Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PAPER GEOEKOLOGI

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PESISIR


PARANGTRITIS KECAMATAN KRETEK, KABUPATEN BANTUL, PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
Anedhatama Kretarta 18 / 437689 / PMU / 09830
Anisa Wigati 18 / 437690 / PMU / 09831
Dwita Subhi Ramadhani 18 / 437693 / PMU / 09834
Lintang Nurullah 18 / 437698 / PMU / 09839
Nana Putri Yanto 18 / PMU / 437700 / 09841
Novri Medyo Belli 18 / PMU / 437701 / 09842
Nugraha Alfiqri 18 / PMU / 437702 / 09843
Pramudya Bagas Utama 18 / 437703 / PMU / 09844
Shaska Nevita Putri 18 / 437704 / PMU / 09845

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Muh. Aris Marfa’i, S.Si., M.Sc.

MAGISTER PENGELOLAAN LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN
PESISIR PARANGTRITIS KECAMATAN KRETEK, KABUPATEN
BANTUL, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kawasan pesisir yakni Kabupaten
Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terbentang dari Kecamatan
Srandakan, Sanden, dan Kretek dengan luas 6.446 Ha (Badan Pusat Statistik/BPS
Kabupaten Bantul, 2014). Kawasan pesisir tersebut memiliki fenomena hutan pantai unik
yang lahannya berupa gumuk pasir. Gumuk pasir adalah bentukan alam seperti
gundukan-gundukan pasir yang menyerupai bukit (BLH DIY, 2013). Menurut Sunarto
(2014), gumuk pasir dapat terbentuk dikarenakan adanya faktor angin, vegetasi,sinar
matahari, dan bentang alamnya. Tenaga utama pembentuk gumuk pasir adalah angin.
Terdapat tiga tipe gerakan pasir oleh angin dalam pembentukan gumuk pasir, yaitu:
merayap (creep), meloncat (saltation), dan melayang (suspension) (Sunarto, 2014).
Gumuk Pasir Parangtritis ini memiliki keunikan yaitu gumuk pasir berbentuk barchan
dan berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Pembentukan gumuk pasir
tersebut termasuk jarang terjadi di dunia, bahkan merupakan satu-satunya di Asia
Tenggara (Suryanti dkk., 2009).
Gumuk pasir dan Kawasan pesisir Parangtritis menjadi daya Tarik wisatawan
karena keindahan dan kemudahan aksesibilitas (Torrido, 2012). Wisata pantai dan
seluncur pasir (sand boarding) menjadi daya tarik utama yang sesuai dengan kondisi
fisik pesisir dan gumuk pasir Parangtritis. Berkembangnya pariwisata di Kawasan pesisir
Parangtritis berakibat pada peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat dan
investor yang menanamkan modal (Triyono, 2009). Pariwisata yang berkembang pesat
dengan diikuti pembangunan bangunan di kawasan gumuk pasir Parangtritis. Seiring
berjalannya waktu, bangunan yang berkembang di kawasan gumuk pasir Parangtritis
terus mengalami peningkatan. Hasil penelitian Fakhruddin, dkk (2010) menunjukkan
bahwa dari tahun 1972 hingga 2010 luas gumuk pasir Parangtritis mengalami penurunan
dari 393,755 Ha menjadi 173,508 Ha.
Perubahan penggunaan lahan ini jika dimanfaatkan secara berlebihan maka akan
menyebabkan hilangnya tipe gumuk pasir barkhan Parangtritis. Proses pembangunan
yang terjadi mengakibatkan terhalangnya angin sebagai faktor pembentuk gumuk pasir
(Sunarto, 2014). Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bantul No. 04 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2010–2030 Pasal 65 Ayat 4,
kawasan gumuk pasir merupakan kawasanstrategis lindung yang berfungsi untuk
pengem-bangan ilmu pengetahuan dan penelitian, sehingga konversi hanya dapat
diperbolehkan jika berkaitandengan kepentingan konservasi. Apabila tidak adaketegasan
dari pemerintah, maka kemungkinanakan muncul pembukaan lahan tambak baru
dikawasan tersebut. Oleh karna itu perlu dilakukan identifikasi perubahan penggunaan
lahan yang terjadi pada Gumuk Pasir Parangtritis tahun 2010 – 2018.

1.2. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan kajian ini adalah mengidentifikasi
perubahan penggunaan lahan dari segi aspek abiotik, biotik dan kultur yang ada pada
Gumuk Pasir Parangtritis.

1.3. Metode
Kajian dilakukan di Kawasan Pesisir Parangtritis dan Gumuk Pasir Parangtritis di
Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan keruangan. Proses
pendekatan keruangan dilakukan dengan deliniasi citra tahun 2010, 2015 dan 2018.

2. Pembahasan
2.1. Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun 2010-2018
Proses perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan metode
deleniasi citra multitemporal 3 tahun yakni tahun 2010, 2015, dan 2018 dengan
menggunakan analisis interpretasi oleh 6 kunci pengenal citra diantaranya adalah warna,
bentuk, ukuran, tekstur, bayangan, dan situs. analisis multitemporal adalah analisis yang
dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap citra penginderaan jauh dalam waktu
perekaman yang berbeda-beda.

Setiap jenis penggunaan lahan yang dilakukan analisis memiliki perubahan bentuk
pengggunaan lahan dari tahun ketahun. Penggunaan lahan temporal pada tahun 2010,
2015, dan 2018 mengadaptasi data penggunaan lahan dari Google Earth Pro yang
kemudian dilakukan tumpang tindih (overlay) secara manual sehingga ditemukan
dinamika perkembangan penggunaan lahan. Berdasarkan hasil interpretasi terhadap citra
satelit terdapat 5 jenis penggunaan lahan diantaranya pesisir, gumukpasir, hutan/vegetasi,
sungai, dan lahan terbangun. Beberapa penggunaan lahan memiliki luasan dan
persebaran yang mendominasi dibandingkan dengan penggunaan lahan lain yakni
penggunaan lahan Hutan/vegetasi yang hampir 70 % dibandingkan luas daerah
penelitian. Tren penggunaan lahan gumuk pasir selalu menurun dengan kata lain telah
terjadi banyak konversi dari lahan gumuk pasir menjadi penggunaan lahan lainnya.
Bersarnya perubahan penggunaan lahan tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya
dampak pembangunan wisata di sekitar Pantai Parangkusumo. Berikut dinamika
penggunaan lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis pada citra tahun 2010, 2015, 2018.

2.1.1 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun 2010


Berdasarkan Gambar 1 hasil interpretasi terhadap citra satelit tahun 2010
(foto citra terlampir) terdapat 5 jenis penggunaan lahan di area gumukpasir
Parangtritis yaitu pesisir, gumukpasir, hutan/vegetasi, sungai, dan lahan terbangun
yang tersebar di daerah kajian. Daerah kajian merupakan kawasan pesisir
parangtritis dengan luas ± 606,52 ha. Beberapa penggunaan lahan memiliki luasan
dan persebarannya mendominasi dibanding penggunaan lahan lain yaitu
gumukpasir, hutan/vegetasi, dan lahan terbangun. Gumuk pasir dengan luas 67 ha
atau 11,05% dengan persebaran merata dari barat hingga timur daerah penelitian dan
lokasi gumukpasir terluas terletak di zona inti atau area tengah terdapat tipe
gumukpasir barchan yang merupakan kekhasan dan karakteristik unik alam
Parangritis yang langka dan harus dilestarikan. Hutan/vegetasi dengan luas 428 ha
atau 70,57% merupakan penggunaan lahan paling mendominasi dibanding
penggunaan lahan lain dengan persebarannya mendominasi di area timur daerah
kajian. Lahan terbangun dengan luas 111,52 ha atau 18,39% persebarannya terletak
di zona peruntukan terbatas atau area timur dan di zona penunjang atau area barat
daerah penelitian sebagai dampak dari perkembangan potensi wisata Pantai
Parangtritis, Pantai Parangkusumo dan Pantai Depok, sehingga masyarakat
melakukan aktivitas dan membangun permukimana sekaligus sebagai tempat usaha
berupa warung di pinggir Pantai untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun 2010

2.1.2 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun 2015


Berdasarkan Gambar 2 hasil interpretasi terhadap citra satelit tahun 2015
(foto citra terlampir) terdapat 5 jenis penggunaan lahan di kawasan pesisir
Parangtritis yaitu pesisir, gumukpasir, hutan/vegetasi, sungai, dan lahan terbangun
yang tersebar di daerah kajian. Daerah kajian merupakan kawasan pesisir
parangtritis dengan luas ± 574,88 ha. Beberapa penggunaan lahan memiliki luasan
dan persebarannya mendominasi dibanding penggunaan lahan lain yaitu
gumukpasir, hutan/vegetasi, dan lahan terbangun. Gumuk pasir dengan luas 46,5 ha
atau 8,09% dengan persebaran merata dari barat hingga timur daerah penelitian dan
lokasi gumukpasir terluas terletak di zona inti atau area tengah terdapat tipe
gumukpasir barchan yang merupakan kekhasan dan karakteristik unik alam
Parangritis yang langka dan harus dilestarikan. Hutan/vegetasi dengan luas 396 ha
atau 68,88% merupakan penggunaan lahan paling mendominasi dibanding
penggunaan lahan lain dengan persebarannya mendominasi di area timur daerah
kajian. Lahan terbangun dengan luas 132,38 ha atau 23,03% persebarannya terletak
di zona peruntukan terbatas atau area timur dan di zona penunjang atau area barat
daerah penelitian sebagai dampak dari perkembangan potensi wisata Pantai
Parangtritis, Pantai Parangtritis dan Pantai Depok, sehingga masyarakat melakukan
aktivitas dan membangun permukimana sekaligus sebagai tempat usaha berupa
warung di pinggir Pantai untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun 2015

2.1.3 Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun 2018


Berdasarkan Gambar 3 hasil interpretasi terhadap citra satelit tahun 2018
(foto citra terlampir) terdapat 5 jenis penggunaan lahan di area gumukpasir
Parangtritis yaitu pesisir, gumukpasir, hutan/vegetasi, sungai, dan lahan terbangun
yang tersebar di daerah kajian. Daerah kajian merupakan kawasan pesisir
parangtritis dengan luas ± 560,91 ha. Beberapa penggunaan lahan memiliki luasan
dan persebarannya mendominasi dibanding penggunaan lahan lain yaitu
gumukpasir, hutan/vegetasi, dan lahan terbangun. Gumuk pasir dengan luas 30,9 ha
atau 5,51% dengan persebaran merata dari barat hingga timur daerah penelitian dan
lokasi gumukpasir terluas terletak di zona inti atau area tengah terdapat tipe
gumukpasir barchan yang merupakan kekhasan dan karakteristik unik alam
Parangritis yang langka dan harus dilestarikan. Hutan/vegetasi dengan luas 352 ha
atau 62,76% merupakan penggunaan lahan paling mendominasi dibanding
penggunaan lahan lain dengan persebarannya mendominasi di area timur daerah
kajian. Lahan terbangun dengan luas 178,01 ha atau 31,74% persebarannya terletak
di zona peruntukan terbatas atau area timur dan di zona penunjang atau area barat
daerah penelitian sebagai dampak dari perkembangan potensi wisata Pantai
Parangtritis, Pantai Parangkusumo dan Pantai Depok, sehingga masyarakat
melakukan aktivitas dan membangun permukiman sekaligus sebagai tempat usaha
berupa warung di pinggir Pantai untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun 2018

2.2. Analisa Dinamika Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun


2010-2018
Dinamika penggunaan lahan tahun 2010-2018 menunjukkan perubahan luas
penggunaan lahan yang bervariasi dan dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Luasan Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Parangtritis Tahun 2010-2018


Tahun 2010 Tahun 2015 Tahun 2018
No Penggunaan Lahan
ha % ha % ha %
1 Gumuk Pasir 67 11,05 46,5 8,09 30,9 5,51
2 Hutan/Vegetasi 428 70,57 396 68,88 352 62,76
3 Lahan Terbangun 111,52 18,39 132,38 23,03 178,01 31,74

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan di Kawasan Pesisir


Parangtritis mengalami perubahan dari tahun ketahun, perubahan ini ditunjukkan melalui
perbedaan luasan pada setiap penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang dominan adalah
Hutan/vegetasi yang dari tahun ketahun mengalami penurunan yaitu 428 ha di tahun
2010, 396 ha di tahun 2015, dan menurun hingga 352 ha di tahun 2018. Penurunan luasan
juga terjadi pada gumuk pasir, yaitu 67 ha di tahun 2010, 46,5ha di tahun 2015, dan 30,9
ha di tahun 2018. Penurunan yang terjadi pada penggunaan lahan hutan/vegetasi dan
gumuk pasir ini diakibatkan adanya pembangunan berupa pemukiman, warung, dan lahan
terbangun lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya luasan lahan terbangun,
yaitu 111,52 ha di tahun 2010, 132,38 ha di tahun 2015, dan 178,01 ha di tahun 2018.
Dinamika penggunaan lahan dari segi lingkungan pada tahun 2010, 2015, dan 2018
terbagi menjadi abiotic, biotik, dan kultur berikut ini
a) Abiotik
Perubahan penggunaan lahan dapat dilihat berdasarkan perubahan penggunaan lahan
vegetasi menjadi permukiman yang diasosiasikan dengan meningkatnya jumlah
bangunan dari tahun ke tahun. Perubahan juga terlihat dari meningkatnya akses jalan
menuju daerah Parangtritis dimana askses jalan semakin banyak dan semakin lebar.
Peningkatan akses jalan ini didasari oleh meningkatnya potensi wisata yang berkembang
pada daerah Parangtritis. Penambahan wisata taman pada daerah Parangtritis
menyebabkan berkurangnya luasan gumuk pasir sehingga menyebabkan mundurnya
garis pantai dari tahun ketahun dan menyebabkan kurangnya luasan pantai. Dampak lain
dari pengurangan luasan pantai adalah semakin sedikitnya suplai pasir pada gumuk pasir
sehingga dapat mengurangi fungsi gumuk pasir sebagai peredam bencana dan catchment
area.

Gambar 4. Kondisi area Gumuk Pasir Parangtritis


(kiri: gumuk pasir pasif, kanan: gumuk pasir aktif)
(sumber: Lapangan)

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa luasan gumuk pasir aktif sangat berkurang.
Hal ini ditandai dengan meluasnya gumuk pasir pasif dengan tingkat pertumbuhan
vegetasi yang meningkat. Gumuk pasir aktif yang tersisa dimanfaatkan sebagai kegiatan
pariwisata berupa selfie dan sand boarding. Berkurangnya luasan gumuk pasir ini juga
dipengaruhi dengan adanya kegiatan pariwisata di gumuk pasir parangtritis.
Pembangunan gazebo-gazebo sebagai tempat beristirahat dan berteduh para wisatawan
seperti pada Gambar 5, menyebabkan terhalangnya angin terhalangnya angin sebagai
faktor pembentuk gumuk pasir.

Gambar 5. Kegiatan pariwisata Gumuk Pasir (kiri: gazebo, kanan: sand boarding)
(sumber: Lapangan)

b) Biotik
Bertambahnya biodiversitas di gumuk pasir pada zona gumuk pasir pasif yang
diakibatkan oleh manusia, dengan menanam tanaman eksitu untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari masyarakat dengan memanfaatkan lahan pasir untuk bertani holtikultura
berupa sayuran dan buah. Tanaman eksitu ditanam seperti cemara dan akasia untuk
dimanfaatkan batangnya sebagai kayu bakar. Selain itu dilakukan penanaman tanaman
eksitu untuk menarik wisatawan dengan membuat kebun bunga matahari sebagai wisata
selfie dan kegiatan penghijauan dengan menanam cemara udang seperti ditunjukkan pada
gambar 6. Perubahan penggunaan lahan juga menyebabkan musnahnya beberapa
biodiversitas asli.

Gambar 6. Penanaman kebun bunga matahari (kiri) dan cemara udang (kanan)
(sumber: Lapangan)
Berdasarkan aktifitasnya, Gumuk pasir Parangtritis dapat dikelompokan menjadi
2, yaitu Gumuk pasir aktif dan Gumuk pasir pasif. Areal gumuk pasir aktif (jenis
berchan) menempati bagian timur dengan luas sekitar 25% dari luas gumuk pasir yang
ada. Ciri daerah ini adalah sedikitnya vegetasi. Umumnya vegetasi yang ada merupakan
tumbuhan liar seperti pandan, rumput grinting dan entong-entongan yang ditunjukkan
pada. Struktur sedimen permukaan (ripple mark) berkembang baik. Kawasan gumuk
pasir pasif menempati bagian tengah sampai muara Kali Opak. Di daerah ini vegetasinya
lebat, seperti Gliriside dan Akasia. Pola tanam penghijauan masyarakat relatif barat-
timur dan utara-selatan. Struktur sedimen permukaan tidak berkembang, dan sebagian
besar sudah tidak nampak lagi. Vegetasi sangat berpengaruh pada aktifitas sedimentasi,
karena angin yang bertiup terhalang vegetasi dan pasir yang ada dibawahnya terlindung
dari tiupan angin.

c) Kultur
Penambahan permukiman menyebabkan munculnya pergeseran budaya yang mampu
menyebabkan pencemaran. Penambahan permukiman disebabkan oleh munculnya
bangunan non permanen yang berupa gubuk-gubuk maupun tempat berjualan para
pedagang yang ditunjukkan pada Gambar 7. Meningkatnya akses jalan menyebabkan
tingginya daya tarik terhadap wisata yang kemudian berpengaruh terhadap tingginya
pendapatan dan membuka lowongan pekerjaan. Selain itu, padatnya permukiman
menyebabkan ketinggian muka air tanah menurun dan menyebabkan siklus hidrologi
menjadi lebih pendek. Pendeknya siklus hidrologi disebabkan oleh berkurangnya gumuk
pasir dimana fungsi gumuk pasir adalah sebagai catchment area.

Gambar 7. Kegiatan Usaha Wisata di Wilayah Gumuk Pasir Parangtritis


(kiri: warung dan parkir, kanan: toilet umum dan pemukiman)
(sumber: Lapangan)
Pengurangan area gumuk pasir juga disebabkan oleh budaya yang berkembang
dimana masyarakat yang berprofesi sebagai petani memanfaatkan areal lahan terbuka di
area gumuk pasir menjadi lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Pembangunan daerah permukiman dan pembukaan usaha wisata di area gumuk pasir
dapat mengurangi luasan dan menghambat perkembangan area gumuk pasir Parangtritis.
Survei lapangan beberapa perubahan penggunaan lahan pada titik-titik tertentu karena
beberapa warga telah membuka lahan untuk keperluan wisata, translokasi permukiman
dan peternakan , akses jalan dan penambahan beberapa destinasi wisata dan masyarakat
yang semakin berbondong-bondong memanfaatkan gumuk pasir sebagai kawasan wisata
ditunjukkan pada tabel 2 berikut ini.

Penggunaan Koordinat UTM


No Dokumentasi
Lahan X Y

Pemukiman dan
1 425230.97 9113535.71
Warung

Peternakan
2 425092.68 9113597.50
Ayam

3 Ladang 425135.02 9113516.19


4 Jalan 423903.72 9113721.56

Lahan
5 424901.61 9113585.79
Terbangun

Pembangunan
6 Jalan Lintas 419006.29 9115757.33
Selatan (JLS)

Penambangan
7 424655.07 9114318.95
Pasir Liar

Translokasi
8 424616.09 9113506.27
Tambak
Dinamika penggunaan lahan yang mengubah gumukpasir menjadi penggunaan
lahan lain akan terus terjadi apabila tidak ada kebijakan yang tegas untuk membatasi
penggunaan lahan di dalam area gumukpasir khususnya zona inti demi terjaganya
kelestarian gumukpasir barchan sebagai kekhasan dan keunikan geomorfologi di
Parangtritis. Survei lapangan dan wawancara untuk mencari informasi terkait dinamika
penggunaan lahan di area gumukpasir Parangtritis yang menghasilkan fakta-fakta
beragam, yaitu beberapa informasi yang diperoleh mengemukakan bahwa dinamika
penggunaan lahan dipengaruhi oleh faktor kebutuhan atau pihak yang memiliki
kepentingan (stakeholder) di area gumukpasir Parangtritis.
Koordinasi yang telah dilakukan oleh beberapa SKPD di lingkungan
pemerintahan kabupaten Bantul dan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menghasilkan
kebijakan yaitu bahwa pengelolaan di area gumukpasir Parangtritis khususnya zona inti,
dimana semua penggunaan lahan yang terdapat di selatan zona inti akan dibersihkan dan
dikembalikan lagi menjadi area gumukpasir terbuka yang difungsikan sebagai lorong
angin untuk memasok pasir dalam pembentukan gumukpasir khususnya barchan agar
tetap lestari dan terjaga keunikannya sebagai kekhasan yang ada di Parangtritis. Kendala
pelaksanaan pembuatan lorong angin yaitu masih menunggu waktu yang tepat dan cara
terbaik yang saat ini masih dibahas dan dikoordinasikan terkait dengan pohon yang telah
ditanam, apakah nantinya akan ditebang atau dipindahkan ke tempat lain, karena pohon
yang ditanam dalam proses penghijauan telah terdata dan merupakan aset negara yang
dipertanggungjawabkan (Dani, 2016).

3. Penutup
3.1. Kesimpulan
1. Dinamika penggunaan lahan dari periode tahun 2010-2018 menunjukkan
semakin berkurangnya luasan area gumukpasir serta hutan/vegetasi dan
meningkatnya penggunaan lahan terbangun oleh aktivitas manusia, dimana luas
area gumukpasir dalam kurun waktu 8 tahun berkurang sebanyak 36,1 hektar,
sedangkan penggunaan lahan terbangun luasnya bertambah dan persebarannya
semakin mendesak zona inti yang akan mengganggu perkembangan area
gumukpasir Parangtritis.
2. Dinamika penggunaan lahan terjadi karena adanya beragam kepentingan dan
kebutuhan pihak terkait (stakeholder) di dalam area gumukpasir Parangtritis
yang memiliki sudut pandang masing-masing terhadap pengelolaan area
gumukpasir.

3.2. Saran
1. Diperlukan upaya yang nyata dan maksimal dari instansi terkait pengelolaan
penggunaan lahan di area gumukpasir Parangtritis untuk meminimalkan
semakin terdesaknya keberadaan gumukpasir khususnya barchan sebagai
kekhasan yang terdapat di Parangtritis.
2. Realisasi dalam pelaksanaan setiap kebijakan harus lebih konsisten dan tegas,
serta setiap instansi harus menyamakan sudut pandang terhadap pengelolaan
penggunaan lahan di area gumukpasir Parangtritis agar semua kepentingan
dapat dicapai dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 2014. Kabupaten Bantul Dalam Angka, Badan Pusat
Statistik, Yogyakarta

Dani, W. A. E. 2016. Analisis Dinamika Penggunaan Lahan di Area Gumukpasir Parangtritis


Kabupaten Bantul Tahun 2003-2014. Surakarta: UMS.

Fakhruddin M., Poniman, Aris., H. Malikusworo. 2010. Dinamika Pemanfaatan Lahan


Bentang Alam Gumuk Pasir Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmial
Geomatika Vol 16 No. 2: (3-12).

Sunarto. 2014. Geomorfologi dan Konribusinya dalam Pelestarian Pesisir Bergumuk Pasir
Aeolian dari Ancaman Bencana Agrogenik dan Urbanogenik. Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta:
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Suryanti, Dwi, E., Retnowati, A., dan Winaryo. 2009. Tata Ruang Berbasis Bencana.
Laporan Penelitian Pusat Studi Bencana Alam (PSBA). Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.

Torrido, A. 2012. Pengembangan Industri Pariwisata Parangtritis. Sosiologi Reflektif, Vol. 7,


No.1, hal : 1-33.

Triyono, 2009. Tinjauan Geografis “Litoralisasi” di Kawasan Pesisir Selatan Yogyakarta.


Forum Geografi Vol. 23, No. 1, hal : 1-10.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai