), dexamethasone konsentrasi
2 mg/mL (dosis 5–15 mg/kgBB), flunixin (dosis 1.1 mg/kg), gentamycin, penicillin
streptomycin, NaCl 0.9% alkohol 70%, povidone iodine, benang catgut chromic 3
USP, benang silk 3 USP, benang silk 2 USP, blade ukuran 22, needle 18G, needle 21G,
tampon persegi, tampon bulat, kapas, kassa, dan sabun desinfektan.

Prosedur Operasi Sectio Caesarea

Prosedur operasi sectio caesarea tergantung dari kondisi hewan dan


kenyamanan operator untuk melakukan operasi. Operasi sectio caesarea dapat
dilakukan dengan posisi berdiri dan ventral recumbency. Posisi berdiri seringkali
dilakukan dengan insisi pada bagian oblique sinister dan paralumbar sinister,
sedangkan pada posisi ventral recumbency insisi biasa dilakukan ventral paramedian
dan ventrolateral. Operasi sectio caesarea dilakukan dengan posisi ventral recumbency
dengan sayatan ventral paramedian, hal ini dilakukan dikarenakan sectio caesarea
dilakukan bersamaan dengan prosedur bedah untuk mengatasi kolik. Sayatan dilakukan
dibawah umbilical sampai mendekati os pelvis, kemudian sayatan dipreparir dan
dibersihkan dari jaringan sekitar untuk memudahkan menenmukan linea alba.
Selanjutnya dilakukan penyayatan pada otot-otot abdomen dan peritonium. Penyayatan
pada peritonium dilakukan secara hati-hati karena ditakutkan dapat melukai organ
dibawahnya. Setelah rongga abdomen terbuka, dilanjutkan dengan eksplorasi rongga
abdomen untuk menemukan uterus. Uterus kemudian sedikit diangkat untuk
memudahkan proses penyayatan. Uterus disayat untuk mengeluarkan anak, dengan
posisi tungkai depan dikeluarkan terlebih dahulu. Apabila ukuran anak terlalu besar
dapat dilakukan pelebaran pada sayatan. Setelah anak dikeluarkan dari rongga
abdomen, bagian uterus dijahit dengan benang absorbable dengan jarum bulat, dengan
pola jahitan simple continuous suture namun dengan modifikasi. Sebelum dijahit
lumen uterus diberi antibiotic dan setelah jahitan selesai dipastikan tidak ada
kebocoran dan diberi antibiotik. Prosedur bedah kemudian dilanjutkan dengan tindakan
untuk mengatasi kolik.

Prosedur Operasi Enterotomy

Dilakukan palpasi pada dan ditemukan adanya benda asing pada kolon kuda.
Bagian usus besar tersebut kemudian dikeluarkan dari rongga perut menuju operator.
Sayatan transverse sekitar 13 cm dilakukan dengan menggunakan pisau scalpel
sebelah dengan benda asing. Feses kemudian dikeluarkan dan diikuti oleh 4 benda
asing berdiameter sekitar 7 - 14 cm. Air digunakan untuk flushing sisa feses dan di
ikuti oleh irigasi di sekitar daerah usus besar yang telah di insisi menggunakan NaCl
0,9%. Jahitan simple continuous dilakukan dengan menggunakan Vicryl jahitan 2-0
yang ditempatkan melalui semua lapisan dinding usus. Selanjutnya, jahitan Lembert
dilakukan di atas jahitan simple continuous. Setiap jahitan diikat dengan hati-hati tanpa
memotong lapisan serosa usus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRE OPERASI

Anamnesa dan signalement

Anamnesis
Kuda tidak mau makan dan tidak defekasi selama beberapa hari, kuda
terkadang nakur dan tampak gelisah. Kuda dalam keadaan bunting, usia kebuntingan
kuda sudah 10 bulan.
Signalement Hewan
Nama : Charlotte
Jenis hewan/ spesies : Kuda
Ras/ breed : Warmblood
Warna bulu & kulit : Coklat
Jenis kelamin : Betina
Umur : 17 tahun
Berat badan : 500 kg
Tanda Khusus : Tidak ada

Status Present
Keadaan Umum
Perawatan : Baik
Habitus : Tulang punggung lurus
Tingkah laku : Jinak
Gizi : Baik
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak pada 4 kaki
Suhu tubuh : 38.2°C
Frekuensi nadi : 56x/ menit
Frekuensi napas : 28x/ menit

Nasogastric Tube

Nasogastric tube sering digunakan untuk menghisap isi lambung dan juga
digunakan untuk memasukkan obat-obatan dan makanan (Metheny & Titler 2001).
Pemasangan nasogastric tube atau dikenal sebagai selang nasogastrik yaitu suatu
prosedur yang sering dilakukan untuk mendapatkan akses ke lambung. Tujuan
pemasangan nasogastric tube adalah diagnostik dan terapeutik. Pemasangan
nasogastric tube biasa dilakukan secara blind (dipasang tanpa melihat langsung)
menggunakan prosedur yang bersih (tidak steril) namun jika terdapat kontraindikasi
relatif. Dokter hewan perlu berhati- hati dalam melakukan pemasangan nasogastric
tube untuk menghindari risiko komplikasi. Komplikasi yang parah yang mungkin
ditimbulkan oleh prosedur ini (Walley & Wong 2000). Prosedur pemasangan
nasogastric yang pertama yaitu membersihkan daerah sekitar hidung hewan.
Menyiapkan selang nasogastric dan selang dilumasi dengan cairan parafin. kemudian
selang nasogastrik dimasukkan kedalam hidung hingga mencapai lambung hewan
dengan cara mendengarkan dari ujung selang bagian luar apakah sudah mencapai
lambung. Setelah itu selang di pompa menggunakan pompa air. Setelah terpompa air
dikeluarkan dalam bak penampung dan isi lambung hewan ikut keluar.

Kolik

Kolik adalah istilah umum yang menyebabkan sakit perut dan merupakan salah
satu penyebab utama kematian pada kuda. Ini paling sering mempengaruhi kuda hewan
peliharaan. Kolik terjadi terutama dari kondisi yang mempengaruhi saluran pencernaan
tetapi kadang-kadang bisa disebabkan oleh kondisi yang melibatkan organ dari sistem
lain dalam rongga perut (Gitari 2017). Pemberian pakan pada kuda yang tinggi gula
dan pati (ditemukan dalam jumlah besar di biji-bijian tradisional) perlu dicerna di
lambung dan usus kecil kuda melalui pencernaan enzimatik. Jika pakan berpindah
tidak tercerna ke dalam sekum (yang terjadi ketika kuda mengkonsumsi sejumlah besar
konsentrat), mikroba akan memfermentasi gula dan pati dan menghasilkan asam laktat
berlebih. Produksi asam laktat yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan yang
tajam dalam pH, yang menyebabkan kematian populasi mikroba di sekum yang lebih
memilih pH yang lebih tinggi (terutama serat mencerna bakteri selulolitik) dan
proliferasi bakteri yang lebih menyukai pH rendah (termasuk beberapa patogen
bakteri).
Flora alami hindgut kuda terganggu, dan banyak bakteri selulolitik mati dan
terdegradasi. Kerusakan bakteri ini menghasilkan produksi endotoksin, yang memasuki
sirkulasi kuda sistem karena peningkatan permeabilitas membran usus yang
disebabkan oleh penurunan pH. Jumlah besar endotoksin yang beredar menimbulkan
masalah bagi kuda termasuk laminitis. Bahkan jika fermentasi gula atau gula pati tidak
cukup untuk menyebabkan pelepasan endotoksin dan laminitis, dan iritasi pada lapisan
usus (Little dan Blikslager 2002). Disposisi anatomi saluran pencernaan kuda, sifat
pencernaan, dan praktik manajemen yang dipaksakan oleh manusia adalah salah satu
faktor predisposisi multifaktorial utama untuk kolik. Kolik yang berasal dari dampak
atau perpindahan usus, terutama dengan strangulasi, selalu berakibat fatal jika
intervensi bedah tidak dilakukan (Gitari 2017).

Hematologi

Tabel 1 Hasil Hematologi Darah


Parameter Hasil Normal
RBC (x 106/µl) 9.17 6.8-12.9
Hb (g/dL) 15.5 11-19
HCT (fL) 47.82 32-53
MCV (pg) 52 37-59
MCH (pg) 16.9 12.3-19.7
MCHC (g/dL) 32.5 31-39
RDW (%) 21.6
PLT (x 103/uL) 97* 100-400
PCT (%) 0.07
MPV (fL) 7.2
PDWc (%) 36.6

WBC (x 106/µl) 3.49* 5.4-14.3


LYM (x 106/µl) 0.82* 1.5-7.7
MON (x 106/µl) 0.27 0-1.5
NEU (x 106/µl) 2.35 2.3-9.5
EOS (x 106/µl) 0.04 0-1
BAS (x 106/µl) 0.00 0-0.3
LY% 23.5 17-68
MO% 7.9 0-14
NE% 67.4 22-80
EO% 1.2 0-10
BA% 0.1 0-2
Keterangan : tanda * menunjukkan penurunan atau peningkatan terhadap normal

Pemeriksaan hematologi sangat penting dilakukan sebelum operasi untuk


melihat kelayakan dan kondisi hewan. Menurut Mikniene et al. (2014), parameter
hematologi dan kimia darah dapat berfungsi untuk mengevaluasi nilai
fisiologis dan patologis dari tubuh hewan. Tujuan dasar dari pemeriksaan ini
adalah untuk menilai kondisi tubuh, efisiensi penggunaan substrat oleh organ,
eliminasi produk sisa metabolisme, dan melihat kerja fungsi organ. Selain itu
juga, pemeriksaan ini berperan sebagai penentuan diagnosis dan monitoring
perkembangan suatu penyakit baik penyakit infeksius, parasitik, atau disfungsi
organ secara spesifik (Barrellet dan Rickettes 2013). Hasil dari pemeriksaan
hematologi kuda Charllote tersaji pada Tabel 1.
Hasil hematologi menunjukkan angka yang normal untuk semua parameter
kecuali jumlah darah putih, jumlah limfosit, dan jumlah platelet. Trombosit atau
platelet merupakan elemen seluler terkecil di dalam pembuluh darah. Trombosit
diproduksi di sumsum tulang sebanyak 2/3 sedangkan 1/3 nya berada di limpa. Nilai
rata-rata trombosit kuda yang di periksa menglami penurunan dari jumlah normal. Hal-
hal yang dapat memengaruhi nilai trombosit dalam darah yaitu peningkatan tingkat
destruksi di sirkulasi darah, penurunan produksi di sumsum tulang, dan pemakaiannya
di jaringan. Selain itu dataran tinggi, aktivitas fisik, dan trauma dari kuda tersebut juga
merupakan salah satu faktor penyebab perbedaan nilai trombosit (Ricketts 2006).
White blood cell (WBC) atau jumlah sel darah putih memiliki fungsi utama
yaitu melawan infeksi, melindungi tubuh dengan cara memfagosit benda asing, dan
memproduksi serta mendistribusikan antibodi karena adanya benda asing yang masuk
ke dalam tubuh (Stockham dan Scott 2008). Nilai jenis-jenis leukosit terdiri dari
basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit. Nilai WBC pada kuda yang
diperiksa terlihat lebih rendah dari normal. ha lini menandakan adanya penurnan sistem
pertahanan tubuh dari kuda. Hasil pemeriksaan juga menunjukkan adanya penurunan
nilai limfosit pada kuda yang diperiksa. Menurut Harvey (2012), limfosit banyak
berada di limpa, jaringan limfatikus, dan nodus limfe serta hanya sedikit yang beredar
di dalam sirkulasi darah. Penurunan limfosit dapat dialami jika terjadi imunosupresi
atau kerusakan pada jaringan limfoid akibat faktor tertentu atau hewan dalam keadaan
tercekam (stres). Selain hematologi, kuda juga diperiksa kimia daranya dan tersaji pada
tabel 2.
Hasil kimiawi darah dapat dijadikan parameter untuk melihat keadaan fungsi
organ hewan yang diperiksa. Menurut hasil pemeriksaan kimia darah yang diperoleh
seperti Blood Urea Nitrogen (BUN), total protein, kreatinin, dan GOT memiliki nilai
yang normal. Kuda yang diperiksa mengalami keadaan hiperglikemia yaitu kandungan
glukosa dalam darah meningkat. Glukosa darah cenderung lebih tinggi setelah makan,
dan lebih rendah sebelum makan. Namun, kuda dalam keadaan kolik dan tidak makan.
Penyebab lain mungkin dapat meningkatkan gula darah adalah adanya gangguan
sekresi enzim pankreas. Selain itu, hiperglikemia yang disebabkan oleh stres juga harus
dipertimbangkan.

Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Kimia Darah


Parameter Hasil Normal
BUN (mg/dL) 15.0 12.0 – 27.0
Glu (mg/dL) 113.0* 50.0 – 107.0
ALP (IU/L) 62.0* 86.0 – 285.0
T-Pro (g/dL) 5.8 5.8 – 7.7
GPT (IU/L) 12.0* 0.0 -- 6.0
Cre2 (mg/dL) 1.5 0.9 – 2.0
GOT (IU/L) 444.0 168.0 – 494
Keterangan : tanda * menunjukkan penurunan atau peningkatan terhadap normal

Kuda juga mengalami penurunan nilai ALP. Pengurangan ALP mungkin karena
kekurangan zink atau kekurangan gizi. Hal ini juga bisa disebabkan oleh kerusakan
pada gen yang mengkode isozim non-spesifik jaringan ALP (Deeb dan Elfatih 2018).
Selain itu kuda juga terlihat mengalami peningkatan nilai GPT. Sebagian besar SGPT
dapat ditemukan di hati dan sedikit berada di ginjal, jantung, dan otot. SGPT
dilepaskan ke pembuluh darah sebagai akibat dari adanya peradangan atau perlukaan di
hati. Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat
Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat
di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati (Ronald 2004).

OPERASI

Monitoring Operasi

Berdasarkan data monitoring frekuensi jantung, terjadi penurunan frekuensi


jantung (HR) pada menit ke-0 saat penyayatan akan dilakukan. Xylazin bekerja sebagai
agonis reseptor α2 adrenergik yang terletak di ujung saraf adrenergik dan pada sel
efektor di otak. Reseptor α2 juga terdapat pada membran pra sinaps yang berfungsi
dalam umpan balik negatif pelepasan norepinephrine (NE). Aktivasi reseptor α2 pasca
sinaps dalam otak dapat menyebabkan berkurangnya rangsangan yang kemudian
menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung (Adams 2001).
Frekuensi jantung tertinggi saat operasi terjadi pada menit ke-150 yaitu 76 kali
per menit. Hal ini terjadi saat akan dilakukan penjahitan kulit sehingga hewan
menunjukkan rasa sakit dengan gerakan pada kaki depan, dan terdapat respon menelan.
Menurut Lumb dan Jones (2007), kerja ketamin pada sistem saraf pusat akan
meningkatkan aliran darah otak dan pemakaian oksigen sehingga terjadi stimulasi
general dari pusat vasomotor dan perifer untuk melepaskan norepinephrine yang
membuat frekuensi jantung lebih tinggi.
80 72 72 76 72
68 68 68
64 64
70 60 60 60
60
kali/menit 44
50
40
30 20
16 16 16 16 16
20 12 12 12
8 8
10
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165
menit ke-

Frekuensi Jantung Frekuensi Napas

Grafik 1 Monitoring frekuensi jantung dan frekuensi napas saat operasi

Penghitungan frekuensi napas bertujuan untuk mengukur aktivitas bernapas


melalui proses pengambilan oksigen untuk digunakan oleh jaringan dan melepaskan
karbondioksida. Frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur hewan,
aktivitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya gangguan pada
saluran pencernaan, kondisi kesehatan, dan posisi hewan (Widodo et al. 2011). Data
monitoring frekuensi pernapasan menunjukkan perubahan yang signifikan dari awal
penyayatan pada menit ke-0 yaitu 44 kali per menit, kemudian pada menit ke-15
mengalami penurunan menjadi 20 kali per menit. Hal ini dapat disebabkan oleh efek
dari anestesi ketamin yang diberikan pada awal pembiusan. Berdasarkan Kurdi et al.
(2014), ketamin memiliki efek minimal terhadap pusat pernapasan dan menghasilkan
relaksasi pernapasan dengan cara mempengaruhi berbagai reseptor dan otot bronchial.
Isofluran digunakan untuk maintenance saat operasi. Berdasarkan data
frekuensi napas pada grafik menunjukkan konstan dari menit ke-15 hingga menit ke-
165 yaitu pada rentang 8-20 kali per menit. Dosis isofluran digunakan tergantung dari
kedalaman tidur hewan. Isofluran pada menit awal penyayatan dipasang isofluran 2,
kemudian menit ke-15 isofluran dimatikan karena hewan sudah dalam keadaan
teranestesi dan berada dalam keadaan tidur yang dalam. Penjahitan usus dilakukan saat
menit ke-30, kemudian dilakukan pengaturan status isofluran 1. Tindakan ini dilakukan
atas pertimbangan karena hewan menunjukkan respon menelan.
Frekuensi napas mengalami penurunan yang signifikan dari awal penyayatan
pada menit ke-75 yaitu 8 kali per menit. Hal ini disebabkan karena telah dilakukan
maintenance pada menit ke-70 menggunakan ketamin 3 ml. Hal ini dilakukan karena
akan dilakukan penjahitan otot menggunakan jahitan mattres horizontal. Pertimbangan
lain karena hewan menunjukkan respon rasa sakit dengan pergerakan pada kaki depan.
Menurut Hatch dan Ruch (1974), yang menyatakan bahwa efek samping yang tidak
diinginkan dari ketamin adalah menyebabkan pendepresan kardiovaskular dan respirasi
minimal.
41 40.7
40.3 40.3 40.4 40.3 40.3
40.5
40
40 39.7 39.6
39.5 39.5
39.5 39.3

39

38.5
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165

Temperatur

Grafik 2 Monitoring suhu saat operasi

Data monitoring suhu tubuh menunjukkan angka yang tinggi. Hal ini dapat
disebabkan karena kuda dalam keadaan sedang bunting dan mengalami kolik sehingga
terjadi peningkatan suhu tubuh akibat rasa sakit. Kenaikan suhu ini juga bisa
disebabkan karena pemberian anestetikum ketamin. Ketamin memiliki efek
meningkatkan metabolisme dan kerja jantung. Metabolisme tubuh yang meningkat
menyebabkan peningkatan produksi panas tubuh dan pemindahan panas tubuh akan
berlangsung baik dengan meningkatnya kerja jantung (Hellyer 1996).

Enterolith

Gejala klinis yang ditunjukkan kuda Charlotte sebelum dilakukan operasi yaitu
kolik, tidak nafsu makan, minum dan tidak defekasi. Menurut Hassel (2002), gejala
klinis kuda yang mengalami enterolitiasis yaitu kolik dan gangguan saluran pencernaan
lainnya. Setelah operasi sesar selesai dilakukan, operator melakukan pemeriksaan pada
rongga abdomen untuk menemukan kelainan yang terjadi. Kuda Charlotte diketahui
mengalami obstruksi setelah dilakukan pemeriksaan. Hal tersebut dibuktikan pada
bagian colonnya ditemukan suatu massa yang keras seperti batu. Massa tersebut
menyebabkan bagian usus Charlotte mengalami obstruksi sehingga bagian saluran
pencernaan tidak dapat bekerja maksimal. Setelah itu dilakukan enterotomi pada usus
untuk mengeluarkan corpus alineum dari colon. Hasil yang didapatkan adalah berupa
batuan yang berukuran sangat besar sebanyak 4 buah. Hal tersebut membuat dugaan
bahwa kuda megalami enterolitiasis.
Enterolitiasis merupakan suatu kejadian terbentuknya massa seperti batu pada
bagian saluran pencernaan. Penyebab enterolitiasis terdiri dari beberapa faktor seperti
faktor lingkungan, faktor manajamen pakan, faktor manajemen pemeliharaan, breed,
pH usus, dan terdapatnya nidus (Cohen et al. 2000). Batuan pada usus tersebut
biasanya disebabkan oleh pakan yang kurang serat, dan pakan yang memiliki kadar
magnesium amonium fosfat yang tinggi sehingga menghasilkan pH basa. Keadaan
basa akan membuat terbentuknya kristal yang kemudian lama kelamaan menjadi batu.
Ras seperti Arabian, Arabian crosses, Morgans, dan American Saddlebred merupakan
ras yang lebih sering terkena kasus enterolitiasis (Hassel et al. 1999). Lokasi terjadinya
enterolit tidak berada pada colon descenden karena saat dilakukan palpasi sebelumnya
tidak dapat teraba. Menurut Blue (1979), sedikit kejadian enterolit yang dapat
terdeteksi saat dilakukan palpasi per rektum. Diagnosa penunjang untuk enterolitiasis
biasanya radiografi perut, eksplorasi celiotomi, nekropsi atau melalui palpasi per
rektum (Pierce 2009).

POST-OPERASI

Keadaan Induk dan Anak

Setelah tindakan operasi dilakukan, kuda dipindahkan ke tempat isolasi guna


mencegah infeksi sekunder dan mempercepat proses persembuhannya. Kuda charlotte
sadar setelah 20 menit pasca operasi dan terlihat mencoba untuk bangun dan berdiri
dari posisi tidurnya. Setelah beberapa menit, charlotte berdiri dengan kondisi yang
belum terlalu stabil dikarenakan masih ada efek anastesi yang telah diberikan. Pada
kondisi tersebut, charlotte harus dibantu oleh tim operasi yaitu dengan menahan beban
tubuhnya agar posisi berdiri charlotte tetap stabil dan tidak terjatuh ketika berusaha
untuk berdiri. Kuda Charlotte menunjukkan kondisi yang cukup stabil yaitu setelah 1-2
jam berdiri, namun tetap dipantau dan diawasi oleh tim operasi yang bertugas.
Anak kuda terlahir prematur melalui operasi caesar. Usia kebuntingan saat
operasi ±10 bulan 2 hari. Hal tersebut merupakan suatu alasan kenapa anak kuda dapat
terlahir prematur. Anak kuda terlahir pada tanggal 21 Oktober 2019 pukul 15:48 WIB.
Kondisi anak kuda saat terlahir masih lemas, belum bisa berdiri, dan banyak keluar
cairan amnion dari hidung dan mulut. Untuk mengeluarkan cairan tersebut anak kuda
diposisikan kepala dibawah dan kaki di atas sampai cairannya keluar semua. Setelah
cairan keluar anak kuda dibersihkan dan dihangatkan menggunakan handuk, selimut,
dan lampu ayam. Kemudian anak kuda diberikan oksigen untuk melancarkan
pernapasannya. Anak kuda sempat diberikan mylanta untuk lambungnya dan dulcolax
agar defekasi.
Anak kuda diberikan susu formula SGM ±90 ml tiap dua jam sekali agar ada
asupan yang masuk ke dalam tubuh anak kuda. Badannya selalu dihangatkan
menggunakan heating pad dan selimut. Pada pukul 23:00 WIB anak kuda sudah tidak
merespon saat diberikan susu dan kondisinya lemah akan tetapi sempat terbangun
beberapa kali. Pada tanggal 22 Oktober 2019 pukul 03:00 WIB anak kuda di infus
dengan 250 ml dextrose dan 500 ml NaCl secara intravena (IV). Kondisi anak kuda
sudah membaik setelah diberikan infus akan tetapi belum mau merespon saat diberikan
susu. Pukul 03:30 pernapasan anak kuda tidak teratur sehingga diberikan oksigen.
Pukul 04:00 anak kuda sempat terbangun dan seperti mau berdiri, kemudian dibantu
untuk berdiri tapi tidak bisa dan akhirnya tertidur lagi. Anak kuda diberikan air
ditambah paraffin oil secara per rektal untuk melancarkan peristaltik di usus besar.
Kemudian anak kuda sudah mulai defekasi dan urinasi beberapa kali. Pukul 07:30-
08:30 anak kuda dijemur.
Pagi menjelang siang kondisi pernapasan anak kuda sudah mulai tidak stabil
lagi sehingga diberikan oksigen dan anak kuda masih belum mau merespon saat
diberikan susu. Sekitar pukul 14:00 anak kuda mengeluarkan cairan lambung dari
hidung dan segera dilakukan nasogastric intubation akan tetapi gagal. Tidak lama dari
itu anak kuda kehilangan kesadaran dan akhirnya mati.

Monitoring Post-Operasi

Berdasarkan Grafik 3, dapat dilihat bahwa kuda memiliki detak jantung dan
laju pernapasan yang lebih tinggi dari biasanya. Bagi kebanyakan kuda dewasa, denyut
nadi istirahat normal atau denyut jantung (HR) adalah 28 hingga 44 denyut per menit.
Denyut nadi meningkat ketika seekor kuda sakit, di bawah tekanan ekstrim atau
kesakitan. Tingkat respirasi kuda yang normal adalah 8 hingga 16 kali per menit. Kuda
saat istirahat dengan respirasi abnormal atau laju respirasi dapat mengindikasikan
bahwa mereka tidak enak badan. Mereka mungkin mengalami rasa sakit atau mungkin
mengalami kesulitan menghirup udara (Pavia dan Running-Gentry 2011). Dalam hal
ini, Charlotte baru saja menjalani operasi dan mengalami kesakitan yang
mempengaruhi tingkat pernapasan dan detak jantungnya.

120
100
80
60
40
20
0

Heart Rate (HR) Respiration rate (RR)

Grafik 3 Monitoring post operasi kuda Charlotte (Heart rate dan respiration rate).

Suhu kuda normal berkisar antara 99,5 hingga 101,4 ˚F yaitu 37,5 hingga
38,6˚C. Berdasarkan hasil, suhu Charlotte tetap dalam kisaran optimal kecuali untuk
hari pertama di mana suhu tubuhnya 39,2 ˚C. Ini karena pada saat ini (6.30 p.m.),
Charlotte baru saja menjalani operasi yang berakhir pada 6.22 p.m. Peningkatan suhu
mungkin disebabkan oleh stres dan rasa sakit yang ekstrem selama operasi atau efek
dari ketamin yang dapat meningkatkan laju metabolisme yang akan meningkatkan
produksi panas (Hellyer 1996).
Gusi atau mukosa dapat menjadi indikator kesehatan pencernaan dan aliran
darah yang baik. Kuda yang sehat harus memiliki gusi berwarna merah muda yang
juga dapat dilihat melalui selaput lender (mukosa). Ini menandakan bahwa kuda
memiliki aliran darah yang baik di tubuhnya. Namun, gusi Charlotte dan selaput lendir
berwarna pucat sebagian besar waktu. Menurut Pavia dan Running-Gentry (2011),
kuda yang menderita kolik, syok atau sakit mungkin memiliki gusi pucat yang hampir
putih.
Keadaan normal, kuda harus tenang dan tidak khawatir atau gelisah (Pavia dan
Running-Gentry 2011). Namun, Charlotte terlihat cemas kadang-kadang ketika
pemeriksaan fisik dilakukan. Ini mungkin karena dia kesakitan dan baru saja
kehilangan anak kuda. Ini juga dapat terjadi karena konsumsi makanan dan airnya
dikendalikan oleh dokter.

40.5
40
39.5
39
38.5
38
37.5
37
36.5

Temperatur

Grafik 4 Monitoring post operasi kuda Charlotte (Temperatur)


Sistem pencernaan adalah salah satu sistem yang paling rumit dan penting
dalam tubuh kuda. Karena kuda tidak bisa muntah, apa pun yang mereka konsumsi
harus keluar dari system pencernaannya. Kuda yang menderita kolik yang merupakan
istilah lain untuk sakit perut, mungkin mengalami masalah dalam sistem pencernaan
mereka. Dalam kebanyakan kasus, kolik menyebabkan gangguan sistem pencernaan.
Hasilnya adalah gut sound tidak ada. Gut sound adalah suara yang dibuat oleh lambung
dan usus karena mereka bekerja secara normal. Seekor kuda tanpa suara usus adalah
kuda dalam kesulitan karena suara usus normal menunjukkan kuda yang sehat. Dalam
kondisi normal, seekor kuda harus memiliki suara gemericik yang datang dari daerah
perut ketika sedang auskultasi (Pavia dan Running-Gentry 2011).

Terapi Post-Operasi

Obat harian yang diterima oleh Charlotte adalah seperti berikut: 15ml
Rheindexa dua kali sehari, 5 botol metronidazole dua kali sehari, 20ml genta-ject 10%
dua kali sehari, 20ml penstrep-400 dua kali sehari, dan 20ml phenylject dua kali sehari.
Bahan aktif untuk Rheindexa adalah deksametason dengan konsentrasi 2.0 mg / mL.
Dexamethasone adalah hormon kortikosteroid sintetik yang digunakan untuk
pengobatan penyakit inflamasi dan penyakit immune-mediated (Papich 2011).
Metronidazole memiliki spektrum aktivitas terbatas, yang meliputi bakteri
anaerob dan beberapa protozoa. Dalam pengobatan kuda, ia biasa digunakan untuk
mengobati infeksi anaerob yang disebabkan oleh Clostridium sp. dan Bacteroides
fragilis. Ia sangat efektif terhadap C. difficile (Reeder et. al 2009). Karena ia hanya
efektif pada bakteri anaerob; metronidazole biasa diberikan dengan antibiotik lain yang
memiliki aktivitas melawan bakteri aerob. Inilah sebabnya mengapa Genta-ject 10%
diberikan kepada kuda juga. Bahan aktif genta-ject 10% adalah gentamisin 100 mg /
mL sulfat. Gentamisin dapat digunakan untuk melawan bakteri gram negatif aerob dan
fakultatif, namun aktivitasnya terhadap bakteri Gram-positif terbatas (Cameron et. al
2015). Antibiotik lain yang diberikan adalah Penstrep-400. Bahan aktifnya adalah
prokain penisilin G dan dihidrostreptomisin sulfat. Penisilin G efektif terhadap bakteri
aerob seperti streptokokus beta-hemolitik, stafilokokus negatif beta-laktamase dan
Corynebacterium spp. Ini juga efektif terhadap beberapa bakteri anaerob (Reed et.
2018). 30 mL Penstrep-400 juga dimasukkan ke saluran reproduksi kuda setiap hari
menggunakan selang.
Fenilbutazone adalah NSAID yang paling banyak digunakan di kuda, untuk
peradangan jaringan lunak dan berbagai gangguan muskuloskeletal. Namun, flunixin
meglumine umumnya merupakan pengobatan yang banyak digunakan untuk kolik pada
kuda, walaupun fenilbutazon juga antagonis terhadap efek gangguan endotoksin pada
motilitas usus (Reed et. al 2018). Fenilbutazon secara signifikan mengurangi
pembengkakan prostanoid-dependent, edema, eritema, dan hipersensitif terhadap nyeri
pada jaringan yang meradang (Tobin et. al 1986).
Infus 20L - 40L NaCl 0.9% dan Ringer Lactate diberikan kepada kuda melalui
infuse setiap hari. Volume cairan yang diberikan tergantung pada tingkat dehidrasi
kuda. Mulai dari hari ke-3, dekstrosa 5% juga diberikan melalui infus. Dekstrosa
adalah bentuk glukosa. Ini digunakan untuk menggantikan cairan yang hilang dan
memberikan energi melalui karbohidrat. Rumput segar diberikan kepada kuda dalam
jumlah kecil, oleh karena itu pemberian infus dekstrosa akan membantu menyediakan
lebih banyak energi.
Intubasi nasogastrik dilakukan pada kuda 3 kali sehari. Indikasi utama untuk
melakukan intubasi nasogastrik untuk Charlotte adalah mengosongkan perut dan
membolehkan hidrasi langsung utuuk isi usus (Corley dan Stephen 2008). Minyak
parafin digunakan sebagai lubricant saat memasukkan tabung nasogastrik. Palpasi
rektal juga dilakukan dua kali sehari, untuk meraba struktur intraabdominal.
Luka di perut dibersihkan dua kali sehari, dengan dilap dengan NaCl 0.9%
dicampur dengan povidone iodine. Kemudian disemprot dengan Limoxin-25. Bahan
aktif semprot Limoxin adalah oxytetracycline hidroklorida, bentuk garam hidroklorida
dari oxytetracycline. Oxytetracycline digunakan untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh spektrum bakteri yang luas, terutama yang menyebabkan infeksi kulit.
Limoxin-25 juga mengandung gentian violet. Gentian violet memiliki sifat antibakteri
dan antimikotik (Maley dan Arbiser 2013). Rumput segar diberikan kepada kuda dalam
jumlah kecil, dimulai pada hari ke-2 setelah operasi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Valle et. al (2019), waktu untuk makan pertama memiliki hubungan
positif dengan lamanya pemulihan. Penggunaan pakan berbasis serat sangat membantu
memulihkan mikrobioma gastrointestinal dan motilitas pada pasien kolik kuda setelah
laparotomi.
DAFTAR PUSTAKA

Adams RH. 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. 8nd edition. IOWA
State (US):University Press Ames.
Barrelet A, Ricketts S. 2002. Haematology and blood biochemistry in the horse: a
guide to interpretation. In Practice. 24 : 318-327.
Blakely J dan David HB. 1991. Ilmu Peternakan, Edisi Keempat. Yogyakarta (ID):
Gajah Mada University Press.
Blue MG. 1979. Enteroliths in horses-a retrospective study of 30 cases. Equine
Veterinary Journal. 11(2): 76-84.
Cameron P, Little M, Jelinek G, Kelly AM, Brown AFT. 2015. Textbook of Adult
Emergency Medicine. 4th ed. Philadelphia (USA): Elsevier.
Cohen ND, Vontur CA, Rakestraw PC. 2000. Risk factors for enterolithiasis among
horses in Texas. J.Am.Vet. Med.Assoc. 216(11): 1787-1794.
Corley K, Stephen J. 2008. The Equine Hospital Manual. West Sussex (UK):
Blackwell Publishing
Deeb A, Elfatih A. 2018. Could Alerting Physicians for Low Alkaline Phosphatase
Levels Be Helpful in Early Diagnosis of Hypophosphatasia. J Clin Res Pediatr
Endocrinol. 10(1): 19-24.
Gitari A, Nguhiu J, Varma V, dan Mogoa E. (2017). Occurrence, treatment protocols,
and outcomes of colic in horses within Nairobi County, Kenya. Veterinary
World, 10(10):1255–1263. doi:10.14202/vetworld.2017.1255-1263
Harvey, John W. 2012. Veterinary Hematology: A Diagnostic Guide and Color Atlas.
Missouri (US): Elsevier.
Hatch RC dan Ruch T. 1974. Experiment on antagonism of ketamin anesthesia in cat
given andrenergic and cholinergich stimulant alone and in combination. Am J Vet
Res. 70(6): 35-38.
Hassel DM., Langer DL, Snyder JR, Drake CM., Goodell ML, Wyle A. 1999.
Evaluation of enterolithiasis in equids: 900 cases(1973-1996). J Am Vet Med
Assoc. 214(2): 233-237.
Hassel DM. 2002. Enterolithiasis. Clini Tech in EquiPrac. 1(3): 143-147.
Hellyer PW. 1996. General anaesthesia for dog and cats. Ved Med. 91:314-325.
Kurdi MS, Kaushic AT, Radhika SD. 2014. Ketamine: current applications in
anesthesia, pain, and critical care. Anesthesia: Essays and Researches. 8(3):283-
290.
Little D, dan Blikslager A T. 2002. Factors associated with development of ileal
impaction in horses with surgical colic: 78 cases (1986-2000). Equine Veterinary
Journal. 34(5): 464-468.
Lumb MV, Jones EW. 2007. Veterinary Anesthesia dan Analgesia. Edisi ke-3. New
Jersey (US): Blackwell Publishing.
Maley AM, Arbiser JL. 2013. Gentian Violet: A 19th Century Drug Re-emerges in
the 21st Century. Exp Dermatol. 22(12): 775-780.
Metheny NA, Titler M. 2001. Assessing Placement of feeding Tubes. American
Journal of Nurshing. 101 (5).
Mikniene Z, Maslauskas K, Kerziene S, Kucinskiene J, Kucinskas A. 2014. The effect
of age and gender on blood haematological and serum biochemical parameter in
zemaitukai horses. Vet Med Zoot. 65 : 37-43.
Papich MG. 2011. Saunders Handbook of Veterinary Drugs: Small and Large
Animal. 3rd ed. Missouri (USA): Elsevier.
Parrakasi. 1983. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. Bandung (ID):
Angkasa.
Pavia A, Running-Gentry K. 2011. Horse Health and Nutrition for Dummies. London
(UK): For Dummies.
Pierce RL. 2009. Enteroliths and other foreign bodies. Vet Clin Equine. 25: 329-340
Reed SM, Bayly WM, Sellon DC. 2018. Equine Internal Medicine. 4th ed. Missouri
(USA): Elsevier.
Reeder D, Miller S, Wilfong DA, Leitch M, Zimmel D. 2009. AAEVT’s Equine
Manual for Veterinary Technicians. Iowa (USA): Wiley-Blackwell
Ricketts S. 2006. Equine Clinical Pathology. Suffolk: Rossdale & Partners Veterinary
Surgeons.
Ronald A, Sacher. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta
(ID): Gramedia Pustaka Utama.
Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamental of Veterinary Clinical Pathology Ed.
2nd. State Avenue (US): Blackwell Pub.
Tanuwiria dan Rusmana. 2006. Eksplorasi Hijauan Pakan Kuda dan Kandungan
Nutrisinya. Bandung (ID): Universitas Padjajaran Press.
Tobin T, Chay S, Kamerling S, Woods WE, Weckman TJ, Blake JW, Lees P. 1986.
Phenylbutazone in the horse: a review. J Vet Pharmacol Ther. 9(10):1-25.
Valle E, Giusto G, Penazzi L, Giribaldi M, Bergero D, Fradinho MJ, Lamas LRGP,
Gandini M. 2019. Preliminary results on the association with feeding and
recovery length in equine colic patients after laparotomy. J Anim Physio
Anim Nutr (Berl). 103(4): 1233-1241.
Walley, Wong. 2001. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta (ID): EGC.

Anda mungkin juga menyukai