Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMBUATAN PEREAKSI

NAMA : YUSI ANDA RIZKY


NIM : H311 08 003
KELOMPOK : I (SATU)
HARI/TGL PERC. : SENIN/20 SEPTEMBER 2010
ASISTEN : YUSTIN

LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
BAB I

SIFAT-SIFAT BAHAN

1.1. NaOCl (Natrium Hipoklorit)

Natrium hipoklorit (NaOCl) adalah salah satu zat kimia yang bersifat

pretiolitik. Jaringan-jaringan dan debris dilarutkan melalui proses biokemis yang

kompleks. Natrium hipoklorit yang memiliki konsentrasi yang tinggi akan

mengakibatkan kerusakan jaringan-jaringan vital serta tidak meningkatkan

penurunan jumlah bakteri ketika perawatan endodontic (Daintith, 2008).

Natrium hipoklorit merupakan larutan alkali kuat, hipertonik, dan biasanya

mempunyai konsentrasi 10% - 14% klorin yang tersedia. Larutan ini dipengaruhi

waktu, suhu, kontak terhadap cahaya, serta kontaminasi dengan ion metal (Arifah,

2009).

Penggunaan konsentrasi natrium hipoklorit mencapai 5,25% merupakan

konsentrasi yang sangat toksik terhadap jaringan vital terutama jaringan

peroapikal gigi. Natrium hipoklorit juga mempunyai pH 12-13. Ini menyebabkan

larutan natrium hipoklorit menjadi tiksik serta lebih kaustik. Efek dari toksisitas

NaOCl yang mengenai jaringan periapikal ini dapat menyebabkan timbul rasa

sakit yang cepat (Arifah, 2009).


1.2. Etanol

Etanol merupakan senyawa alkohol yang bersifat polar dan mempunyai

rumus kimia C2H5OH. Etanol adalah zat cair jernih tak berwarna yang mudah

terbakar dan mudah bercampur dengan air serta mudah menguap. Etanol biasa

digunakan sebagai antiseptik (alkohol 70%), bahan minuman keras, bahan bakar,

dan sebagai bahan mentah dalam beberapa industri kimia (Hart dkk., 2003).

1.3. Buffer Fosfat pH 7,4

Buffer fosfat memiliki bentuk berupa cairan, tak berwarna, tidak berbau,

nilai pH 7,4, titik didih 100 0C, merupakan toksisitas akut dimana sifat bahaya

tidak bisa diabaikan, tetapi relatif mustahil terjadi karena rendahnya konsentrasi

dari bahan terlarut dan bahan ini harus ditangani dengan hati-hati lazimnya jika

menangani bahan kimia, adapun penyimpanannya tertutup sangat rapat pada suhu

15 0C - 25 0C (Keenan dkk., 1989).

1.4. Buffer Fosfat pH 6,8

Buffer fosfat memiliki bentuk berupa cairan, tak berwarna, tak berbau, nilai

pH 6,8, titik lebur -5 0C, titik didih 109 0C, larut dalam air, penyimpanannya

tertutup sangat rapat adapun suhunya tidak ada batasan (Keenan dkk., 1989).

1.5. Na2CO3

Natrium Karbonat (Na2CO3) biasa digunakan sebagai pemadam api dalam

skala kecil, menghilangkan reaksi kimia antara panas, oksigen, dan bahan bakar.
Pemadam busa memisahkan oksigen dari bahan bakar. Pemadam yang

menggunakan air menghilangkan api dan panas dari bahan yang terbakar.

Pemadam CO2 menghilangkan oksigen yang dipakai oleh pembakaran

(Mulyono, 2005).

Berat molekulnya adalah 106 gr/mol, titik lebur pada tekanan 1 atm adalah

851 0C, kelarutan pada suhu 0 0C adalah 7,1 g/100 g H2O, Kelarutan pada suhu

100 0C adalah485 g/100 g H2O, densitasnya pada suhu 200 0C adalah 2,533 gr/

ml, energi bebas Gibbsnya pada suhu 25 0C adalah -1.128.229 kj/mol, tekanan

parsialnya pada suhu 30 0C adalah 388,08 psi, panas spesifik pada suhu 30 0C

adalah 0,89 cal/ mol, panas penguapannya adalah 7.000 cal/ mol, kapasitas

panasnya pada suhu 25 0C adalah 4,3350 cal/mol 0C (Mulyono, 2005).

1.6. Alanin

Alanin atau yang biasa disingkat Ala adalah sebuah asam α-amino dengan

rumus kimia CH3CH(NH2)COOH. L-isomer dari alanin merupakan satu dari 22

proteinogenik asam amino yang membangun protein. kodnya adalah GCU, GCC,

GCA, dan GCG. L-alanin diklasifikasikan sebagai asam amino nonpolar

(Hart dkk., 2003).

1.7. Glisin

Glisin atau asam aminoetanoat adalah asam amino alami paling sederhana.

Rumus kimianya C2H5NO2. Asam amino ini bagi manusia bukan merupakan asam

amino esensial karena tubuh manusia dapat mencukupi kebutuhannya. Glisin

merupakan satu-satunya asam amino yang tidak memiliki isomer optik karena

gugus residu yang terikat pada atom karbon alfa adalah atom hidrogen sehingga

terjadi simetri. Jadi, tidak ada L-glisin atau D-glisin (Hart dkk., 2003).
Glisin merupakan asam amino yang mudah menyesuaikan diri dengan

berbagai situasi karena strukturnya sederhana. Misalnya saja, glisin adalah

satu-satunya asam amino internal pada heliks kolagen, suatu protein struktural.

Pada sejumlah protein penting tertentu, misalnya sitokrom c, mioglobin, dan

hemoglobin, glisina selalu berada pada posisi yang sama sepanjang evolusi

(terkonservasi). Penggantian glisin dengan asam amino lain akan merusak struktur

dan membuat protein tidak berfungsi dengan normal (Keenan dkk.,1989).

Secara umum protein tidak banyak mengandung glisin. Pengecualian pada

kolagen yang dua per tiga dari keseluruhan asam aminonya adalah glisin. Glisin

berperan dalam sistem saraf sebagai inhibitor neurotransmiter pada sistem saraf

pusat (Keenan dkk., 1989).

1.8. Serin

Serin merupakan asam amino penyusun yang umum ditemukan pada protein

hewan. Protein hanya memiliki L-serin. Serin bukan merupakan asam amino

essensial bagi amnesia. Namanya diambil dari bahasa latin, sericum (berarti

sutera) karena pertama kali diisolasi dari protein sutera pada tahun 1865.

Strukturnya diketahui pertama kali pada tahun 1902. Sintesis serin (dan glisin)

berawal dari reaksi oksidasi 3-fosfogliserat (3-PGA) yang membentuk

3-fosfohidroksidapiruveat dan NADH. Reaksi transaminasi dengan asam glutamat

menghasilkan 3-fofoserin dan glisin, yang diikuti dengan dilepasnya fosfat

(Hart dkk., 2003).

Sebagai penyusun enzim, serin memainkan peran penting dalam fungsi

katalisator enzim. Ia diketahui berada pada bagian aktif kimotripsin, tripsin, dan

banyak enzim lainnya. Berbagai gas-gas perangsang saraf dan aktif yang dipakai
sehingga melumpuhkan enzim itu sepenuhnya. Akibatnya, asetilkolin (suatu

neurotransmitter) yang seharusnya segera diuraikan oleh enzim itu segera setelah

bekerja malah menumpuk di sel dan mengakibatkan kekejangan dan kematian

(Hart dkk., 2003).

Sebagai penyusun protein non-enzim, rantai sampingnya mengalami

glikolisis yang dapat menjelaskan gangguan akibat diabetes. Serin juga

merupakan satu dari tiga asam amino yang biasanya terfosforilasi oleh enzim

kinase pada saat transduksi signal pada eukariota. Serin memiliki rumus kimia

C3H7NO3, titik leburnya 228 0C, massa jenisnya 1,537 g/cm nama sistematiknya

adalah asam S-2-amino-3-hidroksipropanat (Hart dkk., 2003).

1.9. NaOH

NaOH (Natrium Hidroksida) berwarna putih atau praktis putih, massa

melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, sangat basa,

keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat

menyerap karbondioksida dan lembab. Kelarutan mudah larut dalam air dan

dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Titik leleh 318 0C serta titik didih
0
1390 C. Hidratnya mengandung 7; 5; 3,5; 3; 2 dan 1 molekul air

(Mulyono, 2005).

NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH murni

merupakan padatan berwarna putih, densitas NaOH adalah 2 g/cm3. Senyawa


ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida

(Mulyono, 2005).

1.10. Ninhidrin

Ninhidrin adalah senyawa organik dengan rumus kimia C9H6O4. Merupakan

padatan kristal berwarna putih yang larut dalam air dan alkohol. Ninhidrin

digunakan sebagai pereaksi untuk uji adanya gugus amino bebas dan karboksil

dalam protein dengan memberikan warna biru (Daintith, 2008).

Ninhidrin adalah suatu reagen berguna untuk mendeteksi asam amino dan

menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini merupakan hidrat dari

triketon siklik, dan bila bereaksi dengan asam amino menghasilkan zat berwarna

ungu (Mulyono, 2005).


BAB II

PERHITUNGAN

2.1. NaOCl 2% 100 mL

Dik : M1 = 12%

M2 = 2%

V2 = 100 mL

Dit : V1 = ….

M1 x V1 = M2 x V2

Peny : 12 x V1 = 2 x 100 mL

2 x 100 mL
V1 = = 16,67 mL
12

2.2. Etanol 95% 100 mL

M1 x V1 = M2 x V2

100 x V1 = 95 x 100 mL

95 x 100 mL
V1 = = 95 mL
100

2.3. Ninhidrin 0,1 % 100 mL

%xV 0,1 % x 100 mL


b = = = 0,1 gram
100 100

Ninhidrin sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam aseton 100 mL

2.4. NaOH 2,5 M dari 0,1 N 100 mL

N 10 N
M NaOH = = = 10 M
α 1

M1 x V1 = M2 x V2
10 M x V1= 2,5 M x 100 mL

2,5 M x 100 mL
V1= = 25 mL
10 M

2.5. Ninhidrin 2% 200 mL

%xV 2 % x 200 mL
b = 100 = = 4 gram
100

Ninhidrin 4 gram dilarutkan dalam aseton 100 mL

2.6 Larutan Buffer

2.6.1 Menghitung Jumlah Na3PO4 yang Digunakan pada Larutan A untuk

Menghasilkan Na3PO4 0,2 M

n = M x V = 0,2 M x 1 L = 0,2 mol

Massa = n x Mr = 0,2 mol x 164 gram/mol = 32,8 gram

2.6.2 Menghitung Jumlah Na2HPO4.7H2O yang Digunakan pada Larutan B

untuk Menghasilkan Na2HPO4.7H2O 0,2 M

n = M x V = 0,2 M x 1 L = 0,2 mol

Massa = n x Mr = 0,2 mol x 268 gram/mol = 53,6 gram

2.6.3 Menghitung Jumlah Na2HPO4.12H2O yang Digunakan pada Larutan B

untuk Menghasilkan Na2HPO4.12H2O 0,2 M

n = M x V = 0,2 M x 1 L = 0,2 mol

Massa = n x Mr = 0,2 mol x 358 gram/mol = 71,6 gram

2.6.4 Menghitung Jumlah Volume Larutan A dan Larutan B yang

Digunakan untuk Menghasilkan 200 mL Buffer Posfat berpH 7,4

[H+] = 10-pH = 10-7,4 = 3,9811 x 10-8 M


𝑀 𝑁𝑎2 𝐻𝑃𝑂4 𝑥 𝑉2
[H+] = Ka x
(𝑀 𝑁𝑎3 𝑃𝑂4 𝑥 𝑉1)

0,2 𝑀 𝑥 𝑉2
3,9811 x 10-8 M = 9,3 x 10-9 x
0,2 𝑀 𝑥 𝑉1

3,9811 x 10-8 V1 = 9,3 x 10-9 V2

Misal, V1 + V2 = 100, maka V2 = 100-V1

Sehingga persamaan menjadi :

3,9811 x 10-8 V1 = 9,3 x 10-9 (100-V1)

3,9811 x 10-8 V1 = 9,3 x 10-7 – 9,3 x 10-9 V1

4,9111 x 10-8 V1 = 9,3 x 10-7

9,3 𝑥 10−7
V1 = = 19
4,9111 𝑥 10−8

V2 = 100 – V1 = 100 – 19 = 81

V1 : V2 = 19 : 81

Jadi, jika ditambahkan 19 mL larutan A, maka ikut ditambahkan pula 81 mL

larutan B.

Penambahan akuades (Vakuades) = Vakhir – Vawal = 200 mL – 100 mL = 100 mL

2.6.5 Menghitung Jumlah Volume Larutan A dan Larutan B yang

Digunakan untuk Menghasilkan 200 mL Buffer Posfat berpH 6,8

[H+] = 10-pH = 10-6,8 = 1,5849 x 10-7 M

𝑀 𝑁𝑎2 𝐻𝑃𝑂4 𝑥 𝑉2
[H+] = Ka x
(𝑀 𝑁𝑎3 𝑃𝑂4 𝑥 𝑉1)

0,2 𝑀 𝑥 𝑉2
1,5849 x 10-7 M = 1,65 x 10-7 x
0,2 𝑀 𝑥 𝑉1

1,5849 x 10-7 V1 = 1,65 x 10-7 V2

Misal, V1 + V2 = 100, maka V2 = 100-V1


Sehingga persamaan menjadi :

1,5849 x 10-7 V1 = 1,65 x 10-7 (100-V1)

1,5849 x 10-7 V1 = 1,65 x 10-5 – 1,65 x 10-7 V1

3,2349 x 10-7 V1 = 1,65 x 10-5

1,65 𝑥 10−5
V1 = = 51
3,2349 𝑥 10−7

V2 = 100 – V1 = 100 – 51 = 49

V1 : V2 = 51 : 49

Jadi, jika ditambahkan 51 mL larutan A, maka ikut ditambahkan pula 49 mL

larutan B.

Penambahan akuades (Vakuades) = Vakhir – Vawal = 200 mL – 100 mL = 100 mL

2.7 NaOH 0,1 N dari NaOH 0,5 M, 100 mL

M1 x V1 = M2 x V2

0,5 M x V1= 0,1 M x 100 mL

0,1 M x 100 mL
V1 =
0,5 M

= 20 mL

Na2CO3 2% 100 mL
gr
Na2CO3 = x 100 %
mL

gr
2% = x 100 %
100 mL

= 2 gram
2.8. Alanin 50 mL, 0,01 M

Massa 1000
M x
Mr V (mL)

Massa 1000
0,01M  x
89,09 50 mL

Massa = 0,0445 gram

2.9. Serin 50 mL, 0,01 M

Massa 1000
M x
Mr V (mL)

Massa 1000
0,01M  x
105,09 50 mL

Massa = 0,0525 gram

2.10. Glisin 50 mL, 0,01 M

Massa 1000
M x
Mr V (mL)

Massa 1000
0,01M  x
75,07 50 mL

Massa = 0,0375 gram


BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN

3.1. Pembuatan NaOCl 2% 100 mL

Diambil larutan NaOCl 12 % sebanyak 16,67 mL dan dimasukkan kedalam

gelas kimia setelah itu ditambahkan sedikit akuades lalu diaduk, kemudian

dimasukkan kedalam gelas ukur 100 mL dan ditambahkan akuades sampai

volume 100 mL.

3.2. Buffer fosfat pH 6,8 200 mL

Diambil larutan A yang terbuat dari 0,2 M Na-fosfat monobasis (27,8 gram

dalam 1000 mL sebanyak 51 mL) dan dimasukkan kedalam gelas ukur, kemudian

dimasukkan pula larutan B yang terdiri dari 0,2 M Na-fosfat dibasis (52,65 gram

Na2HPO4.7H2O atau 71,7 gram Na2HPO4.12H2O dalam 1000 mL) kedalam gelas

ukur sebanyak 49 mL. Setelah itu, kedua larutan dituangkan kedalam gelas kimia

250 mL dan diencerkan dengan akuades sebanyak 100 mL.

3.3. Buffer fosfat pH 7,4 200 mL

Diambil larutan A yang terbuat dari 0,2 M Na-fosfat monobasis (27,8 gram

dalam 1000 mL sebanyak 19 mL) dan dimasukkan kedalam gelas ukur, kemudian

dimasukkan pula larutan B yang terdiri dari 0,2 M Na-fosfat dibasis (52,65 gram

Na2HPO4.7H2O atau 71,7 gram Na2HPO4.12H2O dalam 1000 mL) kedalam gelas

ukur sebanyak 81 mL. Setelah itu, kedua larutan dituangkan kedalam gelas kimia

250 mL dan diencerkan dengan akuades sebanyak 100 mL.


3.4. Etanol 95% 100 mL

Dimasukkan etanol 100% sebanyak 95 mL kedalam gelas ukur lalu

ditambahkan akuades hingga 100 mL.

3.5. Ninhidrin 0,1% 100 mL

Ditimbang ninhidrin 0,1 % seberat 0,1 gram. Kemudian dimasukkan kedalam

gelas kimia, lalu ditambahkan aseton 100 mL dan diaduk agar homogen.

3.6. NaOH 2,5 M dari 10 N 100 mL

Diambil larutan NaOH 10 N sebanyak 25 mL dan dimasukkan kedalam gelas

kimia, setelah itu ditambahkan akuades sampai volume 100 mL. diaduk sampai

homogen.

𝐛
3.7. Ninhidrin 2% ( )200 mL
𝐯

Ditimbang ninhidrin 2 % seberat 4 gram. Kemudian dimasukkan kedalam

gelas kimia, lalu ditambahkan aseton sebanyak 200 mL dan diaduk agar homogen.

3.8. Na2CO3 2 % 100 mL

Ditimbang Na2CO3 2% seberat 2 gram dan dimasukkan kedalam gelas kimia,

kemudian dilarutkan dengan 20 mL NaOH sambil diaduk lalu ditambahkan

dengan akuades hingga mencapai volume 100 mL.

3.9. Alanin

Ditimbang alanin seberat 0,0445 gram kemudian dimasukkan kedalam gelas

kimia, setelah itu ditambahkan air sebanyak 5 mL atau 0,005 L dan diaduk sampai

homogen.
3.10. Serin

Ditimbang alanin seberat 0,0525 gram kemudian dimasukkan kedalam gelas

kimia, setelah itu ditambahkan air sebanyak 5 mL atau 0,005 L dan diaduk sampai

homogen.

3.11. Glisin

Ditimbang alanin seberat 0,0375 gram kemudian dimasukkan kedalam gelas

kimia, setelah itu ditambahkan air sebanyak 5 mL atau 0,005 L dan diaduk sampai

homogen.
LAMPIRAN : BAGAN KERJA

a. NaOCl 2 % 100 mL

NaOCl 12 %

- Dimasukkan sebanyak 16,67 mL kedalam gelas


kimia
- Ditambahkan sedikit akuades
- Diaduk
- Dimasukkan kedalam gelas ukur
- Ditambahkan akuades sampai volume 100 mL

Hasil

b. Buffer fosfat pH 6,8 200 mL

49 mL larutan A + 51 mL larutan B

- Dimasukkan kedalam gelas kimia


- Ditambahkan akuades sebanyak 100 mL
- Diaduk

Hasil

c. Buffer fosfat pH 7,4 200 mL

19 mL larutan A + 81 mL larutan B
- Dimasukkan kedalam gelas kimia
- Ditambahkan akuades sebanyak 100 mL
- Diaduk

Hasil

d. Etanol 95 %

Etanol 100 %

- Dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak 95 mL


- Ditambahkan akuades sampai volume 100 mL
- Diaduk
Hasil
e. Na2CO3 2% 100 mL

Na2CO3 2%

- Ditimbang sebanyak 2 gram


- Dilarutkan dalam 20 mL NaOH
- Diaduk
- Ditambahkan akuades sampai volume 100 mL

Hasil

f. Glisin

Glisin

- Ditimbang sebanyak 0,0445 gram


- Dilarutkan dalam 5 mL akuades
- Diaduk

Hasil

g. Serin

Serin

- Ditimbang sebanyak 0,0545 gram


- Dilarutkan dalam 5 mL akuades
- Diaduk

Hasil

h. Alanin

Alanin

- Ditimbang sebanyak 0,0375 gram


- Dilarutkan dalam 5 mL akuades
- Diaduk

Hasil
i. Ninhidrin 0,1 % 100 mL

Ninhidrin 0,1 %

- Ditimbang ninhidrin 0,1 % seberat 0,1 gram


- Dimasukkan kedalam gelas kimia
- Dituangkan aseton sebanyak 100 mL
- Diaduk agar homogen

Hasil

j. Ninhidrin 2 % 200 mL

Ninhidrin 2 %

- Ditimbang ninhidrin 2 % seberat 4 gram


- Dimasukkan kedalam gelas kimia
- Dituangkan aseton sebanyak 200 mL
- Diaduk agar homogen

Hasil

k. NaOH 2,5 M 100 mL

NaOH 10 N

- Diambil sebanyak 25 mL
- Ditambahkan akuades sampai volume 100 mL
- Diaduk agar homogen

Hasil
DAFTAR PUSTAKA

Arifah, S., 2009, Natrium hipoklorit Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar, USU
Repository, Sumatera Utara.
Daintith, J., 2008, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Hart, H., Craine, L.E., dan Hart, D.J., 2003, Kimia Organik: Edisi Sebelas,
Erlangga, Jakarta.
Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H., 1989, Ilmu Kimia untuk
Universitas: Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.
Mulyono, 2005, Kamus Kimia, Bumi Aksara, Jakarta.
LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 23 September 2010

Asisten Praktikan

(YUSTIN) (YUSI ANDA RIZKY)

Anda mungkin juga menyukai