Anda di halaman 1dari 7

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pembentukan bentang lahan akan berpengaruh terhadap karakteristik sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang ada di atasnya. Sisi timur Jogyakarta ini dibatasi
oleh patahan Opac disisi barat dibatasi oleh patahan perbukitan Manoreh, maka yang barat
terangkat, yang timur terangkat, yang tengah turun, dataran yang turun dibatasi oleh dua
patahan yang terangkat maka disebut graben, sehingga sering dikenal dengan nama graben
bantul, sementara perbukitan yang terangkat disisi timur tadi disebut perbukitan paktoragu,
disisi barat disebut perbukitan manoreh progo, dua perbukitan yang terangkat ini disebut
hors.
Instrumen yang digunakan pada praktek lapang ini menguunakan Citra satelit Landsat
yogyakarta dan sekitarnya, dengan Komposit 4,5,7 merah, hijau dan biru untuk melihat
morfologi, nampak bahwa terdapat 10 bentuk morfologi bentang lahan : Morfologi Volkanik
(V), Morfologi Denudasional (D) cirinya banyak alur-alur karena proses erosi dan longsor
lahan, Morfologi Struktural (cirinya tegas kelurusan yang tegas karena material yang keras),
Morfologi Karst/ Solusional cirinya seperti bisul-bisul yang banyak bintik-bintik kars,
Morfologi Pluvial (banyak sungai yang mengalir), Morfologi Marine, Morfologi Euline,
Morfologi Anthropogenik, Morfologi Organik (banyak terubu karang),
Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang dari 10 proses asal bentang lahan di dunia
mempunyai sembilan asal proses bentang lahan dan ini terlengkap di dunia, Maka tidak salah
yogyakarta Istimewa, alamnya sangat lengkap, titik pengamatan berada di bentang dari
merapi jadi bentang lahan yang dikontrol oleh hasil proses vulkanik, materialnya dibawa oleh
aliran sungai menuju, melewati yogyakarta ke timur dibatasi oleh sungai opak dibarat
dibatasi oleh sungai progo semua air mengalir ke selatan membawa mineral atau material dari
merapi, diendapkan sepanjang perjalanannya hingga ke bantul, maka sepanjang sleman ke
yogyakarta bantul terjadi perubahan morfologi, mulai dari kerucut gunung api cirinya selalu
terbakar, karena dilewati aliran lahar dan lava bentuknya kerucut, di bawahnya lereng gunung
api yang tegas yang curam, dibawahnya ada kaki gunung api, di bawahnya ada dataran kaki
gunung api, di bawahnya ada dataran plupio gunung api, jadi daerah jogjakarta berada pada
dataran kaki gunung api dan dataran plupio gunung api termasuk bantul.

1.2 Tujuan
Tujuan dari ekskursi lapang ini adalah:
a. Mengetahui kondisi geomorfologi lokasi pengamatan
b. Menentukan potensi dan kondisi fisik wilayah berdasarkan karakteristik geomorfologi
yang ada

1.3 Waktu dan Lokasi Kegiatan


Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2015. Lokasi kegiatan berada di
empat titik pengamatan yaitu Persawahan Kecamatan Jentis kab. Bantul, Persawahan pintu
masuk Parangtritis, Gumuk Pasir Barchans Parangtritis dan Telaga Namberan di Gunung
kidul.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lokasi Persawahan Kecamatan Jetis

(a)

(b)

(c)

(a) Lokasi pengamatan, (b) Vegetasi Oryza sativa; (b) Material tanah yang pecah
Gambar 1. Area persawahan Kecamatan Jentis
Lokasi pengamatan pertama adalah daerah bantul Kecamatan Jetis pada areal
persawahan seperti yang tampak pada gambar 1a di atas. Secara geografis, koordinat posisi
pengamatan pertama terletak di 427658 mT dan 9122907 mU, dengan elevasi 390 mdpl.
Bentuk lahan datar, dengan material pasir dan lempung (Aluvium) yang bersumber dari
gunung api kemudian material tersebut dibawa oleh sungai yang mengalir dan mengendap
membentuk bentang lahan dataran aluvium/FlupioVulkanik. Sistem aquifer pada dataran
bantul ini adalah aquifer tak tertekan/bebas dengan potensi air tanah cukup melimpah yang
sumbernya berasal dari dataran tinggi gunung Merapi, sehingga mencukupi untuk kebutuhan
air minum dan air bersih masyarakat sekitar. Jenis tanah pada lokasi ini adalah campuran
antara pasir dengan lempung, sehingga jika kering atau musim kemarau maka tanah akan
pecah-pecah seperti yang tampak pada gambar 1c di atas. Tanah yang terbentuk dari hasil
endapan ini sangat subur dengan kandungan mineral yang tinggi sehingga masyarakat sekitar

memanfaatkannya untuk lahan persawahan yang ditanami padi seperti yang tampak pada
gambar 1b di atas. Namun, ditinjau dari aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar,
menunjukkan bahwa mata pencaharian non farm lebih dominan daripada petani asli, hal ini
terjadi karena banyak masyarakat yang lebih memilih pergi ke kota untuk keperluan belajar
atau bekerja. Selain itu, perkembangan kota Bantul juga menyebabkan area persawahan
berubah atau dialih-fungsikan menjadi area perumahan dan industri sehingga menyebabkan
penurunan produktifitas lahan dan hasil pertanian.

2.2 Persawahan Pintu Masuk Parangtritis

(a)

(b)
(a) Bukit Batu Ratu; (b) Pengelolaan persawahan
Gambar 2.1 Area persawahan

Pengamatan kedua dilakukan di pintu masuk kawasan parangtritis, dengan koordinat


posisi pengamatan terletak di 424342 mT dan 9116423 mU. Bentuk lahan di kawasan ini
adalah datar dengan material pasir dan lempung (Aluvium), sumber materialnya berasal dari
endapan pantai (marine) yang tertutup endapan vulkanik gunung api masa kini. Endapan
pantai dibawa oleh aktivitas gerakan air laut, baik pada tebing curam, pantai berpasir, pantai
berkarang maupun pantai berlumpur pada masa lalu dan endapan vulkanik masa kini dibawa
oleh aliran sungai opak yang berasal dari gunung batu ratu sehingga membentuk bentang
lahan dataran Pluviomarine. Sistem aquifer pada dataran ini adalah aquifer bebas dan
tertekan, dengan kondisi material penyusun didominasi oleh pasir, menyebabkan akuifer pada
satuan ini cukup baik dan juga berpotensial mengandung air tanah dangkal dan tawar.
Jika dilihat dari historinya, bukit Batu Ratu (Gambar 2a) dahulunya merupakan
bagian dari pantai, hal ini dapat dilihat dari adanya teras pantai pada bukit tersebut dan
ditemukannya fosil atau cangkang moluska laut seperti kelompok gastropoda dan bivalvia.
Teras pantai ini merupakan daerah yang dulunya terkikis oleh aktivitas air laut atau

gelombang ombak. Pengangkatan bukit Batu Ratu ini dipengaruhi oleh desakan lempeng
tektonik.
Aspek sosial ekonomi masyarakat setempat sebagian besar adalah petani yang
dipadukan dengan pemeliharaan hewan ternak. Jenis tanaman yang dibudidayakan adalah
dengan menanam (tumpang tindih) antara bawang merah dan cabai (Gambar 2b).

2.3 Gumuk Pasir Parangtritis

(a)

(b)

(a) Gumuk pasir Barchan; (b) Vegetasi gumuk pasir


Gambar 3.1 Gumuk Pasir Parangtriti-Barchan

Pengamatan ketiga dilakukan di daerah pesisir parangtritis, dengan koordinat posisi


pengamatan terletak di 0424891 mT dan 9113695 mU. Bentuk lahan di lokasi ini sangat unik
karena berbentuk bukit pasir/gumuk pasir (sand dune) yang mirip dengan padang gurun di
negara-negara timur tengah. Gumuk pasir ini merupakan fenomena alam berupa gundukangundukan pasir menyerupai bukit akibat dari pergerakan angin. Secara morfoganesa (proses
terjadinya gumuk pasir), terjadinya gumuk pasir di sepanjang pantai paringtritis tidak lepas
dari keberadaan gunung Merapi, gunung Merbabu, kali Opak, kali Progo, dan pantai
Parangtritis. Partikel pasir yang membentuk gumuk-gumuk pasir berasal dari material
vulkanik gunung merapi yang dibawa oleh aliran air sungai Opak dan sungai Progo menuju
laut selatan. Sesampainya di muara, material vulkanik tersebut dihantam oleh gelombang
samudra yang kuat, material tersebut mengalami penggerusan hingga berubah menjadi
butiran yang sangat halus. Butiran pasir ini kemudian diterbangkan oleh angin laut ke
daratan. Ketika sudah berada di daratan, butiran pasir ini terus mengalami pergerakan sesuai
dengan hembusan angin. Pada musim peralihan, angin bertiup sangat kencang dan membawa
pasir lebih banyak hingga terbentuklah gundukan-gundukan pasir menyerupai bukit yang
disebut gumuk pasir. Proses pembentukan gumuk pasir memerlukan waktu ribuan tahun

sebelum menghasilkan fenomena gumuk pasir seperti yang dapat ditemui saat ini.
Penumpukan pasir oleh angin di lokasi pesisir pantai parangtritis tersebut lebih diakibatkan
adanya perbedaan ketinggian yaitu terdapat titik ketinggian tertentu yang menghambat
hembusan angin baik angin dari laut maupun angin yang berasal dari pegunungan. Pada
gambar 3a terlihat pasir-pasir yang dibawa oleh angin berkumpul dan menumpuk di daerah
yang bervegetasi sebagai penumpu, hal ini menunjukkan bahwa pada titik ini memiliki
ketinggian yang mampu menghambat laju angin yang membawa material pasir baik dari arah
pegunungan maupun dari arah pantai parangtritis.
Kondisi hidrologi pada kawasan ini tidak cukup baik, meskipun relatif dangkal.
Sumber air utama di kawasan ini adalah air hujan karena material pasir memiliki kemampuan
meloloskan air sangat tinggi sehingga air hujan yang jatuh ke permukaan langsung masuk ke
dalam dasar tanah mengisi ruang-ruang yang ada sehingga tidak ada air permukaan yang bisa
dimanfaatkan sebagai sumber air kecuali sungai opak. Dengan kondisi tersebut, apabila
terjadi pengambilan air tawar yang berlebih maka akan terjadi intrusi air laut, sehingga
daerah ini sangat tidak dianjurkan untuk dijadikan sebagai daerah pemukiman. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, saat ini sudah banyak masyarakat yang mendirikan bangunan
dan bertempat tinggal menetap di kawasan pesisir pantai parangtritis tersebut.
Vegetasi yang tumbuh di daerah ini umumnya adalah tanaman yang merambat di atas
permukaan pasir, Cemara udang, Ipomoea pescaprea, pandanus sp, akasia (Gambar 3b). Saat
ini keberadaan gumuk pasir berfungsi sebagai ekosistem lahan kering, pengembangan ilmu
pengetahuan, tempat wisata, pertanian lahan kering, dan peredam gelombang tsunami.
Ancaman yang mungkin dapat timbul dari bentang lahan gumuk pasir adalah :
a. Intrusi air laut jika pengambilan air tawar berlebih
b. Pencemaran air tanah oleh zat zat pencemar karena pasir bersifat porus (siklus pendek)

2.4 Telaga Namberan Gunung Kidul

(a)

(b)

(a) Telaga Namberan; (b) Batu Gamping


Gambar 4.1 Perbukitan Karst Gunung Kidul

Pengamatan ke-empat atau pengamatan terakhir dilakukan di daerah telaga gunung


kidul dengan koordinat posisi terletak di 0446880 mT dan 9111188 mU. Bentuk lahan
dikawasan ini adalah solusional karst berbukit dengan material utamanya adalah pasir dan
batu gamping, solusional karst ini terbentuk akibat proses pelarutan batuan yang terjadi pada
daerah berbatuan karbonat. Karst adalah suatu kawasan yang memiliki karakteristik relief dan
drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batuan-batuannya yang
intensif. Batu gamping merupakan salah satu batuan yang sering menimbulkan terjadinya
karst (Gambar 4b). Secara umum komponen aliran karst dibedakan menjadi dua tipe aliran,
yaitu aliran conduit dan aliran diffuse. Aliran diffuse mengisi sungai bawah tanah secara
seragam dan perlahan-lahan melalui retakan batuan karst yang berukuran 10-3 10 mm.
Aliran conduit (saluran terbuka) yaitu air bergerak dengan cepat dari permukaan sungai
bawah tanah melalui lorong-lorong yang besar berukuran 102 104 mm atau lebih.
Permukaan dari bukit karst (doline) merupakan reservoir utama air di kawasan karst,
dan sebaliknya tidak ada zona untuk menyimpan aliran conduit karena geraknya yang sangat
cepat dan segera mengalir ke laut. Permasalahan utama dari bentang lahan karst di Gunung
Kidul adalah kekeringan pada musim kemarau, kandungan organik tanah yang rendah,
CaCO3 mudah larut dan kandungan air buruk (zat kimia terlalu tinggi).
Aspek sosilal budaya masyarakat Gunung Kidul dalam melangsungkan kehidupannya
yaitu dengan cara survival atau bertahan dengan bertani/berkebun, konsolidasi, dan migrasi
musiman. Masyarakat sekitar memanfaatkan telaga karst (telaga namberan) (Gambar 4a)
sebagai sumber mata air ketika musim kemarau untuk keperluan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai