Laporan Pendahuluan CA Serviks
Laporan Pendahuluan CA Serviks
DISUSUN OLEH :
1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN CARSINOMA CERVIX
DI RUANG B3 GINEKOLOGI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
A. PENGERTIAN
Kanker merupakan pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel
epitelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan
metastasis. (Dorland, 1998: 185).
Kanker serviks adalah keadaan dimana sel-sel neoplastik terdapat pada
seluruh lapisan epitel pada daerah serviks uteri. (Wilson and Price, 1995: 1137).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol
dan merusak jaringan normal di sekitarnya. (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
B. ETIOLOGI
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor
resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan
hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada
usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda.
2. Jumlah kehamilan dan partus.
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus.
Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat
karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan.
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti
pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks
ini.
2
4. Infeksi virus.
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus
kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks.
5. Sosial Ekonomi.
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah
mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah
umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi
imunitas tubuh.
6. Hygiene dan sirkumsisi.
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita
yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non
sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan
smegma.
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim).
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian
AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi
diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus
menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.
C. PATOFISIOLOGI
Serviks mempunyai dua jenis sel epitel yang melapisi nektoserviks dan
endoserviks, yaitu sel epitel kolumner dan sel epitel squamosa yang disatukan
oleh Sambungan Squamosa Kolumner (SSK) / Squamosa Columner Junction
(SCJ)
Pada awalnya metaplasia (proses pergantian epitel kolumner dan
squamosa) berlangsung fisiologis. Namun dengan adanya mutagen dari agen
yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti sperma, virus herpes
simplek tipe II, maka yang semula fisiologis berubah menjadi displasia.
Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk
menjadi ganas.
3
Hampir semua ca. serviks didahului dengan derajat pertumbuhan
prakanker yaitu displasia dan karsinoma insitu. Proses perubahan yang terjadi
dimulai di daerah Squamosa Columner Junction (SCJ) atau SSK dari selaput
lendir portio. Pada awal perkembangannya, ca. serviks tidak memberikan
tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan speculum, tampak sebagai portio
yang erosive (metaplasia squamosa) yang fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh sebagai berikut:
1. Eksofitik, mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferasi
yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung
untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks
dan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang
luas.
Displasia pada serviks disebut Neoplasia Servikal Intraepitelial (CIN).
CIN ada tiga tingkatan yaitu:
a. CIN I : displasia ringan, terjadi di epitel basal lapisan ketiga, perubahan
sitoplasmik terjadi di atas sel epitel kedua dan ketiga.
b. CIN II : displasia sedang, perubahan ditemukan pada epitel yang lebih
rendah dan pertengahan, perubahan sitoplasmik terjadi di atas
sel epitel ketiga.
c. CIN III : displasia berat, terjadi perubahan nucleus, termasuk pada semua
lapis sel epitel, diferensiasi sel minimal dan karsinoma insitu.
4
D. PATHWAYS
hygiene (-) sos-ek rendah hub. sexual jumlah partus
infeksi virus
Radang
invasiv ke sel saraf
Perubahan porsio
Perubahan Cervix
Ca. Cervix
F. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dianjurkan oleh IFGO
(International Federation of Obstetrics and Ginecology)
Tingkat 0 : carcinoma in situ.
Selaput basal masih utuh : disebut juga carcinoma ekstra epitel.
Tingkat 1 : carcinoma terbatas pada cervix.
Tingkat 1a : carcinoma micro invasive.
Proses telah menembus selaput basal tapi tidak lebih dari 3 mm.
Dari selaput tersebut dan tidak banyak tempat (papil invasive tak
banyak) dan tidak terdapat sel ganas di pembuluh darah / limfe
Tingkat 1b : Proses masih terbatas pada portio tapi suhdah terjadi sel tumor
ganas yang lebih jauh dari 1a.
Tingkat 1b : proses tidak nyata secara klinis tapi secara histopalogic sudah
terjadi invasi sel tumor ganas.
Tingkat 2 : Ca. Menyebar ke 2/3 bagian atas vagina dan pada uterus
Tingkat 2a : Proses sedah menyebar ke vagina dalam batas 2/3 proximal
sedangkan parametrium masih bebas dari proses.
6
Tingkat 2b : Proses sudah meluas sampai parametrium tapi belum masuk
dinding panggul.
Tngkat 3 : Ca. telah menyebar ke dinding pervic1/3 bagian bawah vagina
Tingkat 3a : proses sudah meluas 1/3 distal vagina proses parametria tidak
meluas mencapai dinding panggul
Tingkat 3b : proses sudah mencapai dinding pada panggul dan tidak terdapat
daerah terbebas antara portio dan proses pada dinding panggul
tersebut.
Tingkat 4 : Ca. telah menyebar ke organ lain.
Tingkat 4a : proses telah mencapai mukosa rectum dan atau vu / sudah
keluar dari panggul kecil, metastasis juga belum terjadi
Tingkat 4b : terjadi metastasis jauh.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sitologi / Pap Smear.
Keuntungan : murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan : tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2. Schillentest.
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak
mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma
yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma
tidak berwarna.
3. Koloskopi.
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu
dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan : dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga
mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan : hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio,
sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak
terlihat.
7
4. Kolpomikroskopi.
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali.
5. Biopsi.
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi.
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan
epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi
meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
H. TERAPI
1. Irradiasi.
Dapat dipakai untuk semua stadium.
Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk.
Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
Dosis :
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks.
Komplikasi Irradiasi :
Kerentanan kandungan kencing.
Diare.
Perdarahan rectal.
Fistula vesico atau rectovaginalis.
2. Operasi.
Operasi limfadektomi untuk stadium I dan II.
Operasi histerektomi vagina yang radikal.
3. Kombinasi.
Irradiasi dan pembedahan.
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan
bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi
berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula,
disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran
darah.
8
4. Cytostatika.
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 %
dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap
resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.
I. PENCEGAHAN
1. Personal Higiene yang baik, terutama daerah
genitalia
2. Penggunaan obat yang terkontrol
3. Gaya hidup yang baik
4. Circumcici bagi pasangan
5. lingkungan yang baik
6. Pap smears atau cervical smears
Untuk wanita yang aktiv sexualitasnya, satu
tahun sekali.
Untuk wanita yang biasa, mulai umur 18
tahun, tiap 2 tahun sekali.
9
J. PENGKAJIAN
1) Identitas klien.
2) Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang
berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga
tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang
dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi
perawatan atau membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya
pengetahuan keluarga.
4) Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi.
5) Riwayat penyakit keluarga.
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
6) Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah
dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi.
- perdarahan.
- keputihan
2. Palpasi.
10
- nyeri abdomen.
- nyeri punggung bawah.
Pemeriksaan Dignostik
- Sitologi / Pap Smear.
- Schillentest.
- Koloskopi.
- Kolpomikroskopi.
- Biopsi.
- Konisasi.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan efek kemoterapi.
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan peningkatan tekanan intra abdomen.
Tujuan : nyeri berkurang.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah dan ekspresi wajah tidak tegang.
Intervensi :
Kaji skala nyeri dan intensitas nyeri.
Rasional : untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Awasi dan pantau tanda-tanda vital.
Rasional : klien mengetahui penyebab nyeri.
Ajarkan klien relaksasi nafas dalam dan masase daerah sekitar nyeri.
11
Rasional : mengurangi rasa nyeri.
Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : untuk meningkatkan kenyamanan klien dan mengurangi
nyeri.
12
Jelaskan pada pasien untuk menghindari menggaruk.
Rasional : mencegah iritasi.
DAFTAR PUSTAKA
13